Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

ETIKA POLITIK BERDASARKAN


PANCASILA
MKDU PANCASILA

DISUSUN OLEH:

MUHAMMAD ILYAS

MANAJEMEN INFORMATIKA

UNIVERSITAS MULIA

SAMARINDA

2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esaatas segala rahmatNya
sehingga kami dapat mengerjakan makalah yang berjudul “Etika politik
berdasarkan pancasila”.

Harapan saya semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para audiens, Karena keterbatasan pengetahuan maupun
pengalaman, Saya yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh
karena itu Saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

ii
Daftar Isi
Cover ....................................... i

Kata pengantar ......................................... ii

Daftar Isi ......................................... iii

BAB I PPENDAHULUAN

1.1 Latar belakang ......................................... 1


1.2 Rumusan masalah ......................................... 2
1.3 Tujuan ......................................... 2
1.4 Manfaat penulisan ......................................... 3
1.5 Metode pengumpulan data ......................................... 3

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Nilai, Norma dan Moral . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4

2.2 Hubungan Nilai dan Norma dan Moral. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10

2.3 Pengertian Etika ......................................... 12

2.4 Pengertian Politik ......................................... 15

2.5 Dimensi Politisi Manusia ......................................... 17

2.6 Nilai-nilai Pancasila sebagai Sumber Etika Politik. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 18

2.7 Prinsip Dasar Etika Politik Pancasila. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 19

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ......................................... 24

3.2 Saran ......................................... 25

3.3 Daftar pustaka ......................................... 25

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Secara substantif pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek

sebagai pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik berkaitan dengan bidang

pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian ‘moral’ senantiasa

menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika. Maka kewajiban moral dibedakan

dengan pengertian kewajiban-kewajiban lainnya, karena yang dimaksud adalah kewajiban

manusia sebagai manusia.

Di era politik saat ini, banyak sekali pembaharuan-pembaharuan isi undang-

undang dan aturan-aturan pemerintah lainnya, yang di dalamnya terdapatisi yang harus

dipatuhi oleh seluruh kalangan, baik si pembuat maupun masyarakat, namun dalam

kenyataannya aturan-aturan tersebut hanya ampuh untuk mendiktekita sebagai kalangan

masyarakat, sedangkan para pegawai pemerintahan cenderung acuh atau bahkan tak mau

tahu. Hingga bermunculan kasus-kasus memalukan yang kian marak diperbincangkan

baru-baru ini, salah satunya adalah korupsi yang seakan menjadi rahasia umum, dan

bagaimana pemerintah dan aparat hokum dalam menyikapinya? Sudah sesuai kah antara

permasalahan yang dibuat dengan hukum yang berlaku? 

Sebagai suatu nilai, Pancasila memberikan dasar-dasar yang bersifat

fundamental dan universal bagi manusia baik dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara. Nilai-nilai tersebut kemudian dijabarkan dalam suatu norma-norma yang jelas

sehingga merupakan suatu pedoman. Norma-norma tersebut meliputi norma moral dan

norma hukum. Dalam norma inilah maka Pancasila berkedudukan sebagai sumber dari

segala sumber hukum di negara Indonesia. Sebagai sumber dari segala sumber hokum

1
nilai-nilai Pancasila yang sejak dahulu telah merupakan suatu cita-cita moral yang luhur

yang terwujud dalam kehidupan sehari-sehari bangsa Indonesia sebelum membentuk

negara. Atas dasar pengertian inilah maka nilai-nilai Pancasila sebenarnya berasal dari

bangsa Indonesia sendiri atau dengan lain perkataan bangsa Indonesia sebagai asal-mula

materi nilai-nilai Pancasila (Toyiban, 1997).

Jadi sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukanlah merupakan suatu pedoman

yang langsung bersifat normatif ataupun praksis melainkan merupakan suatu sistem nilai-

nilai etika yang merupakan sumber norma baik meliputi norma moral maupun norma

hukum, yang pada giliran nya harus dijabarkan lebih lanjut dalam norma-norma etika,

moral maupun norma hukum dalam kehidupan kenegaraan maupun kebangsaan.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa rumusan

masalah sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan nilai, norma dan moral?

2. Bagaimanakah hubungan antara nilai, norma dan moral?

3. Apa yang dimaksud dengan etika?

4. Apa yang dimaksud dengan politik?

5. Bagaimanakah dimensi politisi manusia?

6. Nilai-nilai Pancasila sebagai sumber Etika Politik?

7. Apa saja prinsip dasar etika politik Pancasila?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penyusunan makalah adalah

sebagai berikut:

1. Mengetahui pengertian dari nilai, norma dan moral

2. Mengetahui hubungan antara nilai, norma dan moral

2
3. Mengetahui pengertian dari etika

4. Mengetahui pengertian dari politik

5. Memahami dimensi politisi manusia

6. Memahami nilai-nilai Pancasila sebagai sumber etika politik

7. Mengetahui lima prinsip dasar etika politik Pancasila

1.4 Manfaat Penulisan

1. Bagi penulis

a. Menambah pengetahuan mengenai Pancasila sebagai etika politik baik mengenai

pengertian etika politik, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, maupun

keterkaitan antara etika politik dan Pancasila

b. Sebagai bahan pembelajaran untuk menanamkan nila-nilai Pancasila dalam

kehidupan sehari-hari

2. Bagi pembaca

a. Mengetahui lebih dalam mengenai Pancasila sebagai etika politik

b. Menambah wawasan mengenai kasus-kasus yang terjadi di Indonesia yang

berkaitan dengan Pancasila sebagai etika politik

1.5 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan metode studi literatur dan kepustakaan digital,

yaitu penulis mengkaji dan menyusun materi dari buku-buku dan internet berupa literatur-

literatur yang sesuai dan mendukung pembahasan makalah.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertia Nilai, Norma dan Moral

2.1.1 Nilai

Nilai atau dalam bahasa Inggris disebut “value” termasuk dalam bidang kajian

filsafat. Di dalam Dictionary of Sociology and Related Sciences dikemukakan

bahwa nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk

memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat

seseorang atau kelompok. Sesuatu yang memiliki nilai artinya ada sifat atau

kualitas yang melekat pada suatu objek. Misalnya, bunga itu indah. Indah adalah

sifat atau kualitas yang melekat pada bunga. Dengan demikian maka nilai itu

sebenarnya adalah suatu kenyataan yang tersembunyi dibalik kenyataan lain.

Menilai berarti menimbang , sesuatu kegiatan manusia untuk menghubungkan

sesuatu dengan sesuatu yang lain, kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan.

Keputusan itu merupakan keputusan nilai yang dapat menyatakan berguna atau

tidak berguna, benar atau tidak benar, baik atau tidak baik, indah atau tidak indah.

Keputusan nilai yang dilakukan oleh subjek penilai untuk berhubungan dengan

unsur yang ada pada manusia sebagai subjek penilai yaitu unsur jasmani, akal,

rasa, karsa, dan kepercayaan. Sesuatu itu dikatakan bernilai apabila sesuatu itu

berharga, berguna, benar, indah, baik, dan lain sebagainya (Kaelan, 2014).

Di dalam tatanan kehidupan bernegara, nilai terdiri atas nilai dasar, nilai

instrumental dan nilai praktis.

4
1. Nilai dasar adalah asas-asas yang kita terima sebagai dalil yang kurang lebih

mutlak. Nilai dasar berasal dari nilai kultural atau budaya yang berasal dari

bangsa indonesia itu sendiri yaitu yang berakar dari kebudayaan sesuai dengan

UUD 1945 yang mencerminkan hakikat nilai kultural.

2. Nilai instrumental adalah pelaksanaan umum nilai-nilai dasar biasanya dalam

wujud norma sosial atau norma hukum yang selanjutkan akan terkristalisasi

dalam lembaga-lembaga yang sesuai dengan kebutuhan tempat dan waktu.

Nilai instrumental merupakan tafsir positif terhadap nilai dasar yang umum.

3. Nilai praktis adalah nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam

kenyataan. Nilai inilah yang sesungguhnya merupakan bahan ujian apakah

dasar dasar dan nilai intrumental sungguh-sungguh hidup dalam masyarakat

atau tidak.

Selain nilai-nilai tersebut terdapat sumber nilai dalam kehidupan berbangsa

yaitu sila-sila dalam Pancasila khususnya sila ketuhanan yang maha esa. Sila ini

merupakan norma dasar yang mengatur hubungan antara manusia sebagai

individu dan anggota kelompok dan sesamanya, Negara, pemerintah serta bangsa

lain di dunia. Nilai-nilai yang terkandung dalam kehidupan berbangsa adalah :

1. Nilai ideal;

2. Nilai material;

3. Nilai spiritual;

4. Nilai pragmatis;

5. Nilai positif.

6. Nilai logis;

7. Nilai etis;

8. Nilai estetis;

5
9. Nilai sosial;

10. Nilai religius atau keagamaan.

Nilai lain yang terdapat dalam Pancasila dan UUD 1945 adalah nilai

perjuangan bangsa indonesia dalam merebut kemerdekaan RI. Nilai dalam

pengembangan Pancasila antara lain:

1. Ketuhanan yang maha esa:

a. Percaya dan takwa kepada tuhan yang maha esa;

b. Masing masing atas dasar kemanusiaan yang beradab;

c. Membina adanya kerjasama dan toleransi antara sesama pemeluk agama

dan penganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab:

a. Tidak saling membedakan warna kulit.

b. Saling menghormati dengan bangsa lain.

c. Saling bekerja sama dengan bangsa lain.

d. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.

3. Persatuan Indonesia:

a. Menempatkan persatuan kepentingan bangsa dan negara diatas

kepentingan pribadi atau golongan.

b. Menetapkan keselamatan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi

atau golongan.

c. Bangga berkebangsaan Indonesia.

d. Memajukan pergaulan untuk persatuan bangsa.

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/perwakilan:

6
a. Mengakui bahwa manusia Indonesia memiliki kedudukan dan hak yang

sama.

b. Melaksanakan keputusan bersama dengan penuh tanggung jawab dan

itikad baik.

c. Mengambil keputusan yang harus sesuai dengan nilai kebenaran dan

keadilan.

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia:

a. Adanya hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial

dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa atau dalam kehidupan sehari-

hari, dan kehidupan bernegara.

b. Menjunjung tinggi sifat dan suasana gotong royong dengan rasa

kekeluargaan dan penuh kegotongroyongan.

2.1.2 Norma

Norma atau kaidah adalah aturan pedoman bagi manusia dalam berperilaku

sebagai perwujudan dari nilai. Nilai yang abstrak dan normatif diwujudkan dalam

bentuk norma. Sebuah nilai mustahil menjadi acuan berperilaku kalau tidak

diwujudkan dalam sebuah norma. Dengan demikian, pada dasarnya norma adalah

perwujudan nilai. Tanpa adanya norma, nilai tidak dapat praktis artinya tidak

dapat berfungsi konkret dalam kehidupan sehari-hari (Winarno, 2001: 7).

Setiap norma pasti mengandung nilai. Nilai sekaligus menjadi sumber bagi

norma. Tidak ada nilai maka tidak mungkin terwujud norma. Sebaliknya, tanpa

dibuatnya norma, maka mustahil nilai itu dapat berfungsi atau terwujud. Sebagai

contoh ada norma yang berbunyi “dilarang membuang sampah sembarangan” atau

“buanglah sampah pada tempatnya”. Norma tersebut berusaha mewujudkan nilai

kebersihan.

7
Norma yang kita kenal dalam kehidupan sehari-hari ada empat yaitu :

1. Norma agama

Norma ini disebut juga dengan norma religi atau norma kepercayaan.

Norma ini ditujukan kepada kehidupan beriman yaitu kewajiban manusia

untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang maha Esa.sumber norma ini

adalah ajaran-ajaran kepercayaan atau agama yang oleh pengikut-pengikutnya

dianggap sebagai perintah Tuhan. Tuhanlah yang mengancam manusia jika

melanggar perintah yang ada pada norma ini yaitu berupa dosa.

2. Norma moral

Norma moral ini disebut juga norma etik atau norma kesusilaan atau

budi pekerti.norma ini merupakan nilai yang paling mendasar karena norma

ini sangat berhubungan dengan manusia sebagai individukarena menyangkut

kehidupan pribadi bagaimana kita menilai seseorang. Asal dari norma ini

adalah manusia sendiri yang bersifat otonom dan tidak ditujukan kepada sikap

lahir tetapi ditujukan kepada sikap batin manusia. Sanksi atau pelanggaran

norma moral berasal dari diri sendiri.

3. Norma kesopanan

Norma kesopanan disebut juga norma adat, sopan santun atau

tatakrama. Norma sopan santun didasarkan atas kebiasaan kepatuhan atau

kepantasan dalam masyarakat. Daerah berlakunya norma kesopanan ini

sempit, local atau bersifat pribadi. Sopan santun disuatu daerah berbeda

8
dengan didaerah lain. Sanksi atas pelanggaran norma kesopanan berasal dari

masyarakat.

4. Norma hukum

Norma ini berasal dari luar diri manusia. Norma hukum berasal dari

kekuasaan luar manusia yang memaksakan kepada kita. Masyarakat secara

resmi diberi kuasa untuk member sanksi atau menjatuhkan hukuman. Dalam

hal ini pengadilanlah sebagai lembaga yang mewakili masyarakat resmi untuk

menjatuhkan hukuman.

2.1.3 Moral

Moral adalah ajaran baik dan buruk tentang perbuatan atau kelakuan (akhlak).

Jadi, moral adalah tingkah laku manusia yang dilakukan dengan sadar dipandang

dari sudut baik dan buruknya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara. Moral dihubungkan dengan etika dan etiket yang membicarakan tata

susila dan tata sopan santun.

Moral meliputi hidup manusia itu sendiri sebagai makhluk individu (diri

sendiri) dan sebagai makhluk sosial (dalam kehidupan bersama dalam keluarga,

masyarakat, bangsa dan negara serta dunia.

Pancasila sebagi moral perorangan, moral bangsa dan moral negara

mempunyai pengertian:

1. Dasar negara Republik Indonesia, yang merupakan sumber dari segala sumber

hukum yang ada dan berlaku.

9
2. Pandangan hidup bangsa Indonesia yang dapat mempersatukan serta memberi

petunjuk dalam mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin

dalam masyarakat yang beraneka ragam sifatnya.

3. Jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia karena Pancasila merupakan ciri khas

bangsa Indonesia yang tidak dapat dipisahkan dari bangsa Indonesia serta

yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa lain.

2.2 Hubungan Nilai, Norma dan Moral

Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa nilai adalah kualitas dari sesuatu yang

bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik lahir maupun batin. Dalam kehidupan

manusianilai dijadikan dasar, landasan atau motivasi yang dalam bersikap atau bertingkah

laku baik disadari maupun tidak.

Nilai bersifat abstrak yang hanya dapat dipahami, dipikirkan, dihayayati dan

dimengerti oleh manusia.nilai berkaitan juga dengan harapan,cita-cita, keinginan dan

segala sesuatu pertimbangan internal manusia.nilai dengan demikian tidak bersifat

konkret yaitu tidak dapat ditangkap denganindra manusia dan nilai dapat bersifat subjektif

maupun objektif.

Agar nilai tersebut menjadi lebih berguna dalam menuntun sikap dan tingkah laku

manusia, maka perlu lebih dikongkritkan lagi serta diformulasikan menjadi lebih objektif

sehinggga memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam tingkah laku secara

kongkrit. Maka wujud yang lebih kongkrit dari nilai tersebut adalah merupakan suatu

norma. Terdapat berbagai macam norma, dan dari berbagai norma tersebut norma

hukumlah yang paling kuat keberlakuannya, karena dapat dipaksakan oleh suatu

kekuasaan eksternal misalnya penguasa atau penegak hukum.

Selanjutnya nilai dan norma berkaitan dengan moral. Istilah moral mengandung

integritas dan martabat pribadi manusia. Derajat keperibadian seseorang ditentukan oleh

10
moralitas yang dimilikinya. Makna moral yang terkandung dalam kepribadian seseorang

itu tercermin dari sikap dan prilakunya. Dalam pengertian inilah maka kita memasuki

wilayah norma sebagai penuntun sikap dan prilaku manusia.

Hubungan antara moral dengan etika memang sangat erat sekali dan kadang kali

kedua hal tersebut disamakan begitu saja. Namun sebenarnya kedua hal tersebut memiliki

perbedaan. Moral yaitu merupakan suatu ajaran ataupun wejangan-wejangan, patokan-

patokan, kumpulan peraturan baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus

hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik. Adapun dipihak lain etika adalah

suatu cabang filsafat yaitu suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan

pandangan-pandangan moral tersebut (Krammer, 1988 dalam Darmodiharjo, 1996). Atau

juga sebagaimana dikemukakan oleh De Vos tahun 1987, bahwa etika dapat diartikan

sebagai ilmu pengetahuan tentang kesusilaan. Adapun yang dimaksud dengan kesusilaan

adalah identik dengan pengertian moral, sehingga etika pada hakikatnya adalah sebagai

ilmu pengetahuan yang membahas tentang prinsip-prinsip moralitas.

Setiap orang memiliki moralitasnya sendiri-sendiri. Tetapi tidak demikian halnya

dengan etika. Tidak semua orang perlu melakukan pemikiran yang kritis terhadap etika.

Terdapat suatu kemungkinan bahwa seseorang mengikuti begitu saja pola-pola moralitas

yang ada dalam suatu masyarakat tanpa perlu mereflesikannya secara kritis.

Etika tidak berwenang menentukan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh

dilakukan oleh seseorang. Wewenang ini dipandang berada dipihak-pihak yang

memberikan ajaran moral. Hal inilah yang menjadi kekurangan dari etika jika

dibandingkan dengan ajaran moral. Sekalipun demikian, dalam etika seseorang dapat

mengerti mengapa, dan atas dasar apa manusia harus hidup menurut norma-norma

tertentu. Hal yang tartil inilah yang merupakan kelebihan etika jikalau dibandingkan

dengan moral.

11
Hal ini dapat dianalogikan bahwa ajaran moral sebagai buku petunjuk tentang

bagaimana kita memperlakukan sebuah mobil dengan baik, sedangkan etika memberikan

pengertian pada kita tentang strukturdan teknologi mobil itu sendiri. Demikianlah

hubungan yang sistematis antara nilai, norma dan moral yang pada gilirannya ketiga

aspek tersebut terwujud dalam suatu tingkah laku praktis dalam kehidupan manusia

(Kaelan, 2014).

2.3 Pengertian Etika

Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan

pandangan-pandangan moral. Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana

dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu atau bagaimana kita harus

mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral

(Suseno, 1987).

Di era sekarang ini, tampaknya kebutuhan akan norma etika dalam kehidupan masih

perlu bahkan amat penting untuk ditetapkan. Hal ini terwujud dari keluarnya ketetapan

MPR No.VI/MPR/2001 tentang etika kehidupan berbangsa, bernegara dan

bermasyarakat. Dalam ketetapan MPR tersebut dinyatakan bahwa etika kehidupan

berbangsa, bernegara dan bermasyarakat merupakan penjabaran nilai-nilai Pancasila

sebagai pedoman dalam berpikir, bersikap dan bertingkah laku yang merupakan cerminan

nilai-nilai keagamaan dan kebudayaan yang sudah mengakar dalam kehidupan

bermasyarakat. Etika kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara ini bertujuan

untuk:

1. Memberikan landasan etik moral bagi seluruh komponen bangsa dalam menjalankan

kehidupan kebangsaan dalam berbagai aspek;

2. Menentukan pokok-pokok kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara;

12
3. Menjadi kerangka acuan dalam mengevaluasi pelaksanaan nilai-nilai etika dan moral

dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Etika kehidupan berbangsa meliputi sebagai berikut.

1. Etika Sosial dan Budaya

Etika ini bertolak dari rasa kemanusiaan yang mendalam dengan menampilkan

kembali sikap jujur, saling peduli, saling memahami, saling menghargai, saling

mencintai dan tolong menolong diantara sesama manusia dan anak bangsa. Selain itu

juga menghidupkan kembali budaya malu yakni malu berbuat kesalahan dan semua

yang bertentangan dengan moral agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Untuk itu

juga perlu dihidupkan kembali budaya keteladanan yang harus dimulai dari dan

diperhatikan contohnya oleh para pemimpin pada setiap tingkat dan lapisan

masyarakat.

Etika ini dimaksudkan untuk menumbuhkan dan mengembangkan kembali

kehidupan berbangsa dan berbudaya tinggi dengan menggugah, menghargai dan

mengembangkan budaya local dan nasional serta mengembangkan budaya yang

dimaksud untuk mampu melakukan adaptasi dan tindakan proaksisejalan dengan

tuntutan globalisasi. Untuk itu dibutuhka ketahanan budaya, kemampuan adaptasi dan

kreatifitas budaya dari masyarakat. Segala bentuk kemajemukan harus dipaduka

sebagai satu kesatuan yang utuh, harmonis, damai, sejahtera dan maju.

2. Etika Pemerintahan dan Politik

Etika ini dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efektif dan

efisien serta menumbuhkan suasan politik yang demokratis yang bercirikan

keterbukaan, rasa bertanggungjawab, tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai

perbadaan, jujur dalam persaingan, kesediaan untuk menerima pendapat yang lebih

benar serta menjunjung tinggi hak asasi manusia. Etika pemerintahan mengamanatkan

13
pejabat memiliki rasa kepedulian yang tinggidalam memberikan pelayanan kepada

public, siap mundur apabila dirinya telah melanggar kaidah dan sistem nilai ataupun

dianggap tidak mampu memenuhi amanah masyarakat, bangsa dan negara.

3. Etika Ekonomi dan Bisnis

Etika ini dimaksudkan agar prinsip dan pilaku ekonomi, baik oleh pribadi,

institusi maupun maupun pengambil keputusan dalam bidang ekonomi, dapat

melahirkan kondisi dan realitas ekonomi yang bercirikan: persaingan yang jujur,

berkeadilan, mendorong berkembangnya etos kerja ekonomi, daya tahan ekonomi dan

kemampuan saing dan terciptanya suasana kondusif untuk pemberdayaan ekonomi

rakyat melalui usaha-usaha bersama secara berkesinambungan, menghindarkan

terjadinya praktik-paraktik monopoli oligopoli, kebijakan ekonomi yang bernuansa

KKN maupun rasial yang berdampak negatif terhadap efisiensi, persaingan sehat dan

keadilan serta menghindarkan prilaku menghalalkan segala cara untuk mendapatkan

keuntungan.

4. Etika Penegakan Hukum yang Berkeadilan

Etika ini dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa “sosial”,

ketenangan dan keteraturan hidup bersama hanya dapat diwujudkan dengan ketaatan

terhadap hukum dan seluruh peraturan yang ada. Keseluruhan aturan hukum yang

menjamin tegaknya supremasi hukum sejalan dengan dan menuju pada pemenuhan

rasa keadilan yang hidup danm berkembang didalam masyarakat.

Etika ini meniscayakan penegakan hukum secara adil, perlakuan yang sama dan

tidak diskriminatif terhadap setiap warga negara dihadapan hukum, dan

menghindarkan penggunaan hukum secara salah sebagai alat kekuasaan.

5. Etika Keilmuan dan Disiplin Kehidupan

14
Etika keilmuan diwujudkan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai ilmu

pengetahuan dan teknologi akar mampu berfikir rasional, kritis, logis dan objektif.

Etika ini ditampiulkan secara pribadi maupun kolektif dalam prilaku gemar membaca,

belajar, meneliti, menulis, membahas dan kreatif dalam menciptakan karya-karya

baru, serta secara bersama-sama menciptakan iklim kondusif bagi pengembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi. Etika disiplin kehidupan menegaskan pentingnya

budaya kerja keras dengan menghargai dan memanfaatkan waktu, disiplin dalam

berfikir dan berbuat, serta menepati janji dan komitmen diri untuk menapai hasil yang

terbaik. Disamping itu, etika ini mendorong tumbuhnya kemampuan menghadapi

hambatan, rintangan, dan tantangan dalam kehidupan. Mampu mengubah tantangan

menjadi peluang, mampu menumbuhkan kreatifitas untuk menciptakan kesempatan

baru dan tahan uji serta pantang menyerah.

2.4 Pengertian Politik

Pengertian “Politik” berasal dari kata “Politics”, yang memiliki makna bermacam-

macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau “negara”, yang menyangkut proses

penentuan tujuan-tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan-tujuan itu.

“Pengambilan keputusan” atau “decision making” mengenai apakah yang menjadi tujuan

dari sistem politik itu menyangkut seleksi antara beberapa alternatif dan penyusunan

skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih itu (Kaelan, 2014).

Untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan

umum, yang menyangkut pengaturan dan pembagian dari sumber-sumber yang ada.

Untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan itu, diperlukan suatu kekuasaan dan

kewenangan yang akan dipakai baik untuk membina kerja sama maupun untuk

menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses ini. Cara-cara yang dipakai

dapat bersifat persuasi, dan jika perlu dilakukan suatu pemaksaan. Tanpa adanya suatu

15
pemaksaan kebijaksanaan ini hanya merupakan perumusan keinginan belakayang tidak

akan pernah terwujud.

Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat, dan bukan tujuan

pribadi seseorang. Selain itu politik menyangkut kegiatan berbagai kelompok pengasuh

partai politik, lembaga masyarakat maupun perseorangan.

Berdasarkan pengertian-pengertian pokok tentang politik maka secara oprasional

bidang politik menyangkut konsep-konsep pokok yang berkaitan dengan negara (stale),

kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision-making), kebijaksanaan (policy),

pembagian (distribution), serta alokasi (allocation) (Budiardjo, 1981).

Jikalau dipahami berdasarkan pengertian politik secara sempit sebagaimana diuraikan

diatas, maka seolah-olah bidang politik lebih banyak berkaitan dengan para pelaksana

pemerintahan negara, lembaga-lembaga tinggi negara, kalangan aktifis politik serta para

pejabat serta birokrat dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara. Bila mana lingkup

pengertian politik dipahami seperti itu maka terdapat suatu kemungkinan akan terjadi

ketimpangan dalam aktualisasi berpolitik, karena tidak melibatkan aspek rakyat baik

sebagai individu maupun sebagai suatu lembaga yang terdapat dalam masyarakat. Oleh

karena itu, dalam hubungan dengan etika politik, pengertian politik tersebut harus

dipahami dalam pengertian yang lebih luas yaitu menyangkut seluruh unsur yang

membentuk suatu persekutuan hidup yang disebut masyarakat negara (Kaelan, 2014).

2.5 Dimensi Politisi Manusia

2.5.1 Manusia sebagai Makhluk Individu – Sosial

Paham individualisme yang merupakan cikal bakal paham liberalisme,

memandan manusia sebagai makhluk individu yang bebas. Segala hak dan

kewajiban dalam kehidupan bersama senantiasa diukur berdasarkan kepentingan

dan tujuan berdasarkan paradigma sifat kodrat manusia sebagai individu.

16
Kalangan kolektivisme merupakan cikal bakal sosialisme dan komunisme

memandang sifat kodrat manusia sebagai makhluk sosial saja. Manusia di

pandang sebagai sekedar sarana bagi masyarakat. Segala hak dan kewajiban baik

moral maupun hukum, dalam hubungan masyarakat, bangsa dan negara senantiasa

diukur berdasarkan filosofi manusia sebagai makhluk sosial.

Manusia sebagai makhluk yang berbudaya, kebebasan sebagai individu dan

segala aktivitas dan kreativitas dalam hidupnya senantiasa tergantung pada orang

lain, hal ini di karenakan manusia sebagai warga masyrakat atau sebagai makhluk

sosial. Manusia di dalam hidupnya mampu bereksistensi karena orang lain dan ia

hanya dapat hidup dan berkembang karena dalam hubungannya dengan orang

lain. Segala keterampilan yang dibutuhkannya agar berhasil dalam segala

kehidupannya serta berpartisipasi dalam kebudayaan diperolehnya dari

masyarakat.

Dasar filosofis sebagai mana terkandung dalam Pancasila yang nilainya

terdapat dalam budaya bangsa, senantiasa mendasarkan hakikat sifat kodrat

manusia adalah bersifat ‘monodualis’. Maka sifat serta ciri khas kebangsaan dan

kenegaraan Indonesia, bukanlah totalitas individualistis ataupun sosialistis

melainkan monodualistis.

2.5.2 Dimensi Politis Kehidupan Manusia

Berdasarkan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan sosial,

dimensi politis mencakup lingkaran kelembagan hukum dan negara, sistem –

sitem nilai serta ideologi yang memberikan legitmimasi kepadanya. Dalam

hubungan dengan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan sosial,

dimensi politis manusia senntiasa berkaitan dengan kehidupan negara dan hukum,

sehingga senantiasa berkaitan dengan kehidupan masyarakat secara keseluruhan.

17
Sebuah keputusan bersifat politis manakala diambil dengan memperhatikan

kepentingan masyarakat sebagai suatu keseluruhan. Dengan demikian dimensi

politis manusia dapat ditentukan sebagai suatu kesadaran manusia akan dirinya

sendiri sebagai anggota masyarakat sebagai sutu keseluruhan yang menentukan

kerangka kehidupannya dan di tentukan kembali oleh kerangka kehidupannya

serta ditentukan kembali oleh tindakan – tindakannya.

Dimensi politis manusia ini memiliki dua segi fundamental, yaitu pengertian

dan kehendak untuk bertindak. Sehingga dua segi fundamental itu dapat diamati

dalam setiap aspek kehidupan manusia. Dua aspek ini yang senantiasa berhadapan

dengan tindakkan moral manusia.

2.6 Nilai-nilai Pancasila sebagai sumber Etika Politik

Sebagai dasar filsafah Negara pancasila tidak hanya merupakan sumber derivasi

peraturan perundang-undangan, melainkan juga merupakan sumber moralitas terutama

dalam hubungannya dengan legitimasi kekuasaan, hukum serta sebagai kebijakan dalam

pelaksanaan dan penelenggaraan Negara. Sila pertama “Ketuhanan yang Maha Esa” serta

sila ke dua “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” adalah merupakan sumber nilai-nilai

moral bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan

Negara, Etika Politik menuntut agar kekuasaan dalam Negara dijalankan sesuai dengan

asas legalitas (legitimasi hukum), secara demokrasi (legitimasi demokrasi) dan

dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip moral (legitimasi moral). (Suseno, 1987 :115).

Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut. Dalam

pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara baik menyangkut kekuasaan, kebijaksanaan

yang menyangkut public, pembagian serta kewenangan harus berdasarkan legitimasi

moral religious serta moral kemanusiaan. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan

Negara, segala kebijakan, kekuasaan, kewenangan.

18
2.7 Prinsip Dasar Etika Politik Pancasila

Kalau membicarakan Pancasila sebagai etika politik maka ia mempunyai lima prinsip

berikut ini yang disusun menurut pengelompokan Pancasila, bukan sekedar sebuah

penyesuaian dengan situasi di Indonesia, melainkan karena Pancasila memiliki logika

internal yang sesuai dengan tuntutan-tuntutan dasar etika politik modern (yang belum ada

dalam Pancasila adalah perhatian pada lingkungan hidup).

1. Pluralisme

Pluralisme adalah kesediaan untuk menerima pluralitas, artinya, untuk hidup

dengan positif, damai, toleran, dan biasa/normal bersama warga masyarakat yang

berbeda pandangan hidup, agama, budaya, adat. Pluralisme mengimplikasikan

pengakuan terhadap kebebasan beragama, kebebasan berpikir, kebebasan mencari

informasi, toleransi. Pluralisme memerlukan kematangan kepribadian seseorang dan

sekelompok orang (Anonim, 2010).

2. Hak Asasi Manusia

Jaminan hak-hak asasi manusia adalah bukti kemanusiaan yang adil dan beradab.

Karena hak-hak asasi manusia menyatakan bagaimana manusia wajib diperlakukan

dan wajib tidak diperlakukan. Jadi bagaimana manusia harus diperlakukan agar sesuai

dengan martabatnya sebagai manusia. Karena itu, hak-hak asasi manusia adalah baik

mutlak maupun kontekstual dalam pengertian sebagai berikut.

a. Mutlak karena manusia memilikinya bukan karena pemberian negara, masyarakat,

melainkan karena ia manusia pemberian Sang Pencipta.

19
b. Kontekstual karena baru mempunyai fungsi dan karena itu mulai disadari, di

ambang modernitas di mana manusia tidak lagi dilindungi oleh adat/tradisi, dan

sebaliknya diancam oleh negara modern.

Bila mengkaji hak asasi manusia secara umum, maka dapat dibedakandalam

bentuk tiga generasi hak-hak asasi manusia:

1) Generasi pertama (abad ke 17 dan 18): hak-hak liberal, demokratisdan perlakuan

wajar di depan hukum.

2) Generasi kedua (abad ke 19/20): hak-hak sosial.

3) Generasi ketiga (bagian kedua abad ke 20): hak-hak kolektif(misalnya minoritas-

minoritas etnik).

3. Solidaritas Bangsa

Solidaritas bermakna manusia tidak hanya hidup demi diri sendiri, melainkan

juga demi orang lain, bahwa kita bersatu senasib sepenanggungan. Manusia hanya

hidup menurut harkatnya apabila tidak hanya bagi dirinya sendiri, melainkan

menyumbang sesuatu pada hidup manusia-manusia lain. Sosialitas manusia

berkembang secara melingkar: keluarga, kampung, kelompok etnis, kelompok agama,

kebangsaan, solidaritas sebagai manusia. Maka di sini termasuk rasa kebangsaan.

Manusia menjadi seimbang apabila semua lingkaran kesosialan itu dihayati dalam

kaitan dan keterbatasan masing-masing. Solidaritas itu dilanggar dengan kasar oleh

korupsi.

4. Demokrasi

Prinsip “kedaulatan rakyat” menyatakan bahwa tak ada manusia, atau sebuah

elit, atau sekelompok ideologi, atau sekelompok pendeta/pastur/ulama berhak untuk

menentukan dan memaksakan (menuntut dengan memakai ancaman) bagaimana

orang lain harus atau boleh hidup. Demokrasi berdasarkan kesadaran bahwa mereka

20
yang dipimpin berhak menentukan siapa yang memimpin mereka dan kemana mereka

mau dipimpin. Demokrasi adalah “kedaulatan rakyat plus prinsip keterwakilan”. Jadi

demokrasi memerlukan sebuah sistem penerjemah kehendak masyarakat ke dalam

tindakan politik (Khairunnisa, 2011).

Demokrasi hanya dapat berjalan baik karena didasari oleh dua dasar berikut.

a. Pengakuan dan jaminan terhadap HAM, perlindungan terhadap HAM menjadi

prinsip mayoritas tidak menjadi kediktatoran mayoritas.

b. Kekuasaan dijalankan atas dasar,dan dalam ketaatan terhadap hukum (Negara

hukum demokratis). Maka kepastian hukum merupakan unsur hakiki dalam

demokrasi (karena mencegah pemerintah yang sewenang-wenang).

5. Keadilan Sosial

Keadilan merupakan norma moral paling dasar dalam kehidupan masyarakat.

Maksud baik apa pun kandas apabila melanggar keadilan. Moralitas masyarakat mulai

dengan penolakan terhadap ketidakadilan. Keadilan sosial mencegah bahwa

masyarakat pecah ke dalam dua bagian; bagian atas yang maju terus dan bagian

bawah yang paling-paling bisa bertahan di hari berikut.

Tuntutan keadilan sosial tidak boleh dipahami secara ideologis, sebagai

pelaksanaan ide-ide, ideologi-ideologi, agama-agama tertentu; keadilan sosial tidak

sama dengan sosialisme. Keadilan sosial adalah keadilan yang terlaksana. Dalam

kenyataan, keadilan sosial diusahakan dengan membongkar ketidakadilan-

ketidakadilan yang ada dalam masyarakat. Di mana perlu diperhatikan bahwa

ketidakadilan-ketidakadilan itu bersifat struktural, bukan pertama-pertama individual.

Artinya, ketidakadilan tidak pertama-tama terletak dalam sikap kurang adil

orang-orang tertentu (misalnya para pemimpin), melainkan dalam struktur-struktur

politik/ekonomi/sosial/budaya/ideologis. Struktur-struktur itu hanya dapat dibongkar

21
dengan tekanan dari bawah dan tidak hanya dengan kehendak baik dari atas.

Ketidakadilan struktural paling gawat sekarang adalah sebagian besar segala

kemiskinan. Ketidakadilan struktur lain adalah diskriminasi di semua bidang terhadap

perempuan, semua diskriminasi atas dasar ras, suku dan budaya.

Berdasarkan uaraian di atas, tantangan etika politik paling serius di

Indonesiasekarang adalah:

1. Kemiskinan, ketidakpedulian dan kekerasan sosial.

2. Ekstremisme ideologis yang anti pluralisms, pertama-tama ekstremisme agama

dimana mereka yang merasa tahu kehendak Tuhan merasa berhak juga

memaksakan pendapat mereka pada masyarakat.

3. Korupsi

22
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan

Etika politik merupakan filsafat teoritis yang membahas tentang makna hakiki

segala sesuatu antara lain: manusia, alam, benda fisik, pengetahuan bahkan tentang

hakikat yang transenden. Sedangkan  Pancasila adalah pedoman hidup bersama

bangsa Indonesia yang mengatur bagaimana harus bersikap dan bertindak antar satu

dengan lain yang disertai hak dan kewajibannya. Dengan kata lain Pancasila adalah

moral identitas bangsa, baik sebagai warga dunia, sebagai warga negara, maupun

sebagai anggota masyarakat.

Adapun hubungan Pancasila dengan etika politik adalah Pancasila merupakan

dasar atau ideologi negara dan kemudian menjadi “way of live ” masyarakat

Indonesia, sedang etika politik adalah tata tertib, aturan, “sopan santun” politik.

Dengan demikian agar etika politik dapat diterima oleh masyarakat Indonesia

haruslah sesuai dengan sila- sila yang tercantum pada Pancasila atau sesuai dengan

“way of live” masyarakat Indonesia.

Dapat disimpulkan bahwa pemerintahan pada dasarnya merupakan upaya

menjalankan kekuasaan untuk mencapai tujuan tertentu. Namun demikian, dalam

menjalankan pemerintahan itu, penguasa (termasuk aparatur pemerintahan daerah)

harus bersikap adil, jujur, dan menjunjung tinggi hukum. Karena itu dalam etika

pemerintahan, memerintah berarti menerapkan kekuasaan secara adil, seperti

bagaimana cara menyelesaikan kasus-kasus yang terjadi di negeri ini, bukan malah

23
melindungi dan saling tutup menutupi, hingga membuat mereka (pelaku kejahatan)

tak jera sedikitpun jika mengulang bahkan mewarisi tindakan perusak moral dan etika

bangsa.

Implikasinya dalam menerapkan kekuasaan tidak berdasarkan kekuasaan fisik

tetapi berdasar asas kesamaan/kesetaraan, kebebasan, kepedulian/solidaritas, dan

menjunjung tinggi hukum.

3.2 Saran

Pancasila hendaknya disosialisasikan secara mendalam sehingga dalam

kehidupan bermasyarakat dalam berbagai segi terwujud dengan adanya

kesianambungan usaha pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

dengan kepastian masyarakat untuk mengikuti dan mentaati peraturan yang

ditetapkan, karena kekuatan politik suatu negara ditentukan oleh kondisi pemerintah

yang absolut dengan adanya dukungan rakyat sebagai bagian terpenting dari

terbentuknya suatu negara.

3.3 Daftar pustaka

http://juniarwibisana.blogspot.co.id/2015/05/contoh-makalah-etika-politik_22.html

https://suparman11.wordpress.com/2014/11/12/pengertian-etika-politik-dan-penerapan-
etika-politik-di-indonesia-serta-analisis-kontra-terhadap-kenaikan-bbm-di-indonesia/

http://indonesiaberani.blogspot.co.id/2011/10/dimensi-etika-politik-manusia.html

24

Anda mungkin juga menyukai