Anda di halaman 1dari 18

3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Apendiks


Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 8-13
cm (kisaran 3-5 inci), dasar melekat pada caecum dan ujung lainnya bebas,
diliputi oleh peritoneum, dan mempunyai mesenterium sendiri yang disebut
mesoappendix yang berisi vena, arteri appendicularis, dan saraf-saraf. Lumennya
sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun pada bayi,
apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah
ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi penyebab rendahnya insidens
apendisitis pada usia tersebut.2

Gambar 2.1. Anatomi Caecum dan Apendiks Vermiformis


Apendiks vermiformis terletak pada kuadran kanan bawah abdomen
di regio iliaca dextra. Pangkalnya diproyeksikan ke dinding anterior abdomen
pada titik sepertiga bawah yang menghubungkan spina iliaca anterior superior
dan umbilicus yang di sebut titik McBurney. Pada 65% kasus, apendiks terletak
intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang
geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus
4

selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang caecum, di


belakang colon ascendens, atau di tepi lateral colon ascendens.

Gambar 2.2. Variasi letak Apendiks Vermiformis

Apendiks diperdarahi oleh arteri appendicularis yang merupakan arteri


tanpa kolateral dan vena appendicularis, sedangkan persarafannya berasal dari
cabang-cabang saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari plexus
mesentericus superior. Aliran limfenya ke satu atau dua nodi dalam
mesoapendiks dan di alirkan ke nodi mesenterici superiores.2

Gambar 2.3. Perdarahan Apendiks Vermiformis

Secara histologi, struktur apendiks sama dengan usus besar. Kelenjar


submukosa dan mukosa dipisahkan dari lamina muskularis. Diantaranya berjalan
pembuluh darah dan kelenjar limfe. Bagian paling luar apendiks ditutupi oleh
lamina serosa yang berjalan pembuluh darah besar yang berlanjut ke dalam
5

mesoapendiks. Bila letak apendiks retrosekal, maka tidak tertutup oleh


peritoneum viserale.2
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti
a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis
berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis
bermula di sekitar umbilikus.4
Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri
tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada
infeksi, apendiks akan mengalami gangrene.4
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan
aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis
apendisitis. Imunoglobulin sekreator yang dihasilkan oleh GALT (gut associated
lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks,
ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap
infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem
imun tubuh karena jumlah jaringan limfe di sini kecil sekali jika dibandingka n
dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.5

2.2 Definisi
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis.
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran
kanan bawah rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah
abdomen darurat.6
Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam
kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan
laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak
terawat, angka kematian cukup tinggi dikarenakan oleh peritonitis dan syok
ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur.4

2.3 Etiologi
6

Apendisitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendiks


sehingga terjadi kongesti vaskuler, iskemik nekrosis, dan akibatnya terjadi infeksi.
Apendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal berperan
sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang
dikatakan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit,
tumor apendiks, dan cacing askaris juga dapat menyebabkan sumbatan.
Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa
apendiks karena parasit seperti E. histolytica.4
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi
akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan
fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa.
Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut.4

2.4 Epidemiologi
Appendisitis berkembang pada 8,6% laki-laki dan 6,7% perempuan
dengan insidensi terjadi pada dekade kedua dan ketiga masa kehidupan. Insiden
apendisitis paling tinggi pada usia 20-30 tahun, dan jarang ditemukan pada anak
usia kurang dari 2 tahun. Pada remaja dan dewasa muda rasio perbandingan
antara laki-laki dan perempuan sekitar 3 : 2. Setelah usia 25 tahun, rasionya
menurun sampai pada usia pertengahan 30 tahun menjadi seimbang antara laki-
laki dan perempuan. Apendektomi menurun sejak tahun 1950 di banyak negara.
Amerika Serikat meraih insidensi terendah, sekitar 15 per 10.000 orang pada
tahun 1990. Sejak saat itu, terjadi peningkatan insidensi appendisitis
nonperforasi.1

2.5 Klasifikasi Apendisitis


1. Apendisitis Akut
a. Apendisitis Akut Sederhana (Cataral Apendisitis)
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa
disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen apendiks
dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran
7

limfe, mukosa apendiks jadi menebal, edema, dan kemerahan. Gejala


diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia,
malaise, dan demam ringan. Pada apendisitis kataral terjadi leukositosis
dan apendiks terlihat normal, hiperemia, edema, dan tidak ada eksudat
serosa.4,7
b. Apendisitis Akut Purulenta (Supurative Apendisitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema
menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding apendiks dan
menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema
pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam
dinding apendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi
suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada apendiks dan mesoapendiks
terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat
fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri
tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada
gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh
perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.4,7
c. Apendisitis Akut Gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri
mulai terganggu sehingga terjadi infrak dan ganggren. Selain didapatkan
tanda-tanda supuratif, apendiks mengalami gangren pada bagian tertentu.
Dinding apendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman.
Pada apendisitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan
cairan peritoneal yang purulen.4,7

2. Apendisitis Infiltrat
Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang penyebarannya
dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga
membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu dengan yang
lainnya.4,7

3. Apendisitis Abses
8

Apendisitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah
(pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, subcaecal,
dan pelvic.4,7

4. Apendisitis Perforasi
Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah ganggren yang
menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis
umum. Pada dinding apendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan
nekrotik.4,7

5. Apendisitis Kronik
Apendisitis kronik merupakan lanjutan apendisitis akut supuratif sebagai
proses radang yang persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi
rendah, khususnya obstruksi parsial terhadap lumen. Diagnosa apendisitis kronik
baru dapat ditegakkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan
bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan
mikroskopik. Secara histologis, dinding apendiks menebal, sub mukosa dan
muskularis propia mengalami fibrosis. Terdapat infiltrasi sel radang limfosit dan
eosinofil pada sub mukosa, muskularis propia, dan serosa. Pembuluh darah serosa
tampak dilatasi.4,7

2.6 Patofisiologi Apendisitis


Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
fekalit, hiperplasia folikel limfoid, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Fekalit ditemukan sebagai penyebab
paling sering dari obstruksi apendiks dengan frekuensi sebesar 40% pada
apendisitis akut sederhana tanpa komplikasi, 65% pada apendisitis gangrenosa,
dan hampir 90% pada apendisitis perforasi.4,8
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan intralumen, dimana kapasitas lumen apendiks normal adalah
hanya ± 0,1 ml. Tekanan yang meningkat sedikit saja akan menghambat aliran
9

limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada
saat inilah terjadi apendisitis akut lokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila
sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding.4,6
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat
sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut
apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi
infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan
apendisitis gangrenosa.4
Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut
infiltrate apendikularis. Peradangan pada apendiks tersebut dapat menjadi abses
atau menghilang. Pada anak-anak, kerena omentum lebih pendek dan apendiks
lebih panjang, maka dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah
dengan daya tahan tubuh yang masih kurang sehingga memudahkan terjadinya
perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena telah ada
gangguan pembuluh darah.3,4
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan sempurna,
tetapi akan membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya
perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali
menimbulkan keluhan pada perut kanan bawah. Pada suatu saat organ ini dapat
mengalami peradangan kembali dan dinyatakan mengalami eksaserbasi.4,8
Apendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang
disebabkan oleh feses yang terlibat atau fekalit. Penjelasan ini sesuai
dengan pengamatan epidemiologi bahwa apendisitis berhubungan dengan
asupan serat dalam makanan yang rendah.6
Pada stadium awal dari apendisitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi
mukosa. Inflamasi ini kemudian berlanjut ke submukosa dan melibatkan lapisan
muskular dan serosa (peritoneal). Cairan eksudat fibrinopurulenta terbentuk
10

pada permukaan serosa dan berlanjut ke beberapa permukaan peritoneal yang


bersebelahan, seperti usus atau dinding abdomen, menyebabkan peritonitis
lokal.6
Dalam stadium ini mukosa glandular yang nekrosis terkelupas ke dalam
lumen, yang menjadi distensi dengan pus. Akhirnya, arteri yang menyuplai
apendiks menjadi bertrombosit dan apendiks yang kurang suplai darah menjadi
nekrosis atau gangren. Perforasi akan segera terjadi dan menyebar ke
rongga peritoneal. Jika perforasi yang terjadi dibungkus oleh omentum, abses
lokal akan terjadi.6

2.7 Manifestasi klinis apendisitis


2.7.1 Gejala
Nyeri perut adalah gejala utama dari apendisitis. Perlu diingat bahwa
nyeri perut bisa terjadi akibat penyakit – penyakit dari hampir semua
organ tubuh. Tidak ada yang sederhana maupun begitu sulit untuk
mendiagnosis apendistis. Gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar-samar
dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium sekitar
umbilikus. Nyeri perut ini sering disertai mual serta satu atau lebih episode
muntah dengan rasa sakit, dan setelah beberapa jam, nyeri akan beralih ke
perut kanan bawah pada titik McBurney. Umumnya nafsu makan akan
menurun. Rasa sakit menjadi terus menerus dan lebih tajam serta lebih jelas
letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat, akibatnya pasien
menemukan gerakan tidak nyaman dan ingin berbaring diam, dan sering dengan
kaki tertekuk. Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi
sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Hal ini sangat
berbahaya karena dapat mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat
rangsangan peritoneum, biasanya penderita mengeluh sakit perut bila berjalan
atau batuk.1,7

2.7.2 Pemeriksaan fisik


Temuan fisik ditentukan terutama oleh posisi anatomis apendiks
vermiformis yang mengalami inflamasi, serta organ yang telah mengalami
11

ruptur ketika pasien pertama kali diperiksa. Tanda vital seperti peningkatan

suhu jarang >1oC (1.8oF) dan denyut nadi normal atau sedikit meningkat.
Apabila terjadi perubahan yang signifikan dari biasanya menunjukkan bahwa
komplikasi atau perforasi telah terjadi atau diagnosis lain harus
dipertimbangkan. Perforasi apendiks vermikularis akan menyebabkan
peritonitis purulenta yang di tandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat
berupa nyeri tekan dan defans muskuler yang meliputi seluruh perut, disertai
pungtum maksimum di regio iliaka kanan, dan perut menjadi tegang dan
kembung. Peristalsis usus dapat menurun sampai menghilang akibat adanya
ileus paralitik.7,9
Pasien dengan apendisitis biasanya berbaring dengan terlentang, karena
gerakan apa saja dapat meningkatkan rasa sakit. Jika diminta untuk
menggerakkan paha terutama paha kanan pasien akan melakukan dengan
perlahan-lahan dan hati-hati.5
Jika dilakukan palpasi akan didapatkan nyeri yang terbatas pada
regio iliaka kanan, biasanya di sertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan
adanya rangsangan parietal. Tanda rovsing adalah apabila melakukan
penekanan pada perut kiri bawah maka akan dirasakan nyeri pada perut kanan
bawah. Peristalsis usus sering didapatkan normal tetapi dapat menghilang
akibat adanya ileus paralitik yang disebabkan oleh apendisitis perforata.7
Uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan
untuk mengetahui letak apendiks vermiformis. Cara melakukan uji psoas
yaitu dengan rangsangan otot psoas melalui hiperekstensi sendi panggul
kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan.
Tindakan ini akan menimbulkan nyeri bila apendiks vermiformis yang
meradang menempel di otot psoas mayor.
12

Gambar 2.4. Pemeriksaan Psoas sign

Pada pemeriksaan uji obturator untuk melihat bilamana apendiks


vermiformis yang meradang bersentuhan dengan otot obturator internus.

Gambar 2.5. Pemeriksaan Obturator sign

Ketika peradangan apendiks vermiformis telah mencapai panggul,


nyeri perut kemungkinan tidak ditemukan sama sekali, yaitu misalnya
pada apendisitis pelvika. Sehingga dibutuhkan pemeriksaan colok dubur. Dengan
melakukan pemeriksaan colok dubur nyeri akan dirasakan pada daerah lokal
suprapubik dan rektum. Tanda-tanda iritasi lokal otot pelvis juga dapat dirasakan
penderita.1,7,9
Tabel 1. Sensitivity and Specificity of Clinical Findings for the Diagnosis of
Acute Appendicitis
13

2.8 Diagnosis Appendisitis


Tabel 2. Skor Alvarado untuk mendiagnosis apendisitis
Manifestations Value
Symptoms Migration of pain 1
Anorexia 1
Nausea and/or vomiting 1

Signs Right lower quadrant 2


tenderness
Rebound 1

Elevated temperature 1

Laboratory Values Leukocytosis 2


Left shift in leukocyt 1
Count

Total Points 10

Interpretasi Alvarado score :


- Skor total 1-4: unlikely to have apendisitis  pasien dipulangkan
dengan diberi obat simptomatik dan disarankan untuk kembali apabila
gejala bertambah berat atau tidak berkurang.
- Skor total 5-6: compatible with, but not diagnostic of apendisitis 
pasien diberi obat simptomatik dan antibiotik serta dilakukan observasi
selama 24 jam dengan memperhatikan penilaian skor ulang. Dapat
dilakukan CT-scan pada pasien dengan skor 5-6.
14

- Skor total 7-8: have a high likelihood of apendisitis  pasien


dipersiapkan untuk dilakukan apendiktomi cito

2.9 Pemeriksaan penunjang


2.9.1 Pemeriksaan laboratorium
2.9.1.1 Leukosit Darah
Pemeriksaan laboratorium rutin sangat membantu dalam mendiagnosis
apendisitis akut, terutama untuk mengesampingkan diagnosis lain. Pemeriksaan
laboratorium yang rutin dilakukan adalah jumlah leukosit darah. Jumlah leukosit
darah biasanya meningkat pada kasus apendisitis. Hitung jumlah leukosit
darah merupakan pemeriksaan yang mudah dilakukan dan memiliki standar
pemeriksaan terbaik. Pada kebanyakan kasus terdapat leukositosis, terlebih pada
kasus dengan komplikasi berupa perforasi. Penelitian yang dilakukan oleh
Guraya SY menyatakan bahwa peningkatan jumlah leukosit darah yang tinggi
merupakan indikator yang dapat menentukan derajat keparahan apendisitis.
Tetapi, penyakit inflamasi pelvik terutama pada wanita akan memberikan
gambaran laboratorium yang terkadang sulit dibedakan dengan apendisitis
akut.1,7
Terjadinya apendisitis akut dan adanya perubahan dinding apendiks
vermiformis secara signifikan berhubungan dengan meningkatnya jumlah
leukosit darah. Temuan ini menunjukkan bahwa peningkatan jumlah leukosit
berhubungan dengan peradangan mural dari apendiks vermiformis, yang
merupakan tanda khas pada apendisitis secara dini.10
Beberapa penulis menekankan bahwa leukosit darah polimorfik
merupakan fitur penting dalam mendiagnosis apendisitis akut. Leukositosis

ringan, mulai dari 10.000-18.000 sel/mm3, biasanya terdapat pada pasien


apendisitis akut. Namun, peningkatan jumlah leukosit darah berbeda pada setiap
pasien apendisitis. Beberapa pustaka lain menyebutkan bahwa leukosit darah

yang meningkat >12.000 sel/mm3 pada sekitar tiga-perempat dari pasien dengan
15

apendisitis akut. Apabila jumlah leukosit darah meningkat >18.000 sel/mm3


menyebabkan kemungkinan terjadinya komplikasi berupa perforasi.1,9

2.9.1.2 Urinalisis
Sekitar 10% pasien dengan nyeri perut memiliki penyakit saluran kemih.
Pemeriksaan laboratorium urin dapat mengkonfirmasi atau
menyingkirkan penyebab urologi yang menyebabkan nyeri perut. Meskipun
proses inflamasi apendisitis akut dapat menyebabkan piuria, hematuria, atau
bakteriuria sebanyak 40% pasien, jumlah eritrosit pada urinalisis yang
melebihi 30 sel per lapangan pandang atau jumlah leukosit yang melebihi 20
sel per lapangan pandang menunjukkan terdapatnya gangguan saluran kemih.4,10

2.9.2 Radiografi konvensional


Pada foto polos abdomen, meskipun sering digunakan sebagai bagian dari
pemeriksaan umum pada pasien dengan abdomen akut, jarang membantu dalam
mendiagnosis apendisitis akut. Pasien dengan apendisitis akut, sering terdapat
gambaran gas usus abnormal yang non spesifik. Pemeriksaan tambahan
radiografi lainnya yaitu pemeriksaan barium enema dan scan leukosit
berlabel radioaktif. Jika barium enema mengisi pada apendiks vermiformis,
diagnosis apendisitis ditiadakan.9

2.9.3 Ultrasonografi
Ultrasonografi berguna dalam memberikan diferensiasi penyebab nyeri
abdomen akut ginekologi, misalnya dalam mendeteksi massa ovarium.
Ultrasonografi juga dapat membantu dalam mendiagnosis apendisitis perforasi
dengan adanya abses. Apendisitis akut ditandai dengan (1) adanya perbedaan
densitas pada lapisan apendiks vermiformis/hilangnya lapisan normal (target
sign); (2) penebalan dinding apendiks vermiformis; (3) hilangnya kompresibilitas
dari apendiks vermiformis ; (4) peningkatan ekogenitas lemak sekitar (5) adanya
penimbunan cairan. Keadaan apendisitis dengan perforasi ditandai dengan (1)
tebal dinding apendiks vermiformis yang asimetris; (2) cairan bebas
intraperitonial, dan (3) abses tunggal atau multipel.1
16

2.10 Diagnosis Banding


Banyak masalah yang dihadapi saat menegakkan diagnosis apendisitis
karena penyakit lain yang memberikan gambaran klinis yang hampir sama dengan
apendisitis, diantaranya:1,4,6
1. Gastroenteritis ditandai dengan terjadi mual, muntah, dan diare mendahului
rasa sakit. Sakit perut lebih ringan, hiperperistaltis sering ditemukan, panas
dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan apendisitis akut.
2. Limfadenitis Mesenterika, biasanya didahului oleh enteritis atau
gastroenteritis. Ditandai dengan nyeri perut kanan disertai dengan perasaan
mual dan nyeri tekan perut.
3. Demam dengue, dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis dan diperoleh
hasil positif untuk Rumple Leed, trombositopeni, dan hematokrit yang
meningkat.
4. Infeksi Panggul, salpingitis akut kanan sulit dibedakan dengan apendisitis
akut, KET, ruptur kista korpus luteum. Pada pasien dengan salpingitis,
biasanya mengeluh nyeri bilateral pada abdomen bawah dan ditemukan
vaginal discharge serta infeksi urin. USG membantu memvisualisasikan
salpingitis dan KET. Suhu pada salpingitis biasanya lebih tinggi dari pada
apendisitis dan nyeri perut bagian bawah lebih difus.
5. Gangguan alat reproduksi perempuan, folikel ovarium yang pecah dapat
memberikan nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi.
Tidak ada tanda radang dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam.
6. Meckel’s diverticulitis, sering tumpang tindih dengan appendisitis, namun
pada saat eksplorasi appendiks dalam batas normal
7. Acute Crohn’s ileitis, biasanya diderita oleh pasien dewasa muda yang
memiliki riwayat nyeri yang sering kambuh
8. Ileus obstruktif, nyeri kolik dan muntah, peningkatan bising usus dan
ususnya distensi pada X-ray
9. Perforasi peptic ulcer, onsetnya tiba-tiba
10. Acute cholecystitis
11. Pankreatitis
17

12. Traktur urogenital: ureteric colic and acute pyelonephritis, urin dan darah
harus dicek dan Testicular torsion
13. Pada Dada: basal pneumonia dapat menyebabkan nyeri abdomen, yang
sangat susah dibedakan, terutama pada anak kecil. Auskultasi dan
pemeriksaan X-ray menunjukkan adanya pneumonia.
14. Sistem nervus sentralis: nyeri yang disebabkan karena herpes zoster pada
segmen ke 11 dan 12, iritasi pada posterior nerve roots pada pasien dengan
spinal disease (tumor invasif atau tuberkulosis) biasanya memiliki gejala
yang mirip dengan appendicitis.

2.11 Manajemen Awal


a. Appendisitis non-komplikasi
Pasien dengan appendisitis non-komplikasi, tindakan operasi merupakan
tatalaksana standar sejak ditemukannya McBurney. Konsep tindakan tanpa operasi
pada appendisitis non-komplikasi berkembang dari 2 pengamatan. Pertama,
pasien berada pada lingkungan di mana tidak memungkinkan dilakukan tingdakan
bedah (di lepas pantai dan daerah ekspedisi), sedangkan pengobatan antibiotik
dinyatakan efektif. Kedua, banyak pasien dengan tanda dan gejala konsisten yang
tidak mengikuti pengobatan medis seringkali terjadi resolusi spontan pada
penyakitnya. 1,3
b. Appendisitis komplikasi
Appendisitis komplikasi berkaitan dengan perforasi appendisitis yang
berkaitan dengan abses dan phlegmon. Insidensinya sekitar 2 per 10.000 orang
dan memiliki variasi yang sedikit berbeda dari waktu ke waktu. Anak-anak yang
berusia kurang dari 5 tahun dan pasien yang berusia lebih dari 65 tahun
menduduki peringkat teratas untuk insidensi perforasi. Proporsi perforasi
meningkat seiring dengan berapa lama gejalanya. Perforasi secara umum terjadi
24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,70C atau
lebih tinggi, penampilan toksik,dan nyeri atau nyeri tekan abdomen yang
kontinyu. 1,3
18

Gambar 2.6. Algoritma tatalaksana abses apendiks


19

Gambar 2.7. Algoritma tatalaksana appendisitis akut


2.12 Tindakan
Berdasarkan guideline dari SAGES 2010 (Society of American
Gastrointestinal and Endoscopic Surgeon), indikasi appendektomi laparoskopi
dengan open appendectomy dibagi sebagai berikut:11
 Appendektomi laparoskopi
o Appendisitis tanpa komplikasi
o Appendisitis pada anak-anak
o Appendisitis pada ibu hamil
 Open appendektomi
o Appendisitis perforasi
o Appendisitis pada pasien geriatri
o Appendisitis pada pasien obesitas

a. Open Appendectomy
20

b. Laparoscopi Appendectomy

2.13 Komplikasi
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat
berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi adalah 10%
sampai 32%. Insidens lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara
umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu

37,70C atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri atau nyeri tekan
abdomen yang kontinyu.4

Anda mungkin juga menyukai