Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN KASUS

G4P3A0 hamil aterm dengan preeklamsia berat inpartu kala I fase aktif
janin tunggal hidup presentasi kepala.

Disusun Oleh:

Daud Habinsaran Gultom, S.Ked.

H1AP20037

Pembimbing : dr. Demsi, SpOG

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN OBSTETRIK


DAN GINEKOLOGI RSUD DR. M. YUNUS
BENGKULU
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus
ini.
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu komponen
penilaian Kepaniteraan Klinik di Bagian Obstertri dan Ginekologi RSUD
Dr. M. Yunus Bengkulu, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Bengkulu, Bengkulu.
Pada kesempatan ini Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Demsi SpOG sebagai pembimbing yang telah bersedia meluangkan
waktu dan telah memberikan masukan-masukan, petunjuk serta
bantuan dalam penyusunan tugas ini.
2. Teman–teman yang telah memberikan bantuan baik material maupun
spiritual kepada penulis dalam menyusun laporan kasus ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan


kasus ini, maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua
pihak. Penulis sangat berharap agar laporan kasus ini dapat bermanfaat
bagi semua.

Bengkulu, 24 Agustus 2021


Penulis

Daud Habinsaran Gultom

ii
DAFTAR ISI

LAPORAN KASUS..............................................................................................i

KATA PENGANTAR.........................................................................................ii

DAFTAR ISI.......................................................................................................iii

BAB I. LAPORAN KASUS.................................................................................1

1.1. Anamnesis.............................................................................................1
1.1.1. Identitas pasien...................................................................................1
1.1.2. Riwayat Perkawinan..........................................................................1
1.1.3. Riwayat Reproduksi...........................................................................1
1.1.4. Riwayat Kehamilan/Melahirkan........................................................1
1.1.5. Riwayat Antenatal Care (ANC).........................................................2
1.1.6. Riwayat Gizi/Sosial Ekonomi............................................................2
1.1.7. Riwayat Penyakit Dahulu..................................................................2
1.1.8. Riwayat Penyakit Keluarga................................................................2
1.1.9. Anamnesis Khusus.............................................................................2

1.2. Pemeriksaan Fisik................................................................................3


1.2.1. Status Present.......................................................................................3
1.2.2. Status Generalisata...............................................................................3
1.2.3. Status Obstetri......................................................................................4

1.3. Pemeriksaan Penunjang......................................................................5

1.4 Diagnosis.....................................................................................................6

1.5 Penatalaksanaan........................................................................................6

1.6 Prognosis.....................................................................................................6

1.7 Laporan follow-up.....................................................................................7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA......................................................................12

2.1. Preeklamsia........................................................................................12

2.1.1. Definisi..................................................................................................12

iii
2.1.2. Epidemiologi.........................................................................................12

2.1.3. Faktor Risiko........................................................................................13

2.1.4. Patofisiologi Preeklamsia....................................................................14

2.1.5. Perubahan Sistem dan Organ pada Preeklampsia...........................16

2.1.6. Diagnosis Preeklampsia.......................................................................21

2.1.7. Tatalaksana..........................................................................................23

2.1.8. Komplikasi............................................................................................31

2.1.9. Prognosis...............................................................................................32

BAB III. PEMBAHASAN.................................................................................33

3.1. Apakah diagnosis kasus pada pasien sudah tepat?.............................33

3.2. Apakah penatalaksanaan kasus pada pasien sudah tepat?................34

BAB IV. KESIMPULAN...................................................................................36

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................37

iv
BAB I. LAPORAN KASUS

1.1. Anamnesis
1.1.1. Identitas pasien

Nama : Ny. RH

No. MR : 020105

Usia : 37 Tahun

Suku Bangsa : Seluma

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Petani

Alamat : Tumbuan, Lubuk Sandi

MRS : 14 Agustus 2021, pukul: 09.00 WIB


1.1.2. Riwayat Perkawinan

Menikah 1 kali, lama 17 tahun, sebagai istri sah.


1.1.3. Riwayat Reproduksi

Menarch : 15 tahun

Siklus haid : 28 hari, haid teratur

Lama haid : 5 hari

Banyak haid : 2–3 kali ganti pembalut

Hari pertama haid terakhir : 18 November 2020

Taksiran Persalinan : 25 Agustus 2021

KB : Suntik selama 3 bulan

1
1.1.4. Riwayat Kehamilan/Melahirkan
Tabel 1.1. Riwayat Kehamilan/Melahirkan
N ♀/ Umur Jenis BBL
Tempat Penolong Usia Anak Sekarang
o. ♂ Kehamilan Persalinan (gr)
1. ♀ Aterm Spontan Rumah Dukun 3000 gr 19 tahun
2. ♂ Aterm Spontan Rumah Dukun 3400 gr 15 tahun
3. ♂ Aterm Spontan Rumah Dukun 3700 gr 10 tahun
4. Hamil ini

1.1.5. Riwayat Antenatal Care (ANC)


Pasien mengaku melakukan Antenatal Care (ANC) dengan dokter spesialis
kebidanan sebanyak 3 kali sejak awal kehamilan hingga usia kehamilan 9 bulan.

1.1.6. Riwayat Gizi/Sosial Ekonomi


Riwayat gizi dan sosial ekonomi pasien sedang. Suami pasien bekerja
sebagai petani.

1.1.7. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Hipertensi : Tidak ada

Riwayat Penyakit Jantung : Tidak ada

Riwayat Epilepsi : Tidak ada

Riwayat Diabetes Melitus : Tidak ada

Riwayat Penyakit Ginjal : Tidak ada

Riwayat Hepatitis : Tidak ada

Riwayat HIV : Tidak ada

Riwayat Operasi : Tidak ada

Riwayat Hipertiroid : Tidak ada


Riwayat TB Paru : Tidak ada

2
1.1.8. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Hipertensi : Tidak ada

Riwayat Dabetes Melitus : Tidak ada


Riwayat Psikosa : Tidak ada

1.1.9. Anamnesis Khusus

Keluhan Utama:

Keluar bercak darah dan lendir dari kemaluan sejak ±1 hari SMRS.

Riwayat Perjalanan Penyakit:

Pasien datang ke IGD rumah sakit dengan keluhan mau melahirkan


dengan hipertensi. Pasien mengeluh nyeri perut menjalar ke pinggang sejak ±4
jam sebelum masuk rumah sakit, nyeri hilang timbul, makin lama makin sering
dan kuat. Riwayat keluar darah lendir (+), riwayat keluar air-air (+), riwayat
keputihan (-). Pasien mengaku hamil cukup bulan dan terakhir gerakan janin
masih dirasakan. Riwayat darah tinggi hamil ini (-), riwayat darah tinggi hamil
sebelumnya (-).

1.2. Pemeriksaan Fisik


1.2.1. Status Present

Keadaan umum : Baik


Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 180/100 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
Suhu : 36,7⁰C
Berat badan : 75 kg
Tinggi badan : 158 cm

3
1.2.2. Status Generalisata

Kepala : Normocephali, tidak terdapat jejas, rambut tidak mudah


rontok, berwarna hitam, dan tidak ada folikulitis.

Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera tidak ikterik, dan


tidak ada edema palpebra, tidak ada eksoftalmus

Hidung : Simetris, tidak ada deviasi, tidak ada sekret, tidak ada tanda-
tanda perdarahan

Telinga : Tidak ada sekret dan tidak ada nyeri tekan di mastoid dan
tragus.

Mulut : Bibir tidak sianosis, tidak pucat, mukosa bibir tidak kering,
tidak ada stomatitis, dan tidak ada ulkus.

Leher : Tidak ada pembesaran KGB

Thorax

- Pulmo : I : Dinding dada simetris saat statis dan dinamis, tidak


ada retraksi dinding dada
Anterior
P : Stem fremitus simetris kanan dan kiri

P : Sonor seluruh lapangan paru

A : Suara napas vesikuler, wheezing (-/-)

- Pulmo : I : Bentuk thoraks normal, simetris saat statis dan


Posterior dinamis, tidak ada jejas

P : Stem fremitus simetris kanan dan kiri

P : Sonor seluruh lapang paru

A : Suara napas vesikuler, wheezing (-/-)

- Cor : I : Iktus kordis tidak terlihat

P : Iktus kordis tidak teraba

4
P : Batas kanan: linea sternalis dextra

Batas pinggang: ICS II linea parasternal sinistra

Batas kiri: ICS V linea midklavicula sinistra

A : Bunyi Jantung I-II normal regular, tidak ada murmur


Leopold I : teraba bagian bulat, lunak, dan tidak
Abdomen :
melenting, tinggi fundus uteri 2 jari dibawah proc.
xiphoideus (36 cm)

Leopold II : teraba bagian keras memanjang disisi kanan


ibu, teraba bagian kecil-kecil disisi kiri ibu, DJJ 150x/ menit

Leopold III : teraba bagian besar bulat dan keras, presentasi


kepala

Leopold IV : bagian terbawah masuk pintu atas panggul,


His (+) 4x/10’/30”, taksiran berat janin 3.565 gram, dan DJJ
150x/menit.

Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-)

Superior

Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (+/+)

Inferior
1.2.3. Status Obstetri

Pemeriksaan obstetri tanggal 14 Agustus 2021 didapatkan hasil sebagai berikut:


Pemeriksaan Luar : TFU 2 jari di bawah prosessus xipoideus (36cm),
memanjang, punggung kanan, bagian terbawah
janin kepala, U1/5, his (+) 4x/10’/30”, DJJ 150
x/menit, TBJ 3565 gram
Pemeriksaan Dalam : Portio lunak, anterior, eff 100%, Ø 8 cm, ketuban
(-) jernih, Hodge IV, kepala, penunjuk UUK kiri
depan

5
1.3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium dan


USG.

Tabel 1.2. Hasil Pemeriksaan Laboratorium pada Hari Sabtu, 14 Agustus 2021
Parameter yang diperiksa Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 12,5 g/dL 11,7–15,5 g/dL
Hematokrit 34% 35–47%
Leukosit 12.400 sel/mm3 4.000–10.000/mm3
Trombosit 165.000 sel/mm3 150.000–450.000/mm3
Gula Darah Sewaktu 115 mg/dl 74-106 mg/dl
HBsAg Non Reaktif Non Reaktif
HIV Non Reaktif Non Reaktif
PROTEIN URIN
Protein Urin 1% (++) Negatif
RAPID TEST COV-19
ANTIGEN Negatif Negatif
Swab Test Antigen

Hasil pemeriksaan USG pada hari Jumat, 30 Juli 2021 sebagai berikut.

6
Indeks Gestosis

0 1 2 3

Edema sesudah istirahat Tidak ada Pre-tibial Umum -


Baring
Proteinuria Kuantitatif + ++ +++ +++
+
Tekanan darah sistolik <140 140-160 160-180 >180
Tekanan darah diastolik <90 90-100 100-110 >110

Total Score 5

1.4 Diagnosis
Diagnosis Masuk:

G4P3A0 hamil aterm dengan preeklamsia berat inpartu kala I fase aktif janin
tunggal hidup presentasi kepala.

1.5 Penatalaksanaan

Tatalaksana yang diberikan sebagai berikut:

- Observasi keadaan umum, tanda vital ibu, his, dan denyut jantung janin.
- Pemasangan dower catheter
- MgSO4 40% 4 gr bokong kanan (IM pelan) + 4 gr bokong kiri (IM
pelan) dilanjutkan 4 gr bokong kanan atau bokong kiri per 6 jam
sampai dengan 24 jam post partus
- Nifedipin 3x10 mg (P.O)
- Cek labor darah rutin, kimia darah, dan urin lengkap
- IVFD RL xx gtt/menit
- R/ terminasi per-vaginam

1.6 Prognosis

- Ibu : Dubia ad bonam


- Janin : Dubia ad bonam

7
1.7 Laporan follow-up
Follow up Sabtu, 14 Agustus 2021
Pukul 09.00 WIB
O/ S/ keluar lendir dan darah dari
St. Present kemaluan sejak satu hari yang lalu,
KU : Tampak sakit Keluar air-air sejak 4 jam yang lalu
sedang
Sens : Compos mentis A/ G4P3A0 Hamil 38 minggu
TD : 180/100 mmHg dengan PEB Belum Inpartu Janin
HR : 88 x/menit Tunggal Hidup Presentasi Kepala
RR : 20 x/menit
Suhu : 36 °C P/ Observasi KU, TTV, dan
perdarahan
St. Obstetri  IVFD RL xx gtt/menit
Pemeriksaan luar:  Inj MGSO4 40% 8g Boka
TFU 2 jari di bawah prosessus xipoideus Boki IM dilanjutkan dengan
(36cm), memanjang, punggung kanan, Inj MGSO4 40% 4g Boka
bagian terbawah janin kepala, U 1/5, his Boki IM/ 6 jam
(+) 4x/30’/10”, DJJ 150 x/menit, TBJ  Nifedipin 3x10 mg p.o
3565 gram
Pemeriksaan dalam: Vaginal Toucher R/ Persalinan pervaginam
Portio lunak, anterior, eff 100%, Ø 8 cm,
ketuban (-) jernih, Hodge IV, kepala,
penunjuk UUK kiri depan.
Laboratorium: (14-08-2021)
Hemoglobin : 12,5 g/dL
Hematokrit : 34%
Leukosit : 12.400 sel/mm3
Trombosit : 165.000 sel/mm3
Gula Darah Sewaktu : 115 mg/dl
HBsAg : Non Reaktif
HIV : Non Reaktif
Rapid Test Antigen: Negatif
Protein urin : 1% (++)

8
9
10
Laporan Persalinan
Pukul 09.42 WIB VT Ø lengkap. Pasien dipimpin
mengedan
Pukul 10.10 WIB Lahir neonatus hidup, laki-laki,
BBL 3600 gram, A/S 8/9, PB 51 cm
LK/LD 32/33 cm
Pukul 10.15 WIB Plasenta lahir lengkap, Tanpa
robekan jalan lahir. Pendarahan ±
150 cc
Pukul 10.25 WIB Intruksi post partus
 Observasi TVI
 IVFD + Oksitosin 20 IU, 20
tpm
 Laktavit 1x1
 Nifedipin 3x10 mg p.o

Follow up Sabtu, 14 Agustus 2021


Pukul 11.00 WIB
O/ S/ Nyeri habis melahirkan (+).
St. Present
KU : Baik A/ P4A0 post partus spontan dengan
Sens : Compos mentis PEB dengan neonatus hidup laki-
TD : 150/80 mmHg laki BL 3600 gram FT AGA
HR : 82 x/menit
RR : 20 x/menit P/ Observasi keadaan umum, tanda-
Suhu : 36,5 °C tanda vital ibu, perdarahan, dan urin
 IVFD + Oksitosin 20 IU, 20
St. Obstetri tpm
Pemeriksaan luar:  Laktavit 1x1
Abdomen datar, lemas, simetris, tinggi  Nifedipin 3x1 p.o
fundus uteri 2 jari dibawah pusat,
kontraksi baik, perdarahan tidak aktif,
lokia (+) rubra, vulva dan vagina tenang,
puting susu menonjol, ASI (+).

Follow up Minggu, 15 Agustus 2021


Pukul 08.00 WIB
O/ S/ Nyeri habis melahirkan (+).
St. Present
KU : Baik A/ P4A0 post partus spontan dengan
Sens : Compos mentis PEB dengan neonatus hidup
TD : 120/70 mmHg laki-laki BL 3600 gram FT AGA
HR : 82 x/menit P/ Observasi keadaan umum,
RR : 20 x/menit
tanda-tanda vital ibu, perdarahan,

11
Suhu : 36,5 °C dan urin. Pasien boleh pulang
dengan obat pulang:
 Meloxicam 2x1 p.o
St. Obstetri  Laktafit 2x1 p.o
Pemeriksaan luar:
Abdomen datar, lemas, simetris, tinggi
fundus uteri 2 jari dibawah pusat,
kontraksi baik, perdarahan tidak aktif,
lokia (+) rubra, vulva dan vagina tenang,
puting susu menonjol, ASI (+).

12
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Preeklamsia
2.1.1. Definisi

Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang


ditandai dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap
adanya inflamasi sistemik dengan aktivasi endotel dan koagulasi. Diagnosis
preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi spesifik yang
disebabkan kehamilan disertai dengan gangguan sistem organ lainnya pada
usia kehamilan diatas 20 minggu. Preeklampsia, sebelumya selalu
didefinisikan dengan adanya hipertensi dan proteinuria yang baru terjadi
pada kehamilan (new onset hypertension with proteinuria). Meskipun kedua
kriteria ini masih menjadi definisi klasik preeklampsia, beberapa wanita lain
menunjukkan adanya hipertensi disertai gangguan multi sistem lain yang
menunjukkan adanya kondisi berat dari preeklampsia meskipun pasien
tersebut tidak mengalami proteinuria. Sedangkan, untuk edema tidak lagi
dipakai sebagai kriteria diagnostik karena sangat banyak ditemukan pada
wanita dengan kehamilan normal.1
2.1.2. Epidemiologi

Sepersepuluh dari kematian ibu di Asia dan Afrika serta seperempat


dari kematian ibu di Amerika dikaitkan dengan gangguan hipertensi pada
kehamilan. Di antara gangguan hipertensi tersebut, preeklamsia dan
eklamsia memiliki dampak terbesar terhadap morbiditas dan mortalitas ibu
dan bayi. Prevalensi preeklamsia di negara berkembang berkisar 1,8-
16,7%.2,3
Hipertensi yang diinduksi kehamilan seperti preeklamsia adalah salah
satu penyebab utama kematian ibu hamil di dunia.2,3 Dari 830 kematian ibu
setiap harinya, tercatat 550 terjadi di Sub-Sahara Afrika dan 180 di Asia
Selatan, sedangkan hanya ada 5 kasus di negara maju. Tingginya risiko
wanita hamil di negara berkembang meninggal akibat preeklamsia
berhubungan dengan faktor terkait ibu yang sekitar 33 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan wanita hamil yang tinggal di negara maju.2,3

13
2.1.3. Faktor Risiko

Faktor risiko preeklamsia dapat dikategorikan berdasarkan faktor


keluarga, faktor demografis, faktor riwayat pengobatan medis sebelumnya
dan faktor terkait kehamilan. 4
a. Faktor Keluarga
Plasenta memainkan peran sentral dalam pathogenesis dari pre-eklamsia,
sehingga baik secara maternalis atau paternalis dapat menurunkan gen untuk
berkembangnya penyakit tersebut. Wanita dengan ibu atau ayah yang
memiliki riwayat hipertensi atau diabetes melitus memiliki risiko
peningkatan yang signifikan terhadap kejadian preeklamsia.
b. Faktor Demografi Usia
Usia ibu ≥ 40 tahun merupakan kelompok usia ekstrem yang berisiko tinggi
mengalami preeklamsia. Hasil survei multinegara yang dilakukan oleh WHO
menyimpulkan bahwa wanita dengan usia ≥ 35 tahun berada pada kelompok
risiko tinggi terjadinya pre-eklamsia, meski jarang diikuti dengan eklamsia.
Namun, wanita usia ≥19 tahun berada pada kelompok risiko tinggi
terjadinya eklamsia.
c. Faktor Demografi Ras
Wanita yang memiliki ras Afro-Caribbean atau South Asian memiliki risiko
lebih tinggi terhadap kejadian preeklamsia apabila dibandingkan dengan ras
Caucasians.
d. Faktor Kehamilan
Preeklamsia lebih sering terjadi pada wanita primigravida dan nulipara.
Risiko preeklamsia juga meningkat sebanding dengan besarnya interval
jarak antar kehamilan.
Menurut Pedoman National Institute for Health and Care Excellence
(NICE) 2019 mengklasifikasikan seorang wanita berisiko tinggi mengalami
preeklamsia jika ada riwayat penyakit hipertensi pada kehamilan
sebelumnya atau penyakit ibu termasuk penyakit ginjal kronis, penyakit
autoimun, diabetes, atau hipertensi kronis, sedangkan wanita yg berada
dikelompok berisiko sedang jika mereka merupakan nulipara, berusia
≥40 tahun, memiliki massa indeks tubuh (BMI) ≥ 35 kg /m dan riwayat

14
keluarga dengan preeklamsia. 5

Gambar 1.1 Faktor Risiko Preeklamsia


Faktor risiko yang telah diidentifikasi dapat membantu dalam melakukan
penilaian risiko kehamilan pada kunjungan awal antenatal. Berdasarkan
hasil penelitian dan panduan Internasional POGI (2016) membagi dua
bagian besar faktor risiko yaitu risiko tinggi / mayor dan risiko tambahan /
minor.1

Tabel 1.1 Faktor Risiko Preeklamsia

Resiko tinggi Resiko sedang


 Riwayat preeklamsia  Nulipara
 Kahamilan multiple  Obesitas (IMT>30 kg/m2)
 Hipertensi kronis  Riwayat preeklamsia pada
 Diabetes Mellitus tipe 1 dan 2 ibu dan saudara perempuan
 Penyakit ginjal  Usia ≥ 35 tahun
 Penyakit autoimun (SLE, APS)  Interval kehamilan > 10 tahun

2.1.4. Patofisiologi Preeklamsia

Teori kelainan vaskularisasi plasenta menjelaskan bahwa pada


preeklampsia tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot
arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri
spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis
tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya

15
arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi dan terjadi kegagalan
remodeling arteri spiralis sehingga aliran darah utero-plasenta
menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak dari
iskemia plasenta akan menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat
menjelaskan patogenesis hipertensi dalam kehamilan selanjutnya.6

Plasenta yang mengalami iskemia akibat tidak terjadinya invasi


trofoblas secara benar akan menghasilkan oksidan (radikal bebas).
Salah satu radikal bebas penting yang dihasilkan plasenta iskemia
adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap
membran sel endotel pembuluh darah. Radikal hidroksil akan merusak
membran sel yang mengandung banyak asam lemak dan mengubah
asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak.6
Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya
fungsi endotel. Pada disfungsi sel endotel, maka akan terjadi gangguan
metabolisme prostaglandin karena salah satu fungsi sel endotel adalah
memproduksi prostaglandin, sehingga terjadi penurunan produksi
prostasiklin (PGE2) yang merupakan suatu vasodilator kuat.
Kemudian, terjadi agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang
mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan
(TXA2) suatu vasokonstriktor kuat. Peningkatan produksi bahan-
bahan vasopressor (endotelin) dan penurunan kadar NO
(vasodilatator), serta peningkatan faktor koagulasi juga terjadi.6

16
Gambar 2.2 Patogenesis Preeklampsia. Arteri Spiralis pada Keadaan
Normal dan Preeklamsia.

A. Implantasi plasenta normal pada trimester ketiga memperlihatkan


proliferasi trofoblas ekstravilus dari vilus jangkar. Trofoblas ini
menginvasi desidua dan meluas ke dalam dinding arteriola spiralis
untuk menggantikan endotelium dan dinding otot. Remodeling ini
menyebabkan terbentuknya pembuluh darah yang melebar dan
memiliki tahanan rendah. B. Plasenta pada kehamilan preelkamtik atau
dengan restriksi pertumbuhan janin memperlihatkan implantasi yang
cacat. Hal tersebut ditandai demgan invasi tidak sempurna dinding
arteriola spiralis oleh trofoblas ekstravilus, dan menyebabkan
terbentuknya pembuluh darah berdiameter sempit dengan resistensi
yang tinggi.4

2.1.5. Perubahan Sistem dan Organ pada Preeklampsia

a. Volume plasma
Pada hamil nomal volume plasma meningkat dengan bermakna
(disebut hipervolemia), guna memenuhi kebutuhan pertumbuhan janin.
Peningkaan tertinggi volume plasma pada hamil normal terjadi pada
umur kehamilan32 - 34 minggu. Sebaliknya, oleh sebab yang tidak
jelas pada preeklampsia terjadi penurunan volume plasma antara 30 %

17
- 40 dibanding hamil normal, disebut hipovolemia. Hipovolemia
diimbangi dengan vasokonstriksi, sehingga terjadi hipertensi. Volume
plasma yang menurun memberi dampak yang luas pada organ-organ
penting.6
Preeklampsia sangat peka terhadap pemberian cairan intravena
yang terlalu cepat dan banyak. Demikian sebaliknya preeklampsia
sangat peka terhadap kehilangan darah waktu persalinan. Oleh karena
itu, observasi cairan masuk ataupun keluar harus ketat.6
b. Hipertensi
Hipertensi merupakan tanda terpenting guna menegakkan
diagnosis hipertensi dalam kehamilan. Tekanan diastolik
menggambarkan resistensi perifer, sedangkan tekanan sistolik,
menggambarkan besaran curah jantung. Pada preeklampsia
peningkatan reaktivitas vaskular dimulai umur kehamilan 20 ming- gu,
tetapi hipertensi dideteksi umumnya pada trimester II. Tekanan darah
yang tinggi pada preeklampsia bersifat labil dan mengikuti irama
sirkadian normal. Tekanan darah menjadi normal beberapa hari
pascapersalinan, kecuali beberapa kasus preeklampsia be- rat
kembalinya tekanan darah normal dapat terjadi 2 - 4 minggu
pascapersalinan. Tekanan darah bergantung terutama pada curah
jantung, volume plasma, resistensi perifer, dan viskositas darah.6
Timbulnya hipertensi adalah akibat vasospasme menyeluruh

dengan ukuran tekanan darah > 140/90 mmHg selang 6 jam. Tekanan
diastolik ditentukan pada hilangnya suara Korotkoff’s pbase V.
Dipilihnya tekanan diastolik 90 mmHg sebagai batas hipertensi,
karena batas tekanan diastolik 90 mmHg yang disenai proteinuria,
mempunyai korelasi dengan kematian perinatal tinggi. Mengingat
proteinuria berkorelasi dengan nilai absolut tekanan darah diastolik,
maka kenaikan (perbedaan) tekanan darah tidak dipakai sebagai
kriteria diagnosis hipertensi, hanya sebagai tanda waspada.6

Mean Arterial Blood Pressure (MAP) tidak berkorelasi dengan


besaran proteinuria. MAP jarang dipakai oleh sebagian besar klinisi

18
karena kurang praktis dan sering terjadi kesalahan pengukuran.
Pengukuran tekanan darah harus dilakukan secara standar.
c. Fungsi Ginjal
 Perubahan fungsi ginjal disebabkan oleh hal-hal berikut:6
- Menurunnya aliran darah ke ginjal akibat hipovolemia sehingga
terjadi oliguria bahkan anuria
- Kerusakan sel glomerulus mengakibatkan meningkatnya
permeabilitas membran basalis sehingga terjadi kebocoran dan
mengakibatkan proteinuria. Proteinuria terjadi jauh pada akhir
kehamilan, sehingga sering dijumpai preeklampsia tanpa
proteinuria, karena janin lebih dulu lahir
- Terjadi Glomerular Capillary Endotheliosis akibat sel endotel
glomerular membengkak disertai deposit fibril
- Gagal ginjal akut akibat nekrosis tubulus ginjal. Bila sebagian besar
kedua korteks ginjal mengalami nekrosis, maka terjadi “nekrosis
korteks ginjal” yang bersifat irreversibel
- Dapat terjadi kerusakan intrinsik jaringan ginjal akibat vasospasme
pembuluh darah. Dapat diatasi dengan pemberian dopamin agar
terjadi vasodilatasi pembuluh darah ginjal.
 Proteinuria
- Bila proteinuria timbul:6
 Sebelum hipertensi, umumnya merupakan gejala penyakit ginjal
 Tanpa hipertensi, maka dapat dipertimbangkan sebagai penyulit
kehamilan
 Tanpa kenaikan TD diastolik >90 mmHg, umumnya ditemukan pada
infeksi saluran kencing atau anemia. Jarang ditemukan proteinuria
pada tekanan diastolik <90 mmHg.
- Proteinuria merupakan syarat untuk diagnosis preeklampsia, tetapi
proteinuria umumnya timbul jauh pada akhir kehamilan, sehingga
sering dijumpai preeklampsia tanpa proteinuria, karena janin sudah
lahir lebih dulu

- Pengukuran proteinuria dapat dilakukan dengan (a) urin dipstik:

19
100 mg/l atau +1, sekurang-kurangnya diperiksa 2 kali urin acak
selang 6 jam dan
(b) pengumpulan proteinuria dalam 24 jam. Dianggap patologis bila
besaran proteinuria >300 mg/24 jam.
 Asam urat serum (uric acid serum)
Umumnya meningkat >5 mg/cc. Hal ini disebabkan oleh hipovolemia,
yang menimbulkan menurunnya aliran darah ginjal dan
mengakibatkan menurunnya filtrasi glomerulus, sehingga menurunnya
sekresi asam urat. Peninkatan asam urat juga dapat terjadi akibat
iskemia jaringan.
 Kretatinin
Terjadi peningkatan kadar kreatinin plasma yang disebabkan
hipovolemia, maka aliran darah ginjal menurun, mengakibatkan
menurunnya filtrasi glomerulus, sehingga menurunnya sekresi
kreatinin disertai peningkatan kreatinin plasma. Dapat mencapai kadar
kreatininn plasma >1 mg/cc dan biasanya terjadi preeklampsia berat
dengan penyulit pada ginjal.
 Oliguria dan anuria
Oliguria dan anuria terjadi karena hipovolemia sehingga aliran darah
ke ginjal menurun yang mengakibatkan produksi urin menurun
(oliguria), bahkan dapat terjadi anuria. Berat ringannya oliguria
menggambarkan berat ringannya hipovolemia. Hal ini berarti
menggambarkan pula berat ringannya preeklampsia. Pemberian cairan
intravena hanya karena oliguria tidak dibenarkan.
d. Elektrolit
Kadar elektrolit rotal menumn pada wakru hamil normal. Pada
preeklampsia kadar elektrolit total sama seperti hamil normal, kecuali
bila diberi diuretikum banyak, res- triksi konsumsi garam atau
pemberian cairan oksitosin yang bersifat antidiuretik.6
Preeklampsia berat yang mengalami hipoksia dapat
menimbulkan gangguan keseim- bangan asam basa. Pada waktu terjadi
kejang eklampsia kadar bikarbonat menurun, disetabkan timbulnya

20
asidosis laktat dan akibat kompensasi hilangnya karbon dioksida.
Kadar natrium dan kalium pada preeklampsia sama dengan kadar
hamil normal, yaitu sesuai dengan proporsi jumlah air dalam tubuh.

Karena kadar natrium dan kalium tidak berubah pada

preeklampsia, maka tidak terjadi retensi natrium yang berlebihan. Ini


berarti pada preeklampsia tidak diperlukan restriksi konsumsi garam.6
e. Hepar
Dasar perubahan pada hepar ialah vasospasme, iskemia, dan
perdarahan. Bila terjadi perdarahan pada sel periportal lobus perifer,
akan terjadi nekrosis sel hepar dan perningkatan enzim hepar.
Perdarahan ini dapat meluas hingga dibawah kapsula hepar dan
disebut subkapsular hematoma. Subkapsular hematoma menimbulkan
rasa nyeri di daerah epigastrium dan dapat menimbulkan ruptur hepar,
sehingga perlu pembedahan
f. Neurologi
Perubahan neurologik dapat berupa:
 Nyeri kepala disebabkan hiperperfusi otak, sehingga menimbulkan
vasogenik edema.
 Akibar spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi gangguan
visus. Gangguan visus dapat berupa: pandangan kabur, skotomata,
amaurosis yaitu kebutaan tanpa j'elas adanya kelainan dan ablasio
retinae (retinal deacbment).
 Hiperrefleksi sering dijumpai pada oreeklampsia berat, tetapi bukan
faktor prediksi terjadinya eklampsia.
 Dapat timbul kejang eklamptik. Penyebab kejang eklamptik belum
diketahui dengan jelas. Faktor-faktor yang menimbulkan kejang
eklamptik ialah edema serebri, vasospasme serebri dan iskemia
serebri.
 Perdarahan intrakranial meskipun jarang, dapat terjadi pada
preeklampsia berat dan eklampsia.
g. Janin

21
Preeklampsi dan eklampsia memberikan pengaruh buruk pada
kesehatan janin yang disebabkan oleh menurunnya perfusi utero
plasenta, hipovolemi, vasospasme, dan kerusakan sel endotel
pembuluh darah. Dampak yang dihasilkan berupa Intrauterine growt
restriction (IUGR), oligohidramnion, kenaikan morbiditas, dan
mortalitas janin secara tidak langsung akibat IUGR, preamturitas,
oligohidromnion, dan solusio plasenta.
2.1.6. Diagnosis Preeklampsia

Menurut Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia


Himpunan Kedokteran Feto Maternal (POGI) 2016, preeklampsia
didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan /
diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya gangguan organ. Jika
hanya didapatkan hipertensi saja, kondisi tersebut tidak dapat
disamakan dengan peeklampsia, harus didapatkan gangguan organ
spesifik akibat preeklampsia tersebut, sehingga diagnosis preeklampsia
dapat ditegakkan jika memenuhi kriteria sebagai berikut.1

22
Tabel 2.2 Kriteria Diagnosis Preeklamsia
Kriteria Preeklampsia Berat
(diagnosis
Kriteria Minimal Preeklamsia
preeklamsia dipenuhi dan jika
didapatkan salah satu kondisi klinis
dibawah ini)
1. Hipertensi : Tekanan darah sekurang- 1. Hipertensi : Tekanan darah ≥ 160
kurangnya 140 mmHg sistolik atau mmHg sistolik dan tekanan darah
90 mmHg diastolik pada dua kali diastolik 110/mmHg pada dua kali
pemeriksaan berjarak 15 menit pemerikaan berjarak 15 menit
menggunakan lengan yang sama menggunakan lengan yang sama
2. Protein urin : Protein urin melebihi 2. Trombositopenia : Trombosit < 100.000
300 mg dalam 24 jam atau tes urin / mikroliter
dipstik > positif 1 3. Gangguan ginjal : Kreatinin serum
Jika tidak didapatkan protein urin, diatas 1,1 mg/dL, atau didapatkan
hipertensi dapat diikuti salah satu peningkatan kadar kreatinin serum dari
dibawah ini: sebelumnya pada kondisi dimana tidak
3. Trombositopenia : Trombosit < ada kelainan ginjal lainnya
100.000 / mikroliter 4. Gangguan Liver :Peningkatan
4. Gangguan ginjal : Kreatinin serum konsentrasi transaminase serum 2 kali
diatas 1,1 mg/dL, atau didapatkan normal dan atau adanya Nyeri
peningkatan kadar kreatinin serum epigastrik persisten/ regio kanan atas
dari sebelumnya pada kondisi abdomen(akibat teregangnya kapsula
dimana tidak ada kelainan ginjal Glisson)
lainnya 5. Edema paru
5. Gangguan Liver :Peningkatan 6. Gejala Neurologis : Stroke, nyeri
konsentrasi transaminase serum 2 kepala, gangguan visus
kali normal dan atau adanya Nyeri
epigastrik persisten/ regio kanan atas Gangguan sirkulasi Uteroplasenta :
abdomen(akibat teregangnya kapsula oligohidramnion, Fetal Growth Restriction
Glisson) (FGR) atau didapatkan adanya absent or
6. Edema paru reversed and diastolic velocity (ARDV)

23
7. Gejala Neurologis : Stroke, nyeri
kepala, gangguan visus
Gangguan sirkulasi Uteroplasenta :
oligohidramnion, Fetal Growth
Restriction (FGR) atau didapatkan
adanya absent or
reversed and diastolic velocity (ARDV)

2.1.7. Tatalaksana

Pengelolaan preeklampsia mencakup pencegahan kejang,


pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan supportif
terhadap penyulit organ yang terlibat, dan saat yang tepat untuk
bersalin.6
a. Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya yaitu terapi
medikamentosa dengan pemberian obat-obatan untuk penyulitnya.
b. Kedua baru menentukkan rencara sikap terhadap kehamilannya yang
tergantung pada umur kehamilan.
Sikap terhadap kehamilannya dibagi 2, yaitu;
1. Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus preeklampsia
tanpa gejala berat dengan usia kehamilan < 37 minggu dengan evaluasi
maternal dan janin yang lebih ketat
2. Manajemen Aktif bila umur kehamilan ≥ 37 minggu, artinya:
kehamilan diakhiri setelah mendapat terapi medikamentosa untuk
stabilisasi ibu.
Berdasarkan guideline yang dikeluarkan oleh European Society
of Cardiology1, ibu hamil dengan hipertensi yang sudah ada
sebelumnya dapat tetap melanjutkan obat antihipertensi, tetapi
golongan obat ACE inhibior, ARB, dan renin inhibitor merupakan
kontraindikasi saat kehamilan karena dapat memberikan dampak
negatife bagi janin. Metildopa, labetalol, dan CCB adalah drug of
choice disaat untuk mengatasi hipertensi disaat kehamilan. Ibu hamil
dengan tekanan darah menjadi <160/105 mmHg dianjurkan untuk

24
konsumsi labetalol dan nicardipine untuk mencegah komplikasi akut
dari hipertensi. Pada pasien dengan eklamsia atau preeklamsia berat
(dengan atau tanpa hemolisis, peningkatan enzim hati, dan sindrom
trombosit rendah) pemberian magnesium sulfat

intravena sangat direkomendasikan untuk pencegahan terjadinya


kejang. Dianjurkan juga untuk rawat inap dan pertimbangkan untuk
segera melalukan persalinan.
Pedoman yang dikeluarkan oleh The NICE (National Institute for
Health and Care Excellence) and NHS (National Health Services)
merekomendasikan pemberian nifedipine, 30–60 mg secara oral
sebagai terapi lini pertama dan alpha-methyldopa 250 mg (2–3
tablets/day) sebagai terapi lini kedua untuk preeklamsia derajat ringan-
sedang. Pada preeklamsia derajat berat labetalol menjadi pilihan terapi
lini pertama atau hydralazine secara intravena sebagai terapi lini
kedua. 5

Gambar 2.3 Tatalaksana Preeklamsia Derajat Ringan-Sedang

25
Gambar 2.4 Tatalaksana Preeklamsia Derajat Berat

Menurut POGI8, Pengelolaan preeklampsia mencakup pencegahan


kejang, pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan supportif
terhadap penyulit organ yang terlibat, dan saat yang tepat untuk
bersalin. Terapi medika mentosa untuk preeklamsia yang dianjurkan
antara lain adalah:

1. Pemberian Magnesium Sulfat untuk mencegah kejang


Tujuan utama pemberian magnesium sulfat pada preeklampsia
adalah untuk mencegah dan mengurangi angka kejadian eklampsia,
serta mengurangi morbiditas dan mortalitas maternal serta perinatal.
Cara kerja magnesium sulfat belum dapat dimengerti sepenuhnya.

Salah satu mekanisme kerjanya adalah menyebabkan vasodilatasi


melalui relaksasi dari otot polos, termasuk pembuluh darah perifer dan
uterus, sehingga selain sebagai antikonvulsan, magnesium sulfat juga
berguna sebagai antihipertensi dan tokolitik. Magnesium sulfat juga
berperan dalam menghambat reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA) di
otak, yang apabila teraktivasi akibat asfiksia, dapat menyebabkan
masuknya kalsium ke dalam neuron, yang mengakibatkan kerusakan
sel dan dapat terjadi kejang.1
Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetil
kolin pada rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi
neuromuskular. Transmisi neuromuskular membutuhkan kalsium pada
sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan

26
menggeser kalsium, sehingga aliran rangsang tidak terjadi (terjadi
kompetitif inhibition antara ion kalsium dan ion magnesium).1
Regimen pada penderita preeklampsia diawali dengan loading dose
8 gr 40% IM bokong kanan dan kiri diikuti dosis pemeliharaan 4 gr
40% tiap 6 jam bergantian salah satu bokong. Pada preeklamsia
pemberian regimen MgSO4 dapat juga diawali dengan loading dose 4
gram MgSO4 intravena, (40 % dalam 10 cc) selama 15 menit,
diikuti maintenance dose diberikan infus 6 gram dalam larutan
Ringer/6 jam; atau diberikan 4 atau 5 gram i.m. selanjutnya
maintenance dose diberikan 4 gram i.m. tiap 4-6 jam.1
Magnesium sulfat dihentikan bila ada tanda-tanda intoksikasi
seperti depresi pernapasan, setelah 24 jam pascapersalinan atau 24
jam setelah kejang berakhir.1
Syarat-syarat pemberian MgSO4 :
 Tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium
glukonas 10% = 1 g (10 % dalam 10 cc) diberikan i.v 3 menit.
 Refleks patella (+) kuat.
 Frekuensi pernapasan > 16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda distres
napas. Magnesium sulfat dihentikan bila terdapat tanda-tanda
intoksikasi, setelah 24 jam pasca persalinan atau 24 jam setelah kejang
berakhir.

2. Pemberian Kortikosteroid
Terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan surfaktan
paru janin, menurunkan insiden RDS, mencegah perdarahan
intraventrikular, yang akhirnya menurunkan kematian neonatus.
Kortikosteroid perlu diberikan bila usia kehamilan kurang dari 35
minggu. Obat yang diberikan adalah deksametason atau betametason.
Pemberian siklus tunggal kostikosteroid adalah ; deksametason 4 x 6 mg
i.m dengan jarak pemberian 12 jam, betametason 2 x 12 mg i.m dengan
jarak pemberian 24 jam.1

3. Obat Antihipertensi

27
c. Nifedipine
Nifedipine dosis 30–60 mg dengan sediaan slow-release dapat
digunakan sebagai pengobatan lini pertama pada gejala preeklamsia
ringan karena dipercaya aman, efektif dan tidak bersifat teratogenic
pada ibu hamil. Namun,dalam penanganan preeklamsia gejala berat,
nifedipine digunakan sebagai pengobatan lini kedua dengan dosis 10-20
mg dalam sediaan immediate-release. 5 Nifedipine merupakan calcium
channel blocker yang bekerja pada otot polos arteriolar dan
menyebabkan vasodilatasi dengan menghambat masuknya kalsium ke
dalam sel. Berkurangnya resistensi perifer akibat pemberian calcium
channel blocker dapat mengurangi afterload, sedangkan efeknya
ditemukan minimal pada sirkulasi vena. Nifedipin juga bersifat
natriuretik yang dapat meningkatkan produksi urin sehingga
menurunkan tekanan darah. Dosis pemberian maksimum 120 mg dalam
24 jam.1
d. Metildopa
Metildopa, agonis reseptor alfa yang bekerja di sistem saraf pusat,
adalah obat antihipertensi yang paling sering digunakan untuk wanita
hamil dengan hipertensi kronis. Metildopa mempunyai safety margin
luas (paling aman). Walaupun metildopa bekerja terutama pada sistem
saraf pusat, namun juga memiliki sedikit efek perifer yang akan
menurunkan tonus simpatis dan tekanan darah arteri. Frekuensi nadi,
cardiac output, dan aliran darah ginjal relatif tidak terpengaruh. Efek
samping pada ibu antara lain letargi, mulut kering, mengantuk, depresi,
hipertensi postural, anemia hemolitik dan drug-induced hepatitis."
Metildopa biasanya digunakan sebagai terapi lini kedua pada
preeklamsia ringan yang dimulai pada dosis 250-500 mg per oral 2 atau
3 kali sehari, dengan dosis maksimum 3 g per hari. Efek obat maksimal
dicapai 4-6 jam setelah obat masuk dan menetap selama 10-12 jam
sebelum diekskresikan lewat ginjal. Alternatif lain penggunaan
metildopa adalah intra vena 250-500 mg tiap 6 jam sampai maksimum 1
g tiap 6 jam untuk krisis hipertensi. Metildopa dapat melalui plasenta

28
pada jumlah tertentu dan disekresikan di ASI.1
e. Labetalol
Labetalol menurunkan tekanan darah dengan cara memblokir
reseptor β- dan α- adrenergik. Labetalol juga dapat menjaga aliran darah
uteroplasenta tetap baik jika dibandingkan dengan golongan β bloker
lainnya. Apabila dibandingkan dengan metildopa dan nifedipine,
labetalol memiliki onset kerja yang lebih cepat dan

terbukti aman digunakan pada kehamilan. Labetalol diberikan melelaui


jalur intravena untuk kasus emergensi akut hipertensi. 7
f. Hydrazaline
Hydralazine termasuk kelompok direct vasodilator yang bisa
diberikan oral, intramuskular, atau intravena (IV). Hydralazine telah
digunakan pada semua trimester kehamilan dan tidak bersifat
teratogenik, efek sampingnya adalah trombositopenia, penurunan aliran
darah ke uterus dan hipotensi. Hydralazin oral dapat digunakan untuk
hipertensi kronis pada trimester kedua dan ketiga. Hydralazine IV
direkomendasikan untuk hipertensi emergensi pada kehamilan, Terdapat
satu studi RCT membandingkan efektifitas dan keamanan antara
labetalol IV dan hydralazine IV untuk hipertensi berat pada kehamilan.
Penelitian ini melibatkan 152 subyek dibagi menjadi dua kelompok
masing-masing 76, kelompok satu diberikan labetalol IV, kelompok
lainnya hydralazine IV. Disimpulkan bahwa labetalol dan hydralazine
efektif menurunkan hipertensi berat pada kehamilan. Labetalol lebih
cepat menurunkan tekanan darah daripada hydralazine. Efek samping
keduanya hampir sama.7,8

29
Gambar 2. 5 Manajemen Ekspektatif Preeklampsia tanpa Gejala Berat

Gambar 2.6 Manajemen Ekspektatif Preeklampsia Berat

Gambar 2.7 Kriteria Terminasi Kehamilan pada Preeklamsia Berat

30
2.1.8. Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada preeklamsia dapat berupa komplikasi


terhadap janin dan ibu. Komplikasi yang terjadi pada janin dapat berupa
hambatan pertumbuhan janin hingga kematian janin. Terjadinya
vasospasme difus atau multifokal dapat menyebabkan iskemia ibu, yang
pada akhirnya dapat mempengaruhi banyak organ, terutama otak, ginjal, dan
hati. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya vasospasme adalah
penurunan prostasiklin (vasodilator yang diturunkan dari endotel),
peningkatan endotelin (vasokonstriktor yang diturunkan dari endotel), dan
peningkatan Flt-1 yang dapat larut (reseptor sirkulasi untuk faktor
pertumbuhan endotel vaskular). Ibu yang mengalami preeklamsia memiliki
risiko untuk mengalami solusio plasenta pada kehamilan saat ini dan
kehamilan selanjutnya. Hal ini kemungkinan terkait dengan insufisiensi
uteroplasenta.6
Sistem koagulasi yang diaktifkan, kemungkinan akibat dari disfungsi sel
endotel, yang mengarah ke aktivasi trombosit sehingga menimbulkan
Sindroma HELLP. Sindroma HELLP ialah preeklamsia-eklamsia disertai
hemolisis, peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar, dan trombositopenia
(Hemolysis, Elevated Liver enzyme, Low Platelets count). Tanda dan gejala
tidak khas seperti malaise, nyeri kepala, mual, muntah. Tanda hemolisis
intravaskular khususnya kenaikan LDH, AST, dan bilirubin indirek.
disfungsi sel hepatosit hepar yaitu kenaikan ALT, AST, LDH.
Trombositopenia yaitu trombosit ≤ 150.000/ml. Klasifikasi sindroma
HELLP menurut klasifikasi mississippi berdasarkan trombosit darah:
a. Klas 1: Trombosit ≤ 50.000/ml, LDH ≥ 600 IU/l, AST dan/atau ALT
≥ 40 IU/l
b. Klas 2: Trombosit > 50.000/ml ≤ 100.000/ml, LDH ≥ 600 IU/l, AST
dan/atau ALT ≥ 40 IU/l
c. Klas 3: Trombosit > 100.000/ml ≤ 150.000/ml, LDH ≥ 600 IU/l, AST
dan/atau ALT ≥ 40 IU/l

31
2.1.9. Prognosis

Pada sebuah penelitian dikatakan pasien preeklamsia dengan usia


dibawah 24 tahun secara signifikan lebih berisiko untuk mengalami
eklamsia, sedangkan pasien dengan usia
> 34 tahun secara signifikan juga ditemukan lebih berisiko mengalami gagal
ginjal akut dan edema paru. Perkembangan keparahan dari preeklamsia pada
kehamilan usia muda (<34 minggu) diikuti dengan peningkatan risiko
mortalitas serta morbiditas ibu dan janin. Pada penelitian ini juga didapatkan
hasil pasien preeklamsia dengan usia kehamilan <34 minggu mempuyai
prognosis lebih buruk apabila dibandikan dengan usia kehamilan ≥ 34
minggu.1

Prognosis preeklamsia ditemukan lebih baik pada kelompok pasien yang


mengkonsumsi magnesium sulfat, melakukan persalinan tepat waktu, dan
berada di fasilitas pelayanan kesehatan yang baik. Pemberian magnesium
sulfat pada preeklamsia berat dapat mencegah terjadinya eklamsia dan
kerusakan organ lainnya. Ibu hamil yang melakukan antenatal care secara
rutin akan lebih cepat mengetahui diagnosis preeklamsia dan tatalaksana yg
diberikan akan lebih efektif, sehingga prognosisnya lebih baik. Kadar
hemoglobin rendah pada pasien dengan preeklamsia biasanya disebabkan
oleh komplikasi dari solusio plasenta dan HELLP sindrom yang akan
membuat prognosis pasien menjadi buruk.1

32
BAB III. PEMBAHASAN

3.1. Apakah diagnosis kasus pada pasien sudah tepat?


Diagnosis pasien adalah G4P3A0 hamil aterm dengan PEB inpartu kala I
fase laten janin tunggal hidup presentasi kepala. Diagnosis kerja pada kasus ini
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang yang telah dilakukan pada pasien.

G4P3A0 menunjukkan pasien datang dengan keadaan sedang hamil ke


empat. Usia kehamilan pasien termasuk pada kehamilan aterm. Berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan buku kunjungan posyandu, pasien mengatakan Hari
Pertama Haid Terakhir (HPHT) pasien adalah tanggal 18 November 2020.
Berdasarkan perhitungan HPHT menggunakan Rumus Neagle dengan siklus haid
28 hari, didapatkan taksiran persalinan 25 Agustus 2021 dan usia kehamilan
pasien saat masuk rumah sakit adalah 37 minggu.

Diagnosis Preeklampsia berat ditegakkan dari pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan penunjang pada pasien. Pada anamnesis pasien tidak ditemukan
gejala neurologis, hanya didapatkan tanda-tanda ingin persalinan. Pemeriksaan
fisik pasien didapatkan tekanan darah 180/100 mmHg dan diakui pasien
sebelumnya tidak ada riwayat tekanan darah tinggi. Berdasarkan Pedoman
Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) Tahun 2016, dikatakan sebagai
Preeklampsia berat jika tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik
atau 110 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit
menggunakan lengan yang sama. Berdasarkan pernyataan sebelumnya maka
diagnosis preeklampsia berat pada pasien dapat ditegakkan. Pada kasus ini, pasien
datang dalam keadaan inpartu karena sudah ada tanda-tanda seperti his yang
teratur dan adekuat, bloody show (lendir yang bercampur darah), dan sudah
ada dilatasi serviks. Pada pemeriksaan luar didapatkan tinggi fundus uteri 2 jari
dibawah proc. xiphoideus (36 cm), memanjang, punggung kanan, presentasi
kepala, penurunan 1/5, his 4x/30”/10’, denyut jantung janin: 150x/ menit,
taksiran berat janin 3.565 gram. Pemeriksaan vaginal toucher (VT) didapatkan
portio lunak, posterior, eff 100%, Ø 8 cm, ketuban (-) jernih, Hodge IV,
kepala, penunjuk sutura sagitalis lintang. Pada pemeriksaan didapatkan tanda

33
kehamilan definite dengan ditemukannya denyut jantung janin menggunakan
Doppler. Berdasarkan pemeriksaan fisik tersebut, maka dapat dikatakan pasien
dalam keadaan inpartu, fase laten persalinan, dan terdapat janin tunggal hidup.

3.2. Apakah penatalaksanaan kasus pada pasien sudah tepat?


Tatalaksana awal pada Ny. RH sudah tepat yaitu observasi keadaan umum,
tanda vital ibu, his, denyut jantung janin, stabilisasi, pemasangan DC, MgSO4
40% 4 gr bokong kanan (IM pelan) + 4 gr bokong kiri (IM pelan) dilanjutkan 4 gr
bokong kanan atau bokong kiri per 6 jam sampai dengan 24 jam post partus,
IVFD RL gtt xx/menit dan rencana terminasi pervaginam.

Observasi keadaan umum, tanda vital ibu, his, dan denyut jantung janin adalah
untuk mengetahui pemantauan kondisi ibu dan janin agar tetap stabil

 Injeksi MgSO4 40% 4 gr bokong kanan 4 gr bokong kiri IM merupakan


loading dose pemberian magnesium sulfat sebagai profilaksis lini pertama
terhadap eklamsia pada pasien preeklamsia berat. Maintenance dose yang
diberikan yaitu Inj. MgSO4 40% 4 gr bokong kanan atau 4 gr bokong kiri
tiap 6 jam. Dosis inisial Magnesium Sulfat hampir selalu diberikan secara
intravena, namun obat ini dapat diberikan secara intramuskular dan
memiliki efektivitas yang sama dengan jalur intravena. Tujuan utama
pemberian magnesium sulfat pada preeklampsia adalah untuk mencegah
dan mengurangi angka kejadian eklampsia, serta mengurangi morbiditas
dan mortalitas maternal serta perinatal
 Pemberian Nifedipin 3x10 mg P.O pada pasien ini juga sudah tepat. Hal
ini dikarenakan nifedipine merupakan obat antihipertensi lini pertama yang
dianjurkan untuk mengatasi hipertensi pada preeklamsia berat, Nifedipin
termasuk calcium channel blocker yang bekerja pada otot polos arteriolar
dan menyebabkan vasodilatasi dengan menghambat masuknya kalsium ke
dalam sel. Berkurangnya resistensi perifer akibat pemberian calcium
channel blocker dapat mengurangi afterload, sedangkan efeknya pada
sirkulasi vena hanya minimal. Nifedipin selain berperan sebagai
vasodilator arteriolar ginjal yang selektif dan bersifat natriuretik juga dapat
meningkatkan produksi urin sehingga dapat menurunkan tekanan darah.

34
 Nifedipin diberikan dalam dosis 10 – 20 mg per oral, diulangi setelah 30
menit; maksimum 120 mg dalam 24 jam.
 Rencana terminasi pervaginam.
 Penatalaksanaan post partus pada Ny. RH berupa observasi tanda vital
ibu, IVFD RL + drip oksitosin 20 IU gtt xx/ menit, Inj. MgSO4 40% 4
gram tiap 6 jam IM bokong kanan atau bokong kiri sampai dengan 24 jam
post partum, Meloxicam 1x7,5 mg P.O, lacktavit 1x1 P.O dan nifedipin
3x10 mg P.O
 Meloxicam, diberikan sebagai analgesik untuk mengurangi rasa nyeri
pasca persalinan. Pemberian lactafit adalah suplemen penunjang produksi
air susu ibu (ASI) pasca persalinan. Jadi, pemberian obat pada kasus ini
sudah tepat.

35
BAB IV. KESIMPULAN

1. Preeklamsia adalah hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan / diatas usia
kehamilan 20 minggu disertai adanya gangguan fungsi organ. Preeklamsia
berat didefinisikan sebagai preeklamsia dengan tekanan sistolik ≥
160mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria
lebih dari 5 g/24 jam
2. Diagnosis pada kasus ini sudah tepat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaaan luar, pemeriksaan dalam dan pemeriksaaan penunjang.
3. Penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat dengan diberikan MgSO 4
sebagai profilaksis eklampsia, nifedipine sebagai antihipertensi, serta
persalinan pervaginam sebagai sikap.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Wibowo N, Irwinda R, Frisdiantiny E. et. al. Pedoman Nasional Pelayanan


Kedokteran Diagnosis dan Tatalaksana Pre-eklamsia. Perkumpulan Obstetri
dan Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran Feto Maternal; 2016

2. Peres, G. M., Mariana, M. & Cairr, E. Pre-Eclampsia and Eclampsia : An


Update on the Pharmacological Treatment Applied in Portugal †. J.
Cardiovaskular Dev. Dis. 5, 2–3 (2018).
3. Portelli, M. & Baron, B. Clinical Presentation of Preeclampsia and the
Diagnostic Value of Proteins and Their Methylation Products as Biomarkers
in Pregnant Women with Preeclampsia and Their Newborns. J. Pregnancy
2018, (2018).
4. Ukah, U., B Payne, AM Cote, Z. H., Dadelszen, P. von & I. Risk factors
and predictors of pre-eclampsia. The Figo textbook of pregnancy
hypertension vol. 60 (2008).
5. English, F. A., Kenny, L. C. & McCarthy, F. P. Risk factors and effective
management of preeclampsia. Integr. Blood Press. Control 8, 7–12 (2015).
6. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo.
4th ed. Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH, editors. jakarta:
PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2014.
7. Odigboegwu, O., Pan, L. J. & Chatterjee, P. Use of Antihypertensive Drugs
During Preeclampsia. Front. Cardiovasc. Med. 5, 1–4 (2018).
8. Alatas Haidar. Hipertensi Pada Kehamilan. Herb Med. J. 2, 4005–4008
(2019).

37

Anda mungkin juga menyukai