TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Gagal jantung adalah sindrom klinis yang ditandai dengan gejala tipikal
(sesak napas, bengkak pergelangan kaki, dan kelelahan) yang dapat disertai
dengan tanda lain (seperti peningkatan tekanan vena jugular, ronkhi paru, dan
edema perifer) yang disebabkan oleh penurunan cardiac output atau peningkatan
tekanan intrakardiak saat istirahat ataupun saat aktivitas. Gagal jantung dapat
terjadi akut, yaitu perubahan yang cepat dari tanda dan gejala gagal jantung.
Kondisi ini mengancam kehidupan dan harus ditangani dengan segera.(11)
Terdapat 2 jenis gagal jantung akut, yaitu gagal jantung akut yang baru
terjadi pertama kali (de novo), dan gagal jantung dekompensasi akut (Acute
Decompensated Heart Failure/ADHF) yaitu perburukan kondisi yang ditandai
dengan memberatnya gejala gagal jantung yang terjadi secara cepat dan tiba-tiba.
(8)
3.2 Epidemiologi
Data angka kematian dari NHFA 2020, angka kematian pada pasien gagal
jantung dengan usia di atas 75 tahun tercatat lebih besar dari pada pasien dengan
usia kurang dari 75 tahun, yaitu sebesar 10,9% dibandingkan 5,4%.(13) Mayoritas
(80%) pasien yang dirawat di rumah sakit dengan penyakit gagal jantung hadir
sebagai dekompensasi akut HF Gagal Jantung Dekompensasi Akut. Berdasarkan
data tahun 2006 yang diwakili oleh 5 rumah sakit berbeda di kota yang berbeda,
rata-rata total rawat inap di rumah sakit adalah 7,1 hari, dengan total 3 hari berada
di ICCU. Total kematian di rumah sakit akibat ADHF adalah sebesar 6,5%.(14)
3.3 Etiologi
3.4 Patofisiologi
Pada kondisi gagal jantung, jantung tidak mampu untuk memompa darah
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan ataupun dapat menjalankan
fungsinya tetapi dengan tekanan pengisian yang lebih tinggi dari normal. Pada
kebanyakan kasus gagal jantung, jantung tidak dapat mengikuti ritme kebutuhan
dasar jaringan perifer. Pada beberapa kasus, gagal jantung terjadi akibat
peningkatan kebutuhan jaringan akan darah yang meningkat (high-output
failure). Pada definisi perlu dieksklusikan kondisi dimana cardiac output yang
tidak adekuat yang terjadi karena kehilangan darah maupun proses lain yang
menyebabkan penurunan pengembalian darah ke jantung.(16)
Secara mekanis, jantung yang gagal tidak dapat lagi memompakan darah
yang telah dikembalikan melaui sirkulasi vena. Cardiac output yang tidak
adekuat (forward failure) hampir selalu diikuti oleh peningkatan kongesti
sirkulasi vena (backward failure), dikarenakan kegagalan ventrikel untuk
mengejeksi darah vena yang diterimanya. Hal ini menyebabkan peningkatan
volume end-diastolic pada ventrikel, yang mengakibatkan peningkatan tekanan
end-diastolic, dan pada akhirnya meningkatkan tekanan vena.(16)
Gagal jantung dapat mempengaruhi salah satu sisi baik sisi kiri maupun
sisi kanan secara dominan, maupun kedua sisi dari jantung. Penyebab tersering
gagal jantung sisi kiri antara lain adalah Ischaemic Heart Disease (IHD),
hipertensi sistemik, penyakit katup mitral atau aorta, dan penyakit miokardium
primer. Penyebab tersering gagal jantung sisi kanan adalah kegagalan ventrikel
kiri, dengan asosiasi kongesti pulmoner dan peningkatan tekanan arteri pulmoner.
Gagal jantung sisi kanan juga dapat terjadi tanpa adanya gagal jantung sisi kiri
pada pasien dengan penyakit intrinsik pada parenkim paru ataupun vaskularisasi
pulmoner dan pada pasien dengan penyakit paru primer dan penyakit pada katup
trikuspid. Terkadang gagal jantung sisi kanan juga mengikuti kelainan jantung
kongenital.(16)
3.5 Klasifikasi
Klasifikasi Forrester
Gambar 3. Klasifikasi Forrester(17)
Gejala utama ADHF antara lain sesak napas, kongesti, dan kelelahan yang
sering tidak spesifik untuk gagal jantung dan sirkulasi. Gejala – gejala ini juga
dapat disebabkan oleh kondisi lain yang mirip dengan gejala gagal jantung,
komplikasi yang diidentifikasikan pada pasien dengan gejala ini. Variasi bentuk
penyakit pulmonal termasuk pneumonia, penyakit paru reaktif dan emboli
pulmonal, mungkin sangat sulit untuk dibedakan secara klinis dengan gagal
jantung.(18)
3.7 Diagnosis
1. Anamnesis
Pasien dengan gagal jantung umumnya datang di instalasi gawat darurat
dengan manifestasi klinis volume overload atau hipoperfusi atau keduanya.
Pasien yang datang dengan keluhan volume overload relatif mudah untuk
didiagnosis. Mereka umumnya memiliki tanda dan gejala kongesti paru (dispneu
saat melakukan kegiatan, Orthopnea, Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND), dan
Ronchi). Sedangkan manifestasi cepat kenyang, mual dan muntah merupakan
akibat dari edema traktus gastrointestinal (GI).[15]
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang menyeluruh harus selalu dilakukan untuk
mengevaluasi pasien dengan gagal jantung. Tujuannya adalah untuk dapat
menentukan apa penyebab gagal jantung dan mengevaluasi beratnya sindroma
gagal jantung. Memperoleh informasi tambahan mengenai profil hemodinamik,
sebagai respon terhadap terapi dan menentukan prognosis adalah tujuan
tambahan saat pemeriksaan fisik.(19)
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang umum dilakukan pada gagal jantung
antara lain adalah : darah rutin, urine rutin, elektrolit (Na & K), ureum &
kreatinine, GDs, CKMB, Troponin T, natriuretic peptide, dan analisa gas darah
pada kondisi yang berat. Pemeriksaan ini mutlak harus dilakukan pada pasien
dengan gagal jantung karena dapat mendeteksi anemia, gangguan elektrolit
(hipokalemia dan/atau hiponatremia), menilai fungsi ginjal dan hati, dan
mengukur brain natriuretic peptide (beratnya gangguan hemodinamik).(19) Pulse
oxymetry dibutuhkan untuk mengetahui saturasi oksigen dari pasien.
Pemeriksaan Radiografi
Gambaran radiografi foto thorax normal tidak menyingkirkan diagnosis
gagal jantung. Sebanyak 40-50% pasien dengan tekanan arteri pada paru yang
tinggi memiliki gambaran foto thorax yang normal. Kongesti paru pada CXR
ditandai dengan adanya Kerley-lines, yaitu gambaran opak linear seperti garis
pada lobus bawah paru, yang timbul akibat meningkatnya kepadatan pada daerah
interlobular intersitial akibat adanya edema. Edema intersitial dan perivaskular
terjadi pada dasar paru karena tekanan hidrostatik di daerah tersebut lebih tinggi.
Temuan tersebut umumnya tidak ditemukan pada pasien gagal jantung kronis, hal
ini dikarenakan pada gagal jantung kronis telah terjadi adaptasi sehingga
meningkatkan kemampuan sistem limfatik untuk membuang kelebihan cairan
interstitial dan/atau paru.(21)
Elektrokardiogram (EKG)
Pada semua pasien yang dicurigai memiliki kelainan pada jantung harus
dilakukan pemeriksaan EKG, begitu juga pada pasien dengan gagal jantung. [9]
Dampak diagnostik EKG untuk gagal jantung cukup rendah, namun dampaknya
terhadap terapi cukup tinggi. Temuan seperti gelombang Q patologis, hipertrofi
ventrikel kiri dengan strain, right bundle branch block (RBBB), left
bundlebranch block (LBBB), AV blok, atau perubahan pada gelombang T pada
gagal jantung dapat ditemukan.(21)
Echocardiography
Pemeriksaan echocardiography digunakan untuk menilai anatomi dan
fungsi jantung, miokardium dan perikadium, serta mengevaluasi gerakan dinding
jantung saat istirahat dan saat diberikan stress farmakologis pada gagal jantung.
Pemeriksaan ini bersifat non-invasif, dapat dilakukan secara cepat dan mudah
diulang di tempat rawat, serta memungkinkan penilaian fungsi global dan
regional ventrikel kiri. Fitur yang paling penting pada evaluasi gagal jantung
adalah penilaian Left-ventricular ejection fraction (LVEF), beratnya remodelling
ventrikel kiri, dan perubahan pada fungsi diastolik. Echo dua dimensi sangat
berharga dalam menilai fungsi sistolik dan diastolik pada pasien dengan gagal
jantung.(21)
Kriteria Minor:
Edema pergelangan kaki
bilateral Batuk pada malam hari
Dyspnea on ordinary exertion
Hepatomegali
Efusi pleura
Takikardi ≥ 120x/menit
3.8 Tatalaksana