Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sangat dalam dan kuat sebagai penghubung
antara seorang pria dengan seorang wanita dalam membentuk suatu keluarga atau rumah tangga.
Perkawinan bukan saja merupakan suatu jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan
rumah tangga dan keturunan, tetapi juga dapat dipandang sebagai satu jalan menuju pintu
perkenalan antara suatu kaum dengan kaum yang lain dan perkenalan itu akan menjadi jalan
untuk menyampaikan pertolongan antara satu dengan yang lainnya.

Dalam membentuk suatu keluarga tentunya memerlukan suatu komitmen yang kuat
diantara pasangan tersebut. Sehingga di dalam Al-Qur,an dijelaskan bahwa janganlah menikahi
perempuan atau laki-laki yang berbeda agama (selain islam) kecuali ahli kitab begitupun dalam
Undang-undang menyatakan bahwa suatu perkawinan dapat dinyatakan sah, apabila dilakukan
menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan pasangan yang melakukan pernikahan.

Tetapi di dalam aplikasinya perkawinan beda agama ini terdapat banyak perbedaan
pendapat seperti dalam memahami perkawinan beda agama menurut undang-undang
Perkawinan, ada tiga penafsiaran yang berbeda. Pertama, penafsiran yang berpendapat bahwa
perkawinan beda agama merupakan pelanggaran terhadap UU No. 1/1974 pasal 2 ayat 1 jo pasal
8 f. Pendapat kedua, bahwa perkawinan antar agama adalah sah dan dapat dilangsungkan, karena
telah tercakup dalam perkawinan campuran, dengan argumentasi pada pasal 57 tentang
perkawinan campuran yang menitikberatkan pada dua orang yang di Indonesia tunduk pada
hukum yang berlainan, yang berarti pasal ini mengatur perkawinan antara dua orang yang
berbeda kewarganegaraan juga mengatur dua orang yang berbeda agama. Pendapat ketiga bahwa
perkawinan antar agama sama sekali tidak diatur dalam UU No. 1/1974, oleh karena itu
berdasarkan pasal 66 UU No. 1/1974 maka persoalan perkawinan beda agama dapat merujuk
pada peraturan perkawinan campuran, karena belum diatur dalam undang-undang perkawinan.

Begitupun dalam memahami pada pasal 1 Peraturan Perkawinan campuran menyatakan


bahwa perkawinan campuran adalah perkawinan antara orang-orang yang di Indonesia tunduk
pada hukum yang berlainan. Akibat kurang jelasnya perumusan pasal tersebut, yaitu tunduk pada
hukum yang berlainan, ada beberapa penafsiran dikalangan ahli hukum.

Pendapat Pertama, menyatakan bahwa perkawinan campuran hanya terjadi antara orang-
orang yang tunduk pada hukum yang berlainan karena berbeda golongan penduduknya. Pendapat
Kedua, menyatakan bahwa perkawinan campuran adalah perkawinan antara orang-orang yang
berlainan agamanya. Pendapat ketiga, bahwa perkawinan campuran adalah perkawinan antara
orang-orang yang berlainan asal daerahnya.1

Sehingga kenyataan dalam kehidupan masyarakat bahwa perkawinan berbeda agama itu
terjadi sebagai realitas yang tidak bisa dipungkiri dan akan terus terjadi sebagai akibat interaksi
sosial diantara seluruh warga negara Indonesia yang pluralis agamanya.

Implikasinya apabila keluarga berbeda agama tersebut mempunyai keturunan maka sudah
pasti ada dampak yang akan dialami oleh keturunan atau anak tersebut baik itu bersifat positif
ataupun sebaliknya.

Pertumbuhan anak dari berbagai aspek sangat dipengaruhi oleh lingkungannya,


pergaulannya dan yang paling penting adalah peran orang tua. Dalam kehidupan sehari-hari anak
lebih cenderung bersama orang tuanya sehingga pada proses awal pertumbuhan anak lebih
banyak meniru tingkah laku orang tua baik dari segi tingkah laku sosialnya maupun ritual
keagamaannya.

Tetapi yang menjadi masalah apabila orang tua sang anak tersebut disatu sisi
mengamalkan ritualnya masing-masing maka akan membawa pengaruh yang sangat luar biasa
bagi psikologis anak tersebut apakah ia akan mengikuti sang ayah atau ibunya yang notabene
sudah menjadi orang yang ditirunya sejak dari kecil.

Dalam memandang fenomena ini, pandangan masyarakat cukup beragam, tentu saja
muncul pandangan bahwa pernikahan beda agama akan memunculkan banyak persoalan baik
terhadap kerberlangsungan pernikahan pasangan suami istri maupun segi psikologi anak
terutama dalam menentukan agama yang akan diyakini dan penerimaan keluarga besar terhadap
anggota keluarga baru yang berbeda agama.2

1
Afrian raus, Perkawinan Antar Pemeluk Agama di Indonesia, volume 14 nomor 1 juni 2015, hal. 75
2
//islamib.com/id/artikel/fakta-empiris-nikah-beda-agama, diunduh tanggal. 1 Agustus 2011
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah:

1. Bagaimana menikah beda agama dalam Islam?

2. Apa Dampak Negatif Pernikahan Beda Agama?

3. Bagaimana izin perkawinan beda agama oleh Pengadilan Negeri Bogor ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian rumusan masalah di atas, tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini
adalah :

1. Agar memahami bagaimana pernikahan beda agama dari sudut pandang Islam.

2. Agar mengetahui problem-problem dalam pernikahan beda agama.

3. Menjelaskan dasar hukum dan pertimbangan Hakim dalam mengabulkan atau menolak
permohonan perkawinan beda agama pada Pengadilan Negeri Bogor

D. Manfaat Penelitian

Bila tujuan penelitian dapat tercapai, maka hasil penelitian akan memiliki manfaat. Yakni :

1. Secara teoritis:

a. Memberikan pengetahuan dan wawasan bagi peneliti lain tentang pernikahan beda agama, apa
saja problema yang akan ditemui dan bagaimana alternatif penyelesaian nya.

b. Sebagai sumber informasi dan referensi tentang pernikahan beda agama dan alternative
penyelesaian dari problema yang ada didalam pernikahan beda agama.

2. Secara praktis:

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman bagi
peneliti untuk dapat memberikan layanan konseling yang terbaik bagi kliennya.

b. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan solusi yang dapat digunakan
oleh pasangan suami istri dalam menghadapi problema yang ada dalam pernikahan beda agama
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pernikahan beda Agama

Pernikahan antara dua individu yang memeluk agama yang berbeda disebut interfaith
marriage, mixed marriage, mixet faith marria atau intereligious marriage. Dalam bahasa
Indonesia, peneliti akan menggunakan istilah pernikahan beda agama.

Dalam Islam tidak ada pernikahan beda agama. Islam memandang perkawinan dengan
seorang wanita musyrik adalah batal, tidak dihalalkan bagi seorang muslim mendirikan
rumahtangga dengan seorang wanita yang musyrik. Larangan ini telah disebutkan didalam Al-
Qur‟an yang tidak memerlukan penjelasan dan pandangan lain, oleh sebab itu, maka larangan
tersebut merupakan ijma‟ pula dikalangan ulama Islam, dan tak ada seorang pun diantara mereka
yang menghalalkan.3

Dicantumkan dengan tegas dalam Al-Qur‟an :

=‫ت َحتَّ ٰى ي ُْؤ ِم َّن ۚ َوأَل َ َمةٌ ُم ْؤ ِمنَةٌ َخ ْي ٌر ِم ْن ُم ْش ِر َك ٍة َولَوْ أَ ْع َجبَ ْت ُك ْم ۗ َواَل تُ ْن ِكحُوا‬ ِ ‫و َواَل تَ ْن ِكحُوا ْال ُم ْش ِر َكا‬
‫ار ۖ َوهَّللا ُ يَ ْدعُو إِلَى‬
ِ َّ‫ك يَ ْد ُعونَ إِلَى الن‬ َ ِ‫ك َولَوْ أَ ْع َجبَ ُك ْم ۗ أُو ٰلَئ‬
ٍ ‫ْال ُم ْش ِر ِكينَ َحتَّ ٰى ي ُْؤ ِمنُوا= ۚ َولَ َع ْب ٌد ُم ْؤ ِم ٌن َخ ْي ٌر ِم ْن ُم ْش ِر‬
ِ َّ‫ْال َجنَّ ِة َو ْال َم ْغفِ َر ِة بِإِ ْذنِ ِه ۖ َويُبَيِّنُ آيَاتِ ِه لِلن‬
َ ‫اس لَ َعلَّهُ ْم يَتَ َذ َّكرُون‬
4

“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.


Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia
menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita
mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang
musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke
surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-
Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”5

3
Sjaich Mahmoud Sjaltout, Fatwa-fatwa (Djakarta: Bulan Bintang,1973)Hal. 36
4
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, QS. Al-Baqarah Ayat 122, hal. 23
5
Hamdudah „Abd Al „Ati, Keluarga muslim, (Surabaya : PT Bina Ilmu 1984), hal. 177
Dalam ayat itu dimuat ketentuan-ketentuan Tuhan (mengenai laki-laki) sebagai berikut :

a. jangan kamu kawini wanita musyrik hingga ia beriman

b. jangan kamu kawini laki-laki musyrik (dengan wanita muslim) hingga ia beriman, karena
orang musyrik itu mengajak kamu ke neraka sedang Allah mengajak kamu ke surga dan
ampunan.6

Ibnu Hazm berkata bahwa tidak dihalalkan bagi seorang wanita muslimah menikahi
seorang lelaki tidak beragama Islam. Tidak pula dihalalkan bagi seorang kafir untuk memiliki
seorang hamba sahaya yang muslim dan juga seorang budak wanita muslimah. Bukti dan dalil
atas hal itu adalah firman Allah :

“dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman” (Al-
Baqarah:221)

Para ulama telah sepakat tanpa terkecuali bahwa seorang muslim tidak dihalalkan
mengawini seorang wanita musyrik, ateis dan murtad. Adapun wanita musyrik karena firman
Allah swt.,

Didalam Pasal 4 KHI juga melarang perkawinan beda agama. Menurut pasal tersebut
Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan Pasal 2 ayat (1)
Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Selain itu, pernikahan beda agama
tidak bisa dilangsungkan diwilayah hukum Negara Indonesia karena peraturan perundang-
undangan yang berlaku cenderung tidak membolehkan seperti yang termuat dalam Undang-
Undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan.7

B. Dampak Negatif Pernikahan Antar–umat Berbeda Agama


6
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997), hal. 6
7
Indonesia, Undang Undang perkawinan, Undang Undang Nomor 1 Tahun 1947 tentang Perkawinan, Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019.
Haram atau pelarangan nikah beda agama oleh Islam tentunya bukanlah suatu yang tidak
ada dasar. Setiap aturan islam tentunya memiliki dampak yang positif jika dilakukan, jika
dilanggar akan berdampak negatif. Fungsi agama adalah melindungi umatnya agar tidak terjebak
pada jurang kesesatan dan keburukan. Untuk itu begitupun dengan larangan pernikahan beda
agama. Dampak dari pernikahan beda agama dapat kita lihat sebagai berikut.

1. Pondasi Islam di Keluarga tidaklah kuat sehingga keluarga tidak menjadi keluarga islami
yang diharapkan oleh Allah dalam ajaran islam.
2. Anak bisa mendapatkan kebingungan dalam hal Pendidikan Agama karena melihat
perbedaan keyakinan dan teknis beribadah dari kedua orang tuanya.
3. Berpotensi pada konflik rumah tangga karena ketidaksamaan prinsip, keyakinan, dan
teknis menyelesaikan permasalahan
4. Seorang muslim dapat saja berpindah agama atau keyakinan karena pengaruh dari
pasangannya. Untuk itu bisa mengancam keimanan dari dirinya, padahal itu dibenci oleh
Allah
5. Kebahagiaan dunia dan akhirat berpotensi untuk hilang, karena konflik dan ancaman
neraka bagi yang mengikutinya

Untuk itu, menghindari konflik dalam keluarga salah satunya adalah kita memilih
pasangan yang seiman, serta memperhatikannya dengan cara menjaga keharmonisan rumah
tangga menurut islam.

Terhadap adanya orang yang berbeda agama tentunya tidak masalah jika kita menjaga
hubungan baik karena tentunya ada manfaat toleransi antar umat beragama. Namun toleransi
berbeda dengan kita mengikuti ajarannya pula apalagi mempersatukannya dalam sebuah
pernikahan.8

BAB III

METODE PENELITIAN

8
https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/pernikahan-beda-agama
A. Jenis Penelitian

Soerjono Soekanto, berpendapat di dalam buku Bambang Suggono, bahwa penelitian


hukum dapat dibagi menjadi :

1. Penelitian Hukum Normatif, yang terdiri dari :

a. Penelitian terhadap asas-asas hukum

b. Penelitian terhadap sistematika hukum

c. Penelitian terhadap sinkronisasi hukum

d. Penelitian sejarah hukum

e. Penelitian perbandingan hukum

2. Penelitian hukum Sosiologis atau empiris yang terjadi :

a. Penelitian terhadap identifikasi hukum

b. Penelitian terhadap efektivitass hokum

Penelitian ini untuk penelitian normative yang fokus pada penelitian terhadap sistematika
hukum.Penelitian terhadap sistematika hukum ini dapat dilakukan pada perundang-undangan
tertentu atau hukum tercatat. Tujuan pokoknya adalah untuk mengadakan identifikasi terhadap
pengertian-pengertian atau dasar dalam hukum, yakni masyarakat hukum, subjek hukum , hak
dan kewajiban, peristiwa hukum dan objek hukum. Penelitian hukum normative atau penelitian
hukum kepustakaan cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan
cara meneliti bahan pustaka yang ada.

B. Metode Pendekatan
Jenis penelitian yang digunakan adalah Yuridis Normatif.Dimana metode yuridis
normatif ini melakukan pendekatan tidak hanya dari kaidah-kaidah hukum yang berlaku saja tapi
juga melihat keadaan yang ada di dalam masyarakat.Faktor normatif disini didasarkan pada
beberapa peraturan Perundang-undangan yang dimungkinkan memuat tentang aturan
Perkawinan.Dalam penelitian ini akan melihat kesesuaian antara peraturan yang berlaku dengan
realita yang ada di lapangan. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan
Kompilasi Hukum Islam.

C. Fokus Penelitian

Penentuan fokus penelitian dalam skripsi bertujuan untuk lebih fokus dan efektif dalam
membahas objek penelitian yang akan diteliti, dalam meneliti dan menyaring data-data yang
diperoleh. Dalam penelitian ini yang menjadi fokus adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam sebagai pedoman dikabulkan atau
ditolaknya permohonan izin perkawinan beda agama pada Pengadilan Negeri Bogor.

D. Lokasi Penelitian

Penetapan lokasi penelitian sangat penting dalam rangka mempertanggungjawabkan data


yang diperoleh. Yang dimaksud lokasi dalam hal ini adalah Pengadilan Negeri Bogor yang
beralamat di Jalan Pengadilan No.10 Kota Bogor, Jawa Barat.

E. Sumber Data Penelitian

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya
adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sumber data merupakan masalah yang
perlu diperhatikan dalam setiap penelitian ilmiah, agar diperoleh data yang lengkap, benar, dan
dapat dipertanggungjawabkan. Sumber data yang digunakan dalampenelitian ini adalah :

Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada
pengumpul data atau data yang diperoleh dari lapangan melalui wawancara, observasi dan
dokumentasi yang dilakukan di lapangan di tempat yang menjadi objek penelitian untuk mencari
data ataupun informasi.

Sumber Data Sekunder


Sumber data sekunder adalah sumber yang diperoleh melalui kepustakaan dengan
mekanisme membaca, mengkaji serta mempelajari buku-buku yang relevan dengan objek yang
diteliti. Data sekunder diselenggarakan untuk mendukung keterangan menunjang kelengkapan
data primer dalam penelitian ini adalah sumber data dari dokumen atau literatur penunjang,
seperti:

a.Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

c. INPRES No.1/1999 tentang Kompilasi Hukum Islam.

d. Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) 1980/2005

F. Keabsahan Data

Untuk memperoleh validasi data, peneliti menggunakan teknik triangulasi sebagai teknik
pemeriksaan data. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain diluar data itu, untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap
data itu. Teknik triangulasi yang dilakukan adalah membandingkan dan mengecek balik derajat
kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dengan metode
kualitatif. Keabsahan data diterapkan dalam rangka membuktikan temuan hasil lapangan dengan
kenyataan yang diteliti di lapangan. Keabsahan data dilakukan dengan meneliti kredibilitasnya
menggunakan teknik triangulasi.

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah paling strategis dalam penelitian, karena
tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan
data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian Analisis Perkawinan
Beda Agama terhadap perbedaan putusan Pengadilan Negeri mengenai izin melangsungkan
perkawinan beda agama adalah sebagai berikut :
1) Studi Pustaka

Data diperoleh dengan cara studi pustaka (library research), melalui peraturan perundang-
undangan terkait , dan data penelitian yang berupa buku-buku, teori hukum yang berkaitan
dengan masalah yang diteliti, yaitu bahan-bahan atau pustaka-pustaka yang berkaitan dengan
masalah perkawinan khususnya perkawinan pasangan beda agama.

2) Wawancara

Wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan data dengan jalan komunikasi,
yakni melalui kontak atau hubungan pribadi antara pengumpul data (pewawancara) dengan
sumber data (responden). Wawancara yang peneliti lakukan untuk menambah data sekunder.
Melalui metode wawancara, diharapkan peneliti memperoleh gambaran mengenai permohonan
izin melangsungkan perkawinan beda agama. Ada tiga cara untuk melakukan interview :

a. Melalui percakapan informal (interview bebas)

b. Menggunakan pedoman wawancara

c. Menggunakan pedoman buku


BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Analisis Data

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis model interaktif
(Interactive Model of Analysis).dalam model ini tiga komponen analisis, yaitu reduksi data,
sajian data dan penarikan kesimpulan, dilakukan dengan bentuk interaktif dengan proses
pengumpulan data (data collecting) sebagai suatu siklus. Ketiga kegiatan dalam analisis model
interaktif dapat dijelaskan sebagai berikut :

Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang akan dilakukan adalah dengan mencatat semua data secara
objektif dan apa adanya sesuai hasil pengamatan dan wawancara dilapangan.

Reduksi Data (Data Reduction)

Diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian Pada penyerderhanaan data


“kasar” yang muncul dalam catatan-catatan tertulis di lapangan. Proses ini berlangsung terus
menerus selama penelitian. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan,
menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data.

Penyajian Data (Data Display)

Diartikan sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya


penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan penyajian data, peneliti akan dapat
memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan berdasarkan pemahaman
tentang penyajian data.

Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing)

Kesimpulan yang diambil akan ditangani secara longgar dan tetap terbuka sehingga
kesimpulan yang semula belum jelas, kemudian akan meningkat menjadi lebih rinci dan
mengakar dengan kokoh. Kesimpulan ini juga diverifikasi selama penelitian berlangsung
dengan maksud-maksud menguji kebenaran, kekokohan dan kecocokannya yang merupakan
validitasnya.
B. Hasil Penelitian

Pengadilan Negeri Bogor merupakan salah satu Pengadilan tertua di Indonesia, yang
dapat dibuktikan dari bentuk bangunan yang dibangun di masa Penjajahan Kolonial Belanda.
Gedung Pengadilan Negeri Bogor diperkirakan telah berdiri sejak sekitar tahun 1800-an.

Seiring dengan berjalannya waktu dan demi menjaga keutuhan bangunan, gedung
Pengadilan Negeri Bogor pun sedikit demi sedikit telah beberapa kali mengalami Renovasi akan
tetapi tanpa merubah dari segi esensial bentuk bangunan aslinya.

Sejak tahun 2004, Pengadilan – pengadilan diseluruh Indonesia mengalami peralihan


kekuasaan, yang mana semula pengadilan - pengadilan di Indonesia dibawah Departemen
Kehakiman Republik Indonesia dan sekarang menjadi satu atap dibawah Institusi Mahkamah
Agung Republik Indonesia. Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Bogor sekarang mencakup
wilayah Kotamadya Bogor saja, berbeda dengan sebelumnya pada tahun 2004 wilayah
Pengadilan Negeri Bogor mencakup wilayah Kotamadya Bogor dan Kabupaten Bogor, sehingga
jumlah perkara yang masuk pun lebih sedikit.

Perkara permohonan izin perkawinan beda agama di Pengadilan Negeri Bogor hampir
ada setiap tahunnya, hal ini mengisyaratkan bahwa ternyata masih banyak masyarakat yang
mengajukan ke Pengadilan permohonan penetapan izin perkawinan beda agama ke Pengadilan
Negeri. Adapun perkara permohonan izin perkawinan beda agama yang diputus oleh Pengadilan
Negeri Bogor tiap tahunnya yang penulis jumpai adalah sebagai berikut :

Tabel Perkara Permohonan Izin Perkawinan Beda Agama

No Tahun Perkara Penetapan Hukum


1 2009 1 perkara Dikabulkan

2 2011 3 perkara Dikabulkan

3 2012 2 perkara Dikabulkan

4 2014 1 perkara Dikabulkan


Dari table diatas menunjukkan bahwa perkara permohonan izin perkawinan beda agama
pada Tahun 2011 menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan, dimana Pengadilan Negeri
Bogor memutus 3 putusan dan hasilnya dikabulkan oleh Hakim. Kemudian pada Tahun 2012
mengalami penurunan yang signifikan , yaitu 2 perkara. Serta pada tahun 2014 Pengadilan
Negeri Bogor hanya memutuskan 1 perkara permohonan izin perkawinan beda agama. Setelah
tahun 2014 tidak dijumpai lagi permohonan izin perkawinan beda agama di Pengadilan Negeri
Bogor hingga tahun 2016
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam penelitian ini berdasarkan data-data deskripsi yang tertera dalam bab-bab
sebelumnya, peneliti dapat mengambil kesimpulan yang merupakan implikasi terpenting dari
hasil study lapangan dalam kaitannya dengan kajian teoritis dan rumusan masalah yang telah
dibuat sebagai berikut:

1. Pernikahan adalah sunnatullah yang umum yang berlaku pada semua makhluk tuhan baik pada
manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Menurut ajaran Islam melangsungkan pernikahan
berarti melaksanakan ibadah. Namun berbeda jika pernikahan yang dilakukan dengan wanita
atau laki-laki yang berbeda agama. Dalam Islam pernikahan beda agama tidaklah sah. Wanita
muslim yang menikah dengan laki-laki non Islam dan laki-laki muslim yang menikah dengan
wanita non Islam. Namun, ada pengecualian bagi laki-laki muslim yang menikah dengan wanita
ahli kitab(wanita beragama Yahudi dan Nasrani). Dikalangan ahli hukum ada 3 pendapat yaitu
1.boleh jika memenuhi beberapa syarat yg telah dijelaskan, 2.makruh karena akan timbul
dampak negatif dalam pernikahan beda agama, dan 3.Haram karena kerusakan lebih besar dari
kebaikan.

2. Permohonan izin perkawinan beda agama yang dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Bogor.
Dengan dikabulkannya permohonan perkawinan agama tersebut, Hakim beranggapan telah
terjadi kekosongan hukum. Karena dalam Undang-Undang tidak secara tegas melarang adanya
perkawinan beda agama. sehingga menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda dimasyarakat.
memahami Pasal 2 ayat (1) Undang Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, yang pada
intinya perkawinan adalah sah jika dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaan mereka.
Bahwa keabsahan perkawinan harus didasarkan pada agama mereka. Serta dalam penjelasan
Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung RI No.1400/K.Pdt/1986 dapat dipahami bahwa bagi
yang melaksanakan perkawinan beda agama maka dapat ditarik pemahaman bahwa mereka telah
mengabaikan salah satu agamanya.
B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah didapatkan, selanjutnya ada saran yang peneliti anggap
penting untuk disampaikan :

1. kepada peneliti selanjutnya. Banyak hal yang belum dapat dikatakan sempurna dalam
penelitian ini, oleh karenanya perlu adanya penelitian lanjutan dan lebih mendalam agar hasil
dari penelitian dapat dijadikan acuan bagi para pasangan beda agama yang akan menikah
ataupun pasangan beda agama yang sudah terlanjur menikah. Selain itu jika peneliti selanjutnya
menggali informasi dan observasi lebih mendalam yang dirasa penting untuk dikembangkan.
Maka alangkah baiknya jika peneliti selanjutnya benar-benar memperhatikan wawancara dan
observasi agar hasil penelitian yang didapatkan benar-benar memuaskan.

2. Bagi Masyarakat, penulis menganjurkan apabila dengan terpaksa harus melakukan perkawinan
beda agama, maka diharapkan telah memahami prosedur pengajuan permohonan perkawinan
beda agama dengan benar agar tidak terdapat kendala di Pengadilan Negeri maupun Kantor
Catatan Sipil

3. Kepada pembaca. Jika menemukan hal yang mungkin kurang berkenan baik terkait dengan isi
buku maupun hasil penelitian. Maka itu merupakan murrni kesalahan peneliti. Oleh karenanya,
kepada pembaca budiman alangkan baiknya jika setelah membaca hasil penelitian ini kemudian
melengkapinya dengan referensi-referensi terkait yang sudah peneliti sediakan pada halaman
daftar pustaka sehingga pemahaman yang pembaca inginkan semakin mendalam.
DAFTAR PUSTAKA

Raus, Afrian. 2015. Perkawinan Antar Pemeluk Agama di Indonesia, volume 14 nomor 1 juni
2015

Islamib.com/id/artikel/fakta-empiris-nikah-beda-agama, diunduh tanggal. 1 Agustus 2011

Sjaich Sjaltout, Mahmoud. 1973. Fatwa-fatwa. Djakarta: Bulan Bintang

Al „Ati, Hamdudah „Abd. 1984. Keluarga muslim. Surabaya : PT Bina Ilmu.

Ali, Mohammad Daud.1997. Hukum Islam dan Peradilan Agama. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.

Indonesia, Undang Undang perkawinan, Undang Undang Nomor 1 Tahun 1947 tentang
Perkawinan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1,Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3019.

https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/pernikahan-beda-agama

Anda mungkin juga menyukai