Anda di halaman 1dari 143

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

PEMBELAJARAN SEJARAH LISAN


(Studi Kasus di Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Semarang)

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan


Mencapai Derajat Magister

Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh

Basuki Wibowo
S861008007

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

LEMBAR PESETUJUAN

PEMBELAJARAN SEJARAH LISAN


(Studi Kasus di Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Semarang)

Disusun oleh:
Basuki Wibowo
S 861008007

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing

Dewan Pembimbing:

Pembimbing I Dr. Suyatno Kartodirdjo ……………. .…………

Pembimbing II Dra. Sutiyah.,M.Pd.,M.Hum .…………… ………….


NIP 195907081986012001

Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah,

Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd


NIP 19560303198603 1001

commit to user

ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PEMBELAJARAN SEJARAH LISAN

(Studi Kasus di Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial


Universitas Negeri Semarang)

Disusun oleh:

Basuki Wibowo

S 861008007

Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Penguji

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Ketua Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd ___________ ___________


NIP : 19560303198603 1001

Sekretaris Dr. Nunuk Suryani, M.Pd ___________ ___________


NIP : 196611081990032001

Anggota Penguji :
1. Dr. Suyatno Kartodirdjo ___________ ___________

2. Dra. Sutiyah.,M.Pd.,M.Hum ___________ ___________


NIP : 195907081986012001

Surakarta, …….…/Juli/ 2012


Mengetahui, Ketua Program Studi Pendidikan
Direktur PPs UNS, Sejarah,

Prof. Dr. Ir Ahmad Yunus, MS Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd


NIP. 196107171986011001 NIP. 19560303198603 1001
commit to user

iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Basuki Wibowo

NIM : S 861008007

Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis berjudul PEMBELAJARAN

SEJARAH LISAN (Studi Kasus Di Program Studi Pendidikan Sejarah

Universitas Negeri Semarang) adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang

bukan karya saya, dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam

daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan sayat tidak benar, maka saya bersedia

menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh

dari tesis tersebut.

Surakarta, ... Juli 2012

Yang membuat pernyataan,

Basuki Wibowo

commit to user

iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

MOTTO

Mundur Selangkah Untuk Maju Dua Langkah

Belajar, Berjuang, Bertakwa

Dzikir, Pikir, Amal Soleh

commit to user

v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERSEMBAHAN

Untuk kedua orang tua Gatot Sudarso, Erni Kusmiyati,

Untuk istriku Nc Atma P, terimakasih atas kepercayaan dan kesabaranya

Untuk orang yang telah berjasa dalam hidupku Ichwanto, Sulyati, wandi,alm

Mugi Sujud, mas Yoko

dan adik-adiku tercinta Diana Kartikasari, Prana Prabawantio, Putri Sekarwati.

Untuk seluruh keluargaku yang selalu memberi support.

Untuk sahabat-sahabatku yang bersama-sama belajar, berjuang dan “ber-karya”

commit to user

vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan

bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.

Disadari bahwa penulisan tesis sebagai satu persyaratan untuk memperoleh gelar

Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Sejarah Program Pascasarjana

Universitas Sebelas Maret Surakarta ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa

terima kasih dan penghargaan yang setulusya atas bantuan dan bimbingan serta

perngorbanan kepada :

1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, MS selaku Rektor Universitas Sebelas Maret

Surakarta yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk

mengikuti pendidikan pada Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.

2. Prof. Dr. Ir Ahmad Yunus, MS selaku Direktur Program Pascasarjana

Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah berkenan memberikan

kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program

Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.

3. Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah

dan Dra. Sariyatun, M.Hum, M.Pd selaku Sekertaris Program Studi Pendidikan

Sejarah yang telah memberikan kesempatan, dukungan, dan motivasi untuk

menyelesaikan studi di Pascasarjana ini.

4. Dr. Suyatno Kartodirdjo selaku Pembimbing I yang telah memberikan arahan,

dorongan, motivasi dan bimbingan yang sangat besar nilainya kepada penulis

sampai terselesaikannya tesis commit


ini. to user

vii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

5. Dra. Sutiyah.,M.Pd.,M.Hum selaku Pembimbing II yang dengan penuh

kesabarannya telah memberikan arahan, dorongan, motivasi dan bimbingan

yang sangat besar nilainya kepada penulis sampai terselesaikannya tesis ini.

6. Prof. Dr. Samion AR. M.Pd selaku ketua STKIP PGRI Pontianak yang telah

membantu dalam berbagai hal.

7. Segenap civitas akademika Jurusan Sejarah di lingkungan Universitas Negeri

Semarang, yang memberikan dukungan penuh pada pelaksanaan penelitian ini

8. Kedua orang tua Gatot Soedarso, Erni Kusmiyati, yang penuh perhatian serta

doa-doanya selalu menjadi semangat dalam penyelesaian tesis menjadi lancar.

9. Teman-teman studi yang saling mendukung dalam suka maupun duka selama

bersama-sama menempuh studi.

10. Sahabat-sahabat di Komunitas Studi mahasiswa UNNES (Eko Wahyu, Bejo,

Lutfi, Pendi, Syukur, dan Muhrodi), Taman Baca Ngudi Kawruh (Syaiful

Amin dkk), Himpro Sejarah UNNES (Khaharisma dkk), Team Lab Historica

Didactica STKIP PGRI PTK, kang Sadiman klaten, dan teman-teman Kost

Merah terimakasih atas bantuan dan diskusinya. Terimakasih juga pada sahabat

Tsabit azinar Ahmad atas masukan dan referensi-referensinya.

Pada penyusunanya, tesis ini masih sangat banyak kekurangan dan

kelemahannya, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun akan penulis

terima dengan senang hati.

Surakarta, …Juli 2012

Penulis

commit to user

viii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI

JUDUL ................................................................................................................. i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................................... ii

PENGESAHAN TESIS ...................................................................................... iii

PERNYATAAN .................................................................................................. iv

MOTO .................................................................................................................. v

PERSEMBAHAN ............................................................................................... vi

KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix

DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiv

ABSTRAK ........................................................................................................... xv

ABSTRACT ......................................................................................................... xvi

BAB I : PENDAHULUAN ................................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................... 5

C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 6

D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 6

BAB II : KAJIAN TEORI, PENLITIAN YANG RELEVAN DAN KERANGKA

BERPIKIR .......................................................................................... 8

A. Kajian Teori ............................................................................................. 8

commit to user
1. Pembelajaran Sejarah .......................................................................... 8
ix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2. Sejarah Lisan ...................................................................................... 18

B. Penelitian Yang Relevan ........................................................................ 24

C. Kerangka Berpikir ................................................................................... 28

BAB III : METODE PENELITIAN ................................................................... 30

A. Lokasi penelitian ...................................................................................... 30

B. Waktu Penelitan ...................................................................................... 30

C. Bentuk Dan Strategi Penelitian .............................................................. 31

D. Sumber Data ............................................................................................ 32

E. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 33

F. Teknik Cuplikan ...................................................................................... 35

G. Validitas Data .......................................................................................... 36

H. Teknik Analisis Data .............................................................................. 37

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................ 41

A. Hasil Penelitian ....................................................................................... 41

1. Deskripsi Latar .................................................................................. 41

2. Sajian Data ................................................................................ 48

B. Pokok Temuan ......................................................................................... 79

1. Implementasi pembelajaran sejarah lisan di Prodi Pendidikan

Sejarah FIS Unnes ......................................................................... 79

2. Kendala-kendala yang ditemui dalam pembelajaran sejarah lisan

di Prodi Pendidikan Sejarah FIS Unnes .......................................... 79

3. Apresiasi mahasiswa terhadap pembelajaran sejarah lisan

di Prodi Pendidikan Sejarah FIS Unnes ......................................... 80


commit to user

x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

C. Pembahasan ............................................................................................. 80

BAB V : SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ......................................... 126

A. Simpulan .................................................................................................. 126

B. Implikasi .................................................................................................. 127

C. Saran ........................................................................................................ 128

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 130

LAMPIRAN

commit to user

xi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Waktu Penelitian ..................................................................................... 31

Table 2. Data Dosen Pendidikan Sejarah ........................................................... . 46

Tabel 3. Analisis Kendala dalam Perencanaan Pembelajaran Sejarah LIsan ... . 67

commit to user

xii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Berpikir Penelitian ............................................................ 28

Gambar 2. Komponen Analisis Data Model Interaktif ..................................... 40

Gambar 3. Fungsi Media Pembelajaran Sejarah Lisan .................................... 100

commit to user

xiii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Pedoman wawancara, observasi, dan analisis dokumen............... 134

Lampiran 2. Daftar Informan .............................................................................. 137

Lampiran 3.Contoh Silabus, SAP dan kurikulum ............................................. 133

Lampiran 4. Catatan Lapangan ........................................................................... 140

Lampiran 5. Dokumentasi penelitian .................................................................. 164

Lampiran 6. Contoh Tugas Mahasiswa ............................................................... 168

Lampiran 7. Surat Izin penelitian ....................................................................... 226

commit to user

xiv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRAK

Basuki Wibowo, S 861008007. 2012. Pembelajaran Sejarah Lisan (Studi Kasus Di


Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Semarang). Tesis Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Implementasi pembelajaran


sejarah lisan di Prodi Pendidikan Sejarah FIS Unnes; (2) Mengetahui kendala-
kendala yang ditemui dalam pembelajaran sejarah lisan di Prodi Pendidikan Sejarah
FIS Unnes; (3) Mengetahui apresiasi mahasiswa terhadap pembelajaran sejarah
lisan di Prodi Pendidikan Sejarah FIS Unnes.
Penelitian ini dilakukan di lingkungan Fakultas Ilmu Sosial program studi
Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Semarang. Metode penelitian yang
digunakan bersifat kualitatif dengan bentuk studi kasus tunggal terpancang. Sumber
data terdiri atas narasumber dosen dan mahasiswa, dokumen berupa kurikulum
pendidikan sejarah Unnes, Silabus, SAP, Tugas mahasuswa serta tempat dan
aktivitas pembelajaran sejarah lisan. Data digali melalui wawancara mendalam,
observasi partisipasi pasif. Untuk validitas data dilakukan dengan teknik
trianggulasi data, analisis dokumen dan trianggulasi sumber. Analisa data
menggunakan model analisis interaktif interaksi antara pengumpulan data dengan
tiga komponen analisis (reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan) secara
siklus untuk mendapatkan simpulan berdasarkan reduksi dan sajian data.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pembelajaran sejarah di program studi
pendidikan sejarah: (1) Implementasi pembelajaran sejarah lisan di Prodi
Pendidikan Sejarah FIS Unnes sudah berjalan sesuai SAP, tetapi belum ada kontrak
kuliah secara tertulis, dan penilaian belum ada rublik yang tertulis secara rinci; (2)
Mengetahui kendala-kendala yang ditemui dalam pembelajaran sejarah lisan di
Prodi Pendidikan Sejarah FIS Unnes, antara lain kendala materi, ketakutan
mahasiswa, sumber belajar terbatas, dan media penunjang belum lengkap; (3)
Mengetahui apresiasi mahasiswa terhadap pembelajaran sejarah lisan di Prodi
Pendidikan Sejarah FIS Unnes ada yang menanggapi positif namun ada juga yang
menanggapi negatif. Positif ada tambahan pengetahuan, negatif karena tambahan
biaya.

Kata kunci : sejarah lisan, pembelajaran sejarah Program studi pendidikan sejarah

commit to user

xv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRACT

Basuki Wibowo, S 861008007. 2012. Learning History (Case Studies in


Educational Studies Program History, State University of Semarang). Thesis
Eleven University Graduate Program in Sebelas Maret University of Surakarta.

This study aims to determine (1) Implementation of an oral history teaching


in History Education FIS Unnes Prodi, (2) Knowing the obstacles encountered in
the teaching of history in the oral history of FIS Unnes Prodi Education, (3)
Knowing the appreciation of students towards learning oral history in Educational
of History Program Study of FIS Unnes.
The research was conducted in the Faculty of Social Science History
Education Course University. The research method is qualitative in the form of case
studies of single spikes. Data sources consisted of faculty and student speakers, a
document Unnes history curriculum, syllabus, SAP, student tasks and activities as
well as places of learning verbally. Data explored through in-depth interviews,
observation of passive participation. For the validity of the data was done by using
triangulation data, document analysis and triangulation of sources. Analysis of data
using an interactive analysis model of interaction between the three components of
data collection analysis (data reduction, presentation of data, and drawing
conclusions) in the cycle to get a conclusion based on the reduction and
presentation of data.
The results showed that oral learning in History Education courses: (1)
Implementation of an oral history teaching in Educational of History Program
Study of FIS Unnes has been running according to SAP, but there is no contract in
writing lectures, assessment has been no detailed written rubric, (2 ) Knowing the
obstacles encountered in the learning of oral history in Educational of History
Program Study of FIS Unnes, among others, material constraints, fear of students,
the largest source of materials, media support is not complete, (3) Knowing the
appreciation of students towards learning oral history in Educational of History
Program Study FIS of Unnes there was a positive response to the knowledge, but
there is also a response to negative due to additional costs.

Key words: oral history, teaching history the history of education courses

commit to user

xvi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Paradigma pendidikan sejarah mengalami perkembangan yang pesat

setelah reformasi. Salah satu perkembangan tersebut adalah reposisi peran guru

sejarah dalam pembelajaran. Guru harus memiliki serangkaian kompetensi

sebagai bekal dalam pelaksanaan pendidikan. Dalam Permendiknas No. 16 Tahun

2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik Dan Kompetensi Guru dijelaskan

bahwa kompetensi profesional yang harus dimiliki guru sejarah salah satunya

adalah “menguasai materi, struktur, konsep, danpola pikir keilmuanyang

mendukungmata pelajaran yangdiampu.” Lebih spesifik lagi, kompetensi tersebut

dijabarkan dalam beberapa aspek, yakni “(1) Menguasai hakikat struktur

keilmuan, ruang lingkup, dan objek Sejarah; (2) Membedakan pendekatan-

pendekatan Sejarah; (3) Menguasai materi Sejarah secara luas dan mendalam; dan

(4) Menunjukkan manfaat mata pelajaran Sejarah.”

Kompetensi profesional bagi guru sejarah sesuai dengan Permendiknas

No. 16 tahun 2007 mempunyai beberapa pemahaman. Pertama, guru sejarah

harus mampu memahami hakikat keilmuan sejarah secara mendalam. Kedua, guru

sejarah dituntut untuk mampu melakukan penelitian sejarah dan mengembangkan

keilmuannya. Ketiga, guru sejarah harus mampu menguasai berbagai materi dan

peristiwa sejarah di tingkat nasional dan lokal. Keempat, guru sejarah harus

mampu mengambil makna dan nilai-nilai dalam berbagai peristiwa sejarah.

Dengan demikian, guru sejarah tidak hanya mampu menguasai materi, tetapi juga
commit to user

1
perpustakaan.uns.ac.id 2
digilib.uns.ac.id

mengembangkannya melalui proses penelitian dan penelusuran sejarah pada

tingkat yang lebih mikro di lingkungan sekitar.

Penguasaan terhadap pengembangan materi melalui penelitian sejarah dan

penelusuran sumber-sumber lokal untuk memperkuat pemahaman sejarah mikro

merupakan tuntutan baru bagi guru sejarah. Hal ini didukung oleh pendapat dari

Husband (2011:84) bahwa agar mampu menjadi guru sejarah yang sukses harus

mampu memahami informasi kesejarahan, termasuk di dalamnya sejarah-sejarah

mikro di lingkungan sekitar siswa. Bhuvan Garg (2007:156-160) menjelaskan

bahwa guru harus mampu memandu siswa melakukan penelitian berbasis sejarah

lisan. Dengan demikian, guru sejarah juga dituntut untuk mampu memandu siswa

dalam melaksanakan penelitian sejarah, termasuk sejarah lisan. Oleh karena itu,

kemampuan penelusuran sumber dan pemahaman sejarah mikro melalui sejarah

lisan menjadi kompetensi yang harus dimiliki oleh guru sejarah.

Pemahaman terhadap sejarah mikro melalui penelitian dengan pendekatan

sejarah lisan merupakan hal penting yang harus dikuasai oleh guru. Kemampuan

guru untuk memahami berbagai peristiwa di sekitar lingkungan belajar sangat

penting agar pembelajaran menjadi lebih bermakna. Kebermaknaan dalam

pembelajaran dapat dilakukan dengan mengaitkan antara materi dengan konteks di

sekitar siswa (Burhanudin dan Wahyuni, 2007: 67). Salah satu upaya mengaitkan

materi dengan konteks di sekitar siswa adalah dengan menghadirkan peristiwa

sejarah di sekitar lingkungan belajar. Salah satu upaya untuk mampu

menghadirkan peristiwa-peristiwa sekitar siswa adalah dengan memahami sejarah

mikro. Pemahaman terhadap sejarah mikro di sekitar lingkungan belajar siswa


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 3
digilib.uns.ac.id

merupakan bekal yang harus dimiliki oleh guru agar mampu melakukan pengaitan

antara materi sejarah dalam buku teks dengan konteks sekitar siswa.

Realitas saat ini, pemahaman guru sejarah terhadap sejarah mikro di

sekitar lingkungan belajar siswa masih terkendala pada kemampuan teknis yang

dimiliki oleh guru. Guru lebih memilih melaksanakan pembelajaran dengan

transfer of knowledge melalui kegiatan yang tidak inovatif. Geoffrey Partington

yang dikutip Widja (1989: 103) menyatakan bahwa bahwa praktik-praktik

pengajaran yang berlaku selama ini sering dicap sebagai pelajaran hapalan yang

didominasi oleh situasi “too much chalk and talk and by a lack of involvement of

childern in their own learning”, yakni terlalu banyak omongan dan catatan tanpa

melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajarannya. Hal ini dimungkinkan

terjadi tatkala pembelajaran belum mampu mengaktifkan siswa dalam kegiatan

penemuan dan pemecahan masalah kesejarahan di sekitar lingkungan belajarnya.

Oleh karena itu pembekalan terhadap kemampuan guru untuk mengeksplorasi

sumber-sumber sejarah di sekitar lingkungan belajar sejarah siswa harus

dilakukan oleh LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan).

Salah satu upaya yang diberikan oleh LPTK untuk membekali calon

pendidik sejarah dengan kemampuan untuk mengeksplorasi sumber-sumber

sejarah di sekitar lingkungan belajar siswa adalah melalui mata kuliah Sejarah

Lisan. Perkuliahan ini dianggap penting karena saat ini banyak kawasan yang

belum memiliki dokumen-dokumen tertulis, sehingga menyulitkan proses

penelitian sejarah secara dokumentatif. Oleh karena itu, penggalian sumber-

sumber alternatif di masyarakat melalui wawancara menjadi pilihan untuk


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 4
digilib.uns.ac.id

mendapatkan informasi kesejarahan secara melimpah. Melalui mata kuliah ini

diharapkan lulusan mampu mengaplikasikannya dalam praksis pembelajaran dan

melakukan pembimbingan bagi siswa untuk mendapatkan informasi kesejarahan

di sekitar lingkungan belajarnya.

Kemampuan guru dalam mengeksplorasi ragam sejarah melalui sejarah

lisan dibutuhkan untuk memperkuat pembelajaran sejarah. Saat ini pada

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) terdapat Kompetensi Dasar

“Menggunakan prinsip-prinsip dasar penelitian sejarah”. Pada KD ini siswa

diharapkan mampu untuk melaksanakan penelitian sejarah secara sederhana.

Salah satu hal yang dapat dikembangkan adalah memberikan bekal pada siswa

untuk mampu melakukan wawancara dengan narasumber sebagai dasar penulisan

sejarah. Siswa diharapkan mampu menerapkan metode-metode dalam sejarah

lisan untuk mendalami peristiwa sejarah di sekitar lingkungan belajarnya. Dengan

demikian, guru sebagai pembimbing terlebih dahulu harus mahir dalam

melaksanakan penelitian dengan pendekatan sejarah lisan.

Sejarah lisan merupakan salah satu paradigma baru dalam ilmu sejarah. Ia

menghadirkan pilihan alternatif tentang bagaimana sejarawan memperoleh

sumber-sumber sejarah. Jika selama ini penelitian sejarah lebih cenderung

memilih dokumen sebagai sumber, sejarah lisan menawarkan alternatif sumber

selain dokumen, yakni subjek-subjek yang memiliki keterkaitan dengan peristiwa

sejarah. Sejarah lisan menjadi penting ketika di Indonesia banyak daerah belum

memiliki catatan tertulis atau dokumen-dokumen peninggalan sebagai sumber

sejarah. Oleh karena itu, ketika peneliti hendak mengkaji unit analisis dalam skala
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 5
digilib.uns.ac.id

mikro yang memiliki catatan dan dokumen tertulis yang terbatas, penggunaan

sejarah lisan dipilih sebagai alternatif untuk menggali cerita-cerita sejarah yang

belum terungkap.

Mata kuliah sejarah lisan telah menjadi bagian dari kurikulum Program

Studi Ilmu sejarah pada perguruan tinggi di Indonesia,namum, mata kuliah

tersebut masih belum dikembangkan secara luas untuk memberikan bekal bagi

calon guru sejarah dalam melakukan kajian terhadap sejarah mikro di sekitar

lingkungan kerjanya. Bagi Prodi Pendidikan Sejarah UNNES, mata kuliah Sejarah

Lisan baru diberikan pada kurikulum tahun 2008. Hal ini berarti Sejarah Lisan

merupakan satu hal yang relatif baru dan masih mencari format yang ideal.

Dengan demikian, kemungkinan munculnya permasalahan juga masih terjadi.

Oleh karena itu, menarik bagaimana pelaksanaan pembelajaran sejarah lisan bagi

mahasiswa Prodi Pendidikan Sejarah FIS UNNES untuk mewujudkan

pemahaman terhadap sejarah mikro, kendala-kendala dalam pelaksanaannya, dan

apresiasi mahasiswa dalam pembelajaran.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, rumusan masalah yang diangkat dalam

penelitian ini adalah

1. Bagaimana implementasi pembelajaran sejarah lisan di Prodi Pendidikan

Sejarah FIS UNNES?

2. Bagaimana kendala-kendala yang ditemui dalam pembelajaran sejarah

lisan di Prodi Pendidikan Sejarah FIS UNNES?

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 6
digilib.uns.ac.id

3. Bagaimana apresiasi mahasiswa terhadap pembelajaran sejarah lisan di

Prodi Pendidikan Sejarah FIS UNNES?

C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas, tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut.

1. Mendeskripsikan implementasi pembelajaran sejarah lisan di Prodi

Pendidikan Sejarah FIS UNNES.

2. Mengetahui kendala-kendala yang ditemui dalam pembelajaran sejarah

lisan di Prodi Pendidikan Sejarah FIS UNNES.

3. Mengetahui apresiasi mahasiswa terhadap pembelajaran sejarah lisan di

Prodi Pendidikan Sejarah FIS UNNES.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis, penelitian ini memberikan satu kajian ilmiah tentang

pembelajaran sejarah lisan di Program StudiPendidikan Sejarah Fakultas Ilmu

Sosial Universitas Negeri Semarang. Kajian tentang pembelajaran sejarah

lisan di kalangan mahasiswa calon pendidikmasih jarang, sehingga penelitian

ini dapat digunakan sebagai perbandingan dan acuan dalam penelitian

selanjutnya tentang pembelajaran sejarah lisan bagi calon pendidik.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan masukan tentang pendekatan dalam pembelajaran sejarah

lisan bagi mahasiswa calon pendidik.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 7
digilib.uns.ac.id

b. Bagi pihak LPTK dapat digunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam

menentukan kebijakan dalam pembelajaran sejarah, terutama sejarah lisan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB II

KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN, DAN KERANGKA

BERPIKIR

A. Kajian Teori

1. Pembelajaran Sejarah

a. Pengertian Pembelajaran Sejarah

Pembelajaran adalah seperangkat peristiwa (events) yang mempengaruhi si

belajar sedemikian rupa sehingga si belajar memperoleh kemudahan (Haryanto,

2003: 2-3). Kata pembelajaran sengaja dipakai sebagai padan dari kata instruction

yang berasal dari bahasa Inggris. Kata instruction memiliki pengertian yang lebih

luas daripada pengajaran. Jika pengajaran ada dalam konteks guru-murid atau

dosen-mahasiswa di kelas (ruang) formal, maka pembelajaran mencakup pula

kegiatan belajar mengajar yang tidak dihadiri guru secara fisik. Oleh karena dalam

instruction yang ditekankan proses belajar, maka usaha-usaha yang terencana

dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar dalam diri

peserta didik disebut pembelajaran. Pembelajaran juga dapat berarti proses

interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan

belajar.

Kosasih Djahiri A. (dalam Isjoni, 2007: 78) menyatakan bahwa

pembelajaran merupakan proses keterlibatan totalitas diri peserta didik dan

kehidupannya atau lingkungannya secara terarah, terkendali ke arah

penyempurnaan, pembudayaan, pemberdayaan totalitas diri dan kehidupannya

commit to user

8
perpustakaan.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id

melalui proses learning to know, learning to belief, learning to do dan to be serta

learning to life together.

Menurut Darsono (2000: 26), pembelajaran merupakan kegiatan yang

dilakukan secara sadar dan sengaja untuk membantu peserta didik agar

memperoleh pengalaman dan dengan pengalaman itu tingkah laku peserta didik

bertambah baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Tingkah laku tersebut

meliputi pengetahuan, keterampilan dan nilai atau norma yang berfungsi sebagai

pengendali sikap dan perilaku peserta didik.

Atas dasar pemikiran di atas, pemerintah RI telah merumuskan pengertian

dari pembelajaran yang tercantum dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003

tetang Sistem Pendidikan Nasional, yakni pembelajaran adalah proses interaksi

peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

Dengan demikian, pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang memberikan

kegiatan interaksi yang aktif dari peserta didik dan guru atau pendidik.

Ciri-ciri pembelajaran menurut Edi Suardi (dalam Saiful Bahri Djamarah

dan Aswan Zain 2006: 39), meliputi: (1) Pembelajaran memiliki tujuan yakni

membentukanak didik dalam sustu perkembangan tertentu.( 2) Ada sustu prosedur

(jalannya onteraksi) yang direncanakan, di desain untuk mencapai tujuan yang

telah ditetapkan. (3) Kegiatan pembelajaran ditandai dengan suatu materi khusus.

(4) Ditandai dengan aktifitas anak didik. (5) Dalam kegiatan pembelajaran, guru

berperan sebagai pembimbing. (6) Dalam kegiatan pembelajaran membutuhkan

disiplin. (7) Ada batas waktu, (8) Evaluasi.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id

Berkaitan dengan sejarah, I Gde Widja (1989: 23) menyatakan bahwa

pembelajaran sejarah adalah perpaduan antara aktivitas belajar dan mengajar yang

di dalamnya mempelajari tentang peristiwa masa lampau yang erat kaitannya

dengan masa kini. Selanjutnya Isjoni (2007:13) menyatakan bahwa,

Pembelajaran sejarah memiliki peran fundamental dalam kaitannya dengan


guna atau tujuan dari belajar sejarah, melalui pembelajaran sejarah dapat
juga dilakukan penilaian moral saat ini sebagai ukuran menilai masa
lampau.
Sebagai sebuah sistem, pembelajaran merupakan suatu rangkaian yang

merupakan suatu kesatuan. Pembelajaran sebagai sistem merupakan interaksi

fungsional antarsubsistem (Ahmad Sugandi dkk., 2004: 20). Pada hakikatnya

pembelajaran sebagai sistem merupakan suatu kesatuan berbagai unsur/elemen

yang memiliki hubungan fungsional dan berinteraksi secara dinamis untuk

mencapai tujuan/fungsi sistem tersebut.

b. Komponen-Komponen Pembelajaran Sejarah

Di dalam proses pembelajaran terdapat komponen-komponen yang

menyusun suatu pembelajaran yaitu (1) tujuan, (2) subjek belajar, (3) materi

pelajaran, (4) strategi pembelajaran, (5) media pembelajaran, (6) evaluasi, dan (7)

penunjang (Ahmad Sugandi dkk., 2004: 28-30). Tujuan yang hendak dicapai

dalam pembelajaran adalah membantu peserta didik agar memperoleh berbagai

pengalaman dan dengan pengalaman itu, tingkah laku peserta didik bertambah.

Tujuan pembelajaran ini mengacu para ranah afektif, kognitif, dan psikomotorik.

Sementara itu subjek belajar mencakup pribadi yang ada dalam proses

pembelajaran, yakni peserta didik/mahasiswa dan guru/dosen. Materi merupakan

hal/informasi yang diberikan dalam proses pembelajaran. Materi ini telah


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id

disesuaikan dengan kurikulum. Strategi pembelajaran merupakan pola umum

dalam mewujudkan proses pembelajaran yang diyakini efektivitasnya untuk

mencapai tujuan pembelajaran. Media pembelajaran merupakan alat yang

digunakan dalam proses pembelajaran untuk membantu menyampaikan informasi

atau pesan pembelajaran. Evaluasi merupakan kegiatan pengendalian, penjaminan

dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada

setiap jalur jenjang dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban

penyelenggaraan pendidikan. Komponen penunjang dalam pembelajaran antara

lain fasilitas-fasilitas yang berfungsi untuk melancarkan dan mempermudah

proses pembelajaran.

Sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran guru perlu

mengembangkan perencanaan pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran,

pembuatan perencanaan atau desain pembelajaran berfungsi untuk memudahkan

serta memberikan efektivitas dalam pembelajaran agar tujuan yang hendak dicapai

bisa dengan mudah terlaksana.

Desain pembelajaran atau desain instruksional merupakan keseluruhan

proses analisis kebutuhan dan tujuan belajar serta pengembangan teknik mengajar

dan materi pengajarannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut (Ahmad Sugandi

dkk.,2004:46). Dalam kegiatan pembelajaran agar terwujud efektivitas

pembelajaran dan agar tujuan bisa dengan mudah tercapai harus ada perencanaan

pembelajaran dalam bentuk desain pembelajaran. Desain pembelajaran ini

bermanfaat bagi guru karena dapat memberikan gambaran awal tentang rencana

pengajaran dalam kelas.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

Di dalam prosesnya, desain pembelajaran ini melakukan pendekatan

secara sistematis dalam perencanaan dan pengembangan sarana serta alat untuk

mencapai kebutuhan dan tujuan pembelajaran. Tujuan penyusunan atau

pendesainan desain pembelajaran ini adalah pada dasarnya untuk mempermudah

dalam pelaksanaan proses pembelajaran karena terjadi pembelajaran yang

terencana dan efektif, sehingga tujuan dari pembelajaran yaitu peserta didik yang

cerdas (ranah kognitif), kreatif (ranah psikomotorik) dan memahami norma

(afektif) bisa terwujud.

Penyusunan desain pembelajaran harus memperhatikan komponen-

komponen dalam pembelajaran meliputi (1) tujuan, (2) subjek belajar, (3) materi

pelajaran, (4) strategi pembelajaran, (5) media pembelajaran, (6) evaluasi, serta

(7) sarana penunjang seperti fasilitas belajar, buku sumber, pemanfaatan

ligkungan dan sebagainya (Ahmad Sugandi dkk., 2004: 28-30).

Desain atau perencanaan pembelajaran dikembangkan oleh para

pengembang yaitu guru di sekolah, pengarang, pendidik dan psikolog serta para

profesional dalam bidang pendidikan. Tugas para pengembang dan pendesain

model pembelajaran adalah menentukan hasil belajar (prestasi peserta didik) yang

dapat diamati dan diukur, mengidentifikasi peserta didik yang akan belajar,

menulis dan menyelenggarakan kegiatan pembelajaran bagi peserta didik,

menentukan media, menentukan situasi dan kondisi (pengenalan kelas),

menentukan kriteria seberapa prestasi peserta didik telah dianggap cukup,

memilih metode yang tepat, menentukan model tes/evaluasi, mengadakan

perbaikan (remidi untuk yang tertinggal) (Haryanto, 2003: 53).


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id

c. Tujuan Pembelajaran Sejarah

Beberapa pakar seperti Soedjatmoko (1976:42), Hasan (2007:27), sampai

dengan Wineburg (2006:8) telah menekankan tujuan dari pembelajaran sejarah

bagi generasi muda. Sebelum mengulas tujuan dari pembelajaran sejarah itu,

untuk lebih memahami tujuan dilaksanakannya pendidikan sejarah, patut

diketahui pula fungsi atau manfaat dari sejarah itu sendiri. Dengan mengetahui

fungsi dan manfaat dari ilmu sejarah itu maka akan dapat dirumuskan pula fungsi

dari pembelajaran sejarah dan tujuan yang hendak dicapai.

Sejarah memiliki berberapa manfaat bagi kehidupan manusia pada masa

sekarang. Subagyo (2010:52), Wasino (2007:14) menyebutkan bahwa paling tidak

ada beberapa guna sejarah bagi manusia yang mempelajarinya, yakni (1) edukatif

(untuk pendidikan), (2) instruktif (memberikan pengajaran), (3) inspiratif

(memberi ilham), serta (4) rekreatif (memberikan kesenangan).

Sejarah memiliki fungsi edukatif (untuk pendidikan) karena dengan

memahami sejarah berarti telah diambil satu manfaat atau hikmah dari terjadinya

suatu peristiwa sejarah. Kaitannya antara sejarah dan pendidikan, ada sebuah

kalimat bijak tentang peranan sejarah bagi manusia yang berbunyi historia vitae

magistra yang bermakna ‘sejarah adalah guru kehidupan’. Makna sejarah sebagai

guru kehidupan ini sangat dalam, karena memerlukan pemikiran mengapa sampai

sejarah itu digunakan sebagai guru kehidupan. Di sini maksud dari kalimat

tersebut adalah bahwa sejarah ini memiliki fungsi pendidikan, yang mengajarkan

bagaimana manusia seharusnya itu bertindak dengan melihat peristiwa yang telah

terjadi untuk kemudian diambil hikmahnya. Kuntowijoyo (1995:24) menerangkan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id

bahwa ada beberapa fungsi sejarah kaitannya dengan sarana pendidikan, yaitu

sebagai pendidikan moral, penalaran, politik, kebijakan, perubahan, masa depan,

dan keindahan.

Fungsi kedua dari sejarah adalah fungsi instruktif. Sejarah sebagai

aktivitas manusia pada masa lampau memiliki fungsi untuk memberikan pelajaran

mengenai suatu keterampilan atau pengetahuan, misalnya pengetahuan tentang

taktik militer, navigasi, teknologi senjata, jurnalistik (Subagyo, 2010:70).

Fungsi berikutnya dari sejarah adalah fungsi inspirasi. Fungsi inspirasi

maksudnya adalah bahwa tindakan yang telah dilakukan oleh manusia pada masa

lampau mampu memberikan inspirasi atau ilham bagi manusia yang hidup pada

masa ini. Tindakan-tindakan kepahlawanan dalam sejarah dapat mengilhami

masyarakat pada perjuangan yang sekarang. Contoh dari fungsi sejarah sebagai

insrpirasi adalah seperti patriotisme yang terpatri dalam jiwa rakyat Indonesia

ketika menghadapi kolonialisme asing, memberi inspirasi bagi bangsa Indonesia

pada masa kini untuk terus menerus bekerja keras, rela berkorban, dan menjaga

persatuan agar cita-cita dan tujuan Indonesia bisa tercapai.

Fungsi keempat dari sejarah adalah fungsi rekreatif, maksudnya adalah

bahwa sejarah dapat memberikan kesenangan lain kepada generasi sekarang.

Sejarah membawa manusia kepada nostalgia dan kisah-kisah yang dramatis,

indah, dan sebagainya. Dengan sejarah kita seolah-olah berpariwisata ke negeri-

negeri jauh, menyaksikan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi dalam suasana

yang berlainan dengan suasana kita pada masa sekarang.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id

Dari keempat fungsi atau guna sejarah seperti yang telah dijelaskan di atas,

ada beberapa fungsi atau guna lain dari sejarah yang merupakan turunan dari

keempat fungsi atau guna sejarah tersebut. Fungsi tersebut antara lain adalah

sebagai sarana untuk menumbuhkan semangat nasionalisme dan partiotisme,

sampai pada fungsi untuk memprediksi masa depan melalui refleksi terhadap

peristiwa yang telah terjadi pada masa lampau.

Oleh karena sejarah memiliki guna yang strategis, sebagaimana dinyatakan

Collingwood (1980:254) “bahwa mengenal diri sendiri berarti mengenal apa yang

kita mampu lakukan; dan karena tidak seorangpun mengetahui apa yang bisa dia

perbuat sampai dia mencobanya, maka satu-satunya kunci untuk mengetahui apa

yang bisa diperbuat seseorang adalah apa yang telah dia perbuat (maksdunya

adalah dari sejarah masa lampaunya.” Dengan demikian berarti menurut

Collingwood kegunaan sejarah bagi manusia adalah untuk mengenal dirinya

sendiri. Hal senada juga diungkapkan oleh Wineburg (2006:8) bahwa “sejarah

memiliki potensi untuk menjadikan kita manusia yang berperikemanusiaan, hal

yang tidak dapat dilakukan oleh mata pelajaran lain dalam kurikulum sekolah.”

Kaitannya dengan upaya untuk mengenali dirinya sendiri, pendidikan

sejarah berarti mengajarkan kepada manusia satu langkah menuju kesadaran.

Kesadaran sejarah merupakan satu kondisi kejiwaan yang menunjukkan tingkat

penghayatan pada makna dan hakikat sejarah bagi masa kini dan masa yang akan

datang, serta menjadi dasar bagi berfungsinya makna sejarah dalam proses

pendidikan (Widja, 1989:103). Lebih lanjut lagi Soedjatmoko menyatakan tentang

kesadaran sejarah sebagai berikut


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id

Suatu orientasi intelektual, suatu sikap jiwa yang perlu untuk memahami
secara tepat paham kepribadian nasional. Kesadaran sejarah ini
membimbing manusia kepada pengertian mengenai diri sendiri sebagai
bangsa, kepada self understanding of nation, kepada sangkan paran suatu
bangsa, kepada persoalan what we are, why we are what we are.
(Soedjatmoko, 1973:12-13)

Manfaat mempelajari sejarah menurut Tamburaka (1999: 25) ada 3 hal

yaitu (1) Untuk memperoleh pengalaman peristiwa sejarah di masa lampau baik

dari sisi positif maupun negatif untuk dijadikan hikmah agar kesalahan yang

pernah terjadi tidak terulang kembali; (2) Untuk mengetahui hukum sejarah yang

berlaku agar menjadi pembelajaran bagi generasi selanjutnya dalam mengatasi

persoalan masa kini dan masa yang datang; dan (3) Menumbuhkan sikap

kedewasaan berpikir, memiliki cara pandang lebih luas untuk bertindak lebih arif

bijaksana dalam mengambil keputusan. Generasi muda menjadi tumpuan bangsa

dalam mengembangkan sejarah perjuangan bangsa Indonesia untuk

mengembangkan pengertian dan penghargaan tentang warisan dan tradisi sejarah

yang telah ada sebagai proses pembelajaran dan pemahaman sejarah bangsanya

(Isjoni, 2009: 35).

Selain pandangan di atas, tujuan dari pendidikan sejarah seperti

dikemukakan oleh Said Hamid Hasan adalah ditinjau dari mana pendidikan

sejarah itu dimaknai. Menurut Hasan (2007:27), ada beberapa pemaknaan

terhadap pendidikan sejarah itu. Secara tradisional pendidikan sejarah dimaknai

sebagai upaya unuk mentransfer kemegahan bangsa di masa lampau kepada

generasi muda. Dengan posisi yang demikian maka pendidikan sejarah adalah

wahana bagi pewarisan nilai-nilai keunggulan bangsa. Melalui posisi ini


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id

pendidikan sejarah ditujukan untuk membangun kebanggaan bangsa dan

pelestarian keunggulan tersebut.

Makna kedua pendidikan sejarah berkenaan dengan upaya

memperkenalkan peserta didik terhadap disiplin ilmu sejarah. Oleh karena itu

kualitas seperti berpikir kronologis, pemahaman sejarah, kemampuan analisis dan

penafsiran sejarah, kemampuan penelitian sejarah, kemampuan analisis isu dan

pengambilan keputusan (historical issues-analysis and decision making) menjadi

tujuan penting dalam pendidikan sejarah. Historical issues-analysis and decision

making menurut NCHS dalam Curriculum Standards for Social Studies:

Expectations of Excellence seperti dikutip oleh Hasan (2007:28) adalah

kemampuan menganalisis dan menentukan apakah tindakan sejarah yang

dilakukan oleh para pelaku sejarah tersebut merupakan keputusan yang baik dan

mengapa dianggap sebagai keputusan yang baik.

Posisi lain dalam pendidikan sejarah seperti diungkapkan Hasan (2007:32)

adalah bahwa pendidikan sejarah dalam kurikulum pendidikan dasar haruslah

mempersiapkan peserta didik untuk hidup di masyarakat. Oleh karena itu posisi

disiplin ilmu sejarah sebagai sumber materi untuk mengembangkan berbagai

kemampuan yang diperlukan peserta didik.

Nilai praktis dan pragmatis dalam pembelajaran sejarah telah mengajarkan

bahwa pelajaran sejarah bukan hanya rentetan peristiwa yang kering tetapi

merupakan sebuah wacana intelektual yang kritis dan rasional. Hal ini mendorong

pembelajaran sejarah perlu ditekankan pada tiga tahapan yaitu: (1) Memupuk

kesadaran atas lingkungan sosial, rasa keakraban (sense of intimacy); (2)


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

Memperkenalkan peserta didik pada makna dari dimensi waktu kehidupan (sense

of actuality) dan (3) Rasa hayat sejarah (sense of history). Hal ini mendorong

pemahaman bahwa pembelajaran sejarah tidak hanya didominasi perkembangan

sejarah politik tetapi juga mempelajari aspek sejarah sosial budaya yang dapat

menumbuhkan kreatifitas sejarah lokal (Isjoni, 2007: 43). Pembelajaran sejarah

dapat menumbuhkan peserta didik untuk belajar dan problem oriented yang

merangsang peserta didik untuk mengenali, mengkaji peristiwa sejarah secara

utuh dengan jalan mengumpulkan, mengorganisir dan mengklasifikasikan data

yang luas tersebut dalam suatu rekonstruksi dan rekstrukturisasi pengetahuan

sejarah (Hariyono, 2005:35).

Berbagai tujuan yang yang telah dipaparkan oleh para ahli kaitannya

dengan tujuan mempelajari sejarah, maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya

sejarah bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan potensi yang dimiliki

oleh peserta didik dengan mengacu pada pemahaman terhadap peristiwa-peristiwa

yang terjadi pada masa lampau sehingga dalam diri peserta didik terwujud satu

kesadaran sejarah.

2. Sejarah Lisan

a. Pengertian Sejarah Lisan

Sejarah lisan merupakan sebuah kajian dan metode untuk mendapatkan

informasi kesejarahan yang berasal dari individu-individu, kelmopok masyarakat,

peristiwa dan berbagai aktivitas keseharian dengan menggunakan

wawancara.Munslow (2006: 197) menjelaskan bahwa sejarah lisan secara

sederhana dipahami sebagai “the practice of interviewing eyewitnesses to past


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

events”, yakni sebuah upaya untuk mewawancarai saksi dari peristiwa di masa

lalu.

Pendapat lain dikemukakan oleh Roper (2005: 992) yang menyatakan

bahwa “sejarah lisan adalah rekaman dan interpretasi dari ucapan pengakuan dari

seseorang tentang kehidupan di masa lampau”. Pengertian tersebut menunjukkan

bahwa sejarah lisan tidak hanya sebagai metode, tetapi sebagai sumber sejarah itu

sendiri. Pendapat Roper sejalan dengan Miller (2006: 698) yang menyatakan

bahwa “oral history refers to verbatim recordings of narratives”, sejarah lisan

berarti rekaman cerita secara harfiah.

Lebih spesifik Sommer dan Quinlan (2009: 1) menyatakan bahwa

Oral history is primary-source material created in an interview setting


with a witness to or a participant in an event or a way of life for the
purpose of preserving the information and making it available to others.
(Sejarah lisan adalah sumber primer yang didapakan dari wawancara
dengan saksi ataupun pelaku dari peristiwa atau dari pandangan hidup
seseorang,yangbertujuan untuk menyimpan informasi dan
menghadirkannya ke khalayak)

Sejarah lisan berbeda dengan tradisi lisan. Dalam masyarakat yang belum

mengenal tulisan yang dimaksud dengan tradisi sejarah adalah dalam bentuk

mempertahankan adat istiadat, petuah leluhur dan tradisi yang berkembang di

masyarakat. Cara mereka mengembangkan tradisi sejarah adalah dengan

mewariskannya secara lisan melelui ingatan kolektif anggota masyarakatnya.

Jejak Sejarah Dalam Foklore (Mitos, Legenda, Dongeng, Lagu Rakyat dan

Upacara Adat).

Dari pengertian di atas, sejarah lisan dapat dipahami dalam dua hal
commit
sekaligus, yakni sebagai proses dan hasil. to user proses, sejarah lisan merupakan
Sebagai
perpustakaan.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

serangkaian cara mendapatkan informasi dari pernyataan yang terucap untuk

menggambarkan kondisi dari kehidupan seseorang dan menyediakan bahan untuk

melakukan rekonstruksi sejarah, serta menganalisis perubahan sosial (Roper,

2005: 993). Sebagai hasil, sejarah lisan merupakan rekaman cerita masa lalu dari

saksi atau pelaku sejarah.

b. Tujuan dan Manfaat Sejarah Lisan

Sejarah lisan menjadi suatu metode mengalami perkembangan.Metode ini

kembali dilihat oleh para ahli terutama di Amerika Serikat pada abad ke-20.

Penggunaan sejarah lisan mulai diperhatikan kembali oleh para sejarawan karena

adanya kekhawatiran orang-orang yang masih hidup dan menyaksikan peristiwa

akan meninggal, sedangkan mereka sendiri tidak membuat catatancatatan tertulis.

Memori yang dimiliki oleh para saksi peristiwa tersebut merupakan sumber

informasi yang berharga.Sejarah lisan dalam pelaksanaannya sebagai suatu

metode yang modern dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 1930-an. Para ahli

pada saat itu menggunakan penelitian dengan metode lisan untuk melihat

kenangan bekas para budak hitam.Penelitian yang dilakukan para ahli ini

kemudian mengalami perkembangan.Sumber lisan yang dikumpulkan, tidak

hanya dari orang-orang besar saja atau para tokoh, tetapi orang-orang kecil pun

mereka wawancarai bahkan orang-orang yang buta huruf.Orang-orang ini sangat

sulit mewariskan sumber-sumber tertulis.

Miller (2006: 698) menjelaskan bahwa sejarah lisan bertujuan untuk

mendapatkan informasi tentang orang biasa dan tentang segala aspek kehidupan

yang secara eksplisit tidak terdapat dalam dokumen tertulis.Sementara itu Roper
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

(2005: 993) menyatakan bahwa sejarah lisan bertujuan untuk memberikan

deskripsi yang mendetail tentang kehidupan individu serta menyediakan sarana

untuk melakukan rekonstruksi sejarah dan menganalisis perubahan-perubahan

sosial.

Perks dan Thomson (2003:ix) menjelaskan bahwa “oral history is

predicated on an active human relationship between historians and their sources,

which can transform the practice of history in several ways”. Pengertian tersebut

memberikan pemahaman bahwa sejarah lisan bertujuan sebagai satu alat untuk

transformasi sosial masyarakat.lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa

In certain projects a primary aim has been the empowerment of


individuals or social groups through the process of remembering and
reinterpreting the past, with an emphasis on the value of process as much
as historical product. (Park dan Thomson, 2003: ix)
(tujuan utama dari kegiatan sejarah lisan adalah memberikan
pemberdayaan kepada individu atau kelompok sosial tertentu melalui
proses mengingatkan dan menafsirkan kembali masa lalu, dengan cara
menemukan nilai-nilai dari sebuah proses sebagai produk sejarah)

Tujuan sejarah lisan sebagai media pemberdayaan sejalan dengan pendapat

dari Munslow (2006: 197).Ia menyatakan bahwa sejarah lisan makin meneguhkan

posisi sejarawan sebagai penengah dalam satu situasi. Hal ini dilakukan dengan

melakukan penulisan dari perspektif yang berimbang.Sejarah tidak hanya milik

orang besar dan para penemang, tetapi juga miliki individu-individu yang

terlupakan.Dengan demikian, sejarah lisan bertujuan dalam memberikan alternatif

yang beragam dari sebuah cerita sejarah.

Ada beberapa manfaat dalam penggunaan sejarah lisan. Kuntowijoyo

(2003: 27) menjelaskan bahwa penggunaan sejarah lisan akan mengatasi


commit
kelangkaan dokumen. Hal ini karena to user
banyak peristiwa yang tidak tertangkap oleh
perpustakaan.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

dokumen. Dokumen hanya menjadi saksi dari kejadian-kejadian penting menurut

kepentingan pembuat dokumen dan zamannya, tetapi tidak melestarikan kejadian-

kejadian individual dan yang unik yang dialami oleh seseorang atau segolongan .

Manfaat penggunaan sejarah lisan selain sebagai metode adalah untuk

sumber sejarah.Kegiatan sejarah lisan sebagai usaha menyediakan sumber bagi

peneliti sejarah dilakukan dengan menyediakan rekaman wawancara dari para

saksi atau pelaku sejarah.Selain itu dijelaskan pula oleh Kuntowijoyo (2003: 29-

30) bahwa sejarah lisan memberikan kemungkinan yang hampir tak terbatas untuk

menggali sejarah dari pelaku-pelakunya.Sejarah lisan juga dapat mencapai pelaku-

pelaku sejarah yang tidak disebutkan dalam dokumen.Kemudian, sejarah lisan

memungkinkan perluasan masalah sejarah, karena sejarah tidak lagi dibatasi oleh

keberadaan dokumen tertulis.

Sommer dan Quinlan (2009:3) menjelaskan bahwa sejarah lisan

menyediakan lebih banyak informasi daripada dokumen.Sejarah lisan

menyediakan banyak meungkinan untuk melihat masa lalu, sehingga makin

menghidupkan sejarah.Ia menggambarkan bahwa pelaku sejarah adalah seseorang

yang nyata dengan berbagai perspektifnya yang beragam. Dengan demikian,

sejarah lisan membantu memerikan pemahaman bagaimana cerita sejarah

terjadidan mengeksplorasi banyak sisi dari sebuah cerita.Oleh karena itu, sejarah

lisan makin meperkaya makna dalam sebuah cerita sejarah dan membantu

generasi sekarang menafsirkan masa lalu secara lebih konkret.

Banyak manfaat lain yang diambil dari sejarah lisan. Manfaat tersebut

adalah (1) sejarah lisan membantu mendokumentasikan peristiwa pada


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

masyarakat tertentu; (2) sejarah lisan membantu mengakomodasi gagasan orang

yang tersisihkan, (3) sejarah lisan menyediakan berbagai suara dan wacana; (3)

sejarah lisan dapat digunakan dalam pembelajaran dalam kelas bagi siswa untuk

melakukan penelitian sejarah; (4) sejarah lisan dapat menumbuhkan kembali

kenangan dan kebersamaan dalam masyarakat (Sommer dan Quinlan, 2009: 3-5).

c. Sumber Sejarah Lisan

Sejarah lisan memiliki beberapa sumber sebagai sarana penyusunan cerita

sejarah.Vansina (1985: 12) menyatakan bahwa sumber-sumber yang digunakan

oleh sejarawan lisan adalah pengalaman-pengalaman yang masih diingat

(reminiscences), rumor (hearsay), atau kesaksian individu atas peristiwa dan

situasi di masa lalu semasa hidupnya.Dengan demikain secara umum sumber yang

digunakan adalah pengalaman seseorang, termasuk di dalamnya surat-surat, buku

harian, pengakuan-pengakuan, dan ingatan (Miller, 2006: 698).

Pengakuan lisan dari seseorang sebagai pengalaman individualnya

merupakan salah satu sumber yang tertua dan paling sering digunakan sebagai

bukti sejarah.Dalam pengertian ini, penelitian sejarah pada masyarakat yang

belum mengetahui tulisan dapat menggunakan sejarah lisan untuk menggali

informasi-informasi kesejarahan.

Pengakuan personal secara lisan merupakan sumber utama bagi peneliti

sejarah lisan.Peneliti sejarah lisan menggunakan wawancara untuk mendapatkan

informasi. Di masa sekarang peneliti banyak menggunakan alat perekam untuk

mempermudah proses penelitian. Dalam praktiknya, rekaman ini kemudian

ditranskripsikan untuk mempermudah proses analisis data (Miller, 2006: 698).


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id

Unsur yang penting dalam sejarah lisan adalah pewawamcara (yang

melakukan wawancara) dan pengkisah (yang diwawancarai). Baik pengkisah

maupun pewawancara adalah manusia yang memiliki sifat-sifat yang khas,

sehinggan hasil wawancara ditentukan oleh sifat-sifat dari pewawancara maupun

oleh pengkisah. Karena itulah dalam mencari data diperlukan pendekatan yang

khusus (Lapian, 1985:2).

Wawancara merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan jalan

mengadakan komunikasi dengan sumber data. Komunikasi tersebut dilakukan

dengan dialog (Tanya jawab) secara lisan, baik langsung maupun tidak langsung.

Wawancara sejarah lisan adalah pengalaman pengkisah itu sendiri. Hal ini akan

berbeda dengan tradisi lisan, dimana pengkisah itu mendapat informasi dari

neneknya ataupun dari generasi yang lebih tua. Jadi dalam penulisan sejarah lisan

yang diwawancarai adalah pengalaman sendiri (Lapian, 1985:7).

Struktur wawancara dapat dibedakan dalam dua bagian. Pertama,

wawancara yang memfokuskan topik.Kedua, pendekatan pengalaman hidup (life

History) yang menempatkan sejarah kehidupan seseorang dalam konteks sosial

dan sejarah (Kwa Chong Guan, 2000: 86).

Wawancara sejarah lisan bukan sekadar kisah yang menampilkan

kenangan tentang masa lampau. Dengan dorongan, atau kehadiran pewawancara,

kisah bisa menjadi reflektif dan interpretatif. Metodologi pengalaman hidup itu

memungkinkan dilakukan perekaman pengalaman subyektif dari orang-orang

yang diwawancarai, bagaimana mereka melihat identitas mereka sendiri(Kwa

Chong Guan, 2000: 96).


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id

Metode sejarah lisan adalah suatu metode pengumpulan data atau bahan

guna penulisansejarah yang dilakukan sejarawan melalui wawancara terhadap

para pelaku sejarah yangingin diteliti. Di Indonesia metode wawancara dalam

penulisan sejarah mulaidikembangkan dengan diawali adanya proyek sejarah lisan

yang ditangani oleh BadanArsip Nasional.Berkembangnya metode wawancara

dalam penulisan sejarah di Indonesiadilatarbelakangi oleh sulitnya menemukan

jejak masa lampau berupa dokumen yangsezaman serta makin berkembangnya

perhatian studi sejarah yangmengarah ke subyek masyarakat berupa orng kecil

dalam peristiwa kecil yang biasanya tidak meninggalkan jejak berupa

dokumen.Wawancara adalah kegiatan melakukan tanya jawab dengan narasumber

untuk mendapatkan keterangan tertentu. Wawacara merupakan teknik

pengumpulan data yangamat penting dalam penelitian survey selain teknik utama

berupa Observasi. Oleh karenaitu, dalam penelitian survei, teknik wawancara

merupakan pembantu utama dari metode obserfasi.

B. Penelitian yang Relevan

Damasus Agung Marwilistya. 2010. Pembelajaran Sejarah Melalui Metode

Pemberian Tugas Pendokumentasian Cerita Rakyat, Studi Kasus Di SMA Pangudi

Luhur Giriwoyo. Tesis : Surakarta : Program Studi Pendidikan Sejarah, Program

Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret, Juli 2010. Penelitian ini mengacu pada

proses pembelajaran tentang cerita rakyat yang sudah mulai terkikis oleh

perkembangan jaman. Cerita rakyat ini menjadi salah satu Kompetensi Dasar

(KD) dalam KTSP untuk memberikan pemahaman jejak sejarah dalam sejarah

lisan (folklore, mitologi, dongeng dan legenda). Rumusan penelitian ini adalah (1)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id

Bagaimana kesesuaian pembelajaran tentang cerita rakyat dengan di KTSP; (2)

Bagaimana relevansi cerita rakyat untuk pembelajaran sejarah; dan (3) Mengapa

metode pemberian tugas pendokumentasian cerita rakyat dipilih guru dalam

pembelajaran sejarah. Adapun tujuan penelitian ini adalah (1) Mengetahui

pembelajaran tentang cerita rakyat yang sesuai dengan KTSP; (2) Mengetahui

bagaimana guru memanfaatkan cerita rakyat yang relevan sebagai sumber

pembelajaran sejarah; dan (3) Mengetahui mengapa metode pemberian tugas

dipilih untuk mengenalkan jejak sejarah dalam tradisi sejarah lisan (folklore,

mitologi, dongeng dan legenda).

Penelitian dilaksanakan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Pangudi Luhur

Giriwoyo, Kabupaten Wonogiri. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif

deskriptif bersifat naturalistic mengarah pada studi kasus tunggal terpancang

(embedded case study research. Sumber data meliputi informan atau nara sumber

yang terdiri dari (1) Wakil Kepala Sekolah bidang kurikulum, guru mata pelajaran

sejarah dan peserta didik kelas X SMA Pangudi Luhur Giriwoyo; (2) Proses

pembelajaran dan aktivitas belajar mengajar; dan (3) Dokumen dan arsip seperti

VCD, buku paket sejarah dan buku-buku penunjang lainnya. Teknik pengumpulan

data yang digunakan adalah wawancara mendalam, observasi langsung dan

content analysis. Validitas data penelitian menggunakan teknik trianggulasi

sumber (data) dan trianggulasi metode. Sedangkan teknik analisis yang digunakan

adalah analisis interaktif dengan 3 komponen yaitu reduksi data, sajian data, dan

penarikan kesimpulan (verifikasi).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id

Hasil penelitian menjelaskan bahwa cerita rakyat menjadi bagian dari

pembelajaran dalam kurikulum KTSP khususnya pada mata pelajaran sejarah.

Ada 4 materi pembelajaran tentang cerita rakyat yang dijabarkan dalam 6 kali

pertemuan di kelas (6 x 45 menit). Relevansi pembelajaran cerita rakyat dengan

pembelajaran sejarah terlihat pada pendokumentasian jejak-jejak sejarah yang

masih menjadi tradisi lisan di Giriwoyo. Langkah-langkah metode pemberian

tugas menjadi pilihan guru berhasil mendokumentasikan cerita rakyat yang

tersebar luas sebagai tradisi sejarah lisan dalam bentuk laporan tertulis.

Kesimpulan penelitian ini menyebutkan bahwa ada kesesuaian pembelajaran

cerita rakyat dengan KTSP. Terdapat relevansi materi cerita rakyat dengan

pembelajaran sejarah. Guru menerapkan metode pemberian tugas untuk

mendokumentasikan pembelajaran sejarah tentang cerita rakyat tersebut.

Renold Hasan, 2012. Pemanfaatan benda cagar budaya Kota Gorontalo

sebagai sumber belajar sejarah dalam menunjang pembelajaran Sejarah

Kebudayaan Indonesia di Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Negeri

Gorontalo Tesis : Surakarta : Program Studi Pendidikan Sejarah, Program

Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret, Juli 2010. Penelitian ini dilakukan

terhadap dosen, mahasiswa, sejarahwan dan masyarakat di Gorontalo. Penelitian

ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui bagaimana pemanfaatan benda cagar budaya

Kota Gorontalo sebagai sumber belajar sejarah dalam menunjang pembelajaran

sejarah kebudayaan di Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Gorontalo.

(2) Mengetahui bagaimana pemahaman mahasiswa Pendidikan Sejarah

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 28
digilib.uns.ac.id

Universitas Negeri Gorontalo terhadap peninggalan benda cagar budaya yang ada

di Kota Gorontalo.

Penelitian dilaksanakan di Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Negeri

Gorontalo, jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif bersifat

naturalistic mengarah pada studi kasus tunggal terpancang (embedded case study

research). Sumber data meliputi informan atau nara sumber yang terdiri dari (1)

ketua jurusan pendidikan sejarah, dosen, mahasiswa, sejarahwan gorontalo dan

masyarakat; (2) Proses pembelajaran dan aktivitas perkuliahan; dan (3) Dokumen

dan arsip seperti VCD, buku sejarah dan buku-buku penunjang lainnya. Teknik

pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam, observasi

langsung dan content analysis. Validitas data penelitian menggunakan teknik

trianggulasi sumber (data) dan trianggulasi metode. Sedangkan teknik analisis

yang digunakan adalah analisis interaktif dengan 3 komponen yaitu reduksi data,

sajian data, dan penarikan kesimpulan (verifikasi).

Hasil dari penelitian ini menjelaskan: (1) Keberadaan cagar budaya di

gorontalo memiliki beberapa jenis cagar budaya yaitu situs, bangunan dan

lingkungan cagar budaya. (2) Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami nilai

histories yang terkandung dalam masing-masing cagar budaya di gorontalo.(3)

Keragaman dan keberadaan cagar budaya yang tersebar di sebagian besar wilayah

gorontalo dapat dimanfaatkan mahasiswa sebagai sumber belajar. Pemanfaatan ini

mendorong mahasiswa dapat memahami dan menumbuhkan sikap pelestarian

akan fungsi dan peranan cagar budaya sebagai pendukung identitas suatu kota.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 29
digilib.uns.ac.id

Penelitian ini menyadari akan arti penting benda cagar budaya dalam

berbagai bidang, tetapi belum banyak kepedulian yang besar dari pihak terkait.

Dalam hal ini pemerintah, departemen/institusi dan dunia pendidikan perlu untuk

merancang sikap pelestarian untuk mempertahankan keberadaan cagar budaya.

Penelitian berusaha mengupas benda cagar budaya sebagai sumber belajar sejarah

yang memiliki fungsi, nilai dan manfaat bagi mahasiswa.

Penelitian ini relevan karena sama-sama menggunakan Mahasiswa

sebagai obyek yang diteliti. Perbedaanya terletak pada penelitian ini mengarah

pemanfaatan benda cagar budaya sebagai sumber belajar sejarah, sedangkan

penelitian yang akan diteliti pada pembelajaran sejarah.

C. Kerangka Berpikir

Tuntutan Atas Eksplorasi Peristiwa


Kemampuan Meneliti Sejarah di Lingkungan
Bagi mahasiswa Sekitar

Perencanaan
Pembelajaran

Pembelajaran
Sejarah Lisan Pelaksanaan
Pembelajaran

Hasil Belajar
Mahasiswa

Kendala-Kendala Apresiasi Mahasiswa


Pembelajaran dalam Pembelajaran

Gambar 1. Kerangka Berpikir Penelitian


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id

Kemampuan meneliti di kalangan mahasiswa calon pendidik sejarah

merupakan tuntutan untuk menjadi guru sejarah yang profesional. Hal ini sejalan

agar guru mampu mengeksplorasi berbagai peristiwa sejarah di sekitar lingkungan

kerjanya sebagai bahan diskusi dalam kelas sejarah.Tujuannya adalah agar

pembelajaran lebih bermakna.Salah satu komponen yang harus dikuasai bagi

mahasiswa sebagai calon pendidik adalah melakukan penelitian dengan sejarah

lisan.Upaya untuk membekali mahasiswa memahami sejarah mikro melalui

penelitian sejarah lisan adalah melalui pembelajaran.Namun demikian,

implementasi pembelajaran sejarah lisan mengalamibebagai kendala yang

mempengaruhi pencapaian tujuan. Selain itu, implementasi pembelajaran sejarah

lisan juga memberikan dampak terhadap pandangan dan apresiasi mahasiswa

yang berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pembelajaran sejarah lisan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Program Studi Pendidikan Sejarah, Jurusan

Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang. Prodi Pendidikan

Sejarah Unnes sebagai lokasi penelitian dipilih karena kurikulumnya memberikan

kesempatan bagi calon guru untuk mempelajari sejarah lisan sebagai salah satu

mata kuliah. Mata kuliah ini merupakan mata kuliah wajib bagi mahasiswa calon

guru sebagai bekal untuk melakukan penelusuran tradisi dan sumber sejarah di

lingkungan sekitar.Perkuliahan ini memberikan seperangkat pengetahuan yang

baru bagi mahasiswa untuk melakukan penelitian nirdokumen tulis, sehingga

merupakan satu paradigma baru bagi mahasiswa. Oleh karena itu, kajian tentang

bagaimana penerapan sejarah lisan di Prodi Pendikan Sejarah FIS UNNESmenjadi

hal yang menarik untuk diulas.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama dua belas bulan sejak Agustus 2011

sampai Juli 2012. Penelitian dilakukan mulai penyusunan proposal penelitian,

pengumpulan data, analisis data, dan penyusunan laporan. Pada tahap

pengumpulan data termasuk observasi awal dan pengurusan perizinan.

B. Bentuk dan Strategi Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang diangkat, penelitian ini

mendeskripsikan secara rinci dan mendalam tentang implementasi pembelajaran


commit to user

31
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
32

sejarah lisan untuk mewujudkan pemahaman mahasiswa terhadap sejarah mikro di

Prodi Pendidikan Sejarah FIS UNNES. Selain itu penelitian ini juga bertujuan

menganalisis kendala-kedala dan apresiasi mahasiswa terhadap pembelajaran

sejarah lisan. Dengan demikian, penelitian ini menggunakan pendekatan

deskriptif-kualitatif.

Jenis penelitian ini mampu mengangkat berbagai informasi kualitatif

secara lengkap dan mendalam untuk menjelaskan mengenai proses mengapa dan

bagaimana sesuatu terjadi (Sutopo, 2006: 139). Penelitian ini merupakan

penelitian dasar karena bertujuan untuk memahami mengenai suatu masalah yang

mengarah pada manfaat teoretik, tidak pada manfaat praktis (Sutopo, 2006: 135-

136).

Penelitian ini menggunakan studi kasus terpancang (embedded research),

yakni meneliti tentang implementasi pembelajaran sejarah lokal di Prodi

Pendidikan Sejarah FIS UNNES. Studi kasus yang digunakan dalam penelitian ini

adalah studi kasus tunggal, karena meneliti satu program studi saja di Jurusan

Sejarah Universitas Negeri Semarang.

C. Sumber Data

1. Informan

Informan merupakan seseorang yang diwawancarai untuk didapatkan

keterangan dan data untuk keperluan informasi (Koentjaraningrat, 1997: 130).

Informan dalam penelitian ini adalah dosen sejarah pengampu mata kuliah Sejarah

Lisan di Prodi Pendidikan Sejarah FIS UNNES dan mahasiswa Prodi Pendidikan

Sejarah angkatan 2009. Mahasiswa dipilih untuk mengetahui apresiasi mereka


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
33

tentang implementasi pembelajaran sejarah lisan. Dosen dipilih untuk mengetahui

data tentang aktivitas pembelajaran, serta kendala-kendala yang dihadapi.

Informan dalam penelitian ini adalah Prof. Dr. Wasino, M.Hum., Nina Witasari,

S.S., M.Hum., dan Mukhamad Shokheh, S.Pd., M.A. Informan dari mahasiswa

dipilih untuk mengetahui aktivitas pembelajaran sejarah lisan serta apresiasinya

terhadap pembelajaran sejarah lisan. Dari data yang didapatkan dari dosen dan

mahasiswa dibandingkan untuk mengetahui tingkat kepercayaan (validitas) data

yang diperoleh.

2. Aktivitas Pembelajaran

Aktivitas pembelajaran merupakan sumber data yang digunakan untuk

mendapatkan informasi tentang implementasi pembelajaran sejarah lisan di Prodi

Pendidikan Sejarah FIS UNNES. Aktivitas pembelajaran digunakan untuk

mengetahui bagaimana pembelajaran sejarah lisan dilihat dari aspek strategi

pembelajaran, media yang digunakan, sistem evaluasi, interaksi dosen dan

mahasiswa, dan apresiasi mahasiswa pada saat pembelajaran. Pada struktur

kurikulum 2008, mata kuliah Sejarah Lisan diajarkan pada semester gasal. Secara

khusus aktivitas pembelajaran yang diteliti adalah aktivitas pembelajaran dalam

kelas, sesuai dengan jadwal dan alokasi waktu yang ditetapkan.

3. Dokumen

Dokumen menjadi sumber data untuk mengetahui implementasi

pembelajaran sejarah lisan untuk mewujudkan pemahaman mahasiswa terhadap

sejarah mikro di Prodi Pendidikan Sejarah FIS UNNES. Dokumen yang

digunakan meliputi perangkat pembelajaran dosen, seperti silabus, Satuan Acara


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
34

Perkuliahan (SAP), tugas yang disusun oleh mahasiawa, serta proses

penilaiandosen. Dokumen digunakan untuk mengetahui implementasi

pembelajaran sejarah lisan pada aspek perencanaan, penyusunan tujuan,

pelaksanaan pembelajaran, serta sistem penilaian.

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara Mendalam

Wawancara bukan hanya sekadar percakapan seseorang dengan orang lain,

melainkan juga upaya untuk pengumpulan data yang dibutuhkan dalam sebuah

observasi atau penelitian.Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini

merupakan wawancara mendalam (in depth interview). Patton (dalam Sutopo,

2006: 228) menjelaskan bahwa wawancara ini bersifat lentur dan terbuka, tidak

berstruktur ketat, tidak berada pada suasana formal, dan bisa dilakukan berulang

pada informan yang sama. Wawancara mendalam dilakukan untuk mengetahui

pendapat dosen tentang pembelajaran sejarah lisan. Selain itu, wawancara juga

dilakukan terhadap mahasiswa yang telah mengikuti pembelajaran sejarah lisan

untuk mengetahui apresiasi mereka terhadap pembelajaran sejarah lisan.

2. Observasi Langsung

Observasi merupakan metode pengumpulan data yang meliputi kegiatan

pemusatan perhatian secara langsung terhadap sesuatu objek dengan

menggunakan seluruh alat indra (Suharsimi Arikunto, 2002: 133). Pada penelitian

ini, digunakan observasi langsung untuk mengetahui aktivitas pembelajaran yang

dilakukan serta implementasi pembelajaran sejarah lisan untuk mewujudkan

pemahaman terhadap sejarah mikro bagi mahasiswa. Observasi yang dilakukan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
35

dalam penelitian ini adalah observasi secara langsung dan termasuk dalam

observasi berperan pasif. Peneliti mengamati secara langsung aktivitas

pembelajaran di dalam kelas untuk mengetahui implementasi pembelajaran

sejarah lisan. Hal-hal yang menjadi objek pengamatan antara lain; tindakan yang

dilakukan dosen, kata-kata yang diucapkan, materi pembelajaran, metode yang

digunakan, serta aktivitas mahasiswa pada saat pembelajaran, meliputi tingkah

laku mahasiswa, cara mahasiswa dalam mengungkapkan pendapat, keaktifan

dalam diskusi, dan sebagainya.

3. Kajian Dokumen

Kajian dokumen digunakan peneliti untuk mengumpulkan dan menyelidiki

data tertulis dalam pembelajaran, seperti perangkat perencanaan pembelajaran,

catatan-catatan insidental pada saat pembelajaran, jurnal mengajar dosen, serta

data tentang penilaian pembelajaran. Pada penelitian ini, peneliti melakukan

content analysis terhadap perangkat pembelajaran yang digunakan dosen dalam

perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. Teknik ini digunakan untuk

mengetahui implementasi sejarah lisan dalam silabus dan SAP yang telah dibuat

oleh dosen berkaitan dengan pembelajaran sejarah lisan. Teknik ini digunakan

pula sebagai data pembanding untuk data yang telah diperoleh dari observasi dan

wawancara terhadap dosen dan mahasiswa tentang implementasi pembelajaran

sejarah lisan.

E. Teknik Cuplikan

Pada penelitian ini, teknik cuplikan menggunakan purposive sampling.

Artinya, sumber data dipilih melalui seleksi berdasarkan pertimbangan dan tujuan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
36

tertentu. H.B Sutopo (2006) menjelaskan bahwa dalam purposive sampling,

peneliti memilih informannya berdasarkan posisi dengan akses tertentu yang

dianggap memiliki informasi berdasarkan permasalahan secara mendalam.

Perguruan tinggi dan dosen yang dijadikan sasaran penelitian terlebih dahulu

dipilih berdasarkan karakteristiknya sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan

peneliti dalam perolehan data.

Dari semua dosen yang mengajar di program studi pendidikan sejarah,

yang diambil 2 orang saja yang mengajar sejarah lisan. Mahasiswa yang

diambiladalah mahasiswa yang dipilih karena mahasiswa tersebut pintar dan

mewakili kelasnya. Dari tugas mahasiswa diambil dengan kriteria identitas

narasumber lengkap, kurang lengkap dan tidak mau disebut nama. Penelitian ini

digunakan pula cuplikan waktu (time sampling) untuk melihat aktivitas

pembelajaran sejarah lisan. Hal ini karena perkuliahan sejarah lisan tidak

diajarkan sepanjang tahun, tetapi hanya pada saat semester gasal.

F. Validitas Data

Validitas data sangat penting dalam proses pemaparan hasil penelitian,

pembahasan, dan penarikan simpulan. Dengan adanya validitas data, maka

analisis dan penarikan simpulan telah dilandasi oleh kebenaran, karena berasal

dari data yang telah teruji kebenarannya.

Pengujian validitas data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik

trianggulasi. Lexy J. Moleong (2000) menjelaskan bahwa teknik trianggulasi

adalah teknik pemeriksaan validitas data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di

luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
37

itu. Dengan demikian, trianggulasi merupakan sebuah pandangan yang bersifat

multiperspektif. Patton (dalam Sutopo, 2006:92) menyatakan ada empat macam

teknik trianggulasi, yakni (1) trianggulasi data, (2) trianggulasi peneliti, (3)

trianggulasi metodologis, dan (4) trianggulasi teoretis.

Trianggulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah trianggulasi data.

Melalui trianggulasi data, peneliti menggunakan beberapa sumber data yang

berbeda untuk mengetahui kebenaran suatu permasalahan. Dalam pengumpulan

data, peneliti menggunakan beragam sumber data yang berbeda-beda (Sutopo,

2006:93). Data diambil dari beberapa sumber, seperti dosen, mahasiswa, dan

perangkat perencanaan (silabus dan SAP). Peneliti menggunakan sumber dari

dosen, mahasiswa, aktivitas pembelajaran, dan perangkat pengajaran untuk

mengetahui implementasi pembelajaran sejarah lisan di Prodi Pendidikan Sejarah

FIS UNNES.

Selain menggunakan trianggulasi data, digunakan pula trianggulasi

metode. Di dalam trianggulasi metode, peneliti mengumpulkan data sejenis tetapi

dengan menggunakan teknik atau metode pengumpulan data yang berbeda

(Sutopo, 2006:95). Artinya untuk mengamati satu sumber data digunakan

beberapa metode, seperti untuk mengetahui kendala-kendala pembelajaran,

digunakan metode wawancara, observasi, dan studi dokumen. Wawancara

digunakan untuk mengetahui kendala dari dosen, observasi untuk mengamati

kendala dalam praksis pembelajaran. Perbedaan trianggulasi metode dengan

trianggulasi data adalah tentang bagaimana cara data itu didapatkan. Melalui

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
38

trianggulasi metode dari satu sumber, peneliti mencoba untuk mengambil data

dengan berbagai macam metode.

Di dalam proses trianggulasi, informasi-informasi yang diperoleh dari data

dan metode yang berbeda dibandingkan satu sama lain sebagai upaya konfirmasi.

Data yang diperoleh dinyatakan valid atau terpercaya ketika hasil konfirmasi dari

data yang berbeda dan melalui metode yang beragam menunjukkan keterangan

yang sama.

G. Teknik Analisis

Pada penelitian kualitatif, analisis data bersifat induktif, artinya penarikan

simpulan yang bersifat umum dibangun dari data yang diperoleh di lapangan.

H.B. Sutopo (2006) menjelaskan bahwa dalam prosesnya, analisis penelitian

kualitatif dilakukan dalam tiga macam kegiatan, yakni (1) Analisis dilakukan

bersamaan dengan proses pengumpulan data, (2) Analisis dilakukan dalam bentuk

interaktif, sehingga perlu adanya perbandingan dari berbagai sumber data untuk

memahami persamaan dan perbedaannya, dan (3) Analisis bersifat siklus, artinya

proses penelitian dapat dilakukan secara berulang sampai dibangun suatu

simpulan yang dianggap mantap. Dengan demikian, analisis data dalam penelitian

kualitatif merupakan upaya yang berlanjut, berulang, dan terus-menerus (Miles

dan Huberman, 1992:20).

Analisis yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan analisis model

interaktif. Analisis interaktif terdiri atas tiga alur kegiatan yang terjadi secara

bersamaan, yaitu: reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan/verifikasi

(Miles dan Huberman, 1992:16).


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
39

Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman (1992: 16) menjelaskan

bahwa reduksi data diartikan sebagai “proses pemilihan, pemusatan perhatian

pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul

dari catatan-catatan tertulis di lapangan”. Setelah data dikumpulkan dengan teknik

wawancara, observasi, dan analisis dokumen, dilakukanlah reduksi data. Reduksi

data dalam penelitian ini terdiri atas beberapa langkah, yaitu (1) Menajamkan

analisis, (2) Menggolongkan atau pengkategorisasian, (3) Mengarahkan, (4)

Membuang yang tidak perlu dan (5) Mengorganisasikan data sehingga simpulan-

simpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi (Miles dan Huberman, 1992:16-

17). Data yang dikumpulkan dipilih dan dipilah berdasarkan rumusan masalahnya,

kemudian dilakukan seleksi untuk dapat mendeskripsikan rumusan masalah.

Setelah reduksi data, langkah berikutnya dalam analisis interaktif adalah

penyajian data. Penyajian data yang paling sering digunakan dalam penelitian

kualitatif adalah dalam bentuk teks naratif, yang merupakan rangkaian kalimat

yang disusun secara logis dan sistematis, sehingga mampu menyajikan

permasalahan dengan fleksibel, tidak “kering”, dan kaya data.Pada penelitian ini

data tidak hanya disajikan secara naratif, tetapi juga melalui berbagai matriks,

grafik, jaringan, dan bagan. Penyajian data dalam penelitian kualitatif dirancang

guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan

mudah diraih, sehingga peneliti dapat melihat apa yang sedang terjadi. Dengan

demikian, peneliti lebih mudah dalam menarik simpulan (Miles dan Huberman,

1992:18).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
40

Kegiatan analisis yang ketiga adalah menarik simpulan dan verifikasi.

Langkah awal dalam penarikan simpulan dan verifikasi dimulai dari penarikan

simpulan sementara. Penarikan simpulan hasil penelitian diartikan sebagai

penguraian hasil penelitian melalui teori yang dikembangkan. Dari hasil temuan

ini kemudian dilakukan penarikan simpulan teoretik (Miles dan Huberman,

1992:131). Kemudian simpulan perlu diverifikasi agar cukup mantap dan dapat

dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan tinjauan ulang pada

catatan di lapangan atau simpulan dapat ditinjau sebagai makna yang muncul dari

data yang harus diuji kebenarannya, kekokohan, dan kecocokannya. Namun

demikian, jika simpulan masih belum mantap, maka peneliti dapat melakukan

proses pengambilan data dan verifikasi, sebagai landasan penarikan simpulan

akhir. Ketiga alur dalam analisis data kualitatif apabila digambarkan adalah

sebagai berikut.

Gambar 2. Komponen-Komponen Analisis Data Model Interaktif (Miles dan


Huberman, 1992:20)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi latar

a. Gambaran Umum Lokasi Penelitian.

Universitas Negeri Semarang (UNNES) adalah perguruan tinggi negeri di

Kota Semarang, Jawa Tengah, Indonesia. Perguruan tinggi ini terletak di Sekaran,

Gunungpati, daerah dataran tinggi di bagian selatan Kota Semarang. UNNES

adalah perguruan tinggi negeri yang diselenggarakan oleh Departemen Pendidikan

Nasional untuk melaksanakan pendidikan akademik dan profesional dalam

sejumlah disiplin ilmu, teknologi, olah raga, seni, dan budaya.

Universitas Negeri Semarang berada di Kota Semarang yang merupakan

pusat politik dan aktivitas masyarakat di Jawa Tengah memiliki sarana-sarana

yang menunjang pelaksanaan pendidikan mulai pendidikan dasar, pendidikan

menengah, maupun pendidikan tinggi. Selain Universitas Negeri Semarang di

Kota Semarang terdapat dua perguruan tinggi yang mengelola jurusan sejarah,

yakni Universitas Diponegoro, dan Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (IKIP)

Veteran Semarang.Universitas Negeri Semarang dan IKIP Veteran Semarang

merupakan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang memiliki

program pendidikan bagi calon tenaga kependidikan sejarah.

Di Kota Semarang terdapat museum yang dapat digunakan sebagai sarana

penunjang pembelajaran sejarah, yakni Museum Jawa Tengah Ronggowarsito,

Museum Mandala Bhakti, serta Museum Masjid Agung. Selain itu ada pula
commit to user

41
perpustakaan.uns.ac.id 42
digilib.uns.ac.id

museum yang didirikan oleh pihak swasta seperti Museum Rekor Indonesia dan

Museum Jamu Nyonya Meneer.

Selain terdapat museum-museum sebagai penunjang pembelajaran sejarah,

di kota Semarang juga terdapat lokasi yang erat kaitannya dengan pendidikan

sejarah. Banyak lokasi bersejarah yang terdapat di Kota Semarang, misalnya

kampung-kampung lama seperti Pecinan, Kauman, dan Pekojan. Kawasan Kota

Lama yang terletak di bagian utara Kota Semarang dan perumahan di daerah

Candi di “Semarang Atas” merupakan peninggalan sebagai bukti kehidupan

masyarakat masa kolonial dan wujud fisik dari kebudayaan Indis. Di pusat Kota

Semarang terdapat Tugu Muda, monumen yang dibangun untuk memperingati

peristiwa Pertempuran Lima Hari di Semarang pada 15-19 Oktober 1945.

Bangunan kuno keagamaan juga terdapat di Kota Semarang, seperti Kelenteng

Sam Po Kong dan kelenteng-kelenteng yang ada di kawasan Pecinan. Kelenteng

kuno yang terdapat di Semarang menjadi pertanda pluralisme yang ada di

masyarakat Semarang. Dengan demikian, diasumsikan perkembangan wacana

kesejarahan dan pengembangan pendidikan sejarah di Kota Semarang cukup

dinamis karena banyaknya peninggalan sejarah yang dapat dmanfaatkan sebagai

sumber belajar, terutama sejarah lokal.

UNNES telah berdiri sejak tahun 1965 di Kota Semarang, saat ini

memiliki 8 fakultas, yaitu: fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), Fakultas Bahasa dan

Seni (FBS), Fakultas Ilmu Sosial (FIS), Fakultas Matematika dan IPA (FMIPA),

Fakultas Teknik (FT), Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK), Fakultas Ekonomi (FE),

danFakultas Hukum (FH) yang menyelenggarakan 59 program studi yang teridiri


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 43
digilib.uns.ac.id

dari program Diploma (D3) dan Sarjana (S1) untuk Program Kependidikan

(Keguruan) dan Non Kependidikan serta Program Pascasarjana (Agus, 2010:38).

Sebagai perguruan tinggi negeri yang pada awanya bernama Insitut

Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP), UNNES memberikan perhatian besar pada

bidang kependidikan. Hal ini dapat dilihat dari 59 program studi, 34 program

studi di antaranya merupakan program studi kependidikan dengan gelar sarjana

pendidikan (S.Pd.) bagi lulusannya.UNNES juga membuka sejumlah program

studi pada jenjang magister (S2) dan program doktor (S3), di samping program

diploma (D3). Di universitas ini dibuka pula pendidikan profesi dan Pendidikan

Profesi Guru (PPG).

Pada tahun 1999 berdasarkan Keputusan Presiden No. 124 Tahun 1999

tentang perubahan IKIP Semarang, Bandung dan Medan menjadi Universitas,

maka nama IKIP Semarang diubah menjadi Universitas Negeri Semarang

(UNNES). Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.

278/O/1999 tentang Organisasi dan Tata Kerja UNNES dan No. 225/O/2000

tentang statuta Universitas Negeri Semarang nama Fakultas Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Sosial berubah menjadi Fakultas Ilmu Sosial (FIS). Perkembangan

berikutnya dengan adanya Wider mandat maka FIS tidak hanya mendidik calon-

calon guru saja, tetapi juga membuka program studi ilmu sejarah dan geografi.

Program Studi Pendidikan Sejarah merupakan salah satu prodi di Jurusan

Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang. Program Studi

Pendidikan Sejarah berdiri pada bulan Maret 1965, melalui SK Presiden Republik

Indonesia Nomor: 271 Tahun 1965 tanggal 14 September 1965. Berdasarkan SK


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 44
digilib.uns.ac.id

BAN-PT Nomor: 004/BAN-PT/Ak-XI/S1/V/2008 tertanggal 9 Mei 2008 tentang

Status, Peringkat, dan Hasil Akreditasi Program Sarjana di Perguruan Tinggi,

Program Studi Pendidikan Sejarah (S1) telah dinyatakan terakreditasi B.

Prodi Pendidikan Sejarah memiliki visi sebagai “lembaga akademik

pencetak guru sejarah bertaraf internasional berbasis konservasi yang sehat,

unggul dan sejahtera”. Misi Prodi Pendidikan Sejarah adalah (1) Menyiapkan dan

menghasilkan lulusan pendidikan sejarah yang memiliki keunggulan kompetitif

dan komparatif; (2) Mendidik mahasiswa menjadi anggota masyarakat yang

memiliki kemampuan akademik, vokasi dan profesi yang berakar pada nilai-nilai

budaya lokal dan nasional; (3) Menerapkan, mengembangkan, dan

menyebarluaskan pendidikan sejarah untuk pengembangan ilmu dan peningkatan

taraf hidup masyarakat.

Saat ini Prodi Pendidikan Sejarah dipimpin oleh Arif Purnomo, S.Pd., S.S.,

M.Pd. sebagai ketua Prodi sekaligus Ketua Jurusan Sejarah. Ketua jurusan dibantu

oleh Sekretaris Jurusan, Dra. Santi Muji Utami, M.Hum., dan Kepala

Laboratorium Drs. Karyono, M.Hum.

Keseluruhan dosen di Jurusan Sejarah berjumlah 24 dosen tetap dan tiga

dosen tidak tetap. Keseluruhan dosen telah bergelar magister, bahkan lima di

antaranya bergelar doktor. Dari 24 dosen, 2 orang dosen tengah menyelesaikan

program S3. Ditinjau dari aspek sertifikasi dosen, sebagian besar dosen di Prodi

Pendidikan Sejarah telah tersertifikasi. Sebanyak 20 dosen telah tersertifikasi dan

4 dosen belum tersertifikasi. Berikut adalah dosen-dosen di Jurusan Sejarah,

jabatan akademik dan mata kuliah utamanya.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 45
digilib.uns.ac.id

Tabel 2. Data Dosen Prodi PendidikanSejarah FIS UNNES

Jabatan
No. Nama Dosen Tetap Keahlian
Akademik
1 Prof. Dr. A T Sugito, S.H., M.M. Guru Besar Pancasila
2 Prof. Dr. Wasino, M.Hum. Guru Besar Sejarah Sosial
3 Dr. Suwito Eko Pramono, M.Pd. Lektor Kepala Sejarah Eropa
4 Dr. Cahyo Budi Utomo, M.Pd. Lektor Kepala Manajemen Pembelajaran
Sejarah
5 Dr. Hamdan Tri Atmaja, M.Pd. Lektor Kepala Sejarah Indonesia
Kontemporer
6 Drs. Subagyo, M.Pd. Lektor Kepala Pengantar Ilmu Sejarah
7 Drs. YYFR Sunarjan, M.S. Lektor Kepala Sejarah Perekonomian
8 Dra. Santi Muji Utami, M.Hum. Lektor Kepala Sejarah Indonesia
9 Drs. Karyono, M.Hum. Lektor Kepala Sejarah Eropa
10 Drs. Jayusman, M.Hum. Lektor Kepala Sejarah Asia
11 Dra. Ufi Saraswati, M.Hum. Lektor Kepala Sejarah Indonesia abad IV-
XIV
12 Dra. Rr. Sri Wahyu S., M.Hum. Lektor Kepala Sejarah Kebudayaan
Indonesia
13 Arif Purnomo, S.Pd., S.S., M.Pd. Lektor Kepala Evaluasi Pembelajaran
Sejarah
14 Dra. Putri Agus Wijayati, M.Hum. Lektor Kepala Sejarah Indonesia abad
XVII-XVIII
15 Drs. Jimmy De Rosal, M.Pd. Lektor Pendidikan IPS
16 Drs. Bain, M.Hum. Lektor Sejarah Afrika
17 Drs. Suharso, M.Pd. Lektor Sejarah Lokal
18 Drs. Abdul Muntholib, M.Hum. Lektor Antropologi
19 Drs. Ibnu Sodiq, M.Hum. Lektor Sejarah Sosial
20 Insan Fahmi Siregar, S.Ag., M.Hum. Lektor Sejarah Indonesia
Kontemporer
21 Romadi, S.Pd., M.Hum. Lektor Sejarah Pergerakan Nasional
22 Nina Witasari, S.S., M.Hum. Lektor Sejarah Amerika
23 Mukhamad Shokheh, S.Pd., M.A. Asisten Ahli Sejarah Lisan
24 Andy Suryadi, S.Pd., M.Pd. Asisten Ahli Perencanaan Pembelajaran
Sejarah
Sumber: Profil Fakultas Ilmu Sosial 2011

Program Studi Ilmu Sejarah didirikan pada Bulan September 2002,

berdasarkan Surat Keputusan Dirjen Dikti No.139/D/T/2002 tertanggal 25 Januari

2002 mengenai penyelenggaraan Program Studi Ilmu Sejarah S-1, dan

diperbaharui dengan Surat Keputusan Dirjen Dikti No. 399/D/T/2007 tanggal 1

Maret 2007 mengenai perpanjangan ijin penyelenggaraan Program Studi Ilmu

Sejarah S-1. Pada tahun 2008, Prodi Ilmu Sejarah telah mendapat akreditasi dari
commit to user
BAN PT.
perpustakaan.uns.ac.id 46
digilib.uns.ac.id

Untuk menunjang kelancaran aktifitas perkuliahan, jurusan sejarah

memiliki laboratorium sejarah, ruang multi media, dan taman baca. Laboratorium

sejarah merupakan tempat praktek mahasiswa sejarah, sedangkan taman baca

adalah perpustakaan mini yang dimiliki oleh jurusan sejarah. Jurusan sejarah juga

memanfaatkan berbagai macam media seperti(1) media pandang yang tidak

diproyeksikan, seperti; gambar diam, gambar kronologi dan peta dan (2) media

pandang yang diproyeksikan, seperti media slide dengan aplikasi mocrosoft power

point. Di tiap kelas sudah disediakan multimedia projektor, hal ini dikarenakan

media ini mampu menampilkan unsur media seperti gambar, teks, video, dan

animasi. Multi media projektor dapat di koneksikan dengan perangkat media yang

lain seperti computer (PC), Laptop, VCD/DVD Player, kamera dan lainnya.

b. Sejarah Lisan di Program Studi Pendidikan Sejarah

Sejarah lisan merupakan salah satu paradigma baru dalam ilmu sejarah. Ia

menghadirkan pilihan alternatif tentang bagaimana sejarawan memperoleh

sumber-sumber sejarah. Jika selama ini penelitian sejarah lebih cenderung

memilih dokumen sebagai sumber, sejarah lisan menawarkan alternatif sumber

selain dokumen, yakni subjek-subjek yang memiliki keterkaitan dengan peristiwa

sejarah. Sejarah lisan menjadi penting ketika di Indonesia banyak daerah belum

memiliki catatan tertulis atau dokumen-dokumen peninggalan sebagai sumber

sejarah. Oleh karena itu, ketika peneliti hendak mengkaji unit analisis dalam skala

mikro yang memiliki catatan dan dokumen tertulis yang terbatas, penggunaan

sejarah lisan dipilih sebagai alternatif untuk menggali cerita-cerita sejarah yang

belum terungkap. commit to user


perpustakaan.uns.ac.id 47
digilib.uns.ac.id

Mata kuliah sejarah lisan telah menjadi bagian dari kurikulum Program

Studi Ilmu sejarah pada perguruan tinggi di Indonesia,namum mata kuliah ini

masih belum dikembangkan secara luas untuk memberikan bekal bagi calon guru

sejarah dalam melakukan kajian terhadap sejarah mikro di sekitar lingkungan

kerjanya. Bagi Prodi Pendidikan Sejarah Unnes, mata kuliah Sejarah Lisan baru

diberikan pada kurikulum tahun 2008.

Diadakannya mata kuliah sejarah lisan diprogram studi pendidikaan

sejarah merupakan salah satu upaya untuk membekali calon pendidik sejarah

dengan kemampuan untuk mengeksplorasi sumber-sumber sejarah di sekitar

lingkungan belajar siswa adalah melalui mata kuliah Sejarah Lisan. Perkuliahan

ini dianggap penting karena saat ini banyak kawasan yang belum memiliki

dokumen-dokumen tertulis, sehingga menyulitkan proses penelitian sejarah secara

dokumentatif. Oleh karena itu, penggalian sumber-sumber alternatif di masyarakat

melalui wawancara menjadi pilihan untuk mendapatkan informasi kesejarahan

secara melimpah. Melalui mata kuliah ini diharapkan lulusan mampu

mengaplikasikannya dalam praksis pembelajaran dan melakukan pembimbingan

bagi siswa untuk mendapatkan informasi kesejarahan di sekitar lingkungan

belajarnya.

Saat ini Prodi Pendidikan Sejarah menerapkan kurikulum tahun 2008.

Kurikulum tersebut memuat 82 mata kuliah dengan total 181 SKS yang dapat

ditempuh selama 7 semester. Mata kuliah tersebut terdiri atas mata kuliah wajib

dan mata kuliah pilihan. Salah satu mata kuliah wajib yang diajarkan pada

mahasiswa adalah Sejarah Lisan. Mata kuliah berbobot 2 SKS dan membicarakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 48
digilib.uns.ac.id

tentang konsep dan ruang lingkup sejarah lisan dan tradisi lisan, manfaat sejarah

lisan bagi penelitian sejajarah, metode penelitian sejarah lisan, dan aplikasi

metode sejarah lisan di lapangan. Mata kuliah ini diambil oleh mahasiswa

semester 5. Mata kuliah ini menyaratkan mahasiswa lulus pada mata kuliah

Pengantar Ilmu Sejarah dan Metode Penelitian Sejarah.

Saat ini, mata kuliah Sejarah Lisan diampu oleh Prof. Dr. Wasino,

M.Hum., Nina Witasari, S.S., M.Hum., dan Mukhamad Shokheh, S.Pd., M.A.

2. Sajian Data

a. Implementasi Pembelajaran Sejarah Lisan di Prodi Pendidikan

Sejarah FIS UNNES

Implementasi pembelajaran sejarah lisan dapat dilihat dari beberapa aspek,

mulai dari perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan faktor-faktor pendukung

pembelajaran.

Perencanaan pembelajaran dimulai dari penyusunan Silabus dan Satuan

Acara Perkuliahan (SAP). Di Program Studi Pendidikan Sejarah dosen menyusun

perangkat pembelajaran secara mandiri, tetapi tidak lepas dari contoh yang telah

dikembangkan sebelumnya. Hal tersebut tampak dari adanya indikator yang mirip

dengan contoh silabus tahun-tahun sebelumnya. Dengan demikian, adanya

kecenderungan dosen hanya melakukan copy paste dalam hal indikator

pembelajaran yang dikembangkan, sedangkan untuk SAP telah disusun sendiri.

Penyusunan silabus pada dasarnya sudah baik dan lengkap. Hal ini dapat

dilihat dari isi silabus. Silabus yang disusun oleh dosen pengampu mata kuliah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 49
digilib.uns.ac.id

sejarah lisan sudah mencantumkan identitas perguruan tinggi, identitas mata

kuliah, Standar kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), Materi pokok

pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan

sumber belajar.

Standar Kompetensi (SK), Standar Kompetensi adalah seperangkat

kompetensi yang dibakukan sebagai hasil belajar materi pokok tertentu dalam

satuan Pendidikan, merupakan kompetensi bidang pengembangan dan materi

pokok per satuan pendidikan per satu kelas yang harus dicapai peserta didik

selama satu semester. (3) Kompetensi Dasar (KD) yang merupakan rincian

kompetensi dalam setiap aspek materi pokok yang harus dilatihkan kepada

mahasiswa sudah disusun secara lengkap untuk satu semester. Indikator

merupakan wujud dari KD yang lebih spesifik, yang merupakan cerminan dari

kemampuan mahasiswa dalam suatu tahapan pencapaian pengalaman belajar yang

telah dilalui.

Satuan Acara Pengajaran (SAP) disusun berdasarkan silabus yang telah di

buat lebih dahulu. SAP merupakan penjabaran secara rinci rencana perkuliahan.

SAP yang dibuat oleh dosen berisi ; (1) Kode, nomor, dan nama mata kuliah, (2)

Bobot kredit, (3) Standar Kompetensi, (4) Kompetensi dasar, (5) indikator

pencapaian kompetensi, (6) Tujuan pembelajaran, materi pokok, (7) Metode

pembelajaran, (8) Langkah-langkah pembelajaran, (9) Alat dan sumber belajar,

(10) Penilaian.

SAP dirancang untuk 16 kali pertemuan. Dalam menyusun SAP dosen

tidak menyusun di tiap kali pertemuan. SAP dibuat untuk dua kali pertemuan,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 50
digilib.uns.ac.id

bahkan ada yang 3 kali pertemuan. Pertemuan 1 dan 2 untuk KD, mahasiswa

mampu menjelaskan konsep dan ruang lingkup sejarah lisan dan tradisi lisan.

Dengan indikator pencapaian kompetensi mampu menjelaskan pengertian sejarah

lisan, pengertian tradisi lisan dan perbedaan serta ruang lingkup kajian sejarah

lisan dan tradisi lisan. Pertemuan 3 di gabung dengan pertemuan ke 4 dengan KD

mahasiswa mampu memanfaatkan sejarah lisan sebagai sumber sejarah. Indikator

yang hendak dicapai adalah mampu menjelaskan manfaat sejarah lisan dalam

penulisan sejarah, kritik sumber dalam sejarah lisan dan perujukan sumber

sejarah. Pertemuan 5 dan 6 dengan KD mahasiswa mampu menjelaskan karya-

karya sejarah yang menggunakan sumber sejarah lisan. Pertemuan ke 7 dan 8, KD

yang hendak dicapai mahasiswa mampu menjelaskan langkah-langkah penelitian

sejarah lisan dan tradisi lisan. Indikator pencapaian kompetensi adalah mampu

menyusun langkah-langkah penelitian sejarah lisan dan tradisi lisan. Pertemua ke

9 adalah mid semester. Pertemuan ke 10,11,12,13 kompetensi dasar yang hendak

dicapai adalah mahasiswa mampu melakukan praktik sejarah lisan. Indikator

pencapaian kompetensi menghasilkan dokumentasi dan transkip wawancara

sejarah lisan. Pertemuan ke 15 dan 16 , pada pertemuan ini KD yang hendak

dicapai mahasiswa mampu melakukan desiminasi hasil wawancara sejarah lisan.

Indikator pencapaiannya adalah menghasilkan dokumentasi dan proceeding

seminar.

Di Program Studi Pendidikan Sejarah, pembelajaran Sejarah lisan

dilakukan oleh tiga dosen secara bergantian, mereka adalah Prof. Dr. Wasino,

M.Hum., Nina Witasari, S.S., M.Hum., dan Mukhamad Shokheh, S.Pd., M.A.Di
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 51
digilib.uns.ac.id

dalam silabus dan SAP, materi dirancang untuk 16 kali tatap muka dengan alokasi

2 SKS. Dosen akan berbagi waktu dalam menjelaskan materi. Hal ini sesuai

dengan kesepakatan dan keahlian, Prof. Dr. Wasino, M.Hum selaku ketua tim

pengajar membuka mata kuliah untuk selanjutnya di teruskan olehNina Witasari,

S.S., M.Hum., dan Mukhamad Shokheh, S.Pd., M.A. Pertemuan pertama di isi

oleh Nina Witasari, S.S., M.Hum yang bertugas menjelaskan mahasiswa pada

hal-hal yang bersifat teori. Untuk pertemuan yang bersifat praktek, baik itu

didalam kelas maupun diluar kelas maka dosen yang mengampu mata kuliah

adalah Mukhamad Shokheh, S.Pd., M.A.

Terkait dengan tujuan dari pembelajaran sejarah lisan, NW (wawancara,

10 Oktober 2011) menjelaskan bahwa mata kuliah ini bermanfaat untuk

membekali mahasiswa agar mempunyai kemampuan untuk melakukan

wawancara. Wawancara yang dimaksud disini bukan wawancara jurnalistik tetapi

wawancara yang bertujuan untuk menggalih data sejarah. Dengan demikian maka

mahasiswa mempunyai kemampuan sebagai sejarahwan yang tidak hanya teks

book saja, tapi bisa mengolah data yang diperoleh dari sumber lisan.

Mukhamad Shokheh, menjelaskan panjang lebar tentang alasan dan

manfaat diajarkannya sejarah lisan pada mahasiswa pendidikan sejarah. Menurut

MS (wawancara 15,01 20012) sejarah lisan adalah sebagai sumber utama,

sebagai perspektif dan sebagai sumber pelengkap dokumen. Maka dari itu sejarah

lisan sangat penting diajarkan kepada mahasiswa pendidikan sejarah walaupun

mereka nantinya disiapkan sebagai guru sejarah, bukan menjadi seorang

sejarahwan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 52
digilib.uns.ac.id

Penyampaian Mukhamad Shokheh tentang pentingnya mata kuliah sejarah

lisan dipertegas oleh harisma mahasiswa sejarah yang sedang menempuh mata

kuliah sejarah lisan. Menurut KH (wawancara 10 Oktober 2011) mata kuliah

sejarah lisan penting, karena selain sumber dokumen tulis (foto dan buku) perlu

melakukan wawancara dengan pelaku sejarah. Dengan demikian mahasiswa tidak

hanya mengenal sejarah dari dokumen tertulis saja, karena dengan dokumen saja

orang kurang puas dalam belajar sejarah.

Dibekalinya mahasiswa dengan pengetahuan tentang bagaimana mencari

data lisan diharapkan mahasiswa sebagai calon pengajar didaerah nantinya

mampu menggali potensi sejarah daerah yang belum diangkat. NW (wawancara,

10 Oktober 2011)menjelaskan bahwa

Pemahaman terhadap sejarah mikro melalui penelitian dengan pendekatan


sejarah lisan merupakan hal penting yang harus dikuasai oleh guru.
Kemampuan guru untuk memahami berbagai peristiwa di sekitar
lingkungan belajar sangat penting agar pembelajaran menjadi lebih
bermakna. Apalagi mereka nantinya mengajar diderah dimana sumber
sejarah lokal daerah belum mencukupi.
Dosen pada praksis pembelajaran menggunakan beberapa metode

pembelajaran, yakni ceramah bervariasi, diskusi, serta memberi kesempatan pada

mahasiswa untuk belajar secara mandiri. Di dalam pembelajaran sejarah lisan

dosen menekankan pada aspek bercerita. Dosen memberikan umpan balik kepada

mahasiswa dengan mengajukan pertanyaan “bagaimana pendapat kalian”, dan

pertanyaan lain yang mengacu pada mahasiswa untuk berpikir kritis. Diskusi

dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk

mengemukakan pendapatnya tentang materi yang telah dibahas, kemudian

ditanggapi oleh mahasiswa yang lainnya. Belajar mandiri dilakukan dirumah, tapi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 53
digilib.uns.ac.id

sebelumnya dosen memberi acuan pada mahasiswa tentang buku-buku yang dapat

dijadikan referensi.

Sumber-sumber pembelajaran yang digunakan untuk pembelajaran terdiri

atas buku teks yang ditulis oleh Kuntowijoyo (1984) terbitan Tiara wacana yang

berjudul Metodologi Sejarah serta buku referensi karangan Jan vansina (1985)

berjudul Oral Traditional As history, wisconsin terbitan University of wisconsin

Press dan beberapa Lembar berita sejarah lisan, Arsip Nasional jakarta. Selain itu

ada buku-buku yang dijadi sebagai pendamping. Buku tersebut antara lain buku

karangan Gotschalk Louis yang berjudul Mengerti Sejarah terbitan UI Press, buku

karangan Anton Lucas, yang berjudul Masalah Wawancara dengan Informan

Pelaku Sejarah Jawa, dan tulisan-tulisan AJ Sumarmo yang berjudul Penggunaan

Metode Wawancara untuk Pengumpulan Data dalam Penelitian Sejarah dan

Sejarah Lisan merupakan Sumber Primer terbitan LIP IKIP Semarang, pada

tahun 1990.

MR mahasiswa semester lima (wawancara 22 November 2011)

menjelaskan bahwa “sejarah lisan sangat penting diajarkan diprogram studi

pendidikan sejarah, karena buat kita mengajar kedepan, kurikulum sejarah yang

ada disekolah pun memuat sejarah lokal daerah tersebut sebagai salah satu materi

yang diajarkan”. Pentingnya menempuh mata kuliah sejarah lisan juga dipertegas

oleh NAK (wawancara, 13 November 2011 ) yang mengatakan bahwa

keuntungan menempuh mata kuliah sejarah lisan adalah kita menjadi terbiasa

melakukan analisis keadaan disekita kita. Selain itu mahasiswa bisa

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 54
digilib.uns.ac.id

mengetahuikeaadaan sesungguhnya yang terjadi dilapangan hal inidikarenakan

kita langsung terjun kelapangan.

Arti penting sejarah lisan adalah diharapkan nanti kalau mahasiswa sudah

menjadi guru bisa memberi semangat pada murid, bahwa guru tidak hanya

membaca tapi juga mengeksplor sejarah di lingkungan sekirtar atau keseharian

keseharian. Sejarah lisanlah nantinya yang digunakan oleh guru dalam melakukan

eksplorasi kesejarahan diwilayahnya.

Penekanan pembelajaran pada mata kuliah sejarah lisan adalah; (1)

Mahasiswa paham tentang sejarah lisan, (2) Mahasiswa mengetahui bagaimana

menjalankan penelitian sejarah lisan, (3) Mahasiswa mampu mempraktikan

wawancara dengan metodologi yang mereka terima, (4) Bisa memenfaatkan

sejarah lisan untuk pembelajaran seajarah di sekolah, dan (5) Membekali

pengetahuan sejarah lisan karena disekolah ada mata pelajaran sejarah lisan yaitu

di kelas 10 semester 1.

Pembelajaran sejarah lisan memiliki arti penting. Diharapkan nantinya

Kalau mahasiswa sudah menjadi guru bisa memberi semangat pada murid, bahwa

guru tidak hanya membaca tapi mengeksplor sejarah di lingkungan/keseharian.

Pembelajaran sejarah lisan dilakukan tidak di awal semester dan sebelumnya

harus menempuh mata kuliah sejarah lokal dan pengantar ilmu sejarah.

Konsentrasi pembelajaran sejarah adalah sejarah perjuangan dan sejarah

pergerakan.

Dalam melakukan observasi lapangan, peneliti ikut masuk ke dalam kelas

dan melakukan penelitian secara pasif. Peneliti mengikuti perkuliahan tapi hanya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 55
digilib.uns.ac.id

sebetas mengamati jalannya perkuliahan. Peneliti ikut masuk dalam proses

perkuliahan pada pertemuan kedelapan. Pertemuan kedelapan dosen yang

mengajar adalah mukamad Shokkeh, dengan materi langkah-langkah penelitian

sejarah lisan dengan menggunakan metode pembelajaran ceramah bervariasi dan

diskusi kelas.

Observasi kedua dilakukan pada pertemuan kedelapan, dengan

pertimbangan dosen yang mengampu sudah berganti dan penggunaan metode

mengajar praktek. Peneliti ikut masuk kedalam kelas dan bergabung dengan

mahasiswa.

Pada pertemuan ke delapan dosen membahas tentang Langkah-langkah

penelitian sejarah lisan, meliputi ; Perumusan masalah, Pedoman wawancara,

Penentuan informan, Strategi wawancara,perekaman dan transliterasi. Kompetensi

dasar mahasiswa mampu menjelaskan langkah-langkah penelitian sejarah lisan

dan tradisi lisan,dengan indikator mampu menyusun langkah-langkah penelitian

sejarah lisan dan tradisi lisan meliputi ;Perumusan masalah, Pedoman wawancara,

Penentuan informan, Strategi wawancara, perekaman, transliterasi

Dosen membuka perkuliahan dengan mengucapkan salam, kemudian

dilanjutkan dengan menabsen mahasiswa satu persatu. Dosen kemudian

mempersilahkan mahasiswa untuk duduk berkelompok sesuai dengan

kelompoknya masing-masing yang telah ditentukan minggu sebelumnya. Setelah

itu dosen menanyakan kabar kepada mahasiswa kemudian dilanjutkan dengan

menanyakan tugas kelompok.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 56
digilib.uns.ac.id

Pada pertemuan ini dosen menyampaikan kepada mahasiswa bahwa materi

yang akan disampaikan sedikit, setelah itu dilanjutkan dengan praktek. Untuk

memulai materi, dosen memotivasi mahasiswa dengan menjelaskan langkah-

langkah penelitian sejarah lisan dan tradisi lisan hal ini dilakukan agar mahasiswa

bisa konsentrasi dengan materi.

Kegiatan inti, dosen menjelaskan tentang cara merumuskan masalah dan

menunjukan cara menyusun pedoman wawancara. dosen menjelaskan materi

selama 20 menit dengan menggunakan media LCD. Dalam menjelaskan materi

sesekali dosen berkeliling dan melemparkan pertanyaan, hal ini dilakukan karena

kelas kadang kurang kondusif.Selama proses belajar mengajar mahasiswa antusias

dalam mendengarkan penjelasan dari dosen, namun ada beberapa mahasiswa yang

kurang antusias terutama barisan paling belakang. Kekurang antusiasan

mahasiswa bisa dilihat dari banyak mahasiswa yang cerita sendiri dengan teman

disebelahnya, bahkan ada mahasiswa yang duduk dibagian belakang terlihat sibuk

dengan hand phone nya.

Dosen juga mencontohkan hal-hal yang bersifat kekinian dan dikaitkan

dengan materi yang diajarkan. Pada saat menjelaskan bagaimana membuat

pedoman wawancara, dan menentukan informan dosen mengambil contoh kasus

korupsi walikota Semarang. Hal ini dilakukan dosen karena kasus korupsi

walikota semarang sedang menjadi perbincangan di Semarang. Dosen

menjelaskan siapa saja yang harus diwawancarai, kemudian dijelaskan hal-hal apa

saja yang perlu diperhatikan dalam melakukan wawancara. Dalam kasus korupsi

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 57
digilib.uns.ac.id

walikota Semarang yang harus diwawancarai adalah sekertaris daerah, anggota

DPRD dan kontraktor.

Setelah dosen menjelaskan materi, mahasiswa diminta untuk menyusun

langkah-langkah penelitian sejarah lisan dan tradisi lisan secara berkelompok.

Dosen meminta mahasiswa untuk menbuat perumusan masalah, pedoman

wawancara, Penentuan informan, dan Strategi wawancara. Selama mahasiswa

mengerjakan tugasnya, dosen berkeliling mendatangi tiap-tiap kelompok untuk

membimbing mahasiswa. Dosenmenjelaskan strategi dalam melakukan

wawancara dan teknik perekaman dengan cara mendatangi kelompok satu persatu

sambil mempersilahkan kepada mahasiswa untuk bertanya jika ada yang belum

paham.

Setelah berkeliling di kelompok mahasiswa, dosen kemudian memberi

kesempatan mahasiswa untuk bertanya. Diakhir pertemuan,dosen menunjuk

beberapa mahasiswa untuk menyimpulkan apa yang sudah dipelajari pada

perkuliahan tersebut. Dosen memberikan gambaran-gambaran materi untuk

perkuliahan yang akan datang. Sebelum menutup perkuliahan dosen menyarankan

mahasiswa untuk mbaca buku Jan Vansina (1985) ) berjudul Oral Traditional As

history, Wisconsin terbitan University of wisconsin Press, dan Lembaran Berita

Sejarah Lisan terbitan ANRI tahun 1981.

Pada praktiknya dosen belum menjalankan pembelajaran sesuai dengan

SAP. Hal ini bisa dilihat dari metode yang dipakai oleh dosen lebih banyak ke

ceramah bervariasi, diskusi dalam kelas tidak setiap pertemuan ada. Langkah-

langkah pembelajaran yang dilakukan dosen dalam menyampaikan materi pada


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 58
digilib.uns.ac.id

dasarnya sudah dilaksanakan semua. Baik itu kegiatan awal, kegiatan inti maupun

kegiatan akhir. Media yang digunakan oleh dosen dalam mengajarpun sudah

sesuai dengan apa yang tercentumkan dalam SAP. Pada tahap penilaian yang

dilakukan oleh dosen ada beberapa yang tidak sesuai dengan SAP, yaitu pada saat

melakukan tes, baik itu pre-test maupun post test. Tes yang dilakukan oleh dosen

baik pada awal pelajaran maupun pada akhir pelajaran banyak yang tidak sesuai

dengan soal penilaian yang ditulis dalam SAP.

Kriteria penilaian hasil akhir mahasiswa dinyatakan dengan huruf sebagai

berikut: (1) A Apabila biji rata-rata mahasiswa mencapai 86 sampai dengan 100,

(2) AB Apabila biji rata-rata mahasiswa mencapai 81 sampai dengan 85, (3) B

Apabila biji rata-rata mahasiswa mencapai 71 sampai dengan 80, (4) BC apabila

biji rata-rata mahasiswa mencapai 66 sampai dengan 70, (5) C Apabila biji rata-

rata mahasiswa mencapai 61 sampai dengan 65, (6) CD Apabila biji rata-rata

mahasiswa mencapai 56 sampai dengan 60, (7) D Apabila biji rata-rata

mahasiswa mencapai 51 sampai dengan 55, (8) E Apabila biji rata-rata mahasiswa

mencapai 50 atau kurang (Peraturan Rektor Universitas Negeri Semarang Nomor

18 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Rektor Universitas Negeri

Semarang Nomor 9 Tahun 2007 Tentang Pedoman Penilaian Hasil Belajar

Mahasiswa Universitas Negeri Semarang ).

Terkait dengan penilaian, NW (Wawancara 12 Oktober 2011) mengatakan

bahwa ada beberapa model penilaian yang dilakukan oleh dosen dalam

pembelajaran mata kuliah sejarah lisan. Penilaian yang digunakan oleh dosen

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 59
digilib.uns.ac.id

dalam pembelajaran ini adalah (1) penilaian unjuk kerja, (2) penilaian tertulis, (3)

penilaian sikap, dan (4) penilaian proyek.

Penilaian unjuk kerja merupakan penilaian yang dilakukan dengan

mengamati kegiatan mahasiswa dalam melakukan kegiatan diskusi. Penilaian

diskusi dilihat dari keaktifan mahasiswa dalam hal bertanya dan mengeluarkan

pendapat juga menjadi penilaian tersendiri oleh dosen.

Penilaian tertulis dilakukan dengan tes tertulis, salah satunya adalah mid

semester atau ujian tengah semester. Ujian tengah semester/mid semester

dilakukan pada pertemuan ke 9. Materi yang di ujukan adalah materi dari

pertemuan ke 1-pertemuan ke 7. Soal ujntuk mid semester dibuat sebanyak 5 butir

dengan rincian soal pertama tentang sejarah lisan, soal kedua tentang tradisi lisan,

soal ketiga tentang manfaat sejarah lisan dalam penulisan sejarah, soal keempat

langkah-langkah penelitian sejarah lisan dan soal yang kelima tentang penyusunan

wawancara. Soal dibuat 5 butir dengan bobot nilai tertinggi 100 dengan bobot

masing-masing soal adalah 20 (Wawancara dengan NW 25 Juni 2012).

Penilaian sikap digunakan sebagai upaya untuk menilai peserta didik pada

saat pembelajaran berlangsung. Selain itu, nilai mahasiswa juga dilihat dari

kehadiran mahasiswa. Mahasiswa berkewajiban hadir untuk mengikuti kuliah

dan/atau praktik sekurang-kurangnya 75% dari seluruh jam tatap muka yang

terjadwal pada satu semester.

Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang

harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu

investigasi sejak dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian,


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 60
digilib.uns.ac.id

pengolahan dan penyajian produk. Bentuk penilaian ini adalah berupa penugasan

terstruktur dalam bentuk pembuatan makalah secara kelompok. Yang dimaksud

dengan Tugas Terstruktur adalah kegiatan yang hasilnya dapat berbentuk

makalah, laporan buku, atau bentuk lain yang harus diselesaikan oleh mahasiswa

secara mandiri dan/atau kelompok.

Standar penilaian penelitian lapangan/penilaian proyek mata kuliah sejarah

lisan adalah (1) apabila mahasiswa dapat mewawancarai dengan baik, (2)

Menemukan fakta sejarah yang baru, (3) berhasil menemukan sumber-sumber

baik itu manusia maupun bendayang tidak tercover umum, (4) kemampuan untuk

menarasikan data, (5) dapat menyusun sebuah program kerja/proposal.

Tugas akhir mahasiswa adalah membuat proposal penelitian, melakukan

penelitian lapangan berupa wawancara ke narasumber, dan menarasikannya.

Mahasiswa akan mendapat nilai A (baik sekali) apabila dalam penelitianya

mahasiswa menemukan fakta baru, mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan dari

5W 1H, dan mahasiswa menarasikan dengan baik tentang penelitian lapangannya.

Apabila mahasiswa dalam melakukan penelitian telah melakukan wawancara dan

apabila dalam penelitianya mahasiswa menemukan fakta baru, mengungkapkan

pertanyaan-pertanyaan dari 5W 1H, dan mahasiswa menarasikan dengan baik

tentang penelitian lapangannya. Apabila mahasiswa dalam melakukan penelitian

dia telah melakukan wawancara walaupun tidak mencakup semua unsur 5W 1 H

dan menarasikan dengan baik maka mahasiswa tersebut mendapat nilai B (baik).

Nilai C diberikan kepada mahasiswa yang telah melakukan penelitian lapanagan

tapi data-data yang didapatkan tidak lengkap. Nilai E diberikan kepada mahasiswa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 61
digilib.uns.ac.id

apabila tidak mengikuti kuliah dan/atau praktik sekurang-kurangnya 75% dari

seluruh jam tatap muka yang terjadwal pada suatu semester.

Salah satu aspek pendukung dalam pembelajaran sejarah lisan adalah

media massa. Media massa yang dimaksud dalam hal ini meliputi media massa

cetak dan media massa elektronik. Media massa cetak berupa surat kabar, buletin

maupun majalah. Media massa elektronik berupa televisi. MM (wawancara 23

November 2011) mengatakan bahwa:

banyak sekali sumber belajar mata kuliah sejarah lisan yang belum
dimanfaatkan. Kalau mahasiswa mau kreatif, kita bisa melihat ditelevisi.
Banyak stasiun televisi yang menayangkan film dokumenter berupa
wawancara terhadap pelaku, maupun sejarahwan. Tran TV dan Metro TV
secara rutin menanyangkan film dokumenter. Kalau di Metro biasanya hari
Jum’at jam 22.30 dalam acara metro File, kalau di Trans TV biasanya hari
senin.

Informasi dari media massa menjadi sangat berharga dalam proses pembelajaran

sejarah lisan ketika buku sumber belajar tentang sejarah lisan sangat sulit di dapat.

b. Kendala-kendala yang ditemui dalam Pembelajaran Sejarah Lisan Di

Prodi Pendidikan Sejarah FIS UNNES.

Di program studi pendidikan sejarah ,terkait dengan pembelajaran sejarah,

NW (wawancara, 10-10-2011) menyatakan bahwa

Ada beberapa kendala dalam pembelajaran, baik didalam kelas maupun


pada saat penelitian. Kendala yang ada dalam kelas antara lain; ; (1)
Waktu untuk bersimulasi, (2) Menumbuhkan kemampuan mahasiswa
untuk berani, (3) Mahasiswa belum mau untuk total belajar, karena
cenderung ke sejarah tulis, dan (4) Mahasiswa trauma untuk meneliti.

Aspek waktu masih membutuhkan perhatian, karena untuk melakukan

simulasi masih kurang. Kurangnya waktu untuk simulasikarena banyak materi


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 62
digilib.uns.ac.id

yang harus disampaikan oleh dosen. Simulasi yang dilakukan di dalam kelas

hanya sebatas pada latihan wawancara. Dalam latihan wawancara mahasiswa

dibagi menjadi dua kelompok, kelompok pertama sebagai narasumber kelompok

kedua sebagai pewawancara.

Dalam pembelajaran sejarah lisan mahasiswa ditekankan untuk

mempunyai keberanian, karena mahasiswa dituntut untuk melakukan penelitian

lapangan. Banyaknya mahasiswa yang masih malu dan belum berani untuk

melakukan penelitian menjadi kendala tersendiri. Hal ini ditegaskan oleh NAK

(wawancara 23 Oktober 2011) mengatakan bahwasejarah lisan pada dasarnya

mengasyikan, tetapi saya kurang nmenyukai apalagi kalau harus terjun

kelapangan,saya kan cewek jadi tidak berani apalagi kalau harus penelitian

dengan orang yang asing bagi saya.

Mahasiswa belum mempunyai kemauan untuk total belajar sejarah lisan,

mahasiswa lebih suka mempelajari sejarah dari sumber tertulis. Mahasiswa lebih

suka mempelajari sejarah secara tertulis, karena mudah didapat dan lebih praktis.

MM (Wawancara 23 Oktober 2011) mengatakan bahwa ia dan teman-teman lebih

senang mempelajari sejarah dari buku yang ada ditaman baca jurusan sejarah,

walaupun jumlahnya sangat terbatas. Pernyataan MMdi pertegas oleh MR, IRF,

dan SGT(Wawancara 23 Oktober 2011) yang mengatakan bahwa mempelajari

sejarah lisan lebih sulit dan membutuhkan biaya yang banyak, karena harus

melakukan penelitian lapangan.

Mahasiswa trauma untuk melakukan penelitian lapangan, hal ini

dikarenakan oleh beberapa sebab. MM (Wawancara 23 Oktober 2011)


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 63
digilib.uns.ac.id

menyatakan sebelum mengikuti mata kuliah sejarah lisan sudah berpikiran kalau

ia harus melakukan wawancara dilapangan;

Pada pertemuan pertama dosen menjelaskan kalau diakhir perkuliahan


mahasiswa supaya melakukan penelitian lapangan dan melakukan
wawancara dengan sopir di jalur Pantura Jawa Tengah. Mendengar
penjelasan dari dosen sudah terbayang kalau harus melakukan kegiatan
dilapangan. Kegiatan mahasiswa dilapangan pasti membutuhkan dana
banyak dan melelahkan. Ini pasti seperti kegiatan KKL (Kuliah Kerja
lapangan)”

Hal senada juga dikatakan oleh SGT (Wawancara 23 Oktober 2011) yang

mengatakan kalau tugas penelitian pasti membutuhkan biaya besar dan

melelahkan. Biaya besar merupaka faktor yang paling utama alasan mahasiswa

tidak tertarik dan tidak melakukan penelitian lapangan. Hal ini dikarenakan

kondisi ekonomi rata-rata mahasiswa UNNES adalah menengah kebawah. Selain

biaya yang besar adaptasi dengan lingkungan penelitian juga menjadi kendala

yang sangat memberatkan bagi mahasiswa.

Faktor biaya dan kondisi lapangan merupakan kendala yang sangat besar

bagi keberminatan mahasiswa dalam melakukan penelitian lapangan. Kondisi

lapangan yang tidak memungkinkan mahasiswa melakukan penelitian lapangan

diantaranya adalah lingkunga penelitian yang rawan dengan tindakan kriminal.

Hal ini dikarenakan penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa dilakukan

dilingkungan terminal dan jalan raya.

Dalam melakukan penelitian lapangan, mahasiswa juga tidak didampingi oleh

dosen. Hal ini menjadikan mahasiswa merasa bingung ketika mengalami kendala

dilapangan. MM (Wawancara 23 Oktober 2011) mengatakan bahwa dia dan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 64
digilib.uns.ac.id

teman-teman sering mengalami kendala dengan narasumber dan bingung bertanya

pada siapa.

Ketidak antusiasan mahasiswa dalam mengikuti mata kuliah sejarah lisan

dapat dilihat dari banyaknya mahasiswa yang suka bercerita sendiri dan sibuk

dengan kegiatan individu yang tidak ada kaitanya dengan proses pembelajaran,

seperti mahasiswa kadang asik dengan hand phone, membaca buku yang tidak ada

kaitannya dengan mata kuliah, membuka laptop dan bermain game dalam laptop.

Bahkan ketika sedang diajar ada mahasiswa yang tidur.Dijelaskan oleh

Khaharisma (wawancara23 Oktober 2011) bahwa adanya kemajuan teknologi bisa

berakibat tidak baik, banyak mahasiswa yang bermain dengan Hand Phone nya

masing-masing di saat dosen menjelaskan.

Dampak dari kurang antusiasnya mahasiswa dalam mengikuti pelajaran

bisa dilihat dari sering kali ketika kelas mengadakan diskusi banyak mahasiswa

yang justru tidak memperhatikan temannya yang tengah presentasi. MM

(wawancara 23 Oktober 2011) mengatakan”hal yang membuat saya sering jengkel

pada saat mengikuti presentasi teman-teman banyak yang sibuk diskusikan hal

lain, hal ini berdampak pada tidak bersemangat dalam mempresentasikan tugas”.

Selain itu dijelaskan oleh NW selaku dosen pengampu mata kuliah sejarah lisan

(wawancara, 10 Oktober 2011) bahwa dari aspek mahasiswa, kendala yang

ditemui adalah pembelajaran akan menjadi susah untuk mahasiswa yang kurang

suka membaca. Kurang minatnya mahasiswa terhadap budaya membaca membuat

pengetahuan mereka menjadi terbatas. Kurangnya pengetahuan sejarah lisan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 65
digilib.uns.ac.id

bukan saja dikarenakan minat membaca mahasiswa rendah, tetapi juga karena

minimnya referensi menarik yang mengulas tentang sejarah lisan.

Kendala dalam pembelajaran sejarah lisan yang terjadi di program studi

pendidikan sejarah FIS UNNES terjadi dalam berbagai aspek, diantaranya aspek

tujuan, aspek subjek belajar, aspek materi, aspek metode pembelajaran, dan aspek

media pembelajaran. Untuk lebih jelas tentang permasalahan utama dan

penyebabyang menjadi kendala dalam pembelajaran sejarah lisan bisa dilihat

dalam tabel dibawah ini.

Tabel 3. Kendala-Kendala dalam Pelaksanaan Pembelajaran Sejarah Lisan.

No Aspek Permasalahan Utama Penyebab


1 Tujuan Banyaknya materi Banyaknya materi dan
menyebabkan keterbatasan alokasi waktu
kekhawatiran tidak
tercapainya tujuan

2 Subjek belajar · Pengetahuan dosen · Akses yang sulit


tentang sejarah lisan · Buku kurang
terbatas · Pelatihan untuk dosen
· Banyak mahasiswa jarang.
yang kurang antusias · Bagi aspek mahasiswa
karena kurang adanya
variasi pembelajaran

3 Materi Materi banyak yang tidak Mahasiswa adalah calon


sesuai kebutuhan gurunsejarah bukan
sejaraaahwan

4 Metode pembelajaran Minim pemanfaatan variasi Keterbatasan waktu dan


metode dan keterbatasan pengetahuan atas variasi
alokasi waktu metode

5 Media pembelajaran Kendala dalam persiapan, Minimnya jumlah media,


ketersediaan, belum dioptimalkannya
keterjangkauan, dan juga media yang tersedia
pemanfaatan

Sumber: diolah dari hasil penelitian

Pada aspek tujuan, menurut dosen yang mengajar tidak ada permasalahan

commit todari
berarti yang menjadi kendala. Ditinjau useraspek mahasiswa, kendala yang
perpustakaan.uns.ac.id 66
digilib.uns.ac.id

ditemui menurut NW(wawancara 20 Oktober 2011) adalah “di sini mata kuliah

sejarah lisan dianggap sebagai intermezo, mereka adalah calon guru bukan calon

sejarahwan. Jadi mahasiswa lebih fokus ke mata kuliah lain yang lebih terfokus

pada dasar-dasar untuk menjadi pendidik”.

Pada aspek dosen, NW (wawancara 20 Oktober 2011)menjelaskan bahwa

“kunci untuk mengajarkan sejarah adalah dengan menguasai materi, dan untuk

menguasai materi harus banyak membaca buku”. Apabila dosen telah menguasai

materi maka pembelajaran tidak menjadi terkendala. Untuk menambah

pengetahuan dosen perlu ada pelatihan, namun pelatihan tentang sejarah lisan

masih jarang.

Dalam hal penerapan metode pembelajaran, pada dasarnya tidak terlalu

ditemui kendala karena pada dasarnya dosen telah menerapkan beberapa metode

dalam mengajarkan materi yang mengulas sejarah lisan. Media-media yang

digunakan dalam pembelajaran sejarah lisan seperti diungkapkan NW (wawancara

20 Oktober 2011) memang tidak tersedia dalam jumlah yang bervariasi. Media-

media yang belum tersedia secara mencukupi antara lain film dokumenter serta

dokumen-dokumen, namun ditinjau dari aspek fasilitas tidak ada permasalahan

karena di kampus UNNES fasilitas belajar telah tersedia secara lengkap seperti

komputer dan LCD pada tiap ruang kelas. Ketersediaan LCD telah dilengkapi

dengan software yang menunjang pelaksanaan pembelajaran, seperti Windows

Media Player untuk memutar video, aplikasi Microsoft Office Power Point dan

Flash Player untuk media presentasi.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 67
digilib.uns.ac.id

Media-media yang digunakan dalam pembelajaran sejarah lisan tidak

tersedia dalam jumlah yang bervariasi. Mahasiswa hanya melihat film-film

dokumenter, itupun dalam jumlah variasi yang terbatas. Media-media yang belum

tersedia secara mencukupi selain film dokumenter adalahcontohrekaman

wawancara.

MS(Wawancara, 10 Oktobober 2011) menjelaskan ada beberapa kendala

dalam pembelajaran sejarah diprogram studi pendidikan sejarah UNNES.

Idealnya pembelajaran sejarah lisan dalam sistem proyek, sejarah lisan bukan

mata kuliah yang teoritis tetapi banyak penelitian lapangan. Banyaknya jumlah

mahasiswa menjadi kendala tersendiri dalam penerapan sejarah lisan di prodi

pendidikan sejarah FIS UNNES. Dosen akan mengalami kesulitan dalam

melakukan pemantauan terhadap kerja mahasiswa, terutama dilapangan sehingga

berdampak pada ketidak efektifan pembelajaran sejarah.

Kendala yang dihadapi dalam pembelajaran tidak hanya pembelajaran

didalam ruangan yang lebih menekankan ke teori, tetapi juga praktek lapangan.

Menurut NAK(Wawancara, 13 Oktober 2011 ) mahasiswa sejarah yang

mengambil mata kuliah sejarah lisan, kendala pembelajaran sejarah lisan terletak

pada saat mencari dan bertemu dengan nara sumber. Kendala yang paling sering

didapat adalah ketika mencari narasumber. Kadang kita menemukan narasumber

yang mengetahui kejadian yang akan diteliti, tetapi dia tidak bersedia untuk

diwawancarai. Komunikasi dengan nara sumber juga menjadi kendala yang kerap

ditemui dalam penelitian lapangan. Banyak narasumber yang tidak bisa berbahasa

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 68
digilib.uns.ac.id

Indonesia merupakan kendala yang sering ditemui ketika kita melakukan

penelitian lapangan.

Pernyataan Nadia dipertegas oleh MM (wawancara, 23-10-2011)

menyatakan bahwa kendala yang dihadapi pada saat penelitian lapangan adalah

sulitnyamencari data informan, terutama yang sesuai kriteria penelitian. Sulitnya

informan yang sesuai kriteria menyebabkan data yang diperoleh kurang maksimal.

c. Apresiasi Mahasiswa Terhadap Pembelajaran Sejarah Lisan Di Prodi

Pendidikan Sejarah FIS UNNES

Apresiasi mahasiswa terhadap pembelajaran dapat dibagi dalam beberapa

hal, yakni apresiasi terhadap pelajaran sejarah lisan secara umum, apresiasi

terhadap materi, apresiasi terhadap metode pembelajaran yang diterapkan oleh

dosen, apresiasi terhadap sumber dan media pembelajaran yang dimanfaatkan,

serta apresiasi terhadap penugasan dan proses belajar sejarah lisan.

Secara umum sebagian mahasiswa menyenangi mata kuliah sejarah lisan,

tetapi ada juga mahasiswa yang tidak menyenangi dan kurang tertarik. Salah satu

mahasiswa bernama MM (Wawancara 12 November 2011 ) berpendapat bahwa

“saya menyukai mata kuliah sejarah lisan, karena dengan belajar sejarah lisan

dapat mengetahui bagaimana cara melakuka penelitian kelapangan”. Pendapat

mukminin didukung oleh KH (Wawancara 12 November 2011) “sejarah lisan

mengajarkan saya tentang bagaimana yang harus dilakukan sebagai calon

pengajar sejarah dalam menggali nilai-nilai sejarah melalui masyarakat disekitar

tempat tinggal dengan cara melakuakan mewawancaraterhadap masyarakat”.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 69
digilib.uns.ac.id

Selain menyenangi mata kuliahsejarah lisan karena manfaatnya, ada juga yang

menyenagi karena mata kuliah ini banyak prakteknya. Diungkapkan oleh IRF

(Wawancara 12 November 2011), mahasiswa sejarah yang bergabung dalam

MUSYAFIR (Mahasiswa Sejarah Suka Fotografi dan Plesir) menyatakan bahwa

“saya menikmati mata kuliah ini dengan baik karena ada praktek lapangannya,

jadi saya bisa menjalankan tugas kuliah sekaligus hobi”.

Pendapat yang berbeda dari SGT (wawancara 23 Oktober 2011) yang

mengatakan “mata kuliah sejarah lisan sebenarnya menarik, tetapi sebagai

mahasiswa pendidikan sejarah mata kuliah ini belum begitu dibutuhkan, karena

akan menjadi seorang guru sejarah bukan menjadi sejarahwan. Guru hanya

menjelaskan pelajaran sejarah, bukan melakukan penelitian lapangan untuk

mencari sumber sejarah”.Ada beberapa sebab kekurang tertarikan mahasiswa

terhadap mata kuliah sejarah lisan. Mata kuliah sejarah lisan dianggap hanya

untuk sejarahwan saja, bukan untuk para calon pengajar/guru.

Terkait pandangan mahasiswa terhadap dosen yang mengajar, IRF

(Wawancara 22 Oktober 2011) menyatakan bahwa

“tiap dosen memiliki karakteristik yang berbeda, Bu Nina cara ngajarnya


gampang ditangkap, Pak Shokeh dalam mengajar serius sedangkan Prof
wasino dalam mengajar lebih enak karena langsung mempraktekan. Ketika
beliau mengajarkan tentang penelitian lapangan, beliau langsung memberi
contoh siapa saja yang harus diwawancarai dan apa saja isi wawancara.
materi wawancara langsung ditulis, kemudian mahasiswa supaya
mencontoh”.

Pendapat Irfanudin dikuatkan oleh MR (Wawancara 22 Oktober 2011) bahwa

“dalam mengajar Bu Nina paling asyik, karena beliau mengajar tidak hanya teori

saja yang terkesan membosankan tetapi beliau juga sering memberi nasehatnya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 70
digilib.uns.ac.id

dalam bentuk gurauan, misalnya dia sering mengatakan bahwa guru sejarah

memiliki masa depan suram karena dia selalu melihat kebelakang terus”.Dari

pendapat para mahasiswa tampak bahwa ada kalangan yang menganggap dosen

menyenangkan, komunikatif, tetapi ada pula yang menganggap kurang

menyenangkan.

Apresiasi yang berbeda-beda ini menurut NW(wawancara 23 November

2011) selaku dosen sejarah lisan adalah hal yang wajar. Hal ini tidak lepas dari

karakter dosen yang bersangkutan. Mahasiswa menanggapi berbeda dengan cara

mengajar dosen dan materi yang disampaikan, karena mereka melihat dari sisi

yang berbeda pula.

Ditinjau dari aspek ketertarikan terhadap materi, ada materi-materi yang

mendapat perhatian di kalangan mahasiswa. Berdasarkan hasil wawancara

terhadap mahasiswa, materi tersebut adalah (1) materi tentang sejarah lisan dan

tradisi lisan (2) Karya-karya sejarah yang menggunakan sumber sejarah lisan, (3)

Langkah-langkah penelitian sejarah lisan dan tradisi lisan (4) Teknik wawancara

dan observasi.

Ketertarikan mahasiswa pada materi diatas pada dasarnya dikarenakan

mahasiswa membutuhkan materi sejarah lisan walaupun mereka bukan calon

sejarahwan. IRF (wawancara 22 Oktober 2001) mengatakan bahwa walaupun

bukan sebagai calon sejarahwan tetapi sejarah lisan perlu diajarakan kepada

mahasiswa sebagai calon pengajar sejarah. Pernyataan Irfanudin diperkuat oleh

KH (wawancara 22 Oktober 2001) bahwa “sebagai calon guru sejarah harus

dibekali dengan ketrampilan bagaimana cara menggali sejarah lokal didaerah


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 71
digilib.uns.ac.id

tempat mengajar, karena dalam pelajaran SMU juga ada materi tentang sejarah

lokal. Ketrampilan itu bisa didapat di mata kuliah sejarah lisan”.

Dari wawancara yang dilakukan terhadap mahasiswa sejarah baik yang

telah menempuh mata kuliah sejarah lisan maupun yang sedang menempuh, dapat

disimpulkan bahwa pada dasarnya walaupun mereka adalah calon guru sejarah,

bukan sejarahwan tetapi mereka membutuhkan mata kuliah tersebut. Ada yang

berpandangan bahwa sejarah lisan akan bermanfaat. NAK (wawancara 23

Oktober 2011) menyatakan bahwa

Keuntungan menempuh mata kuliah sejarah lisan adalah kita menjadi


terbiasa melakukan analisis. Dengan menempuh mata kuliah ini
mahasiswa bisa tahu keaadaan karena kita langsung terjun kelapangan.
Dalam sejarah lisan diajarkan tentang prosedur lapangan, sehingga nanti
tidak kaget kalau sudah dilapangan. Mahasiswa tidak tahu kan kalau suatu
saat malah bekerja dilapangan sebagai sejarahwan bukan sebagai guru.
sejarah lisan juga mengajarkan mahasiswa untuk berkomunikasi, beraani
terjun ke masyarakat, belajar menganalisis pendapat.

Berkaitan dengan permasalahan metode pembelajaran yang dilakukan oleh

dosen, terutama pada mata kuliah sejarah lisan apresiasi peserta didik dalam hal

ini mahasiswa cukup baik. Mahasiswa mengakui bahwa metode pembelajaran

yang digunakan dosen ketika menyampaikan materi telah dialogis. Artinya

mahasiswa telah merasa untuk diajak berpikir tentang materi tersebut.

Apresiasi mahasiswa tentang pembelajaran sejarah lisan terkait metode

pembelajaran yang dilakukan oleh dosen cukup baik. NAK (Wawancara 22

Oktober 2011) menyatakan bahwa dia senang dengan cara mengajar dosen,

terutama Nina Witasari. Menurut Nadia dalam mengajar sejarah lisan, Nina tidak

terpaku pada buku teks saja tetapi ada tambahan-tambahan pengetahuan yang
commit dosen
bersifat kekinian. Pada saat mengajar to user sering bercerita tentang kondisi
perpustakaan.uns.ac.id 72
digilib.uns.ac.id

politik yang terjadi sekarang, kemudian dosen mengajak mahasiswa untuk

membandingkan dengan kondisi politik pada masa orde lama dan orde baru.

Dalam mengajar Nina juga sering menceritakan penghalamannya ketika mahsih

menjadi mahasiswa.

Dalam mengajar, dosen juga menggunakan metode diskusi, seperti ketika

materi tentang langkah-langkah penelitian sejarah lisan dan tradisi lisan yang

tercantum dalam KD “Mahasiswa mampu menjelaskan langkah-langkah

penelitian sejarah lisan dan tradisi lisan”. Mahasiswa dibagi menjadi beberapa

kelompok dan tiap kelompok mambahas materi yang berbeda dengan materi yang

dibahas antara lain; cara melakukan penelitian sejarah lisan. Setelah itu tiap

kelompok melakukan presentasi dan ditanggapi oleh kelompok lain secara

bergiliran.

Terkait dengan apresiasi mahasiswa pada saat pembelajaran, SGT

(Wawancara 22 Oktober 2011) mengatakan bahwa kondisi kelas cukup

kondusif,ini bisa dilihat dari kondisi kelas tampak tenang dan mahasiswa tidak

berbicara sendiri. Secara lebih rinci Sigit menjelaskan bahwa “kondisi kelas

tenang kalau sedang pendalaman materi dan metaeri tersebut dianggap menarik,

hal ini disebabkan dosen menjelaskan denga penuh perhatian dan simpati”

Pengakuan berbeda di katakan oleh MM (Wawancara 22 Oktober 2011),

pada saat pembelajaran sejarah “suasana kelas sering ramai karena oknum

tertentu” selain itu IRF (Wawancara 22 Oktober 2011) menyatakan bahwa

“suasana kadang ramai, tetapi kadang juga serius”. Namun demikian ada juga

yang mengatakan bahwa susana pembelajaran sejarah seru dan asyik. Suasana
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 73
digilib.uns.ac.id

pembelajaran sejarah yang tertib didukung oleh pandangan dari KH, SGT, dan

IRF. Dengan demikian, ada berbagai tanggapan yang dilontarkan oleh mahasiswa

terkait dengan kondisi kelas pada saat pembelajaran. Kemudian berdasarkan

observasi yang dilakukan, secara umum kondisi kelas berjalan dengan cukup

kondusif, mahasiswa tidak bercerita sendiri sehingga kelas tampak tenang,

walaupun ada beberapa mahasiswa yang tidak fokus pada pembelajaran.

Berkaitan dengan pemanfaatan media pembelajaran, mahasiswa

menanggapi bahwa pemilihan media pembelajaran yang variatif akan sangat

membantu dalam pembelajaran sejarah lisan. Pemanfaatan internet dikalangan

mahasiswa sangat membantu dalam pemahaman mereka terhadap mata kuliah

sejarah lisan. Pemanfaatan internet oleh mahasiswa tidak semata-mata karena

sumber dalam bentuk buku kurang, tetapi dengan memanfaatkan internet

mahasiswa bisa memperoleh sumber pembelajaran lisan dalam bentuk film

dokumenter maupun dokumen-dokumen yang lain.Dokumen yang bisa di apload

di internet antara lain transkip-transkip wawancara sejarahwan ketika melakukan

penelitian lapangan.

Kebijakan kampus yang mengharuskan satu mahasiswa satu laptop dan tersedia

fasilitas untuk mengakses internet diwilayah kampus, membuat mahasiswa dapat

memanfaatkan internet dimana saja. Dampaknya adalah mahasiswa sudah tidak

lagi kesulitan dalam mencari sumber ajar.

Ketertarikan mahasiswa terhadap materi yang diajarkan oleh dosen

membuat mereka memanfaatkan media lain diluar pembelajaran di kampus. KH

(Wawancara 22 Oktober 2011), mahasiswa yang menempuh mata kuliah sejarah


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 74
digilib.uns.ac.id

lisan menyatakan bahwa dirinya menggunakan internet untuk mencari sumber-

sumber yang tidak ada di dalam buku teks. Selain itu mahasiswa juga berusaha

mencari sumber lain melalui media massa.

Apresiasi mahasiswa terhadap penugasan yang dibuat oleh dosen pada

dasarnya semua menyambut gembira. KH (wawancara 23 Oktober 2011)

mengatakan bahwa “ saya merasa senang ketika mendapat tugas untuk penelitian

lapangan ke wilayah Pantai Utara Jawa Tengah, selain dapat menambah ilmu

pengetahuan dan menambah pengalaman, saya bisa sekalian mudik karena

ruamahsaya di Jepara”. Hal senada diungkapkan oleh IRF, MM, MR (wawancara

23 Oktober 2011) mereka mengatakan bahwa pada dasarnya mahasiswa merasa

senang ketika harus melakukan penelitiani lapangan, ini merupakan pengalaman

baru bagi mereka.

Pendapat lain disampaikan oleh SGT(wawancara 23 Oktober 2011) ia

mengatakan bahwa “saya merasa keberatan ketika harus melakukan penelitian

lapangan, soalnya membutuhkan biaya banyak dan waktu yang lama, padahal kita

mendapat tugas kuliah bukan hanya sejarah lisan saja ”. Hal senada juga di

ungkapkan oleh RS (wawancara 24 Oktober 2011) yang mengatakan bahwa

sebagai perempuan dia merasa keberatan dengan tugas penelitian lapangan,

karena ia harus melakukan wawancara dengan orang yang belum

dikenalnya.Pendapat yang berbeda dalam menanggapi penugasan dianggap hal

yang wajar oleh AH (Wawancara 24 november 2011) yang mengatakan bahwa”

wajar jika teman-teman sebagian ada yang tidak setuju karena berbagai hal, tapi

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 75
digilib.uns.ac.id

yang jelas dengan kita mengikuti penelitian lapangan akan mendapat pelajaran

yang sangat berharga”.

Tema utama tugas mahasiswa adalah pengaruh perkembangan jalur

transportasi darat jalur pantai utara (pantura) Jawa Tengah terhadap kehidupan

sosial, ekonomi, budaya masyarakat antara tahun 1945-1998. Mahasiswa dibagi

menadi 3 kelompok berdasarkan tempat tinggal/domisili asli mahasiswa.

Pembagian kelompok berdasarkan pada rujukan eks karesidenan yaitu;

karesidenan Tegal, karesidenan Semarang dan karesidenan Pati. Kelompok 1

adalah karesidenan tegal, meneliti sepanjang jalur pantai utara yang ada

dikaresidenan ini yang meliputin wilayah kabupaten Brebes, kabupaten Tegal,

kota Tegal, kabupatern Pemalang, Kabupaten Pekalongan dan kabupaten Batang.

Kelompok 2 meneliti jalur pantai utara dibekas wilayah karesidenan Semarang.

Wilayah yang di wilayah oleh kelompok 2 adalah kabupaten Kendal, Kota

Semarang dan kabupaten Demak. Kelompok 3 meneliti wilayah Kabupaten

Kudus, Kabupaten Pati, kabupaten Jepara dan Kabupaten Rembang. Mahasiswa

melakukan penelitian kelapangan selama 2 minggu. Hal-hal yang diteliti antara

lain aspek sejarah jalur pantai utara Jawa Tengah, kegiatan ekonomi dan aspekp-

aspek pendukung yang lainnya yang menggunakan jalur panntura. Sumber yang

di wawancarai dalam penelitian ini antara lain pemerintah daerah, DLLAJR, sopir

bus dan angkutan barang, pedagang, budayawan, dll.

Dalam penelitianya mahasiswa harus membuat data wawancara dan

merekam hasil wawancara. Hasil wawancara mahasiswa harus dinarasikan

kemudian disusun menjadi tugas dalam bentuk makalah. Data wawancara yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 76
digilib.uns.ac.id

dibuat mahasiswa masih banyak yang kurang sempurna. Dalam melakukan

penelitianlapangan, banyak mahasiswa yang tidak menyebutkan biodata/riwayat

hidup narasumbernya dengan jelas. Ada sebagian mahasiswa yang hanya menulis

nama dan alamatnya saja, ada juga mahasiswa yang menulis dengan lengkap

identitas narasumbernya.

Penelitian yang dilakukan oleh Bayu Novandri mengambil judul pengaruh

perkembangan transportasi darat di kota tegal tahun 1970-1980an terhadap

konstruksi jalan pantura, penelitian dilakukan di Kabupaten Tegal. Dalam

melakukan penelitian lapangan bayu mewawancarai Muzharis, umur :63 tahun

Pensiunan PU Bina Marga. Hasil dari penelitian Bayu menjelaskan bahwa

perkembangan transportasi dipantusa sudah maju sejak tahun 1970, hal ini dapat

dilihat dari pembangunan pada struktur jalan yang dilakukan oleh pemerintah,

baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Afifi Mushthofa melakukan

penelitian di daerah Kudus, dengan mengambil judul penelitian pengaruh jalur

pantura terhadap kehidupan warga kudus tahun 1965 sampai 1998. Afifi

melakukan wawancara terhadap seorang kontraktor namin tidak menyebutkan

nama aslinya, narasumber ditulis dengan sebutan Kakek. Hasil penelitian yang

dilakukan mengatakan bahwa jalur pantura sangat berpengaruh terhadap

perekonomian masyarakat Kudus. Adanya jalur pantura berdampak pada

pertumbuhan pabrik-pabrik rokok di kudus. Mukminin melakuka penelitian

dengan judul pengaruh bajing loncat terhadap dunia transportasi di sepanjang

jalan pantura dan dampaknya bagi kehidupan sosial dan ekonomi pada tahun

1980-an. Dalam melakukan penelitian lapanga data yang dihasilkan oleh


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 77
digilib.uns.ac.id

Mukminin lebih lengkap. Data narasumber lebih lengkap, karena dia juga

mencantumkanNama, Tempat tanggal lahir, Umur, alamat, pekerjaan dulu, dan

pekerjaan sekarang. Mukminin melakukan wawancara denga pak Sardi. Hasil dari

penelitiannya adalah pengaruh Bajing Loncat terhadap Dunia Transportasi sangat

meresahkan masyarakat terutama diwilayah pantura antara kabupaten batang

sampai ke kudus. Mukminin juga menceritakan kondisi Sosial dan ekonomi

masyarakat jalan pantura setelah adanya bajing lompat pada tahun 1980-an. Untuk

lebih jelasnya tentang tugas akhir mahasiswa bisa dilihat dilampiran.

B. Pokok Temuan

a. Implementasi Pembelajaran Sejarah Lisan Di Prodi Pendidikan


Sejarah FIS UNNES.

Ditinjau dari aspek perencanaan yang berupa silabus dan SAP yang dibuat

dosen sudah lengkap, mulai dari SK, KD, dan sumber.Dosen mengacu pada

pembelajaran yang sudah ada. Kontrak kuliah secara tertulis tidak ada, karena

hanya sebatas pada kesepakatan antara mahasiswa dengan dosen saja. Di aspek

pelaksanaan pembelajaran, ada beberapa kelemahan terutama dalam aspek

pemanfaatan sumber-sumber belajardan media. Dalam aspek penilaian belum

disusun rublik yang tertulis secara rinci.

b. Kendala-Kendala yang Ditemui Dalam Pembelajaran Sejarah Lisan


Di Prodi Pendidikan Sejarah FIS UNNES

Kendala implementasi pembelajaran sejarah lisanterletak pada beberapa

aspek, waktu, mahasiswa dan dosen. Aspek waktu dalam pembelajaran sangat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 78
digilib.uns.ac.id

kurang, terutama waktu untuk melakukan simulasi. Kurangnya waktu dikarenakan

terlalu banyak materi yang harus disampaikan dosen. Kendala pada mahasiswa

terletak pada ketakutanmelakukanpenelitian atau pada saat penelitian

lapangan.untuk melakukan wawancara dengan narasumber. Kendala yang

dihadapi oleh dosen adalah mahasiswa belum mau untuk total belajar sejarah lisan

sehingga banyak yang tidak antusias dalam menempuh mata kuliah sejarah lisan.

Materi yang banyak dan tidak adanya pelatihan tentang pembelajaran sejarah lisan

untuk dosen menyebabkan dosen tidak maju.

c. Apresiasi Mahasiswa Terhadap Pembelajaran Sejarah Lisan Di Prodi


Pendidikan Sejarah FIS UNNES

Pembelajaran sejarah lisan memberikan mahasiswa pengalaman-

pengalaman dan wawasan yang baru, sekaligus berpotensi melatih kemampuan

berpikir analitis. Dari hasil penelitian, mahasiswa memiliki ketertarikan terhadap

materi-materi sejarahlisan yang bersifat praktik lapangan dan teori-teori yang ada

manfaatnya secara praktis, seperti materi tentang penelitian dan teknik

wawancara. Sejarah lisan secara psikologis telah mendorong rasa ingin tahu

(curiousity) di kalangan mahasiswa yang berfungsi sebagai stimulus agar mereka

lebih dalam untuk mencari tahu dan memecahkan masalah tentang kurangnya

sumber sejarah yang ada di Indonesia. Namun demikian, alasan pragmatisme

ternyata telah menjadi permasalahan yang menyebabkan apresiasi mahasiswa

yang tinggi tetapi hanya sebatas di dalam kelas. Pragmatisme itu tampak dari

kecenderungan pandangan mahasiswa yang menganggap sejarah lisan tidak sesuai

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 79
digilib.uns.ac.id

dengan bidang ilmukeguruan, sehingga pembelajaran sejarah lisan tidak dianggap

penting.

C. Pembahasan

Untuk menganalisis lebih lanjut pelaksanaan pembelajaran sejarah lisan,

penelitian ini akan memilah deskripsi tentang pembelajaran sejarah menjadi dua,

yakni (1) pada saat perencanaan pembelajaran, (2) dan pada saat pelaksanaan.

Perencanaan pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar

Nasional Pendidikan pasal 20 meliputi silabus dan rencana pelaksanaan

pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar,

metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar. Dalam hal ini,

dosen telah menyusun perencanaan pembelajaran dalam bentuk

penyusunansilabus, rencana pelaksanaan pembelajaran / Satuan Acara

Perkuliahan yang di dalamnya meliputi tujuan pembelajaran, materi ajar, metode

pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.

Garis-garis Besar Program Pembelajaran (GBPP): adalah panduan

pelaksanaan pembelajaran, yang menjelaskan apa judul materi pelajaran yang

akan diberikan, apa nama pendidikannya, berapa jumlah sesinya, gambaran

singkat tujuan pembelajaran, serta sub pokok bahasan dan alat atau metode yang

digunakan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 80
digilib.uns.ac.id

GBPP berisi rumusan tujuan dan pokok-pokok isi mata kuliah/pelajaran.

GBPP memberikan petunjuk secara keseluruhan mengenai tujuan dan ruang

lingkup materi yang harus diajarkan. Secara umum tujuan pembuatan Garis-garis

Besar Program Pembelajaran adalah: sebagai pedoman dosen pengajar dalam

melakukan proses belajar-mengajar untuk mata kuliah yang akan diajarkan. Dan

untuk mengetahui referensi yang dipakai dalam proses belajar-mengajar

Silabus adalah suatu rencana yang mengatur kegiatan pembelajaran dan

pengelolaan kelas, serta penilaian hasil belajar dari suatu mata kuliah. Silabus ini

merupakan bagian dari kurikulum sebagai penjabaran Standar Kompetensi dan

Kompetensi Dasar ke dalam materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan

indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian hasil belajar. Dengan demikian

pengembangan silabus ini minimal harus mampu menjawab pertanyaan sebagai

berikut: kompetensi apakah yang harus dimiliki oleh peserta didik, bagaimana

cara membentuk kompetensi tersebut, dan bagaimana cara mengetahui bahwa

peserta didik telah memiliki kompetensi itu (LPP UNS Berdasarkan Panduan

Penyusunan Silabus dan Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran 2007).

Pada prinsipnya semakin rinci silabus akan semakin memudahkan

pengajar dalam menjabarkannya ke dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

(RPP)/ Satuan Acara Perkuliahaan (SAP). Adapun komponen silabus suatu mata

kulian, meliputi; (1) Identitas Mata Kuliah, meliputi: nama mata kuliah atau blok

mata kuliah, kode mata kuliah, bobot mata kuliah, semester , dan mata kuliah

prasyarat jika ada. (2.) Standar Kompetensi (SK), Standar Kompetensi adalah

seperangkat kompetensi yang dibakukan sebagai hasil belajar materi pokok


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 81
digilib.uns.ac.id

tertentu dalam satuan Pendidikan, merupakan kompetensi bidang pengembangan

dan materi pokok per satuan pendidikan per satu kelas yang harus dicapai peserta

didik selama satu semester. (3) Kompetensi Dasar (KD), Kompetensi Dasar

adalah rincian kompetensi dalam setiap aspek materi pokok yang harus dilatihkan

kepada peserta didik sehingga kompetensi dapat diukur dan diamati. Kompetensi

Dasar sebaiknya selalu dilakukan perbaikan dan pengayaan guna memenuhi

keinginan pasar. (4) Indikator, Indikator merupakan wujud dari KD yang lebih

spesifik, yang merupakan cerminan dari kemampuan peserta didik dalam suatu

tahapan pencapaian pengalaman belajar yang telah dilalui. Bila serangkaian

indikator dalam suatu kompetensi dasar sudah dapat dicapai peserta didik, berarti

target KD tersebut sudah terpenuhi. (5) Pengalaman belajar, Pengalaman belajar

merupakan kegiatan fisik maupun mental yang dilakukan oleh peserta didik dalam

berinteraksi dengan bahan ajar. Pengalaman belajar dikembangkan untuk

mencapai KD melalui strategi pembelajaran. Dengan melakukan pengalaman

belajar yang tepat mahasiswa diharapkan dapat mencapai dan mempunyai

kemampuan kognitif, psikomorik, dan afektif yang sekaligus telah

mengintegrasikan kecakapan hidup (life skill). Oleh karenanya yang membedakan

antara perguruan tinggi satu dengan yang lain tercermin pada perbedaan

pengalaman belajar yang diperoleh mahasiswa. (6) Materi pokok Bagian struktur

keilmuan suatu bahan kajian yang dapat berupa pengertian, konsep, gugus isi atau

konteks, proses, bidang ajar, dan keterampilan. (7) Waktu Merupakan lama waktu

dalam menit yang dibutuhkan peserta didik mampu menguasi KD yang telah

ditetapkan. (8) Sumber pustaka, Sumber pustaka adalah kumpulan dari referensi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 82
digilib.uns.ac.id

yang dirujuk atau yang dianjurkan, sebagai sumber informasi yang harus dikuasai

oleh peserta didik. (9) Penilaian Penilaian ini berarti serangkaian kegiatan untuk

memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan informasi; dan kemudian

menggunakan informasi tersebut untuk pengambilan keputusan.

Silabus yang dibuat oleh dosen pengampu mata kuliah sejarah lisan sudah

memenuhi komponen silabus suatu mata kuliah, seperti Identitas Mata Kuliah,

Standar kompetensi,Kompetensi dasar, Indikator, pengalaman belajar, materi

pokok, waktu, sumber pustaka, penilaian. Silabus di buat oleh dosen tanpa

melibatkan mahasiswa.

Silabus perlu dikembangkan lebih lanjut dalam bentuk sekenario rinci

yang dikenal dengan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)/SAP. SAP berisi

pembagian materi suatu matakuliah tiap kali kuliah (setiap pertemuan). SAP berisi

rincian materi kuliah setiap pertemuan kuliah dan berikut tujuan belajarnya serta

buku-buku acuan untuk belajar. Yang dimaksud tujuan belajar ialah apa yang

minimal dikuasai mahasiswa setelah mendapat materi perkuliahan.

Secara umum tujuan pembuatan Satuan Acara Perkuliahan adalah sebagai

pedoman dosen pengajar dalam memprogram acara perkuliahannya pada setiap

tatap muka dengan mahasiswa. SAP juga bertujuan untuk menyiapkan bahan ajar

sesuai dengan referensi dana perkuliahannya setiap kali melakukan tatap muka

dengan mahasiswa.

Setiap mata kuliah memiliki SAP yang merupakan penjabaran secara rinci

rencana perkuliahan. SAP tersebut harus memuat unsur-unsur sebagai berikut; (1)

Kode, nomor, dan nama mata kuliah, (2) Kedudukan mata kuliah (Mata Kuliah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 83
digilib.uns.ac.id

Umum (MKU), Mata Kuliah Dasar Keahlian (MKDK) dan Mata Kuliah Keahlian

(MKK)), (3) Semester dan tahun mata kuliah tersebut diajarkan, (4) Bobot kredit,

(5) Tujuan mata kuliah, (6)Mata Kuliah prasyarat (bilamana perlu), (7) Nama

pengajar, (8) Waktu dan tempat kuliah, (9) Rincian acara perkuliahan dan bahan

bacaan wajib dan anjuran, (10) Cara mengevaluasi proses belajar-mengajar

(Panduan akademik UNNES 2009: 10).

SAP dibuat oleh dosen dan akan disosialisasikan kepada mahasiawa pada

awal perkuliahan. Hal ini bertujuan agar mahasiswa mengetahui apa-apa yang

akan dipelajari selama menempuh mata kuliah sejarah lisan. Dengan adanya hal

ini mahasiswa juga akan mengetahui buku apa saja yang dapat dijadikan referensi

untuk menunjang mata kuliah tersebut.

RPP/SAP yang disusun oleh dosen menggunakan model penyusunan

rencana pelakasnaan tiap satu kompetensi dasar. Artinya adalah perencanaan

disusun untuk satu kompetensi dasar dan di dalamnya diuraikan beberapa

pertemuan, sesuai dengan indikator yang disusun. Akan tetapi dalam penyusunan

RPP/SAP masih terdapat kelemahan, yakni kalimat yang digunakan masih belum

bersifat operasional dan menggunakan kalimat yang bersifat umum. Idealnya

pembuatan RPP/SAP adalah dengan menggunakan kalimat yang operasional, di

mana pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan apa yang telah direncanakan.

Adanya hal ini menyebabkan kecederungan bahwa pelaksanaan pembelajaran

hanya memiliki satu garis besar perencanaan untuk tiap pertemuan, bukan

perencanaan untuk tiap-tiap tahapan pada satu pertemuan. Namun demikian,

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 84
digilib.uns.ac.id

walaupun dosen masih memiliki kelemahan dalam bidang perencanaan,

pelaksanaan pembelajaran telah sesuai dengan apa yang direncanakan.

Ditinjau dari aspek pelaksanaan pembelajaran terkait dengan tujuan, pada

dasarnya tujuan yang disusun oleh dosen belum sepenuhnya sesuai dengansejarah

lisanyang memberi pemahaman mahasiswa terhadap sejarah mikro. Tujuan ideal

dari pembelajaran yang bermuara pada bagaimana meningkatkan pemahaman

peserta didik secara komprehensif terhadap bagaimana mencari sumber data

secara lisan masih belum trakomodasi dan diapresiasi secara optimal. Kemudian,

karena ada beberapa materi yang tidak disampaiakan secara maksimal, sehingga

tujuan-tujuan yang disusun belum terlaksana secara optimal.

Aspek berikutnya dalam pembelajaran adalah aspek subjek belajar. Dalam

hal ini aspek dosen dan mahasiswa. Dosen adalah pendidik profesional dan

ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan

menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan,

penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (tri darma perguruan tinggi).

Subjek belajar sangat berpengaruh dalam pelaksanaan pembelajaran sejarah lisan.

Pemahama dosententunya menjadi satu hal yang sangat berperan dalam

menentukan suksesnya pelaksanaan pembelajarah sejarahlisan di prodi sejarah.

Pemahaman dosen yang baik terhadap mata kuliah berdampak pada bagaimana

dosen berkomunikasi dikelas.

Kesuksesan pelaksanaan pembelajaran dikelas tidak hanya tergantung

pemahaman dan cara dosen mengajar. Dosen harus mampu memotifasi

mahasiswa untuk belajar. Apalagi melihat adanya kecenderungan kurang


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 85
digilib.uns.ac.id

antusiasnya mahasiswa pendidikan sejarah terhadap mata kuliah sejarah lisan.

Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Motivasi

adalah kekuatan mental yang berupa keinginan, perhatian, kemauan, dan cita-cita

yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan yang sesuai dengan tujuan

yang diinginkan. Motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik, berupa

hasrat dan keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan akan cita-

cita. Sedangkan faktor ektrinsiknya adalah adanya penghargaan lingkungan

belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik.

Dosen tidak terbatas sebagai pengajar dalam arti penyampai pengetahuan,

akan tetapi lebih meningkat sebagai perancang pengajaran, manajer pengajaran,

dan pengevaluasi hasil belajar. Maka tidak heran bila perilaku dosen juga menjadi

cerminan bagi mahsiswanya. Dalam mewujudkan perilaku mengajar secara tepat,

karakteristik pengajar yang diharapkan adalah: (1) Memiliki minat yang besar

terhadap pelajaran dan mata pelaajaran yang diajarkannya. (2) Memiliki

kecakapan untuk memperkirakan kepribadian ddan suasana hati secara tepat serta

membuat kontak dengan kelompok secara tepat. (3) Memiliki kesabaran,

keakraban, dan sensivitas yang diperlukan untuk menumbuhkan semangat belajar.

(4) Memiliki pemikiran yang imajinatif (konseptual) dan praktis dalam usaha

memberikan penjelasan kepada pesrta didik. (5) Memiliki kualifikasi yang

memadai dalam bidangnya, baik isi maupun metode. (6) Memiliki sikap terbuka,

luwes, dan eksperimental dam metode dan teknik.

Keprofasionalan dosen, karakter jenis kelamin juga mempengaruhi

tanggapan, keinginan dan motivasi mahasiswa. Hal ini juga sangat berperan dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 86
digilib.uns.ac.id

menentukan suksesnya pelaksanaan pembelajarah sejarah lisan di prodi sejarah.

Keprofesionalan dosen bisa dilihat dari kompetensi yang dimilikinya. Kompetensi

Dalam UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen dijelaskan bahwa kompetensi

merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus

dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas profesinya.

Kompetensi tersebut meliputi; (1) Kompetensi pedagogik; (2) Kompetensi

profesional; (3) Kompetensi sosial; (4) Kompetensi kepribadian;

Kompetensi pendagogik pada dasarnya adalah kemampuan yang harus

dimiliki guru dalam mengajarkan materi tertentu kepada siswanya, meliputi : (1)

Memahami karakteristik peserta didik dari berbagai aspek, sosial, moral, kultural,

emosional, dan intelektual; (2) Memahami gaya belajar dan kesulitan belajar

peserta didik; (3) Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik; (4)

Menguasai teori dan prinsip belajar serta pembelajaran yang mendidik; (5)

Mengembangkan kurikulum yang mendorong keterlibatan peserta didik dalam

pembelajaran; (6) Merancang pembelajaran yang mendidik; (7) Melaksanakan

pembelajaran yang mendidik; (8) Memahami latar belakang keluarga dan

masyarakat peserta didik dan kebutuhan belajar dalam konteks kebhinekaan

budaya; (9) Mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.

Kompetensi profesional yaitu kemampuan penguasaan materi

pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing

peserta didik memenuhi standar kompetensi. Diharapkan guru menguasai

substansi bidang studi dan metodologi keilmuannya, menguasai struktur dan

materi kurikulum bidang studi, mengorganisasikan materi kurikulum bidang studi,


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 87
digilib.uns.ac.id

menguasai dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam

pembelajaran, meningkatkan kualitas pembelajaran melalui evaluasi dan

penelitian.

Kemampuan guru dalam komunikasi secara efektif dengan peserta didik,

sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali, dan masyarakat.

Diharapkan guru dapat berkomunikasi secara simpatik dan empatik dengan

peserta didik, orang tua peserta didik, sesama pendidik dan tenaga kependidikan,

dan masyarakat, serta memiliki kontribusi terhadap perkembangan siswa, sekolah

dan masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi

(ICT) untuk berkomunikasi dan pengembangan diri.

Memiliki kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa,

menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat, serta berakhlak mulia;

sehingga menjadi teladan bagi siswa dan masyarakat; serta mampu mengevaluasi

kinerja sendiri (tindakan reflektif) dan mampu mengembangkan diri secara

berkelanjutan.

Keprofesionalan dosen dapat dilihat dalam berbagai aspek. Sagala

(2005:210) mengemukakan guru/dosen yang professional harus memiliki sepuluh

kompetensi dasar, yaitu menguasai landasan-landasan pendidikan, menguasai

bahan pelajaran, kemampuan mengelola program belajar mengajar, kemampuan

mengelola kelas, kemampuan mengelola interaksi belajar mengajar, menilai hasil

belajar siswa, kemampuan mengenal dan menerjemahkan kurikulum, mengenal

fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan, memahami prinsip-prinsip dan

hasil pengajaran, dan mengenal dan menyelenggarakan administrasi pendidikan.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 88
digilib.uns.ac.id

Dalam pengajarannya ketiga dosen memiliki peran dan karakter yang

berbeda-beda. Hal ini juga berdampak pada cara mengajar yang berbeda dan

tanggapan mahasiswa terhadap dosen. Faktor gender juga berpengaruh, ketika

menangani kelas dalam pembelajaran, secara alamiah dosen wanita berbeda

dengan dosen pria dalam melakukan pembelajaran dikelas. Karakter-karakter

lembut yang menjadi ciri dasar wanita mempunyai pengaruh yang berbeda baik

terhadap proses pembelajaran mahasiswa maupun terhadap pencapaian akademik.

Kestabilan karakter yang dimiliki wanita juga berpengaruh terhadap kenyamanan

mahasiswa.

Selain lemah lembut karakter dasar wanita yang menunjang sisi positif

dalam pembelajaran adalah sifat keibuannya. Hal ini berbeda dengan sikap dosen

pria yang cenderung akan berpikir realistis dalam menghadapi mahasiswa.

Robetson (1999) dalam pengamatannya terhadap guru-guru sekolah

mengemukakan bahwa memang terdapat perbedaan secara alamiah antara guru

pria dengan wanita karena secara alamiah wanita mempunyai insting menyayangi

dan keibuan, sedangkan dosen pria secara alami lebih mempunyai insting

melindungi, yang lebih tahan terhadap keributan, kekerasan, dan gangguan.

Karakter dosen yang mendukung penampilan yang efektif dalam kelas

dipengaruhi oleh karakter bawaan. Ruseffendi (1988:39) mengemukaan beberapa

karakter atau sifat seorang guru atau dosen yang efektif, yaitu terampil, disiplin,

pendorong, memiliki daya tarik, kurang emosional, acuh, patuh, penolong,

minatnya besar, dan bersifat kepemimpinan, sedangkan karakter guru atau dosen

yang kurang efektif, antara lain sering memarahi dan mencela, mengeritik, kurang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 89
digilib.uns.ac.id

memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk berinisiatif dan berkomentar,

kurang perhatian kepada mahasiswa yang bekerja sendiri.

Dalam setiap proses pembelajaran selalu terjadi komunikasi dua arah

antara dosen dengan mahasiswa. Keadaan ini merupakan keadaan ideal yang

mendukung pembelajaran yang efektif bagi mahasiswa, ada beberapa aktivitas

dalam pembelajarannya, yaitu: ceramah, ekspositori, tanya jawab, demonstrasi,

diskusi, kegiatan lapangan, laboratorium, permainan, karya wisata, penemuan,

inkuiri, pemecahan masalah, pemberian tugas dan metode proyek. Metode dan

pendekatan pengajaran yang mendorong mahasiswa aktif dalam pembelajarannya

akan menimbulkan aktivitas belajar, sepertibertanya, memberikan respon, baik

positif maupun negatif, berkomentar atau menanggapi, bekerja dalam kelompok

maupun individual, dan membuat tugas atau proyek.

Namun, peran dosen, termasuk dosen wanita, yang sekait dengan hal

kejiwaan mahasiswa tidak dapat tergantikan oleh hal lain. Wasliman (2006:63)

mengemukakan “Memang harus diakui maraknya arus informasi dewasa ini, guru

bukan lagi satu-satunya sumber informasi, tetapi merupakan salah satu sumber

informasi. Meskipun demikian, perannya dalam proses pendidikan masih tetap

diperlukan, khususnya yang berkenaan dengan sentuhan-sentuhan psikologi dan

edukatif terhadap anak didik.”

Hasil penelitian ini sejalan dengan studi yang dilakukan Musen, et.al.

(1980:, 333-347) dapat disimpulkan bahwa karakter dosen wanita memiliki

sebelas karakter, yaitu sabar, perhatian, teliti, baik hati, toleran, cerewet, rapi,

ramah, pemarah, pendendam, dan mudah tersinggung. Terdapat tujuh karakter


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 90
digilib.uns.ac.id

yang positif, yaitu perhatian, baik hati, sabar, toleran, teliti, ramah, dan rapi.

Selain itu, terdapat pula empat karakter dosen wanita yang negatif yaitu , cerewet,

pendendam, dan mudah tersinggung.

Karakter dosen wanita yang perhatian mendorong mahasiswa menjadi

aktif dan suasana kelas menjadi kondusif sehingga tercipta pembelajaran yang

efektif. Dari hasil penelitian ini, bagi para dosen, baik wanita maupun pria

disarankan karakter yang positif dan negatif terhadap pembelajaran dapat

dijadikan acuan ketika merancang aktivitas pembelajaran di kelas.

Ditinjau dari aspek mahasiswa,rata-rata kemampuan mahasiswa dalam

menerima pelajaran adalah baik. Hal ini disebabkan pada dasarnya mahasiswa

memang telah memiliki bekal yang cukup untuk diajak dosen dalam berdiskusi

dan berinterkasi dalam pembelajaran sejarahlisan. Kemampuan mahasiswa yang

baik akan menjadi bekal yang sangat bermanfaat untuk mencapai tujuan

pembelajaran. Dengan demikian, peran dosen menjadi tidak sebagai satu-satunya

informasi dan hanya membangun komunikasi satu arah, tetapi dosen menjadi

berperan sebagai sarana yang mengantarkan mahasiswa untuk mencapai

kompetensi secara mandiri. Adanya kemampuan mahasiswa yang baik, maka

komunikasi dua arah antara dosen dan mahasiswa dimungkinkan untuk terjadi

secara efektif. Dengan demikian, pada pembelajaran sejarahlisan, faktor

mahasiswa menjadi hal yang mendorong dan mempermudah terwujdunya tujuan

pembelajaran. Akan tetapi dalam beberapa kasus ditemukan adanya pandangan

dari kalangan mahasiswa yang kurang antusias terhadap pembelajaran, bahkan

cenderung mengacuhkan pelajaran sejarahlisan.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 91
digilib.uns.ac.id

Mahasiswa dalam pembelajaran merupakan subjek dan sekaligus obyek.

Karena itu inti proses pembelajaran tidak lain adalah kegiatan belajar mahasiswa

dalam mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran merupakan suatu proses

mengatur, mengorganisasi, lingkungan yang ada disekitar mahasiswa sehingga

menumbuhkan dan mendorongnya melakukan proses pembelajaran (Syaiful bahri

Djamarah dan Aswan Zain 2006: 39).

Ditinjau dari aspek materi,pembelajaran sejarah lisan di program studi

pendidikan sejarah Universitas Negeri Semarang sudah baik. Ini bisa dilihat dari

materi yang diajarkan dalam satu semester yang meliputi; (1) Konsep sejarah

lisan, (2) Ruang lingkup sejarah lisan (3) Konsep tradisi lisan (4) Ruang lingkup

tradisi lisan (5) Manfaat sejarah lisan dalam penulisan sejarah (6) Kritik sumber

(7) Uji silang (8) Perujukan (9) Karya-karya sejarah yang menggunakan sumber

sejarah lisan seperti; Sejarah politik, Sejarah sosial, Sejarah intelektual/pemikiran,

Sejarah ekonomi, Sejarah lokal, dan biografi (10) Langkah-langkah penelitian

sejarah lisan dan tradisi lisan meliputi; Perumusan masalah, Pedoman wawancara,

Penentuan informan, Strategi wawancara, dan perekaman (11) Melakukan praktek

sejarah lisan (12) Mengadakan deseminasi hasil praktik sejarah lisan.

Pemilihan materi yang diajarkandalam pembelajaran sejarah tidak lepas

dari prinsip-prinsip yang telah ada. Prinsip-prinsip dalam pemilihan materi

peembelajaran meliputi prinsip relevansi, konsistensi dan kecukupan. Yang

dimaksud dengan Prinsip relevansi adalah materi pembelajaran hendaknya ada

hubungan dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. Prinsip

konsitensi artinya adanya keajegan, dalam hal ini jika KD yang harus dikuasai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 92
digilib.uns.ac.id

oleh mahasiswa dalam pembelajaran sebanyak 2 macam, maka dalam bahan ajar

juga harus mencantumkan 2 macam. Prinsip kecukupan artinya materi yang

diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu mahasiswa menguasai

kompetensi dasar yang diajarkan.

Metode pembelajaran yang digunakan dalam mengajarkan materi

bervariasi. Adanya kecenderungan dosen untuk menerapkan perpaduan metode,

hal ini dikarenakan beberapa hal. Ada kesamaan tahapan yang dilakukan dalam

pengajaran, yakni pada pertemuan awal dosen bercerita tentang latar belakang.

Setelah itu terdapat ulasan tentang aspek kronologis. Kemudian mahasiswa juga

disarankan untuk belajar secara mandiri untuk memperdalam kajian.

Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk

mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata

dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Nana Sudjana (2005:

76) metode pembelajaran adalah, “Metode pembelajaran ialah cara yang

dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat

berlangsungnya pengajaran”. Sedangkan M. Sobri Sutikno (2009: 88)

menyatakan, “Metode pembelajaran adalah cara-cara menyajikan materi pelajaran

yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses pembelajaran pada diri siswa

dalam upaya untuk mencapai tujuan”.

Sebagai seorang pengajar harus mampu memilih metode pembelajaran

yang tepat bagi mahasiswa. Karena itu dalam memilih model pembelajaran, dosen

harus memperhatikan keadaan atau kondisi mahasiswa, bahan pelajaran serta

sumber-sumber belajar yang ada. Hal ini dilakukan agar penggunaan metode
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 93
digilib.uns.ac.id

pembelajara dapat diterapkan secara efektif dan menunjang keberhasilan belajar

mahasiswa.

Ketepatan dosen dalam memilih metode yang digunakan akan berdampak

pada dosen dengan mudah mengelola program belajar-mengajar. Mengelola di

sini memiliki arti yang luas yang menyangkut bagaimana seorang dosen mampu

menguasai keterampilan dasar mengajar, seperti membuka dan menutup pelajaran,

menjelaskan, menvariasi media, bertanya, memberi penguatan, dan sebagainya.

Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk

mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2)

demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan;

(7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya.

Ditinjau dari proses pelaksanaan pembelajarannya yaitu berupa

pembelajaran dialogis dan kontekstual, dosen-dosen telah mengimplementasikan

dengan baik. Proses dialogis dalam mengulas permasalahan tercermin dari

kegiatan pembelajaran yang tidak hanya berpusat pada dosen. Dalam hal ini

mahasiswa diberikan keleluasaan untuk memecahkan masalah dengan menggali

informasi secara mandiri. Dalam pembelajaran ada upaya untuk mengakomodasi

gagasan mahasiswa melalui diskusi, walaupun intensitasnya belum terlalu sering.

Pada aspek kontekstual, pembelajaran sejarah lisan telah dilakukan yakni dengan

mengaitkan antara materi dengan kondisi kekinian. Hal ini dapat dilihat ketika

dosen membicarakan hal tentang wawancara dosen mencontohkan dengan

wawancara yang cenderung ke sejarah kontemporer. Akan tetapi dosenkadang

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 94
digilib.uns.ac.id

kesulitan dalam menerapkan aspek pembelajaran kontekstual terkait dengan

peristiwa sejarah yang berkaitan dengan mencari sumber lisan.

Ditinjau dari aspek sumber belajar, sumber-sumber yang dimanfaatkan

dosen dalam pembelajaran sejarah lisan pada dasarnya sudah cukup beragam,

karena dosen tidak hanya menggunakan buku teks, tetapi juga menggunakan

beberapa referensi sebagai pelengkap. Akan tetapi ada beberapa kelemahan dalam

aspek pemanfaatan sumber. Hai ini dilihat dari banyaknya buku-buku sejarah

lisan yang lebih banyak yang memaparkan suatu peristiwa saja dan hanya ada

beberapa teori saja yang dituliskan dalam buku tersebut.

Selain menggunakan buku teks, dosen juga memanfaatkan modul.

Pemakaina modul bertujuan untuk memudahkan mahasiswa dalam memahami

suatu materi, karena di dalam modul tersebut terdapat rangkuman materi. Setelah

ditinjau dari perspektif pendekatan kritis, modul yang telah dibuat oleh pengampu

mata kuliah sejarah lisan sudah cukup layak untuk dijadikan buku untuk

mahasiswa.

Sumber lain yang dimanfaatkan dosen dalam pembelajaran sejarah adalah

sumber dari internet. Internet sebagai sumber belajar memiliki keunggulan adanya

data-data yang cukup banyak dan memilii nilai keterbaruan yang tinggi. Hal ini

karena dengan pemafaatan internet sebagai sumber belajar, berbagai infromasi

dari belahan dunia dapat diakses secara mudah dan cepat. Akan tetapi sebagai

sumber belajar, interet juga memiliki kelemahan. Walaupun memiliki nilai

keterbaruan yang tinggi, internet memiliki nilai keakuratan (accuracy) dan

kepercayaan (validity) yang rendah. Tingat keakuratan dan kepercayaan data di


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 95
digilib.uns.ac.id

internet lemah. Hal ini karena tidak semua tulisan yang ada di internet dapat

dimanfaatkan sebagai sumber. Hal ini disebabkan sifat dari internet yang terbuaka

bagi siapa saja untuk memanfaatkannya. Oleh karena banyak orang yang dapat

mengakses, maka kadar kepercayaan data adalah lemah. Hal ini karena bisa saja

orang menulis sejarah semaunya, padahal yang dituliskannya belum tentu benar.

Oleh karena itu, untuk memanfaatkan internet sebagai sebagai sumber belajar

perlu diterapkan beberapa upaya untuk menyeleksi sumber yang akan

dimanfaatkan. Bekaitan dengan pemanfaatan internet terlebih dahulu patut

dipertanyakan tentang sumber dari tulisan, apakah berasal dari sumber yang

terpercaya. Apakah tulisan tersebut memang didasarkan pada referensi-referensi

tertentu. Selain itu dosen harus memahami bahwa sumber di internet bukan

sebagai satu-satunya sumber dan sumber yang paling utama.

Terkait dengan aspek pemanfaatan situasi kekinian sebagai sumber belajar,

dosen berpandangan bahwa mereka mengaitkan pembelajaran antara materi yang

diajarkan dengan kondisi kekinian, terutama dalam hal politik. Hal ini

dimaksudkan agar mahasiswa tidak bosen dan mahasiswa menjadi tertarik.

Penggunaan materi yang bersifat kekinian memudahkan mahasiswa untuk

melakukan diskusi, apalagi jika dikaitkan dengan hal-hal yang kontofesional.

Sehubungan dengan aspek pemanfaatan lingkungan sekitar sebagai sumber

belajar. Lingkungan masih belum dimanfaatkan dengan optimal. Hal ini

dikarenakan lingkungan masyarakat belum sepenuhnya menunjang untuk

pembelajaran sejarah lisan. Kalaupun ada hanya sedikit, itupun lebih pada peran

masyarakat dalam menggali sumber sejarah lisan.Perlu disadari bahwa untuk


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 96
digilib.uns.ac.id

memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar tidak mudah karena

harus disesuaikan dengan SK dan KD yang berlaku. Dengan demikian,

lingkungan sekitar tidak dapat dimanfaatkan secara penuh.

Pada pelaksanaan pembelajaran sejarahlisan, dosen memanfaatkan

beberapa media pembelajaran. Penggunaan media dalam pembelajaran sangat

penting, hal ini dikarekan proses pembelajaran merupakan proses komunikasi dan

berlangsung dalam suatu sistem, maka media pembelajaran menempati posisi

yang cukup penting sebagai salah satu komponen sistem pembelajaran. Tanpa

media, komunikasi tidak akan terjadi dan proses pembelajaran sebagai proses

komunikasi juga tidak akan bisa berjalan secara optimal.

Media pada hakekatnya merupakan salah satu komponen sistem

pembelajaran. Sebagai komponen, media hendaknya merupakan bagian integral

dan harus sesuai dengan proses pembelajaran secara menyeluruh.. Jika media

yang kita butuhkan ternyata belum tersedia, mau tak mau kita harus membuat

sendiri program media sesuai keperluan tersebut.Jadi, pemilihan media itu perlu

kita lakukan agar kita dapat menentukan media yang terbaik, tepat dan sesuai

dengan kebutuhan dan kondisi sasaran didik. Untuk itu, pemilihan jenis media

harus dilakukan dengan prosedur yang benar, karena begitu banyak jenis media

dengan berbagai kelebihan dan kelemahan masing-masing.

Media dalam pembelajaran sejarah memegang peranan dan posisi yang

penting. Hal ini karena media membantu dalam menggambarkan dan memberikan

informasi tentang peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Peranan media yang

lain adalah sebagai pengembang konsep generalisasi serta membantu dalam


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 97
digilib.uns.ac.id

memberikan pengalaman dari bahan yang abstrak seperti buku teks menjadi bahan

yang jelas dan nyata. Dengan demikian untuk mewujudkan efektivitas

pembelajaran sejarah harus dilakukan optimalisasi penggunaan media

pembelajaran.

Secara rinci, fungsi media dalam proses pembelajaran adalah sebagai

berikut (1) Menyaksikan benda yang ada atau peristiwa yang terjadi pada masa

lampau, (2) Mengamati benda/peristiwa yang sukar dikunjungi, baik karena jarak

jauh, berbahaya, atau terlarang, (3) Memperoleh gambaran yang jelas tentang

benda/hal-hal yang sukar diamati secara langsung karena ukuran yang tidak

memungkinkan, baik karena terlalu besar ataupun terlalu kecil, (4) Mendengar

suara yang sukar ditangkap dengan telinga secara langsung, (5) Mengamati

dengan teliti binatang-binatang yang sukar diamati secara langsung karena sukar

ditangkap, (6) Mengamati peristiwa peristiwa yang jarang terjadi atau berbahaya

untuk di dekati, ( 7)Mengamati dengan jelas bernda-benda yang mudah rusak

/sukar diawetkan, (8) Dengan mudah membandingkan sesuatu, (9) Dapat melihat

secara cepat suatu proses yang berlangsung secara lambat, (10) Dapat melihat

secara lambat gerakan-gerakan yang berlangsung secara cepat, (11) Mengamati

gerakan-gerakan mesin /alat yang sukar diamati secara langsung, (12) Melihat

bagian-bagian yang tersembunyi dari suatu alat, (13) Melihat ringkasan dari suatu

pengamatan yang panjang dan lama (Daryanto, 2010: 11).

Di dalam pembelajaran sejarah, media berperan dalam mewujudkan tiga

hal, yakni (1) visualisasi, (2) interpretasi, dan (3) generalisasi. Media

pembelajaran membantu menyampaikan pesan dari dosen kepada mahasiswa agar


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 98
digilib.uns.ac.id

dalam diri mahasiswa terbangun pemahaman yang menyeluruh tentang peristiwa

sejarah yang nantinya dapat diarahkan pada usaha masasiswa mencari sumber

lisan. Melalui media mahasiswa mampu mengonkretkan konsep-konsep atau

peristiwa yang masih berisfat abstrak. Inilah fungsi media dalam aspek visualisasi.

Selain itu media pembelajaran membantu mahasiswa melakukan penafsiran

terhadap peristiwa-peristiwa sejarah. Dengan adanya kemampuan mahasiswa

untuk mengetahui dan menghayati peristiwa sejarah, maka inilah fungsi media

dalam mengembangkan kemampuan mahasiswa melakukan interpretasi. Media

pembelajaran selain itu juga mampu memberikan kemudahan bagi mahasiswa

dalam menarik simpulan dan menemukan konseo-konsep umum serta benang

merah dari suatu peristiwa. Secara tertulis fungsi media dalam pembelajaran

sejarah lisan dapat dilihat dari gambar dibawah ini.

Fungsi media pembelajaran sej lisan

Membantu Mewujudkan Mengembangkan


interpretasi fakta visualisasi konsep generalisasi

Tujuan pembelajaran
Sejarah lisan

Gambar 3.Fungsi Media Pembelajaran dalam Pembelajaran Sejarah lisan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 99
digilib.uns.ac.id

(sumber: diolah dari hasil penelitian)

Dalam memilih media perlu juga diperhatikan pembelajaran aspek-aspek

berikut ; (1) tujuan pembelajaran, (2) metode pembelajaran, (3) jumlah

mahasiswa, (4) karakteristik mahasiswa (5) waktu yang tersedia untuk

pembelajaran, (6) biaya yang digunakan untuk media pembelajaran, (7)

kemampuan dosen menggunakan media pembelajaran, (8) tempat berlangsungnya

pembelajaran.

Berbagai media yang dimanfaatkan dosen dalam pembelajaran sejarah lisan

antara lain (1) media pandang yang yang tidak diproyeksikan (seperti gambar

diam, gambar kronologi, peta) dan (2) media pandang yang diproyeksikan, seperti

media slide dengan aplikasi microsoft power point.

Pada pelaksanaan pembelajaran, pemanfaatan media oleh dosen terdapat

beberapa kelemahan dalam hal; (1) persiapan, (2) ketersediaan, (3)

keterjangkauan, dan juga (4) pemanfaatan. Ditinjau dari aspek persiapan,

pemanfaatan media yang komplet membutuhkan waktu yang lama. Pemanfaatan

media berupa film masih belum dapat digunakan karena tidak dimilikinya film-

film terkait dengan pembelajaran sejarah lisan. Dari aspek keterjangkauan, ada

beberapa media yang belum dapat dimanfaatkan secara optimal karena tidak

tersedia dan keterbatasan dalam hal pemanfaatan.

Untuk menutupi belum adanya media yang menunjang dalam pembelajaran

sejarah lisan, maka diperlukan media lain sebagai solusi. Dalammemilih media

hendaknya tidak dilakukan secara sembarangan, melainkan didasarkan atas

kriteria tertentu. Ada empat prinsip yang harus diperhatikan sebelum


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 100
digilib.uns.ac.id

menggunakan media, terdiri dari: (1) Menentukan jenis media yang tepat, artinya

seorang dosen memilih terlebih dahulu media manakah yang sesuai dengan tujuan

dan bahan pelajaran yang akan diajarkan. (2) Menetapkan atau memperhitungkan

subjek dengan tepat, artinya perlu dipertimbangkan apakah penggunaan media itu

sesuai dengan tingkat kematangan/kemampuan mahasiswa. (3) Menyajikan media

dengan tepat, artinya teknik dan metode penggunaan media dalam pengajaran

haruslah disesuaikan dengan tujuan, bahan, metode, waktu dan sarana yang ada.

(4) Menempatkan atau memperhatikan media pada waktu, situasi dan tempat yang

tepat, artinya kapan dan dalam situasi mana pada waktu belajar dan mengajar

media harus digunakan. Tentu tidak setiap saat atau selama proses belajar

mengajar terus menerus memperlihatkan atau menjelaskan sesuatu dengan

menggunakan media.

Penggunaan video sebagai media pembelajaran bisa menjadi salah satu

solusi. Hal ini dikarenakan video merupakan media yang sangat efektif dalam

pembelajaran, baik untuk pembelajaran massal, individual, maupun kelompok.

Video merupakan bahan ajar non cetak jadi akan lebih ekonomis dan praktis

mengingat teknologi sekarang yang sudah maju. Video mampu

memvisualisasikan suatu materi karena materi bersifat gambar bergerak.

Kemajuan teknologi video juga memungkinkan format sajian video dapat

bermacam-macam, mulai dari kaset CD (Compact disk) dan CD (digital Versatile

Disc). Hal ini dapat mempermudah kita nenontonnya video player yang di

sambungkan ke televisi ataupun LCd atau juga dilihat oleh mahasiswa melalui

laptop. Oleh karena itulah suatu materi yang telah direkam melalui bentuk video
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 101
digilib.uns.ac.id

bisa digunakan baik untuk proses pembelajaran tatap muka maupun jarak jauh

tanpa kehadiran pengajar.

Keuntungan menggunakan vidoe selain ekonomis juga praktis. Namun

penggunaan video bukan berarti tanpa kelemahan. Kelemahan media video antara

lain tidak bisa menampilkan obyek sesuai ukuran sebenarnya. Selain itu

pengambilan gambar yang kurang tepat juga dapat menyebabkan timbulnya

keraguan dalam menafsirkan gambar yang dilihat. Biaya yang sangat mahal dalam

pembuatan video juga menjadi pertimbangan dari penggunaan media ini.

Untuk mengatasi biaya pembuatan video yang mahal, kita bisamelibatkan

mahasiswa dalam pembuatan video dengan difasilitasi pihak jurusan dalam hal ini

laboratorium sejarah. Video hasil rekaman mahasiswa yang melakukan Kuliah

Kerja lapangan atau tugas mahasiswa sejarah lisan semester yang lalubisa

dijadikan sebagai Video dalam membuat media pembelajaran sejarah.

Faktor-faktor yang memungkinkan digunakannya media video sebagai

sumber belajar; (1) Di UNNES sudah ada program satu mahasiswa satu laptop,

jadi mahasiswa dapat membukanya setiap saat. (2) Dijurusan sejarah memiliki

laboratorium yang mempunya alat lengkap, sehingga untuk membuat pembuat

video tidaka ada kendala, (4) Ada kelompok mahasiswa musyafir (mahasiswa

sejarah suka fotografi dan plesir), dengan adanya musfafir maka kegiatan

pembuatan video baik oleh mahasiswa maupun jurusa tidak ada kendala, karena

mereka sudah terlatih dalam ha l fotografi dan syuting untuuukkk film

dokumenter.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 102
digilib.uns.ac.id

Komponen penunjang dalam pembelajaran antara lain fasilitas-fasilitas yang

berfungsi untuk melancarkan dan mempermudah proses pembelajaran. Komponen

penunjang dalam pembelajaran sejarah di program studi pendidikan sejarah

UNNES cukup baik. Hal ini bisa dilihat dari adanya akses internet, tersedianya

fasilitas didalam kelas seperti LCD, peta dan alat peraga lainnya. Namun

demikian, ada kelemahan dalam hal sarana penunjang ini yakni belum adanya

fasilitas yang mendukung pembelajaran sejarah lisan baik dilaboratorium maupun

di taman baca. Di UNNES masih belum ada ruang atau laboratorium yang dapat

menunjang pembelajaran seperti ruang simulasi untuk wawancara, alat perekam

dan dokumen-dokumen lainnya.

Taman baca (perpustakaan) yang ada di prodi sejarah sangat membantu

mahasiswa dalam menempuh mata kuliah sejarah lisan. Hal ini dikarenakan selain

memiliki fungsi edukasi yaitu sebagai sumber belajar para sivitas akademika,

taman baca juga memiliki fungsi riset dan fungsi informasi. Fungsi riset

perpustakaan adalah mempersembahkan bahan-bahan primer dan sekunder yang

paling mutakhir sebagai bahan untuk melakukan penelitian dan pengkajian ilmu

pengetahuan, teknologi dan seni. Fungsi informasi,perpustakaan merupakan

sumber informasi yang mudah diakses oleh pencari dan pengguna informasi. Hal

ini bisa dilihat dari adanya koleksi perpustakaan yang menyangkut sejarah

transportasi dan sejarah wilayah pantura.

Melihat fungsi taman baca seperti diatas, maka hal ini sesuai dengan tujuan

perpustakaan diperguruan tinngi.Tujuan perpustakaan adalah mendukung kinerja

dari perguruan tinggi dalam menyelenggarakan pendidikan dengan menyediakan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 103
digilib.uns.ac.id

sumber-sumber informasi ilmiah di perpustakaan tersebut dan selalu melayani

pengguna (mahasiswa) selama menjalankan pendidikan di perguruan tinggi yang

bersangkutan.

Berdasarkan buku Pedoman Akademik Unnes 2010 maka tujuan

perpustakaan adalah:(1) Menyediakan informasi untuk mendukung pengajaran

dan pembelajaran; (2) Mendorong pengguna untuk memanfaatkan bahan pustaka;

(3) Menyediakan tenaga profesional untuk melayani pengguna; (4) Memberikan

pelatihan di bidang kepustakawanan; (5) Bekerja sama dengan unit-unit kerja lain;

(6) Menyediakan sarana temu kembali informasi.

Pada aspek evaluasi, dosen telah menerapkan variasi model penilaian yang

digunakan untuk mengetahui tingkat pencapaian belajar mahasiswa dan kemajuan

mereka dalam pembelajaran. Ada banyak pendapat mengenai penilaian, penilaian

juga dikenal dengan evaluasi (evaluation). Sebagian orang menghubungkan

penilaian dengan pengujian formal terhadap peserta didik. Ada juga orang yang

mengasosiasikan dengan penetapan terhadap kecerdasan (intellegence),

kemampuan (ability), dan bakat (aptutide) seseorang.

Margono (2006:42) menjelaskan penilaian merupakan proses pengumpulan

dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik.

Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan

indikator. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes baik dalam

bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian

hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, penggunaan portofolio, dan

penilaian diri.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 104
digilib.uns.ac.id

Penilaian selalu berkaitan dengan manusia. Evaluasi juga dikaitkan dengan

program dan mata pelajaran. Kesuanya berhubungan dengan pengukuran satu

dengan yang laian. Walaupun demikian, akhir dari produknya berbeda. Evaluasi

bersifat post mortem, artinya sebagai aktivitas akhir sekali. Sedangkan penilaian,

dalam arti assessment tidak bersifat terminal; ia berkelanjutan. Ia berhubungan

dengan manusia uintuk belajar tuntas (Hartono, 2005:74).

Tujuan penilaian adalah membantu pendidik dan peserta didik dalam

monitor kemajuan siswa, identivikasi kelemahan dan kelebihan, identifikasi

kemampuan khusus, dan keberhasilan mencapai ketuntasan belajar. Penilaian juga

berfungsi bagi tujuan suplementari. Ia dapat dijadikan bahan imformasi yang

dapat digunakan untuk memperkirakan performance masa depan siswa (hartono,

2005:75).Dalam pendidikan, orang mengadakan evaluasi (penilaian) untuk

memenuhi dua tujuan, yaitu : (a) Untuk mengetahui kemajuan anak, atau orang

yang didik setelah si terdidik tadi menyadari pendidikan selama jangka waktu

tertentu. (b) Untuk mengetahui tingkat efesiensi metode-metode pendidikan yang

dipergunakan pendidikan selama jangka waktu tertentu (Buchari, 1983 : 7).Dalam

menilai tujuan yang hendak dicapai perlu diperhatikan aspek-aspek sebagai

berikut; (1) Hasil belajar yang merupakan pengetahuan dan pengertian, (2) Hasil

belajar dalam bentuk sikap dan kelakuan, (3) Hasil belajar dalam bentuk

kemampuan untuk diamalkan, (4) Hasil belajar dalam bentuk keterampilan serta

yang dilaksanakan dalam kegiatan sehari-hari (Rusyan, 1989 : 2010 – 2011).

Hasil belajar peserta didik dapat diklasifikasi ke dalam tiga ranah (domain),

yaitu: (1) domain kognitif (pengetahuan atau yang mencakup kecerdasan bahasa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 105
digilib.uns.ac.id

dan kecerdasan logika – matematika), (2) domain afektif (sikap dan nilai atau

yang mencakup kecerdasan antarpribadi dan kecerdasan intrapribadi, dengan kata

lain kecerdasan emosional), dan (3) domain psikomotor (keterampilan atau yang

mencakup kecerdasan kinestetik, kecerdasan visual-spasial, dan kecerdasan

musikal).

Selanjutnya Margono (2006:42-43) menjelaskan penilaian yang baik

merupakan rangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan

data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara

sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna

dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu dalam penilaian perlu diperhatikan

beberapa hal seperti: (1) penilaian ditujukan untuk mengukur pencapaian

kompetensi, (2) penilaian menggunakan acuan kriteria yakni berdasarkan apa

yang dapat dilakukan peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran dan

bukan untuk menentukan posisi peserta didik terhadap kelompoknya, (3) sistem

penilaian yang direncanakan dilakukan secara berkelanjutan, artinya semua

indikator dinilai, kemudian hasilnya dianalisis guna menentukan kompetensi dasar

yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan peserta

didik, (4) hasil penilaian untuk menentukan tindak lanjut; tindakan lanjutan

berupa perbaikan proses pembelajaran berikutnya, program remedial bagi peserta

didik yang pencapaian kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan, dan program

pengayaan bagi peserta didik yang telah memenuhi kriteria ketuntasan, dan (5)

sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh

dalam proses pembelajaran. Jika pembelajaran menggunakan pendekatan tugas


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 106
digilib.uns.ac.id

observasi lapangan maka penilaian harus diberikan baik pada proses

(keterampilan proses) seperti teknik wawancara, maupun produk/hasil melakukan

observasi lapangan berupa informasi yang dibutuhkan.

Ada beberapa model penilaian yang dilakukan dosen dalam pembelajaran

lisan. Penilaian yang digunakan dosen dalam pembelajaran ini adalah (1)

penilaian unjuk kerja, (2) penilaian tertulis, (3) penilaian sikap, (4) penilaian

proyek.

Penilaian unjuk kerja merupakan penilaian yang dilakukan dengan

mengamati kegiatan mahasiswa dalam melakukan sesuatu, dalam hal ini adalah

penilaian terhadap presentasi yang dilakukan oleh mahasiswa pada saat kegiatan

diskusi. Penilaian secara tertulis dilakukan dengan tes tertulis. Tes tertulis

merupakan tes dimana soal dan jawaban yang diberikan kepada mahasiswa dalam

bentuk tulisan. Penilaian sikap digunakan sebagai upaya untuk menilai perilaku

mahasiswa pada saat pembelajaran berlangsung.

Tes tertulis yang digunakan oleh dosen pada dasarnya sudah baik karena

dalam penilaian sudah menggunakan acuan kriteria yakni berdasarkan pada apa

yang sudah di dapat mahasiswa setelah mengikuti proses pembelajaran.Soal

dibuat sebanyak 5 butir, sesuai dengan materi yang di jelaskan dari pertemuan ke

1 sampai ke pertemuan ke 7. Rincian soal pertama tentang sejarah lisan, soal

kedua tentang tradisi lisan, soal ketiga tentang manfaat sejarah lisan dalam

penulisan sejarah, soal keempat langkah-langkah penelitian sejarah lisan dan soal

yang kelima tentang penyusunan wawancara.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 107
digilib.uns.ac.id

Penilaian tertulis dilakukan dengan tes tertulis, contohnya adalah mid

semester atau ujian tengah semester. Ujian tengah semester/mid semester

dilakukan pada pertemuan ke 9.Karena soal dibuat 5 buah dengan nilai tertinggi

100 maka bobot masing-masing soal adalah 20 (wawancara dengan NinaWitasari

25 Juni 2012).

Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang

harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu

investigasi sejak dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian,

pengolahan dan penyajian produk. Bentuk penilaian ini adalah penugasan dalam

pembuatan makalah untuk tugas akhir.

Tema utama tugas mahasiswa dalam penilaian mata kuliah sejarah lisan

adalah pengaruh perkembangan jalur transportasi darat pantura terhadap

kehidupan sosial-ekonomi-budaya masyarakat antara tahun 1945-1998. Ada

beberapa contoh tema-tema tugas yang diambil mahasiswa antara lain; kondisi

sosial dan ekonomi masyarakat pantura wilayah batang timur pada tahun 1980-

an,pengaruh perkembangan transportasi darat di kota tegal tahun 1970-1980an

terhadap konstruksi jalan pantura, peranan jalan raya pantura dalam memajukan

hasil produksi rokok di kudus tahun 1930-1967, perkembangan kondisi

perekonomian masyarakat sekitar jalan pantura (kabupaten rembang) antara tahun

1945-1998.

Penulisan tugas mahasiswa relatif sudah baik. Hal ini bisa dilihat dari

tugas yang mereka kumpulkan diakhir semester. Dalam menulis tugas mahasiswa

sudah menggunakan kaidah penulisan yang benar.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 108
digilib.uns.ac.id

Mahasiswa telah melakukan tugas penelitian lapangan dengan baik karena

sebelum melakukan wawancara mereka telah melakukan pemilihan sumber data

berdasarkan kriteria wawancara. dan kriteria nara sumber.Hal ini bisa dilihat dari

narasi yang dibuat dalam tugas mereka. Sebelum melakukan wawancara mereka

menghubungi dan melakukan pendekatan terhadap nara sumber.Hal ini sesuai

denga teori yang diberikan pada saat pembahasan teknik wawancara. Sebelum

melakukan wawancara maka harus memperhatikan hal berikut; (1) Menghubungi

orang yang akan diwawancara, baik langsung maupun tidak langsung dan

pastikan kesediaannya untuk diwawancarai. (2) Persiapkan daftar pertanyaan yang

sesuai dengan pokok-pokok masalah yang akan ditanyakan dalam wawancara.

Persiapkan daftar pertanyaan secara baik dengan memperhatikan 6 unsur berita,

yaitu 5W + 1H. Pada saat kegiatan wawancara berlangsung usahakan tidak terlalu

bergantung pada pertanyaan yang telah disusun. (3) Berikan kesan yang baik,

misalnya datang tepat waktu sesuai perjanjian. (4) Perhatikan cara berpakaian,

gaya bicara, dan sikap agar menimbulkan kesan yang simpatik.Kriteria

Narasumber; (1) Orang yang terlibat langsung, (2) Orang yang tidak terlibat tapi

melihat langsung, (3) Tidak melihat,tidak terlibat, tetapi ikut merasakan dampak,

(4) Tidak melihat,tidak terlibat, tetapi dia mempunyai jalur /geneologi dengan

pelaku. (5)Memori kolektif.

Standar penilaian penelitian lapangan mata kuliah sejarah lisan adalah (1)

apabila mahasiswa dapat mewawancarai dengan baik, (2) Menemukan fakta

sejarah yang baru, (3) berhasil menemukan sumber-sumber baik itu manusia

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 109
digilib.uns.ac.id

maupun bendayang tidak tercover umum, (4) kemampuan untuk menarasikan

data, (5) dapat menyusun sebuah program kerja/proposal.

Tugas akhir mahasiswa adalah membuat proposal penelitian, melakukan

penelitian lapangan berupa wawancara ke narasumber, dan menarasikannya.

Mahasiswa akan mendapat nilai A (baik sekali) apabila dalam penelitianya

mahasiswa mampu menemukan fakta baru, mampu mengungkapkan pertanyaan-

pertanyaan dari 5W 1H, dan mahasiswa mampu menarasikan dengan baik tentang

penelitian lapangannya. Apabila mahasiswa dalam melakukan penelitian dia telah

mampu melakukan wawancara dan mampu menar) apabila dalam penelitianya

mahasiswa mampu menemukan fakta baru, mampu mengungkapkan pertanyaan-

pertanyaan dari 5W 1H, dan mahasiswa mampu menarasikan dengan baik tentang

penelitian lapangannya. Apabila mahasiswa dalam melakukan penelitian dia telah

mampu melakukan wawancara walaupun tidak mencakup semua unsur 5W 1 H

dan mampu menarasikan dengan baik maka mahasiswa tersebut mendapat nilai B

(baik). Nilai C diberikan kepada mahasiswa yang telah melakukan penelitian

lapanagan tapi data-data yang didapatkan tidak lengkap. Nilai E diberikan kepada

mahasiswa apabila tidak mengikuti kuliah dan/atau praktik sekurang-kurangnya

75% dari seluruh jam tatap muka yang terjadwal pada suatu semester.

Tugas dari mahasiswa pada mata kuliah sejarah lisan masih ada beberapa

kelemahannya. Hal ini bisa dilihat dari ada beberapa mahasiswa yang masih

belum melampirkan biodata narasumber secara lengkap. Biodata yang ditulis

dalam tugas mahasiswa kurang lengkap, bahkan ada tugas dari mahasiswa yang

menjelaskan biodata narasumbernya hanya sebatas pada nama, usia, dan tempat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 110
digilib.uns.ac.id

tinggalnya. Peran narasumber dalam sebuah peristiwapun banyak yang tidak

ditulis.

Proses penilaian dalam lembaga-lembaga pendidikan formal pada

dasarnya ditujukan untuk mendapatkan informasi mengenai jarak antara situasi

yang ada dengan kondisi yang diharapkan untuk memperoleh data yang akan

memberikan gambaran tentang harapan-harapan yang tertuang dalam tujuan

pembelajaran seperti yang ditetapkan sebelumnya. Tanpa ada kegiatan penilaian

tidak akan mungkin seorang dosen dapat mengembangkan atau memperbaiki

proses pembelajaran yang dilaksanakan karena tidak tersedianya informasi yang

akurat tentang kelebihan/keuntungan maupun kekurangan/kelemahan dari

berbagai praktik-praktik yang telah dilakukannya di dalam proses pembelajaran

itu sendiri. Demikian pula bahwa dengan kegiatan penilaian akan diperoleh data

tentang sejauhmana penguasaan peserta didik terhadap bahan yang telah tersaji

dalam interaksi belajar mengajar dan sekaligus juga dapat diketahui efektifitas dan

efesiensi program pengajaran yang telah dilakukan.

Bahasan tentang Implementasi pembelajaran sejarah lisan untuk

mewujudkan pemahaman mahasiswa terhadap sejarah mikro mengarah pada

kendala-kendala pelaksanaan pembelajaran. sebelum mengulas tentang

permasalahan kendala secara teknis ada permasalahan yang muncul dalam

konteks pembelajaran sejarah. Permasalahan itu adalah permasalahan tentang

subjektivitas dalam historiografi ditambah dengan adanya faktor eksternal berupa

campur tangan dari pihak lain telah menyebabkan penulisan sejarah memiliki

perbedaan sudut pandang, bahkan tidak jarang bertentangan. Namun selama


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 111
digilib.uns.ac.id

ketidak samaan visi dan pendekatan yang memunculkan perbedaan dan

pertentangan sebuah tulisan sejarah didukung oleh fakta-fakta pada dasarnya dari

sudut pandang keilmuan hal tersebut masih wajar. Namun demikian yang menjadi

permasalahan adalah ketika ternyata pertentangan itu masuk dalam ranah

pendidikan. Penulisan sejarah dalam ranah pendidikan tidak lagi semata-mata

ditujukan untuk ilmu pengetahuan, tetapi juga digunakan sebagai sarana untuk

memberikan pemahaman-pemahaman tehadap sebuah fenomena. Oleh karena

itulah sejarah lisan sangat diperlukan untuk memperkuat data.

Munculnya kendala pembelajaran hampir disemua aspek, baik itu aspek

perencanaan, aspek pembelajaaran, maupun aspek evaluasi. Pada aspek

perencanaan, apabila kendala-kendala tersebut dianalisis, ternyata kendala-

kendala itu masih memiliki keterkaitan satu sama lain.

Kemunculan kendala-kendala tersebut pada akhirnya akan menyebabkan

lemahnya kemampuan dosen dalam perenacanaan pembelajaran. Lemahnya aspek

perencanaan mengakibatkan pembelajaran yang dilakukan tidak terstruktur,

sehingga pencapaian tujuan pembelajaran tidak dapat terwujud secara efektif.

Pada aspek pembelajaran kendala-kendala hampir ditemui pada setiap

aspek dalam pembelajaran meliputi (1) tujuan, (2) subjek belajar, (3) materi, (4)

metode pembelajaran, (5) media pembelajaran, (6) evaluasi, serta (7) aspek-aspek

penunjang.

Kendala-kendala yang ditemui dalam aspek pembelajaran masih berpusat

pada keterbatasan keterampilan dosen dalam penerapan variasi pembelajaran,

minimnya antusias mahasiswa, materi yang memunculkan serangkaian kesulitan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 112
digilib.uns.ac.id

dalam pemahamannya, masalah dalam media pembelajaran, penerapan sistem

evaluasi, serta keterbatasan fasilitas dan sumber. Kendala-kendala ini

menyebabkan kegiatan pembelajaran tidak berjalan dengan optimal dan

berlangsung secara tidak efektif.

Kendala-kendala pembelajaran sejarah akhirnya bermuara pada belum

optimalnya pencapaian tujuan pendidikan sejarah. Hal ini menjadi sesuatu yang

harus segera diantisipasi karena pembelajaran sejarah lisan memiliki posisi yang

penting bagi calon guru yang nantinya dituntut untuk memanfaatkan sumber lokal

untuk pembelajaran sejarah.

Ditinjau dari perspektif tujuan pembelajaran maka permasalahan utamanya

adalah Banyaknya materi, hal ini menyebabkan kekhawatiran tidak tercapainya

tujuandari pembelajaran itu sendiri. Selain disebabkan banyaknya materi,

keterbatasan alokasi waktu juga menjadikan pembelajaran tidak sesuai dengan

tujuan yang diharapkan.

Untuk menunjang pencapaian tujuan pembelajaran, diperlukan analisis

terhadap kebutuhan yang digunakan dalam pembelajaran sejarah lisan. Analisis

kebutuhan tersebut mencakup persiapan-persiapan dalam pelaksanaan

pembelajaran, meliputi (1) analisis ketersediaan dan kebutuhan media, (2) analisis

kemampuan dosen, (3) analisis kemampuan peserta didik, (4) analisis lingkungan.

Ditinjau dari perspektif mahasiswa, pembelajaran sejarah lisan mampu

memunculkan rasa keingintahuan mahasiswa terutama dalam hal observasi

lapangan. Dengan demikian pada dasarnya adapotensi yang dimiliki oleh

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 113
digilib.uns.ac.id

pembelajaran sejarah lisan untuk memunculkan kreativitasmahasiswa, terutama

dalam memecahkan masalah.

Dari hasil penelitian ditemukan hasil bahwa mahasiswa cenderung tertarik

dan ingin tahu tentang bagaiamana cara mencari sumber lisan. Pembelajaran

sejarah lisan dapat menarik mahasiswa karena ada kecenderungan secara

psikologis mahasiswa telah mampu secara psikologis untuk memahami aspek-

aspek yang ada dalam pembelajaran. Selain itu, pembelajaran sejarah lisan

memiliki peluang yang besar dalam meningkatkan partisipasi mahasiswa dalam

pembelajaran yang nantinya akan mengarah pada pencarian sumber lisan dalam

menulis sejarah mikro.

Pembelajaran sejarah lisan memberin peluang banyak kepada mahasiswa

untuk melakukan eksplorasi diri. Hal ini bisa dilihat dari penugasan yang

diberikan kepada mahasiswa, dimana mahasiswa diberi kebebasan untuk

melakukan penelitian disekitar pantura. Dosen hanya memberi tema besarnya saja,

yaitu tema penugasannya tentang transportasi dipantura jawa.

Subyek belajar dalam hal ini adalah mahasiswa. Terkait dengan apresiasi

mahasiswa, pembelajaran sejarah lisan memang memiliki potensi untuk

membantu mahasiswa mengembangkan beberapa kemampuan, seperti

kemampuan dalam berpikir kritis, kemampuan analisis dalam hal ini terhadap

sumber sejarah yang berupa sumber lisan. Selain itu dengan penerapan

pembelajaran sejarah melalui implementasi pembelajaran sejarah lisan untuk

mewujudkan pemahaman mahasiswa terhadap sejarah mikro dapat membantu

mahasiswa belajar untuk dapat melakukan upaya pencarian data baru melalui
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 114
digilib.uns.ac.id

pendekatan sejarah lisan dalam hal ini untuk menunjang sumber belajar bagi

siswanya kelak. Secara lebih spesifik, kemampuan yang dapat dikembangkan

melalui pemanfaatan pembelajaran sejarah lisan adalah kemampuan dalam

mengolah informasi, bepikir kreatif, serta kemampuan dalam melakukan evaluasi.

Ditinjau dari perspektif dosen, adanya pengetahuan dosen tentang sejarah

lisan terbatas, hal ini dikarenakan pelatihan untuk dosen sejarah sangat jarang.

Pelatihan/seminar tentang sejarah lisan memang jarang diadakan, hal ini

berdampak pada pengetahuan dosen jalan ditempat. Akibat dari tidak

berkembangnya pengetahuan dosen maka transformasi kemahasiswa pun tidak

berkembang dan hanya itu-itu saja.

Pada aspek materi, untuk mengatasi kendala aspek alokasi waktu dan

upaya pemahaman secara menyeluruh, dosen hendaknya memperhatikan aspek

kesinambungan materi. Hal ini disebabkan kelemahan dalam dosen masih terletak

pada belum mampunya mengaitkan satu materi dengan materi lainnya. Padahal

satu materi dengan materi lainnya memiliki keterkaitan. Seperti ketika

mengajarkan materi tentang manfaat sejarah lisan, materi tersebut memiliki

keterkaitan dengan materi sebelum dan sesudahnya. dosen harus mampu

mengaitkan materi yang tengah diajarkannya, dengan materi yang sebelumnya.

Penguatan dalam aspek metode pembelajaran juga menjadi hal yang

bermanfaat dalam pembelajaran sejarahlisan. Pada pelaksanaan pembelajaran

sejarahlisan, konstruktivisme dapat dijadikan salah satu landasan dalam

pelaksanaan pembelajaran. Agar pembelajaran menjadi bermakna, maka

pembelajaran harus berpusat pada mahasiswa artinya adalah dosen memberikan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 115
digilib.uns.ac.id

peluang dari mahasiswa untuk berapresiasi, bisa dalam bentuk kegiatan diskusi,

debat, tugas mandiri, dan sebagainya. Kemudian, penggunaan variasi model dan

media juga menjadi hal yang diperhatikan dalam pembelajaran agar mahasiswa

mudah dalam melakukan visualisasi, interpretasi, dan generalisasi.

Pada aspek strategi pembelajaran, konsep belajar konstruktivisme dapat

diterapkan. Konsep belajar konstruktivisme menyatakan bahwa pengetahuan

dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui

konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong (Baharudin dan Esa Nur

Wahyuni, 2007:116). Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau

kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Mahasiswa harus mengonstruksikan

pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Dalam hal ini

mahasiswa tidak hanya mempelajari teori saja tetapi harus observasi ke lapangan.

Dengan menggunakan pendekatan konstuktivistik, pembelajaran dilakukan

bersama-sama oleh dosen dengan mahasiswa dengan produk kegiatan adalah

membangun persepsi dan cara pandang mahasiswa mengenai materi yang

dipelajari, mengembangkan masalah baru, dan membangun konsep-konsep baru

dengan menggunakan evaluasi yang dilakukan pada saat kegiatan pembelajaran

berlangsung. Dalam pembelajaran akan terjadi suatu proses dialog antara dosen

dengan mahasiswa dengan mengembangkan pengalaman yang telah dimiliki oleh

mahasiswa dalam pembelajaran (Boyi Anggara, 2007:4).

Untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran, diperlukan adanya upaya

untuk mengetahui tingkat keberhasilan dalam proses pembelajaran melalui

evaluasi. Alat evaluasi yang diusun ini bertujuan untuk mengendalikan,


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 116
digilib.uns.ac.id

menjamin, dan menetapkan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen

pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk

pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan. Dalam pelaksanaannya,

evaluasi tidak hanya diberikan pada akhir pembelajaran, tetapi juga pada saat

pembelajaran (evaluasi proses), berupa menilai keaktifan mahasiswa dalam

mengikuti pembelajaran seperti keaktifan dalam bertanya, menanggapi

pertanyaan, menanggapi pernyataan, mengerjakan tugas, keaktifan dalam diskusi,

dan sebagainya.

Penyusunan alat evaluasi tidak hanya sebatas soal ujian, tetapi juga bisa

berupa penugasan-penugasan yang bertujuan untuk mengembangkan kreasi dari

peserta didik melalui pendekatan inquiry, seperti mahasiswa ditugaskan untuk

mencari data berupa wawancara kemudian mahasiswa ditugaskan untuk mengulas

isi dan memberikan pendapatnya tentang berita tersebut. Artinya mahasiswa

diberikan peluang untuk melakukan suatu proses penemuan terhadap berbagai

data dan fakta.

Dalam rangka mendukung terwujudnya pembelajaran yang optimal dan

pencapaian tujuan pembelajaran secara efektif diperlukan adanya upaya lain selain

dari dosen. Hal ini disebabkan upaya untuk menyelesaikan permasalahan dalam

pendidikan sejarah tidak hanya oleh satu faktor saja, tetapi juga oleh berbagai

faktor. Dalam rangka mewujudkan pembelajaran yang optimal perlu peran serta

secara aktif dari komponen-komponen penopang dalam pembelajaran sejarah

lisan, yakni (1) Jurusan sejarah sebagai penentu kebijakan kurikulim, (2)

Organisasi profesi, dalam hal ini Masyarakat Sejarahwan Indonesia/ MSI (3)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 117
digilib.uns.ac.id

praktisi pendidikan dalam hal ini dosen dan guru, dosen sebagai pelaksana proses

pendidikan, guru sebagai penerima hasil pembelajaran sejarah lisan, (4) media

massa sebagai media informasi, sekaligus memiliki fungsi kritik, serta (5)

masyarakat, yang memiliki fungsi sebagai objek penelitian, pengembangan dan

transformasi sejarah.

Atas dasar itu, untuk mewujudkan pendidikan sejarah lisan agar sesuai

dengan tujuan harus ada peran optimal dari segenap komponen yang ada. Upaya

yang dilakukan oleh kelima komponen di atas harus berjalan secara serempak dan

sinambung, di mana terjadi upaya sadar dari semua komponen, baik oleh jurusan

sejarah selaku pemegang kebijakanmaupun oleh pihak-pihak terkait lainnya.

Pihak organisasi profesi juga memiliki peran sebagai pengembang profesi,

sarana pertukaran informasi dan gagasan. Taufik Abdullah (1997) meyatakan

bahwa ada beberapa peran MSI (atau organisasi keilmuan lainnya) yakni (1)

organisasi keilmuan dan profesi mengembangkan kepada kita suasana alternatif

yang relatif terbebas dari ikatan struktural dan ikatan formal masing-masing (2)

forum kesejawatan dan forum teman sejawat. Dalam forum dialog inilah anggota-

anggota yang ada di dalamnya berkesempatan mengajukan hasil penelitian baru

dan memberikan ide-ide tentang ilmu dan pengetahuan kita, (3) organisasi

keilmuan meurpakan saluran komunikasi tentang berbagai peristiwa keilmuan,

baik yang terjadi di dalam maupun di luar bidang kelmuan itu sendir, (4) menjadi

forum sebagai penjaga the standard excelence dari penerjaan keilmuan, (5)

menjaga intelectual integrity, (6) ‘mempersiapkan sejarawan memberikan

sumbangannya kepada masyarakat” (Tafik Abdullah, 1997). Melalui organisasi


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 118
digilib.uns.ac.id

profesi dapat dilakukan pengembangan desain pembelajaran sejarah, memberikan

masukan kepada pemerintah, serta menyebarluaskan informasi kepada masyarakat

melalui media massa.

Komponen nonpemerintah lain yang memiliki peran dalam mewujudkan

transformasi pendidikan sejarah adalah media masa. Media massa merupakan satu

sarana yang digunakan oleh semua komponen untuk menyebarluaskan informasi

agar diterima khalayak. Media massa menjadi jembatan dari semua komponen,

baik berupa aspirasi dari masyarakat kepada pemerintah, sarana komunikasi

antarmasyarakat atau antarkomponen, serta sosialisasi kebijakan dari pemerintah

kepada masyarakat.

Selain berfungsi sebagai jembatan informasi, media masa juga bisa

berfungsi sebagi penyedia sumber belajar. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya

media massa baik media cetak maupun elektronik yang mengangkat masalah

sejarah dalam pemberitaannya.

Adanya media massa elektronik, dalam hal ini televisi yang menayangkan

cerita sejarah dalam bentuk film dokumenter dalam acaranya dapat dijadikan

sebagai sumber belajar. Ada beberapa stasiun televisi yang secara rutin

menayangkan acara sejarah diantaranya adalah TV One, Metro TV, Trans TV dan

TV 7.

Film dokumenter yang ditayangkan oleh stasiun televisi sebenarnya bisa

dijadikan sumber pembelajaran sejarah lisan. Hal ini dikarenakan dalam

penayangannya, film dokumenter sering ada wawancara dengan Orang yang

terlibat langsung dalam peristiwa sejarah, Orang yang tidak terlibat tapi melihat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 119
digilib.uns.ac.id

secara langsung bagaimana peristiwa sejarah itu, maupun wawancara denga

sejarahwan.

Diharapkan pemegang kebijakan, dalam hal ini jurusan sejarah mampu

melakukan kerjasama dengan stasiun televisi untuk mendapatkan video film

dokumenter tersebut. Video film dokumenter setidaknya bisa dijadikan sebagai

sumber belajar sejarah lisan.Kalaupun hal tersebut tidak bisa, maka dosen sebagai

pengampu mata kuliah sejarah menyarankan kepada mahasiswa untuk menonton

tayangan acara televisi yang memutar film dokumenter sebagi tugas mandiri.

Komponen lain dari kelima komponen yang memiliki peran penting adalah

masyarakat. Masyarakat merupakan objek dalam melakukan penelitian, hal ini

disebabkan sumber-sumber dalam penulisan sejarah lisan adalah wawancara

masyarakat.

Komponen yang terakhir praktisi pendidikan dalam hal ini adalah dosen.

Praktisi pendidikan merupakan ujung tombak dalam pelakasnaan proses

pembelajaran sejarah lisan. Hal ini disebabkan praktisi pendidikan atau dosen

adalah pihak yang berhubungan langsung dengan mahasiswa/peserta didik.

Dikaitkan dengan upaya pengajaran sejarah dalam kelas sejarah, peran dosen

menjadi sangat penting. Hal ini disebabkan dosenlah yang memberikan informasi

kepada peserta didik tentang sejarah lisan, baik itu berupa teori maupun praktek

lapangan. Peran dosen menjadi sangat penting dalam proses pembelajaran sejarah

lisan, hal inidisebabkan merekalah yang memiliki wewenang yang luas untuk

mengembangkan materi ajarnya. Oleh karena itu, hal yang dilakukan adalah

dengan melakukan perbaikan desain pembelajaran, mulai dari merumuskan tujuan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 120
digilib.uns.ac.id

pembelajaran, menyusun alat evaluasi, menentukan kegiatan belajar mengajar,

mengembangkan program kegiatan belajar mengajar, dan melaksanakan program

belajar mengajar.

Sejarah lisan di prodi pendidikan sejarah diarahkan pada sejarah mikro, hal

ini bisa dilihat dari penugasan yang diberikan kepada mahasiswa tahun ini kearah

sejarah transportasi.Adanya kekurang pahaman mahasiswa sebagai calon pengajar

terhadap sejarah mikro adalah alasan utama mengapa penugasan mahasiswa untuk

tahun ini diarahkan ke sejarah mikro, dalam hal ini adalah penelitian tentang

sejarah transportasi di jalur Pantai Utara Jawa Tengah.

Sejarah mikro (microhistory) merupakan bagian dari sejarah sosial yang

mengamati fenomena-fenomena secara mikroskopis. Secara sederhana sejarah

mikro diartikan sebagai kajian sejarah yang memberi perhatian pada unit analisis

yang sempit, seperti peristiwa tertentu, komunitas di pedesaan, serta keluarga dan

individu.

Pada sejarah mikro, Muir (2006: 619-621) menyebutkan dua karakteristik

sejarah mikro. Pertama, pereduksian terhadap cakupan penelitian sejarah yang

bertujuan untuk melakukan pembatasan dalam menganalisis konsep berpikir

masyarakat. Kedua, sejrah mikro merupakan kajian atas perilaku masyarakat

tertentu yang mendukung terwujudnya fakta-fakta sejarah.

Munculnya sejarah mikro merupakan reaksi terhadap perkembangan

kajian sejarah yang lebih menitikberatkan pada kelompok sosial luas yang

menggunakan metode kuantitatif (Muir, 2006: 619). Oleh karena itu, sejarah

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 121
digilib.uns.ac.id

mikro bertujuan untuk mencari jawaban atas pertanyaan besar di lingkungan yang

kecil.

Sejarah mikro memberikan manfaat dalam historiografi modern. Ditinjau

dari pengertiannya paling tidak ada lima manfaat memahami sejarah mikro.

Pertama, melalui sejarah mikro diketahui aspek-aspek mendetail dari masyarakat

pada lingkup yang kecil. Selama ini aspek mendetail ini jarang diketaui dan

terekam dalam dokumen. Kedua, memperkaya alternatif dan perspektif terhadap

satu permasalahan dari sudut pandang lain secara mendalam. Ketiga, mampu

mengeksplorasi kehidupan masyarakat secara lebih hidup dan beragam. Keempat,

memberikan kajian terhadap suatu permasalahan dengan lebih manusiawi,

sehingga tidak ada lagi istilah history without people. Kelima, memberikan

kesempatan terhadap kajian masyarakat yang terpinggirkan, sehigga tidak ada lagi

istilah people without history.

Kekurang pahaman mahasiswa terhadap sejarah mikro akan berdampak

pada pembelajan sejarah ketika mereka ketika mereka menjadi guru. Pemahaman

terhadap sejarah mikro melalui penelitian dengan pendekatan sejarah lisan

merupakan hal penting yang harus dikuasai oleh guru. Kemampuan guru untuk

memahami berbagai peristiwa di sekitar lingkungan belajar sangat penting agar

pembelajaran menjadi lebih bermakna.

Pentingnya pemahaman sejarah mikro bagi mahasiswa selaku calon guru

sejarah adalah dengan memahami sejarah mikro maka kita dapat menghadirkan

peristiwa-peristiwa sekitar siswa. Melihat hal tersebut, pemahaman terhadap

sejarah mikro di sekitar lingkungan belajar siswa merupakan bekal yang harus
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 122
digilib.uns.ac.id

dimiliki oleh guru agar mampu melakukan pengaitan antara materi sejarah dalam

buku teks dengan konteks sekitar siswa.

Mengingatpentingnya sejarah mikro dalam pembelajaran sejarah

disekolah-sekolah, maka diharapkan LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga

Kependidikan) memberi pembekalan terhadap guru untuk memiliki kemampuan

mengeksplorasi sumber-sumber sejarah di sekitar lingkungan belajar sejarah

siswa. LPTK harus membekali calon pendidik sejarah dengan kemampuan untuk

mengeksplorasi sumber-sumber sejarah di sekitar lingkungan belajar siswa adalah

melalui mata kuliah Sejarah Lisan. Perkuliahan ini dianggap penting karena saat

ini banyak kawasan yang belum memiliki dokumen-dokumen tertulis, sehingga

menyulitkan proses penelitian sejarah secara dokumentatif. Oleh karena itu,

penggalian sumber-sumber alternatif di masyarakat melalui wawancara menjadi

pilihan untuk mendapatkan informasi kesejarahan secara melimpah.

Melalui mata kuliah sejarah lisan maka diharapkan lulusan mampu

mengaplikasikannya dalam praksis pembelajaran dan melakukan pembimbingan

bagi siswa untuk mendapatkan informasi kesejarahan di sekitar lingkungan

belajarnya. Hal ini sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

pada Kompetensi Dasar “Menggunakan prinsip-prinsip dasar penelitian sejarah”.

Pada KD ini siswa diharapkan mampu untuk melaksanakan penelitian sejarah

secara sederhana. Salah satu hal yang dapat dikembangkan adalah memberikan

bekal pada siswa untuk mampu melakukan wawancara dengan narasumber

sebagai dasar penulisan sejarah. Siswa diharapkan mampu menerapkan metode-

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 123
digilib.uns.ac.id

metode dalam sejarah lisan untuk mendalami peristiwa sejarah di sekitar

lingkungan belajarnya.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN

A. Simpulan

Pendidikan sejarah mempunyai fungsi yang sangat penting dalam

membentuk kepribadian bangsa, kualitas manusia dan masyarakat Indonesia

umumnya. Tujuan pendidikan sejarah adalah pelestarian nilai-nilai masa lalu

untuk kebaikan masa sekarang dan masa yang akan datang. Belum ditulisnya

peristiwa-peristiwa sejarah akibat kurangnya data secara tertulis membuat

banyaknya peristiwa sejarah yang belum dikenal oleh masyarakat. Untuk itu perlu

dilakukan penelitian terhadap sumber sejarah melalui penelitian sejarah

lisan,Penelitian sejarah lisan merupakan penelitian sejarah untuk mengumpulkan

bahan-bahan melalui wawancara dengan pelaku atau saksi sejarah mengenai suatu

masalah yang sedang diteliti oleh pewawancara. Melihat hal itu maka program

studi pendidikan sejarah UNNES menjadikan mata kuliah sejarah lisan sebagai

mata kuliah yang wajib di tempuh oleh mahasiswa.

Implementasi pembelajaran sejarah lisan di Prodi Pendidikan Sejarah FIS

Unnes sudah berjalan sesuai SAP, tetapi belum ada kontrak kuliah secara tertulis,

dan penilaian belum ada rublik yang tertulis secara rinci. Implementasi

pembelajaran sejarah lisan di program studi pendidikan sejarah Universitas Negeri

Semarang belum optimal, hal ini di sebabkan masih banyaknya kendala-kendala.

Kendala itu tampak pada beberapa aspek mulai dari aspek perencanaan,

pelaksanaan dan faktor penunjang.Kendala-kendala yang ditemui dalam

pembelajaran sejarah lisan di Prodi Pendidikan Sejarah FIS Unnes, antara lain
commit to user

126
perpustakaan.uns.ac.id 127
digilib.uns.ac.id

kendala materi, ketakutan mahasiswa, sumber belajar terbatas, dan media

penunjang belum lengkap. Kendala materi terletak pada banyaknya materi yang

harus disampaikan sementara alokasi waktunya sedikit, selain itu sulitnya akses

untuk memperoleh buku sumber juga menjadikan mata kuliah ini banyak

mengalami kendala. Kendala lain yang dihadapi oleh mahasiswa adalah pada saat

mereka melakukan penelitian lapangan, mahasiswa tidak didampingi oleh dosen

sehingga kalau mengalami kesulitan dilapangan mahasiswa mengalami

kebingungan.

Apresiasi mahasiswa terhadap pembelajaran sejarah lisan di Prodi

Pendidikan Sejarah FIS Unnes bisa dilihat dari berbagai aspek, antara lain (1)

tujuan, (2) subjek belajar, (3) materi pelajaran, (4) strategi pembelajaran, (5)

media pembelajaran, (6) evaluasi, serta (7) sarana penunjang seperti fasilitas

belajar, buku sumber, pemanfaatan ligkungan dan sebagainya (Ahmad Sugandi

dkk., 2004: 28-30). Mahasiswa memberikan apresiasi terhadap pembelajaran

sejarah lisan ada yang menanggapi positif namun ada juga yang menanggapi

negatif. Mahasiswa yang menanggapi positif mengatakan bahwa dengan adanya

mata kuliah sejarah lisan maka ada tambahan pengetahuan, sedangkan yang

menanggapi dengan negatif memberi alasan bahwa akan menambahan biaya.

Pembelajaran sejarah lisan memiliki potensi untuk dapat menarik minat

mahasiswa, karena sejarah lisan sangat berguna ketika mereka mengajar. Ada

potensi yang dimiliki dalam pembelajaran sejarah lisan mendorong apresiasi yang

baik di kalangan mahasiswa. Apresiasi itu tampak dari rasa ingin tahu mahasiswa

dan adanya respon yang baikm dari mahasiswa dalam penugasan yang dibuat oleh
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 128
digilib.uns.ac.id

dosen. Akan tetapi apresiasi mahasiswa masih apresiasi sebatas pada saat

pelajaran saja. Ada sebagian mahasiswa yang hanya menganggap sejarah lisan

sebagai mata kuliah pelengkap, sehingga posisinya dinomorduakan.

B. Implikasi

Kendala dalam pembelajaran sejarah lisan merupakan faktor-faktor yang

menghambat pembelajaran sejarah lisan. Dengan demikian permasalahan untuk

mengatasi kendala dalam pembelajaran sejarah lisan menjadi satu faktor yang

mendesak. Permasalahan terbatasnya alokasi waktu, kurangnya sumber, media,

dan lemahnya metode menjadi satu permasalahan yang mendesak dan harus

segera diselesaikan jika tidak ingin adanya kegagalan pencapaian tujuan

pembelajaran sejarah lisan. Upaya tersebut membutuhkan peran secara aktif dari

semua pihak agar kendala-kendala tersebut secara efektif dapat dituntaskan. Di

satu sisi, pihak Universitas sebagai pihak yang memegang kendali kebijakan

memiliki tanggung jawab untuk memberikan apresiasi terhadap perkembangan

dan dimnamika yang ada dalam pembelajaran sejarah lisan. Dosen pengampu

mata kuliah sejarah lisan harus memiliki komitmen yang kuat agar kendala

pembelajaran dapat teratasi.

C. Saran

1. Perlu adanya sosialisasi, seminar, dan workshop tentang sejarah lisan pada

pada dosen pendidikan sejarah

2. Perlu adanya kebijakan yang mendukung pelaksanaan pembelajaran sejarah

lisan baik itu dari pihak jurusan sejarah maupun dari pihak Unibversitas

Negeri Semarang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 129
digilib.uns.ac.id

3. Perlu adanya komitmen yang kuat dan peningkatan kreativitas bagi dosen

untuk menunjang pelaksanaan pembelajaran sejarah lisan.

4. Dosen perlu memperbaiki penyusunan rencana pembelajaransejarah lisan.

5. Dosen perlu meng-up date informasi kesejarahan terbaru, memanfaatkan

media dan fasilitas yang tersedia dengan optimal serta metode pembelajaran

yang variatif.

6. Dosen perlu mengembangkan sistem penilaian dalam pembelajaran sejarah

lisan.

7. Perlu adanya strategi bagi dosen untuk mengatasi kendala waktu dalam

pembelajaran sejarah lisan, yakni dengan penekanan belajar mandiri

dikalangan mahasiswa, serta saling mengaitkan antar satu KD dengan KD

lainnya.

8. Bagi MSI dan pihak terkait lainnya perlu melakukan tindakan agar sejarah

lisan menjadi mata kuliah di semua LPTK yang memiliki jurusan sejarah

9. Bagi pihak LPTK(Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan)yang

membuka jurusan pendidikan sejarah perlu di pertimbangan memasukan mata

kuliah sejarah lisan dalam kurikulum.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai