Anda di halaman 1dari 5

Nama : Daniel Yudhi Pratama

NIM : 031009302

UPBJJ-UT Banda Aceh

Pertanyaan :

1. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan pengertian teori penyimpangan dilihat dari
perspektif sosiologis
2. Menjelaskan mengenai teori/fungsi pengendalian sosial
3. Melakukan analisis terhadap kasus tawuran pelajar menggunakan teori/fungsi pengendalian
sosial

Jawaban :

1. Perilaku menyimpang atau biasa disebut dengan penyimpangan sosial merupakan salah satu
topik yang dikaji dalam sosiologi dan antropologi. Tema ini merujuk pada fenomena
perilaku individu dalam masyarakat yang dinilai menyimpang. Menurut Bruce J. Cohen,
perilaku menyimpang adalah setiap perilaku yang tak bisa menyesuaikan diri dengan
kehendak-kehendak di masyarakat. Sedangkan James Vander Zander mendefinisikan
perilaku menyimpang adalah perilaku yang dianggap sebagai hal tercela dan di luar batas-
batas toleransi oleh sejumlah besar orang. Adapun Robert M.Z. Lawang menjelaskan,
perilaku menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang
berlaku dalam suatu sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang
dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku tersebut. Secara umum, perilaku penyimpang
atau penyimpangan sosial dikaitkan dengan pelanggaran satu atau lebih norma yang berlaku
dalam masyarakat. Norma adalah aturan perilaku yang memandu tindakan orang. Sumner
(1906) memecah norma menjadi tiga kategori: folkways, mores, dan laws. Folkways adalah
norma sehari-hari yang tak menimbulkan banyak keributan jika dilanggar. Adapun mores
merupakan norma "moral" yang dapat menghasilkan lebih banyak kemarahan jika dilanggar.
Sementara Laws (hukum) dianggap sebagai norma terkuat karena didukung adanya sanksi
resmi (atau respons formal) dari lembaga penegaknya. Penyimpangan terjadi saat
pelanggaran terhadap aturan-aturan yang diberlakukan di masyarakat itu dilanggar.
Pelanggaran itu bisa sepele dan juga bisa serius. Namun, penyimpangan justru dilihat
dengan sudut pandang berbeda di konsepsi konstruksionisme sosial. Perspektif ini menilai
perilaku menyimpang terjadi karena definisi penyimpangan diterapkan pada perbuatan itu.
Maka, dalam konstruksionisme sosial, kajian soal penyimpangan bukan tentang mengapa
individu tertentu melanggar norma, melainkan bagaimana norma-norma itu dibangun.

2. Pengendalian sosial adalah suatu mekanisme untuk mencegah penyimpangan sosial serta
mengajak dan mengarahkan masyarakat untuk berperilaku dan bersikap sesuai norma dan
nilai yang berlaku. Dengan adanya pengendalian sosial yang baik diharapkan mampu
meluruskan anggota masyarakat yang berperilaku menyimpang/membangkang. Dengan
adanya pengendalian sosial yang baik diharapkan mampu meluruskan anggota
masyarakat yang berperilaku menyimpang/membangkang. Telah dijelaskan bahwa
pengendalian sosial terjadi karena adanya perilaku yang menyimpang. Jadi, pengendalian
sosial sangat berperan penting bagi kehidupan kita masing-masing. Oleh karena itu,
pengendalian sosial pun memiliki fungsi dan tujuan. Sebagai pelajar ataupun masyarakat
publik juga dapat memahami ciri-ciri pengendalian sosial,macam-macam,bentuk-bentuk,
serta lembaga pengendalian sosial. Jika tak ada penerapan pengendalian sosial bagi
pelajar maupun masyarakat publik tentunya negara kita cenderung drastis meningkatkan
perilaku yang menyimpang yang bersifat negatif. Dari sisi negatif tersebut itulah yang
akan membuat generasi penerus banga rusak atau tidak stabil karena perilaku yang
menyimpang tersebut. Jadi kita harus memahami pengendalian sosial.

Tujuan / Fungsi Pengendalian Sosial


 Untuk menjaga ketertiban sosial.
Apabila nilai-nilai dan norma-norma sosial dijalankan semua masyarakat, maka
ketertiban sosial dalam masyarakat dapat terpelihara. Salah satu cara menanamkan
nilai dan norma sosial adalah melalui lembaga pendidikan dan keluarga. Melalui
lembaga tersebut anak diarahkan untuk meyakini nilai dan norma sosial.
 Untuk mencegah terjadinya penyimpangan terhadap nilai-nilai dan norma-norma
sosial di masyarakat.
Dengan adanya pengendalian sosial seseorang atau masyarakat mulai berfikir
(akibatnya) jika akan berperilaku menyimpang.

 Untuk mengembangkan budaya malu.


Pada dasarnya setiap individu memiliki “rasa malu“, karena rasa malu
berhubungan dengan harga diri seseorang. Harga diri seseorang akan turun jika
seseorang melakukan kesalahan yang melanggar norma-norma sosial di dalam
masyarakat. Jika seseorang melakukan kesalahan maka masyarakat akan mencela.
Celaan tersebut menyadarkan seseorang untuk tidak mengulangi pelanggaran
terhadap norma. Jika setiap perbuatan melanggar norma dicela maka “budaya
malu“ akan timbul dalam diri seseorang.

 Untuk menciptakan dan menegakkan sistem hukum.


Sistem hukum merupakan aturan yang disusun secara resmi dan disertai sanksi
tegas yang harus diterima oleh seseorang yang melakukan penyimpangan.
Singkatnya, Pengendalian sosial bertujuan mencapai keserasian antara stabilitas
dengan perubahan-perubahan dalam masyarakat atau bertujuan
untukmencapaikeadaan damai melalui keserasian antara kepastian
dengankeadilan.

3. Fenomena tawuran antar pelajar yang terjadi disebabkan berbagai pandangan sesuatu
yang beda penyebab lain bisa seperti adanya perubahan sosial, adanya perasaan tidak
senang atau dendam, perbedaan kepentingan antar individu / kelompok dan juga
buruknya komunikasi. Akibatnya dengan adanya konflik tersebut dapat menimbulkan
perpecahan, rusaknya sarana dan prasarana umum, meningkatnya keresahan masyarakat,
lumpuhnya roda perekonomian, hancurnya harta benda dan jatuhnya korban jiwa. Tetapi
dengan adanya konflik memunculkan beberapa akibat positif antaranya meningkatkan
solidaritas kelompok, mendorong kekuatan pribadi untuk menghadapi berbagai situasi
konflik, munculnya norma baru, mendorong kesadaran kelompok yang berkonflik untuk
melakukan kompromi.

Konflik tawuran yang terjadi bila hubungkan dengan teori Lewis Coser yaitu konflik
sebagai mekanisme perubahan sosial dan penyesuaian, dapat memberi peran positif atau
fungsi positif dalam masyarakat. Dengan kata lain tawuran yang terjadi tidak hanya
memberikan hal-hal negatif terhadap masyarakat, tetapi hal positif dalam situasi tertentu
dan kepada siapa positif itu di terima. Tipe konflik dari konflik realitas sumber dari
tawuran bisa dari asal usul, sesuatu yang diunggulkan dari siswa, dengan mencemooh,
kualitas sekolah. Konflik non realistis sebab tawuran yaitu sumbernya dari ke tidak
rasional, ideologis siswa tawuran seperti masalah harga diri, dendam. Selanjutnya konflik
eksternal dengan adanya tawuran menciptakan dan mempererat identitas kelompok,
meningkatkan partisipasi anggota terhadap pengorganisasian kelompok, perhatian orang
tua dan guru dalam mendidik siswa - siswinya. Teori internal dengan memberikan
koreksi pada perilaku tawuran anggota kelompok.

Dengan adanya tawuran konflik tersebut bisa diselesaikan dengan berbagai cara yaitu
dengan konsiliasi yaitu dari pihak tawuran di selesaikan di lembaga tertentu sehingga
memperoleh solusi atas masalahnya. Mediasi yaitu dengan melalui jasa perantara yang
bersikap netral sehingga perantara tersebut mempertemukan dan mendamaikan pihak-
pihak yang bersengketa tersebut. Arbitrase yaitu penyelesaian tawuran bisa melalui
pihak ketiga dengan membuat keputusan-keputusan berdasarkan ketentuan atau aturan
yang telah di tetapkan. Adjudication yaitu penyelesaian perkara di meja hijau. Atau
dengan Stalemate yaitu tawuran yang berhenti sendirinya. Dan dapat di cegah dengan
menumbuhkan rasa toleransi terhadap setiap orang dan pendidikan agama serta moral
terhadap siswa sekolah di usia dini hingga dewasa.

Menurut Koentjaraningrat dalam perilaku menyimpang terdapat pengendalian sosial


yaitu dengan : (1) Pengendalian sosial bersifat preventif, adalah semua bentuk
pencegahan terhadap terjadinya gangguan pada keserasian antara kepastian dan keadilan,
atau dengan kata lain tindakan preventif adalah tindakan pencegahan terhadap
kemungkinan terjadinya pelanggaran-pelanggaran terhadap norma-norma sosial. (2)
Pengendalian sosial bersifat represif adalah pengendalian sosial yang bertujuan untuk
mengembalikan keserasian yang pernah terganggu karena terjadinya suatu pelanggaran.
Pengendalian sosial secara represif dilakukan dengan cara menjatuhkan sanksi sesuai
dengan besar-kecilnya pelanggaran yang dilakukan. (3) Pengendalian intrinsik dan
ekstrinsik, pengendalian intrinsik adalah pengendalian oleh diri seorang individu dengan
berfikir secara jernih, sabar, dan jujur sehingga seseorang tidak terjerumus ke dalam
tindakan-tindakan yang menyimpang, di dalam ilmu jiwa, alat pengendali ini dinamakan
hati nurani, hati nurani pada dasarnya selalu bersifat jujur dan benar, seakan merupakan
petunjuk Tuhan kepada umat-Nya secara abstrak dan spiritual. Pengendalian ekstrinsik,
adalah pengendalian terhadap perilaku menyimpang oleh pihak lain antara lain bisa
dilakukan oleh orang tua, keluarga dan kerabat, pihak tokoh agama, dan masyarakat, serta
aparatur negara seperti kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. (4) Pengendalian internal
dan eksternal, pengendalian sosial internal adalah pengendalian sosial yang berasal dari
dalam lembaga itu sendiri, misalnya pada Departemen Pendidikan Nasional ada aparat
pengendali yang di sebut inspektur jenderal / hingga para pengawas di tingkat pendidikan
dasar, menengah, dan pendidikan tinggi, semua bentuk pengawasan ataupun
pengendalian yang dilakukan dari dalam lembaganya sendiri disebut pengendalian sosial
internal. Pengendalian eksternal, merupakan pengendalian sosial yang berasal dari luar
lembaga, misalnya oleh kepolisian atau oleh tokoh-tokoh masyarakat selaku pengamat
pelaksanaan kebijakan pemerintah.(HTS, Edukatif. 2010)

Demikian dalam menyelesaikan konflik adanya pengendalian-pengendalian terhadap


siswa yaitu dengan mengajarkan beberapa hal tentang pendidikan moral serta agama
supaya dapat bertoleransi terhadap orang lain yang berbeda dengan dirinya.

Anda mungkin juga menyukai