Anda di halaman 1dari 128

ANALISIS PEMANFAATAN BIOENERGI DARI LIMBAH TONGKOL

JAGUNG UNTUK PENINGKATAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT


DI KECAMATAN TANTOM ANGKOLA
KABUPATEN TAPANULI SELATAN

TESIS

OLEH

POPPY HONORA
19703026/PWD

SEKOLAH PASCA SARJANA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
ANALISIS PEMANFAATAN BIOENERGI DARI LIMBAH TONGKOL
JAGUNG UNTUK PENINGKATAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT
DI KECAMATAN TANTOM ANGKOLA
KABUPATEN TAPANULI SELATAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sain
dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

OLEH:

POPPY HONORA
197030026/PWD

SEKOLAH PASCA SARJANA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
Telah diuji pada
Tanggl: 24 Juni 2021

PANITIA PENGUJI TESIS


Ketua :Dr. Agus Purwoko, S.Hut, M.Si
Anggota :Dr. Rujiman, MA
Prof. Dr. Suwardi Lubis, MS
Prof. Dr. H. B. Tarmizi, SU
PERNYATAAN

Judul Tesis

ANALISIS PEMANFAATAN BIOENERGI DARI LIMBAH TONGKOL


JAGUNG UNTUK PENINGKATAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT
DI KECAMATAN TANTOM ANGKOLA
KABUPATEN TAPANULI SELATAN

Dengan ini penulis menyatakan bahwa hasil tesis ini disusun sebagai syarat untuk

memperoleh gelar Master Sain pada program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah

dan Pedesaan adalah benar merupakan karya tulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu

dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya

secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan

hasil karya penulis atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia

menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksinya

sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, Juni 2021


Penulis,

Poppy Honora
ANALISIS PEMANFAATAN BIOENERGI DARI LIMBAH TONGKOL
JAGUNG UNTUK PENINGKATAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT
DI KECAMATAN TANTOM ANGKOLA
KABUPATEN TAPANULI SELATAN

ABSTRAK

Tanaman jagung merupakan tanaman pangan kedua dengan produksi terbanyak di


Kabupaten Tapanuli Selatan. Produksi tanaman jagung tertinggi berada di wilayah
Kecamatan Tantom Angkola. Limbah jagung mengandung bahan lignoselulosa yang
memiliki potensi untuk pengembangan produk masa depan. Salah satu sektor yang belum
dimanfaatkan secara maksimal adalah pemanfaatan limbah tongkol jagung. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis pemanfaatan bioenergi dari limbah tongkol jagung untuk
peningkatan perekonomian masyarakat di Kecamatan Tantom Angkola Kabupaten
Tapanuli Selatan. Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai dengan Juni 2021.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh
rata-rata produksi jagung sebesar 9.192,22 ton/tahun dengan potensi limbah tongkol
jagung mencapai 130,95 ton/tahun. Pemanfaatan limbah tongkol jagung dengan
menggunakan teknologi dapat menghasilkan massa briket sebesar 52,38 ton/tahun dengan
energi 152.532,88 MJ/tahun, gas sebesar 94,91 ton/tahun dengan energi 268.899,06
MJ/tahun dan bioetanol sebesar 18.621,36 liter/tahun dengan energi 227.180,76
MJ/tahun. Prospek potensi bioenergi dengan pengembangan usaha pemanfaatan limbah,
teknologi yang layak untuk dijalankan sebagai usaha adalah briket dan bioetanol. Strategi
SWOT yang terpilih adalah strategi SO, yaitu pembinaan yang berkesinambungan kepada
masyarakat mengenai bioenergi, membantu penyediaan akses energi modern kepada
masyarakat dan komersial melalui penerbitan insentif dan kemudahan investasi EBT
(Energi Baru Terbarukan), pengoptimalan peran dari Pemerintah Kabupaten Tapanuli
Selatan untuk mengembangkan bioenergi secara luas dan program diversifikasi energi
tingkat masyarakat perdesaan untuk mendorong peningkatan perekonomian melalui
implementasi teknologi bioenergi, pengelolaan dan pengembangan kegiatan produktif.

Kata kunci: bioenergi, limbah tongkol jagung, pengembangan wilayah, perekonomian


masyarakat

i
KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan
judul: “Analisis Pemanfaatan Bioenergi Dari Limbah Tongkol Jagung untuk
Peningkatan Perekonomian Masyarakat di Kecamatan Tantom Angkola Kabupaten
Tapanuli Selatan”. Tesis ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan
Perdesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.
Selama melakukan penulisan proposal penelitian ini, penulis banyak memperoleh
bantuan, masukan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada:
1. Bapak Dr Muryanto Amin, S Sos, M Si selaku Rektor Universitas Sumatera Utara
2. Bapak Prof. Ir. T. Sabrina, M.Agr.Sc.,Ph.D selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE selaku Ketua Program Studi Magister
Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan.
4. Bapak Dr. Agus Purwoko, S.Hut, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah
membimbing, memberi saran, dukungan dan mengarahkann penulis hingga tesis ini
selesai.
5. Bapak Dr. Rujiman, MA selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah
membimbing memberi saran, dukungan dan mengarahkann penulis hingga tesis ini
selesai.
6. Seluruh Dosen Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas segala keikhlasannya dalam
memberikan ilmu pengetahuan dan pengalaman.
7. Seluruh mahasiswa Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Angkatan
2019 dan staf administrasi atas keakrabannya, bantuan dan kerjasama yang telah
diberikan selama ini.
8. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda Ir. H. Syahril dan
Ibunda Eva Nelly yang telah membesarkan, mendidik dan membimbing penulis
hingga dewasa.

iii
9. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada keluarga tercinta Abang Rio
Ampraro, S.Kom, Kakak dr. Sri Rahmadhani Sitompul dan Kakak Amanda Serena,
S.H, M.H atas segala dukungannya sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan baik
dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat
penulis harapkan untuk penyempurnaan tesis ini. Akhirnya atas segala kekurangan,
kepada semua pihak dalam kaitan dengan proses penyusunan tesis ini serta selama dalam
proses pendidikan saya menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya dan
penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.

Medan, Juni 2021


Penulis

Poppy Honora

iv
DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK .............................................................................................................................. i
ABSTRACT ............................................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ............................................................................................................ iii
DAFTAR ISI........................................................................................................................... v
DAFTAR TABEL .................................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 10
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................................. 10
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................ 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................ 12


2.1 Penelitian Terdahulu ......................................................................................... 12
2.2 Pengembangan Wilayah ................................................................................... 18
2.3 Peranan Sektor Pertanian Untuk Pengembangan Ekonomi Wilayah
Pedesaan ...........................................................................................................20
2.4 Peranan Limbah Tongkol Jagung Sebagai Energi Alternatif............................22
2.5 Pengolahan Bioenergi ....................................................................................... 24
2.6 Teori Teknologi Bioenergi ............................................................................... 26
2.6.1 Briket ....................................................................................................27
2.6.2 Gasifikasi dan listrik ............................................................................ 27
2.6.3 Bioetanol............................................................................................... 28
2.7 Strategi Pengembangan Bioenergi Dalam Peningkatan Perekonomian
Masyarakat ....................................................................................................... 29
2.8 Kerangka Konsep Penelitian ............................................................................ 32

BAB III METODE PENELITIAN ....................................................................................... 33


3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................. 33

v
3.2 Jenis Penelitian .................................................................................................. 33
3.3 Jenis dan Sumber Data ...................................................................................... 34
3.4 Teknik Pengumpulan Data ................................................................................ 34
3.5 Teknik Analisis Data ......................................................................................... 35
3.6 Definisi Operasional Variabel .......................................................................... 42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................. 43


4.1 Gambaran Umum .............................................................................................. 43
4.1.1 Letak geografis dan administratif ............................................................ 43
4.1.2 Ketenagakerjaan ..................................................................................... 46
4.1.3 Sosial dan kesejahteraan masyarakat ...................................................... 48
4.1.4 Pertanian .................................................................................................. 50
4.2 Potensi Limbah Tongkol Jagung di Kecamatan Tantom Angkola .................... 51
4.3 Potensi Bioenergi Dari Limbah Tongkol Jagung di Kecamatan Tantom
Angkola ............................................................................................................ 56
4.3.1 Briket ....................................................................................................... 57
4.3.2 Gasifikasi dan listrik................................................................................ 60
4.3.3 Bioetanol ................................................................................................. 63
4.4 Prospek Potensi Bioenergi Dari Limbah Tongkol Jagung Terhadap
Perekonomian Masyarakat di Kecamatan Tantom Angkola ............................ 67
4.4.1 Analisis ekonomi dan kelayakan usaha briket ....................................... 68
4.4.2 Analisis ekonomi dan kelayakan usaha gasifikasi ................................. 71
4.4.3 Analisis ekonomi dan kelayakan usaha bioetanol .................................. 73
4.5 Strategi Pengembangan Bioenergi Dari Limbah Tongkol Jagung di Kecamatan
Tantom Angkola ............................................................................................... 81
4.5.1 Analisis data input ................................................................................... 82
4.5.2 Analisis faktor internal dan eksternal ...................................................... 86

BAB V PENUTUP................................................................................................................. 95
5.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 95
5.2 Saran .................................................................................................................. 96
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 98

vi
DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1.1 Luas panen dan perkiraan produksi jagung menurut kecamatan di


Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2020………………………………… 8
3.1 IFAS (internal factors analysis summary)………………………………. 39
3.2 EFAS (external factors analysis summary)…………………………….. 39
3.3 Definisi operasional variabel…………………………………………….. 42
4.1 Luas wilayah, jumlah penduduk dan topografi desa di Kecamatan Tantom
Angkola……………………………………………………………………. 44
4.2 Jumlah penduduk berdasarkan jenjang usia di Kecamatan Tantom
Angkola…………………………………………………………………….
46
4.3 Jumlah penduduk berdasarkan jenis pekerjaan di Kecamatan Tantom
Angkola…………………………………………………………………….
48
4.4 Jumlah penduduk berdasarkan jenjang pendidikan di Kecamatan Tantom
Angkola…………………………………………………………………….
49
4.5 Luas panen dan produksi tanaman pangan menurut jenis tanaman di
Kecamatan Tantom Angkola tahun 2020..............................................…...
50
4.6 Luas panen dan produksi tanaman jagung di Kecamatan Tantom Angkola
tahun 2016 – 2020........................................................................................
51
4.7 Hasil perhitungan potensi limbah dari tongkol jagung……………….…… 53
4.8 Potensi massa dan energi briket…………………………………………… 57
4.9 Potensi gas sintesis, energi gasifikasi dan listrik………………………….. 60
4.10 Potensi bioetanol dan energi bioetanol……………………………………. 63
4.11 Perbandingan potensi energi yang dihasilkan berdasarkan jenis teknologi.. 65
4.12 Analisa ekonomi dan kelayakan usaha briket………………………...…... 68
4.13 Analisa ekonomi dan kelayakan usaha gasifikasi…………………………. 71
4.14 Analisa ekonomi dan kelayakan usaha bioetanol ………………….……… 73
4.15 Perbandingan analisa ekonomi dan teknologi pengolahan limbah………... 75
4.16 Laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Tapanuli Selatan…………………… 77
4.17 Laju pertumbuhan PDRB Kabupaten/Kota Sumatera Utara...................... 78
4.18 Hasil faktor internal SWOT…………………………………………….….. 87
4.19 Hasil faktor eksternal SWOT………………………………………….…… 88
4.20 Matrik SWOT……………………………………………………………… 91

vii
DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1 Grafik perbandingan perkembangan konsumsi energi terbarukan tahun


2017 dengan tahun 2023…………………………………………………... 25
2.2 Skema kerangka konsep penelitian………………………………………. 36
3.1 Diagram SWOT………………………………………….………………... 40
4.1 Peta batas wilayah administrasi Kecamatan Tantom Angkola…………… 45
4.2 Grafik produksi jagung dari tahun 2016-2020…………………………… 52
4.3 Grafik potensi limbah jagung dari tahun 2016-2020…………………….. 53
4.4 Hasil analisis SWOT………………………………………………………. 90

viii
DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1 Perhitungan potensi limbah..................................................................................... 102


2 Perhitungan potensi energi limbah............................................................... 103
3 Biaya investasi dan produksi........................................................................ 108
4 Daftar nama narasumber............................................................................. 111
5 Jawaban responden...................................................................................... 112
6 Foto dokumentasi......................................................................................... 113

ix
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber energi kaya dan

beragam yaitu sumber energi fosil yang tak dapat diperbaharui berupa minyak

bumi dan batu bara dan juga memiliki sumber energi alternatif yang melimpah

dihasilkan dari sinar matahari, air, angin, tumbuhan, gas alam, panas bumi dan

yang lainnya. Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan agar kekayaan alam

yang menguasai hajat hidup masyarakat luas dipergunakan sebaik-baiknya untuk

kepentingan rakyat. Indonesia selama ini belum memiliki cadangan penyangga

energi yang dapat memberikan jaminan pasokan dalam waktu tertentu apabila

terjadi kondisi krisis dan darurat energi. Pemerintah sudah membuat kebijakan yang

menyokong ketahanan energi nasional.

Total produksi energi primer pada tahun 2018 yang terdiri dari minyak

bumi, gas bumi, batubara dan energi terbarukan mencapai 411,6 MTOE. Sebesar

64% atau 261,4 MTOE dari total produksi tersebut diekspor terutama batubara

dan LNG. Indonesia juga melakukan impor energi terutama minyak mentah dan

produk BBM sebesar 43,2 MTOE serta sejumlah kecil batubara kalori tinggi yang

diperlukan untuk memenuhi kebutuhan sektor industri. Total konsumsi energi

final (tanpa biomasa tradisional) tahun 2018 sekitar 114 MTOE terdiri dari sektor

transportasi 40%, kemudian industri 36%, rumah tangga 16%, komersial dan

sektor lainnya masing-masing 6% dan 2% (Kementerian ESDM, 2018; Tim

Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional, 2019).


2

Permintaan energi di Indonesia pada saat ini masih didominasi oleh energi

fosil dengan pertumbuhan energi yang tinggi dan konsumsi energi per kapita

masih rendah, rasio elektrifikasi pun menjadi tidak merata di seluruh wilayah

Indonesia. Infrastruktur energi juga tidak optimal. Sebagai gambaran, dengan

populasi sekitar 250 juta orang, pembangkit listrik yang tersedia hanya sekitar 45

gigawatt (GW). Di sektor migas, kapasitas kilang nasional belum dapat

memenuhi semua kebutuhan bahan bakar, sementara infrastruktur gas bumi juga

masih terbatas. Di sisi lain, sumber daya energi sampai saat ini masih difungsikan

sebagai sumber pendapatan nasional. Energi fosil (gas dan batubara), misalnya

diekspor dalam jumlah besar. Sementara permasalahan baru muncul ketika

pemerintah memberikan subsidi terhadap harga energi, yang menyebabkan

terganggunya stabilitas keuangan negara dan perekonomian nasional. Subsidi

energi juga mengakibatkan pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT)

menjadi tidak berjalan.

Indonesia juga belum memiliki cadangan penyangga energi yang dapat

memberikan jaminan pasokan dalam waktu tertentu apabila terjadi kondisi krisis

dan darurat energi. Disinilah pentingnya pemerintah membuat kebijakan energi

nasional yang dapat memberikan peranan penting dalam mencapai kedaulatan

energi. Pemerintah harus kreatif dan adil dalam membuat kebijakan yang

menyokong ketahanan energi nasional. Pola-pola kebijakan yang bercorak

produksi-konsumsi tidak cocok lagi di tengah sulitnya menjaga ketersediaan

energi nasional.

Dibutuhkan stimulasi kepada sektor-sektor potensial yang mendukung

terciptanya baruan energi dan upaya pencarian atau eksplorasi baru untuk
3

menemukan cadangan baru. Kebijakan energi nasional juga harus pro kepada

pendidikan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) karena

kebutuhan teknologi yang lebih maju diperlukan dalam mengoptimalisasi

produksi sumber energi yang sudah ada dan pencarian sumber baru.

Dalam suatu perencanaan energi jangka panjang, peran investasi sangatlah

krusial. Penciptaan iklim investasi dan kebijakan pemerintah yang mendukung

terjadinya promosi dan akselerasi dibutuhkan untuk menjamin ketersediaan suplai

energi dan pembangunan infrastruktur yang merata. Birokrasi investasi energi

mulai menjadi perhatian utama. Dalam sistem birokrasi satu atap akan terjadi

efektivitas dalam investasi, tentu dengan tetap menjaga prinsip keadilan dan

pemanfaatan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat.

Kemandirian dan ketahanan energi nasional dicapai dengan cara

mewujudkan; (1). Sumber daya energi tidak dijadikan sebagai komoditas ekspor

semata, tetapi juga sebagai modal pembangunan nasional. (2). Kemandirian

pengelolaan energi.(3). Ketersediaan energi dan terpenuhinya kebutuhan sumber

energi dalam negeri. (4). Pengelolaan sumber daya energi secara optimal, terpadu

dan berkelanjutan. (5). Pemanfaatan energi secara efisien di semua sektor (6).

Akses masyarakat terhadap energi secara adil dan merata. (7). Pengembangan

kemampuan teknologi, industri dan jasa energi dalam negeri agar mandiri dan

meningkatkan kapasitas sumber daya manusia. (8). Terciptanya lapangan kerja.

(9). Terjaganya kelestarian fungsi lingkungan hidup. Kebijakan energi nasional

yang disusun sebagai pedoman pengelolaan energi nasional dalam mewujudkan

kemandirian energi dan ketahanan energi untuk mendukung pembangunan

nasional berkelanjutan, terdiri atas kebijakan utama dan kebijakan pendukung.


4

Percepatan untuk pengembangan EBT, pemerintah telah menetapkan

beberapa regulasi diantaranya: Pasal 14 Peraturan Presiden No. 4 Tahun 2016

tentang Percepatan Infrastruktur Ketenagalistrikan, mengamanatkan bahwa

pelaksanaan percepatan infrastruktur ketenagalistrikan mengutamakan

pemanfaatan energi baru dan terbarukan. Pemerintah atau pemerintah daerah

dapat memberikan dukungan berupa pemberian insentif fiskal, kemudahan

perizinan dan non-perizinan, penetapan harga beli tenaga listrik dari masing-

masing jenis sumber energi baru dan terbarukan, pembentukan badan usaha

tersendiri dalam rangka penyediaan tenaga listrik untuk dijual ke PT. PLN

(Persero) dan atau penyediaan subsidi. Peraturan Presiden No. 66 Tahun 2018

tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden No. 61 Tahun 2015 tentang

Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit, yang

mewajibkan penggunaan biodiesel bagi PSO dan non PSO sesuai pasal 18 ayat

(1b).

Pemerintah telah menyusun kebijakan energi nasional seperti ketersediaan

energi untuk kebutuhan nasional, ketersediaan energi untuk memenuhi kebutuhan

energi nasional dapat dilakukan dengan cara meningkatkan eksplorasi sumber

daya, potensi atau cadangan terbukti energi, baik dari jenis fosil maupun EBT.

Meningkatkan produksi energi dan sumber energi dalam negeri atau dari sumber

luar negeri dan meningkatkan keandalan sistem produksi, transportasi dan

distribusi penyediaan energi. Mengurangi ekspor energi fosil secara bertahap,

terutama gas dan batubara, serta menetapkan batas waktu untuk memulai

penghentian ekspor. Mewujudkan keseimbangan antara laju penambahan

cadangan energi fosil dan laju produksi maksimum. Memastikan terjaminnya daya
5

dukung lingkungan untuk menjamin ketersediaan sumber energi air dan panas

bumi.

Prioritas pengembangan energi dilakukan melalui pengembangan energi

yang mempertimbangkan keseimbangan keekonomian energi, keamanan pasokan

energi dan pelestarian fungsi lingkungan. Penyediaan energi bagi masyarakat

yang belum memiliki akses terhadap energi listrik, gas rumah tangga dan energi

untuk transportasi, industri dan pertanian diprioritaskan. Pengembangan energi

dengan mengutamakan sumber daya energi setempat dan pengembangan energi

dan sumber daya energi diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam

negeri.

Beberapa strategi pemanfaatan sumber daya energi nasional yang

dilaksanakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah terdiri dari; (1)

Pemanfaatan sumber EBT dari jenis energi air, energi panas bumi, energi laut dan

energi angin diarahkan untuk ketenagalistrikan. (2) Pemanfaatan sumber energi

matahari diarahkan untuk ketenagalistrikan, sedangkan energi non-listrik untuk

industri, rumah tangga dan transportasi. (3) Jenis bahan bakar nabati diarahkan untuk

menggantikan bahan bakar minyak, terutama untuk transportasi, industri dan

dilakukan dengan tetap menjaga ketahanan pangan.(4) Pemanfaatan EBT dari jenis

biomassa dan sampah diarahkan untuk ketenagalistrikan dan transportasi. (5) Energi

minyak bumi hanya untuk transportasi dan komersial, yang memang tidak atau

belum bisa digantikan dengan energi atau sumber energi lainnya. (6) Pemanfaatan

sumber energi gas bumi untuk industri, ketenagalistrikan, rumah tangga dan

transportasi, diutamakan untuk pemanfaatan yang memiliki nilai tambah paling

tinggi. (7) Pemanfaatan sumber energi batubara untuk ketenagalistrikan dan


6

industri. (8) Pemanfaatan batubara yang tercairkan dan hidrogen untuk transportasi.

(9) Pemanfaatan sumber EBT berbentuk padat dan gas untuk ketenagalistrikan.

Sesuai dengan kewenangannya pemerintah dan pemerintah daerah wajib

melaksanakan diversifikasi atau penganekaragaman sumber energi untuk

meningkatkan konservasi sumber daya energi dan ketahanan energi nasional atau

daerah. Penganekaragaman sumber energi tersebut dilaksanakan antara lain

melalui percepatan penyediaan dan pemanfaatan berbagai jenis sumber energi,

Percepatan pelaksanaan substitusi bahan bakar minyak dengan gas di sektor

rumah tangga dan transportasi. Percepatan pemanfaatan tenaga listrik untuk

penggerak kendaraan bermotor. Peningkatan pemanfaatan batubara kualitas rendah

untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), batubara tergaskan, batubara tercairkan

dan peningkatan pemanfaatan batubara kualitas menengah dan tinggi untuk

pembangkit listrik dalam negeri.

Kemajuan industri energi nasional dapat didukung melalui bentuk kegiatan

penelitian, pengembangan dan penerapan teknologi. Pendanaan kegiatan difasilitasi

oleh pemerintah, pemda dan badan usaha sesuai dengan kewenangannya sampai kepada

tahap komersial. Pemerintah mendorong terciptanya iklim pemanfaatan dan

keberpihakan terhadap hasil penelitian dan pengembangan teknologi energi nasional.

Pemerintah melakukan penguatan bidang penelitian dan pengembangan energi, antara

lain untuk: menyiapkan dan meningkatkan kemampuan sumber daya manusia

dalam penguasaan dan penerapan teknologi, serta keselamatan di bidang energi.

Beberapa sumber energi alternatif yang bisa dimanfaatkan untuk

kepentingan hidup manusia seperti misalnya sinar matahari, angin, pemanfaatan

gas metan dari sampah organik dan kotoran berupa biomassa, minyak tumbuhan
7

dan banyak lagi. Semua itu ada di sekitar kita, akan tetapi penggunaan e nergi

alternatif belum popular di tengah masyarakat. Masih banyak masyarakat kita

yang enggan dan tidak mau ribet untuk mendapatkan sumber energi alternatif ini.

Alasan masyarakat karena lebih suka yang praktis dengan membeli BBM sebagai

sumber energi karena cukup murah dan pragmatis dan adanya pemikiran bahwa

butuh biaya tidak sedikit membangun sarana pengolahan sumber energi alternatif.

Pengolahan sumber energi alternatif besar sekali manfaatnya bagi

manusia. Sumber energi alternatif ini memiliki banyak kelebihan, diantaranya

sumber tak terbatas, ekonomis, efisien, ramah lingkungan dan dapat diperbaharui.

Kita semestinya mulai memikirkan dari sekarang untuk membuat kehidupan kita

dan generasi yang akan datang menjadi lebih baik. Perlu edukasi, penyuluhan,

bimbingan dan kerja sama dari semua pihak dalam pengembangan dan penerapan

sumber energi alternatif ini. Pemerintah sebagai pemangku kepentingan

semestinya memberi ruang seluasnya dan dana besar untuk penelitian,

pengembangan dan pengolahan sumber-sumber energi baru demi kepentingan

kehidupan bangsa.

Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis

dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Sektor pertanian di

Kabupaten Tapanuli Selatan memiliki potensi besar dalam perekonomian daerah.

Kontribusi sektor pertanian selama tahun 2019-2020 mengalami peningkatan,

yaitu dari 39,25 % menjadi 40,04 % pada tahun 2020 (BPS, 2020). Jagung (Zea

Mays L.) memiliki banyak kegunaan diantaranya yaitu daun sebagai hijauan

pakan ruminansia, biji jagung sebagai sumber energi ternak unggas, sedangkan

limbah jagung lainnya seperti kulit jagung, bonggol jagung


8

dan dedak jagung dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Pemanfaatan tongkol

jagung untuk pakan ternak dapat melalui proses fermentasi dengan cara

mencampur limbah tongkol jagung dengan bakteri trikoderma dan gula pasir

(Prasetyo, 2002; Ditjen. Peternakan, 2003).

Tabel 1.1 Luas panen dan perkiraan produksi jagung menurut Kecamatan di
Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2020

Kecamatan Luas panen dan perkiraan produksi jagung


Luas panen Perkiraan produksi
(Ha) (Ton)
Batang Angkola 201,00 1473,33
Sayur Matinggi 121,00 886,93
Tantom Angkola 2151,00 15766,83
Angkola Timur 96,00 703,68
Angkola Selatan 247,00 1810,51
Angkola Barat 118,00 864,94
Angkola Sangkunur 373,00 2734,09
Batang Toru 376,00 2756,08
Marancar 47,00 344,51
Muara Batang Toru 130,00 952,9
Sipirok 154,00 1128,82
Arse 141,00 1033,53
Saipar Dolok Hole 90,00 659,70
Aek Bilah 18,00 131,94
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan, 2020

Perkiraan produksi jagung di Kabupaten Tapanuli Selatan pada tahun 2020

adalah sebesar 32.054,09 ton. Tanaman jagung merupakan tanaman kedua dengan

produksi terbanyak di Kabupaten Tapanuli Selatan. Berdasarkan Tabel 1.1 dapat

dilihat bahwa prediksi produksi tanaman jagung tertinggi di Kabupaten Tapanuli

Selatan berada di wilayah Kecamatan Tantom Angkola dengan perkiraan

produksi sebesar 15.766,83 ton (BPS, 2020).


9

Limbah jagung meliputi jerami dan tongkol. Penggunaan jerami jagung

semakin populer untuk makanan ternak, sedangkan untuk tongkol belum ada

pemanfaatan yang bernilai ekonomi. Limbah jagung sebagian besar adalah bahan

berlignoselulosa yang memiliki potensi untuk pengembangan produk masa depan.

Seringkali limbah yang tidak tertangani akan menimbulkan pencemaran

lingkungan. Potensi energi limbah pada komoditas jagung sangat besar dan

diharapkan akan terus meningkat sejalan dengan program pemerintah dalam

meningkatkan produksi jagung secara nasional, namun limbah jagung memiliki

banyak kegunaan. Oleh karena itu, optimasi pemanfaatan limbah jagung sangat

diperlukan untuk mendapatkan keuntungan yang optimal (Haluti, 2014).

Teknologi pemanfaatan limbah organik berkaitan langsung dengan tujuan

dari penggunaan limbah tersebut. Secara umum limbah pertanian dapat

dimanfaatkan sebagai media dalam produksi pangan atau produk tertentu, menjadi

pupuk organik atau kompos melalui proses pengomposan, pemanfaatan limbah

organik sebagai bahan baku dalam produksi bioenergi dan produk pertanian yang

bersifat volumenous atau hasil pertanian yang tidak berat membutuhkan ruang

atau tempat yang cukup besar dan kaya akan energi maupun nutrisi dapat

dimanfaatkan sebagai pakan ternak untuk mendukung kegiatan peternakan

(Nurhayati dan Anggraini, 2011).

Pemanfaatan energi baru terbarukan harapannya dapat dimulai dari

masyarakat yang memanfaatkan energi berskala kecil sehingga dapat menjaga

lingkungan, mendukung pembangunan berkelanjutan dan juga mendukung

ketahanan energi nasional. Berdasarkan tingginya produksi dan limbah pertanian

berupa tongkol dari tanaman jagung di Kecamatan Tantom Angkola yang belum
10

termanfaatkan penulis tertarik untuk melihat Analisis Pemanfaatan Bioenergi

Dari Limbah Tongkol Jagung Untuk Peningkatan Perekonomian Masyarakat di

Kecamatan Tantom Angkola Kabupaten Tapanuli Selatan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah di atas maka rumusan

masalah yang akan diangkat adalah:

1. Berapakah potensi limbah tongkol jagung di Kecamatan Tantom Angkola,

Kabupaten Tapanuli Selatan.

2. Berapakah potensi bioenergi dari limbah tongkol jagung di Kecamatan

Tantom Angkola, Kabupaten Tapanuli Selatan.

3. Apakah prospek potensi bioenergi dari limbah tongkol jagung berpengaruh

terhadap perekonomian masyarakat di Kecamatan Tantom Angkola,

Kabupaten Tapanuli Selatan.

4. Bagaimana strategi pengembangan bioenergi limbah tanaman jagung di

Kecamatan Tantom Angkola, Kabupaten Tapanuli Selatan.

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan dari

penelitian ini adalah untuk:

1. Menganalisis potensi limbah tongkol jagung sebagai bahan baku bioenergi

di Kecamatan Tantom Angkola, Kabupaten Tapanuli Selatan.

2. Menganalisis potensi bioenergi yang dihasilkan dari limbah tongkol

jagung di Kecamatan Tantom Angkola, Kabupaten Tapanuli Selatan.

3. Menganalisis prospek potensi bioenergi dari limbah tongkol jagung

terhadap perekonomian masyarakat di Kecamatan Tantom Angkola,

Kabupaten Tapanuli Selatan.


11

4. Menganalisis strategi pengembangan bioenergi limbah tongkol jagung di

Kecamatan Tantom Angkola Kabupaten Tapanuli Selatan.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai:

1. Bahan kajian dalam penelitian tentang konsep pemanfaatan bioenergi

dengan berbahan baku limbah tongkol jagung sebagai bahan baku.

2. Pedoman masyarakat agar dapat memanfaatkan energi berskala kecil

sehingga dapat menjaga lingkungan, mendukung pembangunan

berkelanjutan dan mendukung ketahanan energi nasional.


12

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelitian terdahulu yang berhubungan dengan pemanfaatan

bioenergi yaitu: Papilo, et al (2018) dalam studi penelitian “Penilaian Potensi

Biomassa Sebagai Alternatif Energi Kelistrikan”. Penelitian ini bertujuan untuk

melakukan penilaian potensi energi biomassa dari dua sumber utama yaitu dari

sisa hasil pertanian seperti jerami, sekam padi, sisa tongkol jagung serta batang

ubi kayu dan potensi biomassa dari sisa hasil perkebunan kelapa sawit seperti

tandan kosong kelapa sawit, cangkang kelapa sawit, serat kernel serta limbah cair

dalam bentuk POME (Palm Oil Mill Effluent). Metode dan pendekatan yang

digunakan pada penelitian ini merujuk pada panduan yang dikembangkan oleh

Biomass Energy Europe. Adapun penilaian tingkat potensi energi biomasssa

berdasarkan ketersediaan sumber daya. Metode ini menggunakan data statistik

berdasarkan penggunaan lahan, hasil panen, produksi tanaman dan literatur. Data

statistik kemudian dikombinasikan dengan faktor konversi. Faktor-faktor

didasarkan pada penilaian pakar, studi lapangan dan tinjauan pustaka. Adapun

potensi yang diukur berupa potensi energi teoritis. Berdasarkan hasil penilaian

potensi biomassa berdasarkan residu primer pertanian di Provinsi Riau secara

teoritis dapat menghasilkan energi sebesar 17.064.985 Gj dengan potensi

biomassa sekunder dari pertanian, berpotensi menghasilkan energi sebesar

4.506.657 Gj. Potensi biomassa yang dapat dihasilkan dari perkebunan kelapa

sawit, secara teoritis berpotensi menghasilkan energi sebesar energi sebesar

55.895.112,56 Gj dari seluruh wilayah yang ada di Provinsi Riau, Kabupaten


13

Kampar merupakan wilayah paling potensial menghasilkan energi biomassa yang

bersumber dari kelapa sawit milik rakyat. Total energi biomassa yang dapat

dihasilkan dari wilayah ini adalah sebesar 9.105.478 Gj dengan total energi

teoritis biomassa sebesar 77.466.754,8 Gj secara teoritis berpotensi menghasilkan

energi listrik sebesar 21.518.542,8 MWh.

Heyko (2016) dalam studi penelitian “Strategi Pemanfaatan Energi

Terbarukan Dalam Rangka Kemandirian Energi Daerah Provinsi Kalimantan

Timur”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bauran energi daerah Provinsi

Kalimantan Timur pada tahun 2025 setelah mengoptimalkan energi terbarukan

(biodiesel, bioethanol dan biogas) serta mengetahui energi terbarukan yang paling

layak dikembangkan dengan menerapkan strategi pengembangan yang tepat.

Penelitian ini menggunakan data sekunder pada tahun 2002-2012. Analisis

strategi pengembangan energi terbarukan dilakukan dengan menggunakan matriks

IFE dan EFE serta matriks SWOT, sedangkan analisis proyeksi kebutuhan energi

hingga tahun 2025 dilakukan dengan menggunakan peramalan proyeksi tren

berdasarkan metode trend analysis plot, smoothing plot dan decomposition plot.

Perangkat lunak yang digunakan untuk melakukan peramalan adalah Minitab

Versi 16. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi energi BBM di

Kalimantan Timur pada tahun 2025 mencapai 47.970,20 ribu SBM, sehingga

strategi yang tepat untuk digunakan berkaitan dengan pemanfaatan energi

terbarukan adalah strategi konservatif (berbenah diri). Selain itu, pengoptimalan

pemanfaatan energi terbarukan ini menjadikan Provinsi Kalimantan Timur

sebagai daerah mandiri energi dengan penghematan energi fosil yang digantikan

oleh energi terbarukan adalah sebesar 30.287,42 ribu SBM atau 63,14% dari
14

kebutuhan energi daerah, dimana energi terbarukan yang paling layak untuk

dikembangkan adalah biodiesel dan biogas karena lebih menguntungkan jika

dibandingkan dengan bioethanol.

Niode (2015) dalam studi penelitian “Analisis Penyediaan dan Kebutuhan

Energi Sektor Rumah Tangga di Provinsi Gorontalo”. Penelitian ini ini tidak

dilakukan perhitungan secara terpisah antara rumah-tangga kota dan desa, karena

sulitnya memprediksi perubahan desa menjadi kota serta arus urbanisasi dengan

tingginya laju pertumbuhan, walaupun dalam rumah tangga ditampilkan terpisah.

Berdasarkan hasil analisa diketahui bahwa peningkatan pendapatan masyarakat

akan memberi keleluasaan pada masyarakat dalam memilih jenis masakan, dan

penggunaan peralatan yang secara langsung akan meningkatkan kebutuhan

energinya. Peningkatan kebutuhan energi akan dapat merubah prilaku konsumen

energi yang dahulunya berperilaku boros menjadi efisien, sedangkan perubahan

gaya hidup akan merubah prioritas pemilihan jenis energi yang akan mengarah

pada jenis energi yang praktis, nyaman digunakan walaupun mempunyai harga

yang lebih mahal dari jenis energi konvensional. Peningkatan kesejahteraan

masyarakat akan menyebabkan kayu yang saat ini digunakan sebagai bahan bakar

kompor di kota dan di desa dianggap penggunaannya kurang praktis dan efisien

serta kurang bersih, sehingga konsumsi kayu setiap tahunnya diperkirakan akan

mengalami penurunan dan akan digantikan bahan bakar lain seperti, minyak

tanah, LPG dan listrik. Begitupula untuk penerangan, perencanaan pengembangan

jaringan listrik serta peningkatan kapasitas pembangkit listrik dengan target rasio

elektrifikasi 70% pada tahun 2015, secara berangsur-angsur akan mengurangi dan

mengubah pola penerangan dari minyak tanah ke listrik.


15

Sutrianto (2016) dalam studi penelitian “Analisis Potensi Energi

Terbarukan Limbah Kotoran Dari Ternak Sapi di Kecamatan Kusambi

Kabupaten Muna Barat Provinsi Sulawesi Tenggara”. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui pemanfaatan limbah ternak sapi, potensi energi terbarukan dari

limbah ternak sapi di Kecamatan Kusambi Kabupaten Muna Barat. Variabel yang

akan diteliti dalam penelitian ini adalah karakteristik responden, meliputi: umur

responden, jumlah tanggungan keluarga, lama pendidikan formal dan non formal.

Jumlah populasi ternak sapi, pemanfaatan limbah ternak, potensi bahan baku

biogas asal ternak, jumlah limbah ternak yang dihasilkan peternak dan jumlah

potensi energi terbarukan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis

data primer, yang terdiri dari 72 responden, selanjutnya dilakukan analisis

deskriptif dan analisis konversi kotoran ternak menjadi gas methan. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa limbah ternak sapi (feses) yang ada di Kecamatan

Kusambi Kabupaten Muna Barat belum termanfaatkan karena kurangnya

pengetahuan yang dimiliki oleh peternak tersebut untuk pemanfaatan limbah

ternak sapi sebagai pupuk kompos atau pupuk organik. Potensi energi terbarukan

dari limbah ternak sapi sebesar 5.080Kg feses/hari atau setara dengan

98.640,78m3 gas dengan kandungan methan sebesar 69.048,54 m3.

Angriani (2017) dalam studi penelitian “Potensi Energi Listrik Dari Gas

Landfill TPA Puwatu Kota Kendari”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

potensi energi listrik TPA Puwatu, manfaat dan biaya yang ditimbulkan dari

pengembangan energi listrik di TPA Puwatu dan merumuskan arahan

pengembangan energi listrik TPA Puwatu. Penelitian ini menggunakan metode

IPCC 2006 untuk menghitung emisi gas metan TPA Puwatu. Data yang dianalisis
16

terkait dengan biaya dan manfaat kegiatan pengembangan energi listrik dari gas

metan dengan parameter kelayakan NPV, IRR, BC Rasio dan payback period.

Data dianalisis menggunakan metode SWOT untuk merumuskan arahan

pengembangan. Hasil penelitian menunjukkan potensi energi listrik dari gas

metan yang dimiliki TPA Puwatu tahun 2017 sebesar 12.298.234,56 kWh dan

jumlahnya terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah sampah yang

masuk di TPA. Biaya pengembangan energi listrik TPA Puwatu meliputi biaya

investasi awal sebesar Rp. 95.972.432.400, biaya operasional sistem pengumpulan

gas sebesar Rp. 88.311.600 dan biaya operasional pembangkit listrik Rp.

9.547.200.000. Manfaat pengembangan energi listrik TPA Puwatu berupa

pendapatan dari penjualan listrik dan tipping fee. Pada aspek finansial, kriteria

kelayakan diperoleh nilai NPV Rp.19.348.514.956,71, B/C rasio 1,65, IRR 24%

dan payback period 4,96 tahun. Nilai-nilai tersebut menunjukkan proyek

pembangkit listrik tenaga sampah TPA Puwatu memenuhi kelayakan untuk

dilaksanakan. Berdasarkan hasil analisis SWOT diperoleh arahan pengembangan

energi listrik dari gas metan TPA puwatu yaitu meningkatkan porsi pemanfaatan

energi terbarukan yang berasal dari gas metana TPA Puwatu, akselerasi

pengembangan pembangkitan energi listrik di TPA Puwatu, memanfaatkan

peluang pembiayaan melalui skema mekanisme pembangunan bersih.

Susmiati (2018) dalam penelitian mengenai “Prospek Produksi Bioetanol

dari Limbah Pertanian dan Sampah Organik”, adapun tujuan dari kajian ini

adalah menentukan potensi limbah pertanian dan sampah organik sebagai bahan

baku bioetanol di Indonesia, mengidentifikasi jenis teknologi proses produksi

bioetanol yang dapat dikembangkan, serta menentukan dampak pengembangan


17

produksi bioetanol tersebut terhadap lingkungan, sosial ekonomi dan

keberlanjutannya. Metode penelitian yang dilakukan meliputi pengumpulan data

jumlah limbah pertanian dan sampah organik, penghitungan potensi bietanol yang

dapat diproduksi dan analisis sesuai hasil kajian pustaka. Potensi limbah pertanian

dan sampah organik di Indonesia pada tahun 2015 cukup tinggi yaitu

156.892.752,7 ton dan 1.035.889,2 ton serta dapat dikonversi menjadi bioetanol

sebanyak 11.880.641,29 kiloliter dan 72.511,2 kiloliter. Teknologi proses

pengolahan limbah pertanian dan sampah organik menjadi bioetanol dapat

dilakukan secara Separate Hydrolysis and Fermentation (SHF), Simultaneous

Saccharification Fermentation (SSF) dan Consolidated Bio Processing (CBP).

Konsep keberlanjutan pengembangan bioetanol dari limbah pertanian dan sampah

organik dituangkan dalam causal loop diagram dan memberikan dampak positif

terhadap lingkungan, sosial dan ekonomi.

Widodo (2012) dalam penelitian mengenai “Pembangkit Listrik dengan

Potensi Sumber Energi Setempat sebagai Wujud Pemerataan Energi Listrik di

Desa Tertinggal dan Terpencil Studi Kasus di Desa Munggu Kecamatan Ngabang,

Kabupaten Landak. Salah satu alternatif pemecahan masalah yang dapat dilakukan

untuk mengatasi kekurangan listrik di daerah pedesaan Kalimantan Barat adalah

dengan memanfaatkan tenaga air sebagai sumber penghasil energi listrik, apalagi

dengan potensi sungai dan curah hujan yang cukup tinggi di daerah ini. Desa

Munggu Kecamatan Ngabang adalah salah satu desa yang memiliki potensi air

yang belum dimanfaatkan.Penelitian ini bertujuan untuk mendesain sebuah

PLTMH yang layak secara teknis dengan memanfaatkan aliran Riam Panjang di

Desa Munggu Kecamatan Ngabang. Dari hasil penelitian diperoleh daya yang
18

dibutuhkan masyarakat desa sebesar 22,7 kW dan daya yang mampu

dibangkitkan PLTMH adalah 27,95 kW.

2.2 Pengembangan Wilayah

Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan

Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap

unsur yang terkait kepadanya yang batas dan sistem ditentukan berdasarkan aspek

administratif dan atau aspek fungsional. Menurut Sirojuzilam dan Mahalli (2010)

pengembangan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan menambah, meningkatkan

memperbaiki ataupun memperluas. Pada prinsipnya pengembangan wilayah

merupakan berbagai upaya yang dilakukan untuk memperbaiki tingkat

kesejahteraan hidup suatu wilayah tertentu.

Memandang suatu wilayah, ada tiga komponen wilayah yang perlu

diperhatikan, yaitu sumber daya alam, sumber daya manusia dan teknologi,

selanjutnya disebut tiga pilar pengembangan wilayah. Suatu wilayah, yang

mempunyai sumber daya alam yang cukup kayadan sumberdaya manusia yang

mampu memanfaatkan dan mengembangkan teknologi, akan cepat berkembang

dibandingkan wilayah lainnya yang tidak cukup mempunyai sumber daya alam

dan sumber daya yang unggul. Menurut Rustiadi, et al (2009) perencanaan

pengembangan wilayah merupakan bidang kajian yang mengintegrasikan berbagai

cabang ilmu untuk memecahkan masalah-masalah pembangunan serta aspek-aspek

politik, manajemen dan administrasi perencanaan pembangunan yang berdimensi

ruang atau wilayah. Proses kajian perencanaan dan pembangunan wilayah

memerlukan pendekatan pendekatan yang mencakup: (1) aspek pemahaman, (2)

aspek perencanaan dan (3) aspek kebijakan.


19

Perencanaan mengacu pada proses untuk memutuskan apa yang harus

dilakukan dan bagaimana melakukannya. Perencanaan terjadi pada banyak

tingkatan. Setiap hari keputusan dibuat oleh individu, keluarga sampai kepada

keputusan yang kompleks oleh para pebisnis dan pemerintah. Perencanaan yang

baik memerlukan proses metodologis yang secara jelas mendefinisikan tahapan-

tahapan untuk mencapai solusi yang optimal. Proses tersebut harus merefleksikan

prinsip-prinsip: komprehensif, efisien, inklusif, informatif, terpadu, logis dan

transparan.

Pertumbuhan ekonomi di wilayah maju dapat menguntungkan wilayah

terbelakang melalui mekanisme trickling down. Salah satu bentuknya adalah

apabila pertumbuhan ekonomi merupakan peningkatan konsumsi di wilayah maju

yang pasokannya berasal dari wilayah terbelakang. Hal ini akan menyebabkan

meningkatnya permintaan akan produk di wilayah terbelakang, yang pada

gilirannya akan merangsang investasi. Selain itu, pertumbuhan ekonomi di

wilayah maju akan membutuhkan tambahan tenaga kerja yang mungkin tidak

dapat dipenuhi oleh wilayah itu sendiri karena kondisi ekonomi yang sudah full

employment. Tambahan tenaga kerja dipasok oleh wilayah terbelakang ketika

kelebihan tenaga kerja menimbulkan pengangguran tidak kentara, dengan

demikian, terjadilah proses perambatan pertumbuhan dari wilayah maju ke

wilayah terbelakang, yang menyebabkan wilayah terbelakang perlahan-lahan ikut

berkembang (Susongko, 2015).

Memandang suatu wilayah, ada tiga komponen wilayah yang perlu

diperhatikan, yaitu sumber daya alam, sumber daya manusia dan teknologi,

selanjutnya disebut tiga pilar pengembangan wilayah. Suatu wilayah, yang

mempunyai sumber daya alam yang cukup kaya dan


20

sumberdaya manusia yang mampu memanfaatkan dan mengembangkan teknologi,

akan cepat berkembang dibandingkan wilayah lainnya yang tidak cukup

mempunyai sumber daya alam dan sumber daya yang unggul.

Menurut Rustiadi, et al (2009) perencanaan pengembangan wilayah

merupakan bidang kajian yang mengintegrasikan berbagai cabang ilmu untuk

memecahkan masalah-masalah pembangunan serta aspek-aspek politik,

manajemen dan administrasi perencanaan pembangunan yang berdimensi ruang

atau wilayah. Proses kajian perencanaan dan pembangunan wilayah memerlukan

pendekatan pendekatan yang mencakup: (1) aspek pemahaman, (2) aspek

perencanaan dan (3) aspek kebijakan.

Perencanaan mengacu pada proses untuk memutuskan apa yang harus

dilakukan dan bagaimana melakukannya. Perencanaan terjadi pada banyak

tingkatan. Setiap hari keputusan dibuat oleh individu, keluarga sampai kepada

keputusan yang kompleks oleh para pebisnis dan pemerintah. Perencanaan yang

baik memerlukan proses metodologis yang secara jelas mendefinisikan tahapan-

tahapan untuk mencapai solusi yang optimal. Proses tersebut harus merefleksikan

prinsip-prinsip: komprehensif, efisien, inklusif, informatif, terpadu, logis dan

transparan.

2.3 Peranan Sektor Pertanian Untuk Pengembangan Ekonomi Wilayah


Pedesaan

Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting dalam

perekonomian. Kuznets (1964) dalam Haluti (2014) menyatakan peranan sektor

pertanian antara lain adalah; (1) Menyediakan kebutuhan bahan pangan yang

diperlukan masyarakat untuk menjamin ketahanan pangan. (2) Menyediakan

bahan baku untuk industri (3) Sebagai pasar potensial bagi produk-produk yang
21

diperlukan masyarakat untuk menjamin ketahanan pangan. (2) Menyediakan

bahan baku industri (3) Sebagai pasar potensial bagi produk-produk yang

dihasilkan oleh industri (4) Sumber tenaga kerja dan pembentukan modal yang

diperlukan bagi pembangunan sektor lain (5) Sumber perolehan devisa (6)

Mengurangi kemiskinan dan peningkatan ketahanan pangan dan (7) Menyumbang

pembangunan perdesaan dan pelestarian lingkungan hidup.

Pembangunan pertanian pada hakekatnya merupakan rangkaian usaha dan

kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat yang

adil dan merata. Pembangunan desa pada umumnya merupakan bagian integral

dari pembangunan nasioal. Pembangunan yang dilaksanakan di daerah harus

disesuaikan dengan kondisi serta potensi sumber daya alam yang tersedia di

daerah. Diharapkan dalam pelaksanaan sangat dibutuhkan keterpaduan program

lintas sektoral sehingga dalam pemenfaatan sumber daya alam dapat dilakukan

secara efektif dan efesien (Tola, 2016).

Harianto (2010) pertanian memiliki peran penting dalam transformasi

ekonomi perdesaan. Pertanian mempengaruhi aktivitas nonpertanian di perdesaan

melalui tiga cara, yaitu produksi, konsumsi dan keterkaitan pasar tenaga kerja.

Pada sisi produksi, pertumbuhan sektor pertanian memerlukan input berupa

pupuk, pestisida, benih, ataupun alsintan yang diproduksi dan didistribusikan oleh

perusahaan nonpertanian. Sektor pertanian yang tumbuh mendorong semakin

berkembangnya aktivitas-aktivitas di bagian hilirnya, yaitu dengan menyediakan

bahan baku untuk diproses ataupun didistribusikan. Pada sisi konsumsi,

meningkatnya pendapatan menyebabkan konsumsi rumah tangga tani meningkat,

yang juga berarti permintaan barang ataupun jasa yang dihasilkan sektor non

pertanian meningkat. Di daerah perdesaan, jasa dan industri rumah tangga


22

di daerah perdesaan, jasa dan industri rumah tangga menjadi sumber penampung

tenaga kerja yang penting. Sedangkan di daerah rural towns lebih didominasi oleh

perdagangan dan jasa. Tenaga kerja nonpertanian di daerah perdesaan dan rural

towns juga cenderung bersifat informal, jika dibandingkan dengan di urban towns.

Keberhasilan pengembangan ekonomi lokal dapat dilihat dari beberapa

indikator, yaitu: 1) perluasan kesempatan bagi masyarakat kecil dalam

kesempatan kerja dan usaha; 2) perluasan bagi masyarakat untuk meningkatkan

pendapatan; 3) keberdayaan lembaga usaha mikro dan kecil dalam proses

produksi dan pemasaran; dan 4) keberdayaan kelembagaan jaringan kerja

kemitraan antara pemerintah, swasta dan masyarakat lokal. (Susanti et al, 2013).

2.4 Peranan Limbah Tongkol Jagung Sebagai Energi Alternatif

Tanaman jagung (Zea mays) adalah merupakan tanaman pangan terpenting

kedua di Indonesia. Berdasarkan karakteristik fisik dan kimianya, tanaman jagung

memiliki banyak kegunaan, berpotensi sebagai sumber energi terbarukan dan

produk samping yang bernilai ekonomis tinggi. Pemanfaatan jagung dan

limbahnya sebagai sumber energi terbarukan dengan teknologi konversi energi

yang ada saat ini, di antaranya adalah (1) sebagai bahan bakar tungku untuk

proses pengeringan atau pemanasan, (2) sebagai bahan bakar padat untuk proses

pirolisis dan gasifikasi, (3) sebagai bahan baku pembuatan ethanol dan (4) sebagai

bahan baku potential pembuatan biodiesel.

Tongkol jagung mengandung serat kasar yang cukup tinggi yakni 33%,

kandungan selulosa, sekitar 44,9% dan kandungan lignin sekitar 33,3% yang

memungkinkan tongkol jagung dapat dijadikan bahan baku briket arang. Tongkol

jagung mengandung energi 3.500 - 4.500 kkal/kg, dan dengan pembakarannya


23

mencapai suhu tinggi 205°C (Mahardika dan Dewi, 2016).

Beberapa kendala dalam pengembangan energi terbarukan adalah

ketersediaan bahan, keamanan supply, harga, kemudahan penanganan dan

penggunaannya. Faktor-faktor eksternal seperti pengembangan teknologi, subsidi,

isu-isu lingkungan dan perundang-undangan memainkan peranan dalam

pengembangan energi terbarukan (Koopmans, 1998). Dengan mempertimbangkan

potensi limbah pertanian dan penggunaannya di pedesaan, penelitian-penelitian

energi terbarukan dalam hal pengelolaan konservasi energi dan penggunaan secara

efisien adalah penting untuk dilakukan untuk mendukung pembangunan pertanian

berkelanjutan.

Potensi energi limbah pada komoditas jagung sangat besar dan diharapkan

akan terus meningkat sejalan dengan program pemerintah dalam meningkatkan

produksi jagung secara nasional. Namun, limbah jagung memiliki banyak

kegunaan, diantaranya adalah untuk pakan ternak, dalam hal ini pemerintah telah

mencanangkan program pengembangan peternakan secara terintegrasi (Crop

Livestock System/ CLS). Oleh karena itu, optimasi pemanfaatan limbah jagung

sangat diperlukan untuk mendapatkan keuntungan yang optimal. Untuk

memperkirakan potensi riil energi limbah jagung, penggunaan tongkol jagung

untuk keperluan bahan bakar sekitar 90% sedangkan limbah batang dan daun

sekitar 30% dari potensi yang ada.

Sebuah perusahaan di Iowa, AS berhasil memanfaatkan tongkol jagung

sebagai berbagai produk yang ramah lingkungan. Tongkol memiliki sifat-sifat

seperti salah satu bagiannya keras dan sebagian bersifat menyerap (absorbent),

juga sifat-sifat yang merupakan gabungan beberapa sifat, seperti: tidak terjadi

reaksi kimia bila dicampur dengan zat kimia lain (inert), dapat terurai secara alami
24

dan ringan sehingga tongkol jagung merupakan bahan ideal untuk campuran

pakan, bahan campuran insektisida dan pupuk. Serta dapat digunakan sebagai alas

hewan peliharaan karena alami, bersih dan dapat mengurangi bau tidak sedap.

2.5 Pengolahan Bioenergi

Menurut Aprobi (2020) bioenergi merupakan energi altenatif yang

berasal dari sumber-sumber biologis. Keunggulan pemanfaatan bioenergi adalah

meningkatkan pertumbuhan ekonomi salah satunya, meningkatkan kualitas

lingkungan dengan mengurangis emisi rumah kaca (GRK) dari penggunaan bahan

bakar fosil, serta mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil yang

jumlah nya semakin menipis. Cifor (2016) menyatakan dengan perencanaan dan

pengelolaan yang tepat, energi berbasis biomassa (bioenergi) dapat menjadi

bagian dari solusi untuk mengurangi pemanasan global, disamping memberikan

banyak manfaat sosioekonomi dan lingkungan kepada masyarakat pedesaan.

Sistem bioenergi diharapkan dapat meluas di Indonesia pada dekade

mendatang untuk sejumlah alasan, seperti: (1) Sistem ini dipandang lebih aman

dan berkelanjutan daripada sistem yang mengandalkan bahan bakar fosil impor;

(2) Pertumbuhan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan permintaan energi

nasional secara menyeluruh; (3) Dukungan kebijakan dan legislasi nasional

diharapkan dapat mendorong produksi bioenergi untuk memperoleh ketahanan

energi dan pemenuhan mandiri; (4) Berbagai kemajuan teknologi akan

meningkatkan ketersediaan bioenergi; dan (5) Sistem bioenergi yang terkelola

secara baik berpotensi menyokong pembangunan pedesaan dan bermanfaat bagi

lingkungan dan terciptanya kesempatan kerja (Iyabu dan Isa, 2019).


25
.

Gambar 2.1 Grafik perbandingan perkembangan konsumsi energi


terbarukan tahun 2017 dengan tahun 2023

Soerawidjaja (2010) menyatakan bahwa bioenergi merupakan komponen

kunci dan jalur strategis dalam perjuangan mencapai Sustainable Development

Goals (SDGs) yang dimana pengembanagan dan penerapan energi terbarukan

harus sesuai dengan tujuan pembangunan berkelanjutan tentang mewujudkan

energi bersih dan terjangkau. Berdasarkan Gambar 2.1 perkembangan konsumsi

energi terbarukan berdasarkan teknologi, pada tahun 2017 dibandingkan dengan

tahun 2023 konsumsi bioenergi merupakan energi yang paling banyak

dipergunakan dibandingkan dengan energi terbarukan lainnya (IEA, 2021).

Bioenergi perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu agar dapat lebih

mudah dipergunakan yang dikenal sebagai konversi biomassa. Teknologi konversi

biomassa tentu saja membutuhkan perbedaan pada alat yang digunakan untuk

mengkonversi biomassa dan menghasilkan perbedaan bahan bakar yang

dihasilkan. Proses konversi biomassa dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu


26

termokimia, kimia fisik dan bio kimia, dari hasil proses ini bioenergi yang dapat

berbentuk padat, cair dan gas. Proses konversi biomassa yang konvensional

tersebut dapat dikembangkan lebih lanjut melalui pengembangan sistem integrase

hulu sampai hilir menjadi biorefinery. Kendala teknologi terkait pemanfaatan

biomassa relatif kecil, walaupun beberapa teknologi masih diperoleh dari negara

lain. Kendala yang dihadapi bukanlah masalah teknologi, tetapi lebih pada

kontinuitas pasokan bahan padatan, distribusi dan bentuk akhir konversi energi

yang tepat pakai oleh masyarakat. Kementerian Pertanian telah melakukan

pengembangan komoditas bahan baku bionenergi yang ditanam secara luas,

seperti kelapa sawit, jagung, ubi kayu, tebu, tanaman jarak, kemiri sunan, dan

kotoran ternak dapat diolah menjadi sumber energi (Wulandari et al, 2019).

2.6 Teori Teknologi Bioenergi

Bioenergi merupakan salah satu bentuk energi terbarukan yang berasal

dari biomassa, yaitu bahan-bahan organik yang berasal dari tumbuhan dan hewan,

yang diharapkan dapat menjadi solusi terhadap kelangkaan energi di dunia yang

juga tengah berupaya berpindah dari sumber energi berbasis fosil menjadi energi

terbarukan. Tujuan jangka panjang dari pengembangan teknologi adalah untuk

menghasilkan biofuel dengan harga yang kompetitif dibandingkan dengan bahan

bakar fosil atau memperbaiki proses sehingga dapat meningkatkan efisiensi

karbon dengan menurunkan input bahan bakar fosil. Pemanfaatan potensi dan juga

pengembangan sumber-sumber energi terbarukan dapat menggunakan beberapa

teknologi untuk mengkonversi biomassa menjadi bioenergi, adapun beberapa

teknologi untuk mengkonversi bioenergi yaitu (Parinduri, 2020; Haluti, 2014):


27

2.6.1 Briket

Briket adalah salah satu cara yang digunakan untuk mengkonversi

sumber energi biomassa ke bentuk biomassa lain dengan cara dimampatkan

sehingga bentuknya menjadi lebih teratur. Briket yang terkenal adalah briket

batubara namun tidak hanya batubara saja yang bisa dibuat menjadi briket.

Contoh biomassa lain yang dibuat menjadi briket adalah sekam, arang sekam,

serbuk gergaji, serbuk kayu dan limbah-limbah biomassa yang lainnya.

Pembuatan briket tidak terlalu sulit, alat yang digunakan juga tidak terlalu rumit.

Banyak jenis-jenis mesin pengempa briket mulai dari yang manual, semi mekanis

dan yang memakai mesin.

Oliy dan Muleta (2020) berbagai macam jenis briket yang di golongkan

menurut bahan baku dan dalam masa proses pembuatannya meliputi briket yang

dilihat dari bahan baku organik biasanya berasal dari pertanian dan hutan dan

anorganik. Bahan baku ini biasanya berasal dari limbah perkotaan dan limbah

pabrik, selanjutnya briket dilihat dari proses pembuatannya yaitu jenis

berkarbonisasi jenis ini mengalami terlebih dahulu proses dikarbonisasi sebelum

atau sesudah menjadi briket dan jenis non karbonisasi (biasa) jenis yang ini tidak

mengalamai proses karbonisasi sebelum diproses menjadi briket dan harganya pun

lebih murah.

2.6.2 Gasifikasi dan listrik

Gasifikasi biomassa merupakan proses konversi bahan selulosa dalam

suatu reaktor gasifikasi (gasifier) menjadi bahan bakar. Gas tersebut dipergunakan

sebagai bahan bakar motor untuk menggerakan generator pembangkit listrik.

Gasifikasi merupakan salah satu alternatif dalam rangka program penghematan

dan diversifikasi energi. Gasifier adalah istilah untuk reaktor yang memproduksi
28

gas produser dengan cara pembakaran tidak sempurna (oksidasi sebagian) bahan

bakar biomassa pada temperatur sekitar 1000 oC. Pada proses gasifikasi ada

beberapa tahapan yang dilalui oleh biomass sebelum pada akhirnya menjadi gas

yang flammable pada output reaktor. Proses tersebut meliputi proses drying untuk

mengurangi kadar air (moisture) yang terkandung di dalam biomass bahkan sebisa

mungkin kandungan air tersebut hilang. Proses pirolisis secara harafiah pirolisis

merupakan proses pembakaran tanpa melibatkan oksigen. Proses Oksidasi adalah

proses yang menghasilkan panas (eksoterm) yang memanaskan lapisan karbon di

bawah dan Proses reduksi adalah reaksi penyerapan panas (endoterm). Selain itu

gasifikasi akan membantu mengatasi masalah penanganan dan pemanfaatan

limbah pertanian, perkebunan dan kehutanan.

2.6.3 Bioetanol

Bioetanol adalah etanol yang diproduksi dengan cara fermentasi

menggunakan bahan baku hayati. Etanol adalah ethyl alkohol (C2H5OH) yang

dapat dibuat dengan cara sintesis ethylen atau dengan fermentasi glukosa. Etanol

diproduksi melalui hidrasi katalitik dari etilen atau melalui proses fermentasi gula

menggunakan ragi Saccharomyces cerevisiae. Beberapa bakteri seperti

Zymomonas mobilis juga diketahui memiliki kemampuan untuk melakukan

fermentasi dalam memproduksi etanol. Etanol merupakan zat cair, tidak berwarna,

berbau spesifik, mudah terbakar dan menguap, dapat bercampur dengan air

dengan segala perbandingan. Keuntungan penggunaan bioetanol sebagai bahan

bakar alternatif pengganti minyak bumi adalah tidak memberikan tambahan netto

karbondioksida pada lingkungan karena CO2 yang dihasilkan dari pembakaran

etanol diserap kembali oleh tumbuhan dan dengan bantuan sinar matahari CO2
29

digunakan dalam proses fotosintesis, disamping itu bahan bakar bioetanol

memiliki nilai oktan tinggi sehingga dapat digunakan sebagai bahan peningkat

oktan (octane enhancer) menggantikan senyawa eter dan logam berat seperti Pb

sebagai anti knocking agent yang memiliki dampak buruk terhadap lingkungan.

2.7 Strategi Pengembangan Bioenergi Dalam Peningkatan Perekonomian


Masyarakat

Permasalahan pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada

penekanan kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan

daerah yang bersangkutan dengan menggunakan potensi sumber daya manusia.

Orientasi ini mengarahkan pada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari

daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja

baru dan merangsang peningkatan ekonomi. Kementerian Energi dan Sumber

Daya Mineral (2018) menyatakan bahwa upaya pemerintah dalam rangka

pengembangan bioenergi terdiri dari beberapa upaya, yaitu:

a. Mendorong pengembangan sisi hulu untuk mengamankan pasokan bahan

baku bioenergi. Berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian untuk

menyusun peraturan dan kebijakan disisi hulu untuk menjamin

ketersediaan bahan baku, kerjasama penggunaan lahan, serta

meningkatkan penelitian dan pengembangan untuk tanaman bioenergi.

Memberlakukan konsep pembangunan berkelanjutan untuk produksi

bioenergi.

b. Teknologi dan proses, dalam hal ini pemerintah melakukan beberapa

strategi seperti memperbarui spesifikasi standar untuk proses produksi

bioenergi. Mengadopsi teknologi generasi kedua untuk mengurangi tingkat


30

persaingan dengan keamanan pangan. Mengurangi atau membebaskan

pajak untuk teknologi energi terbarukan. Mengintegrasikan sistem untuk

mengoptimalkan pemanfaatan produk samping dan limbah bioenergi.

Memulai kajian teknis bagi standar spesifikasi bioavtur diikuti dengan

penyediaan spesifikasi standar untuk memulai program bioavtur dan

memulai kajian teknis cofiring biomassa pada pembangkit tenaga listrik

c. Menetapkan spesifikasi standar untuk bioenergi untuk menjamin kualitas

dan keamanan produk bioenergi bagi pengguna akhir. Menetapkan

regulasi harga produk bioenergi untuk meningkatkan pemanfaatan

bioenergi. Berkoordinasi dengan Kementerian Perindustrian untuk

mempersiapkan peraturan dan kebijakan yang mewajibkan mesin otomotif

yang diproduksi atau didistribusikan di Indonesia menggunakan biofuel

dan untuk memproduksi Flex Fuel Vehicle (FFV) yang dapat

memanfaatkan biofuel hingga lebih dari 50%. Mendorong pemanfaatan

biofuel dan meningkatkan kapasitas dan akses pengetahuan untuk

bioenergi demi menciptakan kesadaran masyarakat.

d. Pemerintah mewajibkan PT PLN (Persero) untuk membeli listrik dari

sumber-sumber EBT dan percepatan pembangunan PLTS di 12 kota dan

memberikan insentif fiskal dan non-fiskal.

Strategi yang menjadi prioritas dalam pemanfaatan limbah tanaman pangan

sebagai sumber pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan berdasarkan

penelitian Syamsu dan Abdullah (2009) yaitu: (1) pengembangan kawasan pola

integrasi sapi potong dengan padi dan jagung, (2) optimalisasi penerapan

teknologi pakan limbah tanaman pangan melalui pemberdayaan masyarakat pola


31

partisipatif, (3) membangun industri pakan berbasis bahan baku sumberdaya

limbah tanaman pangan, (4) pengembangan sarana alat pengangkutan dan tempat

penyimpanan limbah tanaman pangan di pedesaan, dan (5) Penyediaan modal

usaha dari pemerintah dan lembaga keuangan melalui kerjasama dengan

kelembagaan peternak (kelompok, koperasi). Lima strategi prioritas seperti

disebutkan di atas, disarankan dalam pelaksanaannya diperlukan adanya analisis

implikasi strategi yang menjadi arah dan pedoman dalam pelaksanaannya.

Implikasi strategi mencakup masalah yang dihadapi, solusi atau pemecahan

masalah, program yang harus dilakukan, pelaksana atau unsur yang terlibat dalam

rangka mencapai strategi yang dituangkan dalam bentuk program implementasi

dalam rangka pengembangan potensi.


32

2.8 Kerangka Konsep Penelitian

Produksi tanaman jagung (Zea Mays L.) yang meningkat juga

menyebabkan jumlah limbah tongkol jagung melimpah di Kecamatan Tantom

Angkola dibandingkan daerah lain di Kabupaten Tapanuli Selatan. Hal ini

diperlukan suatu analisis pemanfaatan potensi limbah tongkol jagung sebagai

bahan baku bioenergi. Gambaran dari kerangka konsep penelitian dapat dilihat

pada Gambar 2.2 di bawah ini:

Produksi tanaman jagung di


Kec. Tantom Angkola

Peningkatan limbah dari


tanaman jagung di Kec.
Tantom Angkola

Pemanfaatan limbah tongkol


jagung sebagai bioenergi

Total potensi limbah Total potensi energi dari Analisis perekonomian


tongkol jagung limbah tongkol jagung masyarakat

Pertumbuhan ekonomi

Gambar 2.2 Skema kerangka konsep penelitian


33

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian analisis pemanfaatan bioenergi maka

penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tantom Angkola, Kabupaten Tapanuli

Selatan. Waktu penelitian selama 2 bulan yakni dilakukan pada bulan April 2021

sampai dengan bulan Juni 2021.

3.2 Jenis Penelitian

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif

sebagaimana dikemukakan oleh Sugiyono (2012) yakni metode penelitian yang

berlandaskan positivisme, digunakan untuk meneliti pada sampel tertentu,

pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian analisisi data bersifat

kuantitatif.

Ditinjau dari jenis datanya pendekatan, pendekatan dalam penelitian ini

adalah pendekatan kuantitatif, karena penelitian ini disajikan dengan angka-angka.

Hal ini sesuai dengan pendapat Arikunto (2006) yang mengemukakan penelitian

kuantitatif adalah pendekatan penelitian yang banyak dituntut menguakan angka,

mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan

hasilnya. Jenis penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan metode

yang digunakan untuk menganalisis data adalah uji beda dan wawancara. Menurut

Sugiyono (2011) metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode

penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti

pada populasi atau sampel tertentu.


34

3.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Sumber data primer diperoleh dari narasumber penelitian langsung

dilapangan berupa observasi dan kuisioner berisi pertanyaan dan berwujud angka

untuk dicari persentase dari setiap indikator atau pernyataan dan wawancara semi

struktur yang dilakukan kepada informan mengenai pemanfaatan limbah jagung

bioenergi. Narasumber dalam penelitian ini direncanakan terdiri dari Dinas

Pertanian Kabupaten Tapanuli Selatan, Dinas Lingkungan Hidup, tokoh

masyarakat, aktivis dan akademisi yang berkaitan dengan judul penelitian ini. .

Data sekunder berupa referensi tertulis, sumber data sekunder penelitian

ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Tapanuli Selatan yang

terdiri dari data luas panen dan produksi tanaman jagung dalam 5 (lima) tahun

terakhir, buku-buku dan jurnal yang terkait dengan penelitian.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

3.4.1 Teknik wawancara

Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data primer dengan

melakukan wawancara langsung kepada responden yang didasarkan pada daftar

pertanyaan atau kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya. Teknik penentuan

sampel dalam penelitian ini dilakukan secara purposive sampling, yakni memilih

memilih narasumber dengan pertimbangan dan tujuan tertentu Sugiyono (2012).

3.4.2 Observasi

Teknik ini dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap

obyek yang akan diteliti sehingga didapatkan gambaran yang jelas mengenai

daerah yang akan diteliti. Dalam penelitian ini, observasi mengenai analisis
35

pemanfaatan bioenergi dari limbah tanaman jagung dilaksanakan di lokasi

penelitian yaitu Kecamataan Tantom Angkola.

3.4.3 Kuisioner

Kuisioner dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau

pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. Kuisioner ini juga bertujuan

untuk menguji hasil pengumpulan data lainnya. Adapun dalam penelitian ini

kuisioner akan diberikan pada narasumber terkait dengan penelitian ini.

3.5 Teknik Analisis Data

3.5.1. Analisis potensi limbah

Metode dan pendekatan yang digunakan untuk menjawab perumusan

masalah pertama pada penelitian ini menghitung total limbah tanaman jagung

yang dapat berpotensi sebagai bahan baku bioenergi. Langkah awal dalam analisa

potensi limbah ini adalah mengumpulkan data luas panen jagung. Produksi

limbah pertanian dihitung berdasarkan produksi Bahan Kering (BK)

menggunakan perhitungan (Syamsu et al. 2003; Arief H et al. 2012) dengan

persamaan:

Ket limbah = (indeks produksi x luas panen x indeks BK) (1)

Keterangan:

Ketersediaan limbah = ton BK/tahun


Indeks produksi tongkol jagung = 0,1
Indeks BK = 0,9

3.5.2. Analisis potensi energi

Metode dan pendekatan untuk menjawab perumusan masalah kedua pada

penelitian ini adalah menghitung jumlah energi yang terkandung dalam bahan
36

bakar briket menghasilkan massa briket dan nilai kalor, gasifikasi menghasilkan

gas dan nilai kalor, bioetanol menghasilkan etanol dan nilai kalor, biomassa

menghasilkan nilai kalor dan daya. Nilai-nilai energi ini dihitung berdasarkan

satuan perbandingan dari masing-masing pemanfaatan limbah tongkol jagung

berdasarkan literatur.

a. Briket

Djafar, et al (2017) menyatakan bahwa dalam 1 kg tongkol dapat

menghasilkan 40 biji briket kering dengan massa 10 gram/briket dimana ukuran

briket yaitu panjang 49 mm, diameter 25 mm, di perkirakan dalam 1 kg tongkol

mendapatkan massa briket kering sebesar 0,4 kg. Nilai kalor terendah dalam 1

gram briket mencapai 2912 kal/g yang digunakan sebagai acuan untuk

menghitung energi kalor yang dihasilkan limbah tongkol jagung.

P = massa briket x energi kalor (2)

Keterangan:

P = Daya (MW)
Massa briket = ton
Energi kalor = MJ
b. Gasifikasi

Jumlah syngas (gas sintesis) yang diperoleh didasarkan pada pengukuran

dan perhitungan yang dilakukan Ashari (2012) dengan persamaan:

msyngas = (ηgasifikasi x mbiomess x HHVbiomess) / (100% x LHVsyngas) (3)

Keterangan:

msyngas = ton

ηgasifikasi = 33,58%

mbiomess = ton
37

HHVbiomess = 6.066,53 kJ/kg

LHVsyngas = 2826,53 kJ/ kg

Kalori /ton = 2.826,53 MJ/ton.

c. Bioetanol

Menurut Richana (2008) potensi bioetanol dan energi nilai kalor yang

dihasilkan oleh limbah tongkol jagung dapat dihitung dengan menggunakan

persamaan:

Nilai kalor = Total limbah x rendemen x energi kalor (4)

Keterangan:

Rendemen = 14,22 % etanol / 142,2 liter

Energi kalor bioetanol = 12.200 MJ/ton

3.5.3. Analisis ekonomi masyarakat

Metode dan pendekatan untuk menjawab perumusan masalah ketiga

pada penelitian ini adalah dengan analisis ekonomi sederhana Di dalam analisis

ini hal yang perlu diperhatikan yaitu hasil total, produktivitas atau keuntungan

yang diperoleh dari semua sumber yang digunakan dalam suatu bisnis, biaya

investasi dan PDRB. Dimana analisis tersebut akan memprediksi berapa

pendapatan, lapangan usaha dan lapangan kerja yang tercipta di kawasan tersebut.

Kegiatan pemanfaatan bioenergi dengan limbah tanaman jagung dapat dikatakan

menguntungkan jika memberikan pengaruh terhadap perekonomian masyarakat di

wilayah Kecamataan Tantom Angkola, Kabupaten Tapanuli Selatan.


38

3.5.4. Analisis SWOT

Metode dan pendekatan untuk menjawab perumusan masalah keempat pada

penelitian ini dengan menggunakan analisis SWOT. Rangkuti (2016) tahapan

untuk mengidentifikasikan perubahan-perubahan internal dan eksternal dalam

matriks IFE dan EFE adalah sebagai berikut :

1) Menentukan faktor-faktor strategis internal yang menjadi kekuatan dan

kelemahan serta faktor-faktor strategis eksternal yang menjadi peluang dan

ancaman (kolom 1).

2) Memberikan bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala mulai

dari 1,0 (paling penting) sampai 0,0 (tidak penting) berdasarkan pengaruh

faktor-faktor tersebut (kolom 2).

3) Menghitung rating baik pada matrix IFE dan EFE untuk masing-masing

faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan

1 (porr) guna mengidentifikasikan kelemahan utama, kekuatan uatama,

peluang dan ancaman beserta nilai pengaruhnya. (kolom 3)

4) Mengalikan bobot kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk

memperoleh faktor pembobotan yang menunjukkan nilai pengaruh faktor

(kolom 4)

5) Menjumlahkan bobot skor pada kolom 4 untuk memperoleh total skor

pembonbotan.

Setelah matrik faktor strategi internal dan eksternal selesai disusun,

kemudian hasil dimasukkan dalam model kuantitatif, yaitu matrik SWOT untuk

menghasilkan alternatif strategi (SO, ST, WO, WT). Hasil tersebut dimasukkan ke

dalam tabel analisis SWOT.


39

Tabel 3.1 IFAS (internal factors analysis summary)


Faktor-faktor strategi internal Bobot Rating Skor
Kekuatan:
1. Merupakan sentra produksi tanaman jagung
2. Tersedianya sumber daya yang potensial
untuk pengembangan bioenergi
3. Teknologi bioenergi telah tersedia
4. Ketersediaan tenaga kerja yang cukup
Kelemahan:
1. Pengetahuan mengenai teknik pemanfaatan
bioenergi masyarakat yang minim
2. Adanya keterbatasan modal
3. Ketersediaan pasar
4. Belum adanya akurasi data dari Pemerintah
tentang besarnya permintaan dan penawaran
bioenergi
TOTAL 1

Tabel 3.2 EFAS (external factors analysis summary)


Faktor-faktor strategi eksternal Bobot Rating Skor
Peluang:
1. Membuka kesempatan kerja bagi
masyarakatsekitar
2. Meningkatnya perkembangan
IPTEKmasyarakat
3. Permintaan akan kebutuhan tanaman
jagungyang cukup besar
4. Besarnya dukungan penyuluh untuk
membantupara petani
5. Adanya dukungan dan bantuan dari
pemerintah
Ancaman:
1. Belum sepenuhnya ditunjang dari sikap dan
partisipasi masyarakat dalam pengembangan
pemanfaatan limbah
2. Belum adanya usaha kemitraan dengan instansi
terkait pengolahan limbah tanaman jagung
TOTAL 1

Strategi SO merupakan strategi yang dibuat dengan pola pikir perusahaan yaitu

dengan memanfaatkan peluang yang sebesar-besarnya. Streategi ST merupakan strategi

yang dibuat untuk mengatasi ancaman dari luar dengan menggunakan kekuatan yang

dimiliki perusahaan. Strategi WO diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang


40

ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada. Strategi WT berdasarkan

pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang

ada serta menghindari ancaman.

Hasil analisis dari tabel IFAS dan EFAS dipetakan pada matriks posisi

organisasi perusahaan untuk menetukan strategi pengembangan pemanfaatan

bioenergi. Pada diagram tersebut kekuatan dan peluang diberi tanda positif,

sedangkan peluang ancaman diberi tanda negatif. Dengan menempatkan selisih

nilai kekuatan (S) – kelemahan (W) pada sumbu (x), dan menempatkan selisih

nilai anatara peluang (O) – ancaman (T) pada sumbu (y), maka ordinat (x,y)

akan menempati salah satu sel dari diagram SWOT. Letak nilai S – W dan O – T

dalam diagram SWOT akan menentukan arahan strategi prospek pengembangan

bioenergi.

Peluang (O)

Kuadran III Kuadran I


Mendukung strategi turn around Mendukung strategi agresif

Kelemahan (W) Kekuatan (S)

Kuadran IV Kuadran II
Mendukung strategi depensif Mendukung strategi diversifikasi

Ancaman (T)

Gambar 3.1 Diagram SWOT


41

a. Kuadran I = Strategi SO

Situasi yang sangat menguntungkan bagi perusahaan karena memiliki

peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada.

Strategi yang diterapkan adalah mendukung kebijakan yang agresif.

b. Kuadran II = Strategi ST

Terdapat berbagai ancaman, namun masih memiliki kekuatan dari segi

internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan

untuk memanfaatkan peluang dengan cara strategi diversifikasi.

c. Kuadran III = Strategi WO

Mempunyai peluang pasar yang sangat besar, di lain sisi terdapat

berbagai kelemahan internal. Strategi yang diterapkan adalah

meminimalkan masalah-masalah internal dalam perusahaan.

d. Kuadran IV = Strategi WT

Situasi yang tidak menguntungkan bagi perusahaan yaitu menghadapi

berbagai ancaman dan kelemahan internal. Strategi yang digunakan

adalah strategi depensif.

3.6 Definisi Operasional Variabel

Secara umum operasional variabel perlu didefinisikan yang bertujuan

untuk menjelaskan makna variabel penelitian yang bertujuan untuk

mempermudah mencari hubungan antara suatu variabel dengan lainnya dan

mengukurnya, tanpa operasional variabel peneliti akan mengalami kesulitan

dalam menentukan pengukuran hubungan antara variabel yang bersifat konseptual

(Mulyadi dan Muhammad, 2012).


42

Tabel 3.3 Definisi operasional variabel


No. Variabel Definisi operasional Cara Skala
pengukuran
1. Potensi limbah Potensi limbah tongkol Menghitung Interval
tongkol jagung jagung dihitung untuk ketersediaan
mengetahui berapa limbah (indeks
banyak limbah yang produksi, luas
dihasilkan dari sisa panen dan
tanaman jagung yaitu indeks BK).
jerami dan tongkol
jagung.
2. Potensi energi dari Potensi energi dari Menghitung Rasio
limbah tongkol limbah tongkol jagung total limbah
jagung dihitung untuk dengan energi
mengetahui berapa kalor dari
besar energi yang setiap
dihasilkan dengan teknologi
menggunakan teknologi (briket,
dalam mengkonversi gasifikasi dan
limbah menjadi energi. bioethanol)
3. Analisis ekonomi Analisis ekonomi Menghitung Rasio
masyarakat masyarakat yaitu untuk biaya investasi
mengetahui berapa yang
banyak lapangan usaha, dibutuhkan,
lapangan kerja dan laba dan
pendapatan yang PDRB
tercipta dari
pemanfaatan limbah
menjadi bioenergi.
4. Strategi Strategi pengembangan Kuisioner Ordinal
pengembangan pemanfaatan limbah
pemanfaatan yaitu untuk
limbah tongkol merumuskan strategi
jagung menjadi yang lebih tepat dan
bioenergi sesuai dengan kondisi
dan potensi wilayah.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum

4.1.1 Letak geografis dan administratif

Secara geografis Kecamatan Tantom (Tano Tombangan) Angkola terletak

pada : 00º58’32” - 01º14’01” Lintang Utara dan antara 99º05’06” - 99º30’34”

Bujur Timur, dengan luas wilayah 216.96 km² dan berada di ketinggian 222

mdpl. Kecamatan Tantom Angkola memiliki perbatasan:

Sebelah Utara : Kecamatan Sayurmatinggi

Sebelah Selatan : Kabupaten Mandailing Natal

Sebelah Timur : Kabupaten Padang Lawas

Sebelah Barat :Kecamatan Sayurmatinggi dan Kabupaten Mandailing

Natal

Kabupaten Tapanuli Selatan secara administratif terdiri dari 15 Kecamatan

yaitu Kecamatan Batang Angkola, Sayur Matinggi, Tantom Angkola, Angkola

Muara Tais, Angkola Timur, Angkola Selatan, Angkola Barat, Angkola

Sangkunur, Batang Toru, Marancar, Muara Batang Toru, Sipirok, Arse, Saipar

Dolok Hole dan Aek Bilah.

Kecamatan Tantom Angkola dengan Ibu Kota Kecamatan Situmba

dimekarkan setelah keluarnya Peraturan Daerah Bupati Tapanuli Selatan Nomor

5 Tahun 2009, tanggal 15 april 2009, tentang Pembentukan Pemekaran

Kecamatan Tantom Angkola dan Angkola Sangkunur Kabupaten Tapanuli

Selatan yang bertujuan untuk lebih meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan,

percepatan pembangunan serta pendekatan dalam pelayanan masyarakat


44

dipandang perlu pemekaran kecamatan dengan membentuk kecamatan baru.

Kecamatan Tantom Angkola terdiri dari 1 Kelurahan dan 16 Desa, seperti yang

tertera dalam Tabel 4.1 dan mengenai kondisi topografi wilayah administrasi

Kecamatan Tantom Angkola untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Tabel.4.1 Luas wilayah, jumlah penduduk dan topografi desa di Kecamatan


Tantom Angkola

Luas wilayah
No. Desa/ Kelurahan Topografi
(km2)
1 Simaninggir 8,50 Datar
2 Kota Tua 16,40 Berbukit-bukit
3 Harean 9,00 Berbukit-bukit
4 Lumban Ratus 9,10 Datar
5 Sisoma 12,50 Datar
6 Ingul Jae 9,10 Datar
7 Lumban Jabi-Jabi 8,70 Datar
8 Purbatua 21,15 Datar
9 Hutaraja 12,00 Datar
10 Batu Horpak 10,50 Berbukit-bukit
11 Aek Kahombu 13,00 Berbukit-bukit
12 Tanjung Medan 13,60 Berbukit-bukit
13 Aek Parupuk 7,60 Berbukit-bukit
14 Panindoan 5,40 Berbukit-bukit
15 Aek Uncim 7,00 Berbukit-bukit
16 Panibari Huta Tonga 32,00 Berbukit-bukit
17 Situmba 21,40 Berbukit-bukit
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan, 2020
45

Gambar 4.1 Peta batas wilayah administrasi Kecamatan Tantom Angkola


46

4.1.2 Ketenagakerjaan

Jumlah penduduk menurut umur dan jenis kelamin di Kecamatan Tantom

Angkola dapat diketahui jumlah penduduk tertinggi berada pada kelompok usia

10-14 tahun yakni 1.851 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 931 jiwa dan

perempuan sebanyak 920 jiwa sedangkan jumlah penduduk terendah berada pada

kelompok usia 70-74 tahun yakni 283 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak

101 jiwa dan perempuan sebanyak 182 jiwa. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada

Tabel 4.2 berikut:

Tabel 4.2 Jumlah penduduk berdasarkan jenjang usia di Kecamatan Tantom


Angkola Tahun 2020

No. Jenjang usia Laki-laki Perempuan Jumlah

1 0–4 465 442 907


2 5–9 828 790 1618
3 10 – 14 931 920 1851
4 15 – 19 967 880 1847
5 20 – 24 674 597 1271
6 25 – 29 583 532 1115
7 30 – 34 595 525 1120
8 35 – 39 535 503 1038
9 40 – 44 441 467 908
10 45 – 49 366 382 748
11 50 – 54 393 447 840
12 55 – 59 360 471 831
13 60 – 64 318 480 798
14 65 - 69 200 300 500
15 70 - 74 101 182 283
16 >74 93 258 351
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan, 2020
47

Penggambaran penduduk menurut struktur umur berguna untuk

mengetahui jumlah penduduk produktif dan penduduk non produktif. BPS (2020)

di dalam analisis demografi struktur umur penduduk dibedakan menjadi tiga

kelompok, yaitu (a) kelompok umur muda, dibawah 15 tahun; (b) kelompok umur

produktif, usia 15 – 64 tahun; dan (c) kelompok umur tua, usia 65 tahun ke atas.

Hal ini akan berpengaruh pada angkatan kerja di suatu wilayah serta tingkat

ketergantungan penduduk non produktif pada penduduk produktif dan untuk

perhitungan penyediaan fasilitas sosial dan ekonomi.

Pada umumnya lokasi desa yang berada di dataran rendah atau di dataran

tinggi akan menentukan jenis usaha atau ekonomi apa yang dijalankan

masyarakatnya. Pekerjaan mayoritas penduduk desa di Kecamatan Tantom

Angkola adalah bertani, hal ini sesuai dengan karakteristik utama desa yang masih

memiliki lahan pertanian luas. Jenis pertanian di desa cukup banyak, seperti:

bertani padi, bertani jagung, bertani kacang-kacangan dan bertani umbi-umbian.

Penduduk yang tidak bekerja di Kecamatan Tantom Angkola tergolong

tinggi dibandingkan dengan penduduk yang bekerja yaitu berjumlah 6.502 jiwa,

yang dimana penduduk dengan jenis kelamin laki-laki adalah 3.455 jiwa dan

perempuan 3.047 jiwa. Untuk jenis pekerjaan yang paling banyak di Kecamatan

Tantom Angkola adalah petani dengan jumlah 5.835 jiwa yang terdiri dari

penduduk berjenis kelamin laki-laki sebanyak 2.650 jiwa dan berjenis kelamin

perempuan berjumlah 3.185 jiwa.. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4.3

berikut:
48

Tabel 4.3 Jumlah penduduk berdasarkan jenis pekerjaan di Kecamatan Tantom


Angkola

No. Pekerjaan Laki-laki Perempuan Jumlah

1 Tidak bekerja 3455 3047 6502


2 Mengurus rumah tangga 0 560 560
3 Pelajar/Mahasiswa 893 818 1711
4 Pensiunan 32 27 59
5 Pegawai negeri sipil 57 67 124
6 TNI/Polri 1 2 3
7 Pedagang 412 192 604
8 Petani 2650 3185 5835
9 Karyawan 144 100 214
10 Buruh 134 124 258
11 Tukang 4 3 7
12 Penata rias/busana 2 3 5
13 Mekanik 3 0 3
14 Dosen/guru 14 21 35
15 Dokter/bidan/perawat 1 23 24
16 Transportasi/sopir 14 0 14
17 Kepala desa 15 1 16
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan, 2020

4.1.3 Sosial dan Kesejahteraan Masyarakat

Secara umum, kesejahteraan sosial sering diartikan sebagai kondisi

sejahtera yaitu suatu keadaan yang terpenuhinya segala bentuk kebutuhan hidup

khusunya yang bersifat mendasar seperti makanan, pakaian, perumahan,

pendidikan dan perawatan kesehatan. Jenjang pendidikan penduduk yang tersebar

di desa atau kelurahan yang berada di Kecamatan Tantom Angkola Kabupaten

Tapanuli Selatan yang belum sekolah hingga SLTA untuk lebih jelas dapat dilihat

pada Tabel 4.4 berikut:


49

Tabel 4.4 Jumlah penduduk berdasarkan jenjang pendidikan di Kecamatan


Tantom Angkola
Jenjang pendidikan
Belum Tidak Tamatan SLTP SLTA
No. Desa/ Kelurahan
sekolah tamat SD
SD
1 Simaninggir 87 47 45 63 80
2 Kota Tua 332 194 239 225 344
3 Harean 209 104 118 163 184
4 Lumban Ratus 221 113 104 200 198
5 Sisoma 266 153 184 177 214
6 Ingul Jae 214 119 198 142 162
7 Lumban Jabi-Jabi 165 84 62 127 159
8 Purbatua 295 227 181 283 381
9 Hutaraja 106 71 86 99 142
10 Batu Horpak 181 84 179 92 112
11 Aek Kahombu 304 205 311 344 302
12 Tanjung Medan 226 130 134 157 190
13 Aek Parupuk 222 130 134 157 131
14 Panindoan 132 72 111 73 66
15 Aek Uncim 220 95 139 159 143
16 Panibari Huta Tonga 639 329 372 424 464
17 Situmba 275 129 206 178 196
Kecamatan Tantom Angkola 4094 2286 2795 3009 3468
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan, 2020

Pendidikan merupakan salah satu modal penting untuk menjamin

keberlanjutan antar generasi dalam mempertahankan eksistensi bangsa dan

negara. Pendidikan yang berkualitas akan menghasilkan sumber daya manusia yang

berkualitas. Tujuan pembangunan pendidikan adalah memberi peluang yang sama

bagi seluruh anggota masyarakat untuk mengakses sarana dan prasarana pendidikan

serta memperluas jangkauan dan daya tampung SD/MI, SLTP/MTs, SMU/MA dan

SMK bagi seluruh masyarakat serta terselenggaranya manajemen pendidikan.


50

4.1.4 Pertanian

Sektor ini mencakup komoditi tanaman bahan makanan, seperti: padi,

jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah, kacang kedelai, sayur-sayuran,

buah-buahan, kentang, tanaman pangan lainnya dan hasil-hasil produk ikutannya.

Komoditas yang mempunyai nilai produksi terbesar pada sektor ini adalah padi dan

jagung, seperti terlihat dalam Tabel 4.5 berikut:

Tabel 4.5 Luas panen dan produksi tanaman pangan menurut jenis tanaman di
Kecamatan Tantom Angkola, Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2020
No. Jenis tanaman Luas panen Produksi
(ha) (ton/tahun)
1 Padi Sawah 4.827,70 25.953,72
2 Padi Ladang 1.492,00 4.884,81
3 Jagung 1.391,00 10.191,86
4 Ubi Kayu 1,00 32,99
5 Ubi Jalar - -
6 Kacang Tanah - -
7 Kacang Kedelai - -
8 Kacang Hijau - -
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan, 2020

Masyarakat di Kecamatan Tantom Angkola selain menanam komoditi

tanaman pangan juga menanm tanaman perkebunan seperti karet, kelapa sawit, kelapa,

kakao, kulit manis, kemiri, aren, pala, pinang, kapulaga dan nilam. Tanaman karet

dengan luas panen 1.187 ha, produksi 1.328 ton/tahun dan kelapa sawit dengan luas

panen 221 ha, produksi 3.268 ton/tahun adalah tanaman perkebunan yang paling

banyak ditanam oleh masyarakat. Berdasarkan data BPS (2020) jumlah petani di

Kecamatan Tantom Angkola sebanyak 5.835 jiwa, dimana petani padi sebanyak 3.117

jiwa, petani jagung sebanyak 1.768 jiwa, dan petani ubi kayu sebanyak 950 jiwa.
51

4.2 Potensi Limbah Tongkol Jagung di Kecamatan Tantom Angkola

Produksi jagung di Kecamatan Tantom Angkola mengalami fluktuasi

berdasarkan hasil analisa data. Produksi jagung di wilayah Kecamatan Tantom

Angkola dalam 5 (lima) tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 4.6 di bawah ini:

Tabel 4.6 Luas panen dan produksi tanaman jagung di Kecamatan Tantom
Angkola tahun 2016-2020

Luas panen Produki Rata-rata


Tahun (ton/ha)
(ha) (ton/tahun)
2016 166,80 1.434,48 8,60
2017 1.260,40 6.157,05 4,88
2018 2.306,00 12.410,89 5,38
2019 1.391,00 10.191,86 7,32
2020 2.151,00 15.766,83 7,33
Rata-rata 1.455,04 9.192,22 6,58
Sumber: Badan Pusat Statistik Kab. Tapanuli Selatan (2020)

Berdasarkan Tabel 4.6 di atas dapat dilihat bahwa Kecamatan Tantom

Angkola memiliki luas panen dan produksi jagung yang tinggi. Produksi jagung

terbesar terjadi pada tahun 2018 di Kecamatan Tantom Angkola sebanyak

12410,89 ton dan terendah terjadi pada tahun 2016 dengan produksi jagung

sebesar 1434,48 ton dalam kurun 5 (lima) tahun terakhir. Rata-rata luas panen

tanaman jagung di Kecamatan Tantom Angkola adalah 1.455,04 ha dengan rata-

rata produksi 9.192,22 ton dalam kurun waktu 5 tahun terakhir.

Peningkatan produksi tanaman jagung yang signifikan di Kecamatan

Tantom Angkola dikarenakan teknik dan cara budidaya yang mudah,

meningkatnya permintaan pasar terhadap jagung, selain untuk keperluan pangan

juga digunakan untuk bahan baku industri pakan ternak. Hal ini sesuai dengan
52

hasil penelitian Warsana (2007) yang menyatakan faktor utama pendorong yang

menjadikan semakin banyaknya permintaan jagung dipasaran karena

berkembangnya industri peternakan di indonesia, munculnya produk-produk baru

di pasaran yang memanfaatkan jagung sebagai bahan dasarnya seperti tepung

jagung sebagai bahan pembuat kue atau produk olahan pangan lainnya dan ini

merupakan pertanda baik bagi para petani jagung, karena kemungkinan hasil

panennya akan laku dipasaran dengan harga tinggi. Detail fluktuasi produksi

jagung per tahun di Kecamatan Tantom Angkola dari tahun 2016 sampai dengan

tahun 2020 hal ini diperlihatkan pada Gambar 4.2 berikut ini :

Produksi jagung (ton)


18000
16000 15766,83
14000
12000 12410,89

10000 10191,86

8000 Produksi (ton)


6000 6157,05

4000
2000 1434,48
0
2016 2017 2018 2019 2020
Gambar 4.2 Grafik produksi jagung dari tahun 2016 – 2020

Berdasarkan data luas panen dan produksi jagung di atas, untuk tahapan

selanjutnya maka dapat dianalisis mengenai potensi limbah yang dihasilkan dari

sisa pasca panen tanaman jagung. Berikut ini adalah data hasil perhitungan limbah

tongkol jagung secara keseluruhan dari tahun 2016 sampai pada tahun 2020

berdasarkan data produksi jangung di Kecamatan Tantom Angkola yang dapat

dilihat pada Tabel 4.7 di bawah ini:


53

Tabel 4.7 Hasil perhitungan potensi limbah dari tongkol jagung di Kecamatan
Tantom Angkola Tahun 2016-2020

Tahun Luas panen Potensi limbah Persentase


(ha) (ton/tahun) (%)
2016 166,80 15,01 1,04
2017 1.260,40 113,43 1,84
2018 2.306,00 207,54 1,67
2019 1.391,00 125,19 1,22
2020 2.151,00 193,59 1,22
Rata-rata 1.455,04 130,95 1,39
Sumber: Hasil penelitian, 2021 (data diolah)

Hasil perhitungan potensi limbah pada Tabel 4.7 di atas menunjukkan

bahwa rata-rata potensi limbah yang dihasilkan dari pasca panen adalah 130,95

ton. Potensi limbah tertinggi pada tahun 2018 yaitu 207,54 ton dan terendah pada

tahun 2016 yaitu 15,01 ton. Detail fluktuasi potensi limbah dari tanaman jagung

per tahun di wilayah Kecamatan Tantom Angkola dari tahun 2016 sampai dengan

tahun 2020 hal ini diperlihatkan pada Gambar 4.3 berikut ini :

Potensi limbah (ton)


250

207,54
200 193,59

150
125,19
113,43 Potensi limbah (ton)
100

50

15,01
0
2016 2017 2018 2019 2020
Gambar 4.3 Grafik potensi limbah jagung dari tahun 2016 – 2020
54

Melihat data produksi jagung pada Tabel 4.7 Kecamatan Tantom Angkola

sangat potensial untuk pengembangan pemanfaatan limbah tongkol jagung untuk

dijadikan sebagai energi alternatif. Salah satu sektor yang belum dimanfaatkan di

Kecamatan Tantom Angkola secara maksimal adalah pemanfaatan limbah

pertanian khususnya limbah tongkol jagung. Limbah tongkol jagung di

Kecamatan Tantom Angkola pada umumnya digunakan oleh petani sebagai

pengusir hama dengan cara pembakaran. Selain itu petani akan membuang

tongkol jagung setelah panen. Haluti (2014) limbah tongkol jagung khususnya

untuk daerah Gorontalo belum terolah secara maksimal limbah jagung yang

biasanya hanya dibuang dan dibakar.

Melekwe, et al (2016) menyatakan limbah pertanian sering dibuang

melalui pembakaran terbuka atau membuang ke suatu tempat dengan

menyebabkan berbagai masalah lingkungan. Pemanfaatan limbah pertanian

umumnya akan membuka peluang ekonomi baru dan membantu meningkatkan

keamanan energi, terutama di negara berkembang dimana manejemen manajemen

dan ketidakamanan energi adalah masalah penting dalam lingkungan dan sosial

ekonomi.

Teknologi konversi biomassa menjadi bahan bakar dapat dibedakan

menjadi tiga tahapan: pembakaran langsung, konversi termokimia dan konversi

biokimia. Pembakaran langsung merupakan teknologi yang paling sederhana

karena pada umumnya biomassa telah dapat langsung dibakar. Beberapa biomassa

perlu dikeringkan terlebih dahulu dan didensifikasi untuk kepraktisan dalam

penggunaan. Konversi termokimiawi merupakan teknologi yang memerlukan

perlakuan termal untuk memicu terjadinya reaksi kimia dalam menghasilkan


55

bahan bakar, sedangkan konversi biokimiawi merupakan teknologi konversi yang

menggunakan bantuan mikroba-mikroba dalam menghasilkan bahan bakar

(Arhamsyah 2010). Sebagai bahan bakar, limbah perlu dilakukan pengolahan

terlebih dahulu agar dapat lebih mudah dipergunakan yang dikenal sebagai

konversi biomassa. Teknologi konversi biomassa tentu saja membutuhkan

perbedaan pada alat yang digunakan untuk mengkonversi biomassa dan

menghasilkan perbedaan bahan bakar yang dihasilkan. Kendala teknologi terkait

pemanfaatan biomassa relatif yang kecil, walaupun beberapa teknologi masih

diperoleh dari negara lain (Wulandari et al, 2019).

Kecamatan Tantom Angkola memiliki luas panen dan produksi jagung

yang tinggi, berdasarkan perhitungan secara teoritis diperoleh limbah yang

melimpah sehingga membuat daerah ini memiliki peluang untuk memanfaatkan

limbah tanaman pangan atau jagung sebagai sumber bahan dalam pembuatan

bioenergi. Pemanfaatan limbah tongkol jagung tersebut didukung dengan potensi

daerah dari hasil produksi jagung setiap tahunnya. Hal ini sesuai dengan

penelitian Lima (2012) sumber limbah pertanian diperoleh dari komoditi tanaman

pangan seperti jagung dan padi yang ketersediaannya dipengaruhi oleh pola tanam

dan luas areal panen dari tanaman pangan di suatu wilayah.

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, produksi jagung tertinggi yang

ada di Kecamatan Tantom Angkola berada di Desa Lumban Ratus, Desa Lumban

Jabi-Jabi, Desa Purbatua dan Desa Panibari Huta Tonga. Tanaman jagung yang

berada di wilayah ini tidak tersebar secara merata, terdapat beberapa lahan

tanaman jagung di pekarangan rumah, tanah kosong dan areal yang berbatasan

dengan hutan.
56

Petani jagung yang berada di Kecamatan Tantom Angkola rata-rata

memiliki lahan sendiri. Rata-rata pendapatan bersih yang diperoleh oleh petani

jagung setiap panen di Kecamatan Tantom Angkola dengan lahan 0,5 ha dan

produksi jagung sebanyak 1,2 ton adalah Rp. 1.200.000.00. Pendapatan petani

jagung yang diperoleh sebesar Rp. 1.200,000,00 digunakan untuk konsumsi

rumah tangga seperti kesehatan, pendidikan, listrik, pangan dan pakaian sebesar

Rp 1.050.000,00 sehingga sisa pendapatan sebesar Rp. 150.000,00 dengan

demikian pendapatan yang diperoleh selama satu periode tanam dihabiskan untuk

membiayai rumah tangga petani.

Pengeluaran rumah tangga dibagi menjadi dua yaitu pengeluaran untuk

memenuhi kebutuhan pangan dan kebutuhan non pangan. Kebutuhan pangan

adalah kebutuhan barang yang dikonsumsi yang terdiri dari beras, non beras

(mie, ubi, jagung, terigu, dll), lauk pauk, sayuran dan buah, minuman (kopi, susu,

gula, teh, dll), rokok, minyak goreng, bumbu dapur, jajanan dan lainnya,

sedangkan kebutuhan non pangan adalah kebutuhan selain bahan pangan

terdiri dari pakaian, pendidikan, kesehatan, listrik, air dan telepon, bahan bakar,

sabun mandi, odol, kosmetik, rehab rumah, kegiatan sosial, transportasi, pajak,

rekreasi, hiburan dan iuran lainnya (Warsana, 2007).

4.3 Potensi Bioenergi Dari Limbah Tongkol Jagung di Kecamatan


Tantom Angkola

Potensi energi limbah pada komoditas jagung sangat besar dan diharapkan

akan terus meningkat sejalan dengan program pemerintah dalam meningkatkan

produksi jagung secara nasional, namun limbah jagung memiliki banyak


57

kegunaan. Oleh karena itu, optimasi pemanfaatan limbah jagung sangat diperlukan

untuk mendapatkan keuntungan yang optimal. Untuk memperkirakan potensi riil

energi limbah jagung, penggunaan tongkol jagung untuk keperluan bahan bakar

sekitar 90% sedangkan limbah batang dan daun sekitar 30% dari potensi yang ada.

Sumber energi terbarukan yang berasal dari komoditas jagung di Indonesia

belum dimanfaatkan secara optimal. Studi mengenai pengembangan potensi

sumber energi terbarukan yang berasal dari komoditas jagung telah dilakukan di

berbagai negara. Potensi pemanfaatan dan pengembangan sumber energi

terbarukan tersebut di antaranya adalah sebagai berikut:

4.3.1 Briket

Briket adalah bahan bakar padat yang dapat digunakan sebagai sumber

energi alternatif yang menpunyai bentuk tertentu. Pembriketan bertujuan untuk

memperoleh suata bahan bakar yang berkualiatas yang dapat digunakan untuk

semua sektor sebagai sumber energi pengganti dengan satuan Megajoule (MJ)

atau sama dengan satu juta joule. Potensi energi yang dihasilkan dari briket

limbah tanaman jagung dapat dilihat pada Tabel 4.8 di bawah ini:

Tabel 4.8 Potensi massa dan energi briket

No. Tahun Massa briket Energi kalor


(ton/tahun) (MJ/tahun)
1 2016 6,004 17.483,64
2 2017 45,372 132.123,26
3 2018 83,016 241.742,59
4 2019 50,076 145.821,31
5 2020 77,436 225.493,63
Rata-rata 52,380 152.532,88
Sumber: Hasil penelitian, 2021 (data diolah)
58

Berdasrkan Tabel 4.8 di atas dapat dilihat rata-rata potensi massa briket

yang dapat dihasilkan dari limbah tongkol jagung di Kecamatan Tantom Angkola

dari tahun 2016 sampai 2020 adalah 52,380 ton briket per tahun, sedangkan rata-

rata untuk energi yang dihasilkan dari briket adalah 152.532,88 MJ/tahun.

Salah satu metode pengolahan bioenergi menjadi bahan bakar yang dapat

diterapkan pada limbah pertanian adalah karbonisasi kemudian dilanjutkan

dengan pembuatan briket, dengan proses karbonisasi unsur pembentuk asap dan

jelaga dapat diminimalisir, jadi gas buang lebih bersih, dengan pemanfaatan

briket, penyimpanan lebih kecil, kualitas pembakaran lebih baik dan lebih baik

aplikasi lebih praktis (Surono, 2019).

Proses pembuatan briket dengan bahan baku tongkol jagung yang kering

dan tepung kanji sebagai perekat. Pertama adalah proses karbonisasi

(pengarangan) limbah tongkol jagung yang telah dipilih dimasukkan ke dalam

drum pengarangan disusun sedemikian rupa hingga hampir penuh, drum ditutup

rapat kemudian api dinyalakan melalui lubang ventilasi/tempat bagian dasar drum,

proses pembakaran dibiarkan sehingga semua bahan habis terbakar. Setelah

dingin dilakukan pembongkaran dan arang yang dihasilkan dipisahkan dari abu

sisa pembangkaran untuk proses lebih lanjut. Tahapan selanjutnya adalah proses

pencetakan briket arang (pembriketan) dimana arang dari proses karbonasi

dihaluskan dan diayak kemudian ditambahkan perekat dari lem kanji yang telah

disiapkan dengan perbandingan 10% bagian perekat dari berat arang dan diaduk

hingga semuanya tercampur secara merata. Adonan yang sudah jadi siap untuk

dicetak menjadi briket dengan bentuk kubus atau silender dengan cara

memasukkan adonan ke dalam cetakan kemudian dipress dengan alat pengepres.


59

Briket arang yang sudah dicetak kemudian dikeringkan atau dijemur dibawah

sinar matahari hingga kering betul dan briket siap digunakan untuk keperluan

rumah tangga sebagai bahan bakar alternatif.

Briket merupakan bahan bakar padat yang terbuat dari limbah organik,

limbah pabrik maupun dari limbah perkotaan. Bahan bakar padat ini merupakan

bahan bakar alternatif atau merupakan pengganti bahan bakar minyak yang paling

murah dan dimungkinkan untuk dikembangkan secara masal dalam waktu yang

relatif singkat mengingat teknologi dan peralatan yang digunakan relatif

sederhana. Salah satu teknologi yang menjanjikan adalah proses pembriketan.

Teknologi ini secara sederhana didefinisikan sebagai proses idensifikasi untuk

memperbaiki karakteristik bahan baku.

Menurut CIFOR (2016) briket yang dapat dikatakan sebagai bahan bakar

apabila memenuhi kriteria yaitu: 1. Mudah dinyalakan 2. Tidak mengeluarkan

asap 3. Emisi gas hasil pembakaran tidak mengandung racun 4. Kedap air dan

hasil pembakaran tidak berjamur bila disimpan pada waktu lama 5. Menunjukan

upaya perkembangan laju pembakaran (seperti waktu, laju pembakaran dan suhu

pembakaran) yang baik.

Mulyati (2016) dalam penelitian mengenai briket dapat disimpulkan

bahwa perekat yang baik untuk briket sampah daun diharapkan dapat membuka

pemikiran masyarakat untuk dapat beralih menggunakan bahan bakar alternatif

pengganti BBM dengan harga yang relatif lebih murah serta ramah lingkungan.

Selain itu, hal ini dilakukan untuk menghindari krisis energi yang sedang terjadi

dengan persediaan bahan bakar fosil yang tidak terbarukan (non-renewable) yang

semakin menipis.
60

Salah satu metode pengolahan biomassa menjadi bahan bakar yang dapat

diterapkan pada limbah pertanian adalah karbonisasi kemudian dilanjutkan

dengan pembuatan briket, dengan karbonisasi unsur pembentuk asap dan jelaga

dapat diminimalisir, jadi gas buang lebih bersih, dengan penggunaan briket,

penyimpanan lebih kecil, kualitas pembakaran lebih baik dan lebih baik aplikasi

lebih praktis.

4.3.2 Gasifikasi dan listrik

Gasifikasi adalah suatu teknologi proses konversi bahan padat menjadi gas

yang mudah terbakar dan sebagai sumber energi pengganti dengan satuan

Megajoule (MJ) atau sama dengan satu juta joule. Potensi energi yang dihasilkan

dari gasifikasi berbahan limbah tongkol jagung dapat dilihat pada Tabel 4.9 di

bawah ini:

Tabel 4.9 Potensi gas sintesis, energi gasifikasi dan listrik

No. Tahun Gas sintesis Energi kalor Listrik


(ton/tahun) (MJ/tahun) (kWh/tahun)
1 2016 10.90 30.809,00 8.558,74
2 2017 82.40 232.906,07 64.701,30
3 2018 150.78 426.184,19 118.393,96
4 2019 90.95 257.072,90 71.414,85
5 2020 139.52 397.523,17 110.431,93
Rata-rata 94.91 268.899,06 74.700,15
Sumber: Hasil penelitian, 2021 (data diolah)

Berdasarkan Tabel 4.9 di atas dapat dilihat potensi gas yang dihasilkan

dari limbah tanaman jagung dengan menggunakan teknologi gasifikasi diperoleh

rata-rata untuk gas sintesis adalah 94,91 ton/tahun, dengan energi 268.899,06

MJ/tahun dan menghasilkan listrik sebesar 74.700,15 kWh/tahun. Tahun dengan

produksi gas sintesis yang tertinggi secara teoritis adalah tahun 2018, dengan hasil
61

gas sintesis sebanyak 150,78 ton/tahun, energi sebesar 426.184,19 MJ/tahun dan

listrik sebesar 118.393,96 kWh/tahun. Susanto (2018) gasifikasi dengan

pemanfaatan limbah jagung dengan pemisalan 1,2 – 2,0 kg/jam limbah jagung

setara dengan 1kW listrik. Kabupaten Tanah Laut menghasilkan 70.000 ton

jagung sekali panen maka diperoleh ketersediaan listrik sebesar 17.500 MW.

Limbah tongkol jagung dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar padat

untuk proses termal gasifikasi. Pada proses gasifikasi, terjadi pembakaran tidak

sempurna. Proses gasifikasi menghasilkan produk berupa gas dengan nilai kalori

4000-5000 kJ/Nm3. Gas yang diperoleh dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan

udara panas, menggerakkan motor dan dapat digunakan sebagai pembangkit

listrik. Konversi energi dengan cara gasifikasi dapat menghasilkan efisiensi panas

mencapai 50-70%.

Gasifikasi dianggap lebih bersih dibandingkan pembakaran langsung

karena metode pembakaran menggunakan udara untuk membakar limbah padat

sehingga menciptakan polusi yang harus dibersihkan agar tidak lepas ke

lingkungan. Selain itu, abu yang tersisa setelah pembakaran harus dibuang dengan

hati-hati karena dapat menjadi racun. Proses gasifikasi tidak membakar limbah

padat tersebut, tapi dengan memecah molekul itu sendiri menggunakan panas dan

hasil akhirnya berupa syngas yang mirip dengan gas alam yang dapat

dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik, pupuk dan produk konsumen lain

(Iskandar dan Sisati, 2012).

Gasifikasi biomassa merupakan suatu proses dekomposisi termal dari

bahan-bahan organik melalui pemberian sejumlah panas dengan suplai oksigen

terbatas untuk menghasilkan synthesis gas yang terdiri dari CO, H2 dan CH4
62

sebagai produk utama dan sejumlah kecil arang karbon dan abu sebagai produk

ikutan. Alat yang digunakan untuk proses gasifikasi dinamakan gasifier. Secara

umum proses gasifikasi melibatkan empat tahapan proses yaitu proses

pengeringan, pirolisis, oksidasi parsial dan reduksi. Pengeringan merupakan

tahapan pertama dari proses gasifikasi dimana kandungan air didalam biomassa

diuapkan melalui pemberian sejumlah panas pada interval suhu 100-300 oC. Pada

pengeringan ini, biomassa tidak mengalami penguraian unsur-unsur kimianya,

tetapi hanya terjadi pelepasan kandungan air dalam bentuk uap air. Proses

pengeringan dilanjutkan dengan dekomposisi termal kandungan volatile matter

berupa gas dan menyisakan arang karbon, dimana proses ini biasa disebut sebagai

pirolisis.

Proses pirolisis merupakan proses eksoterm yang melepas sejumlah panas

pada interval suhu 300-900 oC, selanjutnya sisa arang karbon akan mengalami

proses oksidasi parsial, dimana proses ini merupakan proses eksoterm yang

melepas sejumlah panas pada interval suhu diatas 900 oC. Panas yang dilepas dari

proses oksidasi parsial ini digunakan untuk mengatasi kebutuhan panas dari reaksi

reduksi endotermis dan untuk memecah hidrokarbon yang telah terbentuk selama

proses pirolisis. Proses reduksi terjadi pada interval suhu 400-900 oC, dalam

proses reduksi (berkurangnya bilangan oksidasi suatu unsur) ini produk hasil

proses pirolisa yang berupa arang, tar, metan dan gas-gas lain direduksi menjadi

gas-gas bakar seperti CO, H2 dan CH4 (Purwanta et al, 2011).

Arisanty, et al (2009) dalam penelitian mengenai gasifikasi, bahan bakar

biomassa yang digunakan dalam proses gasifikasi adalah kulit bagian dalam biji

kopi kering yang menjadi limbah dari proses penggilingan kopi, dimana
63

penggunaan kulit bagian dalam dapat mempermudah proses gasifikasi karena

ukuran bahan awal sudah cukup kecil dan seragam. Selain itu, beberapa

penggunaan limbah sebagai bahan baku gasifikasi adalah Purwanta, et al (2011)

dimana dalam pemanfaatan energi dari limbah padat ampas tebu yang dikonversi

menjadi bahan bakar gas melalui proses gasifikasi.

4.3.3 Bioetanol

Bioetanol adalah etanol yang diproduksi dengan cara fermentasi

menggunakan bahan baku hayati yang dapat digunakan untuk semua sektor

sebagai sumber energi pengganti dengan satuan Megajoule (MJ) atau sama

dengan satu juta joule. Potensi energi yang dihasilkan dari bioetanol berbahan

limbah tongkol jagung dapat dilihat pada Tabel 4.10 di bawah ini:

Tabel 4.10 Potensi bioetanol dan energi bioetanol

No. Tahun Etanol Energi kalor


(liter/tahun) (MJ/tahun)
1 2016 2.134,42 26.039,94
2 2017 16.129,74 196.782,90
3 2018 29.512,18 360.048,69
4 2019 17.802,01 217.184,61
5 2020 27.528,49 335.847,67
Rata-rata 18.621,36 227.180.76
Sumber: Hasil penelitian, 2021 (data diolah)

Potensi etanol yang dihasilkan dari limbah tongkol jagung di Kecamatan

Tantom Angkola berdasarkan Tabel 4.10 di atas dapat dilihat rata-rata etanol yaitu

18.621,36 liter/tahun dengan rata-rata energi kalor 227.180,76 MJ/tahun. Selama

kurun waktu 5 tahun terakhir, diketahui bahwa pada tahun 2018 produksi etanol

tertinggi dengan jumlah 29.512,18 liter/tahun dan energi 360.048,69 MJ/tahun.

Limbah tongkol jagung yang melimpah perlu ditangani karena akan menyebabkan
64

pencemaran lingkungan (Fachry et al, 2013). Tongkol jagung merupakan salah

satu limbah lignoselulosik yang banyak tersedia di Indonesia. Limbah

lignoselulosik adalah limbah pertanian yang mengandung selulosa, hemiselulosa

dan lignin. Masing-masing merupakan senyawa-senyawa yang potensial dapat

dikonversi menjadi senyawa lain secara biologi. Selulose merupakan sumber

karbon yang dapat digunakan mikroorganisme sebagai substrat dalam proses

fermentasi untuk menghasilkan produk yang mempunyai nilai ekonomi tinggi

(Shofiyanto, 2008).

Proses pembuatan etanol dari limbah tanaman jagung dapat melalui tiga

tahapan yang penting, menghidrolisis lignocellulose menjadi gula, fermentasi gula

ke dalam pemurnian etanol andethanol. Proses menghidrolisis kimia

menggunakan asam sulfat encer. Fermentasi gula ke etanol menggunakan

Saccharomyces Cerevisiae, sedangkan pemurnian alkohol yang dihasilkan melalui

proses distilasi (Iyabu dan Isa, 2019). Pengembangan bioetanol ini sangat menarik

untuk dikembangkan karena kebutuhan yang semakin meningkat dan sifatnya

sebagai energi yang ramah lingkungan atau green energy.

Limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku bioetanol

adalah limbah pertanian organik, yang didalamnya terdapat kandungan gula, pati,

selulosa dan hemiselulosa. Beberapa contoh dari limbah pertanian adalah tetes

tebu, onggok ubi kayu, kulit pisang dan kulit kentang, kemudian mengembangkan

bioetanol dari limbah seperti limbah cucian beras, susu kadaluwarsa, limbah buah

stroberi, limbah kulit nanas, limbah kulit dan bonggol pisang dan sebagainya.

(Susmiati, 2018; Arlianti, 2018). Selain itu, pemanfaatan limbah pertanian yang

digunakan sebagai bahan baku bioetanol Novia, et al (2014) jerami dari sisa

pemanenan padi dapat dimanfaatkan untuk pembuatan energi alternatif. Hal ini
65

dikarenakan jerami padi mengandung lignosellulosa yang merupakan bahan baku

bioetanol generasi-2.

Setiawati, et al (2013) kelebihan pemakaian bioetanol adalah bioetanol

aman digunakan sebagai bahan bakar, titik nyala etanol tiga kali lebih tinggi

dibandingkan bensin, emisi hidrokarbon lebih sedikit, sedangkan kekurangan-

kekurangan bioetanol dibandingkan bensin yaitu pada mesin dingin lebih sulit

melakukan starter bila menggunakan bioetanol dan bioetanol mudah bereaksi

dengan logam seperti magnesium dan aluminium.

Hasil pemanfaatan potensi energi alternatif yang dihasilkan bahan bakar

(briket, gasifikasi dan bioetanol) dari bahan baku limbah tongkol jagung dapat

kita bandingkan potensi energinya, maka perbandingan potensi energi yang

dihasilkan dari ketiga pemanfaatan bahan bakar briket, gasifikasi dan bioetanol

dapat dilihat pada Tabel 4.11 berikut :

Tabel 4.11 Perbandingan potensi energi yang dihasilkan melalui jenis teknologi
pengolahan limbah

No. Jenis teknologi Energi kalor


(MJ/tahun)
1 Briket 152.532,88
2 Gasifikasi 268.899,06
3 Bioetanol 227.180.76
Sumber: Hasil penelitian, 2021 (data diolah)

Berdasarkan Tabel 4.11 di atas menunjukan bahwa total rata-rata

perbandingan potensi energi kalor yang dihasilkan dari masing-masing

pemanfaatan bahan bakar briket, gasifikasi dan bioetanol, maka dapat dilihat

bahwa energi kalor yang terbesar yaitu pada pemanfaatan bahan bakar gasifikasi

sebesar 268.899,06 MJ/tahun.


66

Masyarakat di Kecamatan Tantom Angkola pada umumnya memakai 2

tabung gas elpiji setiap bulan, dimana kebutuhan energi dari 4.234 rumah tangga

dalam 1 tahun adalah 4.775.952 MJ. Berdasarkan Tabel 4.11 bisa dilihat bahwa

energi yang dihasilkan dari briket tidak dapat memenuhi kebutuhan energi

masyarakat, akan tetapi dapat memenuhi kebutuhan energi dari 1 desa yang terdiri

133 rumah tangga, dengan jumlah kebutuhan energi sebesar 150.024 MJ/tahun.

Energi yang dihasilkan dari proses gasifikasi adalah 268.899,06 MJ/tahun.

Energi ini jika dikonversikan terhadap daya listrik maka akan diperoleh energi

listrik sebesar 74.700,15 kWh/tahun. Masyarakat di Kecamatan Tantom Angkola

pada umumnya memakai peralatan listrik seperti TV, lampu penerangan, setrika

dan rice cooker dengan daya listrik yang dibutuhkan sebesar 807 watt/hari, maka

dalam 1 tahun energi listrik yang dibutuhkan dalam memenuhi kebutuhan dari

4.234 rumah tangga adalah 1.247.145,87 kWh/tahun, maka dapat disimpulkan

bahwa energi listrik yang dihasilkan belum mencukupi kebutuhan listrik di

Kecamatan Tantom Angkola, akan tetapi dapat memenuhi kebutuan listrik 2 desa

yang terdiri 133 rumah tangga (39.175,81 kWh/tahun) dan 149 rumah tangga

(43.888,69 kWh/tahun).

Konsumsi bahan bakar seperti bensin atau solar yang digunakan oleh

masyarakat di Kecamatan Tantom Angkola setiap hari rata-rata sebanyak 1 liter,

dimana kebutuhan energi dari 4.234 rumah tangga adalah 5.978.573,12 MJ/tahun.

Berdasarkan Tabel 4.11 energi yang dihasilkan dari teknologi bioetanol tidak dapat

memenuhi energi di wilayah tersebut, akan tetapi dapat memenuhi energi dari 1

desa yang terdiri dari 156 rumah tangga dengan jumlah kebutuhan 215.779,20

MJ/tahun (5.694 liter/tahun). Sehingga dapat disimpulkan pemanfaatan limbah

tongkol jagung dalam memenuhi kebutuhan energi di Kecamatan Tantom Angkola

masih belum tercukupi.


67

4.4 Prospek Potensi Bioenergi Dari Limbah Tongkol Jagung Terhadap


Perekonomian Masyarakat di Kecamatan Tantom Angkola

Pembangunan pertanian pada hakekatnya merupakan rangkaian usaha

dan kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat

yang adil dan merata. Pembangunan desa pada umumnya merupakan bagian

integral dari pembangunan nasioal. Pembangunan yag dilaksanakan di daerah

harus disesuaikan dengan kondisi serta potensi sumber daya alam yang tersedia di

daerah. Diharapkan dalam pelaksanaan sangat dibutuhkan keterpaduan program

lintas sektoral sehingga dalam pemanfaatan sumber daya alam dapat dilakukan

secara efektif dan efesien.

Tanaman jagung dengan usia tanam 140 hari yang telah dipanen oleh

petani biasanya akan diproses menjadi jagung pipil kering yang dijual kepada

pengepul jagung. di Kecamatan Tantom Angkola terdapat 3 pengepul jagung,

yang biasanya para pembeli yang berasal dari luar kota seperti kota Padang akan

datang langsung ke pengepul jagung pipil yang berada di Desa Lumban Ratus,

Purba Tua dan Panabari. Harga jagung pipil kering yang dijual oleh petani

berkisar antara Rp. 3.500 – Rp.4.000.

Pemanfaatan limbah tongkol jagung sebagai bahan baku bioenergi

diharapkan mampu mengurangi limbah hasil pemanenan jagung dan dapat

meningkatkan ekonomi masyarakat yang berada di Kecamatan Tantom Angkola.

Adapun beberapa teknologi yang dapat digunakan adalah dengan pembriketan,

bioetanol dan gasifikasi. Untuk analisa ekonomi dan kelayakan usaha yang

dilakukan adalah sebagai berikut:


68

4.4.1 Analisis ekonomi dan kelayakan usaha briket

Pada proses pembuatan beberapa produk bioenergi dari limbah tongkol

jagung dibutuhkan biaya-biaya yang terdiri dari biaya investasi dan biaya

produksi. Untuk perhitungan biaya-biaya dalam pembuatan briket dari limbah

jagung tersebut dapat dilihat pada Lampiran 3.

Briket merupakan salah satu teknologi dalam pemanfaatan limbah tongkol

jagung, yang dimana untuk biaya produksi, pendapatan, Benefit /Cost (B/C) rasio

dan analisis Return of Invesment (ROI) dapat dilihat pada Tabel 4.12 berikut:

Tabel 4.12 Analisa ekonomi dan kelayakan usaha briket


Pendapatan bersih (15.000 kg x @ 6.000) Satuan 90.000.000
Harga produk produksi Rupiah 68.248.600
Laba kotor dari pendapatan Rupiah 21.751.400
Biaya pemasaran Rupiah 1.200.000
Laba bersih sebelum pajak Rupiah 20.551.400
Pajak 10% Rupiah 2.055.140
Laba bersih setelah pajak Rupiah 18.496.260
B/C rasio Rasio 1,3
ROI Persen 27
Sumber: Hasil penelitian, 2021 (data diolah)

Berdasarkan Tabel 4.12 di atas diketahui dalam proses pembuatan briket

diperlukan total biaya sebesar Rp. 68.248.600, diasumsikan briket yang

dihasilkan adalah 15.000 kg dengan harga briket Rp. 6.000/kg maka pendapatan

bersih yang diterima sebesar Rp. 90.000.000. Adanya potongan biaya pemasaran

sebesar Rp. 1.200.000 dan pajak 10% (Rp. 2.055.140) maka laba bersih yang

diperoleh dalam produksi briket adalah Rp. 18.496.260.

Dari Tabel 4.12 diketahui bahwa nilai B/C rasio briket dengan limbah

tongkol jagung sebesar 1,3 yang berarti bahwa setiap penambahan biaya sebesar
69

Rp. 1.3 sehingga dapat dikatakan bahwa usaha briket dengan pemanfaatan limbah

tongkol jagung ini dapat menguntungkan dan layak untuk dijalankan.

Analisis Return of Invesment (ROI) pemanfaatan limbah tongkol jagung

sebagai briket berdasarkan Tabel 4.12 di atas diketahui sebesar 27 %, artinya

menggambarkan bahwa dari Rp. 1.00 modal yang digunakan akan diperoleh

keuntungan sebesar Rp. 27. Mahardhika dan Dewi (2016) dalam penelitian

mengenai analisis pengembangan usaha pemanfaatan limbah bonggol jagung

diperoleh nilai ROI pengembangan usaha bonggol jagung sebesar 26% dan

berdasarkan kriteria ROI hal ini dapat dikatakan bahwa usaha tersebut

menguntungkan. Besar kecilnya nilai ROI dipengaruhi oleh nilai pendapatan yang

diperoleh dan total biaya yang dikeluarkan oleh usaha tersebut.

Usaha pemanfaatan limbah tongkol jagung sebagai bioenergi di

Kecamatan Tantom Angkola, memiliki tahapan pengerjaan yang cukup panjang

dan tiap tahap (jenis) pengerjaan tersebut menyerap atau membutuhkan tenaga

kerja yang berbeda-beda jumlahnya. Dalam pembuatan briket ini diperlukan 5

tenaga kerja dan usaha ini tergolong dengan industri kecil yang terdiri dari pekerja

untuk mesin pencacah, pengadonan dan pencetakan briket, penjemur briket dan

supir. Muhamad (2018) industri manufaktur dikelompokkan ke dalam 4 golongan

berdasarkan banyaknya pekerja, yaitu: industri besar (100 orang pekerja atau

lebih), industri sedang atau menengah (20 – 29 orang pekerja), industri kecil (5 –

19 orang pekerja) dan industri mikro (1 – 4 orang pekerja).

Briket organik terbuat dari limbah yang mudah diperoleh, tersedia dalam

jumlah banyak dan harga sangat murah atau malah pada beberapa sampah tersebut

(tongkol jagung) bisa diperoleh secara gratis, serta pembuatannya pun relatif
70

mudah. Untuk melihat efisiensi atau penghematan bahan bakar, dapat juga

dilakukan dengan membandingkan nilai kalori persatuan rupiahnya.

Jika suatu rumah tangga membutuhkan minyak tanah sebanyak 4 liter per

hari, nilai kalori minyak tanah adalah 11.000 kal, maka kebutuhan energi rumah

tangga terhadap minyak tanah adalah 44.000 kal/hari. Jika harga minyak tanah

saat ini adalah Rp 11.000 maka satu keluarga membutuhkan biaya energi sebesar

Rp 44.000,00 per hari. Nilai kebutuhan energi minyak tanah ini dijadikan sebagai

dasar perbandingan kebutuhan kebutuhan kalori dari briket. (Mulyati, 2016).

Untuk memenuhi kebutuhan energi rumah tangga sebesar 44.000 kal/hari dengan

menggunakan briket arang (nilai kalor 6,20) dari limbah tanaman jagung, biaya

konsumsi energi dibutuhkan biaya Rp. 37.200,00.

Berdasarkan hasil perbandingan biaya konsumsi minyak tanah, terlihat

jelas efisiensi yang dihasilkan jika menggunakan briket arang sampah daun

kering. Mulyati (2016) dalam penelitian mengenai briket dari sampah daun kering

perbandingan biaya konsumsi energi terlihat jelas efisiensi yang dihasilkan jika

menggunakan briket arang sampah daun kering. untuk memenuhi kebutuhan

energi rumah tangga sebesar 44.000 kal hanya dibutuhkan biaya Rp. 26.647,02.

Maka dapat disimpulkan bahwa harga per kilo kalori briket arang dari sampah

daun kering ini jauh lebih murah jika dibandingkan harga minyak tanah.

Berdasarkan penelitian Latifah, et al (2020) dengan pengembangan

agroforestri suren sangat layak untuk dikembangkan oleh masyarakat di Desa

Sipolha Horison. Keuntungan yang diperoleh petani cukup besar dan masyarakat

dan dalam mengembangkan usahanya masyarakat perlu mendapat dukungan dari

organisasi koperasi maupun kerjasama dengan mitra bisnis.


71

4.4.2 Analisis ekonomi dan kelayakan usaha gasifikasi

Gasifikasi merupakan salah satu teknologi dalam pemanfaatan limbah

tongkol jagung, untuk perhitungan biaya-biaya dalam pembuatan gasifikasi dari

limbah tongkol jagung tersebut secra rinci dapat dilihat pada Lampiran 3. Biaya

produksi, pendapatan, Benefit/Cost (B/C) rasio dan analisis Return of Invesment

(ROI) dapat dilihat pada Tabel 4.13 berikut:

Tabel 4.13 Analisa ekonomi dan kelayakan usaha gasifikasi

Pendapatan bersih (110.000 kWh x @1.440) Satuan 158.400.000


Harga produk produksi Rupiah 156.378.000
Laba kotor dari pendapatan Rupiah 2.022.000
Biaya pemasaran Rupiah 1.200.000
Laba bersih sebelum pajak Rupiah 822.000
Pajak 10% Rupiah 82.200
Laba bersih setelah pajak Rupiah 739.800
B/C rasio Rasio 0,98
ROI Persen 0,47
Sumber: Hasil penelitian, 2021 (data diolah)

Berdasarkan Tabel 4.13 di atas diketahui dalam proses pembuatan

gasifikasi diperlukan total biaya sebesar Rp. 156.378.000, diasumsikan listrik

yang dihasilkan dalam proses gasifikasi adalah 110.000 kWh dengan harga listrik

Rp. 1.440/kWh maka pendapatan bersih yang diterima sebesar Rp. 2.022.000.

Adanya potongan biaya pemasaran sebesar Rp. 1.200.000 dan pajak 10% (Rp.

82.200) maka laba bersih yang diperoleh dalam produksi gasifikasi adalah Rp.

739.800. Dari Tabel 4.13 diketahui bahwa nilai B/C rasio gasifikasi dengan bahan

baku limbah tongkol jagung sebesar 0,98 yang berarti bahwa setiap penambahan

biaya sebesar Rp. 0,98 sehingga dapat dikatakan bahwa usaha gasifikasi dengan
72

pemanfaatan limbah tongkol jagung ini tidak menguntungkan dan tidak layak

untuk dijalankan.

Analisis Return of Invesment (ROI) pemanfaatan limbah tongkol jagung

sebagai briket berdasarkan Tabel 4.13 di atas diketahui sebesar 0,47 %, artinya

menggambarkan bahwa dari Rp. 1.00 modal yang digunakan akan diperoleh

keuntungan sebesar Rp. 0,47. Besar kecilnya nilai ROI dipengaruhi oleh nilai

pendapatan yang diperoleh dan total biaya yang dikeluarkan oleh usaha tersebut.

Susanto (2018) dalam menutupi biaya operasional dan mengembalikan modal

awal sebesar 1,1 milyar digunakan beberapa percobaan dengan tingkatan

menengah sebesar 580 USD/kW, investasi mahal sebesar 870 USD/kW dan

murah sebesar 406 USD/kW. Kelayakan ekonomi untuk bisnis biomassa menjadi

listrik ini dinilai kurang menarik. Perhitungan keekonomian yang dilakukan

Azmi (2014) untuk pembangunan PLT Biomassa 124 MW di Surabaya juga

dinilai tidak layak.

Usaha pemanfaatan limbah tanaman jagung sebagai bioenergi di

Kecamatan Tantom Angkola, memiliki tahapan pengerjaan yang cukup panjang

dan tiap tahap (jenis) pengerjaan tersebut menyerap atau membutuhkan tenaga

kerja yang berbeda-beda jumlahnya. Dalam pembuatan gasifikasi ini diperlukan 4

tenaga kerja dan usaha ini tergolong dengan industri kecil yang terdiri dari pekerja

untuk persiapan bahan baku, pemposesan dan transportasi. Muhamad (2018)

industri manufaktur dikelompokkan ke dalam 4 golongan berdasarkan banyaknya

pekerja, yaitu: industri besar (100 orang pekerja atau lebih), industri sedang atau

menengah (20 – 29 orang pekerja), industri kecil (5 – 19 orang pekerja) dan

industri mikro (1 – 4 orang pekerja).


73

4.4.3 Analisis ekonomi dan kelayakan usaha bioetanol

Bioetanol merupakan salah satu teknologi dalam pemanfaatan limbah

tongkol jagung, untuk perhitungan biaya-biaya dalam pembuatan briket dari

limbah jagung tersebut secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 3. Biaya produksi,

pendapatan, Benefit/Cost (B/C) rasio dan analisis Return of Invesment (ROI)

dapat dilihat pada Tabel 4.14 berikut:

Tabel 4.14 Analisa ekonomi dan kelayakan usaha bioetanol

Pendapatan bersih (15.000 L x @ 12.500) Satuan 187.500.000


Harga produk produksi Rupiah 130.569.200
Laba kotor dari pendapatan Rupiah 56.930.800
Biaya pemasaran Rupiah 1.200.000
Laba bersih sebelum pajak Rupiah 55.730.800
Pajak 10% Rupiah 5.573.080
Laba bersih setelah pajak Rupiah 50.157.720
B/C rasio Rasio 1,4
ROI Persen 38
Sumber: Hasil penelitian, 2021 (data diolah)

Berdasarkan Tabel 4.14 di atas diketahui dalam proses pembuatan

bioetanol diperlukan total biaya sebesar Rp. 130.569.200, diasumsikan bioetanol

yang dihasilkan adalah 15.000 liter dengan harga bioetanol Rp. 12.500/liter maka

pendapatan bersih yang diterima sebesar Rp. 187.500.000. Adanya potongan

biaya pemasaran sebesar Rp. 1.200.000 dan pajak 10% (Rp. 5.573.080) maka

laba bersih yang diperoleh dalam produksi briket adalah Rp. 50.157.720. Dari

Tabel 4.14 diketahui bahwa nilai B/C rasio bioetanol dengan bahan baku limbah

tongkol jagung sebesar 1,4 yang berarti bahwa setiap penambahan biaya sebesar

Rp. 1.4 sehingga dapat dikatakan bahwa usaha briket dengan pemanfaatan limbah

tongkol jagung ini dapat menguntungkan dan layak untuk dijalankan.


74

Analisis Return of Invesment (ROI) pemanfaatan limbah tongkol jagung

sebagai bioetanol berdasarkan Tabel 4.14 di atas diketahui sebesar 38 %, artinya

menggambarkan bahwa dari Rp. 1.00 modal yang digunakan akan diperoleh

keuntungan sebesar Rp. 38. Besar kecilnya nilai ROI dipengaruhi oleh nilai

pendapatan yang diperoleh dan total biaya yang dikeluarkan oleh usaha tersebut.

Usaha pemanfaatan limbah tongkol jagung sebagai bioenergi di

Kecamatan Tantom Angkola, memiliki tahapan pengerjaan yang cukup panjang

dan tiap tahap (jenis) pengerjaan tersebut menyerap atau membutuhkan tenaga

kerja yang berbeda-beda jumlahnya. Dalam pembuatan bioetanol ini diperlukan 6

tenaga kerja dan usaha ini tergolong dengan industri kecil yang terdiri dari

pekerja untuk persiapan bahan baku, pemrosesan, pergudangan dan supir.

Muhamad (2018) industri manufaktur dikelompokkan ke dalam 4 golongan

berdasarkan banyaknya pekerja, yaitu: industri besar (100 orang pekerja atau

lebih), industri sedang atau menengah (20 – 29 orang pekerja), industri kecil (5 –

19 orang pekerja) dan industri mikro (1 – 4 orang pekerja).

Jika suatu rumah tangga membutuhkan minyak tanah sebanyak 4 liter per

hari, nilai kalori minyak tanah adalah 11.000 kal, maka kebutuhan energi rumah

tangga terhadap minyak tanah adalah 44.000 kal/hari. Jika harga minyak tanah

saat ini adalah Rp 11.000 maka satu keluarga membutuhkan biaya energi sebesar

Rp 44.000,00 per hari. Nilai kebutuhan energi minyak tanah ini dijadikan sebagai

dasar perbandingan kebutuhan kebutuhan kalori dari bahan bakar (Mulyati, 2016).

Untuk memenuhi kebutuhan energi rumah tangga sebesar 44.000 kal/hari dengan

menggunakan bioetanol (nilai kalor 3,60) dari limbah tongkol jagung, biaya

konsumsi energi dibutuhkan biaya Rp. 45.000,00.


75

Berdasarkan hasil perbandingan biaya konsumsi minyak tanah, terlihat

jelas efisiensi yang dihasilkan jika menggunakan minyak tanah. Karena harga per

kilo kalori minyak tanah ini jauh lebih murah jika dibandingkan harga bioetanol.

Hasil pemanfaatan potensi energi alternatif yang dihasilkan bahan bakar

(briket, gasifikasi dan bioetanol) dari bahan baku limbah tongkol jagung dapat

kita bandingkan kelayakan usaha dari setiap teknologi. Maka perbandingan biaya

investasi, B/C rasio dan ROI yang dari ketiga pemanfaatan bahan bakar briket,

gasifikasi dan bioetanol dapat dilihat pada Tabel 4.15 berikut:

Tabel 4.15 Perbandingan analisa ekonomi dari teknologi pengolahan limbah

No. Uraian Briket Gasifikasi Bioetanol

1 Biaya investasi 68.248.600 156.378.000 130.569.200


(Rupiah)
2 B/C rasio 1,3 0,98 1,4
(Rasio)
3 ROI 27 0,47 38
(Persen)
4 Keterangan Layak Tidak layak Layak
Sumber: Hasil penelitian, 2021 (data diolah)

Berdasarkan Tabel 4.15 dapat dilihat bahwa pengembangan usaha

pemanfaatan limbah tongkol jagung di Kecamatan Tantom Angkola dengan

menggunakan beberapa teknologi (briket, gasifikasi dan bioetanol) secara teoritis

dapat disimpulkan bahwa dari ketiga teknologi pengolahan tersebut yang layak

untuk dijalankan sebagai usaha adalah briket dan bioetanol.

Pengembangan usaha briket dan bioetanol dianggap layak untuk

dijalankan karena dapat memberikan keuntungan bagi masyarakat dan terbukanya

lapangan pekerjaan yang baru di Kecamatan Tantom Angkola, seperti yang


76

diketahui bahwa masyarakat di Kecamatan Tantom Angkola ini hampir setengah

penduduknya bekerja pada sektor pertanian. Usaha di sektor pertanian juga tidak

homogen. Ada petani yang menjalankan usahataninya dengan tujuan utama

pemenuhan pangan keluarga (subsistem), namun ada juga petani yang mengelola

usahataninya dengan sepenuhnya bermotif keuntungan finansial. Kondisi yang

beragam ini tentunya memiliki implikasi penting bagi perumusan strategi,

kebijakan dan program pembangunan pertanian ke depan. Setiap unsur atau

komponen yang menjadi landasan pertanian perlu dikembangkan dengan optimal.

Gasifikasi tidak layak dikembangkan karena biaya investasi yang tinggi

dan juga harga jual listrik ke PLN yang murah. Umary, et al (2019) investasi

bertujuan untuk meningkatkan produksi dan produktifitas yang lebih tinggi yang

akan mengakibatkan surplus yang lebih besar, sehingga mempengaruhi proses

investasi pada sektor yang satu atau yang lainnya, dengan begitu kesempatan

kerja semakin meningkat sehingga mempengaruhi penyerapan tenaga kerja.

Investasi dianggap mempunyai pengaruh terhadap perkembangan sektor industri

yang berunjung kepada terbukanya kesempatan kerja sehingga dapat mengurangi

tingkat pengangguran. Investasi merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi permintaan tenaga kerja.

Sumber pendapatan rumahtangga pedesaan berasal dari pertanian, tenaga

kerja upahan di desa, ataupun dari migrasi. Sumber pendapatan migrasi adalah

dari anggota rumahtangga yang bekerja di luar pedesaan atau bahkan bekerja di

luar negeri. Pertumbuhan sektor pertanian yang diikuti oleh naiknya pendapatan

penduduk pedesaan akan meningkatkan tabungan. Tabungan tersebut merupakan

sumber modal untuk membiayai pembangunan sektor non-pertanian (Tola, 2016).


77

Penyerapan tenaga kerja berkaitan dengan penghasilan tenaga kerja dan

pendapatan nasional, sebab jumlah barang dan jasa yang dihasilkan oleh

penduduk suatu bangsa akan mempengaruhi jumlah pendapatan nasionalnya. Laju

pertumbuhan PDRB Kabupaten Tapanuli Selatan atas harga konstan (persen) dan

laju pertumbuhan PDRB Kabupaten/Kota Sumatera Utara menurut lapangan

usaha 2016-2020 dapat dilihat pada Tabel 4.16 dan 4.17 berikut:

Tabel 4.16 Laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Tapanuli Selatan atas dasar harga
konstan 2010 menurut lapangan usaha 2016-2020
Lapangan usaha 2016 2017 2018 2019 2020
A Pertaian, Kehutanan, dan 2,90 5,02 4,09 5,28 3,96
Perikanan
B Pertambangan dan 3,71 1,91 2,97 -0,70 -5,91
Penggalian
C Industri Pengolahan 4,23 2,10 5,58 4,88 -4,35
D Pengadaan Listrik, Gas 8,71 6,47 6,81 6,78 6,74
E Pengadaan Air, Pengelolaan 6,71 7,67 5,52 5,55 4,38
Sampah, Limbah dan Daur
Ulang
F Konstruksi 9,84 8,39 8,62 8,64 -2,47
G Perdagangan Besar dan 9,45 8,24 6,76 6,70 -1,48
Eceran, dan Reparasi Mobil
dan Sepeda Motor
H Transportasi dan 6,52 8,77 6,55 6,67 -3,05
Pergudangan
I Penyediaan Akomodasi dan 8,07 8,20 7,80 7,84 -2,24
Makan Minum
J Informasi dan Komunikasi 7,76 8,57 8,47 8,50 7,14
K Jasa Keuangan dan Asuran 2,39 1,98 3,27 3,14 4,24
L Real Estate 8,38 6,21 6,83 6,60 3,88
M,N Jasa Perusahaan 5,95 7,46 5,82 5,40 -2,71
O Administrasi Pemerintahan, 8,91 4,63 7,02 7,73 -0,40
Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib
P Jasa Pendidikan 6,96 6,99 7,05 7,02 4,20
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan 7,37 7,65 7,70 7,50 3,65
Sosial
R,S,T,U Jasa lainnya 6,50 7,55 6,09 6,54 -1,78
PRODUK DOMESTIK REGIONAL 5,12 5,21 5,19 5,23 0,39
BRUTO
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan, 2020
78

Tabel 4.17 Laju pertumbuhan PDRB Kabupaten/Kota di Sumatera Utara menurut


lapangan usaha 2016-2020 (persen)

Kabupaten/Kota 2016 2017 2018 2019 2020


Asahan 5,62 5,48 5,61 5,64 0,21
Batu Bara 8,50 7,99 7,44 6,49 2,76
Dairi 5,07 4,93 5,01 4,82 -0,94
Deli Serdang 5,32 5,10 5,15 5,18 1,78
Humbang Hasundutan 5,00 5,02 5,04 4,94 -0,13
Karo 5,17 5,21 4,55 4,60 -0,80
Labuhanbatu 5,06 5,00 5,06 5,07 0,09
Labuhanbatu Selatan 5,19 5,09 5,27 5,35 0,80
Labuhanbatu Utara 5,21 5,11 5,20 5,15 0,27
Langkat 4,98 5,05 5,02 5,07 -0,86
Mandailing Natal 6,18 6,09 5,79 5,30 -0,94
Nias 5,03 5,01 4,95 5,04 1,80
Nias Barat 4,83 4,81 4,77 4,82 1,66
Nias Selatan 4,41 4,70 4,88 5,03 0,61
Nias Utara 4,59 4,43 4,39 4,68 1,58
Padang Lawas 6,06 5,71 5,96 5,64 1,18
Padang Lawas Utara 5,96 5,54 5,58 5,61 1,14
Pakpak Bharat 5,97 5,94 5,85 5,87 -0,18
Samosir 5,27 5,35 5,58 5,39 -0,59
Serdang Bedagai 5,14 5,16 5,17 5,28 -0,44
Simalungun 5,40 5,13 5,18 5,20 1,01
Tapanuli Selatan 5,12 5,21 5,19 5,23 0,39
Tapanuli Tengah 5,12 5,24 5,20 5,18 -0,76
Tapanuli Utara 4,12 4,15 4,35 4,62 1,50
Toba Samosir 4,76 4,91 4,94 4,88 -0,27
Binjai 5,54 5,39 5,46 5,51 -1,83
Gunungsitoli 6,03 6,01 6,03 6,05 0,38
Medan 6,27 5,81 5,92 5,93 -1,98
Padangsidempuan 5,29 5,32 5,45 5,51 -0,73
Pematangsiantar 4,86 4,41 4,80 4,82 -1,89
Sibolga 5,15 5,27 5,25 5,20 -1,36
Tanjungbalai 5,76 5,51 5,77 5,79 -0,47
Tebing Tinggi 5,11 5,14 5,17 5,15 -0,70
SUMATERA UTARA 5,18 5,12 5,18 5,22 -1,07
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan, 2020
79

Peranan masing-masing sektor terhadap PDRB Kabupaten Tapanuli

Selatan dalam kurun tahun 2016 - 2020 dari Tabel 4.16 terlihat bahwa dari sektor

pertanian di Kabupaten Tapanuli Selatan kontribusi terbesar pada tahun 2019

sebesar 5,28% dan menurun pada tahun 2020 sebesar 3,96%. Data yang tersaji

pada Tabel 4.17 menjelaskan bahwa kondisi kesejahteraan masing-masing

kabupaten/kota pada tahun 2020 terdapat 17 kabupaten/kota yang mengalami

pertumbuhan negatif. Kabupaten Batu Bara merupakan daerah dengan

pertumbuhan tinggi yaitu 2,76%, Kabupaten Tapanuli Selatan dengan laju

pertumbuhan 0,39% sangat perlu untuk dilakukan pengembangan potensi yang

ada sebagai upaya peningkatan PDRB.

Pemanfaatan limbah tongkol jagung sebagai bioenergi dapat meningkatkan

PDRB dengan potensi sektor pertanian yang ada dan harus dikelola dengan baik

serta dikembangkan untuk mengurangi ketimpangan ekonomi wilayah. Semakin

tinggi jumlah pendapatan masyarakat karena barang dan jasa, memungkinkan

dilakukannya tabungan yang bisa dipergunakan untuk investasi.

Priyadi dan Riyanto (2014) PDRB berpengaruh positif dan signifikan

terhadap perkembangan UKM di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pertumbuhan produk baik barang maupun jasa menjadi indikator penting dalam

pertumbuhan ekonomi, sehingga semakin tinggi PDRB semakin tinggi

pertumbuhan ekonomi di Yogyakarta, dengan demikian perkembangan UKM di

Yogyakarta juga akan semakin meningkat.

Pada sektor pertanian terdapat berbagai komonitas atau konsumsi yang

bisa dihasilkan pada lahan tersebut baik tanaman jangka panjang maupun tanaman

jangka pendek, yang semuanya bila dikembangkan dengan baik akan dapat

meningkatkan kesejahteraan penduduk. Pengembangan bioenergi pedesaan dapat


80

didekati melalui pendekatan secara inklusif dimana masyarakat terlibat secara

proporsional. BumDes bioenergi selain menyediakan listrik, secara sosial dapat

menumbuhkan lembaga-lembaga serta institusi-institusi lokal, inisiatif lokal dan

kawasan yang sebelumnya eksklusif menjadi kawasan yang inklusif karena

melibatkan masyarakat dan kehadirannya dapat menciptakan manfaat ekonomi

bagi masyarakat sekitar. Melalui cara ini maka kesenjangan kepentingan antara

perusahaan dan masyarakat desa mampu diredam. Ketika hal itu terjadi, maka

potensi konflik sosial dan lingkungan hidup yang biasanya timbul dari kelapa

sawit secara tidak langsung dapat diminimalisasi (Sudaryanti, `2017).

Pembangunan pertanian dan pedesaan perlu dilakukan secara paripurna,

terintegrasi dan sinergi. Unsur-unsur pertanian pokok adalah (a) petani dan

keluarganya, (b) sumber daya alam, (c) teknologi (d) dan lingkungan sosial-

budayanya. Keempat unsur ini menjadi satu kesatuan yang saling terkait dan

mempengaruhi.

Sektor industri di Kecamatan Tantom Angkola tergolong masih sedikit,

adapun beberapa industri yang ada seperti industri makanan ringan, kerajinan

tangan dan penggilingan padi. Industri yang berada di wilayah tersebut berskala

sedang. Industri penggilingan padi adalah industri yang paling banyak di wilayah

ini, yaitu terdapat 17 usaha penggilingan padi. Pemanfaatan limbah tongkol

jagung sebagai bahan baku bioenergi berdasarkan analisis ekonomi, usaha briket

dan bioetanol layak untuk dijalankan, sehingga mampu untuk mendorong

pertumbuhan ekonomi di wilayah Kecamatan Tantom Angkola.

Industrialiasasi pedesaan merupakan suatu langkah pembangunan untuk

mendorong pertumbuhan ekonomi. Kegiatan industri ini tidak dipusatkan di

perkotaan, melainkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di tingkat pedesaan


81

dengan tujuan agar pembangunan tersebar secara merata hingga ke lapisan akar

rumput. Hadirnya industri di pedesaan dari aspek ekonomi, berdirinya suatu

industri di pedesaan dapat membuka kesempatan bekerja dan kesempatan

berusaha bagi warga sekitar.

Program industrialisasi pedesaan merupakan usaha untuk memajukan

masyarakat yang masih agraris ke arah masyarakat industrial. Industrialisasi

pedesaan bertujuan antara lain mendorong pertumbuhan pedesaan dengan

mendiversifikasi sumber pendapatan, meningkatkan kesempatan kerja baru,

meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan usaha, mendekatkan hubungan

fungsional sektor pertanian dan sektor usaha, mengendalikan urbanisasi dan

mengurangi kemiskinan di pedesaan. Pengembangan industri pedesaan sendiri

dapat dikarenakan oleh berbagai faktor seperti ketersediaan lokasi sumberdaya

dan akses, sehingga tidak semua industri begitu saja dibangun di pedesaan.

Pengembangan pembangunan industri pada daerah pedesaan biasanya akan

mengakibatkan perubahan lingkungan berupa berkembangnya jaringan

infrastruktur yang dibarengi dengan segala aktivitas yang ada di dalamnya.

4.5 Strategi Pengembangan Bioenergi Dari Limbah Tongkol Jagung di


Kecamatan Tantom Angkola

Penyusunan strategi pengembangan bioenergi dari limbah tongkol jagung

bertujuan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat dengan memanfaatkan

limbah tongkol jagung di Kecamatan Tantom Angkola, Kabupaten Tapanuli

Selatan. Pada penelitian ini metode analisis data yang digunakan adalah dengan

Analisis SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities and Threats Analysis) yaitu

suatu bentuk analisis dengan melihat potensi atau kekuatan, kelemahan, peluang

dan ancaman atau kendala. Analisis SWOT ini diawali dengan inventarisasi dan
82

klarifikasi terhadap permasalahan atau kelemahan dan kelebihan atau kekuatan

baik secara internal maupun secara eksternal di Kecamatan Tantom Angkola.

Analisis SWOT yang dilakukan secara kualitatif didukung dengan adanya

analisis SWOT secara kuantitatif. Analisis SWOT ini digunakan untuk

mengetahui pengaruh internal dan eksternal pemanfaatan bioenergi dari limbah

tongkol jagung atas kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Hal ini tentunya

berdasarkan metode penelitian kuantitatif, serta perumusan strategi pengembangan

berdasarkan potensi yang dimiliki Kecamatan Tantom Angkola. Pemanfaatan

bioenergi dari limbah tongkol jagung terdiri dari faktor internal dan eksternal yang

telah diidentifikasi. Berdasarkan hasil perhitungan skor kuesioner responden dari

narasumber terkait didapatkan hasil sebagai berikut :

4.5.1 Analisis data input

Analisis data input dilakukan dengan melihat lingkungan internal dan

eksternal yang mempengaruhi dalam pengembangan bioenergi dari limbah

tongkol jagung di Kecamatan Tantom Angkola.

4.5.1.1 Faktor internal

Analisis faktor internal dilakukan dengan identifikasi terhadap faktor-

faktor strategis internal yang meliputi aspek kekuatan dan kelemahan. Faktor

internal yang merupakan suatu kekuatan untuk pengembangan usaha

pemanfaatan limbah tongkol jagung sebagai bioenergi:

1. Kecamatan Tantom Angkola merupakan sentra produksi tanaman jagung.

Bedasarkan data BPS (2020) di Kabupaten Tapanuli Selatan untuk

produksi tanaman jagung tertinggi berada di wilayah ini.


83

2. Tersedianya sumber daya yang potensial untuk pengembangan bioenergi.

Berdasarkan analisis limbah dari tongkol jagung dari tahun 2016 – 2020

secara teoritis rata-rata limbah tongkol jagung di Kecamatan Tantom

Angkola sebanyak 130,95 ton/tahun

3. Teknologi bioenergi telah tersedia. Pemanfaatan limbah sisa-sisa pertanian

ataupun perkebunan sudah banyak dilakukan di daerah lain, seperti

Provinsi Riau, Sumatera Utara, dll. Kemudahan dalam penerapan

teknologi ini dikarenakan sudah banyak beredar di pasaran alat atau mesin

pengolahannya.

4. Ketersediaan tenaga kerja yang cukup. Jumlah penduduk di Kecamatan

Tantom Angkola menurut BPS (2020) sebesar 16.026 jiwa, dimana

penduduk dengan usia produktif dengan usia berkisar 15 – 64 tahun

sebanyak 10.516 jiwa.

5. Potensi ekonomi yang tinggi karena harga jual yang lebih tinggi. Harga

jual briket (Rp. 6.000,00) per kilogram, bioetanol (Rp. 12.500,00) per liter

dan listrik (Rp. 1.440,00) per kWh. Menurut informasi dari salah satu

pengusaha jagung di Kecamatan Tantom Angkola biasanya petani jagung

akan menerima Rp. 3.500,00-4.000,00 per kilogram jagung yang sudah

dipipil.

6. Adanya infrastruktur yang mendukung (jalan, listrik dan lainnya) yang

sudah memadai. Kondisi jalan yang baik, serta listrik yang telah

mendukung akan memudahkan dalam proses pengolahan dan distribusi

hasil pemanfaatan limbah.


84

Faktor internal yang merupakan suatu kelemahan yang menjadi hambatan

dalam pengembangan pengembangan bioenergi dari limbah tongkol jagung di

Kecamatan Tantom Angkola Kabupaten Tapanuli Selatan yaitu:

1. Pengetahuan mengenai teknik pemanfaatan bioenergi masyarakat yang

minim. Berdasarkan informasi dari ketua penyuluh pertanian lapangan

(PPL) di Kecamatan Tantom Angkola, pengetahuan dan penguasaan

teknologi pertanian masyarakat di kawasan ini masih sebatas penggunaan

hand tractor, serta mesin-mesin pengolahan pasca panen seperti jagung,

padi dan kopi.

1. Adanya keterbatasan modal. Petani jagung di Kecamatan Tantom Angkola

menurut Sekretaris Kantor Camat Tantom Angkola mendapatkan

keuntungan sebesar Rp. 1.200.000,00 dalam sekali panen yang digunakan

untuk kebutuhan rumah tangga, pendidikan dan kesehatan.

2. Ketersediaan pasar terbatas. Berdasarkan informasi dari Dinas Pertanian,

permintaan akan bioenergi seperti briket dan bioetanol masih sedikit di

wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan, diakibatkan masih banyak

masyarakat menggunakan bahan bakar seperti minyak tanah, kayu bakar

dan gas elpiji.

3. Belum adanya akurasi data dari pemerintah tentang besarnya permintaan

dan penawaran bioenergi. Alasan yang mendasari data permintaan dan

penawaran bioenergi karena pasar yang terbatas.

4.5.1.2 Faktor eksternal

Analisis faktor eksternal dilakukan dengan identifikasi terhadap faktor-

faktor strategis eksternal yang meliputi aspek peluang dan ancaman. Beberapa
85

peluang yang mendukung pengembangan bioenergi dari limbah tongkol jagung

di Kecamatan Tantom Angkola Kabupaten Tapanuli Selatan yaitu:

1. Membuka kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar. Berdasarkan data BPS

(2020) penduduk yang tidak bekerja di Kecamatan Tantom Angkola

tergolong tinggi dibandingkan dengan penduduk yang bekerja yaitu

berjumlah 6502 jiwa.

2. Meningkatnya perkembangan IPTEK masyarakat. Pendidikan dan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang lebih maju sangat

diperlukan dalam mengoptimalkan produksi sumber energi yang sudah ada.

3. Adanya dukungan dan bantuan dari Pemerintah. Berdasarkan informasi dari

Dinas Pertanian Kabupaten Tapanuli Selatan, pemerintah dapat memberikan

dukungan berupa pemberian insentif fiscal, kemudahan perizinan, dll.

Surono (2019) sejalan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun

2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) dimana pengembangan

energi baru terbarukan (EBT) menjadi prioritas nasional.

4. Penerapan teknologi bioenergi dapat mengurangi limbah tongkol jagung di

Kecamatan Tantom Angkola. Penerapan bioenergi sebagai salah satu cara

dalam mengatasi limbah pertanian ataupun perkebunan dengan penggunaan

teknologi yang sesuai.

Faktor yang menjadi ancaman pengembangan bioenergi dari limbah tongkol

jagung di Kecamatan Tantom Angkola Kabupaten Tapanuli Selatan yaitu:

1. Belum sepenuhnya ditunjang dari sikap dan partisipasi masyarakat dalam

pengembangan pemanfaatan limbah tongkol jagung. Masyarakat di


86

Kecamatan Tantom Angkola pada umumnya hanya membuang atau

membakar begitu saja limbah jagung.

2. Belum adanya usaha kemitraan dengan instansi terkait pengolahan limbah

tongkol jagung. Berdasarkan informasi dari Dinas Lingkungan Hidup

Kabupaten Tapanuli Selatan, untuk daerah Tapanuli Selatan hanya terdapat

pengolahan limbah perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Batang Toru.

3. Alih fungsi lahan menjadi tanaman tahunan seperti sawit. Berdasarkan

informasi dari Sekretaris di Kantor Camat Tantom Angkola, masyarakat di

Kecamatan Tantom Angkola mulai tergiur dengan tanaman sawit,

dikarenakan tanaman sawit ini memiliki umur rata-rata 25 tahun.

Woittiez, et al (2017) tanaman kelapa sawit mulai berbuah saat berumur

sekitar tiga tahun dan masa produktifnya rata-rata sekitar 25 tahun.

4.5.2 Analisis faktor internal dan eksternal

Matrik IFAS yang merupakan penjabaran detail dan secara kuantitatif atas

variabel kekuatan dan kelemahan. Dalam matrik ini ada penentuan skor atau

rating yang dilakukan dengan dasar sebagai berikut: kekuatan, rating 1 = sangat

kecil; 2 = kecil; 3 = besar; 4 = sangat besar. Faktor internal kelemahan, pemberian

scorenya merupakan kebalikan dari kekuatan, sedangkan untuk membedakan

nilai bobot antara range 0 - 1, untuk tiap-tiap variabel berdasarkan penting atau

tidak pentingnya kriteria memberikan dampak terhadap faktor strategis, nilai

bobot 0 menunjukkan tidak penting dan nilai bobot 1 menunjukkan sangat

penting. Hasil analisa faktor internal dalam analisis pengembangan bioenergi dari

limbah tongkol jagung di Kecamatan Tantom Angkola Kabupaten Tapanuli

Selatan dapat dilihat pada Tabel 4.18 berikut:


87

Tabel 4.18 Hasil faktor internal SWOT


Faktor internal strategis Bobot Rating Skor
Kekuatan
1. Kecamatan Tantom Angkola 0,208 4 0,832
merupakan sentra produksi tanaman
jagung
2. Tersedianya limbah tongkol jagung 0,173 3 0,519
saat panen
3. Ketersediaan tenaga kerja yang cukup 0,156 3 0,468
dalam usaha pertanian
4. Potensi ekonomi yang tinggi karena 0,156 3 0,468
harga jual yang lebih tinggi
5. Memiliki SDM yang berusia muda dan
potensial untuk dikembangkan 0,156 3 0,468
6. Adanya infrastruktur yang mendukung
(jalan, listrik dan lainnya) yang sudah
memadai 0,147 2 0,294
Jumlah 1 3,049
Kelemahan
1. Belum adanya akurasi data dari 0,262 3 0,786
Pemerintah tentang besarnya
Permintaan dan penawaran bioenergi
2. Ketersediaan pasar terbatas 0,250 3 0,750
3. Pengetahuan mengenai teknik 0,200 2 0,400
Pemanfaatan bioenergi masyarakat
yang minim
4. Keterbatasan pengetahuan kandungan 0,162 2 0,324
nutrisi limbah tanaman pangan
5. Adanya keterbatasan modal 0,125 1 0,125
Jumlah 1 2,385
Sumber: Hasil penelitian, 2021 (data diolah)
88

Berikutnya disusun Matrik EFAS (Eksternal Strategic Factor Analysis


Summary). Hasil analisa faktor eksternal dalam analisis pengembangan bioenergi
dari limbah tongkol jagung di Kecamatan Tantom Angkola Kabupaten Tapanuli
Selatan dapat dilihat pada Tabel 4.19 berikut:
Tabel 4.19 Hasil faktor eksternal SWOT
Faktor eksternal strategis Bobot Rating Skor
Peluang
1. Membuka kesempatan kerja bagi 0,230 3 0,690
masyarakat sekitar
2. Meningkatnya perkembangan IPTEK 0,200 3 0,600
Masyarakat
3. Penerapan teknologi bioenergi dapat 0,200 2 0,400
mengurangi limbah tongkol jagung di
Kecamatan Tantom Angkola
4. Adanya dukungan dan bantuan dari 0,180 2 0,360
pemerintah
5. Adanya teknologi bioenergi 0,180 2 0,360
Jumlah 1 2,410
Ancaman
1. Belum sepenuhnya ditunjang dari sikap 0,300 3 0,600
dan partisipasi masyarakat dalam
pengembangan pemanfaatan limbah
tongkol jagung
2. Adanya persaingan bahan baku 0,257 2 0,514
dengan usaha kompos
3. Belum adanya usaha kemitraan 0,228 2 0,456
dengan instansi terkait pengolahan
limbah tongkol jagung
4. Alih fungsi lahan menjadi tanaman 0,214 2 0,428

tahunan seperti sawit


Jumlah 1 1,998
Sumber: Hasil penelitian, 2021 (data diolah)
89

Berdasarkan penjelasan Tabel 4.18 diperoleh total skor faktor strategi

internal kekuatan (strength) sebesar 3,049 dan faktor strategi internal

kelemahan (weakness) sebesar 2,385. Rata-rata tertimbang kekuatan dikurangi

rata-rata tertimbang kelemahan = 3,049 – 2,385 = 0,664. Hasil dari rata-rata

tertimbang tersebut merupakan titik koordinat sumbu “x” pada diagram

analisis SWOT.

Berdasarkan penjelasan Tabel 4.19 diperoleh total skor faktor strategi

eksternal peluang (opportunity) sebesar 2,410 dan faktor strategi ancaman

(threats) sebesar 1,998. Rata-rata tertimbang peluang dikurangi rata-rata

tertimbang ancaman = 2,410 – 1,998 = 0,412. Hasil dari rata-rata tertimbang

tersebut merupakan titik koordinat sumbu “y” pada diagram analisis SWOT.

Berdasarkan hasil-hasil yang didapat dari analisis internal dan eksternal pada

Tabel 4.18 dan 4.19 dapat dirangkum sebagai berikut : (1). Skor total kekuatan

adalah 3,049 (2). Skor total kelemahan adalah 2,385. (3) Skor total peluang

adalah 2,410 dan (4) Skor total ancaman adalah 1,998.

Dari hasil perhitungan di atas, dalam perhitungan strateginya

memerlukan penegasan dari adanya posisi sumbu yaitu antara kekuatan dan

kelemahan, maupun peluang dan ancaman. Dari analisis tersebut dapat diketahui

bahwasanya faktor kekuatan lebih besar dari kelemahan dan faktor peluang

lebih kecil dari ancaman, oleh karena itu posisinya berada di kuadran 1 yang

berarti pengembangan pemanfaatan bioenergi dari limbah tongkol jagung di

Kecamatan Tantom Angkola Kabupaten Tapanuli Selatan memiliki peluang dan

sekaligus memiliki kekuatan seperti yang terlihat pada Gambar 4.4 di bawah ini.
90

Peluang (O)

Kuadran III Kuadran I

0,664(x) ; 0,412 (y)

Kelemahan (W) Kekuatan (S)

Kuadran IV Kuadran II

Ancaman (T)

Gambar 4.4 Hasil analisis SWOT

Faktor internal dan eksternal menentukan posisi pemanfaatan bioenergi dari

limbah tongkol jagung di Kecamatan Tantom Angkola Kabupaten Tapanuli

Selatan. Hasil total skor yang diperoleh dari analisa faktor internal adalah total

skor kekuatan dikurangi total skor kelemahan sebesar 0,664 dan faktor eksternal

adalah total skor peluang dikurangi total skor ancaman sebesar 0,412 maka

strategi yang sesuai berada pada kuadran I. Strategi yang dijalankan pada kuadran

I merupakan situasi yang sangat menguntungankan. Strategi yang harus

diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan petumbuhan yang

agresif (growth oriented strategy) yaitu menggunakan kekuatan untuk

memperoleh peluang dan keuntungan dalam pemanfaatan bioenergi dari limbah

tongkol jagung di Kecamatan Tantom Angkola Kabupaten Tapanuli Selatan.


91

Berdasarkan analisis IFAS, EFAS dan matrik internal eksternal maka dapat

disusun alternatif strategi yang dapat disarankan, yakni strategi SO, strategi ST,

strategi WO dan strategi WT seperti pada Tabel 4.20 berikut:

Tabel 4.20 Matrik SWOT


STRENGTHS (S) WEAKNESSES (W)

1. Kecamatan Tantom Angkola 1. Pengetahuan mengenai teknik


merupakan sentra produksi tanaman pemanfaatan bioenergi masyarakat
Faktor Internal jagung yang minim
2. Tersedianya limbah tongkol jagung 2. Keterbatasan pengetahuan
saat panen kandungan nutrisi limbah tanaman
3. Ketersediaan tenaga kerja yang cukup pangan
dalam usaha pertanian 3. Adanya keterbatasan modal
4. Potensi ekonomi yang tinggi karena 4. Ketersediaan pasar terbatas
harga jual yang lebih tinggi 5. Belum adanya akurasi data dari
5. Memiliki SDM yang berusia muda Pemerintah tentang besarnya
dan potensial untuk dikembangkan permintaan dan penawaran
6. Adanya infrastruktur yang bioenergi
Faktor Eksternal mendukung (jalan, listrik dan
lainnya) yang sudah memadai

OPPORTUNITIES (O) STRATEGI-SO STRATEGI-WO


1. Pembinaan yang berkesinambungan
1. Membuka kesempatan kerja bagi kepada masyarakat mengenai 1. Mengalokasikan sumber dana yang
masyarakat sekitar bioenergi. memadai untuk melakukan riset atau
2. Meningkatnya perkembangan 2. Membantu penyediaan akses energi kajian, percobaan dan penerapan
IPTEK masyarakat modern kepada masyarakat dan dalam skala nasional.
3. Adanya dukungan dan bantuan dari komersial melalui penerbitan 2. Implementasi EBTKE hampir selalu
Pemerintah insentivf dan kemudahan investasi memerlukan penguasaan teknologi.
4. Penerapan teknologi bioenergi EBT. Litbang diarahkan untuk
dapat mengurangi limbah tongkol 3. Pengoptimalan peran dari mempercepat alih teknologi dan
jagung di Kecamatan Tantom Pemerintah Kabupaten Tapanuli peningkatan efiiensi serta mendorong
Angkola Selatan untuk mengembangkan rekayasa teknologi penyediaan dan
5. Adanya teknologi bioenergi bioenergi secara luas. pemanfaatan energi.
4. Program diversifikasi energi tingkat 3. Peningkatan peran penyuluhan yaitu
masyarakat perdesaan untuk untuk mendukung tercapainya
mendorong peningkatan program pengembangan bioenergi
perekonomian melalui implementasi
teknologi bioenergi, pengelolaan
dan pengembangan kegiatan
produktif.

THREATS (T) STRATEGI-ST STRATEGI-WT

1. Belum sepenuhnya ditunjang dari 1. Komitmen yang kuat pemerintah dan 1. Penelitian/kajian/percobaan mulai
sikap dan partisipasi masyarakat sinergi antar instansi dalam kebijakan dari pengadaan bibit yang berkualitas,
dalam pengembangan pemanfaatan atau program bioenergi. pencarian dan perbaikan varietas dan
limbah tanaman jagung 2. Koordinasi instansi terkait agar lebih identifikasi potensi yang pasti tentang
2. Belum adanya usaha kemitraan mempercepat pengembangan limbah produktivitas tanaman jagung
dengan instansi terkait pengolahan jagung sebagai bahan baku energi 2. Mengidentifikasi kebutuhan jagung
limbah tanaman jagung alternatif baik untuk bahan baku bioenergi
3. Alih fungsi lahan menjadi tanaman 3. Upaya terintegrasi dengan melibatkan maupun untuk pangan agar tidak
tahunan seperti sawit seluruh stakeholder yaitu Pemerintah terjadi trade off dalam
4. Adanya persaingan bahan baku Pusat dan Daerah, Swasta, akademisi pengembangannya
dengan usaha kompos dan lembaga kelitbangan, asosiasi
pengembang energi baru terbarukan,
asosiasi pengusaha konservasi energi,
serta peran aktif masyarakat.

Sumber: Hasil penelitian, 2021 (data diolah)


92

Posisi kuadran 1 ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Fokus

strategi yang harus ditetapkan dalam kondisi ini adalah strategi Strength-

Opportunity (SO) yaitu strategi yang menggunakan kekuatan untuk

memanfaatkan peluang dalam rangka pengembangan potensi. Adapun strategi

yang dapat dijalankan di Kecamatan Tantom Angkola Kabupaten Tapanuli

Selatan antara lain:

1. Pembinaan yang berkesinambungan kepada masyarakat mengenai

bioenergi.

2. Membantu penyediaan akses energi modern kepada masyarakat dan

komersial melalui penerbitan insentif dan kemudahan investasi EBT

(Energi Baru Terbarukan).

3. Pengoptimalan peran dari Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan untuk

mengembangkan bioenergi secara luas.

4. Program diversifikasi energi tingkat masyarakat perdesaan untuk

mendorong peningkatan perekonomian melalui implementasi teknologi

bioenergi, pengelolaan dan pengembangan kegiatan produktif.

Keempat strategi prioritas seperti disebutkan di atas, merupakan

pemanfaatkan peluang dalam rangka pengembangan potensi daerah. Jenis

kewirausahaan yang dapat kita lakukan salah satunya yaitu dengan memanfaatkan

limbah yang ada disekitar menjadi suatu barang bermanfaat yang memiliki nilai

guna dan akan membantu masyarakat keluar dari permasalahan ekonomi.

Timmons (2008) kewirausahaan adalah suatu cara berpikir, menelaah dan

bertindak yang didasarkan pada peluang bisnis, pendekatan holistik dan

kepemimpinan yang seimbang. yang paling mendorong


93

seseorang untuk memasuki karir wirausaha adalah adanya personal attributes dan

personal environment.

Hasil penelitian Rios, et al (2015) mengenai pemanfaatan limbah dengan

melihat potensi desa yang sangat bagus, maka sayang seandainya masyarakat

hanya langsung menjual begitu saja, sehingga tidak memiliki nilai tambah bagi

masyarakat terutama pada sektor ekonomi. Artinya lingkungan sekitarnya bisa

menjadi peluang usaha. Dalam pemanfaatan limbah tentu pelatihan sangat perlu

bagi masyarakat, Suhud dan Amarul, (2019) menyatakan bahwa hasil pendidikan

dan pelatihan terhadap masyarakat di desa memiliki berbagai manfaat seperti

mengentaskan pengangguran dan kemiskinan di perkotaan atau pedesaan,

mengoptimalkan dayaguna dan hasil guna potensi dan peluang kerja yang ada,

meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui kegiatan kursus dan pelatihan

hingga memiliki bekal untuk bekerja atau usaha mandiri dan membuka wawasan

dan pengetahuan masyarakat dalam hal berwiraswasta.

Tujuan dari pengembangan bioenergi yaitu mendorong peningkatan

kegiatan ekonomi yang berkelanjutan melalui penyediaan bahan bakar nabati

dengan jumlah yang cukup, kualitas yang baik, harga yang wajar, efisien, andal,

aman dan ramah lingkungan serta dapat mengurangi konsumsi BBM dalam

negeri. Misi dari pengembangan bahan bakar nabati (BBN) menurut Legowo

(2007) dalam Agustian, et al (2014) yaitu: (1). Menciptakan lapangan kerja dalam

pembangunan mulai dari penyediaan bahan baku, industri, sarana dan prasarana

serta kegiatan penunjang pengembangan BBN. (2). Meningkatkan kemandirian

masyarakat pedesaan dalam penyediaan energi melalui pengembangan Desa

Mandiri Energi. (3). Meningkatkan peran dunia usaha melalui pengembangan


94

kawasan khusus BBN. (4). Melaksanakan pengaturan usaha penyediaan dan

pemanfaatan BBN dan bahan bakunya. (5). Mengembangkan iklim usaha yang

kondusif melalui pemberian intensif fiskal maupun non-fiskal.

Pemanfaatan sebesar-besarnya potensi bioenergi selain dapat menghemat

energi fosil, dapat juga menciptakan lapangan kerja baru, serta membantu

mengentaskan kemiskinan. Dalam meningkatkan pembangunan, pemerintah

daerah menentapkan strategi peningkatan kualitas sumber daya manusia, lewat

pendidikan formal maupun informal, yang merupakan suatu kebijaksanaan

pembangunan dengan tujuan memperluas kesempatan kerja bagi masyarakat agar

dapat berusaha baik di sektor pertanian, industri maupun bergerak di sektor jasa,

bila semuanya ini bergerak maju dengan pesat, tentu akan diikuti oleh

peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan pertumbuhan

ekonomi daerah akan lebih baik.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai analisis pemanfaatan bioenergi

dari limbah tongkol jagung untuk peningkatan perekonomian masyarakat di

Kecamatan Tantom Angkola Kabupaten Tapanuli Selatan diperoleh kesimpulan

sebagai berikut:

1. Produksi limbah tongkol jagung di Kecamatan Tantom Angkola Kabupaten

Tapanuli Selatan diperoleh total per tahun produksi jagung sebesar 9.192,22

ton dengan potensi produksi limbah tongkol jagung total per tahun mencapai

130,95 ton.

2. Hasil potensi produksi limbah untuk pemanfaatan limbah tongkol sebagai

bahan bakar alternatif di Kecamatan Tantom Angkola Kabupaten Tapanuli

Selatan dengan penggunaan teknologi biket dapat menghasilkan massa briket

sebesar 52,38 ton/tahun dan energi kalor 152.532,88 MJ/tahun, teknologi

gasifikasi menghasilkan gas 94,91 ton/tahun dan energi kalor 268.899,06

MJ/tahun dan teknologi bioetanol menghasilkan etanol sebesar 18.621,36

liter/tahun dan energi kalor 227.180,76 MJ/tahun.

3. Prospek potensi bioenergi dari limbah tongkol jagung di Kecamatan Tantom

Angkola Kabupaten Tapanuli Selatan dengan pengembangan usaha

pemanfaatan limbah jagung menggunakan teknologi yang layak untuk

dijalankan sebagai usaha adalah briket dan bioetanol.


96

4. Strategi yang terpilih dalam pemanfaatan bioenergi dari limbah tongkol

jagung di Kecamatan Tantom Angkola Kabupaten Tapanuli Selatan adalah

strategi SO, yaitu sebagai berikut: 1) Pembinaan yang berkesinambungan

kepada masyarakat mengenai bioenergi; 2) Membantu penyediaan akses energi

modern kepada masyarakat dan komersial melalui penerbitan insentif dan

kemudahan investasi EBT (Energi Baru Terbarukan); 3) Pengoptimalan peran

dari Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan untuk mengembangkan bioenergi

secara luas; 4) Program diversifikasi energi tingkat masyarakat perdesaan

untuk mendorong peningkatan perekonomian melalui implementasi teknologi

bioenergi, pengelolaan dan pengembangan kegiatan produktif.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian mengenai analisis pemanfaatan bioenergi

dari limbah tongkol jagung untuk peningkatan perekonomian masyarakat di

Kecamatan Tantom Angkola Kabupaten Tapanuli Selatan, berdasarkan hasil

kesimpulan ada beberapa hal yang menjadi saran penulis, diantaranya adalah

sebagai berikut:

1. Perlu adanya optimalisasi pemanfaatan limbah tongkol jagung di Kecamatan

Tantom Angkola mengingat wilayah ini merupakan sentra produksi jagung

terbesar di Kabupaten Tapanuli Selatan.


97

2. Perlu adanya studi yang mendalam mengenai pengembangan bioenergi dari

limbah tongkol jagung dalam mewujudkan pemanfaatan limbah tongkol

jagung sebagai bahan baku bioenergi.

3. Potensi bioenergi dari limbah tongkol jagung di Kecamatan Tantom Angkola

diharapkan mampu menciptakan kesempatan kerja baru sehingga dapat

merangsang peningkatan ekonomi di wilayah tersebut.

4. Perlu ada kebijakan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan dalam

pengembangan bioienergi dengan berpedoman pada Keenterian Energi dan

Sumber Daya Mineral (ESDM) mengenai pemanfaatan Energi Baru

Terbarukan (EBT) di Indonesia dalam mengantisipasi krisis ekonomi dan

krisis energi.
DAFTAR PUSTAKA

Angriani, N. 2017. Potensi Energi Listrik dari Gas Landfill TPA Puwatu Kota
Kendari. J. Analisis. Vol 6 (2): 193 – 198.

Arlianty, L. 2018. Bioetanol Sebagai Sumber Green Energy Alternatif yang


Potensial Di Indonesia. Jurnal Keilmuan dan Aplikasi Teknik UNISTEK.
Vol. 5 (1) : 17-22.

Arisanty, Y. R., Yuni, K. dan Annisa, W. U. 2009. Gasifikasi Limbah Kulit Biji
Kopi Dalam Reaktor Fixed Bed Dengan Sistem Inverted Downdraft
Gasifier : Distribusi Suhu. Simposium Nasional RAPI. Vol. 8 (1): 99-103.

[APROBI] Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia. 2020. Bioenergi, Masa Depan


Gemilang Ketahanan Energi Indonesia.
https://aprobi.or.id/2020/06/25/bioenergi-masa-depan-gemilang-
ketahanan-energi-indonesia/ [20 Februari 2021].

Azmi, M. 2014. Analisis Teknik dan Ekonomi Pemanfaatan Biomassa Sebagai


Pembangkit Energi Listrik di Surabaya. http://repository.its.ac.id [20
Februari 2021].

[BPS] Badan Pusat Statistik , 2020. Kabupaten Tapanuli Selatan Dalam Angka
2020. https://tapanuliselatankab.bps.go.id/publication [22 Februari 2021].

[CIFOR] Pusat Penelitian Kehutanan Internasional. 2016. Sistem bioenergi


berkelanjutan untuk memulihkan dan menaikkan nilai lahan terdegradasi.
https://www.cifor.org/publications/pdf_files/Brief/6115-brief.pdf [15
Februari 2021].

Djafar, R., Djamalu, Y., Haluti, S., Botutihe, S., 2017. Pengaruh Ukuran Bahan
Bakar Tongkol Jagung Terhadap Performa Kompor Gasifikasi Biomassa
Tipe Forced Draft. Jurnal Teknologi Pertanian Gorontalo (JTPG). Vol 2
(2): 53-40.

[ESDM] Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2018. Kebijakan


Inovasi untuk Pengembangan Bioenergi.
http://drn.go.id/files/2018/SP%201%20DRN/SESI_A_2 Mr Trois_Dili
susandi_DRN_Kebijakan_Inovasi_untuk_Bioenergi-compressed.pdf.

Fachry, A. E., Puji, A. dan Puspitasari, T.G. 2013. Pembuatan Bioetanol Dari
Limbah Tongkol Jagung Dengan Variasi Konsentrasi Asam Klorida dan
Waktu Fermentasi. Jurnal Teknik Kimia. Vol. 19 (1) : 60-67.
99

[IEA] International Energy Agency. 2021. Bioenergy. https://www.iea.org/data-


and-statistics/charts?energy=bioenergy&page=13 [15 Februari 2021].

Iskandar, T. dan Siswati, N. D. 2012. Pemanfaatan Limbah Pertanian Sebagai


Energi Alternatif Melalui Konversi Termal. Buana SAINS. Vol. 12 (1):
117-122.

Iyabu, H. dan Isa, I. 2019. Biokonversi Limbah Tongkol Jagung Menjadi


Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Alternatif Terbarukan. Jamb.J.Chem. Vol
1 (2): 42-49.

Harianto, 2010. Peranan Pertanian dalam Ekonomi Pedesaan.


Publikasi.http://repository.ipb.ac.id/ [21 April 2021].

Heyko, E. 2016. Strategi Pemanfaatan Energi Terbarukan Dalam Rangka


Kemandirian Energi Daerah Provinsi Kalimantan Timur. Jurnal Ekonomi
Keuangan, dan Manajemen. Vol. 12 (1): 102-108.

Kadir, A. 2005. Energi: Sumber Daya, Inovasi, Tenaga Listrik dan Potensi
Ekonomi Edisi Ketiga, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).

Latifah, S., H. M. Sima dan A. Purwoko, 2020. Kajian Manfaat dan Kelayakan
Ekonomi Budidaya Suren Pada Masyarakat Desa Sipolha Horison,
Kabupaten Simalungun. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol. 17 (2): 87-
99.

Mahardhika dan Dewi, F. R. 2016. Analisis Pengembangan Usaha Pemanfaatan


Limbah Bonggol Jagung Menjadi Produk Kerajinan Multiguna. Jurnal
Manajemen dan Organisasi. Vol 5 (3): 214-225.

Melekewe, E. I., Suraju, A. L. and Godson, R. E. A. 2016. Bioethanol Production


Potentials of Corn Cob, Waste Office Paper and Leaf of Thaumatococcus
daniellii. British Journal of Science & Technology Vol. 17 (4): 1-10.

Muhamad, S. 2018. Analisis Keuntungan dan Serapan Tenaga Kerja Usahatani


Tembakau Rakyat di Kecamatan Suralaga, Kabupaten Lombok Timur.
Journal Ilmiah Rinjani Universitas Gunung Rinjani. Vol. 6 (1): 208-214.

Mulyati, M. 2016. Analisis Tekno Ekonomi Briket Arang Dari Sampah Daun
Kering. Teknoin Jurnal. Vol. 22 (7) : 505-513.

Mulyadi, M. Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif serta Praktek Kombinasinya


dalam Penelitian Sosial. Jakarta: Publica Institut.

Niode, N. 2015. Analisis Penyediaan Dan Kebutuhan Energi Sektor Rumah


Tangga Di Provinsi Gorontalo. Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo.
http://www.geocities [14 Mei 2021].
10
100
0

Novia., Windarti, A. dan Rosmawati. 2014. Pembuatan Bioetanol Dari Limbah


Jerami Padi Dengan Metode Ozonolisis Simultaneous Saccharification and
Fermentation (SSF). Jurnal Teknik Kimia. Vol. 20 (3): 38-46.

Oliy, G. B. and Muleta, D. T. 2020. Characterization and Determination of


Briquette Fuel Prepared from Five Variety of Corn Cob. International
Journal of Sustainable and Green energy. Vol. 9 (3): 59-64.

Papilo, P. Kunaifi, Erliza, H., Nurmiati, Rizki, F. P. 2015. Penilaian Potensi


Biomassa Sebagai Alternatif Energi Kelistrikan. Jurnal PASTI. Vol 9 (2):
164 – 176.

Parinduri, L. 2020. Konversi Biomassa Sebagai Sumber Energi Terbarukan.


Journal of Electrical Technology. Vol 5 (2): 1-7.

Priyadi, U. dan Riyanto, A. 2014. Analisa Pengaruh PDRB, Kredit Modal Kerja
dan UMP Terhadap Jumlah Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Di Daerah
Istimewa Yogyakarta. Jurnal Inovasi dan Kewirausahaan. Vol. 3 (3) : 208-
219.

Rangkuti, F. 2016. Teknik Membedah Kasus Bisnis; Analisis SWOT, Jakarta,


Indonesia, Gramedia Pustaka Utama.

Setiawati, D. R., Rafika, A. dan Tri, K. D. 2013. Proses Pembuatan Bioetanol dari
Kulit Pisang Kepok. Jurnal Teknik Kimia. Vol.1 (19): 9-16.

Primadita, D. S., Kumara, I. N. S. and Ariastina, W. G. 2020. A Review on


Biomass For Electricity Generation In Indonesia. Journal of Electrical,
Electronics and Informatics, Vol. 4 (1): 1-9.

Purwanta, B. 2007. Pengembangan Gasifier Untuk Gasifikasi Limbah Padat Pati


Aren (Arenga Pinnata Wurmb). AGRITECH, Vol. 27 (3): 130-135.

Rios, J. B., Aloia, R., Garotte, G. and Bernardo O. 2015. Biomass, sugar, and
bioethanol potential of sweet corn. Global Change Biology (CGB)
Bioenergy Vol. 7: 153 – 160.

Shofiyanto, E. 2008. Hidrolisis Tongkol Jagung Oleh Bakteri Selulolitik Untuk


Produksi Bioetanol Dalam Kultur Campuran, Fakultas Teknologi
Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sirojuzilam dan Mahalli, K. 2010. Regional Pembangunan Perencanaan dan


Ekonomi. USU Press, Medan.
10
101
1

Suhud, A. 2019. Menumbuhkan Jiwa Wiraswasta Dengan Membangun Usaha


Olahan Makanan Naget Ubi dan Kripik Pisang. Jurnal Kuat : Keuangan
dan Akuntansi Terapan. Vol. 1 (1): 9 – 13.

Surono, B. U. 2019. Biomass Utilization of Some Agricultural Wastes as


Alternative Fuel in Indonesia. Journal of Physics Conference Series. No.
1175: 1-6.

Susanto, H. 2018. Pengembangan Teknologi Gasifikasi Untuk Mendukung


Kemandirian Energi dan Industri Kimia. Forum Guru Besar ITB.

Susanti, E. A., Imam, H dan Rumola, A. 2013. Pengembangan Ekonomi Lokal


Dalam Sektor Pertanian. Jurusan Administrasi Publik. Vol 1(4): 31-40.

Susmiati, Y. 2018. Prospek Produksi Bioetanol dari Limbah Pertanian dan


Sampah Organik. Industrial: Jurnal Teknologi dan Manajemen
Agroindustri. Vol. 7(2): 67-80.

Susongko, 2015. Kebijakan Pengembangan Wilayah dan Perkotaan. Universitas


Terbuka, Tangerang Selatan.

Sutrianto, 2016. Analisis Potensi Energi Terbarukan Limbah Kotoran dari Ternak
Sapi di Kecamatan Kusambi Kabupaten Muna Barat Provinsi Sulawesi
Tenggara. JITRO. Vol . 3 (2): 22-30.

Soerawidjaja, T. H. 2010. Peran Bioenergi dan Arah-arah Utama LitBangRap-nya


di Indonesia. Lokakarya Gasifikasi Biomassa LABTEK X, Kampus ITB,
Bandung.

Syamsul, B. G., Erlina dan Rujiman. 2020. Peranan Badan Usaha Milik Desa
Dalam Meningkatkan Perekonomian Masyarakat Perdesaan. Media
Komunikasi Geografi. Vol. 21(2): 202-209.

Wahid, A., Junaidi dan Iqbal, A. 2015. Analisis Kapasitas Dan Kebutuhan Daya
Listrik untuk Menghemat Penggunaan Energi Listrik Di Fakultas Teknik
Universitas Tanjungpura. Agrisep Vol 16 (1): 20-27.

Warsana, 2007. Analisis Efisiensi dan Keuntungan Usaha Tani Jagung (Studi
Kasus di Kecamatan Randublatung, Kabupaten Blora). Program Studi
Magister Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Diponogoro
Semarang..

Woittiez, L. S., Mark, T. W., Maja, S., Meine, V. N. and Ken, E. G. 2017. Yield
Gaps in Oil Palm: A Quantitative review of Contributing Factors.
European Journal of Agronomy. Vol 83: 53-77.
102

Lampiran 1. Perhitungan potensi limbah

Potensi limbah tanaman jagung

No. Tahun Luas Panen Produksi (Ton)


(Ha)
1 2016 166.80 1434.48
2 2017 1260.40 6157.05
3 2018 2306.00 12410.89
4 2019 1391.00 10191.86
5 2020 2151.00 15766.83
Sumber: Badan Pusat Statistika Kabupaten Tapanuli Selatan (2020)

Ketersediaan limbah = (i.produksi x luas panen x i. BK), dimana indeks produksi


(0,1) dan indeks bahan kering (0,9).

Potensi limbah untuk Tahun 2016

𝐾𝑒𝑡. 𝑙i𝑚𝑏𝑎ℎ = (0,1 𝑥 166,80 𝑥 0,9)

= 193,59 𝑇𝑜𝑛 𝐵𝐾⁄𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛

Potensi limbah untuk Tahun 2017

𝐾𝑒𝑡. 𝑙i𝑚𝑏𝑎ℎ = (0,1 𝑥 1260,40 𝑥 0,9)

= 113,43 𝑇𝑜𝑛 𝐵𝐾⁄𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛

Potensi limbah untuk Tahun 2018

𝐾𝑒𝑡. 𝑙i𝑚𝑏𝑎ℎ = (0,1 𝑥 2306,00 𝑥 0,9)

= 207,54 𝑇𝑜𝑛 𝐵𝐾⁄𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛

Potensi limbah untuk Tahun 2019

𝐾𝑒𝑡. 𝑙i𝑚𝑏𝑎ℎ = (0,1 𝑥 1391,00 𝑥 0,9)

= 125,19 𝑇𝑜𝑛 𝐵𝐾⁄𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛

Potensi limbah untuk Tahun 2020

𝐾𝑒𝑡. 𝑙i𝑚𝑏𝑎ℎ = (0,1 𝑥 2151,00 𝑥 0,9)

= 193,59 𝑇𝑜𝑛 𝐵𝐾⁄𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛


103

Lampiran 2. Perhitungan potensi energi limbah

Perhitungan potensi energi dari limbah jagung

1. Teknologi pengolahan Briket:

Potensi energi briket untuk Tahun 2016


𝑝𝑜𝑡𝑒𝑛𝑠i 𝑙i𝑚𝑏𝑎ℎ
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑏𝑟i𝑘𝑒𝑡 =
2.5

= 15.01 𝑇𝑜𝑛⁄2,5

= 6,004 𝑇𝑜𝑛

𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔i = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑥 2912 𝑘𝑎𝑙⁄𝑔

= 6,004 𝑇𝑜𝑛 𝑥 2912 𝑘𝑎𝑙⁄𝑔

= 17483.64 𝑀𝐽

Potensi energi briket untuk Tahun 2017

𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑏𝑟i𝑘𝑒𝑡 = 113.43 𝑇𝑜𝑛⁄2,5

= 45,372 𝑇𝑜𝑛

𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔i = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑥 2912 𝑘𝑎𝑙⁄𝑔

= 45,372 𝑇𝑜𝑛 𝑥 2912 𝑘𝑎𝑙⁄𝑔

= 132123.26 𝑀𝐽

Potensi energi briket untuk Tahun 2018

𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑏𝑟i𝑘𝑒𝑡 = 207,54 𝑇𝑜𝑛⁄2,5

= 83,016 𝑇𝑜𝑛

𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔i = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑥 2912 𝑘𝑎𝑙⁄𝑔

= 83,016 𝑇𝑜𝑛 𝑥 2912 𝑘𝑎𝑙⁄𝑔

= 241742,59 𝑀𝐽

Potensi energi briket untuk Tahun 2019

𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑏𝑟i𝑘𝑒𝑡 = 125,19 𝑇𝑜𝑛⁄2,5

= 50,076 𝑇𝑜𝑛
104

𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔i = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑥 2912 𝑘𝑎𝑙⁄𝑔

= 50,076 𝑇𝑜𝑛 𝑥 2912 𝑘𝑎𝑙⁄𝑔

= 145821,31 𝑀𝐽

Potensi energi briket untuk Tahun 2020

𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑏𝑟i𝑘𝑒𝑡 = 193,59 𝑇𝑜𝑛⁄2,5

= 77,436 𝑇𝑜𝑛

𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔i = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑥 2912 𝑘𝑎𝑙⁄𝑔

= 77,436 𝑇𝑜𝑛 𝑥 2912 𝑘𝑎𝑙⁄𝑔

= 225493,63 𝑀𝐽

2. Teknologi Pengolahan Gasifikasi

Potensi energi gasifikasi untuk Tahun 2016


ц𝑔𝑎𝑠ifi𝑘𝑎𝑠i 𝑥 𝑀𝑏i𝑜𝑚𝑒𝑠𝑠 X 𝐻𝐻7
𝑀𝑠𝑦𝑛g𝑎𝑠 = 𝑏i𝑜𝑚𝑒𝑠𝑠
100% K 𝐿𝐻𝑉𝑠𝑦𝑛𝑔𝑎𝑠

0,3385 % ×15,01 ×6066,53


=
100% ×2826,53

= 10.90 𝑇𝑜𝑛

𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔i = 𝑀𝑠𝑦𝑛g𝑎𝑠 × 2826,53 𝑀𝐽⁄𝑇𝑜𝑛

= 10.90 𝑇𝑜𝑛 × 2826,53 𝑀𝐽⁄𝑇𝑜𝑛

= 30.809 𝑀𝐽

Potensi energi gasifikasi untuk Tahun 2017


0,3385 % ×113,43 𝑇𝑜𝑛 ×6066,53
𝑀𝑠𝑦𝑛g𝑎𝑠 = 100% ×2826,53

= 82.40 𝑇𝑜𝑛

𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔i = 𝑀𝑠𝑦𝑛g𝑎𝑠 × 2826,53 𝑀𝐽⁄𝑇𝑜𝑛

= 82.40 𝑇𝑜𝑛 × 2826,53 𝑀𝐽⁄𝑇𝑜𝑛

= 232906.07 𝑀𝐽
105

Potensi energi gasifikasi untuk Tahun 2018


0,3385 % ×207.54 𝑇𝑜𝑛 ×6066,53
𝑀𝑠𝑦𝑛g𝑎𝑠 = 100% ×2826,53

= 150.78 𝑇𝑜𝑛

𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔i = 𝑀𝑠𝑦𝑛g𝑎𝑠 × 2826,53 𝑀𝐽⁄𝑇𝑜𝑛

= 150.78 𝑇𝑜𝑛 × 2826,53 𝑀𝐽⁄𝑇𝑜𝑛

= 426184.19 𝑀𝐽

Potensi energi gasifikasi untuk Tahun 2019


0,3385 % ×125.19 𝑇𝑜𝑛 ×6066,53
𝑀𝑠𝑦𝑛g𝑎𝑠 = 100% ×2826,53

= 90.95 𝑇𝑜𝑛

𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔i = 𝑀𝑠𝑦𝑛g𝑎𝑠 × 2826,53 𝑀𝐽⁄𝑇𝑜𝑛

= 90.95 𝑇𝑜𝑛 × 2826,53 𝑀𝐽⁄𝑇𝑜𝑛

= 257072.90 𝑀𝐽

Potensi energi gasifikasi untuk Tahun 2020


0,3385 % ×193,59 𝑇𝑜𝑛 ×6066,53
𝑀𝑠𝑦𝑛g𝑎𝑠 = 100% ×2826,53

= 139.52 𝑇𝑜𝑛

𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔i = 𝑀𝑠𝑦𝑛g𝑎𝑠 × 2826,53 𝑀𝐽⁄𝑇𝑜𝑛

= 139.52 𝑇𝑜𝑛 × 2826,53 𝑀𝐽⁄𝑇𝑜𝑛

= 394357,46 𝑀𝐽

3. Teknologi Pengolahan Bioetanol

Potensi energi bioethanol untuk Tahun 2016

𝑀𝑏i𝑜𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑙i𝑚𝑏𝑎ℎ × 𝑟𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 (142,2 𝑙i𝑡𝑒𝑟)

= 15,01 𝑇𝑜𝑛 × 142,2 𝑙i𝑡𝑒𝑟

= 2134.42 𝑙i𝑡𝑒𝑟

𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔i = 𝑀𝑏i𝑜𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 𝑘𝑎𝑙𝑜𝑟 (12.200 𝑀𝐽⁄𝑇𝑜𝑛)


106

= 2134.42 𝑙i𝑡𝑒𝑟 × 12.200 𝑀𝐽⁄𝑇𝑜𝑛

= 26039.94 𝑀𝐽

Potensi energy bioethanol untuk Tahun 2017

𝑀𝑏i𝑜𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑙i𝑚𝑏𝑎ℎ × 𝑟𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 (142,2 𝑙i𝑡𝑒𝑟)

= 113,43 𝑇𝑜𝑛 × 142,2 𝑙i𝑡𝑒𝑟

= 16129.74 𝑙i𝑡𝑒𝑟

𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔i = 𝑀𝑏i𝑜𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 𝑘𝑎𝑙𝑜𝑟 (12.200 𝑀𝐽⁄𝑇𝑜𝑛)

= 16129.74 𝑙i𝑡𝑒𝑟 × 12.200 𝑀𝐽⁄𝑇𝑜𝑛

= 196782.90 𝑀𝐽

Potensi energy bioethanol untuk Tahun 2018

𝑀𝑏i𝑜𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑙i𝑚𝑏𝑎ℎ × 𝑟𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 (142,2 𝑙i𝑡𝑒𝑟)

= 207.54 𝑇𝑜𝑛 × 142,2 𝑙i𝑡𝑒𝑟

= 29512.18 𝑙i𝑡𝑒𝑟

𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔i = 𝑀𝑏i𝑜𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 𝑘𝑎𝑙𝑜𝑟 (12.200 𝑀𝐽⁄𝑇𝑜𝑛)

= 29512.18 𝑙i𝑡𝑒𝑟 × 12.200 𝑀𝐽⁄𝑇𝑜𝑛

= 360048.69 𝑀𝐽

Potensi energy bioethanol untuk Tahun 2019

𝑀𝑏i𝑜𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑙i𝑚𝑏𝑎ℎ × 𝑟𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 (142,2 𝑙i𝑡𝑒𝑟)


107

= 125,19 𝑇𝑜𝑛 × 142,2 𝑙i𝑡𝑒𝑟

= 17802.01 𝑙i𝑡𝑒𝑟

𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔i = 𝑀𝑏i𝑜𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 𝑘𝑎𝑙𝑜𝑟 (12.200 𝑀𝐽⁄𝑇𝑜𝑛)

= 17802.01 𝑙i𝑡𝑒𝑟 × 12.200 𝑀𝐽⁄𝑇𝑜𝑛

= 217184.61 𝑀𝐽

Potensi energy bioethanol untuk Tahun 2020

𝑀𝑏i𝑜𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑙i𝑚𝑏𝑎ℎ × 𝑟𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 (142,2 𝑙i𝑡𝑒𝑟)

= 193.59 𝑇𝑜𝑛 × 142,2 𝑙i𝑡𝑒𝑟

= 27528.49 𝑙i𝑡𝑒𝑟

𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔i = 𝑀𝑏i𝑜𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 𝑘𝑎𝑙𝑜𝑟 (12.200 𝑀𝐽⁄𝑇𝑜𝑛)

= 27528.49 𝑙i𝑡𝑒𝑟 × 12.200 𝑀𝐽⁄𝑇𝑜𝑛

= 335847.67 𝑀𝐽
108

Lampiran 3. Perhitungan biaya investasi dan produksi

Teknologi briket

No. Kebutuhan Jumlah Harga per unit Harga Total


Biaya Investasi
1 Mesin pencacah 1 Rp. 6.500.000,. Rp. 6.500.000
2 Mesin cetak briket 1 Rp. 14.000.000 Rp. 14.000.000
3 Retory pirolisis 2 Rp. 12.000.000 Rp. 24.000.000
4 Mesin pencampur 1 Rp. 7.000.000 Rp. 7.000.000
5 Tampah penjemur 10 Rp. 70.000 Rp. 700.000
6 Ayakan 2 Rp. 100.000 Rp. 200.000
7 Sekop 2 Rp. 60.000 Rp. 120.000
8 Timbangan 150 kg 1 Rp. 1.000.000 Rp. 1.000.000
9 Timbangan 10 kg 1 Rp. 200.000 Rp. 200.000
TOTAL Rp. 53.720.000

Biaya Variabel
1 Gaji pegawai 5 Rp. 1.200.000 Rp. 6.000.000
2 Bahan pencampur 100 kg Rp. 10.000 Rp. 1.000.000
3 Listrik 650 kWh Rp. 1.644 Rp. 1.068.600
4. Sewa lahan 40 m2 Rp. 100.000 Rp. 4.000.000
5 Transportasi 100 liter Rp. 9.700 Rp. 970.000
6 Minyak mesin 150 liter Rp. 9.600 Rp. 1.440.000
7 Tongkol jagung 500 kg Rp. 100 Rp. 50.000
TOTAL Rp. 14.528.600
TOTAL PRODUKSI Rp. 68.248.600
109

Gasifikasi

No. Kebutuhan Jumlah Harga per unit Harga Total


Biaya Investasi
1 Mesin gasfier biomassa 2 Rp. 62.800.000 Rp. 125.600.000
2 Mesin pencacah 1 Rp. 6.500.000 Rp. 6.500.000
3 Timbangan 2 Rp. 100.000 Rp. 200.000
4 Termometer 1 Rp. 150.000 Rp. 150.000
5 Sekop 3 Rp. 60.000 Rp. 180.000
6 Tampah penjemur 10 Rp. 70.000 Rp. 700.000
TOTAL Rp. 133.330.000

Biaya Variabel
1 Gaji pegawai 4 Rp. 1.200.000 Rp. 4.800.000
2 Tongkol jagung 500 kg Rp. 100 Rp. 50.000
3 Listrik 2000 kWh Rp. 1.644 Rp. 3.288.000
4. Sewa lahan 50 m2 Rp. 250.000 Rp. 12.500.000
5 Transportasi 100 liter Rp. 9.700 Rp. 970.000
6 Minyak mesin 150 liter Rp. 9.600 Rp. 1.440.000
TOTAL Rp. 23.048.000
TOTAL PRODUKSI Rp.156.378.000
110

Bioetanol

No. Nama Alat Jumlah Harga per unit Harga Total


Biaya Investasi
1 Bak penampungan 30m2 Rp. 200.000 Rp. 6.000.000
2 Gudang penyimpanan 6m2 Rp. 100.000 Rp. 600.000
3 Drum pencampur 8 Rp. 75.000 Rp. 600.000
4 Drum fermentasi 50 Rp. 75.000 Rp. 3.750.000
5 Drum penyimpanan 20 Rp. 100.000 Rp. 2.000.000
6 Tangki destilasi 40- 4 Rp. 15.000.000 Rp. 60.000.000
70%
7 Tangki destilasi 90% 1 Rp. 30.000.000 Rp. 30.000.000
8 Jerigen 10 Rp. 50.000 Rp. 500.000
9 Sumur 1 Rp. 1.000.000 Rp. 1.000.000
10 Mesin pompa 1 Rp. 350.000 Rp. 350.000
11 Mesin pencacah 1 Rp. 6.500.000 Rp. 6.500.000
TOTAL Rp.111.300.000

Biaya Variabel
1 Gaji pegawai 6 Rp. 1.200.000 Rp. 7.200.000
2 Bahan pencampur
- Molases 900 kg Rp. 1.500 Rp. 1.350.000
- Ragi 4,5 kg Rp. 10.000 Rp. 45.000
- NPK 3,36 kg Rp. 15.000 Rp. 50.400
- Urea 15,6 kg Rp. 1.500 Rp. 23.400
3. Bahan bakar 10 kg Rp. 5.500 Rp. 55.000
4 Transportasi 100 liter Rp. 9.700 Rp. 970.000
5 Sewa lahan 60 m2 Rp. 150.000 Rp. 9.000.000
6 Listrik 350 kWh Rp. 1.644 Rp. 575.400
TOTAL Rp. 19.269.200
TOTAL PRODUKSI Rp. 130.569.200
111

Lampiran 4. Daftar nama narasumber

No. Nama Pendidikan Pekerjaan Waktu/Tanggal


Terakhir Wawancara
1. Raden Saleh Siregar SLTA Sekretaris Camat, 22 April 2021
Kecamatan Tantom
Angkola
2. Lukman Siregar, S.OS Strata I Kasi Pendapatan, 19 April 2021
Kecamatan Tantom
Angkola
3. Nurpinta Siregar, S.OS Strata I Pengusaha Jagung 19 April 2021

4. Ir. Derianto, S.P Strata I Sekretaris Dinas 22 April 2021


Pertanian, Kabupaten
Tapanuli Selatan
5. Herman S. Siregar, S.P Strata I Kabid Pengendalian 24 Mei 2021
Lingkungan Hidup,
Dinas Lingkungan
Hidup Kabupaten
Tapanuli Selatan
6. Muhammad Erwin, S.H Starata I Aktivis Lingkungan 22 April 2021
Lembaga Ovata
7. Pandapotan Gultom, S.P Strata I Koordinator PPL 24 April 2021
Kecamatan Tantom
Angkola
112

Lampiran 5. Jawaban responden

Responden
Kekuatan Total
1 2 3 4 5 6 7
Poin 1 4 4 3 4 3 3 3 24
Poin 2 3 3 4 3 3 2 2 20
Poin 3 3 3 3 3 2 2 2 18
Poin 4 2 3 3 2 2 4 2 18
Poin 5 2 3 2 4 2 2 3 18
Poin 6 3 3 2 2 2 2 3 17
TOTAL 115
Kelemahan
Poin 1 3 3 2 2 2 3 1 16
Poin 2 3 2 2 2 1 1 2 13
Poin 3 2 2 1 1 1 1 2 10
Poin 4 3 4 3 3 2 3 2 20
Poin 5 4 4 3 3 2 2 3 21
TOTAL 80

Responden
Peluang Total
1 2 3 4 5 6 7
Poin 1 4 3 3 3 4 3 3 23
Poin 2 3 3 3 3 3 3 3 21
Poin 3 3 2 3 3 2 3 2 18
Poin 4 3 4 4 2 3 2 2 20
Poin 5 2 3 3 3 2 2 3 18
TOTAL 100
Ancaman
Poin 1 2 4 4 2 3 3 3 21
Poin 2 2 3 2 2 2 2 3 16
Poin 3 3 3 2 2 2 1 2 15
Poin 4 3 4 2 2 2 3 2 18
TOTAL 70
113

Lampiran 6. Foto dokumentasi

Proses wawancara dengan petani di Desa Proses wawancara dengan aktivis lingkungan
Purbatua, Kecamatan Lembaga Ovata

Proses wawancara dengan sekretaris Dinas Proses wawancara dengan koordinator PPL
Pertanian Kab. TapanuliSelatan Kecamatan TantomAngkola

Proses wawancara dengan pengusaha jagung di Wawancara dengan kabid Dinas Lingkungan
Desa Purbatua,Kecamatan Tantom Angkola Hidup Kab. Tapanuli Selatan
114

Kebun jagung di Desa Ingul Jae, Kecamatan


Kebun jagung di Desa Purbatua, Kecamatan Tantom Angkola
Tantom Angkola

Proses pemanenan di Desa Ingul Jae Kec. Tanaman jagung yang sudah dipanen di Desa
Tantom Angkola. Purbatua, Kec. Tantom Angkola

Tanaman jagung yang sudah dipanen di Desa Proses wawancara dengan sekretaris dan kasi
Purbatua, Kec. Tantom Angkola pendapatan di Kantor Camat Tantom Angkola
115

Rumah penduduk di Desa Ingul Jae, Kecamatan Tantom Rumah penduduk di Desa Ingul Jae, Kecamatan Tantom
Angkola Angkola

Rumah penduduk di Desa Purbatua, Kecamatan Tantom Rumah penduduk di Desa Purbatua, Kecamatan Tantom
Angkola Angkola

Anda mungkin juga menyukai