Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

PASIEN DENGAN KEHILANGAN DAN BERDUKA

Dosen Pembimbing:
Hendrik Probo Sasongko,S.Kep.,Ns.,MM

Disusun Oleh :

1. Indah Kuni Zakiya (14.401.19.028)


2. Kamilatul Fitroh Khoiriyah (14.402.29.029)
3. Karima (14.401.19.030)
4. Lisa Resita (14.401.19.031)
5. Lusi Azizatil (14.401.19.032)

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA

PRODI DIII KEPERAWATAN


KRIKILAN-GLENMORE-BANYUWANGI
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
PASIEN DENGAN KEHILANGAN DAN BERDUKA

A. MASALAH UTAMA
Kehilangan dan berduka
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Definisi
a. Kehilangan
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu
selama rentang kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan
cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.
Kehilangan dari attachment (kedekatan seseorang kepada orang lain yang
dianggap penting), merupakan kehilangan yang mencakup kejadian nyata atau
hanya khayalan (tidak nyata), seperti kasih sayang, kehilangan orang yang berarti,
fungsi fisik, harga diri. Banyak situasi kehilangan dianggap sangat berpengaruh
karena memiliki makna yang tinggi (Iyus Yosep, Titin Sutini, 2016, hal: 179).
Kehilangan (loss) merupakan suatu keadaan individu yang mengalami
kehilangan sesuatu yang sebelumnya dimilikinya. Stuart (2005), mengungkapkan
bahwa kehilangan merupakan sesuatu yang sulit dihindari, seperti kehilngan harta,
kesehatan, orang yang dicintai, dan kesempatan (Sutejo, 2017, hal: 161).
b. Berduka
Berduka merupakan respon emosi terhadap kehilangan yang dimanifestasikan
dengan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dll..
Berduka merupakan respon normal yang terjadi pada semua kejadian kehilangan
(Nurhalimah, 2016, hal: 96).
Berduka (Greeving) merupakan kondisi diamana individu dan keluarga
mengalami respon alamiah yang melibatkan reaksi psikososial dan psikologis
terhadap kehilangan aktual atau kehilangan yang dirasakan (Sutejo, 2017, hal:
162).

2. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi menurut ( Iyus Yosep, Titin Sutini, 2016, hal: 182) yang
mempengaruhi rentang respon kehilangan adalah:
1) Genetic
Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang mempunyai
riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam mengahadapi
permasalahan seperti dalam menghadapi perasaan kehilangan.
2) Kesehatan Jasmani
Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur, cenderung
mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi dibandngkan dengan
individu yang mengalami gangguan fisik.
3) Kesehatan Mental
Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang mempunyai riwayat
depresi yang ditandai perasaan tidak berdaya pesimis,selalu dibayangi oleh
masa depan yang suram, biasanya sangat peka dalam menghadapi situasi
kehilangan.
4) Pengalaman Kehilangan di Masa Lalu
Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang berarti pada masa anak-anak
dapat mempengaruhi kemampuan individu dalam mengatasi perasaan
kehilangan pada masa dewasa.
5) Struktur Kepribadian
Individu dengan pemiikiran diri yang negatif, perasaan rendah diri dapat
menyebabkan rasa percaya diri yang rendah terhadap stress yang dihadapi.
b. Faktor Presipitasi
Faktor yang memunculkan rasa kehilangan adalah perasaan stress atau imajinasi
individu dan kehilangan yang bersifat bio-psiko-sosial, seperti kondisi sakit,
kehilangan fungsi sexsual, kehilangan harga diri, kehilangan pekerjaan, kehilangan
peran, kehilangan posisi di masyarakat (Sutejo, 2017, hal: 169).
3. Jenis
a. Kehilangan
Kehilangan dibagi menjadi 2 tipe menurut (Sutejo, 2017, hal: 163). yaitu:
1) Kehilangan aktual atau nyata
Kehilangan ini sangat mudah dikenali atau diidentifikasi oleh orang lain,
seperti hilangnya sebagian anggota tubuh, amputasi, atau kematian orang yang
sangat berarti atau dicintai.
2) Kehilangan persepsi
Kehilangan jenis ini hanya dialami oleh individu dan sulit untuk dapat
dibuktikan. Misalnya saja, seorang perempuan yang diceraikan oleh suami
yang dicintainya menyebabkan perasaan rendah diri hingga mengasingkan diri .
b. Bentuk Kehilangan
Menurut (Nurhalimah, 2016, hal: 95) terdapat 5 jenis kehilangan, yaitu :
1) Kehilangan seseorang yang dicintai, dan sangat bermakna atau orang yang
berarti merupakan salah satu jenis kehilangan yang paling mengganggu dari
tipe-tipe kehilangan. Kematian berdampak menimbulkan kehilangan bagi
orang yang dicintai, kematian pasangan suami/istri atau anak biasanya
membawa dampak emosional yang luar biasa dan tidak dapat ditutupi.
2) Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self) bentuk lain dari kehilangan
adalah kehilangan diri atau anggapan tentang mental seseorang. Kehilangan ini
meliputi kehilangan perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri, kehilangan
kemampuan fisik dan mental, serta kehilangan akan peran dalam kehidupan,
dan dampaknya. Kehilangan aspek diri mungkin sementara atau menetap,
sebagian atau seluruhnya. Beberapa aspek lain yang dapat hilang misalnya
kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh.
3) Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan benda milik sendiri atau
bersama-sama, perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang
dirasakan terhadap benda yang hilang tergantung pada arti dan kegunaan benda
tersebut.
4) Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal kehilangan diartikan dengan
terpisahnya individu dari lingkungan yang sangat dikenal termasuk dari
kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu satu periode atau bergantian
secara menetap. Misalnya pindah kekota lain, maka akan memiliki tetangga
yang baru dan proses penyesuian baru.
5) Kehilangan kehidupan/ meninggal seseorang dapat mengalami mati baik secara
perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan dan orang disekitarnya, sampai
pada kematian yang sesungguhnya. Sebagai orang berespon berbeda dengan
kematian.
c. Berduka
Menurut Sutejo, berduka di bagi menjadi dua tipe, yaitu :
1) Berduka Diantisipasi
Suatu status pengalaman individu dalam merespons kehilangan aktual yang
dirasakan oleh seseorang, hubungan atau kedekatan, objek atau
ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe berduka
diantisipasi ini masih dalam batas normal.
2) Berduka Disfungsional
Merupakan kondisi individu dalam merespon suatu kehilangan dimana respons
kehilangan secara aktual maupun kehilangan secara potensial, hubungan,
objek, dan ketidakmampuan fungsional.

4. Rentang Respon

Pengingkaran marah depresi Tawar rmenawar Penerimaan

a. Tahapan respon kehilangan :


1) Fase Pengingkaran (denial)
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tdak
percaya atau menolak kenyataan bahwa kehilangan itu terjadi, dengan
mengatakan atau menolak kenyataan bahwa kehilangan itu terjadi, dengan
mengatakan “Tidak, saya tidak percaya bahwa itu terjadi”.”Itu tidak
mungkin”. Bagi individu atau keluarga yang mengalami penyakit terminal,
akan terus menerus mencari informasi tambahan. Reaksi fisik yang terjadi
pada fase pengingkaran adalah letih, lemah,pucat,mual,diare, gangguan
pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, tidak tahu harus berbuat
apa. Reaksi tersebut di atas cepat berakhir dalam waktu beberapa menit sampai
beberapa tahun (Iyus Yosep, Titin Sutini, 2016, hal: 181).
2) Fase Marah (anger)
Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya
kehilangan. Individu menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering
diproyeksikan kepada orang yang ada dilingkungannya, orang-orang tertentu
atau ditujukan pada dirinya sendiri. Tidak jarang dia menunjukkan perilaku
agresif, bicara kasar, menolak pengobatan, dan menuduh dokter dan perawat
yang tidak becus. Respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain,
muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal (Iyus Yosep,
Titin Sutini, 2016, hal: 181).
3) Fase Tawar Menawar (bergaining)
Apabila individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif,
maka ia akan maju ke fase tawar menawar dengan memohon kemurahan
Tuhan. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata “Kalau saja kejadian
ini bisa ditunda maka saya akan sering berdoa”. Apabila proses berduka ini
dialami oleh keluarga maka pernyataan sebagai berikut sering dijumpai,
“Kalau saja yang sakit bukan anak saya” (Iyus Yosep, Titin Sutini, 2016, hal:
181).
4) Fase Depresi (depression)
Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap antara lain menarik diri, tidak
mau berbicara, kadang-kadang bersikap sebagai pasien yang sangat baik dan
menurut, atau dengan ungkapan yang menyatakan keputusasaan, perasaan
tidak berharga. Gejala fisik yang sering diperlihatkan adalah menolak makan,
susah tidur, letih, dorongan libido menurun (Iyus Yosep, Titin Sutini, 2016,
hal: 181).
5) Fase Penerimaan (acceptance)
Fase ini berikatan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran selalu
terpusat kepada objek atau orang hilang akan mulai berkurang atau hilang,
individu telah menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya, gambaran
tentang objek atau orang yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap
perhatian beralih pada objek yang baru. Fase menerima ini biasanya
dinyatakan dengan kata-kata seperti ”Saya betul-betul menyayangi baju saya
yang hilang tapi baju saya yang baru manis juga”, atau “Apa yang dapat saya
lakukan agar saya cepat sembuh” (Iyus Yosep, Titin Sutini, 2016, hal: 182).
Apabila individu dapat memulai fase-fase tersebut dan masuk pada fase damai atau
fase penerimaan, maka dia akan dapat mengakhiri proses berduka dan mengatasi
perasaan kehilangannya secara tuntas. Tapi apabila individu tetap berada pada salah
satu fase dan tidak sampai pada penerimaan, jika mengalami kehilangan lagi sulit
baginya masuk pada fase penerimaan.
tentang respon individu terhadap kehilangan tersebut merupakan tahap yang
umum dilalui individu yang dapat menyelesaikan proses kehilangannya dengan
tuntas. Fase penerimaan merupakan tujuan akhir yang adaptif dari proses berduka
(Iyus Yosep, Titin Sutini, 2016, hal: 182).

2. Tahapan respon berduka :


a. Fase akut
Fase ini berlangsung selama 4 sampai 8 minggu setelah kematian, yang terdiri
atas tiga proses,yaitu :
1) Syok dan tidak percaya
Respon awal yang dilakukan biasanya berupa penyangkalan, secara
emosional tidak dapat menerima pedihnya kehilangan. Namun,
sesungguhnya proses ini memang dibutuhkan untuk menoleransi
ketidakmampuan pasien dalam menghadapi kepedihan dan secara perlahan
membantu pasien untuk menerima kenyataan kematian (Sutejo, 2017, hal:
168) .
2) Perkembangan dan kesadaran
Gejala yang muncul adalah marah, menyalahkan orang lain, perasaan
bersalah dengan menyalahkan diri sendiri melalui berbagai cara, dan
menangis untuk menurunkan tekanan didalam perasaan yang dalam (Sutejo,
2017, hal: 168).
3) Restitusi
Merupakan proses yang formal dan ritual bersama teman dan keluarga,
sehingga dapat membantu menurunkan sisa perasaan tidak menerima
kenyataan kehilangan (Sutejo, 2017, hal: 168).
b. Fase jangka panjang
1) Berlangsung selama satu sampai dua tahun atau lebih.
2) Reaksi berduka yang tidak terselesaikan dapat menjadi penyakit
tersembunyi dan termanifestasikan dalam berbagai gejala fisik. Pada
beberapa individu reaksi ini menjadi keinginan bunuh diri, sedangkan yang
lain mengabaikan diri dengan menolak makan dan menggunakan alkohol
(Sutejo, 2017, hal: 168).
5. Proses Tejadinya Masalah
a. Menurut (Prabowo, 2014, hal: 118).Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat
bermakna atau orang yang berarti, kehilangan yang ada pada diri sendiri,
kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau bersama – sama,
perhiasan, uang atau pekerjaan, kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari
lingkungan yang sangat dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang dalam
waktu satu periode atau bergantian secara permanen, seseorang dapat mengalami
mati baik secara perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan dan orang
disekitarnya, sampai pada kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang berespon
berbeda tentang kematian. Strees yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan
dapat berupa stress nyata, ataupun imajinasi individu seperti: kehilangan sifat bio-
psiko-sosial antara lain meliputi: kehilangan kesehatan, kehilangan fungsi
seksualitas, kehilangan peran dalam keluarga, kehilangan posisi dimasyarakat,
kehilangan milik pribadi seperti: kehilangan harta benda atau orang yang dicintai,
kehilangan kewarganegaraan, dan sebagainya.
b. Menurut (Iyus Yosep, Titin Sutini, 2016, hal: 179-180).
Proses kehilangan yaitu :
1) Stresor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu memberi
makna positif – melakukan kompensasi dengan kegiatan positif – perbaikan
(beradaptasi dan merasa nyaman).
2) Stresor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu memberi
makna – merasa tidak berdaya – marah dan berlaku agresi – diekspresikan ke
dalan diri – muncul gejala sakit fisik.
3) Stresor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu memberi
makna – merasa tidak berdaya – marah dan berlaku agresi – diekspresikan ke
luar diri individu – kompensasi dengan perilaku konstruktif – perbaikan
(beradaptasi dan merasa nyaman).
4) Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu memberi
makna – merasa tidak berdaya – marah dan berlaku agresi – diekspresikan ke
luar diri individu – kompensasi dengan perilaku destruktif – merasa bersalah –
ketidakberdayaan
5)
Stressor Disruption & Personal Compensato Resoluti
Internal & Loss Meaning ry Activity on
Eksternal

Helplessness Guilt

Anger &
Agression
Expressed
inward

Expressed Destructive
outwad
Painfull
Symptom

Constructive Resolution
action

Bagan 2.1 tentang proses kehilangan dan berduka menurut (Iyus Yosep, Titin Sutini, 2016,
hal: 174).

6. Tanda dan Gejala


a. Perasaan sedih, menangis
b. Perasaan putus asa, kesepian
c. Mengingkari kehilangan
d. Kesulitan mengekspresikan perasaan
e. Konsentrasi menurun
f. Kemarahan yang berlebihan
g. Tidak minat dalam berinteraksi dengan orang lain
h. Merenungkan perasaan yang berlebihan
i. Reaksi emosional yang lambat
j. Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, aktivitas
k. Adaptasi terhdap kehilangan yang tidak berhasil
l. Depresi, menyangkal yang berkepanjangan
m. Reaksi emosional yang lambat
n. Tidak mampu menerima pola kehidupan normal
o. Isolasi sosial atau menarik diri
p. Gagal untuk mengembangkan hubungan / minat baru
q. Gagal untuk menyusun kembali kehidupan setelah kehilangan
(Prabowo, 2014, hal: 117).

7. Akibat
Inti dari kemampuan seseorang agar dapat bertahan terdapat kehilangan adalah
pemberian makna (personal meaning) yang baik terhadap kehilangan (husnudzon) dan
kompensasi yang positif (konstruktur). Apabila kondisi tersebut tidak tercapai, maka
akan berdampak pada terjadinya depresi (Prabowo, 2014, hal: 117).
Jika akibatnya berasal dari sumber internal dan eksternal dapat diklarifikasikan dalam
dua jenis:
a. Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis yang
akan terjadi atau menurunkan kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup sehari-
hari. Pada ancaman ini stersosr yamg berasal dari sumber eksternal dan faktor-
faktor yang dapat menyebabkan gangguan fisik (misal: infeksi virus, polusi
udara). Sedangkan yang menjadi sumber internalmya adalah kegagalan
mekanisme fisiologi tubuh (misal: sistem jantung, sistem imun, pengaturan suhu
dan perubahan fisiologis selama kehamilan) (Prabowo, 2014, hal: 125).
b. Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas, harga diri
dan fumgsi sosial yang terintegrasi seseorang. Ancaman yang berasal dari sumber
eksternal yaitu kehilangan yang berarti (meninggal, perceraian, pindah kerja), dan
ancaman yang berasala dari sumber internal berupa gangguan hubungan
interpersonal dirumah (Prabowo, 2014, hal: 125).

8. Mekanisme Koping
Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara lain :
Denial, Regresi, Intelektualisasi / rasionalisasi, Supresi, Proyeksi yang digunakan
untuk menghindari intensitas stres yang dirasakan sangat menyakitkan. Regresi dan
disosiasi sering ditemukan pada pasien depresi yang dalam. Dalam keadaan patologis
mekanisme koping tersebut sering dipakai secara berlebihan dan tidak tepat (Yusuf,
Rizky Fitrysari, 2015, hal: 80) .

9. Penatalaksanaan
Isolasi sosial termasuk dalam kelompok penyakit skizofrenia tak tergolongkan jenis
penatalaksanaan medis yang bisa dilakukan adalah
a. Electro confulsive therapy (ECT)
Adalah suatu jenis pengobatan dimana arus listrik digunakan pada otak dengan
menggunakan dua elektrode yang ditempatkan dibagian temporal kepala (pelipis
kiri dan kanan). Arus tersebut menimbulkan kejang grand mall yang berlangsung
25-30 detik dengan tujuan terapeutik. Respon bangkitan listriknya diotak
menyebabkan terjadinya perubahan faal dan biokimia dalam otak (Sutejo, 2017,
hal: 118).
(gambar ECT)

b. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang relatif cukup lama dan merupakan bagian penting
dalam proses terapeutik, upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan rasa
aman dan tenang, menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat empati,
menerima pasien apa adanya, memotivasi pasien untuk dapat mengungkapkan
perasaannya secara verbal, bersikap ramah, sopan dan jujur kepada pasien (Sutejo,
2017, hal: 118).
c. Terapi Okupasi
Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang dalam
melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud untuk
memperbaiki, memperkuat dan meningkatkan harga diri seseorang (Sutejo, 2017,
hal: 118).
Jenis-jenis terapi okupasi, pada umumnya dapat dikelompokkan berdasarkan:
1) Obyek Terapi Okupasi
a) Fisik : memberikan terapi yang membantu melatih gerakan kaki dan atau
tangan. Misalnya saja dengan lempar bola, menyusun puzzle,
menendang bola, dll
b) Mental : memberikan terapi yang dapat melatih dan mengembangkan
bakat, kreativitas dan rasa percaya diri. Misalnya saja dengan menari,
menyulam, menempel, dll.
2) Tujuan Terapi Okupasi
a) Terapi yang ditujukan untuk melatih kekuatan otot dan syaraf serta
fungsi gerak
b) Terapi yang ditujkan sebagai hiburan/kesenangan agar dapat mengrangi
rasa rendah diri & memupuk semangat kerja
3) Bentuk Kegiatan Aktivitas (Okupasi)
a) ADL (Activity Day Learning) : terapi yang dilakukan dengan
memberikan ketrampilan hidup lebih mandiri dan trampil. Misalnya saja
dengan latihan menali sepatu, latihan mengancingkan baju, dll
b) Permainan : terapi yang berbentuk bermain untuk memberikan
kesenangan dan sosialisasi yang baik. Misalnya dengan bermain lempar
bola, bermain tebak kata, dll.
4) Anggota Terapi Okupasi
a) Perorangan : terapi yang dilakukan secara individual. Hal ini dapat terjadi
karena anak yang masih sulit beradaptasi dengan lingkungannya atau
kurang kooperatif.
b) Kelompok : terapi yang dilakukan secara bersamaan dengan kegiatan
yang membuat perlu adanya kebersamaan

10. Pohon Masalah


(Prabowo, 2014, hal: 119)

Koping individu in efektif Effect

Kehilangan & Berduka


Cor Problem

Faktor Predisposisi/Presipitasi
Causa

11. Diagnosa Keperawatan


Tunggal dan Ganda :
Tunggal :
a. Kehilangn dan berduka
b. Koping Individu in efektif

Ganda :

a. Koping individu in efektif b.d kehilangan dan berduka


b. Kehilangan dan berduka b.d faktor predisposisi/presipitasi
(Prabowo, 2014, hal: 119).

12. Rencana Asuhan Keperawatan


Menurut (Sutejo, 2017, hal: 173-177).

Diagnosis Perencanaan
Keperawata Tujuan Kriteria Intervensi Rasional
n (Tuk/Tum) Evaluasi
Kehilangan TUM : Pasien Pasien Bina hubungan Kepercayaan
dan Berduka secara aktif menunjukkan saling percaya dari pasien
mampu tanda-tanda dengan prinsip merupakan hal
melewati proses dapat membina komunikasi yang akan
kehilangan dan hubungan saling terapeutik, yaitu: memudahkan
berduka secara percaya dengan 1. Sapa pasien perawat dalam
tuntas perawat, yaitu: dengan ramah melakukan
TUK 1 : Pasien a. Ekspresi baik verbal pendekatan
dapat membina wajah maupun non keperawatan
hubungan saling bersahabat verbal atau intervensi
percaya b. Pasien 2. Perkenalkan diri selanjutnya
menunjukkan dengan sopan terhadap
rasa senang 3. Tanyakan nama pasien.
c. Pasien lengkap pasien
bersedia dan nama
berjabat panggilan
tangan 4. Jelaskan tujuan
d. Pasien pertemuan
bersedia 5. Jujur dan
menyebutkan menepati janji
nama 6.Tunjukkan sikap
e. Ada kontak empati dan
mata menerima pasien
f. Pasien apa adanya
bersedia 7. Beri perhatian
duduk pada pemenuhan
berdampinga kebutuhan dasar
n dengan pasien
perawat
g. Pasien
bersedia
mengutaraka
n masalah
yang
dihadapinya
TUK 2 : Kriteria Evaluasi 1. Berikan Diskusi
Menjelaskan : Secara verbal, kesempatan terbuka dan
makna pasien mampu pada pasien jujur dapat
kehilangan menyatakan untuk membantu
tahap-tahap mengungkapkan pasien dan
proses berduka perasaan anggota
yang normal dan 2. Diskusikan keluarga
prilaku yang kehilangan menerima dan
berhubungan secara terbuka mengatasi
dengan tiap-tiap dan galih makna situasi dan
tahap. pribadi dari respon mereka
kehilangan terhdap situasi
tersebut.
TUK 3: Kriteria Evaluasi 1. Dorong pasien Pengnungkapa
Pasien bisa : pasien mampu untuk n secara verbal
mengungkapka mengidentifikasi mengekspresika perasaan
n perasaan yang posisinya sendiri n rasa marah. pasien dalam
berkaitan dalam proses Jangan menjadi suatu
dengan berduka dan defensif jika lingkungan
kehilangan dan mengespresikan permulaan yang tidak
perubahan . perasaan- ekspresi mengancam
perasaannya kemarahan dapa
yang dipindahkan membantu
berhubungan kepada perawat pasien untuk
dengan konsep atau terapis. sampai kepada
kehilangan 2. Bantu pasien hubungan
secara jujur. untuk persoalan-
mengekspresika persoalan yang
n perasaan blum
marah, sehingga terpecahkan.
pasien dapat Latihan fisik
mengengkapkan memberikan
secara langsung suatu metode
objek atau orang yang aman dan
/ pribadi yang efektif untuk
dimaksud. mengeluarkan
3. Bantu pasien kemarahan
untuk yang
mengeluarkan terpendam
kemarahan yang
terpendam
dengan
berpartisipasi
dalam aktivitas-
aktivitas
motorik kasar
(misalnya:
jogging, bola
volly, dll).
TUK 4 : Kriteria 1. Berdiskusi Cara mengatasi
Pasien dapat evaluasi: pasien dengan pasien kehilangan dan
mengidentifikas tidak terlalu dengan pasien berduka dapat
i cara-cara lama dengan tentang membantu
mengatasi mengekspresika cara mengatasi pasien
berduka yang n emosi-emosi brduka yang mengatasi
dialami. dan prilaku- dialami, yaitu: situasi dan
prilaku yang a.Cara verbal respon mereka
berlebihan yang dengan terhadap situasi
berhubungan mengungkapk tersebut
dengan disfungsi an perasaan.
berduka dan b.Cara fisik
mampu yang
melaksanakan dilakukan
aktivitas sehari- dengan
hari secara memberi
mandiri. kesempatan
aktivitas fisik
c.Cara sosial
dengan
sharing
melalui self
help group
d.Cara spiritual,
seperti
berdoa,
beserah diri

TUK 5 : pasien Kriteria 1. Bantu pasien Mekanisme


dapat mengatasi evaluasi: rasa dalam koping
rasa kehilangan berduka dan memecahkan terhapap pasien
dan berdukanya kehilangan masalahnya dengan
dengan koping pasien dapat sebagai usaha kebilangan dan
yang adaptif. berkurang untuk berduka dapat
menentukan meminimalisas
metode-metode i dampak.
koping yang Umpan balik
lebih adaptif positif
terhadap meningkatkan
pengalaman harga diri dan
kehilangan. mendorong
2. Berikan umpan pengurangan
balik positif perilaku yang
untuk diharapkan.
mengidentifilkasi
strategi dan
membuat
keputusan.
TUK 6 : Kriteria evaluasi 1. Diskusikan Keluarga
meningkatkan : keluarga masalah yang sebagai support
kehilangan mengetahui dirasakan system (sistem
pengetahuan masalah keluarga dalam pendukung)
dan kesiapan kehilangan dan merawat pasien akan sangat
keluarga dalam berduka anggota 2. Diskusikan berpengaruh
merawat pasien keluarganya tentang dalam
dengan rasa serta mengetahui kehilangan dan mempercepat
kehilangan dan cara perawatan berduka dan penyembuhan
berduka. dan penanganan dampaknya. pasien.
anggota 3. Melatih keluarga
keluarga untuk
terhadap mempraktikkan
gangguan cara merawat
psikososial ini pasien dengan
kehilangan dan
berduka
4. Diskusikan
dengan keluarga
tentang sumber-
sumber bantuan
yang dapat
dimanfaatkan
pasien serta
perilaku pasien
yang perlu
dirujuk dan
bagaimana cara
merujuk pasien
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SPTK) I

PADA PASIEN KEHILANGAN DAN BERDUKA

1.Proses Keperawatan

a. Kondisi pasien
Pasien tampak diam dan melamun, menangis dan mengurung diri dikamar, terlihat
sering mengingkari kehilangan, selain itu pasien juga tidak mau berinteraksi dengan
orang lain dan merasa gelisah sehingga susah tidur.
b. Diagnosa Keperawatan
Kehilangan dan berduka
c. TUK
TUK 1 : Pasien dapat membina hubungan saling percaya
1. Sapa pasien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2. Perkenalkan diri dengan sopan
3. Tanyakan nama lengkap pasien dan nama panggilan
4. Jelaskan tujuan pertemuan
5. Jujur dan menepati janji
6. Tunjukkan sikap empati dan menerima pasien apa adanya
7. Beri perhatian pada pemenuhan kebutuhan dasar pasien
TUK 2 : Menjelaskan makna kehilangan
a. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaan
b. Diskusikan kehilangan secara terbuka dan gali makna pribadi dari
kehilangan
TUK 3 : Pasien bisa mengungkapkan perasaan yang berkaitan dengan kehilangan dan
perubahan
1) Dorong pasien untuk mengekspresikan rasa marah. Jangan menjadi
defensif jika permulaan ekspresi kemarahan dipindahkan kepada perawat
atau terapis.
2) Bantu pasien untuk mengekspresikan perasaan marah, sehingga pasien
dapat mengungkapkan secara langsung objek atau orang / pribadi yang
dimaksud
3) Bantu pasien untuk mengeluarkan kemarahan yang terpendam dengan
berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas motorik kasar (misalnya: jogging,
bola volly, dll).

d. Tindakan keperawatan
1) Bina hubungan saling percaya dengan cara menyapa pasien dengan ramah,
memperkenalkan diri dengan sopan, menanyakan nama lengkap serta tujuan
pertemuan.
2) Memberi kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya secara jujur
dan terbuka.
3) Memberi kesempatan pada pasien untuk mengekspresikan perasaannya yang
terpendam secara verbal
ii. Strategi Pelaksanaan tindakan keperawatan
a. Fase orientasi
1. Salam terapeutik
“Assalamualaikum, selamat pagi mbak. Saya Ayu wulandari, mbak bisa
memanggil saya suster Ayu. Saya Mahasiswa Akademi Kesehatan Rustida yang
dinas pagi hari ini dari pukul 07.00 sampai 14.00 dan yang akan merawat mbak.
Nama mbak siapa? Mbak senangnya dipanggil apa?”
2. Evaluasi
“Bagaimana keadaan mbak hari ini? Apa ada yang dirasakan ? “
“Apa ada perasaan yang tidak nyaman hari ini?
“Tadi mbak berkenalan dengan siapa?” “namanya siapa mbak?”
“Bagaimana kesan mbak setelah berkenalan?” “Hal apa yang paling berkesan
setelah berkenalan?”
3. Kontrak
“Baiklah mbak, bagaimana jika kita berbincang – bincang sebentar tentang
keadaan mbak ? agar mbak bisa lebih tenang, lebih rileks, dan mau berbagi cerita
tentang masalah yang dihadapi itu mungkin bisa berkurang dan hilang dari pikiran
mbak. Mau dimana kita bercakap-cakap ? bagaimana kalau di taman depan ? Mau
berapa lama mbak ? bagaimana kalau 15 menit”
b. Fase Kerja
“Assalamualaikum, selamat pagi mbak” “Perkenalkan mbak ,nama saya perawat A”
“Nama lengkap mbak siapa?” “Mbak senang dipanggil siapa?”
“Begini mbak, bagaimana jika kita berbincang – bincang sebentar tentang keadaan
mbak ? agar mbak bisa lebih tenang, lebih rileks, dan mau berbagi cerita tentang
masalah yang dihadapi itu mungkin bisa berkurang dan hilang dari pikiran mbak.
Mau dimana kita bercakap-cakap ? bagaimana kalau di taman depan ? Mau berapa
lama mbak ? bagaimana kalau 15 menit”
c. Terminasi
a. Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan mbak setelah kita berkenalan dan berbincang-bincang?”
b. Evaluasi objektif
“Selanjutnya mbak bisa lebih berani untuk berkenalan dan lebih terbuka terhadap
perasaan yang dialami”
c. Kontrak
a. Topik
“Bagaimana kalau besok saya akan mengajak mbak berkenalan dengan teman
saya perawat D”
“Bagaimana mbak mau kan?”
b. Tempat
“Kira-kira besok kita jam berapa bertemu mbak?”
“Apakah besok pagi jam 9?” Baiklah kalau begitu mbak”
c. Waktu
“Mbak maunya kita bertemu dimana besok?”
“Diruangan mbak apa di taman atau di tempat lain?”
“Di taman depan ruangan mungkin lebih baik mbak?” “Baiklah kalau begitu
kita bertemu di taman saja”
“sampai ketemu besok mbak”
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SPTK) II

PADA PASIEN KEHILANGAN DAN BERDUKA

1. Proses Keperawatan
a. Kondisi pasien
Pasien tampak diam dan melamun, menangis dan mengurung diri dikamar, terlihat
sering mengingkari kehilangan, selain itu Pasien juga sudah mau berinteraksi dengan
orang lain dan pasien gelisah sehingga susah tidur.
b. Diagnosa Keperawatan
Kehilangan dan berduka
c. TUK :
TUK 4 : Pasien dapat mengidentifikasi cara-cara mengatasi berduka yang dialami.
1) Berdiskusi dengan pasien dengan pasien dengan tentang cara mengatasi
berduka yang dialami:
a. Cara verbal dengan mengungkapkan perasaan
b. Cara fisik yang dilakukan dengan memberi kesempatan aktivitas fisik
c. Cara sosial dengan sharing melalui self help group
d. Cara spiritual, seperti berdoa, beserah diri
TUK 5 : Pasien dapat mengatasi rasa kehilangan dan berdukanya dengan koping yang
adaptif
1) Bantu pasien dalam memecahkan masalahnya sebagai usaha untuk
menentukan metode-metode koping yang lebih adaptif terhadap
pengalaman kehilangan.
2) Berikan umpan balik positif untuk mengidentifilkasi strategi dan membuat
keputusan.
d. Tindakan Keperawatan
1) Memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan persaannya.
Dengarkan dengan penuh perhatian, beri respon, tetapi tidak bersifat menghakimi.
2) Memberikan kesempatan pada pasien unruk mengungkapkan perasaannya dan
mmberikan umpan balik positif untuk meningkatkan percaya dirinya.
2. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
a. Fase Orientasi
1) Salam Terapeutik
“ Assalamualaikum/Selamat pagi mbak.”
2) Evaluasi
“ Bagaimana perasaan mbak hari ini ?”
“Bagus sekali, mbak masih ingat dengan saya?”
“Iya mbak sangat bagus sekali, iya saya perawat kemarin yang bertemu mbak
diruangan ini”
3) Kontrak
“Nah seperti janji saya, saya akan mengajak mbak mencoba berbincang-bincang
tentang masalah mbak, sekitar 10 menit”
”bagaimana kalau kita ketemu di ruangan ini saja mbak?”
b. Fase Kerja
“Bagaimana perasaan mbak hari ini?” “Apa yang membuat mbak sedih, sehingga
mbak seperti ini?” (pasien mulai menceritakan masalah yang menyebabkan
kondisi nya sedih)
“Oh begitu mbak” “Menurut saya mbak, mbak jangan terlalu memikirkan masalah
itu lagi , mbak bisa mencoba menghilangkan beban pikiran dengan cara
menyalurkan hobi yang dimiliki”
“Ngomong-ngomong hobi nya mbak apa?” “Nah, hobinya mbak memasak”
“Nah, jika mbak mulai memikirkan atau teringat masalah nya , mbak bisa
mengalihkan dengan cara memasak”
c. Fase Terminasi
1) Evaluasi Subjektif
“Bagaimana perasaan mbak setelah mengungkapkan perasaannya ?”
“Mbak tampak bagus sekali saat mengalihkan pikiran mbak dengan cara
memasak”
2) Evaluasi Subjektif
“Pertahankan terus apa yang sudah mbak lakukan tadi, jangan lupa mbak slalu
sabar dan melakukan aktivitas yang mbak sukai jika pikiran mbak mulai
resah.”
3) Kontrak
a) Topik
“Baiklah mbak karena waktu telah selesai, bagaimana kalau kita sambung
besok lagi dengan membicarakan tentang keluarga dan hoby dan
sebagainya” dan bagaimana mencoba dengan perawat lain ?”
b) Waktu
“Mari kita masukkan pada jadwalnya. Mau berapa kali sehari ? bagaimana
kalau dua kali. Baik nanti ibu coba sendiri. Besok kita latihan lagi ya, mau
jam berapa ? jam 11 ?” baiklah kalau begitu”.
c) Tempat
“Mbak maunya besok kita bertemu dimana” apakah kita diruangan atau
ditaman mbak ?” baiklah kalu ditaman” sampai jumpa besok mbak”
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SPTK)III

PADA PASIEN KEHILANGAN DAN BERDUKA

1. Proses Keperawatan
a. Kondisi Pasien
Pasien sudah mulai berinteraksi dengan orang disekitarnya (bisa mengajak salaman
lalu menanyakan nama), tatapan mata kosong, sering terdiam ditengah pembicaraan,
perasaan gelisah sedikit berkurang.
b. Diagnosa Keperawatan
Kehilangan dan berduka
c. TUK
TUK 6 : Meningkatkan kehilangan pengetahuan dan kesiapan keluarga dalam merawat
pasien dengan rasa kehilangan dan berduka.
1) Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2) Diskusikan tentang kehilangan dan berduka dan dampaknya.
3) Melatih keluarga untuk mempraktikkan cara merawat pasien dengan
kehilangan dan berduka
4) Diskusikan dengan keluarga tentang sumber-sumber bantuan yang dapat
dimanfaatkan pasien serta perilaku pasien yang perlu dirujuk dan
bagaimana cara merujuk pasien
d. Tindakan Keperawatan
1) Memberikan kesempatan kepada keluarga untuk mengungkapkan perasaannya
selama merawat pasien,dengarkan dengan penuh perhatian, beri respon, tetapi
tidak bersikap menghakimi.
2. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
a. Fase Orientasi
1) Salam Terapeutik
”Assalamualaikum/Selamat pagi Mbak”
2) Evaluasi
“Bagaimana perasaan mbak hari ini, setelah mengungkapkan perasaan kepada
perawat yang kemarin?”
“Bagus sekali mbak, jika beban pikiran mbak sudah mulai berkurang”
3) Kontrak
“Bagaimana kalau sekarang kita berbincang-bincang dengan mbak dan keluarga?”
“Mari kita temui kelurga mbak di taman”
b. Fase Kerja
(Bersama-sama pasien menemui keluarga)
“Selamat pagi, apakah benar ibu/bapak keluarga dari pasien X”
“Baiklah ibu, saya perawat A yang merawat anak ibu” “Bagaimana kalau kita
berbincang-bincang mengenai masalah putri ibu” “kira-kira 10 menit ibu”
“Begini ibu, masalah putri ibu ini kan berhubungan dengan keluarga . jadi keluarga
sangat berperan penting demi kesembuhan pasien, terutama perhatian ibu dan bapak”.
“Setidaknya ibu dan bapak bisa lebih sering meluangkan waktunya untuk menjenguk
putri ibu agar pasien tidak merasa diasingkan dan merasa tidak dibutuhkan oleh
kelurga”
“Terima kasih atas waktunya, semoga apa yang telah kita bahas tadi bisa ibu terapkan
demi membantu kesembuhan pasien”
c. Fase Terminasi
1) Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan mbak setelah bertemu dengan keluarga?”
2) Evaluasi Objektif
“Pertahankan kondisi mbak yang saat ini, agar kedepannya mbak lebih percaya
diri”.
3) Kontrak
a) Topik
“Selanjutnya, bagaimana jika kegiatan berkenalan dan bercakap-cakap dengan
orang lain kita tambahkan lagi di jadwal harian, mbak bisa bertemu dengan
keluarga , dan tambah dengan pasien yang baru dikenal. Selanjutnya mbak bisa
berkenalan dengan orang lain lagi secara bertahap. Bagaimana mbak, setuju
kan?”
b) Waktu
“Bagaimana jika kita bertemu sebanyak tiga kali pada jam 9 pagi, jam 2 siang,
dan jam 7 malam mbak? Baiklah kalau begitu.”
c) Tempat
“Besok kita akan berjumpa ditempat yang sama ya mbak , sampai besok”.
DAFTAR PUSTAKA

Alimul, A. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medikka.

Iyus Yosep, Titin Sutini. (2016). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika
Aditama.

Nurhalimah. (2016). Keperawatan Jiwa. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan.

Prabowo, E. (2014). Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.

Sutejo. (2017). Keperawatan Jiwa Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: PUSTAKA BARU PRESS.

Yusuf, Rizky Fitrysari. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.

Anda mungkin juga menyukai