PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Negara Republik Indonesia sudah lebih dari setengah abad merayakan hari
kemerdekaannya terhitung dari tanggal 17 Agustus 1945. Perayaan itu
memberikan gambaran dariproses lahirnya konstitusi tertulis Negara Indonesia
yaitu UUD 1945. Kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945, UUD 1945 ditetapkan
sebagai Konstitusi Republik Indonesia. Konstitusi tersebut telah dijadikan
landasan berjalannya sistem ketatanegaraan negara ini. Berbagai isi/muatan yang
terkandung dari awal pembentukan hingga perubahan yang keempat kalinya telah
mengalami perubahan pula.
Undang-Undang Dasar setelah perubahan memberikan nuansa yang sangat
berbeda pada tataran muatan yang terkandung di dalamnya. Banyak muatan yang
secara sosial, hukum, politik dan ekonomi mengalami perubahan yang mendasar.
Setiap perubahan yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari peran Paham Konstitusi
(Constitutional Doctrine) yang berkembang pada saat Republik Indonesia sebagai
negara hukum, memproses perubahan konstitusi tersebut.
1
yang baru ditetapkan keesokan harinya pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
II. Rumusan Masalah
Tujuan yang ingin dicapai dalam makalah “UUD 1945 sebagai Konstitusi
Indonesia” ini adalah untuk mengetahui proses perubahan pembentukan konstitusi
atau UUD 1945 di Indonesia mulai dari awal pembentukan hingga perubahan
yang keempat kalinya telah mengalami perubahan pula. Bagaimana “Dinamika
dan tantangan konstitusi di Indonesia’’ seperti apa ‘’Perilaku konstitusional warga
negara’’ terhadap perunahan pembentukan UUD 1945 sebagai Konstitusi.
2
BAB II
PEMBAHASAN
II.1. UUD 1945 Sebagai Konstitusi Indonesia
A. Pengertian Konstitusi
Istilah konsitusi berasal dari bahasa Prancis, constituer. Kata konstitusi
berarti pembentukan yang berasal dari kata kerja, yaitu constituer(Prancis) yang
berarti membentuk. Dalam pengertian ini, hal yang dibentuk adalah negara.
Dengan demikian, konstitusi mengandung makna awal (permulaan) dari segala
peraturan perundang-udangan tentang negara. Pemakaian istilah konstitusi yang
dimaksudkan adalah pembentukan suatu negara atau menyusun dan menyatakan
suatu negara.
Konstitusi (constitution = bahasa latin) dalam negara adalah sebuah norma
sistem politik dan hukum bentukan pada pemerintahan negara-biasanya
dikodifikasikan sebagai dokumen tertulis. Dalam kasus bentukan negara,
konstitusi memuat aturan dan prinsip-prinsip entitas politik dan hukum. Istilah ini
merujuk secara khusus untuk menetapkan konstitusi nasional sebagi prinsip-
prinsip dasar hukum, termasuk dalam bentukan struktur, prosedur, wewenang, dan
kewajiban pemerintahan negara pada umumnya. Konstitusi umumnya merujuk
pada penjaminan hak kepada warga masyarakatnya. Istilah konstitusi dapat
diterapkan pada seluruh hukum yang mendefinisikan fungsi pemerintahan negara.
Konstitusi pada umumnya bersifat kodifikasi, yaitu sebuah dokumen yang
berisian aturan-aturan untuk menjalankan suatu organisasi pemerintahan negara,
namun dalam pengertian ini, harus dimengerti bahwa tidak semua konstitusi
berupa dokumen tertulis (formal). Menurut para ahli ilmu hukum ataupun ilmu
politik, konstitusi harus diterjemahkan ke dalam kesepakatan politik, negara,
kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan, distribusi, dan alokasi. Konstitusi
bagi organisasi pemerintahan negara yang dimaksud memiliki beragam bentuk
dan kompleksitas strukturnya, terdapat konstitusi politik atau hukum, tetapi
mengandung pula arti konstitusi ekonomi.
3
Definisi Konstitusi menurut para ahli
1. Herman Heller
Konstitusi mempunyai arti yang lebih luas daripada undang-
undang Dasar. Konstitusi tidah hanya bersifat yuridis, tetapi mengandung
pengertian sosiologisdan politis.
2. Oliver Cromwell
Undang-undang Dasar itu merupakan “instrumen of govermen”,
yaitu bahwa Undang-undang dibuat sebagai pegangan untuk memerintah.
Dalam arti ini, Konstitusi identik dengan Undang-undang dasar.
3. F. Lassalle
Konstitusi sesungguhnya menggambarkan hubungan antara
kaekuasaan yang terdapat didalam masyarakat seperti golongan yang
mempunyai kedudukan nyata didalam masyarakat, misalnya kepala
negara, angkatan perang, partai politik, buruh tani, pegawai, dan
sebagainya.
4. Prayudi Atmosudirdjo
Konstitusi adalah hasil atau produk sejarah dan proses perjuangan
bangsa yang bersangkutan, Konstitusi merupakan rumusan dari filsafat,
cita-cita, kehendak dan perjuangan suatu bangsa. Konstitusi adalah cermin
dari jiwa, jalan pikiran, mentalitas dan kebudayaan suatu bangsa
5. K. C. Wheare
Konstitusi adalah keseluruhan sistem ketatanegaraaan suatu negara
yang berupa kumpulan peraturan yang membentuk mengatur /memerintah
dalam pemerintahan suatu negara.
6. L.J Van Apeldoorn
Konstitusi memuat baik peraturan tertulis maupun peraturan tak
tertulis.
7. Koernimanto Soetopawiro
Istilah konstitusi berasal dari bahasa latin cismeyang berarti
bersama dengan dan statute yang berarti membuat sesuatu agar berdiri.
Jadi konstitusi berarti menetapkan secara bersama.
4
B.Perkembangan Konstitusi di Indonesia dan Tujuan Konstitusi
Konstitusi sebagai hukum dasar yang dijadikan pegangan dalam
penyelenggaraan suatu negara dapat berupa konstitusi tertulis dan konstitusi tidak
tertulis. Dalam hal konstitusi terstulis, hampir semua negara di dunia memilikinya
yang lazim disebut Undang-Undang Dasar (UUD) yang pada umumnya mengatur
mengenai pembentukan, pembagian wewenang, dan cara bekerja berbagai
lembaga kenegaraan serta perlindungan hak azasi manusia. Negara yang
dikategorikan sebagai negara yang tidak memiliki konstitusi tertulis adalah
Inggris dan Kanada. Di kedua negara ini, aturan dasar terhadap semua lembaga-
lembaga kenegaraan dan semua hak azasi manusia terdapat pada adat kebiasaan
dan juga tersebar di berbagai dokumen, baik dokumen yang relatif baru maupun
yang sudah sangat tua seperti Magna Charta yang berasal dari tahun 1215 yang
memuat jaminan hak-hak azasi manusia rakyat Inggris. Karena ketentuan
mengenai kenegaraan itu tersebar dalam berbagai dokumen atau hanya hidup
dalam adat kebiasaan masyarakat itulah maka Inggris masuk dalam kategori
negara yang memiliki konstitusi tidak tertulis.
5
berjalan dengan baik dan bisa saja kekuasaan penguasa akan merajalela
Dan bisa merugikan rakyat banyak.
2. Melindungi HAM maksudnya setiap penguasa berhak menghormati HAM
orang lain dan hak memperoleh perlindungan hukum dalam hal
melaksanakan haknya.
3. Pedoman penyelenggaraan negara maksudnya tanpa adanya pedoman
konstitusi negara kita tidak akan berdiri dengan kokoh.
6
Dalam perjalanan sejarah, konstitusi Indonesia telah mengalami beberapa
kali pergantian baik nama maupun subtansi materi yang dikandungnya, yaitu :
7
Istilah undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), yang memakai angka
“1945” dibelakang UUD, barulah timbul kemudian yaitu pada awal 1959, ketika
tanggal 19 Februari 1959 Kabinet Karya mengambil kesimpulan dengan suara
bulat mengenai “pelaksanaan demokrasi terpimpin dalam rangka kembali ke UUD
1945”. Kemudian keputusan pemerintah itu disampaikan ke piha konstituante
pada 22 april 1959. Peristiwa ini dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia dikenal
dengan nama “ajakan pemerintah yang berbunyi secara cekak aos untuk kembali
ke UUD 1945”. Jadi pada saat disahkan dan ditetapkan UUD 1945 pada 18
Agustus 1945, ia hanya bernama “OENDANG-OENDANG DASAR”. Demikian
pula, ketika UUD diundangkan dalam Berita Republik Indonesia Tahun II No. 7
tanggal 15 Februari 1946, istilah yang digunakan masih “oendang-oendang
Dasar” tanpa tahun 1945.Baru kemudian dalam Dekrit Presiden 1959 memakai
UUD 1995 sebagaimana yang diundangkan dalam Lembaran Negara No. 75
Tahun 1959.Hal ini perlu dikemukakan, mengingat titik focus pembahasan buku
ini pada UUD 1945 (pernah dua kali masa berlakunya), dan bukan pembahasan
pada UUD RIS (konstitusi RIS 1949) dan UUDS 1950.
8
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pengesahan UUD 1945
dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bersidang pada
tanggal 29 Agustus 1945. Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia disusun pada
masa Sidang Kedua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK).
Nama Badan ini tanpa kata “Indonesia” karena hanya diperuntukkan untuk tanah
Jawa saja. Di Sumatera ada BPUPK untuk Sumatera. Masa Sidang Kedua tanggal
10-17 Juli 1945.
Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia disusun pada masa Sidang Kedua
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Nama Badan ini
tanpa kata “Indonesia” karena hanya diperuntukkan untuk tanah Jawa saja. Di
Sumatera ada BPUPK untuk Sumatera. Masa Sidang Kedua tanggal 10-17 Juli
1945. Tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengesahkan UUD 1945 sebagai Undang-
Undang Dasar Republik Indonesia.
9
a. Periode berlakunya UUD 1945 (18 Agustus 1945- 27 Desember 1949)
Karena situasi politik pada Sidang Konstituante 1959 dimana banyak saling
tarik ulur kepentingan partai politik sehingga gagal menghasilkan UUD baru,
maka pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden
yang salah satu isinya memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai undang-
undang dasar, menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 yang
berlaku pada waktu itu.
Pada masa ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, diantaranya:
• Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil
10
Ketua DPA menjadi Menteri Negara
• MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup
• Pemberontakan Partai Komunis Indonesia melalui Gerakan 30 September Partai
Komunis Indonesia
e. Periode UUD 1945 masa Orde Baru (11 Maret 1966 – 21 Mei 1998)
Pada masa ini dikenal masa transisi. Yaitu masa sejak Presiden Soeharto
digantikan oleh B.J.Habibie sampai dengan lepasnya Provinsi Timor Timur dari
NKRI.
11
Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan
(amandemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945
antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan
pada kenyataannya bukan di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada
Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu “luwes” (sehingga dapat menimbulkan
multitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara
negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar
seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi
negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan
perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan
kesepakatan diantaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap
mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya
lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta
mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.
12
Pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Daerah, mendeklarasikan Hari
Konstitusi Indonesia. Gagasan pencanangan tanggal 18 Agustus sebagai Hari
Konstitusi didasarkan pada tulisan [Mochamad Isnaeni Ramdhan] yang dimuat
pada harian ‘Suara Karya’ pada hari Jum’at, 15 Agustus 2008 yang berjudul ‘Hari
Konstitusi Indonesia’. Mengacu pada tulisan dan deklarasi tersebut, bangsa
Indonesia mengakui, Konstitusi Indonesia sebagaimana ditetapkan oleh Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945.
13
Di sisi lain,harus diingat bahwa selain aturan-aturan dasar, Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga memuat tujuan
nasional sebagai cita-cita kemerdekaan sebagaimana tertuang dalam
Pembukaan.Antara tujuan nasional dengan aturan-aturan dasar tersebut
merupakan satu kesatuan jalan dan tujuan. Agar tiap-tiap tujuan nasional dapat
tercapai, pelaksanaan aturan-aturan dasar konstitusi dalam praktik kehidupan
berbangsa dan bernegara menjadi syarat mutlak yang harus dipenuhi. Selain itu,
dalam sebuah kontitusi juga terkandung hak dan kewajiban dari setiap warga
negara. Oleh karena itu, konstitusi harus dikawal dengan pengertian agar selalu
benar-benar dilaksanakan.
Hal itu harus diimbangi dengan pelaksanaan oleh seluruh warga negara.
Untuk itu dibutuhkan adanya kesadaran berkonstitusi warga negara, tidak saja
untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang telah
dibuat berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, tetapi juga untuk dapat melakukan kontrol pelaksanaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 baik dalam bentuk peraturan
perundang- undangan, kebijakan, maupun tindakan penyelenggara negara (Gaffar,
2007).
14
Winataputra (2007) mengidentifikasi beberapa bentuk kesadaran
berkonstitusi bagi warga negara Indonesia yang meliputi:
1. Kesadaran dan kesediaan untuk mempertahankan dan mengisi
kemerdekaan Indonesia sebagai hak azasi bangsa dengan perwujudan
perilaku sehari-hari antara lain: belajar/bekerja keras untuk menjadi
manusia Indonesia yang berkualitas, siap membela negara sesuai
kapasitas dan kualitas pribadi masing-masing, dan rela berkorban untuk
Indonesia.
2. Kesadaran dan pengakuan bahwa kemerdekaan Indonesia sebagai bangsa
sebagai rahmat Allah Yang Maha Kuasa dengan perwujudan perilaku
sehari-hari antara lain: selalu bersyukur, tidak arogan, dan selalu berdoa
kepada Allah Yang Maha Kuasa.
3. Kepekaan dan ketanggapan terhadap kewajiban Pemerintah Negara untuk
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: bersikap
kritis, skeptis, dan adaptif terhadap kebijakan publik perlindungan negara.
4. Kepekaan dan ketanggapan terhadap kewajiban Pemerintah Negara untuk
memajukan kesejahteraan umum dengan perwujudan perilaku sehari-hari
antara lain: bersikap kritis, skeptis, dan adaptif terhadap kebijakan publik
perlindungan negara.
5. Kepekaan dan ketanggapan terhadap kewajiban Pemerintah Negara untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa dengan perwujudan perilaku sehari-hari
antara lain: bersikap kritis, skeptis, dan adaptif terhadap kebijakan publik
pencerdasan kehidupan bangsa
6. Kepekaan dan ketanggapan terhadap kewajiban Pemerintah Negara yang
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial dengan perwujudan perilaku
sehari-hari antara lain: bersikap kritis, skeptis, dan adaptif terhadap
kebijakan publik hubungan luar negeri Indonesia.
7. Kemauan untuk selalu memperkuat keimanan dan ketakwaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara
15
lain: menjalankan ibadah ritual dan ibadah sosial menurut keyakinan
agamanya masing-masing dalam konteks toleransi antar umat beragama.
8. Kemauan untuk bersama-sama membangun persatuan dan kesatuan
bangsa dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: bersikap tidak
primordialistik, berjiwa kemitraan pluralistik, dan bekerja sama secara
profesional.
9. Kemauan untuk bersama-sama membangun jiwa kemanusiaan yang adil
dan beradab dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain:
menghormati orang lain seperti menghormati diri sendiri,
memperlakukan orang lain secara proporsional, dan bersikap empatik
pada orang lain
10. Kesediaan untuk mewujudkan komitmen terhadap keadilan dan
kesejahteraan dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: tidak
bersikap mau menang sendiri, tidak bersikap rakus dan korup, dan biasa
berderma.
11. Kesediaan untuk mewujudkan komitmen terhadap Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang bersifat final dengan perwujudan perilaku
sehari-hari antara lain: tidak bersikap kesukuan, tidak bersikap
kedaerahan, dan tidak berjiwa federalistik.
12. Kesadaran untuk menempatkan Presiden sebagai Kepala Negara dan
Kepala Pemerintahan Negara dalam kerangka kabinet presidensil dengan
perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: menghormati orang yang
memegang jabatan Presiden dan Wakil Presiden, menghormati simbol-
simbol kepresidenan, dan menghormati mantan Presiden/Wakil Presiden
secara proporsional dan elegan.
13. Kepekaan dan ketanggapan terhadap pembentukan Kementerian yang
diatur undang-undang dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara
lain: bersikap kritis, skeptis, dan adaptif terhadap kebijakan Presiden
dalam penyusunan Kabinet.
14. Kesadaran dan kemampuan untuk melaksanakan Pemilu yang langsung,
bebas, rahasia, jujur, dan adil dengan perwujudan perilaku sehari-hari
16
antara lain: menjadi pemilih resmi yang cerdas, menjadi konstituen
Calon/pasangan calon/ Partai Politik yang cerdas dan menjadi pelaksana
Pemilu yang profesional.
15. Kesadaran akan kesejajaran Dewan Perwakilan Rakyat dengan
Pemerintah dengan perwujudan perilaku sehari- kontrol dan saling
imbang (check and balance), cerdas dalam bersikap terhadap DPR/DPRD
dan Pemerintah/Pemerintah Daerah, dan kritis terhadap DPR/DPRD dan
Pemerintah/Pemerintah Daerah.
16. Kesadaran untuk mendukung pelaksanakan otonomi daerah pada tingkat
kabupaten/kota dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain:
menghormati Pemerintah Daerah, menjalankan Peraturan Daerah yang
relevan, dan berpartisipasi secara optimal dalam pembangunan daerah.
17. Kepekaan dan ketanggapan terhadap akuntabilitas publik keuangan
negara dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain: bersikap
kritis, skeptis, dan adaptif terhadap kebijakan publik pengelolaan
keuangan negara.
18. Kesadaran dan kemauan untuk menjaga wilayah negara dengan konsep
wawasan nusantara dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain:
memahami dengan baik konsep wawasan nusantara, memelihara
lingkungan alam dengan baik, dan mengelola kekayaan alam sesuai
peraturan perundang-undangan.
19. Kepekaan dan ketanggapan terhadap kedudukan kehakiman yang
merdeka dalam menegakkan hukum dan keadilan dengan perwujudan
perilaku sehari-hariantara lain: bersikap kritis, skeptis, dan adaptif
terhadap kebijakan publik dalam bidang peradilan.
20. Kesadaran dan kemauan untuk turut serta melakukan perlindungan dan
pemajuan hak azasi manusia (politik, ekonomi, sosial, budaya,
pendidikan, dan agama) dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara
lain: memahami hak dan kewajiban warga negara dan hak azasi manusia
secara utuh, bersikap kritis, skeptis, dan adaptif terhadap kebijakan publik
17
yang terkait langsung/tak langsung dengan berbagai dimensi hak azasi
manusia.
21. Kesadaran dan kesediaan untuk menghormati Sang Merah Putih sebagai
Bendera Negara dengan perwujudan perilaku sehari-hari antara lain:
menyimpan Sang Merah Putih pada tempat yang tepat dan baik, memberi
hormat pada saat Sang Merah Putih sedang dinaikkan/diturunkan, dan
tidak merusak Sang Merah Putih dengan alasan apapun.
22. Kesadaran akan peran dan kemampuan menggunakan Bahasa Indonesia
sebagai Bahasa Negara secara baik dan benar dengan perwujudan
perilaku sehari-hari antara lain: menguasai Bahasa Indonesia dengan baik
dan benar, menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dan
berpartisipasi dalam memperkaya dan mengembangkan Bahasa
Indonesia.
23. Kesediaan untuk menghormati Garuda Pancasila dengan semboyan
Bhinneka Tunggal Ika sebagai Lambang Negara.
24. Kesadaran akan makna dan kemampuan menyanyikan lagu Indonesia
Raya sebagai Lagu Kebangsaan dengan perwujudan perilaku sehari-hari
antara lain: mampu menyanyikan Lagu Indonesia Raya dengan benar dan
baik, dan tidak memplesetkan kata-kata/nada dari Lagu Indonesia Raya
untuk tujuan apapun.
18
BAB III
PENUTUP
III.1.Kesimpulan
Kesimpulan yang di dapat dari makalah ini yaitu:
1. Konstitusi adalah hukum dasar tertulis ataupun hukum dasar tak tertulis.
Konstitusi yang berlaku di Indonesia saat ini adalah Undang-undang 1945.
2. Konstitusi dapat bersifat luwes atau supel dan juga dapat bersifat kaku.
3. Tujuan konstitusi itu sendiri adalah untuk mengadakan tertib unttuk
keselamatan masyarakat yang penuh dengan konflik antara berbagai
kepentingan yang ada di tengah masyarakat.
4. Fungsi dasar negara adalah sebagai dasar berdiri dan tegaknya negara,
dasar kegiatan penyelenggaraan negara, dasar partisipasi warga negara dan
sebagai dasar pergaulan antar warganegara.
5. Konstitusi dalam arti luas yaitu sebagai hukum dasar yang tertulis atau
Undang-undang Dasar dan hukum dasar yang tidak tertulis atau konversi.
6. Dinamika konstitusi Indonesia mengalami perjalanan panjang mulai dari
Periode berlakunya UUD 1945 (18 Agustus 1945- 27 Desember 1949)
sampai Pasca Perubahan UUD 1945 seperti sekarang ini.
7. Perilaku konstitusional warga negara dapat di wujudkan dengan banyak
cara salah satunya adalah kesadaran dan kesediaan untuk menghormati
Sang Merah Putih sebagai Bendera Negara.
III.2.Saran
Setelah menyimpulkan hasil pembahasan dari makalah ini berdasarkan
teori-teori yang ada, maka Kami mencoba untuk memberikan masukan atau saran
sebagai berikut:
1. Bagi pemerintah, kami menyarankan agar berhati-hati dalam
melakukan perubahan ataupun melaksanakan Undang-Undang agar
tetap terjalin keselarasan antara Dasar Negara dan Konstitusi.
19
2. Bagi pembaca, kami menyarankan agar dapat mengambil hal-hal positif
dari makalah ini untuk pembelajaran dan lebih banyak membaca buku
yang berkaitan dengan Dasar Negara dan Konstitusi agar lebih
memahami makna dari kedua hal tersebut.
Demikianlah makalah yang berjudul ‘Konstitusi dan UUD 1945’ ini kami
tulis dengan harapan dapat menjadi manfaat bagi setiap pembaca khususnya
penulis. Bila ada kesalahan dalam penulisan makalah ini saya memohon maaf,
karena tidak ada manusia yang sempurna dalam mengerjakan apapun.
20