Kelompok 1
Kelompok 1
Disusun Oleh:
Kelompok 1
Ahmad Fakhrudin (202501084)
Dwi Nur Iklima (202501104)
Fitri Fatimah (202501001)
Mohamad Farid Qomari (202501105)
Nurul Abidah (202501041)
Nurul Aviyah (202501080)
Sherly Adelina (202501062)
Kelas B
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA TUBAN
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat
menyusun makalah yang berjudul Definisi dan Ruang lingkup Fiqih Ibadah ”. Tidak lupa
shalawat serta salam saya curahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat,
dan umatnya.
Kami mengucapkan terimakasih pada semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat kami selesaikan tepat waktu. Kami menyadari bahwa makalah yang kami
buat ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan informasi bagi para pembaca sekalian dan juga
dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penyusun
ii
Daftar isi
Cover ................................................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ............................................................................................................. 5
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Para Nabi yang membawa syari’at dari Allah Swt tak punya wewenang sedikitpun
untuk menciptakan bentuk dan pola ibadah. Tugasmereka hanyalah mnyampaikan dan
mengajarkan kepada manusia cara beribadah, meliputi soal adab dan praktiknya serta agar
mencegah mereka agar tidak menyembah selain Allah Swt.
B. Rumusan Masalah
1 Bagaimana definisi fiqih ibadah?
2 Bagaimana ruang lingkup fiqih ibadah?
C. Tujuan Pembahasan
1 Untuk mengetahui pengertian Fiqih Ibadah
2 Untuk mengetahui ruang lingkup Fiqih Ibadah
1
BAB II
PEMBAHASAN
Sebelum mendefinisikan Fiqih ibadah, kita harus tahu bahwa istilah tersebut adalah
perpaduan dari dua kata, yakni fiqih dan ibadah. Definisi Al-fiqh menurut istilah para ulama'
Ushul terdapat beberapa perbedaan. Yang perbedaan ini terkait erat dengan masalah fiqh itu
sendiri; apakah berbagai permasalahan fiqh itu dhanni (relatif atau tergantung situasi) ataukah
al-Qath'i (pasti atau mutlak), atau sebagian al-Dhanni dan sebagian lagi Qath'i.
Kelompok kedua, berpandangan bahwa fiqh bersifat Qath’i, dengan alasan bahwa fiqh
adalah produk hukum dari dalil-dalil Qath’i dan tidak memiliki keraguan (syubhat), maka
hukum yang dibisakannya pun bersifat Qath’i. Ini adalah pendapat dari penulis kitab “Minhaj
al-Wushul ila Ilmi al-Ushul” yakni, Imam al-Baedlawi.
Kelompok ketiga, berasumsi bahwa bahwa fiqh tergolong Qath’i, jikalau perumusan
hukum-hukum berasal dari Qur’an, hadist yang mutawatir dan ijma’. Apabila perumusan
hukum-hukum berasal dari selain sumber sumber diatas, seperti dari qiyas, atau hadits ahad ,
maka digolongkan al-Dhanni.
Sedangkan definisi Ibadah dalam bahasa arab mempunyai arti ketundukan, dan
kehinaan. Dalam istilah syariat, ibadah diartikan sebagai sesuatu yang diperintahkan oleh Allah
sebagai syariat, bukan karena keberlansungan tradisi sebelumnya, bukan karena tuntunan
logika, ataupun akal manusia.
Maka ruang lingkup ibadah adalah seluruh aktivitas manusia yang diniatkan semata-
mata mengharap ridho Allah SWT selama apa yang dilakukan sesuai dengan syariat yang
Allah tentukan. Namun, pembahasan ibadah hanya terbatas pada thaharah, serta sholat, zakat,
puasa, haji yang keempatnya itu adalah bagian dari rukun Islam.
2
Oleh karena itu, bisa disimpulkan bahwa pengertian fiqih ibadah adalah kumpulan
hukum syara’ yang dihasilkan melalui ijtihad yang menjelaskan tentang thaharah, sholat,
zakat, puasa, dan haji. Atau lebih sederhananya pengertian fiqih ibadah adalah hukum Islam
yang menjelaskan tentang thaharah, sholat, zakat, puasa, dan haji. 1
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa semua kehidupan hamba Allah yang dilaksanakan
dengan niat mengharap keridhoan Allah SWT bernilai ibadah, hanya saja ada ibadah yang
sifatnya langsung berhubungan dengan Allah tanpa ada perantara yang merupakan bagian dari
ritual formal dan ada yang ibadah secara tidak langsung, yakni semua yang berkaitan dengan
masalah muamalah, yang disebut dengan hablum minannas, hubungan antarmanusia.
Secara umum, bentuk perintah beribadah kepada Allah dibagi dua, yaitu ;
a. Ibadah mahdhah
b. Ibadah ghairu mahdhah
Ibadah mahdhah adalah ibadah yang perintah dan larangannya sudah jelas secara zahir
dan tidak memerlukan penambahan atau pengurangan. Ibadah ini ditetapkan oleh dalil-dalil
yang kuat, misalnya perintah sholat, zakat, puasa, haji, dan bersuci dari hadas kecil maupun
besar.
Ibadah ghairu mahdhah adalah ibadah yang cara pelaksanaannya dapat direkayasa oleh
manusia, artinya bentuknya dapat beragam dan mengikuti situasi dan kondisi, tetapi substansi
ibadahnya tetap terjaga. Misalnya perintah melaksanakan perdagangan dengan cara yang halal
dan bersih, larangan melakukan perdagangan yang gharar, mengandung unsur penipuan, dan
sebagainya. Dalam praktik perdagangannya, baik bentuk maupun objeknya dibebaskan,
misalnya rasulullah SAW berdagang hasil pertanian maka bukan berarti semua umat Islam
wajib berdagang hasil pertanian, tetapi merupakan bentuk kebolehan untuk umat Islam
melakukan perdagangan, baik hasil pertanian, peternakan, perikanan, dan sebagainya.
Dalam Q.S Al-Mutaffifin ayat 1-2 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan orang-
orang yang curang disini ialah orang-orang yang curang dalam menakar dan menimbang. Hal
itu dapat diambil pemahaman bahwa berdagang merupakan ibadah jika dilakukan dengan
1
Abbas Arfan, fiqh ibadah praktis, hlm 1-3
3
kejujuran. Sebaliknya, berdagang dengan cara yang curang merupakan perbuatan yang hina
dan melanggar syariat Islam.
Beberapa macam ibadah dilihat dari tata cara melaksanakannya yaitu sebagai berikut ;
1. Ibadah badaniyah adalah ibadah murni yang berupa gerakan fisik, tanpa dicampuri
komponen lainnya. Untuk hal ini, contohnya yaitu sholat.
2. Ibadah maliyah merupakan amalan-amalan ibadah yang lebih banyak dilakukan
menggunakan sarana harta benda atau ibadah yang diwujudkan dalam bentuk
pemberian harta atau terkait dengan harta. Contohnya zakat
3. Ibadah ijtima'iyah adalah ibadah sosial yang berkaitan dengan kemaslahatan
masyarakat. Di antara ibadah ijtima'iyah ini ada yang bersifat wajib, seperti haji, sholat
berjamaah dan sholat jum’at
4. Ibadah ijabiyah, seperti thawaf
5. Ibadah salbiyah, seperti meninggalkan segala yang diharamkan dalam masa berihram.
1. Ibadah hakiki, yakni ibadah yang dilakukan dengan sepenuh hati untuk beribadah
semata. Misalnya berdo’a kepada Allah. Jika kehidupan manusia, rezeki, umur, dan
semua nasib manusia sudah tercatat menurut takdir Allah.
2. Ibadah sifati, yaitu yang perbuatannya memiliki nilai-nilai ibadah. Ibadah seperti ini
jelas sifat-sifatnya. Semua urusan ibadah sosial atau bernilai duniawi yang mengandung
unsur ukhrawi, dalam pelaksanaannya, memiliki hokum asal mubah dan tidak mutlak
harus dilaksanakan.2
2
Ridwan Hasan, fiqh ibadah
4
Kesimpulan
Pengertian fiqih ibadah adalah kumpulan hukum syara’ yang dihasilkan melalui ijtihad
yang menjelaskan tentang thaharah, sholat, zakat, puasa, dan haji. Secara umum, bentuk
perintah beribadah kepada Allah dibagi dua, yaitu ; Ibadah mahdhah yang berarti ibadah yang
perintah dan larangannya sudah jelas secara zahir dan tidak memerlukan penambahan atau
pengurangan. Sedangkan Ibadah ghairu mahdhah adalah ibadah yang cara pelaksanaannya
dapat direkayasa oleh manusia, artinya bentuknya dapat beragam dan mengikuti situasi dan
kondisi, tetapi substansi ibadahnya tetap terjaga.
5
Daftar Pustaka
Arfan, Abbas, Fiqh ibadah praktis, UIN MALIKI PRESS, Malang, 2017