Anda di halaman 1dari 11

PERSIAPAN SIDANG

Makalah ini dikerjakan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Acara Pengadilan Agama

Dosen Pengampu :

Hotnidah Nasution, M.Ag

Disusun Oleh :

Kelompok 4

Siti Habibah (11190430000050)


Gisa Samrotul Qolby (11190430000129)
Muhammad Muhtadi (11190430000126)
Piawai Latif Affansyah (11180430000114)

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS NEGRI ISLAM SYARIF HIDAYATULLAH
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya
dengan rahmat-Nyalah kami akhirnya bisa menyelesaikan Makalah yang berjudul “
Persiapan Sidang” ini dengan baik.

Tidak lupa kami menyampaikan rasa terimakasih kepada Ibu Dosen Hotnidah
Nasution, M.Ag yang telah memberikan banyak bimbingan serta masukan yang
bermanfaat dalam proses penyusunan Makalah ini. Rasa terima kasih juga hendak kami
ucapkan kepada teman teman yang telah memberikan kontribusinya baik secara langsung
maupun tidak langsung sehingga Makalah ini bisa selesai pada waktu yang telah
ditentukan.

Meskipun kami sudah mengumpulkan banyak referensi untuk menunjang


penyusunan Makalah ini, namun kami menyadari bahwa didalam Makalah yang telah
kami susun ini masih terdapat banyak kesalahan serta kekurangan. Sehingga kami
mengharapkan saran serta masukan dari para pembaca demi tersusunnya Makalah lain
yang lebih lagi. Akhir kata, kami berharap agar Makalah ni bisa memberikan banyak
manfaat terhadap para pembaca

Bogor, 06 September 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................2


DAFTAR ISI ..............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................................4
A. Latar Belakang ..................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.............................................................................................4
C. Tujuan Masalah ................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN ...........................................................................................5
A. Penempatan Majelis Hakim..............................................................................5
B. Tahap Penunjukan Panitera Sidang (PPS)........................................................5
C. Tahap Penetapan Hari Sidang (PHS) ...............................................................6
D. Pemanggilan Pihak – pihak secara Manual dan secara Elektronik ...................7
BAB III PENUTUP .................................................................................................10
A. Kesimpulan .....................................................................................................10
DAFTAR PUSAKA .................................................................................................11
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peradilan adalah segala sesuatu atau sebuah proses yang dijalankan di pengadilan
yang berhubungan dengan tugas memeriksa, memutus dan mengadili perkara dengan
menerapkan hukum dan atau menemukan hukun ‘’In cancerto’’ (hakim menerapkan
peraturan hukum kepada halhal yang nyata yang dihadapkan kepadanya untuk diadili dan
diputus) untuk mempertahaknakn dan menjamin ditaatinya hukum materil, dengan
menggunakan cara prosedural yang ditetapkan oleh hukum formal.

Peradilan Agama Peradilan agama berwenang memeriksa berwenang memeriksa,


mengadili, memutus dan menyelesaikan perkara antara orang-orang yang beragama Islam
sesuai ketentuan peraturan Perundang-undangan. Kewenangan pengadilan agama
sebagaimana diatur dalam UU No 3 tahun 2006 tentang perubahan atas UU No.7 Tahun
1989

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Penetapan Majelis Hakim
2. Bagaimana Penunjukan Panitera
3. Bagaimana Penetapan Hari Sidang
4. Bagaimana Pemangilan para pihak secara Manual dan secara Elektronik

C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Penetapan Majelis Hakim
2. Untuk mengetahui Penunjukan Panitera
3. Untuk mengetahui penetapan hari siding
4. Untuk mengetahui pemangilan para pihak secara Manual dan secara Elektronik
BAB II PEMBAHASAN

A. Penempatan Majelis Hakim

Penetapan Majelis Hakim akan ditunjuk oleh ketua pengadilan agama selambat lambat
dalam kurun waktu 7( Tujuh) hari sudah harus menentukan majelis hakim untuk memeriksa dan
mengadili perkara tersebut dalam sebuah “Penetapan Majelis Hakim” ( PMH). Dalam
menetapkan majelis hakim, ketua pengadilan agama menetapkan majelis hakim yang menangani
perkara melalui system informasi penelusuran perkara pengadilan agama. Ketua Pengadilan
Agama menetapkan perkara yang harus diadili berdasarkan nomor urut, tetapi apabila ada
perkara tertentu karena menyangkut kepentingan umum harus diadili, maka perkara itu
didahulukan. PMH dibuat dalam bentuk “ Penetapan” dan di tanda tangani oleh ketua Pengadilan
dan dicatat dalam register induk yang bersangkutan.

Majelis hakim bertugas untuk :

1. Membuat PHS ( Penetapan Hari Sidang)


2. Memerintahkan pemanggilan para pihak oleh Jurusita
3. Menyidangkan perkara

B. Tahap Penunjukan Panitera Sidang (PPS)

Untuk membantu majelis hakim dalam menyelesaikan perkara panitera menunjuk


panitera/panitera pengganti untuk membantu hakim dalam mencatat jalannya pemeril perkara.
ditunjuk seorang Panitera untuk mencatat jalannya persidangan. Selain itu panitera juga bertugas
melaksanakan penetapan atau putusan pengadilan (Pasal 17 ayat (3) jo. Pasal 96, 97, dan 98 UU
PAg).

Penunjukan panitera sidang dilakukan oleh panitera. Untuk menjadi panitera sidang,
dapat ditunjuk panitera, panitera muda atau panitera pengganti yang ditugaskan sebagai panitera
sidang untuk membantu hakim menghadiri dan mencatat jalannya sidang mahkamah, membuat
berita acara sidang,penetapan,putusan dan melaksanakan semua perintah hakim mahkamah
untuk menyelesaikan perkara tersebut. Penunjukkan panitera sidang dibuat secara tertulis dan
ditandatangani oleh panitera mahkamah.

C. Tahap Penetapan Hari Sidang (PHS)

Sesuai ketentuan dalam Pasal 148 ayat (1) OHAJ dalam hal Mahkamah Syar'iyah
Kabupaten/Kota menerima surat pelimpahan perkara dan berpendapat bahwa perkara itu
termasuk wewenangnya, Ketua Mahkamah Syar'iyah Kabupaten/Kota menunjuk majelis hakim
yang akan menyidangkan perkara tersebut dan majelis hakim yang ditunjuk itu menetapkan hari
sidang. Dan dalam ayat (2) dijelaskan bahwa majelis hakim dalam menetapkan hari sidang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memerintahkan kepada penuntut umum supaya memanggil
terdakwa dan saksi untuk hadir di sidang mahkamah.

Pada saat Ketua Mahkamah Syar'iyah telah menunjuk Majelis hakim untuk memeriksa
perkara jinayah sesuai dengan penetapan Ketua Mahkamah Syar'iyah, maka hakim/majelis yang
ditunjuk segera mempelajari berkas yang diserahkan dengan membuat PHS (Penetapan Hari
Sidang), disertai dengan perintah menghadirkan terdakwa di depan sidang Mahkamah oleh Jaksa
Penuntut. Yang perlu jadi perhatian dalam penetapan hari sidang,pemberitahuan hari sidang
disampaikan oleh penuntut umum kepada terdakwa di alamat tempat tinggalnya atau
disampaikan di tempat kediaman terakhir apabila tempat tinggalnya diketahui.

Penetapan Hari Sidang dan Court Calendar (Kalender Jadwal Persidangan) ini dibuat dua kali
yakni:

- Setelah selesai melakukan Pemeriksaan Persiapan danakan memasuki tahapan jawab-menjawab


(dari pembacaan gugatan, jawaban, replik, duplik) maka Hakim Ketua Majelis (atau hakim
tunggal) akan membuat Penetapan Hari Sidang dan Court Calendar (jadwal persidangan)berupa
Penetapan Hari Sidang, dengan agenda Gugatan,Jawaban, Replik, dan Duplik sesuai Pasal 21
ayat (1) PERMA No. I Tahun 2019.

- Setelah selesai tahapan jawab menjawab (penyerahan gugatan sampai duplik), maka sebelum
masuk tahap pembuktian, Majelis Hakim (atau hakim tunggal) akan membuat Penetapan Hari
Sidang dan Court Calendar (jadwal persidangan) berupa Penetapan Hari Sidang,dengan agenda
Pembuktian, Kesimpulan, dan Pengucapan Putusan Secara Elektronik sesuai Pasal 21 ayat (2)
PERMA No. 1 Tahun 2019. Isi dari penetapan tersebut adalah menetapkan hari, tanggal dan jam
dari pemeriksaan bukti maupun penyampaian dokumen-dokumen seperti kesimpulan, dan
putusan.

D. Pemanggilan Pihak – pihak secara Manual dan secara Elektronik

Setelah proses perkara didaftarkan di Pengadilan Agama dan Ketua Majelis telah menetapkan
hari sidang selanjutnya diperintahkan kepada Jurusita / Jurusita Pengganti untuk memanggil para pihak
berperkara pada hari dan jam yang telah ditetapkan.

Panggilan adalah menyampaikan secara resmi (official) dan patut (properly) kepada pihak-pihak
yang terlibat dalam suatu perkara di Pengadilan, agar memenuhi dan melaksanakan hal-hal yang diminta
dan diperintahkan majelis hakim. Surat panggilan atau dikenal juga dengan sebutan relaas, adalah akta
autentik karena ditandatangani oleh pejabat dalam hal ini adalah Jurusita / Jurusita Pengganti. Pengertian
tersebut sejalan dengan makna yang dapat difahami melalui pasal 388 HIR yaitu panggilan meliputi :
panggilan sidang pertama kepada Penggugat / Pemohon dan Tergugat / Termohon, panggilan menghadiri
sidang lanjutan kepada pihak-pihak atau salah satu pihak apabila pada sidang yang lalu tidak hadir,
panggilan terhadap saksi yang diperlukan atas permintaan salah satu pihak dan penyampaian
pemberitahuan, baik putusan tingkat pertama, tingkat banding maupun tingkat kasasi dan peninjauan
kembali. Relaas panggilan harus dalam bentuk tertulis, tidak dibenarkan dalam bentuk lisan, isi relaas
panggilan diatur pada pasal 121 ayat (1) HIR yang meliputi nama yang dipanggil, hari dan jam serta
tempat sidang, membawa saksi-saksi jika diperlukan, membawa segala surat-surat yang hendak
diperlukan dan penegasan dapat menjawab gugatan dengan surat.

Jurusita / Jurus sita Pengganti dalam melaksanakan panggilan harus memperhatikan dua azas,
yaitu resmi dan patut. Resmi adalah sasaran atau objek pemanggilan harus tepat menurut tata cara yang
telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Patut maksudnya adalah kelayakan
waktu antara pemanggilan dan waktu sidang, oleh karenanya harus memperhatikan tempat tinggal para
pihak, tenggang waktu yang ditetapkan menurut aturan adalah tidak boleh kurang dari tiga hari kerja.
Pasal 122 HIR menyebutkan “Ketika menentukan hari persidangan, ketua menimbang jarak antara tempat
dia atu tempat tinggal kedua belah pihak dari tempat pengadilan negeri bersidang dan kecuali dalam hal
perlu benar perkara itu dengan segera diperiksa dan hal itu disebutkan dalam surat perintah, maka tempo
antara hasil pemanggilan kedua belah pihak dari hari persidangan tidak boleh kurang dari tiga hari kerja”.
Namun dalam Peraturan Pemerintah nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 26 ayat (4) menyebutkan : “Panggilan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilakukan dan disampaikan secara patut dan sudah diterima oleh Penggugat maupun
Tergugat atau kuasa selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sebelum sidang dibuka”. Terdapat perbedaan antara
HIR / R.Bg dengan PP tersebut halmana HIR menyebutkan 3 (tiga) hari kerja dan PP menyebutkan 3
(tiga) hari. Jika mengikuti HIR maka kesempatan pada pihak lawan untuk mempersiapkan diri dalam
persidangan cukup lama karena menghitung hari kerja, apalagi sekarang hari Sabtu bukan hari kerja,
sebaliknya mengikuti PP kesempatan menjadi singkat karena hari libur akan terhitung.

Panggilan disampaikan langsung kepada para pihak yang berperkara di tempat tinggal yang
bersangkutan, namun apabila pihak menggunakan kuasa hukum, maka panggilan dipanggil melalui kuasa
hukum yaitu dikantor kuasa hukum tersebut. Apabila pihak berperkara tidak dijumpai di tempat
tinggalnya, maka panggilan disampaikan melalui Kepala Desa atau Kelurahan, sebagaiman diatur dalam
pasal 390 HIRdan dalam Peraturan Pemerintah nomor 9 Tahun 1975 pasal 26 ayat (3) panggilan
disampaikan kepada pribadi yang bersangkutan tidak dapat dijumpainya, panggilan disampaikan melalui
lurah atau yang dipersamakan dengan itu. pasal ini dapat ditafsirkan bisa jadi Kepala Desa, atau aparat
Desa atau bisa juga ketua RT atau ketua RW, namun menurut Abdul Manan bahwa Mahkamah Agung
memberikan petunjuk dalam beberapa pertemuan teknis yustisial yang diadakan selama ini bahwa RT
bukan pejabat yang dimaksud dalam undang-undang, sehingga panggilan melalui RT tidak sah.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah apabila terdapat salah pihak bertempat tinggal diluar
wilayah hukum Pengadilan Agama tersebut, maka memerlukan bantuan pada Pengadilan Agama yang
menjadi tempat tinggal pihak berperkara, dengan cara Ketua Pengadilan Agama mengajukan permohonan
bantuan panggilan yang ditujukan pada Pengadilan Agama wilayah hukum pihak berperkara untuk dapat
memanggil pihak tersebut.

Pengadilan Agama yang menerima bantuan panggilan dari Pengadilan Agama lain, diharapkan
harus segera melaksanakan permintaan yang dimaksud dengan memerintahkan Panitera atau Jurusita
ataupun Jurusita Pengganti untuk melaksanakannya. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan,
maka Panitera segera membuat buku kontrol khusus mencatat bantuan-bantuan panggilan maupun
pemberitahuan, sekaligus dapat mengontrol pekerjaan Jurusita / Jurusita Pengganti.

Peraturan Pemerintah nomor 9 Tahun 1975 juga mengatur tata cara memanggil salah satu pihak berada
diluar negeri dan juga mengatur tentang pemanggilan ghaib sebagaimana tersebut pada pasal 20 dan pasal
27 serta pasal 28. Tatacara memanggil pihak yang bertempat tinggal diluar negeri yaitu panggilan
disampaikan melalui Direktorat Jenderal dan Konsuler Kementerian Luar Negeri yang tembusannya
disampaikan pada perwakilan keduataan Besar yang berada di Indonesia, adapun tenggang waktu
sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sejak permohonan pemanggilan dikirim.

Dalam hal ghaib maka panggilan melalui surat kabar atau mass media dilakukan sebanyak 2 (dua)
kali panggilan dengan jarak waktu antara panggilan pertama dan kedua selama 1 (satu) bulan dan
tenggang waktu antar panggilan terakhir dengan persidangan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan.

Pemanggilan secara elektronik (e summons).

Pemanggilan atau pemberitahuan elektronik adalah dokumen panggilan atau pemberitahuan yang
dihasilkan secara otomatis oleh aplikasi e Court dan dikirim secara elektronik oleh pengadilan kepada
para pihak. Pemanggilan atau pemberitahuan yang dilaksanakan secara elektronik adalah sah, selama
panggilan atau pemeberitahuan ditujukan ke alamat domisili elektronik para pihak dan dalam tenggang
waktu yang ditentukan oleh undang-undang. Petugas yang mengupload panggilan atau pemberitahuan ke
aplikasi e court adalah jurusita/jurusita pengganti yang ditunjuk oleh panitera dikirim ke domisili
elektronik para pihak yang dipanggil. Jika domisili pihak yang dipanggil berada di luar wilayah hukum
(yuridiksi) Pengadilan Agama yang melakukan panggilan, maka relas panggilan itu ditembuskan kepada
pengadilan agama di tempat tinggal para pihak yang dipanggil atau yang diberitahukan. Pengiriman relaas
tembusan ini melalui email Pengadilan Agama yang mewilayahi hukumnya. Pihak Tergugat akan
dipanggil kepada alamat yang sebenarnya sesuai dalam surat gugatan karena senyatanya Tergugat belum
diketahui tentang domisili elektroniknya. Biaya panggilan elektronik adalah nihil, namun pengadilan
dapat mengembangkan dan menerapkan panggilan elektronik berbayar antara lain melalui layanan pesan
singkat atau layanan lainnya.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan

Penetapan Majelis Hakim akan ditunjuk oleh ketua pengadilan agama selambat lambat dalam kurun
waktu 7( Tujuh) hari sudah harus menentukan majelis hakim untuk memeriksa dan mengadili perkara
tersebut dalam sebuah “Penetapan Majelis Hakim” ( PMH).

Untuk membantu majelis hakim dalam menyelesaikan perkara panitera menunjuk


panitera/panitera pengganti untuk membantu hakim dalam mencatat jalannya pemeril perkara. ditunjuk
seorang Panitera untuk mencatat jalannya persidangan. Selain itu panitera juga bertugas melaksanakan
penetapan atau putusan pengadilan (Pasal 17 ayat (3) jo. Pasal 96, 97, dan 98 UU PAg).

Sesuai ketentuan dalam Pasal 148 ayat (1) OHAJ dalam hal Mahkamah Syar'iyah
Kabupaten/Kota menerima surat pelimpahan perkara dan berpendapat bahwa perkara itu termasuk
wewenangnya, Ketua Mahkamah Syar'iyah Kabupaten/Kota menunjuk majelis hakim yang akan
menyidangkan perkara tersebut dan majelis hakim yang ditunjuk itu menetapkan hari sidang. Dan dalam
ayat (2) dijelaskan bahwa majelis hakim dalam menetapkan hari sidang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) memerintahkan kepada penuntut umum supaya memanggil terdakwa dan saksi untuk hadir di sidang
mahkamah.

Panggilan adalah menyampaikan secara resmi (official) dan patut (properly) kepada pihak-pihak
yang terlibat dalam suatu perkara di Pengadilan, agar memenuhi dan melaksanakan hal-hal yang diminta
dan diperintahkan majelis hakim. Surat panggilan atau dikenal juga dengan sebutan relaas, adalah akta
autentik karena ditandatangani oleh pejabat dalam hal ini adalah Jurusita / Jurusita Pengganti.
DAFTAR PUSAKA
(Suharto, PENGKAJIAN PRAKTEK TUGAS WEWENANG DAN PROSEDUR SIDANG DI
PENGADILAN AGAMA KABUPATEN KEDIRI, 2015)

Umar Said Sugiarto, 2013, PENGANTAR HUKUM INDONESIA, Jakarta Timur, Sinar Grafika

Subiyantoro Bambang, 2020, PRAKTIK DAN WACANA SEPUTAR PERSIDANGAN


ELEKTRONIK DI PERADILANTATA USAHA, Yogyakarta, Deepublish

Lubis Zulkarnain, 2016, DASAR-DASAR HUKUM ACARA JINAYAH, Jakarta,Prenadamedia

https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-manado/baca-artikel/12840/E-court-Berperkara-Di-
Pengadilan-Secara-Elektronik.html

https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-manado/baca-artikel/12840/E-court-Berperkara-Di-
Pengadilan-Secara-Elektronik.html

Anda mungkin juga menyukai