Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

PENGATURAN SUHU TUBUH

(TERMOREGULASI)

OLEH :

I GUSTI AYU PERMATA DIANASTITI

2114901154

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

INSTITUSI TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI

2021/2022
A. Definisi
Termoregulasi adalah suatu pengaturan fisiologi tubuh manusia
mengenai keseimbangan produksi panas dan kehilangan panas sehingga
suhu tubuh dapat di perhatikan secara konstan.(Aziz,2012).
Mekanisme fisiologis dan perilaku mengatur keseimbangan antara
panas yang hilang dan dihasilkan atau lebih sering disebut sebagai
termoregulasi. Mekanisme tubuh harus mempertahankan hubungan antara
produksi panas dan kehilangan panas agar suhu tubuh tetap konstan dan
normal. Hubungan ini diatur oleh mekanisme neurologis dan
kardiovaskuler. (Potter dan Perry, 2010).
Hipertermi merupakan kondisi dimana tubuh mengalami
peningkatan suhu diatas normal, kondisi ini terjadi karena memberikan
reaksi terhadap serang racun yang masuk dalam tubuh secara alami apabila
jumlah toksik yang masuk tidak banyak tubuh akan menetralisir secara
normal pula. Namun apabila racun atau toksik yang ada dlam tubuh sudah
melebihi ambang batas, maka akan secara alami pula tubuh akan
memberikan reaksi yang setara (Asmadi, 2008).
Normalnya suhu tubuh berkisar 36º - 37ºC, suhu tubuh sapat
diartikan sebagai keseimbangan antara panas yang diproduksi dengan
panas yang hilang dari tubuh. Kulit merupakan organ tubuh yang
bertanggung jawab untuk memelihara suhu tubuh agar tetap normal
dengan mekanisme tertentu. Produksi panas dapat meningkat atau
menurun dapat dipengaruhi oleh berbagai sebab, misalnya penyakit atau
stres. Suhu tubuh yang terlalu ekstrim baik panas maupun dingin dapat
memicu kematian. (Hidayat, 2008).

B. Anatomi dan Fisiologi Organ yang Berhubungan dengan Termoregulasi


Sistem yang mengatur suhu tubuh memiliki tiga bagian penting : sensor di
bagian permukaan dan inti tubuh, integrator di hipotalamus, dan sistem
efektor yang dapat menyesuaikan produksi serta pengeluaran panas. (Kozier,
et al., 2010). Hipotalamus, yang terletak antara hemisfer serebral, mengontrol
suhu tubuh sebagaimana thermostat dalam rumah. Hipotalamus merasakan
perubahan ringan pada suhu tubuh.
Hipotalamus anterior mengontrol pengeluaran panas, dan hipotalamus
posterior mengontrol produksi panas. Bila sel saraf di hipotalamus anterior
menjadi panas melebihi set point, implusakan dikirim untuk menurunkan
suhu tubuh. Mekanisme pengeluaran panas termasuk berkeringat, vasodilatasi
(pelebaran) pembuluh darah dan hambatan produksi panas. Darah didistribusi
kembali ke pembuluh darah permukaan untuk meningkatkan pengeluaran
panas. Jika hipotalamus posterior merasakan suhu tubuh lebih rendah dari set
point, mekanisme konservasi panas bekerja.
Vasokonstriksi (penyempitan) pembuluh darah mengurangi aliran aliran
darah ke kulit dan ekstremitas. Kompensasi produksi panas distimulasi
melalui kontraksi otot volunter dan getaran (menggigil) pada otot. Bila
vasokonstriksi tidak efektif dalam pencegahan tambahan pengeluaran panas,
tubuh mulai mengigi. Lesi atau trauma pada hipotalamus atau korda spinalis,
yang membawa pesan hipotalamus, dapat menyebabkan perubahan yang
serius pada kontrol suhu. (Potter dan Perry, 2005).
Suhu tubuh manusia adalah konstan yaitu 36,89ºC dan naik turunya
berkisar antara 36,11ºC sampai 37,22ºC. perbedaan harinya kira-kira satu
derajat, tingkat terendah dicapai pada pagi hari dan titik tertinggi antara pukul
5 dan 7 petang. Sebagian besar pembentukan panas dalam tubuh dihasilkan
oleh organ dalam terutama hati, jantung, dan otot rangka selama berolahraga.
Kemudian panas ini di hantarkan dari organ dan jaringan yang lebih dalam ke
kulit, yang kemudian di buang keudara dan lingkungan sekitarnya. Adapun
anatomi dari gangguan termoregulasi adalah:
1. Kulit
Kulit mempunyai banyak reseptor sensori untuk dingin dan hangat
dibanding reseptor yang terdapat pada organ tubuh lain seperti lidah,
saluran pernapasan, maupun organ visera lain. Jika kulit dingin melebihi
suhu tubuh maka ada tiga proses untuk meningkatkan suhu tubuh. Ketiga
proses yaitu menggigil untuk memproduksi panas, berkeringat untuk
menghalangi panas, dan vasokonstriksi untuk menurunkan kehilangan
panas. (Asmadi 2008).
2. Hipotalamus Imtegritas
Pusat pengaturan suhu inti berada di preoptik area hipotalamus di
rangsang, efektor sistem mengirim sinyal untuk mengeluarkan keringat
dan vasodilatasi perifer.Sinyal dari sensitif reseptor dingin dan
hipotalamus memprakarsai efektor untuk vasokonstriksi, menggigil, dan
melepaskan epineprin yang meningkatkan metabolisme sel dan produksi
panas.Hal ini untuk meningkatkan produksi panas dan menurunkan
kehilangan panas. (Aziz,2012).
3. Inti Tubuh
Selain reseptor oleh kulit, inti tubuh yang merespon terhadap suhu tubuh
pada organ tubuh bagian dalam, seperti visera abnormal, spinal cord, dan
lainlain.Termoreseptor di hipotalamus lebih sensitif terhadap suhu inti.
(Aziz,2012).
C. Pengeluaran Panas
Menurut Potter dan Perry (2005), pengeluaran dan produksi panas terjadi
secara konstan, pengeluaran panas secara normal melalui radiasi, konduksi,
konveksi, dan evaporasi.
1. Radiasi
Adalah perpindahan panas dari permukaan suatu objek ke permukaan
objek lain tanpa keduanya bersentuhan. Panas berpindah melalui
gelombang elektromagnetik. Aliran darah dari organ internal inti
membawa panas ke kulit dan ke pembuluh darah permukaan. Jumlah
panas yang dibawa ke permukaan tergantung dari tingkat vasokonstriksi
dan vasodilatasi yang diatur oleh hipotalamus. Panas menyebar dari kulit
ke setiap objek yang lebih dingi disekelilingnya. Penyebaran meningkat
bila perbedaan suhu antara objek juga meningkat.
2. Konduksi
Adalah perpindahan panas dari satu objek ke objek lain dengan kontak
langsung. Ketika kulit hangat menyentuh objek yang lebih dingin, panas
hilang. Ketika suhu dua objek sama, kehilangan panas konduktif terhenti.
Panas berkonduksi melalui benda padat, gas, cair.
3. Konveksi
Adalah perpindahan panas karena gerakan udara. Panas dikonduksi
pertama kali pada molekul udara secara langsung dalam kontak dengan
kulit. Arus udara membawa udara hangat. Pada saat kecepatan arus udara
meningkat, kehilangan panas konvektif meningkat.
4. Evaporasi
Adalah perpindahan energi panas ketika cairan berubah menjadi gas.
Selama evaporasi, kira-kira 0,6 kalori panas hilang untuk setiap gram air
yang menguap. Ketika suhu tubuh meningkat, hipotalamus anterior
member signal kelenjar keringat untuk melepaskan keringat. Selama
latihan dan stress emosi atau mental, berkeringat adalah salah satu cara
untuk menghilangkan kelebihan panas yang dibuat melalui peningkatan
laju metabolik. Evaporasi berlebihan dapat menyebabkan kulit gatal dan
bersisik, serta hidung dan faring kering.
5. Diaforesis
Adalah prespirasi visual dahi dan toraks atas. Kelenjar keringat berada
dibawah dermis kulit. Kelenjar mensekresi keringat, larutan berair yang
mengandung natrium dan klorida, yang melewati duktus kecil pada
permukaan kulit. Kelenjar dikontrol oleh sistem saraf simpatis. Bila suhu
tubuh meningkat, kelenjar keringat mengeluarkan keringat, yang
menguap dari kulit untuk meningkatkan kehilangan panas. Diaphoresis
kurang efisien bila gerakan udara minimal atau bila kelembaban udara
tinggi.
D. Etilogi dan Faktor Resiko
Menurut Potter dan Perry (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi suhu
tubuh antara lain:
1) Usia
Pada bayi dan balita belum terjadi kematangan mekanisme pengaturan
suhu sehingga dapat terjadi perubahan suhu tubuh yang drastis terhadap
lingkungan. Regulasi suhu tubuh baru mencapai kestabilan saat pubertas.
Suhu normal akan terus menurun saat seseorang semakin tua. Mereka
lebih sensitif terhadap suhu yang ekstrem karena perburukan mekanisme
pengaturan, terutama pengaturan vasomotor (vasokonstriksi dan
vasodilatasi) yang buruk, berkurangnya jaringan subkutan, berkurangnya
aktivitas kelenjar keringat, dan metabolisme menurun
2) Olahraga
tivitas otot membutuhkan lebih banyak darah serta peningkatan
pemecahan karbohidrat dan lemak. Berbagai bentuk olahraga
meningkatkan metabolisme dan dapat meningkatkan produksi panas
terjadi peningkatan suhu tubuh.
3) Kadar Hormon
Umumnya wanita mengalami fluktuasi suhu tubuh yang lebih besar. Hal
ini karena ada variasi hormonal saat siklus menstruasi. Kadar progesteron
naik dan turun sesuai siklus menstruasi. Variasi suhu ini dapat membantu
mendeteksi masa subur seorang wanita. Perubahan suhu tubuh juga
terjadi pada wanita saat menopause. Mereka biasanya mengalami periode
panas tubuh yang intens dan perspirasi selama 30 detik sampai 5 menit.
Pada periode ini terjadi peningkatan suhu tubuh sementara sebanyak 40
C, yang sering disebut hot flashes. Hal ini diakibatkan ketidakstabilan
pengaturan vasomotor.
4) Irama Sirkadian
Suhu tubuh yang normal berubah 0,5 sampai 10C selama periode 24 jam.
Suhu terendah berada diantara pukul 1 sampai 4 pagi. Pada siang hari,
suhu tubuh meningkat dan mencapai maksimum pada pukul 6 sore, lalu
menurun lagi sampai pagi hari. Pola suhu ini tidak mengalami perubahan
pada individu yang bekerja di malam hari dan tidur di siang hari.
5) Stress
Stress fisik maupun emosional meningkatkan suhu tubuh melalui
stimulasi hormonal dan saraf. Per
ubahan fisiologis ini meningkatkan metabolisme, yang akan
meningkatkan produksi panas.
6) Lingkungan
Lingkungan mempengaruhi suhu tubuh. Tanpa mekanisme kompensasi
yang tepat, suhu tubuh manusia akan berubah mengikuti suhu
lingkungan.

Selain itu sejumlah faktor yang berpengaruh terhadap produksi panas tubuh
yang lain menurut Kozier, et al., (2010) antara lain :

a. Laju metabolisme Basal (BMR)


Laju metabolisme basal (BMR) merupakan lagi penggunaan energi yang
diperlukan tubuh untuk mempertahankan aktivitas penting seperti
bernapas. Laju metabolisme akan meningkat seiring dengan peningkatan
usia. Pada umumnya, semakin muda usia individu, semakin tinggi BMR-
nya.
b. Aktivitas Otot
Aktivitas otot, termasuk menggigil akan meningkatkan laju metabolisme.
c. Sekresi tiroksin
Peningkatan sekresi tiroksin akan meningkatkan laju metabolisme sel di
seluruh tubuh. Efek ini biasanya disebut sebagai termogenesis kimiawi,
yaitu stimulasi untuk menghasilkan panas di seluruh tubuh melalui
peningkatan metabolisme seluler.
d. Stimulus epinefrim, norepinefrin, dan simpatis
Hormon ini segera bekerja meningkatkan laju metabolisme seluler di
banyak jaringan tubuh. Epinefrin dan norepinefrin langsung bekerja
mempengaruhi sel hati dan sel otot, yang kemudian akan meningkatkan
laju metabolisme seluler.
e. Demam
Demam dapat meningkatkan laju metabolisme dan kemudian akan
meningkatkan suhu tubuh.
E. Manifestasi Klinis
Perubahan suhu tubuh di luar rentang normal mempengaruhi set point
hipotalamus. Perubahan ini dapat berhubungan dengan produksi panas yang
berlebihan, pengeluaran panas yang berlebihan, produksi panas minimal.
Pengeluaran panas minimal atau setiap gabungan dari perubahan tersebut.
Sifat perubahan tersebut mempengauhi masalah klinis yang dialami klien :
a) Demam
Demam terjadi karena mekanisme pengeluaran panas tidak mampu untuk
mempertahankan kecepatan pengeluaran kelebihan produksi panas, yang
mengaibatkan peningkatan suhu tubuh abnormal. Demam biasanya tidak
berbahaya jika berada pada suhu dibawah 39oC. demam sebenarnya
merupakan akibat dari perubahan set point hipotalamus
b) Kelelahan akibat panas
Kelelahan akibat panas terjadi bila diaphoresis yang banyak
mengakibatkan kehilangan cairan dan elektrolit secara
berlebih.disebabkan oleh lingkungan yang terpajan panas. Tanda dan
gejala kurang volume cairan adalah hal yang umum selama kelelahan
akibat panas.
c) Hipertermia
Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan ketidakmampuan tubuh
untuk meningkatkan pengeluaran panas atau menurunkan produksi panas
adalah hipertermia. Biasanya suhu tubuh mencapai >40o C.
d) Heatstroke
Pajanan yang lama terhadap sinar matahari atau lingkungan dengan
suhu tinggi dapatmempengaruhi mekanisme pengeluaran panas. Kondisi
ini disebut heatstroke, kedaruratan yang berbahaya panas dengan angka
mortalitas uang tinggi.klien yang berisiko termasuk yang masih muda
maupun sangat tua, yang memiliki penyakit kardiovaskular,
hipotiroidisme, diabetes atau alkoholik, orang yang menjalankan
olahraga berat.
Tanda dan gejala heatstroke adalah delirium, sangat haus, mual,
kram otot, gangguan visual dan bahkan inkontinensia urine. Penderita
heatstroke tidak berkeringat karena kehilangan elektrolit sangat berat dan
malfungsi hipotalamus. Heatstroke dengan suhu >40,5ºC mengakibatkan
kerusakan jaringan pada sel dari semua organ tubuh.
e) Hipotermin
Pengeluaran panas akibat paparan terus menerus terhadap dingin
mempengaruhi kemempuan tubuh untuk memproduksi panas,
mengakibatkan hipotermia. Ketika suhu tubuh turun menjadi 35ºC, klien
mengalami gemetar yang tidak terkontrol, hilang ingatan, depresi, dan
tidak mampu menilai. Jika suhu tubuh turun di bawah 34,4ºC frekuensi
jantung, pernapasan, dan tekanan darah turun, kulit menjadi sianosis.
F. Patofisiologi
Suhu tubuh secara normal dipertahankan di kisaran 37ºC oleh pusat
pengatur suhu di dalam otak yaitu hipotalamus. Pusat pengatur suhu tersebut
selalu menjaga keseimbangan antara jumlah panas yang diproduksi tubuh dari
metabolisme dengan panas yang dilepas melalui kulit dan paru sehingga suhu
tubuh dapat dipertahankan dalam kisaran normal. Walaupun demikian, suhu
tubuh memiliki fluktuasi harian yaitu sedikit lebih tinggi pada sore hari jika
dibandingkan pagi harinya.
Demam ini terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang
sebelumnya telah terangsang oleh pirogen oksigen yang dapat berasal dari
mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologi yang tidak
berdasarkan suatu infeksi. Dewasa ini diduga bahwa pirogen adalah suatu
protein yang identik dengan interleukin 1. Di dalam hipotalamus zat ini
merangsang pelepasan asam arakidonat serta mengakibatkan peningkatan
sintetis prostaglandin E2 yang langsung dapat menyebabkan pireksia.
Pengaruh autonom akan mengakibatkan terjadinya vasokontriksi perifer
sehingga pengeluaran (dissipasion) panas menurun dan penderita merasa
demam. Suhu badan dapat bertambah tinggi lagi karena meningkatnya
aktivitas metabolisme yang juga mengakibatkan penambahan produksi panas
dan karena kurang adekuat penyalurannya kepermukaan, maka rasa demam
bertambah pada seorang penderita (Soeparman, 2002 ).
Demam timbul sebagai respon terhadap pembentukan interleukin 1 yang
disebut pirogen endogen. Interleukin 1 disebabkan oleh neurotrofil akif,
makrofag dan sel– sel yang mengalami cidera. Interleukin 1 tampaknya
menyebabkan panas dengan menghasilkan prostaglandin yang merangsang
hipotalamus. Apabila sunber interleukin 1 dihilangkan (misalnya setelah
sistem imun berhasil mengatasi mikroorganisme), maka kadarnya akan turun.
Hal ini akan mengembalikan titik patokan suhu ke normal. Untuk jangka
waktu singkat, suhu tubuh akan tertinggal dari pengembalian titik patokan
tersebut dan hipotalamus akan menganggap bahwa suhu tubuh terlalu tinggi.
Sebagai responnya hipotalamus akan merangsang berbagai respon misalnya
berkeringat untuk mendinginkan tubuh (Corwin, 2001)
G. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium meliputi :
a) Pemeriksaan darah lengkap : Untuk mengidentifikasi kemungkinan
terjadinya resiko infesi
b) Pemeriksaan urin
c) Uji widal
Uji widal aalah suatu reaksi antigen dan antibody / agglutinin.
Agglutininyang spesifik terdapat salmonella terdapat serum demam
pasien. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan telah diolah di laboratoriaum.
Maksud uji Widal ini adalah untuk menentukan adanya agglutinin
dalam serum pasien yang disangka menderita demam thypoid.
d) Pemeriksaan elektrolit : Na, K, Cl
e) Uji Torniquet
f) Pemeriksaan SGOT (Sserum glutamat Oksaloasetat Transaminase)
dan ISGPT (Serum Glutamat Piruvat Transaminase) SGOT SGPT
sering meningkat tetapi kembali normal setelah sembuhnya demam,
kenaikan SGOT SGPT tidak memerlukan pembatasan pengobatan.
2. Biopsy pada tempat – tempat yang dicurigai, juga dapat dilakukan
pemeriksaan seperti angiografi, autografi atau limfangi giografi
H. Penatalaksanaan
1. Mengawasi kondisi klien (monitor suhu berkala 4-6 jam)
2. Berikan motivasi untuk minum banyak
3. Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang
4. Kompres dengan air hangat pada dahi, dada, ketiak, dan lipatan paha
5. Pemberian obat Antipiretik seperti paracetamol, asetaminofen untuk
membantu dalam penurunan panas
6. Pemberian Antibiotik sesuai indikasi
7. Ditempatkan dalam ruangan bersuhu normal, menggunakan pakaian yang
tidak tebal, dan memberikan kompres.
8. Terapi keperawatan nonfarmakologis juga dapat digunakan untuk
menurunkan demam dengan cara peningkatan pengeluaran panas melalui
evaporasi, konduksi, konveksi, atau radiasi. Secara tradisional perawat
telah menggunakan mandi tepid sponge, mandi dengan menggunakan
larutan air alkohol, kompres es pada daerah aksila dan lipatan paha dan
kipas angin.
9. Tindakan keperawatan mandiri meningkatkan kenyamanan, menurunkan
kebutuhan metabolik dan memberi nutrisi untuk memenuhi peningkatan
kebutuhan energi (Potter and Perry, 2005).
I. WOC

Faktor
Lingkungan

Radiasi, Evavorasi,
Toksik /pirogen
Konduksi, Konveksi

Tubuh mulai Gangguan pada


kehilangan panas saraf otak

Termoreseftor Merangsang
menyebarkan influs hipotalamus
kesaraf pusat

Norephineprin Terjadi proses


dilepaskan oleh implamasi
kelenjar adrenal

Gangguan pada saraf


pusat

Respon Tubuh

- Pasien tampak menggigil - Kulit kemerahan


- Kulit teraba dingin - Kejang
- Penurunan suhu tubuh - Kulit teraba hangat
- Peningkatan suhu tubuh

Hipotermia
Hipertermia

Terjadi
ketidakseimbangan suhu
tubuh

Termoregulasi
A. TINJAUAN TEORI ASKEP KEBUTUHAN DASAR
1. PENGKAJIAN
Pengkajian keperawatan merupakan aspek penting dalam proses
keperawatan sehingga dapat dipergunakan untuk menyimpulkan berbagai
informasi yang diperlukan untuk menyusun tindakan selanjutnya.
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan yang mana
dilakukan pengumpulan data, pengelompokkan data, serta analisa data
yang menghasilkan suatu masalah keperawatan yang dikumpulkan melalui
wawancara, pengumpulan riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium dan review catatan sebelumnya.
1) Pengkajian Identitas
Indentitas pasien yang terdiri dari, nama, umur, jenis kelamin, status
perkawinan, suka/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
nomer telepon, nomor register dan tanggal masuk rumah sakit.
2) Riwayat keperawatan
a. Keluhan utama :
b. Riwayat keperawatan
1. Hipertermi : Pola Demam
a) Terus menerus : Tingginya menetap >24 jam, bervariasi (1-
2)oC.
b) Intermitten : Demam memuncak secara berseling dengan
suhu normal.
c) Relaps : periode episode demam diselingi dengan
tingkat suhu normal, episode demam dengan normotermia
dapat memanjang lebih dari 24 jam.Mulai timbulnya panas,
berapa lama, waktu, upaya untuk mengurangi.
2. Hipotermi : Hipotermia aksidental biasanya terjadi secara
berangsur dan tidak diketahui selama beberapa jam. Ketika suhu
tubuh turun menjadi 35 ºC, klien mengalami gemetar yang tidak
terkontrol, hilang ingatan, depresi, dan tidak mampu menelan.
Jika suhu tubuh turun di bawah 34,4 ºC, frekuensi jantung,
pernafasan, dan tekanan darah turun. kulit menjadi sianotik.
c. Riawayat kesehatan masalalu
1) Hipertermi : sejak kapan timbul demam, sifat demam, gejala
lain yang menyertai demam (misalnya: mual, muntah, nafsu
makan, eliminasi, nyeri otot dan sendi dll), apakah menggigil,
gelisah, atau kedinginan.
2) Hipotermi : : tanyakan suhu pasien sebelumnya, sejak kapan
timbul gejala gemetar, hilang ingatan, depresi dan gangguan
menelan.
d. Riwayat penyakit keluarga
(riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah
diderita oleh anggota keluarga yang lain baik bersifat genetik atau
tidak).
3) Pemeriksaan fisik
Ukur suhu inti selama setiap fase demam Kaji factor-faktor
pemberat seperti dehidrasi, insfeksi, atau suhu lingkungan.
Identifikasi respons fisiologis terhadap suhu
1. Ukur semua tanda-tanda vital
2. Observasi semua warna kulit
3. Kaji suhu kulit (palpasi)
4. Kaji kenyamanan dan kesejatrahan kilien
Tentukan fase demam : kedinginan, stabil, serangan demam.
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN (SDKI,2016)
Menurut buku SDKI, 2016 diangnosa yang muncul pada kasus
termoregulasi, yaitu :
- Termoregulasi Tidak Efektif
1) Definisi : Kegagalan mempertahankan suhu tubuh dalam
rentang normal
2) Penyebab
- Stimulus pusat termoregulasi hipotelamus
- Fluktusi suhu lingkungan
- Proses penyakit (mis.infeksi)
- Proses penuan
- Dehidrasi
- Ketidaksesuaian pakaian untuk suhu lingkungan
- Peningkatan kebutuhan oksigen
- Perubahan laju metabolisme
- Suhu lingkungan ekstrim
- Krtidak adekautan sulai lemak subkutan
- Berat badan ekstrem
- Efek agen farmakologis (ms.sedasi)
3) Gejala dan tanda mayor
a. Subjektif : -
b. Objektif : kulit dingin/ hangat, menggigil, suhu tubuh
fluktuatif
4) Gejala dan tanda minor
a. Subjektif : -
b. Objektif : piloereksi, pengisian kapiler >3 detik, tekanan
darah meningkat, pucat, frekuensi nafas meningkat,
takikardia, kejang, kulit kemerahan, dasar kuku sianosis.
5) Kondisi klinis terkait
- Cedera medulla spinalis
- Infeksi/sepsis
- Pembedahan
- Cedera otak akut
- Trauma
4. INTERVENSI / PERENCANAAN
a. Prioritas Diagnosa Keperawatan
Termoregulasi Tidak Efektif berhubungan dengan proses inflamasi
b. Rencana Asuhan Keperawatan
Termoregulasi Tidak Efektif
Diangnosa Tujuan & Kriteria Intervensi (NIC)
Keperawatan Hasil
(NOC)
Termoregulasi Tidak Setelah dilakukan Temperature
Efektif berhubungan tindakan keperawatan regulation (pengaturan
dengan proses 2x 8 jam klien suhu tubuh)
inflamasi menunjukan a. Monitor suhu
temperature suhu minimal tiap 2
tubuh dalam batas jam sekali
normal dengan kriteria b. Rencanakan
hasil : monitoring suhu
a. Keseimbangan kontinyu
antara produksi c. Monitor tanda
panas, panas yang hipertermi dan
diterima dan hypotermi
kehilangan panas d. Tingkatkan intek
b. Temperature stabil : cairan dan nutrisi
(36,50-37,5oC) e. Selimuti pasien
c. Tidak ada kejang untuk mencegah
d. Glukosa darah hilangnya
stabil kehangatan tubuh
e. Pengendalian resiko f. Berikan anti
hipertermia piretik jika
f. Pengendalian resiko diperlukan
hypothermia
g. Pengendalian resiko
proses menular
h. Pengendalian resiko
paparan sinar
matahari

5. IMPLEMENTASI / PELAKSANAAN
Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan yang
dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Dengan rencana
keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosis yang tepat, intervensi
diharapkan dapat mencapai tujuan dan hasil yang diinginkan untuk
mendukung dan meningkatkan status kesehatan pasien (Potter, 2010).
Tujuan dari implementasi adalah membantu pasien dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping. Perencanaan
asuhan keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik, jika klien
mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam implementasi asuhan
keperawatan. Selama tahap implementasi, perawat terus melakukan
pengumpulan data dan memilih asuhan keperawatan yang paling sesuai
dengan kebutuhan pasien.
6. EVALUASI
Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses keperawatan untuk
mengukur respon klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan
respons klien kearah pencapaian tujuan. Evaluasi terdiri dari evaluasi
formatif yaitu menghasilkan umpan balik selama program berlangsung.
Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah program selesai dan
mendapatkan informasi efektivitas pengambilan keputusan. Evaluasi
asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP (subyektif,
obyektif, assessment, planing). Komponen SOAP yaitu S (subyektif)
dimana perawat menemukan keluhan klien yang masih dirasakan setelah
dilakukan tindakan. O (obyektif) adalah data yang berdasarkan hasil
pengukuran atau observasi klien secara langsung dan dirasakan setelah
selesai tindakan keperawatan. A (assesment) adalah kesimpulan dari data
subyektif dan obyektif (biasaya ditulis dala bentuk masalah keperawatan).
P (planning ) adalah perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan
dihentikan, dimodifikasi atau ditambah dengan rencana kegiatan yang
sudah ditentukan sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Nursing Interventions Classidications (NIC), 6th edition, edisi Bahasa Indonesia,


Sleman Yogyakarta, 2013
Nursing Outcomes Classidications (NOC), 5th edition, edisi bahasa Indonesia,
Sleman Yogyakarta 2013

Potter, Perry. (2010). Fundamental Of Nursing : Consep, Proses and Preactice.


Edisi 7. Vol. 3. Jakarta : EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Anda mungkin juga menyukai