Anda di halaman 1dari 7

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis paru sampai saat ini masih merupakan problem kesehatan

yang masih sulit terpecahkan. Penyebab dari penyakit ini adalah mycobacterium

tuberkulosis yang terhirup masuk ke dalam saluran pernapasan. Pada beberapa

keadaan, tuberkulosis dapat menyebabkan iritasi pada bronchus sehingga

pembuluh darah pecah yang akan menimbulkan batuk darah. Selain itu, pada

area paru dapat terjadi infiltrasi radang yang sudah sampai ke pleura sehingga

menimbulkan pleuritis. Bila penyakit ini tidak tertangani dengan baik, maka

dapat menimbulkan kematian (Pare, Amiruddin & Leida, 2012).

Menurut World Health Organization (WHO), setiap tahun

tuberkulosis membunuh hampir dua juta orang diseluruh dunia. Organisasi

kesehatan dunia tersebut memprediksi angka ini akan semakin memburuk

pada dekade mendatang, yaitu 100 juta kasus baru diperkirakan bertambah

pada tahun 2020 dan kurang lebih 36 juta orang dikhawatirkan meninggal

akibat penyakit ini. Dimana di negara berkembang kematian ini merupakan

25% dari kematian penyakit yang sebenarnya dapat diadakan pencegahan

(Erika, 2013).

Hasil survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 2013 menunjukkan

bahwa tuberkulosis paru merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah

penyakit kardiovaskuler dan nomor satu dari golongan infeksi di Indonesia.

Diperkirakan setiap tahun 450.000 kasus baru TB paru, dimana sekitar 1/3
2

penderita terdapat disekitar puskesmas, 1/3 ditemukan di pelayanan rumah

sakit/klinik pemerintah, praktek swasta dan sisanya belum terjangkau unit

pelayanan kesehatan. Penyakit TB paru menyerang sebagian besar kelompok

usia kerja produktif dan kebanyakan dari kelompok sosial ekonomi rendah

(Nurhidayati, Dhian & Khoirunisa, 2016).

Di Sulawesi Selatan tahun 2014 diketahui jumlah penderita suspect TB

paru sebanyak 55.462 kasus dan dinyatakan BTA positif sebanyak 5.040 kasus.

Dari jumlah tersebut, terdapat sekitar 5.298 kasus yang diobati dan dinyatakan

telah sembuh sebanyak 3.276 kasus. Dimana Kota Palopo menyumbang kasus

TB paru sebanyak 154 kasus (Dinkes Sul-Sel, 2015). Sementara itu,

berdasarkan Buku Suspek Program P2 TB Paru Puskesmas Wara Utara Kota

Palopo periode Mei – Juli tahun 2017 menunjukkan jumlah penderita TB paru

di wilayah tersebut yaitu suspeck sebanyak 51 kasus, BTA positif sebanyak 9

kasus.

Melihat masih tingginya prevalensi penderita tuberkulosis di Indonesia

menunjukkan bahwa angka keberhasilaan pengobatan penyakit ini masih

rendah. Penyebab penyakit ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat

sehingga memerlukan waktu yang lama untuk mengobatinya. Disamping rasa

bosan karena harus minum obat dalam waktu yang lama, seorang penderita

tuberkulosis paru kadang – kadang berhenti minum obat sebelum masa

pengobatannya selesai karena penderita belum paham tentang bahaya penyakit

ini dan pentingnya terapi obat anti tuberkulosis bagi penderita dan

keluarganya (Pare, Amiruddin & Leida, 2012).


3

Diagnosis yang tepat, pemilihan obat serta pemberian obat yang benar

dari tenaga kesehatan belum cukup untuk menjamin keberhasilan pengobatan

jika tidak diikuti dengan kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obatnya .

Ketidakpatuhan terhadap pengobatan penderita tuberkulosis paru akan

meningkatkan risiko kesakitan, kematian dan menyababkan semakin banyak

ditemukan penderita tuberkulosis paru dengan Basil Tahan Asam (BTA) yang

resisten dengan pengobatan standar. Hal ini akan menimbulkan kesulitan yang

amat besar, penderita akan menularkan kumannya kepada orang lain dan biaya

pengobatan menjadi meningkat serta waktu yang lama untuk pengobatan

(Ariani, 2012).

Sejauh ini ketidakpatuhan penderita merupakan penyebab terpenting

kegagalan pengobatan tuberkulosis. Berdasarkan penelitian yang dilakukan

oleh Ariani (2012) tentang efektifitas penggunaan kartu berobat terhadap

kepatuhan berobat di wilayah Kota Madya Banjarmasin menunjukkan bahwa

85,4% sampel patuh terhadap pengobatan dan 14,6% tidak patuh terhadap

pengobatan. Menurutnya, persentasi tersebut didukung dengan faktor-faktor

yang mempengaruhi keefektifan kartu berobat seperti peran dan fungsi

keluarga, pengawasan menelan obat, efek samping obat dan katersediaan obat.

Hasil penelitian Zahra (2014) diketahui ada hubungan antara fungsi

keluarga dengan motivasi penderita TB paru untuk berobat ulang ke Balai

Kesehatan Paru (p=0.035). Artinya, jika keluarga yang melaksanakan

fungsinya dengan baik maka motivasi penderita TB Paru untuk berobat ulang

ke Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) semakin baik. Kemudian dari

hasil analisis diperoleh OR sebesar 3,116 artinya responden dengan fungsi


4

keluarga sehat cenderung 3,116 kali mempunyai motivasi untuk berobat ulang

ke BKPM lebih baik dibanding fungsi keluarga kurang sehat.

Menurut Diana (2013) bahwa untuk mengukur sehat atau tidaknya

suatu keluarga dikembangkan suatu metode penilaian berupa APGAR

keluarga. Metode ini dapat dilakukan penilaian atau screning fungsi keluarga

secara cepat dan dalam waktu yang singkat. Alat ini digunakan untuk

mengukur level kepuasan hubungan dalam keluarga. Pada metode ini,

dilakukan penilaian terhadap lima fungsi pokok keluarga, yaitu: adaptasi

(adaptation), kemitraan (partnership), pertumbuhan (growth), kasih sayang

(affection) dan kebersamaan (resolve). Apabila fungsi keluarga ini dapat

terlaksana dengan baik, dapatlah diharapkan terwujudnya keluarga yang

sejahtera (Nurhidayati, Dhian & Khoirunisa, 2016).

Hasil studi pendahuluan yang dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas

Wara Utara Kota Palopo diketahui bahwa dari lima orang pasien TB paru

yang diwawancarai didapatkan tiga orang pasien mengatakan datang ke

Puskesmas kadang – kadang diantar oleh keluarga, dua orang sering datang

sendiri. Dari lima orang pasien tersebut, dua orang pasien mengatakan sudah

bosan dengan penyakitnya dan merasa membebani keluarga, sedangkan tiga

orang pasien lainnya mengatakan sulit melakukan aktifitas keseharian karena

sakit yang diderita serta merasa kurang diperhatikan oleh keluarganya.

Berdasarkan fenomena tersebut dan belum adanya gambaran mengenai

tingkat kepatuhan pasien TB paru mengikuti program terapi hubungannya

dengan fungsi keluarga di wilayah Kota Palopo sehingga peneliti merasa

tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan nilai APGAR


5

keluarga dengan kepatuhan pasien TB paru dalam mengikuti program terapi di

wilayah kerja Puskesmas Wara Utara Kota Palopo”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dari

penelitian ini, yaitu: “Apakah ada hubungan antara nilai APGAR keluarga

dengan kepatuhan pasien TB paru dalam mengikuti program terapi di wilayah

kerja Puskesmas Wara Utara Kota Palopo?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan nilai APGAR keluarga dengan kepatuhan

pasien TB paru dalam mengikuti program terapi di wilayah kerja

Puskesmas Wara Utara Kota Palopo.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengidentifikasi nilai APGAR keluarga pada pasien TB paru di

wilayah kerja Puskesmas Wara Utara Kota Palopo.

b. Untuk mengindentifikasi kepatuhan pasien TB paru dalam mengikuti

program terapi di wilayah kerja Puskesmas Wara Utara Kota Palopo.

c. Untuk menganalisis hubungan nilai APGAR keluarga dengan kepatuhan

pasien TB paru dalam mengikuti program terapi di wilayah kerja

Puskesmas Wara Utara Kota Palopo.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi puskesmas

Dapat dijadikan sebagai bahan informasi atau petunjuk bagi petugas

kesehatan khususnya perawat dalam melaksanakan program kerja


6

puskesmas agar dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan pada

penderita TB paru melalui layanan home visit.

2. Bagi institusi pendidikan

Dapat dijadikan sebagai referensi untuk meningkatkan pengetahuan

mahasiswa keperawatan terkait dengan hubungan nilai APGAR keluarga

dengan kepatuhan pasien TB paru dalam mengikuti program terapi.

3. Bagi profesi keperawatan

Memberikan sumbangsih pengetahuan dibidang keperawatan dalam

rangka meningkatkan pencapaian program pemberantasan penyakit

menular (P2M) di lingkungan pelayanan kesehatan.

4. Bagi peneliti selanjutnya

Dapat dijadikan sebagai bahan kajian khususnya bagi peneliti yang tertarik

untuk mengembangkan hasil penelitian ini guna pengembangan ilmu

pengetahuan kesehatan khususnya bidang keperawatan.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pengetahuan peneliti, penelitian yang berhubungan dengan

penelitian ini yaitu:

Tabel 1.1
Keaslian Penelitian

Nama Judul Metode Hasil


Pare, Hubungan PMO, Case Peran PMO (OR=3.636),
Amiruddin pelayanan control dukungan keluarga (OR=3.039)
& Leida kesehatan, dan dan diskriminasi (OR =2.974)
(2012) diskriminasi dengan merupakan faktor risiko
perilaku berobat terhadap perilaku berobat pasien
pasien TB Paru TB Paru.
Zahra Hubungan fungsi Cross Terdapat hubungan antara fungsi
(2014) keluarga dengan sectiona keluarga dengan motivasi
7

motivasi penderita l penderita TB paru untuk berobat


TB paru untuk ulang ke Balai Kesehatan Paru
berobat ulang ke (p=0.035; OR=3,116).
BPKM
Berdasarkan penelitian diatas, menunjukkan bahwa penelitian yang

akan dilaksanakan penulis merupakan replikasi dari kedua peneliti tersebut

dengan perbedaan pada lokasi penelitian, desain penelitian berupa cross

sectional dan teknik sampling yaitu purposive sampling.

Anda mungkin juga menyukai