Anda di halaman 1dari 18

KORPS MARINIR Lampiran Keputusan Karumkitalmar Cld

RUMKITAL MARINIR CILANDAK Nomor Kep / /I/2019


Tanggal Januari 2019

PANDUAN MEDICATION SAFETY

BAB I

DEFINISI

1. Pengertian. Medication error didefinisikan sebagai setiap kejadian yang dapat


menyebabkan penggunaan obat tidak layak atau membahayakan pasien ketika obat
berada dalam kontrol petugas kesehatan, pasien atau konsumen. Konsep manajemen
pelayanan farmasi saat ini bergerak ke arah manajemen obat yang aman (medication
safety). Hal ini diakibatkan penggunaan obat adalah salah satu faktor penting dalam terapi
tetapi berpotensi menimbulkan insiden.
Penelitian mengenai kejadian medication error telah banyak dilakukan dan terbukti
bahwa medication error dapat terjadi di berbagai tahap dalam proses penggunaan obat
mulai dari peresepan, dispensing oleh farmasi, pemberian kepada pasien dan
penggunaan obat oleh pasien itu sendiri. Angka kejadian prescribing error bervariasi dari
1,5% sampai 15%. Potensi prescribing error yang berbahaya bagi pasien berkisar antara
0,4% - 19,6%. Angka kejadian dispensing error juga bervariasi yaitu 2,1% - 15,2%.
Kesalahan dalam pemberian obat kepada pasien oleh perawat (administration error) yang
diteliti di 36 fasilitas kesehatan di AS menemukan terjadinya kesalahan sebesar 19%
dalam penyiapan dan pemberian obat. Kesalahan yang paling banyak terjadi adalah
wrong time, ommission dan wrong dose, dan 7% dari kesalahan tersebut potensial
bermakna secara klinis.
Proses pelayanan obat mulai dari tahap seleksi sampai pemantauan efek dari obat
pada pasien yang menggunakannya harus dilakukan sesuai standar untuk mengurangi
risiko dan kejadian medication error. Untuk itu, perlu dibuat panduan agar setiap profesi
dapat melaksanakan tugasnya sesuai kompetensinya sehingga mengurangi risiko
terjadinya medication error.

2. Tujuan

a. Umum. Meningkatkan medicaton safety dalam setiap tahap pelayanan obat.

b. Khusus

1) Adanya panduan untuk menjamin keselamatan pasien dalam setiap tahap


manajemen dan penggunaan obat;

2) Adanya panduan untuk melaporkan medication error; dan

3) Adanya panduan untuk mengurangi risiko terjadinya medication error.

1
BAB II

RUANG LINGKUP

3. Kategori medication error. Akibat dari medication error dapat dikelompokkan menjadi
sembilan kategori berdasarkan dampak klinisnya. Kategori tersebut meliputi:

a. Kategori A adalah kondisi lingkungan atau kejadian yang berkapasitas


menyebabkan kesalahan;

b. Kategori B adalah terjadi suatu kesalahan tetapi tidak mencapai pasien;

c. Kategori C adalah terjadi suatu kesalahan yang mencapai pasien tetapi tidak
menyebabkan bahaya pada pasien;

d. Kategori D adalah terjadi kesalahan yang mencapai pasien dan membutuhkan


pengawasan untuk mengkonfirmasi apakah kesalahan tersebut berakibat tidak
berbahaya pada pasien dan apakah memerlukan intervensi untuk menghilangkan
bahaya;

e. Kategori E adalah terjadi kesalahan yang dapat berkontribusi atau


mengakibatkan bahaya sementara pada pasien dan membutuhkan intervensi;

f. Kategori F adalah terjadi suatu kesalahan yang dapat berkontribusi atau


mengakibatkan bahaya pada pasien dan menyebabkan pasien dirawat inap atau
memperpanjang rawat inap;

g. Kategori G adalah terjadi suatu kesalahan yang dapat berkontribusi atau


mengakibatkan bahaya permanen pada pasien;

h. Kategori H adalah terjadi suatu kesalahan yang membutuhkan intervensi untuk


mempertahankan hidup pasien; dan

i. Kategori I adalah terjadi suatu kesalahan yang dapat berkontribusi atau


mengakibatkan kematian pasien.

4. Jenis-jenis medication error. Secara umum, medication error terdiri dari prescribing
error, dispensing error dan administration error. Tipe-tipe medication error meliputi :

a. Prescribing error (kesalahan peresepan). Kesalahan pemilihan obat


(berdasarkan indikasi, kontraindikasi, alergi yang telah diketahui, terapi obat yang
sedang berlangsung dan faktor lainnya), dosis, bentuk sediaan obat, kuantitas, rute,
konsentrasi, kecepatan pemberian atau instruksi untuk penggunaan obat, penulisan
resep yang tidak jelas, dan lain-lain yang menyebabkan terjadinya kesalahan
pemberian obat kepada pasien;

b. Omisission error yaitu kegagalan memberikan dosis obat kepada pasien


sampai pada jadwal berikutnya;

c. Wrong time error memberikan obat di luar waktu dari interval waktu yang telah
ditentukan.Unauthorized drug error memberikan obat yang tidak diinstruksikan oleh
dokter;

2
d. Wrong patient memberikan obat kepada pasien yang salah;

e. Improper dose error memberikan dosis obat lebih besar atau lebih kecil
daripada dosis yang diinstruksikan oleh dokter atau memberikan dosis duplikasi;

f. Wrong dosage form error memberikan obat kepada pasien dengan bentuk
sediaan obat yang berbeda dengan yang diinstruksikan oleh dokter;

g. Wrong drug preparation mempersiapkan obat dengan cara yang salah sebelum
diberikan ke pasien;

h. Wrong administration technique error prosedur atau teknik yang tidak layak
atau tidak benar saat memberikan obat;

i. Deteriorated drug error memberikan obat yang telah kadaluarsa atau yang
telah mengalami penurunan integritas fisik atau kimia;

j. Monitoring error kegagalan untuk memantau kelayakan dan deteksi problem


dari regimen yang diresepkan atau kegagalan untuk menggunakan data klinis atau
laboratorium untuk asesmen respon pasien terhadap terapi obat yang diresepkan;
dan

k. Complience error sikap pasien yang tidak layak berkaitan dengan ketaatan
penggunaan obat yang diresepkan.

3
BAB III

TATA LAKSANA

5. Insiden keselamatan pasien (IKP) medication error. Bila terjadi IKP medication error
maka pelaporannya mengikuti alur pelaporan IKP yang telah ditetapkan oleh rumah sakit
dan kemudian melakukan investigasi untuk menentukan proses yang mengalami
kegagalan dengan menggunakan form yang terlampir.

6. Prinsip medication safety

a. Peran apoteker dalam mewujudkan keselamatan pasien. Penggunaan obat


rasional merupakan hal utama dari pelayanan kefarmasian. Dalam mewujudkan
pengobatan rasional, keselamatan pasien menjadi masalah yang perlu diperhatikan.
Dari data-data yang termuat dalam babterdahulu disebutkan, sejumlah pasien
mengalami cedera atau mengalami insiden pada saat memperoleh layanan
kesehatan khususnya terkait penggunaan obat yang dikenal dengan medication
error. Di rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan lainnya, kejadian medication
error dapat dicegah jika melibatkan pelayanan farmasi klinik dari apoteker yang
sudah terlatih. Saat ini di negara-negara maju, sudah ada apoteker dengan
spesialisasi khusus menangani medication safety. Peran apoteker keselamatan
pengobatan (medication safety pharmacist) meliputi:

1) Mengelola laporan medication error

a) Kajian terhadap laporan insiden yang masuk; dan

b) Mencari akar permasalahan dari error yang terjadi.

2) Mengidentifikasi pelaksanaan praktek profesi terbaik untuk menjamin


medication safety

a) Menganalisis pelaksanaan praktek yang menyebabkan Medication


error;

b) Mengambil langkah proaktif untuk pencegahan; dan

c) Memfasilitasi perubahan proses dan sistem untuk menurunkan


insiden yang sering terjadi atau berulangnya insiden sejenis.

3) Mendidik staf dan klinisi terkait lainnya untuk menggalakkan praktek


pengobatan yang aman, mengembangkan program pendidikan untuk
meningkatkan medication safety dan kepatuhan terhadap aturan/SOP yang ada

4) Berpartisipasi dalam Komite/tim yang berhubungan dengan medication


safety

a) Subkomite keselamatan pasien rs; dan

b) Komite terkait lainnya.

5) Terlibat di dalam pengembangan dan pengkajian kebijakan penggunaan


obat

4
6) Memonitor kepatuhan terhadap standar pelaksanaan keselamatan pasien
yang ada

Peran apoteker dalam mewujudkan keselamatan pasien meliputi dua aspek


yaitu aspek manajemen dan aspek klinik. Aspek manajemen meliputi pemilihan
perbekalan farmasi, pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan distribusi, alur
pelayanan, sistem pengendalian (misalnya memanfaatkan IT). Sedangkan, aspek
klinik meliputi skrining permintaan obat (resep atau bebas), penyiapan obat dan obat
khusus, penyerahan dan pemberian informasi obat, konseling, monitoring dan
evaluasi. Kegiatan farmasi klinik sangat diperlukan terutama pada pasien yang
menerima pengobatan dengan risiko tinggi. Keterlibatan apoteker dalam tim
pelayanan kesehatan perlu didukung mengingat keberadaannya melalui kegiatan
farmasi klinik terbukti memiliki konstribusi besar dalam menurunkan
insiden/kesalahan. Apoteker harus berperan di semua tahapan proses yang meliputi:

1) Pemilihan. Pada tahap pemilihan perbekalan farmasi, risiko insiden/error


dapat diturunkan dengan pengendalian jumlah item obat dan penggunaan
obat-obat sesuai formularium; dan

2) Pengadaan. Pengadaan harus menjamin ketersediaan obat yang aman


efektif dan sesuai peraturan yang berlaku (legalitas) dan diperoleh dari
distributor resmi. Melakukan evaluasi terhadap distributor mengenai
transportasi yang aman, ketepatan waktu, dan ketersediaan obat.

3) Penyimpanan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan untuk


menurunkan kesalahan pengambilan obat dan menjamin mutu obat:

a) Simpan obat dengan nama, tampilan dan ucapan mirip (look-alike,


sound-alike medication names) secara terpisah.

b) Obat-obat dengan peringatan khusus (high alert drugs) yang dapat


menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan, simpan di
tempat khusus. Misalnya:

(1) Menyimpan cairan elektrolit pekat seperti KCl inj, heparin,


warfarin, insulin, narkotik opiat, neuromuscular blocking agents,
thrombolitik, dan agonis adrenergik.

(2) kelompok obat antidiabet jangan disimpan tercampur dengan


obat lain secara alfabetis, tetapi tempatkan secara terpisah

c) Simpan obat sesuai dengan persyaratan penyimpanan.

(1) Menyimpan obat menurut abjad dan bentuk sediaan;

(2) Disesuaikan dengan suhu, kelembaban dan pengaruh cahaya

d) Obat narkotika, psikotropika, prekursor disimpan dalam lemari khusus


terkunci.

e) Melakukan pemeriksaan berkala untuk penyimpanan obat yang benar


dan kadaluarsa.

5
4) Skrining resep. Apoteker dapat berperan nyata dalam pencegahan
terjadinya medication error melalui kolaborasi dengan dokter dan pasien.

a) Identifikasi pasien minimal dengan dua identitas, misalnya nama dan


nomor rekam medik/ nomor resep;

b) Apoteker tidak boleh membuat asumsi pada saat melakukan


interpretasi resep dokter. Untuk mengklarifikasi ketidaktepatan atau
ketidakjelasan resep, singkatan, hubungi dokter penulis resep;

c) Dapatkan informasi mengenai pasien sebagai petunjuk penting


dalam pengambilan keputusan pemberian obat, seperti:

(1) Data demografi (umur, berat badan, jenis kelamin) dan data
klinis (alergi, diagnosis dan hamil/menyusui). Contohnya, Apoteker
perlu mengetahui tinggi dan berat badan pasien yang menerima
obat-obat dengan indeks terapi sempit untuk keperluan perhitungan
dosis; dan

(2) Hasil pemeriksaan pasien (fungsi organ, hasil laboratorium,


tanda-tanda vital dan parameter lainnya). Contohnya, Apoteker
harus mengetahui data laboratorium yang penting, terutama untuk
obat-obat yang memerlukan penyesuaian dosis dosis (seperti pada
penurunan fungsi ginjal).

d) Apoteker harus membuat riwayat/catatan pengobatan pasien.

e) Strategi lain untuk mencegah kesalahan obat dapat dilakukan


penggunaan otomatisasi (automatic stop order), sistem (eprescribing)
dan pencatatan pengobatan pasien seperti sudah disebutkan diatas.

f) Permintaan obat secara lisan hanya dapat dilayani dalam keadaan


emergensi dan itupun harus dilakukan konfirmasi ulang untuk memastikan
obat yang diminta benar, dengan mengaja nama obat serta memastikan
dosisnya. Informasi obat yang penting harus diberikan kepada petugas
yang meminta/menerima obat tersebut. Petugas yang menerima
permintaan harus menulis dengan jelas instruksi lisan setelah mendapat
konfirmasi.

5) Dispensing

a) Penyiapan yang aman

(1) Menjamin proses peracikan yang aman;

(2) Menyediakan lingkungan yang mendukung penyiapan yang


aman;

(3) Menyediakan informasi obat mengenai cara penyiapan yang


aman;

(4) Edukasi kepada petugas mengenai penyiapan yang aman; dan

6
(5) Peracikan obat dilakukan dengan tepat sesuai dengan SOP.

b) Pemberian etiket yang tepat. Etiket harus dibaca minimum tiga kali
yaitu pada saat pengambilan obat dari rak, pada saat mengambil obat dari
wadah, pada saat mengembalikan obat ke rak.

c) Dispensing yang aman

(1) Menjamin obat yang didistribusi dari farmasi adalah obat yang
benar dengan menyediakan serangkaian proses pemeriksaan dan
dilakukan pemeriksaan ulang oleh orang berbeda; dan

(2) Pemeriksaan meliputi kelengkapan permintaan, ketepatan


etiket, aturan pakai, pemeriksaan kesesuaian resep terhadap obat,
kesesuaian resep terhadap isi etiket. Mengedukasi petugas agar
dapat memberikan informasi obat kepada petugas bangsal.

6) Komunikasi informasi dan edukasi (KIE). Edukasi dan konseling kepada


pasien harus diberikan mengenai hal-hal yang penting tentang obat dan
pengobatannya. Hal-hal yang harus diinformasikan dan didiskusikan pada
pasien adalah :

a) Pemahaman yang jelas mengenai indikasi penggunaan dan


bagaimana menggunakan obat dengan benar, harapan setelah
menggunakan obat, lama pengobatan, kapan harus kembali ke dokter;

b) Peringatan yang berkaitan dengan proses pengobatan;

c) Kejadian tidak diharapkan (KTD) yang potensial, interaksi obat


dengan obat lain dan makanan harus dijelaskan kepada pasien;

d) Reaksi obat yang tidak diinginkan (adverse drug reaction – ADR)


yang mengakibatkan cedera pasien, pasien harus mendapat edukasi
mengenai bagaimana cara mengatasi kemungkinan terjadinya ADR
tersebut;

e) Penyimpanan dan penanganan obat di rumah termasuk mengenali


obat yang sudah rusak atau kadaluarsa; dan

f) Ketika melakukan konseling kepada pasien, apoteker mempunyai


kesempatan untuk menemukan potensi kesalahan yang mungkin
terlewatkan pada proses sebelumnya.

7) Penggunaan obat. Apoteker harus berperan dalam proses penggunaan


obat oleh pasien rawat inap di rumah sakit dan sarana pelayanaan kesehatan
lainnya, bekerja sama dengan petugas kesehatan lain. Hal yang perlu
diperhatikan adalah:

a) Tepat pasien;

b) Tepat indikasi;

c) Tepat waktu pemberian;


7
d) Tepat obat;

e) Tepat dosis;

f) Tepat label obat (aturan pakai); dan

g) Tepat rute pemberian.

8) Monitoring dan evaluasi. Apoteker harus melakukan monitoring dan


evaluasi untuk mengetahui efek terapi, mewaspadai efek samping obat,
memastikan kepatuhan pasien. Hasil monitoring dan evaluasi
didokumentasikan dan ditindaklanjuti dengan melakukan perbaikan dan
mencegah pengulangan kesalahan. Seluruh personal yang ada di tempat
pelayanan kefarmasian harus terlibat didalam program keselamatan pasien
khususnya medication safety dan harus secara terus menerus mengidentifikasi
masalah dan mengimplementasikan strategi untuk meningkatkan keselamatan
pasien. Apoteker juga dapat berpartisipasi dalam proses-proses:

a) Peresepan yang aman

(1) Membuat aturan penulisan resep yang lengkap dan jelas;

(2) Melakukan penilaian kualitas peresepan berdasarkan indikator


peresepan;

(3) Menyebarkan informasi mengenai masalah keamanan dan


efektivitas suatu obat; dan

(4) Melakukan pembahasan kasus medication error berkaitan


dengan prescription error.

b) Pemberian obat yang aman

(1) Persiapan obat di bangsal

(a) Memberi masukan untuk proses persiapan yang akurat


dan dengan teknik yang tepat di bangsal;

(b) Memberi masukan untuk proses persiapan yang aseptis


di bangsal;

(c) Mengedukasi petugas untuk penyiapan obat di bangsal;


dan

(d) Menyediakan informasi obat yang mudah diakses


mengenai persiapan obat.

(2) Pemberian obat

(a) Mengedukasi kepada petugas mengenai pemberian obat


dengan prinsip 6 B, proses verifikasi dan double cek;

8
(b) Mengedukasi untuk pemberian obat dengan cara yang
benar;

(c) Menjamin pemberian obat high alert medicine dengan


aman misalnya dengan membuat standar konsentrasi dan
pelarutan, protokol pemberian, SPO double check; dan

(d) Menjamin pelaksanaan medication reconciliation untuk


obat pulang dengan aman.

7. Faktor kontribusi medication error. Faktor-faktor lain yang berkonstribusi pada


medication error antara lain:

a. Komunikasi (mis-komunikasi, kegagalan dalam berkomunikasi). Kegagalan


dalam berkomunikasi merupakan sumber utama terjadinya kesalahan. Institusi
pelayanan kesehatan harus menghilangkan hambatan komunikasi antar petugas
kesehatan dan membuat SOP bagaimana resep/permintaan obat dan informasi obat
lainnya dikomunikasikan. Komunikasi baik antar apoteker maupun dengan petugas
kesehatan lainnya perlu dilakukan dengan jelas untuk menghindari penafsiran ganda
atau ketidaklengkapan informasi. Perlu dibuat daftar singkatan dan penulisan dosis
yang berisiko menimbulkan kesalahan untuk diwaspadai.

b. Kondisi lingkungan. Untuk menghindari kesalahan yang berkaitan dengan


kondisi lingkungan, area dispensing harus didesain dengan tepat dan sesuai dengan
alur kerja, untuk menurunkan kelelahan dengan pencahayaan yang cukup dan
temperatur yang nyaman. Selain itu, area kerja harus bersih dan teratur untuk
mencegah terjadinya kesalahan. Obat untuk setiap pasien perlu disiapkan dalam
nampan terpisah.

c. Gangguan/interupsi pada saat bekerja. Gangguan/interupsi harus seminimum


mungkin dengan mengurangi interupsi baik langsung maupun melalui telepon.

d. Beban kerja. Rasio antara beban kerja dan SDM yang cukup penting untuk
mengurangi stres dan beban kerja berlebihan sehingga dapat menurunkan
kesalahan.

e. Meskipun edukasi staf merupakan cara yang tidak cukup kuat dalam
menurunkan insiden/kesalahan, tetapi mereka dapat memainkan peran penting
ketika dilibatkan dalam sistem menurunkan insiden/kesalahan.

8. Tujuh langkah keselamatan pasien dalan medication safety. Apoteker di rumah


sakit atau sarana pelayanan kesehatan lainnya dapat menerapkan Tujuh Langkah Menuju
Keselamatan Pasien Pada Pelayanan Kefarmasian yang mengacu pada buku Panduan
Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety) (diterbitkan oleh Depkes
tahun 2006):

a. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien:

1) Menciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil;

2) Adanya kebijakan Instalasi Farmasi RS/Sarana Pelayanan Kesehatan


lainnya tentang Keselamatan Pasien yang meliputi kejadian yang tidak
diharapkan (KTD), kejadian nyaris cedera (KNC), Kejadian Sentinel dan
9
langkah-langkah yang harus dilakukan oleh apoteker dan tenaga farmasi,
pasien dan keluarga jika terjadi insiden;

3) Mensosialisasikan penerapan SPO sebagai tindak lanjut setiap kebijakan;


dan

4) Membuat buku catatan tentang KTD, KNC dan Kejadian Sentinel


kemudian laporkan ke atasan langsung.

b. Memimpin dan mendukung Staf.

1) Membangun komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang


keselamatan pasien di tempat pelayanan (instalasi farmasi/apotek);

2) Adanya suatu tim di Instalasi Farmasi/Apotek yang bertanggung jawab


terhadap keselamatan pasien (sesuai dengan kondisi);

3) Menunjuk staf Instalasi Farmasi/Apotek yang bisa menjadi penggerak dan


mampu mensosialisasikan program (leader);

4) Mengadakan pelatihan untuk staf dan memastikan pelatihan ini diikuti


oleh seluruh staf dan menempatkan staf sesuai kompetensi;

5) Staf farmasi harus mendapat edukasi tentang kebijakan dan SPO yang
berkaitan dengan proses dispensing yang akurat, mengenai nama dan bentuk
obat-obat yang membingungkan, obat-obat formularium/non formularium, obat-
obat yang ditanggung asuransi/non-asuransi, obat-obat baru dan obat-obat
yang memerlukan perhatian khusus. Disamping itu, petugas farmasi harus
mewaspadai dan mencegah medication error yang dapat terjadi; dan

6) Menumbuhkan budaya tidak menyalahkan (no blaming culture) agar staf


berani melaporkan setiap insiden yang terjadi.

c. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko.

1) Mengembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko serta lakukan


identifikasi dan asesmen hal yang potensial bermasalah;

2) Membuat kajian setiap adanya laporan KTD, KNC dan Kejadian Sentinel;
dan

3) Membuat solusi dari insiden tersebut supaya tidak berulang dengan


mengevaluasi SOP yang sudah ada atau mengembangkan SOP bila
diperlukan.

d. Mengembangkan sistem pelaporan

1) Memastikan semua staf instalasi farmasi/apotek dengan mudah dapat


melaporkan insiden kepada atasan langsung tanpa rasa takut;

2) Memberi penghargaan pada staf yang melaporkan.

e. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien


10
1) Mengembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien;

2) Memastikan setiap penyerahan obat diikuti dengan pemberian Informasi


yang jelas dan tepat;

3) Mendorong pasien untuk berani bertanya dan mendiskusikan dengan


apoteker tentang obat yang diterima; dan

4) Melakukan komunikasi kepada pasien dan keluarga bila ada insiden serta
berikan solusi tentang insiden yang dilaporkan.

f. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien

1) Mendorong staf untuk melakukan analisis penyebab masalah; dan

2) Melakukan kajian insiden dan sampaikan kepada staf lainnya untuk


menghindari berulangnya insiden.

g. Cegah KTD, KNC dan kejadian sentinel dengan cara :

1) Menggunakan informasi dengan benar dan jelas yang diperoleh dari


sistem pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden dan audit serta analisis untuk
menentukan solusi;

2) Membuat solusi yang mencakup penjabaran ulang sistem (re-design


system), penyesuaian SOP yang menjamin keselamatan pasien; dan

3) Mensosialisasikan solusi kepada seluruh staf instalasi farmasi/apotek.

11
BAB IV

DOKUMENTASI

9. Kebijakan rumah sakit tentang medication safety

a. Medication error/ kesalahan obat adalah setiap kejadian yang sebenarnya


dapat dicegah yang dapat menyebabkan atau membawa kepada penggunaan obat
yang tidak layak atau membahayakan pasien, ketika obat berada dalam kontrol
petugas kesehatan, pasien atau konsumen;

b. Setiap kesalahan obat yang ditemukan wajib dilaporkan oleh petugas yang
menemukan atau terlibat langsung dengan kejadian tersebut atau kepala unit/kepala
ruang;

c.Laporan dibuat secara tertulis dengan menggunakan alur dan format laporan
insiden keselamatan pasien yang sudah ditetapkan oleh panitia keselamatan pasien;

d. Kerangka waktu pelaporan, risk grading, tindak lanjut dan pencegahan


medication error mengikuti aturan pelaporan insiden keselamatan pasien yang
ditetapkan oleh Panitia Keselamatan Pasien;

e. Tipe kesalahan obat (medication error) yang harus dilaporkan adalah kejadian
nyaris cedera (KNC), kejadian tidak cedera (KTC), kejadian tidak diharapkan (KTD) /
adverse event dan sentinel event;

f. Indeks medication error untuk kategorisasi error (berdasarkan dampak) no error,


error no harm, error harm; dan

g. Tipe kesalahan obat (medication error) berdasarkan alur proses pengobatan


adalah unauthorized drug, improper dose/quantity, wrong dose preparation method,
wrong dosage form, wrong patient, omission error, extra dose, prescribing error,
extra dose, prescribing error, wrong administration technique, wrong time.

10. SPO pelaporan medication error. SPO pelaporan medication error mengikuti
pelaporan IKP yang berlaku di Rumkital Marinir Cilandak.

Jakarta, Januari 2019


Kepala Rumkital Marinir Cilandak

dr. Jati Berandini Prastiwi, MARS


Kolonel Laut ( K/W ) NRP 9771/P

12
Lampiran.1
FORMULIR LAPORAN INSIDEN
Rumkital Marinir Cilandak
Jalan Raya Cilandak KKO Pasar Minggu Jakarta Selatan

RAHASIA, TIDAK BOLEH DIPHOTO COPY, DILAPORKAN MAXIMAL 2 X 24 JAM

INTERNAL
I. DATA PASIEN
Nama : ……………………………………………………………………………..
No. MR : ………………………….Ruangan………………………………………
Umur : 0-1 Bulan > 1 Bulan – 1 Tahun
> 1 Tahun – 5 Tahun > 5 Tahun – 15 Tahun
> 15 Tahun – 30 Tahun > 30 Tahun – 65 Tahun
> 65 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan

Penanggung Jawab Pasien :


Anggota AL swasta
ASKES/Pemerintah Perusahaan
JAMKESMAS
Tanggal Masuk RS : ……………………. Jam ………………………………..............

II. RINCIAN KEJADIAN


1. Tanggal Dan Waktu Insiden
Tanggal : ……………………………Jam…………………………………………..
2. Insiden : ……………………………………………………………………………..
3. Kronologis Insiden
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………....
4. Jenis Insiden*
 Kejadian Nyaris Cedera/KNC ( Near Miss )
 Kejadian Tidak Diharapkan/KTD (Adverse Event)
5. Orang Pertama Yang Melaporkan Insiden*
 Karyawan : Dokter/Perawat/Petugas Lain
 Pasien
 Keluarga/Pendamping Pasien
 Pengunjung
 Lain-lain …………………………………………………..( sebutkan )
6. Insiden Terjadi Pada* :
 Pasien
 Karyawan/ dokter
 Pengunjung
 Pendamping pasien/ keluarga

13
7. Insiden Menyangkut Pasien :
 Pasien Rawat Inap
 Pasien Rawat Jalan
 Pasien UGD
 Lain-lain ……………………………………………………( sebutkan )

8. Tempat Insiden
Lokasi kejadian …………………………………………….....( sebutkan )
( Tempat Pasien Berada )
9. Insiden Terjadi Pada Pasien : (Sesuai Kasus Penyakit / Spesialisasi )
 Penyakit Dalam dan Subspesialisasinya
 Anak dan Subspesialisasinya
 Bedah dan Subspesialisasinya
 Obstretri Gynekologi dan Subspesialisasinya
 THT dan Subspesialisasinya
 Mata dan Subspesialisasinya
 Saraf dan Subspesialisasinya
 Anastesi dan Subspesialisasinya
 Kulit & Kelamin dan Subspesialisasinya
 Jantung dan Subspesialisasinya
 Paru dan Subspesialisasinya
 Jiwa dan Subspesialisasinya
 Lain-lain ……………………………………………………( sebutkan )
10. Unit / Departemen Terkait Yang Menyebabkan Insiden
Unit Kerja Penyebab …...…………………………………..( sebutkan )
11. Akibat Insiden Terhadap Pasien* :
 Kematian
 Cedera Irreversibel / Cedera Berat
 Cedera Revesible / Cedera Ringan
 Cedera Ringan
 Tidak Ada Cedera
12. Tindakan Yang Dilakukan Segera Setelah Kejadian, Dan Hasilnya :
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………..........................
13. Tindakan Dilakukan Oleh* :
 Tim : Terdiri dari ……………………………………………………………………….
 Dokter
 Perawat
 Petugas Lainnya ………………………………………………………………………
14. Apakah Kejadian Yang Sama Pernah Terjadi Di Unit Kerja Lain ?* :
 Ya
 Tidak
Apabila “Ya” isi bagian dibawah ini
Kapan ?, dan langkah/tindakan apa yang telah diambil pada unit kerja tersebut untuk
mencegah terulangnya kejadian yang sama ?.
…………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………...................

14
Pembuat Laporan Penerima Laporan
Paraf Paraf
Tanggal Terima Tanggal Terima

Grading Risiko Kejadian * ( Diisi Oleh Atasan Pelapor ) :


BIRU HIJAU KUNING MERAH

NB. * = Pilih Satu Jawaban

15
RAHASIA
Lampiran 2: Formulir Laporan IKP ke KKP-RS

KOMITE KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT


LAPORAN INSIDEN KESELAMATAN PASIEN
(KKP-RS)

EKSTERNAL

I. DATA RUMAH SAKIT:

Jenis Rumah Sakit:


 Pemerintah/ABRI
 Swasta

Tipe RS:
 Umum
 Khusus
 Lain lain........................................................................................................
Kapasitas tempat tidur : ……………………………………………………………...tempat tidur
Propinsi(Lokasi RS) : .......................................................................................
Tanggal laporan insiden di kirim ke KKP RS : .....................................................

II. DATA PASIEN :

Umur : 0-1 Bulan > 1 Bulan – 1 Tahun


> 1 Tahun – 5 Tahun > 5 Tahun – 15 Tahun
> 15 Tahun – 30 Tahun > 30 Tahun – 65 Tahun
> 65 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan

Penanggung Jawab Pasien :


Pribadi asuransi swasta
ASKES Pemerintah Perusahaan
JAMKESMAS/GAKIN
Tanggal Masuk RS : ……………………. Jam ………………………………….

III. RINCIAN KEJADIAN


1. Tanggal Dan Waktu Insiden
Tangggal : ………………………………Jam ………………………………...
2. Insiden : ………………………………………………………………….…...
3. Kronologis Insiden
…………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………..
4. Tipe Insiden*
 Kejadian Nyaris Cedera/KNC ( Near Miss )
 Kejadian Tidak Diharapkan/KTD (Adverse Event)

16
5. Orang Pertama Yang Melaporkan Insiden*
 Karyawan : Dokter/Perawat/Petugas Lain
 Pasien
 Keluarga/Pendamping Pasien
 Pengunjung
 Lain-lain …………………………………………………..( sebutkan )
6. Insiden Terjadi Pada* :
 Pasien
 Karyawan/ dokter
 Pengunjung
 Pendamping pasien/ keluarga
7. Insiden Menyangkut Pasien :
 Pasien Rawat Inap
 Pasien Rawat Jalan
 Pasien UGD
 Lain-lain …………………………………………………..( sebutkan )

8. Tempat Insiden
Lokasi kejadian …………………………………………….....( sebutkan )
( Tempat Pasien Berada )
9. Insiden Terjadi Pada Pasien : (Sesuai Kasus Penyakit / Spesialisasi )
 Penyakit Dalam dan Subspesialisasinya
 Anak dan Subspesialisasinya
 Bedah dan Subspesialisasinya
 Obstretri Gynekologi dan Subspesialisasinya
 THT dan Subspesialisasinya
 Mata dan Subspesialisasinya
 Saraf dan Subspesialisasinya
 Anastesi dan Subspesialisasinya
 Kulit & Kelamin dan Subspesialisasinya
 Jantung dan Subspesialisasinya
 Paru dan Subspesialisasinya
 Jiwa dan Subspesialisasinya
 Lain-lain …………………………………………………..( sebutkan )
10. Unit / Departemen Terkait Yang Menyebabkan Insiden
Unit Kerja Penyebab …...…………………………………….( sebutkan )
11. Akibat Insiden Terhadap Pasien* :
 Kematian
 Cedera Irreversibel / Cedera Berat
 Cedera Revesible / Cedera Ringan
 Cedera Ringan
 Tidak Ada Cedera
Tindakan Yang Dilakukan Segera Setelah Kejadian, Dan Hasilnya :
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
13. Tindakan Dilakukan Oleh* :
 Tim : Terdiri dari …………………………………………………………………..
 Dokter
 Perawat
 Petugas Lainnya ………………………………………………………………….
14. Apakah Kejadian Yang Sama Pernah Terjadi Di Unit Kerja Lain ?* :
 Ya
 Tidak
17
Apabila “Ya” isi bagian dibawah ini
Kapan ?, dan langkah/tindakan apa yang telah diambil pada unit kerja tersebut
untuk mencegah terulangnya kejadian yang sama ?.
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………

IV. Kategori insiden


(untuk mengisi lihat buku pedoman pelaporan insiden keselamatan pasien)

Kategori : .................................................................................................
Komponen : .................................................................................................
Sub Komponen : .................................................................................................

V. Analisis penyebab Insiden


Dalam pengisian penyebab langsungatau akar penyebab dapat menggunakan faktor
kontributor (bisa pilih lebih dari satu, petunjuk pengisian lihat buku pedoman)
Faktor eksternal/ diluar RS
Faktor organisasi dan manajemen
Faktor Lingkungan kerja
Faktor Tim
Faktor petugas dan kinerja
Faktor Tugas
Faktor Pasien
Faktor Komunikasi

1. Faktor penyebab langsung (Direct/ Proximate/ Immediate Cause)


.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
..........................................................................................................................
2. Faktor akar penyebab masalah(Underlying a root cause)
.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
..........................................................................................................................
3. Rekomendasi/ solusi

NO Akar masalah Rekomendasi

NB. * = Pilih Satu Jawaban


Saran: Baca Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP)

18

Anda mungkin juga menyukai