Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

TAUHID DAN URGENSINYA BAGI KEHIDUPAN MUSLIM

DOSEN PENGAMPU
Dody Wisono M.Pd

Disusun Oleh :
Nurrizka Indah Sari
21250015

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK DAN KONSERVASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BERAU

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini
dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materinya.

Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas dari Bapak Dody Wisono, M.pd pada bidang
studi al islam dan kemuhammadiyahan I. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah
wawasan tentang hakikat manusia bagi pembaca dan juga bagi penulis.

Bagi penulis sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu penulis
memohon maaf atas kesalahan dan ketaksempurnaan yang pembaca temukan dalam makalah
ini. Penulis juga berharap adanya kritik serta saran dari pembaca apabila menemukan
kesalahan dalam makalah ini.

Tanjung Redeb, 12 November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................................i

DAFTAR ISI...............................................................................................................................................ii

BAB I..........................................................................................................................................................1

PENDAHULUAN.......................................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang................................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................................................1

1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................................................2

BAB II.........................................................................................................................................................3

PEMBAHASAN.........................................................................................................................................3

2.1 Pengertian Tauhid..........................................................................................................................3

2.2 Pembagian Tauhid.........................................................................................................................3

BAB III......................................................................................................................................................13

PENUTUP................................................................................................................................................13

3.1 Kesimpulan...................................................................................................................................13

3.2 Saran..............................................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................................14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembahasan mengenai Tauhid merupakan hal yang paling urgen dalam Agama Islam,
dimana Tauhid mengambil peranan penting dalam membentuk pribadi-pribadi yang tangguh,
selain juga sebagai inti atau akar daripada aqidah Islamiyah. Kalimat Tauhid atau lebih dikenal
dengan kalimat Syahadat atau juga disebut Kalimat Thayyibah (Laa Ilaaha illa allah) begitu
masyhur di kalangan umat Islam. Dalam kesehariannya, seorang muslim melafalkan kalimat
tersebut dalam setiap sholat wajib lima waktu.

Manusia pada dasarnya terlahir dalam keadaan fitrah,namun seiring perkembangannya


manusia terpengaruh lingkungan dan orangtuanya yang terkadan menyebabkan mereka
melupakan arti dari Tauhid yang sebenarnya.dan terkadang ada pula orang yang beribadah
namun menyimpang dari ketetapan dan konsekuensi Tauhid yang sebenarnya.

Namun rupanya saat ini pembahasan masalah aqidah menjadi sesuatu yang
terkesampingkan dalam kehidupan, kecenderungan masyarakat yang hedonis dengan
persaingan hidup yang begitu ketat, sehingga urusan-urusan dunia menjadi suatu hal yang
menyita perhatian daripada hal-hal lainnya, termasuk masalah agama, sehingga kita dapatkan
banyak sekali penyimpangan demi penyimpangan yang terjadi di tengah-tengah umat Islam,
dengan keadaan yang semakin hari semakin buruk ini rupanya lambat laun akan menyadarkan
kita semua akan pentingnya peran agama Islam sebagai agama sempurna yang tidak mengatur
urusan akhirat saja, namun juga dalam mengatur urusan-urusan duniawi, yang menjadikan
aqidah sebagai landasan berpikirnya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian tauhid ?


2. Apa makna dari kalimat Laa Ilaaha Illa Allah?
3. Bagaimana konsekuensi kalimat tauhid dalam kehidupan muslim?

1
1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui definisi dari tauhid.


2. Untuk memahami makna kalimat Laa Ilaaha Illa Allah.
3. Untuk mengetahui konsekuensi dari kalimat tauhid bagi kehidupan muslim.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tauhid

Tauhid berasal dari bahasa Arab wahhidu-yuwahhidu-tauhidan yang artinya


mengesakan. Secara bahasa, tauhid berasal dari kata dasar yang maknanya sesuatu itu satu
(esa). Sedangkan secara syar’i tauhid bermakna mengesakan Allah dalam ibadah, bersamaan
dengan keyakinan keesaanNya dalam dzat, sifat dan perbuatan-perbuatanNya. Tauhid adalah
sikap dasar seorang muslim yang menjadikan Allah sebagai satu-satunya Dzat yang berhak
disembah dan dipatuhi segara perintah dan larangan-Nya. Tauhid juga menjadikan seorang
muslim hanya menjadikan Allah Swt sebagai tujuan. Secara harfiyah, tauhid artinya “satu”,
yakni Tuhan yang satu, tiada Tuhan selain-Nya (keesaan Allah). Tauhid terangkum dalam
kalimat tahlil, yakni Laa Ilaaha Illaallaah (tiada Tuhan selain Allah). Tauhid menjadi inti ajaran
agama para nabi dan rasul, sejak Nabi Adam a.s. hingga Nabi Muhammad Saw sebagai nabi
dan rasul terakhir, tidak ada lagi nabi/rasul setelahnya.

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu” (QS. An-Nahl: 36).

“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan
kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu
sekalian akan Aku”. (QS Al Anbiyaa’ : 25).

“Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan
(yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS
At Taubah: 31).

2.2 Pembagian Tauhid

Tauhid menurut ulama dibagi menjadi tiga yaitu tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah dan tauhid
asma wa sifat¹.

3
a. Tauhid Rububiyah
Artinya kita meyakini keesaan Allah dalam hal penciptaan, pemilik, pengatur, pemberi
rezeki dan pemelihara alam semesta beserta isinya. Keyakinan seperti iini juga diyakini oleh
kaum musyrikin Makkah sebagai firman Allah:

َّ ‫صا َر َو َم ْن ي ُّْخ ِر ُج ْال َح‬ َ ‫ك ال َّس ْم َع َوااْل َ ْب‬ ۤ


‫ي ِم َن‬ ِ ْ‫قُلْ َم ْن يَّرْ ُزقُ ُك ْم ِّم َن ال َّس َما ِء َوااْل َر‬
ُ ِ‫ض اَ َّم ْن يَّ ْمل‬
‫ِّت ِم َن ْال َح ِّي َو َم ْن يُّ َدبِّ ُر ااْل َ ْم ۗ َر فَ َسيَقُ ْولُ ْو َن هّٰللا ُ ۚفَقُلْ اَفَاَل تَتَّقُ ْو َن‬
َ ‫ت َوي ُْخ ِر ُج ْال َمي‬ ِ ِّ‫ْال َمي‬
Artinya : “Katakanlah: siapa yang member rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah
yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan pengelihatan dan mengeluarkan yang hidup dari
yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala
urusan ? Maka mereka (musyrikin Makkah) menjawab : “Allah”. Maka katakanlah (hai
Muhammad) “mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya”. (QS. Yunus:31).

Ayat diatas senada dengan ayat dalam surat Al-Mu’minun: 84-89, Az-Zumar:38, Az-
Zukhruf: 87 terkait orang-orang musyrik Makkah yang meyakini tauhid rububiyah, namun
mereka tetap diklasifikasikan sebagai kaum musyrikin oleh Allah dan Rasul-Nya. Hal itu karena
hati manusia telah difitrahkan untuk mengakui rububiyyah Allah SWT, sehingga orang yang
meyakininya belum menjadi ahli tauhid sebelum dia beriman kepada tauhid yang kedua. Hal ini
menegaskan bahwa seseorang tidak dikatakan beriman dengan hanya meyakini tauhid
rububiyah.

b. Tauhid Uluhiyah

Artinya kita meyakini bahwa Allah-lah satu-satunya Dzat yang berhak disembah
(diibadahi). Ibadah di sini adalah istilah yang meliputi segala apa yang Allah cintai dan ridhai
baik berupa ucapan serta amalan-amalan yang lahir maupun yang batin.

Tauhid uluhiyyah merupakan implementasi dari kalimat tauhid “laa ilaaha illa-Allah”.
Makna kalimat ini adalah tidak ada sesembahan yang hak untuk disembah melainkan Allah.
Kalimat tauhid ini mengandung dua unsur yaitu unsur penolakan segala bentuk sesembahan
selain Allah serta menetapkan segala bentuk ibadah ditunjukan hanya kepada Allah semata.
Tauhid inilah yang merupakan inti dari pengutusan para rasul seperti yang termasuk dalam
firman Allah:

4
Artinya : “Dan tidaklah kami mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan kami
wahyukan kepadanya bahwasanya tidak ada sesembahan (yang hak) melainkan Aku, maka
sembahlah Aku olehmu sekalian”. (QS. Al-Anbiya’: 25).

Dalam hal memahami makna “laa ilaaha illa-Allah” ada sebagian orang memaknainya
dengan ( tidak ada hakim tertinggi melainkan Allah). Ini adalah makna yang sempit dan kurang
tepat sebab dakwah Rasullullah ketika pertama kali diutus bukan masalah hakimiyah, namun
masalah tauhid ibadah dan menjauhi kesyirikan sebagaimana firman Allah: Artinya : “Sungguh
kami telah mengutus seorang rasul pada setiap umat agar mereka (memerintahkan) umatnya
menyembah Allah dan menjauhi Thaghut”². (QS. An-Nahl:36).

Tauhid uluhiyyah adalah misi dakwah semua Rasul. Pengingkaran terhadap tauhid
inilah yang menjerumuskan umat-umat terdahulu ke dalam jurang kehancuran. Tauhid ini
adalah pembuka dan penutup agama. Ia adalah pembeda antara orang-orang mukmin dan
orang-orang kafir, antara penduduk surga dan penghuni neraka.

Tauhid rububiyyah termasuk konsekuensi dari tauhid uluhiyyah, karena orang-orang


musyrik tidak menyembah tuhan yang satu. Akan tetapi, mereka menyembah bermacam-
macam tuhan dengan anggapan bahwa tuhan-tuhan tersebut lebih mendekatkan mereka
kepada Allah. Padahal mereka mengakui bahwa tuhan-tuhan itu tidak mendatangkan mudharat
dan manfaat. Karena itu, Allah tidak menganggap mereka sebagai orang-orang mukmin,
kendati mereka mengakui tauhid uluhiyyah. Mereka tetap kafir, sebab mereka masih
menyekutukan Allah dan selain-Nya dalam beribadah.

c. Tauhid Asma wa Sifat

Tauhid Asma wa Sifat (meng-esakan Allah dalam hal nama-nama dan sifat-sifat-Nya)
ialah meyakini secara mantab bahwa Allah menyandang seluruh sifat kesempurnaan dan suci
dari segala sifat kekurangan, dan bahwa Dia berbeda dengan seluruh makhluk-Nya.

Caranya adalah dengan menetapkan (mengakui) nama-nama dan sifat-sifat Allah yang
Dia sandangkan untuk Dirinya atau disandangkan oleh Rasulullah dengan tidak melakukan
tahrif (pengubahan) lafazh atau maknanya, tidak ta’thil (pengabaian) yakni menyangkal seluruh
atau sebagaian nama dari sifat itu, tidak takyif (pengadaptasian) dengan menentukan esensi
dan kondisinya, dan tidak tasybih (penyerupaan) dengan sifat-sifat makhluk.

5
Dari definisi diatas jelaslah bahwa tauhid asma wa sifat berdiri di atas tiga asas. Barang
siapa menyimpang darinya, maka ia tidak termasuk orang yang meng-esakan Allah dalam hal
nama sifat-Nya. Ketiga asas itu adalah:

a) meyakini bahwa Allah SWT maha suci dari kemiripan dengan makhluk dan dari segala
kekurangan.

b) Mengimani seluruh nama dan sifat Allah SWT yang disebutkan dalam al-Qur’an dan as-
Sunnah tanpa mengurangi atau menambah-nambahi dan tanpa mengubah atau
mengabaikannya.

c) Menutup keinginan untuk mengetahui kaifiyyah (kondisi) sifat-sifat itu. Adapun asas yang
pertama, yakni meyakini bahwa Allah Maha Suci dari kemiripan dengan mahluk dalam sifat-
sifat-Nya, ini didasarkan pada firman Allah SWT: Artinya : “Dan tidak ada seorang pun yang
setara dengan-Nya”. (QS. Al-Ikhlash: 4).

Al-Qurthubi, saat menafsirkan firman Allah, “Tidak ada yang sama dengan-Nya sesuatu apa
pun,”mengatakan, “Yang harus diyakini dalam bab ini adalah bahwa Allah SWT, dalam hal
keagungan, kebesaran, kekuasaan, dan keindahan nama serta ketinggian sifat-Nya, tidak
satupun dari makhluk-Nya yang menyerupai-Nya dan tidak pula dapat diserupai dengan
makhluk-Nya. Dan sifat yang oleh syariat disandangkan kepada Pencipta dengan kepada
makhluk, pada hakikatnya esensinya berbeda meskipun lafazhnya sama. Sebab, sifat Allah
Yang tidak Berpemulaan (qadim) pasti berbeda dengan sifat makhluk-Nya.

Termasuk dalam asas pertama ini ialah menyucikan Allah SWT dari segala yang bertentangan
dengan sifat yang disandangkan oleh Rasullulah Saw. Jadi mengesakan AllahcSWT dalam hal
sifat-sifat-Nya menuntut seseorang Muslim untuk meyakini bahwa Allah SWT tidak mempunyai
istri, teman, tandingan, pembantu, dan syafi’ (pemberi syafa’at), kecuali atas izin-Nya. Dan juga
menuntut seorang Muslim untuk menyucikan Allah dari sifat tidur, lelah, lemah, mati, bodoh,
zalim, lalai, lupa, kantuk, dan sifat-sifat kekurangan lainya.

Sedangkan asas kedua, mewajibkan untuk membatasi diri pada nama-nama dan sifat-sifat
yang telah ditetapkan dal al-Qur’an dan As-Sunnah. Nama-nama dan sifat-sifat itu harus
ditetapkan berdasarkan wahyu, bukan logika. Jadi, tidak boleh menyandangkan sifat atau nama
kepada Allah SWT kecuali sejauh ditetapkan oleh Rasulullah Saw. Sebab Allah SWT maha tau
tentang Dirinya sifat-sifat-Nya, dan nama-nama-Nya. Ia berfirman : Artinya : “Katakanlah, kalian
yang lebih tahu atau Allah ?”. (QS. Al-Baqarah : 140)

6
Sementara asas ketiga, menuntut manusia yang mukallaf untuk mengimani sifat-sifat
dan nama-nama yang ditegaskan oleh al-Qur’an dan As-Sunnah tanpa bertanya tentang
kaifiyyah (kondisi)-Nya, dan tidak pula tentang esensinya. Sebab, mengetahui kaifiyyah sifat
hanya akan dicapai mankala mengetahui kaifiyyah Dzat. Padahal Dzat Allah SWT tidak berhak
dipertanyakan esensi dan kaifiyyah-Nya.

Karena itu, ketika para ulama salaf ditanya tentang kaifiyyah istiwa’ (cara Allah SWT
bersemayam), mereka menjawab’ “Istiwa’ itu sudah dipahami, sedang cara-caranya tidak
diketahui; mengimani istiwa’ adalah wajib dan bertanya tentangnya adalah bid’ah.

Dari penjelasan di atas, kita dapat mengetahui bahwa tauhid asmawa sifat ini dapat
rusak dengan beberapa hal berikut :

a. Tasybih, yakni menyerupakn sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk. Seperti yang
dilakukan orang-orang Nasrani yang menyerupakan Al-Masih bin Maryam dengan Allah SWT,
orang Yahuda menyerupakan ‘Uzair dengan Allah, orang-orang musyrik menyerupakan patung-
patung mereka dengan Allah, dan beberapa kelompok yang menyerupakan wajah Allah dengan
wajah makhluk , tangan Allah dengan tangan makhluk, pendengaran Allah dengan
pendengaran makhluk, dan lain sebagainya.

b. Tahrif, yaitu mengubah atau mengganti. Artinya mengubah lafazh-lafazh nama Allah SWT
dengan menambah atau mengurangi atau mengubah artinya, yang oleh para ahli bid’ah diklaim
sebagai takwil, yaitu memahami satu lafazh dengan makna yang rusak dan tidak sejalan
dengan makna yang digunakan dalam bahasa Arab. Seperti pengubahan kata dalam firman
Allah SWT “Wakallamallahu musa taklima” menjadi “Wakallamallaha”. Dengan demikian,
mereka bermaksud menafikan sifat kalam (berbicara) dari Allah SWT.

c. Ta’thil (pengabaian, membuat tidak berfungsi). Yakni menampik sifat Allah dan menyagkal
keberadaannya pada Dzat Allah SWT, semisal menampik kesempurnaanNya dengan cara
membantah nama-nama dan sifat-sifat-Nya; tidak melakukan ibadah kepada-Nya, atau
menampik sesuatu sebagai ciptaan Allah SWT, seperti orang yang menyatakan bahwa
makhluk-makhluk ini qadim (tidak berpermulaan dan menyangkal bahwa Allah telah
menciptakan dan membuatnya).

d. Takyif (menentukan kondisi dan menetapkan esensinya). Metode dalam memahami nama
dan sifat Allah SWT yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah tanpa melakukan
tasybih, tahrif, ta’thil dan takyif ini merupakan mazhab salaf. AsySyaikani mengatakan,

7
“Sesungguhnya, mazhab salaf, yakni kalangan sahabat, tabi’in, dan tabi’ut-tabi’in, adalah
memberlakukan dalil-dalil tentang sifat-sifat Allah SWT sesuai dengan zhahirnya tanpa
melakukan tahrif, ta’wil yang dipaksakan, dan tidak pula ta’thil yang mengakibatkan terjadinya
banyak ta’wil. Dan jika mereka ditanya tentang sifat-sifat Allah SWT, mereka membacakan dalil
lalu menahan diri dari mengatakan pendapat itu dan ini seraya mengatakan bahwa mereka
tidak mengetahui lebih dari itu.

2.3. Makna dari kalimat Laa Ilaaha Illa-Allah

Kalimat Laa Ilaaha IlIa-Allah mengandung dua makna, yaitu makna penolakan segala
bentuk sesembahan selain Allah SWT, dan makna menetapkan bahwa satusatunya
sesembahan yang benar hanyalah Dia semata. Berkaitan dengan kalimatini Allah SWT
berfirman


‫فَا ْعلَم اَنَّهٗ ٓاَل ا ٰله ااَّل هّٰللا‬
ِ َ ِ ْ
Artinya :"Maka ketahuilah (ilmuilah) bahwasannya tidak ada sesembahan yang benar selain
Allah". (Qs. Muhammad : 19)

Berdasarkan ayat di atas, bahwa memahami makna syahadat adalah wajib hukumnya
dan mesti didahulukan dari pada rukun-rukun Islam yang lain. Rasulullah SAW juga
menegaskan :"Barang siapa yang mengucapkan laa ilaaha illa-Allah dengan ikhlas maka akan
masuk ke datang surga."(HR. Ahmad). Yang dimaksud dengan ikhlas di sini adalah memahami,
mengamalkan dan mendakwahkan kalimat tersebut sebelum yang lainnya. Rasulullah sendiri
mengajak paman beliau Abu Thalib menjelang detik-detik kematiannya dengan ajakan :"Wahai
pamanku, ucapkanlah laa ilaaha illa-Allah, sebuah kalimat yang aku akan jadikan ia sebagai
nutfah di hadapan Allah". Akan tetapi, Abu Thalib enggan untuk mengucapkan dan meninggal
datam keadaan musyrik.

Selama 13 tahun di Makkah. Nabi Muhammad SAW mengaiak orang-orang dengan


perkataan beliau :"Katakan laa ilaaha illa-Allah”.Kemudian orang-orang kafir
menjawab :"Beribadah kepada sesembahan yang satu. Tidak pernah kami dengar dari orang
tua kami". Orang Quraisy di zaman Rasulullah sangat paham makna kalimat tersebut, dan
barang siapa yang mengucapkannya tidak akan menyeru/berdoa kepada selain Allah.

a. Syarat-syarat Laa Ilaaha IlIa-Allah

8
Bersaksi dengan laa ilaaha illa-Allah harus dengan tujuh syarat.Tanpa syarat-syarat itu
kesaksian tersebut tidak akan bermanfaat bagi yang mengikrarkannya.

Secara singkat tujuh syarat itu ialah :

a. ‘ilmu (mengetahui), yang menafikan jahl (Kebodohan)

b. Yaqin (yakin), yang menafikan syak (keraguan)

c. Qabul (menerima), yang menafikan radd (penolakan)

d. Inqiyad (patuh), yang menafikan tark (meninggalkan)

e. Ikhlash, yang menafikan syirik

f. Shidq (jujur), yang menafikan kidzb (dusta)

g. Mahabbah (kecintaan), yang menafikan baghdha’ (kebencian).

Adapun rinciannya adalah sebagai berikut :

 Syarat pertama :'llmu (Mengetahui)

Artinya memahami makna dan maksudnya. Mengetahui apa yang ditiadakan dan apa
yang ditetapkan serta menafikan ketidaktahuannya tentang hal tersebut.

ِّ ‫ك الَّ ِذ ْينَ يَ ْد ُعوْ نَ ِم ْن ُدوْ نِ ِه ال َّشفَا َعةَ اِاَّل َم ْن َش ِه َد بِ ْال َح‬


َ‫ق َوهُ ْم يَ ْعلَ ُموْ ن‬ ُ ِ‫َواَل يَ ْمل‬

Artinya :"Dan sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memberi
syafaat ; akan tetapi (orang yang dapat nemberi syafaat ialah) orang yang mengakui yang hak
(tauhid) dan mereka meyakini (nya)”. (QS. Az-Zukhruf : 86) Maksudnya orang yang bersaksi
dengan laa ilaaha illa Allah dan memahami dengan hatinya apa yang diikrarkan oleh lisannya
seandainya ia mengucapkannya, tetapi tidak mengerti apa maknanya, maka persaksiaan itu
tidak sah dan tidak berguna.

 Syarat kedua: Yaqin (yakin)

Orang yang mengingkarkannya harus meyakini kandungan kalimat laa ilaaha illa-Allah
itu. Manakala ia meragukannya maka sia-sia belaka persaksian itu. Allah SWT berfirman:

‫اِنَّ َما ْال ُم ْؤ ِمنُوْ نَ الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا بِاهّٰلل ِ َو َرسُوْ لِ ٖه ثُ َّم لَ ْم يَرْ تَابُوْ ا َو َجاهَ ُدوْ ا بِا َ ْم َوالِ ِه ْم َواَ ْنفُ ِس ِه ْم فِ ْي َسبِ ْي ِل‬
ٰۤ ُ ‫هّٰللا‬
ّ ٰ ‫كَ هُ ُم ال‬Mِ‫ول ِٕٕى‬
َ‫ص ِدقُوْ ن‬ ‫ِۗ ا‬
9
Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu", (Qs. Al-Hujurat : 15) Kalau ia ragu
maka ia menjadi munafik. Nabi Muhammad Saw besabda:”Siapa yang engkau temui di balik
tembok (kebun) ini, yang menyaksikan bahwa tiada ilah selain Allah dengan hati yang
menyakininya, maka berilah kabar gembira dengan (balasan) surga” (HR. Al-Bukhari). Maka
siapa yang tidak meyakininya, ia tidak berhak masuk surga.

 Syarat ketiga: Qabul (Menerima)

Menerima kandungan dan konsekuensi dari laa ilaaha illa-Allah, menyembah Allah
semata dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya. Siapa yang mengucapkannya, tetapi
tidak menerima dan mentaati, maka ia termasuk orang-orang yang difirmankan Allah:

‫َار ُك ْٓوا ٰالِهَتِنَا لِ َشا ِع ٍر َّمجْ نُوْ ۙ ٍن‬ ‫هّٰللا‬ ٰ


ِ ‫نَّا لَت‬Mِ‫اِنَّهُ ْم َكانُ ْٓوا اِ َذا قِي َْل لَهُ ْم ٓاَل اِلهَ اِاَّل ُ يَ ْستَ ْكبِرُوْ نَ َويَقُوْ لُوْ نَ اَ ِٕٕى‬
Artinya : “Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: “Laa ilaaha illa-
Allah”(Tiada tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri. Dan
mereka berkata: “Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembah-sembahan kami
karena seorang penyair gila?” (QS. Ash-Shafat: 35-36)

 Syarat keempat: Inqiyaad (Tunduk dan Patuh)

Allah SWT berfirman:

‫ك ِب ْالعُرْ َو ِة ْالوُ ْث ٰق ۗى َو ِا َلى هّٰللا ِ َعاقِ َب ُة ااْل ُم ُْو ِر‬ ‫هّٰللا‬


َ ‫َو َمنْ يُّسْ لِ ْم َوجْ َه ٗ ٓه ِا َلى ِ َوه َُو مُحْ سِ نٌ َف َق ِد اسْ َتمْ َس‬
Artinya : “Dan barang siapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang
berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh”.(QS.
Luqman : 22)

 Syarat kelima: Shidiq (Jujur)

Yaitu mengucapakan kalimat laa ilaaha illa-Allah dan hatinya juga membenarkannya.
Manakala lisannya mengucapkan, tetapi hatinya mendustakan, maka ia adalah munafik dan
pendusta. Allah SWT berfirman:

10
‫ِين َءا َم ُنوا َو َما‬ َ ‫ُون هَّللا َ َوالَّذ‬ َ ‫اس َمنْ َي ُقو ُل َءا َم َّنا ِباهَّلل ِ َوال َي ْو ِم األَخ ِِر َو َما هُم ِبم ُْؤ ِمن‬
َ ‫ِين ي َُخا ِدع‬ ِ ‫َوم َِن ال َّن‬
‫وب ِهم م ََّرضُُ َف َزادَ ُه ُم هَّللا ُ َم َرضًا َو َل ُه ْم َع ّذابٌ أَلِي ُم ِب َما‬
ِ ُ‫ُون فِي قُل‬َ ‫ُون إِالَّ أَنفُ َس ُه ْم َو َما َي ْش ُعر‬
َ ‫َي ْخدَ ع‬
َ ‫َكا ُنوا َي ْك ِذب‬
‫ُون‬
Artinya : “Di antara manusia ada yang mengatakan:”Kami beriman kepada Allah dan Hari
kemudian”. Padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka
hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya
sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah
penyakitnya; dan bagi mereka siska yang pedih, disebabkan mereka berdusta”.(QS. Al-
Baqarah: 8-10)

 Syarat keenam : Ikhlas

Yaitu membersihkan amal dari segala debu-debu syrik, dengan jalan tidak
mengucapkannya karena mengingkari isi dunia, riya’ atau sum’ah. Dalam hadis Rasulullah
dikatakan:”Sesungguhnya Allah mengharamkan atas neraka orang yang mengucapkan laa
ilaaha illa-Allah karena mengiginkan ridha Allah”.(HR. Al-Bukhari dan Muslim).

 Syarat ketujuh : Mahabbah (Kecintaan)

Maksudnya mencintai kalimat laa ilaaha illa-Allah, juga mencintai orang-orang yang
mengamalkan konsekuensinya. Allah SWT berfirman:

َ‫اس َم ْن يَّتَّ ِخ ُذ ِم ْن ُدوْ ِن هّٰللا ِ اَ ْندَادًا ي ُِّحبُّوْ نَهُ ْم َكحُبِّ هّٰللا ِ ۗ َوالَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اَ َش ُّد ُحبًّا هّٰلِّل ِ ۙ َولَوْ يَ َرى الَّ ِذ ْين‬
ِ َّ‫َو ِمنَ الن‬
‫هّٰللا‬ ‫هّٰلِل‬
ِ ‫اب اَ َّن ْالقُ َّوةَ ِ َج ِم ْيعًا ۙ َّواَ َّن َ َش ِد ْي ُد ْال َع َذا‬
‫ب‬ َ ۙ ‫ظَلَ ُم ْٓوا اِ ْذ يَ َروْ نَ ْال َع َذ‬
Artinya : “Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tanding-tandingan selain
Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orangorang yang
beriman sangat cinta kepada Allah”.(QS. Al-Baqarah: 165) . Maka ahli tauhid mencintai Allah
dengan cinta yang tulus bersih sedangkan ahli syrik mencintai Allah dan mencintai yang lain.
Hal ini sangat bertentangan dengan isi kandungan laa ilaaha illa-Allah.

b. Konsekuensi Laa Ilaaha IlIa-Allah

Yaitu meninggalkan ibadah kepada selain Allah dari segala macam yang dipertuhankan
sebagai keharusan dari peniadaan laa ilaaha illa-Allah. Dan beribadah kepada Allah semata

11
tanpa unsur kesyirikan sedikit pun, sebagai keharusan dari penetapan ilaa-Allah. Banyak orang
yang mengikrarkan tetapi melanggar konsekuensinya. Sehungga mereka menetapkan
ketuhanan yang sudah dinafikan, baik berupa makhluk, kuburan, pepohonan, bebatuan serta
para thaghut lainnya. Dengan kata lain, orang tersebut mengamalkan apa yang diperintahkan
oleh Allah dan menjauhi segala yang dilarang-Nya

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Setiap muslim hendak meyakini bahwa tauhid adalah dasart Islam yang paling agung
dan istimewa. Jika tauhid yang murni terealisasikan dalam hidup seseorang, baik pribadi
maupun jama’ah, akan memetik buah yang amat manis. Di antara buah yang didapat adalah
memerdekakan manusia dari perbudakan serta tunduk kepada selain Allah, baik benda-benda
atau makhluk lainnya, juka akan memebentuk keperibadian yang kokoh.

Karena itu, siapa pun yang mampu mengamalkan nilai-nilai ketauhidan dengan benar
dalam segala aktivitasnya, niscaya mendapat ketauhidan dengan benar dalam segala
aktivitasnya, niscaya mendapat banyak keistimewaan. Allah SWT menjanjikan bagi para ahli
Tauhid aneka kebahagiaan, baik di dunia, lebih-lebih di akhirat kelak.

3.2 Saran

Kita sebagai orang beriman diwajibkan mempercayai dan mengenal keEsaan Allah dan
mengetahui syarat dan konsekuensi dalam tindakan.Namun untuk menunjukkan itu tidaklah
semudah membalikkan telapak tangan.karena akan ada hal-hal yang tidak sesuai dengan
ajaran agama sehinggah untuk menghindari hal tersebut,penulis akan membutuhkan saran
agar bisa memperbaaiki makalah ini dengan baik,terutama bagi pembaca.

13
DAFTAR PUSTAKA

https://www.seputarpengetahuan.co.id/2015/11/pengertian-tauhid-dan-macam-macam-
tauhid.html
https://muslim.or.id/29558-konsekuensi-kalimat-tauhid-laa-ilaaha-illallah.html
https://kerjainyugas.blogspot.com/2017/01/makalah-kemuhammadiyahan-1-tauhid-
dalam.html,
https://maswanuldwim.blogspot.com/2017/05/tauhid-dan-urgensinya-bagi-
kehidupan.html?m=1.Itu,
https://subair3.wordpress.com/2020/11/04/tauhid-dan-urgensinya/
https://dppai.uii.ac.id/cara-mudah-memahami-tauhid/
https://muslim.or.id/6615-makna-tauhid.html

14

Anda mungkin juga menyukai