Anda di halaman 1dari 19

Accelerat ing t he world's research.

MEKANISME RESISTENSI OBAT


ANTI TUBERKULOSIS
Nofriyanda Yanda

Related papers Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Mekanisme T ingkat Molekul Resist ensi t erhadap Beberapa Obat pada Mycobact erium Tuber…
Balqist Allyya

Proposal DIKT I 2015


Arief Darmawan Arfa

Penyakit Spesifik Dalam Pengobat an


evi fania
TINJAUAN PUSTAKA
MIKROBIOLOGI

ANALISIS MOLEKULER PADA PROSES RESISTENSI


MIKOBAKTERIUM TUBERKULOSIS TERHADAP
OBAT – OBAT ANTI TUBERKULOSIS

Oleh

dr. NOFRIYANDA

Pembimbing

dr. ROSLAILI RASYID, M.Biomed

BAGIAN PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNAND / RS.DR.M.DJAMIL
PADANG 2010
DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1

1.2 Tujuan Penulisan ............................................................................................ 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Resistensi terhadap Antibiotik ...................................................................... 3

2.2 Resistensi Obat Anti Tuberkulosis ................................................................ 3

2.3 Mekanisme Resistensi Obat Anti Tuberkulosis .............................................. 5

2.3.1 Isoniazid ......................................................................................................... 6

2.3.2 Rifampisisn ..................................................................................................... 9

2.3.3 Pirazinamid ..................................................................................................... 10

2.3.4 Etambutol ....................................................................................................... 11

2.3.5 Streptomisin ................................................................................................... 13

BAB III KESIMPULAN ............................................................................................... 14


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini Tuberkulosis ( TB ) terutama TB paru masih menjadi masalah kesehatan yang
penting di dunia baik negara berkembang dan juga di sebagian negara maju. Sejak tahun
1993 World Health Organization ( WHO ) telah mencanangkan TB sebagai kedaruratan
dunia ( global emergency ). Hal ini karena situasi TB di dunia yang semakin memburuk
dimana jumlah kasus TB meningkat dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan. 1

Berdasarkan laporan WHO, secara global terdapat peningkatan kasus TB dari tahun
ke tahun. Pada tahun 2000 didapatkan kasus TB sebanyak 8,3 juta penderita, sedangkan pada
tahun 2007 terjadi peningkatan yang cukup tinggi dimana didapatkan sebanyak 9,27 juta
kasus baru ( 139 per 100.000 penduduk ) dan angka mortalitas sebesar 19,7 per 100.000
penduduk. Kasus TB terbanyak didapatkan di benua Asia ( 55 % ) dan Afrika ( 31 % ). 2

Indonesia sebagai negara berkembang menempati peringkat ketiga setelah India dan
China dalam jumlah kasus TB. Jumlah kasus TB sepanjang tahun 2007 diperkirakan sebesar
232.358 orang. Kasus TB paru BTA positif pada tahun 2007 sebesar 160.617 kasus dengan
angka penemuan penderita ( Case Detection Rate / CDR ) sebesar 69,12 %. Pencapaian ini
hampir mendekati global target yaitu 70 %. Sementara itu angka insiden kasus baru BTA (+)
mengalami kecenderungan penurunan kasus selama kurun waktu 2000 – 2006 dari 126 per
100.000 penduduk menjadi 104 per 100.000 penduduk. Penurunan ini tidak terlepas dari
adanya pengendalian penyakit TB.3

Timbulnya kasus resisten terhadap obat anti tuberkulosis terutama terjadinya


kekebalan ganda ( Multi Drug Resisten = MDR ) kuman TB semakin menjadi masalah serius.
Berdasarkan laporan WHO diperkirakan selama tahun 2007 didapatkan kasus MDR TB
sekitar 0,5 juta kasus. Kasus MDR TB terbanyak didapatkan di India ( 131.000 ), China
(112.000 ), Rusia ( 43.000 ), Afrika selatan ( 16.000 ) dan Bangladesh ( 15.000 ) 2. Kasus
MDR TB ini bersifat mematikan, sangat infeksius dan sukar disembuhkan. Pengobatan
terhadap kasus MDR TB sangat komplek dimana membutuhkan waktu yang lama, biaya
besar dan pengawasan yang ketat. Keadaan ini pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya
epidemi kasus TB yang sulit ditangani. Keterlambatan dalam mengenali adanya resitensi
terhadap obat anti tuberkulosis menyebabkan terlambatnya pemberian terapi yang efektif,
memperbesar kemungkinan penularan kuman yang resisten terhadap obat dan meningkatkan
resiko kematian pada penderita TB dengan resistensi obat anti tuberkulosis(4,5)

Terjadinya resistensi kuman mikobakterium tuberkulosis terhadap obat anti


tuberkulosis biasanya meliputi beberapa jenis obat yang termasuk dalam “first line drugs”
yaitu INH, rifampisin, pirazinamid dan etambutol. Penyebab utama timbulnya resistensi
terhadap obat anti tuberkulosis adalah pengobatan yang tidak adekuat dimana pemakaian obat
anti tuberkulosis yang tidak sesuai dengan aturannya baik dari segi dosis, cara pemakaian
maupun lamanya pemakaian obat yang akan menyebabkan berkembangnya kuman yang
resisten. Namun resistensi terhadap kuman mikobakterium tuberkulosis juga dapat terjadi
secara langsung yaitu jika penderita tertular oleh kuman mikobakterium tuberkulosis yang
telah resisten dari penderita TB yang lain4,5

Resistensi kuman mikobakterium tuberkulosis terhadap obat anti tuberkulosis terjadi


karena terdapatnya mutasi pada kuman mikobakterium tuberkulosis. Mutasi ini terjadi karena
pengaruh obat yang tidak adekuat membunuh seluruh kuman mikobakterium tuberkulosis
sehingga kuman yang bertahan hidup dapat mengalami mutasi. Bahkan kuman yang telah
mengalami mutasi ini menjadi semakin virulen. Mutasi ini terjadi pada tingkat gen yang
akan mengkode enzim yang sebelumnya merupakan target obat anti tuberkulosis,
sehingganya dengan terjadinya mutasi ini maka obat anti tuberkulosis tidak dapat
mengganggu kerja enzim dari kuman mikobakterium tuberkulosis(6) Untuk itu perlu diketahui
tentang mekanisme resitensi kuman mikobakterium tuberkulosis secara biomolekuler.

1.2 Tujuan Penulisan


Dalam makalah ini akan dibahas tentang mekanisme resistensi kuman mikobakterium
tuberkulosis terhadap obat – obat anti tuberkulosis secara analisis molekuler.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Resistensi terhadap Antibiotik


Masalah resistensi antibiotik sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengobatan
dan biaya pengobatan. Selain itu kuman yang telah resisten terhadap antibiotik menjadi
semakin virulen. Untuk dapat menghambat bakteri yang sensitif maka harus terdapat 3
kondisi dalam waktu yang bersamaan(7) :
a. Antibiotik harus dapat mencapai target dalam konsentrasi yang cukup dan dalam
kondisi metabolit aktif.
b. Antibiotik tidak di inaktif sebelum berikatan dengan target
c. Target yang sensitif terhadap kerja antibiotik harus ada pada sel bakteri
Target dari antibiotik yang sering adalah pada enzim atau protein esensial lainnya.
Antibiotik mulanya akan melewati dinding sel untuk mencapai target dan dibawa ke dalam
sel menuju target untuk berikatan dengan target site. Dengan berikatannya antibiotik dengan
target site maka baru antibiotik dapat mempengaruhi kerja dari sel(6,7).
Terjadinya proses resistensi terhadapa obat dapat melalui macam. Namun secara
umum terjadinya resistensi terhadap obat melalui(7):
a. Destruksi atau inaktifasi antibiotik
b. Perobahan pada target site untuk mengurangi atau menghilangkan tempat ikatan
antibiotik pada target
c. Pengurangan permeabilitas permukaan sel atau mekanisme blokade antibiotik
masuk sel atau pengeluaran antibiotik dari sel ( efflux system )
d. Penggantian tahapan metabolisme yang dihambat oleh antibiotik

2.2 Resistensi Obat Anti Tuberkulosis


Terjadinya resistensi kuman mikobakterium tuberkulosis terhadap obat – obat anti
tuberkulosis menimbulkan masalah untuk penatalaksanaan terhadap penderita TB. Selain
membutuhkan biaya besar, lamanya pengobatan yang bertambah, butuh pengawasan yang
ketat, resiko kematian dan resiko penularan yang tinggi karena kuman mikobakterium
tuberkulosis menjadi semakin virulen(4,6)
Resistensi terhadap obat anti tuberkulosis dapat berupa(4) :
- Mono Resisten
adalah terdapatnya resistensi terhadap 1 macam obat anti tuberkulosis
- Multi Drug Resisten ( MDR )
adalah terdapatnya resistensi terhadap minimal 2 macam obat anti tuberkulosis yatu
INH dan rifampisin dengan atau tanpa obat anti tuberkulosis lainnya.
- Poli Resisten
adalah terdapatnya resistensi terhadap lebih dari 1 obat anti tuberkulosis tapi bukan
kombinasi INH dan rifampisin

Secara umum timbulnya resistensi terhadap obat anti tuberkulosis dibagi menjadi(8):
a. Resistensi Primer
yaitu terdapatnya strain mikobakterium tuberkulosis yang resisten pada penderita
TB yang belum pernah diobati dengan obat anti tuberkulosis atau telah minum
obat anti tuberkulosis kurang dari 1 bulan. Penderita ini terinfeksi dari penderita
TB lain yang sebelumnya telah mengalami resistensi terhadap obat anti
tuberkulosis.
b. Resistensi Sekunder
yaitu terdapatnya strain mikobakterium tuberkulosis yang resisten pada penderita
TB yang telah minum obat anti tuberkulosis minimal 1 bulan. Pada awalnya
kuman masih sensitif namun karena pengobatan yang tidak adekuat maka terjadi
mutasi pada sel kuman mikobakterium tuberkulosis sehingga terjadi resistensi
terhadap obat anti tuberkulosis.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya resistensi terhadap obat anti
tuberkulosis. Faktor – faktor tersebut dapat meliputi faktor dari penderita, tenaga kesehatan
maupun faktor obat itu sendiri. Diantara faktor – faktor yang mempengaruhi terjadinya
resistensi terhadap obat anti tuberkulosis adalah(4) :
- Obat tidak diminum sesuai dengan yang dianjurkan karena pengetahuan yang salah,
terputusnya obat, adanya efek samping, hamil dan lain – lain
- Obat tidak diminum sesuai dosis yang diberikan
- Cara pemberian obat yang salah
- Adanya penyakit yang menyebabkan penyerapan obat tidak sempurna
- Tenaga kesehatan tidak memberikan terapi yang adekuat
- Pasien sebelumnya telah resisten terhadap salah satu obat yang diberikan
- Mendapat monoterapi
- Riwayat penggunaan obat anti tuberkulosis tanpa pengawasan
- Pemberian obat anti tuberkulosis bersama dengan obat lain sehingga menyebabkan
terjadinya interaksi obat.

2.3 Mekanisme Resistensi Obat Anti Tuberkulosis


Resistensi kuman mikobakterium tuberkulosis terhadap obat anti tuberkulosis terjadi
pada umumnya karena mutasi sel kuman pada tingkat gen. Gen yang mengalami mutasi ini
berperan untuk mengkode enzim yang menjadi target obat anti tuberkulosis.

Tabel 1. Gen dan protein yang terlibat dalam resistensi anti tuberkulosis
Antituberculosis Drug Gene Mutated % of Mutation Product of that gene

Isoniazid katG 40 – 60 % Catalase – peroxidase

Isoniazid inhA 15 – 43 % Reductase analog

Isoniazid ahpC 10 % Hydroperoxidase reductase

Isoniazid kasA Unknown Carrier protein synthase

Rifampisin rpoB > 96 % Sub unit of RNA polymerase

Pyrazinamide pncA 72 – 97 % Pyrazinamidase

Ethambutol embB 47 – 65 % Arabinosyl transferase

Streptomycin rpsL 70 % Ribosomal protein S12

Streptomycin Rrs 70 % 16S rRNA

Fluoroquinolones gyrA 75 – 94 % DNA gyrase A sub unit

Dikutip dari Francis J. Curry National Tuberculosis Center 2004


2.3.1 ISONIAZID ( INH )

Isoniazid ( INH ) atau isonicotinic acid hydrazide,4-pyridinecarboxylic acid hydrazide


termasuk obat yang bersifat bakterisid dimana INH membunuh cepat kuman yang sedang
aktif bermultiplikasi. INH merupakan obat obat anti tuberkulosis yang bersifat pro drug
dimana obat ini akan dirubah menjadi metabolit aktifnya didalam sel supaya menjadi
(9,10,11,12)
substansi yang toksik untuk sel mikobakterial . INH yang telah aktif ini nantinya
akan mempengaruhi sintesis asam mikolat. Asam mikolat ini merupakan salah satu
komponen penting untuk pembentuk dinding sel(13,14).
Setelah masuk ke dalam sel mikobakterium, INH dirobah menjadi bentuk aktifnya
oleh enzim katalase – peroksidase ( Kat G ) dimana enzim ini dikode oleh gen katG. INH
yang telah aktif ini akan bereaksi dengan Nicotinamide Adenine Dinucleotide ( NADH )
yang merupakan suatu ko faktor yang terikat pada enzim Inh A. INH aktif dengan NADH ini
akan membentuk suatu ikatan kovalen INH – NAD. Enzim Inh A atau enoil acyl carrier
protein ( ACP ) reductase merupakan suatu enzim yang berperan dalam proses katalisis
tahap awal sintesis asam mikolat dimana enzim ini di kode oleh gen inhA. Kepekaan
terhadap INH yang disebabkan karena penggabungan INH – NAD akan menghambat
aktivitas enzimatik InhA dan akan menghambat sintesis asam mikolat yang merupakan salah
satu bahan utama sebagai pembentuk dinding sel(10,11,15,16,17)
Mekanisme terjadinya resistensi kuman mikobakterium tuberkulosis terhadap INH
secara biomolekuler dipengaruhi oleh mutasi pada beberapa gen, tapi mutasi ini terutama
terjadi pada gen katG, gen inhA, gen ahpC, gen ndh dan gen kasA.

2.3.1.1 Gen katG


Gen kat G berfungsi dalam mengkode enzim catalase – peroxidase ( Kat G ). Enzim
ini berperan dalam merobah INH menjadi metabolit aktifnya supaya INH bisa berikatan
dengan NADH membentuk ikatan INH-NAD. Terjadinya mutasi pada gen katG akan
menyebabkan hilangnya aktivitas enzim catalase – perxidase sehingga INH yang masuk ke
dalam sel tidak dapat dirobah menjadi bentuk aktifnya. INH yang tidak dalam bentuk
aktifnya tidak dapat mengganggu aktivitas enzim enoil – acyl carrier protein ( ACP )
reductase. Dengan tidak terganggunya kerja enzim ini maka sintesis asam mikolat untuk
pembentuk dinding sel tidak terganggu dan sel tidak akan mati(10,11,16).

2.3.1.2 Gen inhA


Setelah terjadi perobahan INH menjadi bentuk aktifnya, maka INH ini akan bekerja
pada target utamanya yaitu mengganggu Inh A atau enzim enoyl – acyl carrier protein (ACP)
reductase melalui adanya ikatan kovalen INH – NAD. Dengan adanya ikatan ini maka
terjadi hambatan aktivitas enzimatik Inh A sehingga mengganggu sintesis asam mikolat.
Terjadinya mutasi pada gen inhA yang berperan dalam mengkode enzim enoyl – acyl carrier
protein ( ACP ) reductase akan menyebabkan terjadinya resistensi terhadap INH. Resistensi
ini terjadi karena adanya mutasi pada gen inhA yang menyebabkan terjadiny penurunan
terhadap afinitas ikatan INH – NAD pada Inh A. Dengan terjadinya gangguan terhadap
afinitas ikatan INH-NAD ini menyebabkan kerja enzim Inh A tidak terganggu. Selain itu juga
dapat terjadi hiperekspresi enzim Inh A sehingga menyebabkan terjadinya resistensi terhadap
INH(10,11,15,16,17)

2.3.1.3 Gen ahpC


Gen ahpC merupakan gen yang bertanggung jawab dalam mengkode enzim alkyl
hydroperoksidase reductase ( AhpC ) dimana enzim ini berfungsi sebagai reduktase
antioksidan. Jika gen katG mengalami mutasi maka terjadi over ekspresi pada region
intergen oxyR-ahpC sehingga meningkatkan kerja enzim AhpC untuk mengatasi hilangnya
fungsi gen katG melawan stres oksidatif(10,11,15)

2.3.1.4 Gen ndh


Gen ndh berperan dalam mengkode Nicitinamide Adenine Dinucleotide (NADH)
dehydrogenase yang merupakan suatu ko faktor dimana ko faktor ini akan terikat pada enzim
Inh A. NADH akan berikatan dengan INH yang telah aktif dengan membentuk ikatan
kovalen INH – NAD dimana dengan adanya ikatan ini akan menyebabkan hambatan terhadap
aktivitas enzimatik Inh A sehingga menghambat pembentukan asam mikolat. Terjadinya
mutasi pada gen ndh akan menyebabkan gangguan pada proses oksidasi NADH menjadi
NAD sehingga terjadi peningkatan rasio NADH/NAD. Peningkatan rasio NADH/NAD
menandakan dimana terdapat akumulasi NADH dan penurunan NAD. Tingginya kadar
NADH ini dapat menyebabkan hambatan untuk terikatnya ikatan INH – NAD pada bagian
aktif dari enzim Inh A sehingganya kerja dari enzim InhA tidak terganggu (10,16,18)
2.3.1.5 Gen kasA
Pada suatu penelitian didapatkan bahwa sekitar 10 % dari kasus resisten INH terjadi
mutasi pada gen kasA(19). Fungsi gen kasA adalah mengkode enzim β ketoacyl - ACP
synthase dimana enzim ini merupakan salah satu enzim yang berperan dalam sintesis asam
mikolat dimana terjadi elongasi dari asam lemak intermediet, untuk pembentukan dinding sel.
INH bekerja menghambat kerja enzin ini sehingga mengganggu pembentukan dinding sel.
Dengan terjadinya mutasi pada gen kasA maka INH tidak dapat mengganggu kerja enzim
ini(13,16) Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa mutasi pada gen ini bersamaan
dengan terjadinya mutasi pada gen lain yang menyebabkan terjadinya resistensi terhadap
INH(10)

Gambar 1. Mekanisme kerja dan resistensi terhadap INH(dikutip dari 11)


2.3.2 RIFAMPISIN

Rifampisin pertama kali diperkenalkan pada tahun 1972 sebagai obat yang efektif
sebagai anti tuberkulosis. Rifampisin terutama bekerja membunuh kuman yang mengalami
metabolisme lambat dan membunuh kuman yang persisten(6). Obat ini bekerja dengan
menghambat sintesis asam nukleat dimana target utama dari rifampisin adalah pada RNA
polimerase sehingga menghambat proses transkripsi yang berakibat matinya sel. RNA
polimerase ini dibentuk oleh 4 sub unit yaitu α, β, β’ dan σ yang masing – masing dikode
oleh gen rpo A, rpo B, rpo C dan rpo D(10,11).
Rifampisin secara spesifik akan terikat dengan sub unit β RNA polimerase yang
dikode oleh gen rpo B sehingga menghambat proses transkripsi dengan menghambat proses
perpanjangan untaian RNA. Mutasi pada gen rpo B akan menyebabkan perobahan konfirmasi
pada tempat ikatan antara rifampisin dan sub unit β. Perobahan pada tempat ikatan ini
menyebabkan rifampisin tidak dapat terikat pada sub unit β. Dengan tidak terikatnya
rifampisin maka proses transkripsi RNA tidak akan terganggu dan mengakibatkan kuman
menjadi resisten terhadap rifampisin(9,10,11,16)
(dikutip dari11)
Gambar 2. Mutasi gen rpoB yang berperan terjadinya resisten terhadap rifampisin

2.3.3 PIRAZINAMID

Pirazinamid merupakan analog nikotinamide yang pertama kali sebagai anti


tuberkulosis pada tahun 1952. Pirazinamid bertanggung jawab untuk membunuh kuman
mikobakterium tuberkulosis yang semi dorman yang tidak mampu dibunuh oleh obat anti
tuberkulosis lainnya. Aktivitas pirazinamid spesifik untuk kuman mikobakterium
tuberkulosis dan tidak memiliki efek terhadap mikobakterium lainnya (9,16) Pirazinamid hanya
mampu bekerja pada suasana PH asam sehingga obat ini juga dapat membunuh kuman yang
berada dalam jaringan nekrotik kaseosa(6)
Target utama dari pirazinamid adalah enzim yang berperan dalam sintesis asam
lemak. Pirazinamid merupakan pro drug yang harus dikonversi menjadi bentuk aktifnya yang
disebut pyrazinoic acid oleh enzim pyrazinamidase. Enzim pyrazinamidase ini dihasilkan
oleh phagolysosome kuman dimana enzim pyrazinamidase ini dikode oleh gen pncA. Dengan
terjadinya perobahan pirazinamid menjadi bentuk aktifnya ( pyrazinoic acid ) maka akan
terjadinya penumpukan pyrazinoic acid di dalam sitoplasma dan didukung pula oleh tidak
efektifnya efflux system. Akumulasi dari pyrazinoic acid menyebabkan penurunan PH
intrasel ke level yang menyebabkan terganggunya sintesis asam lemak (10,11).
Terjadinya mutasi pada gen pncA yang mengkode enzim pyrazinamidase akan
menyebabkan enzim ini tidak dapat bekerja merobah pirazinamid yang masuk ke dalam sel
menjadi bentuk aktifnya yaitu pyrazinoic acid. . Dengan tidak terbentuknya pyrazinoic acid
ini maka obat ini tidak dapat mengganggu sintesis asam lemak dan akan menyebabkan
terjadinya resistensi pada kuman M.TB terhadap pirazinamid (10,11,15)

2.3.4 ETAMBUTOL

Etambutol {dextro-2,2’(ethyldiimino)-di-1onol}adalah obat anti tuberkulosis lini


pertama dengan aktivitas broadspektrum. Pemberian obat ini harus digabung dengan obat
antituberkulosis lainnya untuk dapat membunuh kuman secara menyeluruh(11,20). Target
utama dari kerja etambutol adalah pada enzim arabinosyl transferase yaitu suatu enzim yang
terlibat dalam proses pembentukan dinding sel bakteri dimana enzim ini di kode oleh gen
embB, gen embA dan embC. Enzim arabinosyl transferase ini berperan dalam pembentukan
arabinan yang merupakan salah satu komponen arabinogalaktan pada dinding sel
M.TB(10,16,17). Akan terjadi suatu proses dimana asam mikolat berikatan pada gugus D-
arabinose dari arabinogalaktan. Ikatan ini membentuk komplek mycolyl-arabinogalactan-
peptidoglycan pada dinding sel(13,14,20). Dengan pemberian etambutol maka akan terjadi
gangguan pada sintesis arabinogalaktan, yang pada akhirnya juga tidak akan terbentuknya
ikatan komplek mycolyl-arabinogalactan-peptidoglycan pada dinding sel. Kondisi ini
menyebabkan terjadinya peningkatan permeabilitas dinding sel sehingga memudahkan
masuknya obat – obat antituberkulosis lainnya. Selain itu juga akan terjadi penumpukan asam
mikolat di dalam sel sehingga menyebabkan sel mati(11,20)
Terjadinya mutasi pada lokus gen embB yang berperan dalam mengkode enzim
arabinosyl transferase menyebabkan perobahan pada enzim ini yang juga menyebabkan
berobahnya target untuk etambutol. Hal ini menyebabkan etambutol tidak dapat mengganggu
kerja enzim arabinosyltransferase dalam pembentukan arabinan sehingga pembentukan
dinding sel tidak terganggu. Selain itu juga dapat terjadi hiperekspresi dari enzim ini yang
juga dapat menyebabkan terjadinya resistensi terhadap etambutol (11,16)

Gambar 3. Mekanisme kerja Etambutol (dikutip dari 11)


2.3.5 STREPTOMISIN

Streptomisin ( O-2odeoxy-2-methylamino-α-L-glucopyranosyl(1-2)-O-5-deoxy-3-C-
formyl-α-L-lyxofuranosyl-(1-4)-N,N-diamidino-D-streptamine;C21H39N7O12 ) merupakan
obat anti tuberkulosis yang termasuk ke dalam golongan aminoglikosida. Target utama dari
kerja streptomisin adalah mekanisme pada tingkat ribosom. Dalam hal ini yang berperan
adalah 16S rRNA dan S12 dimana 16S rRNA dikode oleh gen rrs dan S12 dikode oleh gen
rpsL. Streptomisin akan berinteraksi dengan 16S rRNA dan S12 ribosom yang akan
menyebabkan terjadinya perobahan pada ribosom dan menyebabkan terjadinya misreading
pada mRNA sehingga menghambat proses sintesis protein. (10,11).
Proses resistensi terhadap streptomisin terjadi karena terjadinya mutasi pada protein
ribosom S12 yang dikode oleh gen rpsL dan mutasi pada 16S rRNA yang dikode oleh gen
rrs. Mutasi lebih sering terjadi pada gen rpsL dimana terjadi lebih dari 2/3 kasus resisten
streptomisin(11,21). Mutasi ini akan menyebabkan terjadinya proses substitusi asam amino
tunggal yang akan mempengaruhi struktur 16S rRNA. Dengan terjadinya perobahan struktur
ini maka streptomisin tidak dapat mempengaruhi 16S rRNA sehingganya tidak terjadi
gangguan pada mRNA yang mengakibatkan proses sintesis protein tidak terganggu. Dengan
tidak terganggunya proses sintesis protein maka terjadi resistensi terhadap streptomisin. (11,16)
BAB III

KESIMPULAN

1. Terjadinya resistensi terhadap INH disebabkan oleh mutasi pada gen katG, inhA,
ahpC, ndh dan kasA
2. Mutasi pada gen rpoB yang bertanggung jawab pada proses RNA polimerase
menyebabkan kuman mikobakterium tuberkulosis resisten terhadap rifampisin
3. Resistensi terhadap pirazinamid terjadi karena mutasi gen pncA yang mengkode
enzim pirazinamidase dimana enzim ini berperan merobah pirazinamid menjadi
bentuk aktifnya
4. Mutasi gen embB yang mengkode enzim arabinosyl transferase berperan dalam
terjadinya resitensi terhadap etambutol
5. Timbulnya resistensi terhadap streptomisin karena terjadinya mutasi pada gen rpsL
dan gen rrs.
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis edisi 2.Jakarta,


Depkes. 2006
2. WHO. WHO report 2009 - Global TB Control 2009; Epidemiology, Strategy, Financing.
Geneva : WHO, 2009 p 1 - 33
3. Departemen Kesehatan. Profil Kesehatan Indonesia 2007. Jakarta, Depkes. 2008. p 31-33
4. Francis.J.Curry National Tuberculosis Center. Drug Resistant Tuberculosis, a Survival
guide for clinicians. California,2004 p 1-15
5. WHO. Guidelines for the Programmatic Management of Drug Resistant Tuberculosis,
Emergency Update 2008. Swiss 2008
6. Gillespie SH. Evolution of Drug Resistance in Mycobacterium Tuberculosis : Clinical
and Molekuler Perspective. Antimicrobial agents and chemotherapy 2002. p 267 – 274
7. Greenwood D, Finch R, Davery P, Wilcox M. Antimicrobial Chemotherapy 5th edition.
Oxoford University Pres, 2007 p 130-144
8. PDPI, Tuberkulosis. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaandi Indonesia, Jakarta, 2006
9. Brunton L, Parker K, Blumenthal D, Burton I. Manual of Pharmacology and
Therapeutics. McGraw-Hill Companies 2008 p 784-793
10. Pym AS, Cole S. Mechanism of Drug Resistance in Mycobacterium Tuberculosis. In
Wax RG, Lewis K, Salyers AA, Taber H. Bacterial Resistance to Antimicrobals. Denver
2008 p 313-331
11. Rattan A, Kalla A, Ahmad N. Multi Drug-Resistant Mycobacterium Tuberculosis :
Molekuler Perspectives. diakses dari http://www.cdc.gov/ncidod/EID/vol4no2/rattan.htm
12. Debbie S.retnoningrum, Roga F.kembaren. Mekanisme Tingkat Molekul Resistensi
Terhadap Beberapa Obat pada Mycobacterium Tuberculosis. Acta Pharmaceutica
Indonesia vol XXIX no 3, 2004 p 92-95
13. Crick DC, Brennan PJ, McNeil MR. The Cell Wall of Mycobacterium Tuberculosis. In
Rom W, Garay SM. Tuberculosis 2nd edition. Philadelphia 2004 p 115-134
14. Palomino JC, Leao SC, Ritacco V. Tuberculosis 2007 from Basic Science to Patient Care.
Argentina 2007
15. Raynaud C, Laneelle MA, Senaratne RH et al. Mechanism of Pyrazinamide Resistance in
Mycobacteria : Importance of lack of Uptake in Addition to Lack of Pyrazinamidase
Activity. Microbiology 1999 p 1359-1367
16. Johnson R, Streicher EM, Louw GE et al. Drug Resistance in Mycobacterium
Tuberculosis. Curr.Issues Mol.Biol. 8 : p 97-112
17. Mendez JC. Multi Drug Resistance in Tuberculosis and The Use of PCR for Defining
Molekuler Markers of Resistance. diakses dari http://www.dcmsonline.org/jax-
medicine/2001journals/Feb2001/TBresistance.htm
18. Lee AS, Teo AS, Wong SY. Novel Mutations in ndh in Isoniazid-Resistant
Mycobacterium Tuberculosis Isolates. Antimicrobial Agents and Chemotherapy 2001 p
2157-2159
19. Lee AS, Lim IH, Tong LL, Telenti A, Wong SY. Contribution of kasA analysis to
Detection of Isoniazid-Resistant Mycobacterium Tuberculosis in Singapore.
Antimicrobial Agents and Chemotherapy. Singapore 1999 p 2087-2089
20. Lee ASG, Othman SN, Wong SY. Novel Mutation Within The embB Gene in
Ethambutol-Susceptible Clinical Isolates of Mycobacterium Tuberculosis. Antimicrobial
Agents and Chemotherapy 2004 p 4447-4449
21. Tracevska T, Jansone I, Nodieva A. Characterisation of rpsL, rrs and embB Mutations
associated with Streptomycin and Ethambutol Resistance in Mycobacterium
Tuberculosis. Research in Microbiology 155 (2004) p 830-834

Anda mungkin juga menyukai