Anda di halaman 1dari 32

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Kerentanan penyakit

1. Definisi

Seseorang percaya bahwa kesehatan adalah dalam bahaya. Untuk perilaku

mencari tes penyaringan atau pemeriksaan untuk penyakit tanpa gejala, orang

tersebut harus percaya bahwa ia dapat memiliki penyakit namun tidak

merasakan gejala (Kholid, 2012).

Menurut Notoatmodjo (2007), kerentanan yang dirasakan adalah agar

seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, dia harus

merasakan bahwa dia rentan (susceptible) terhadap penyakit tersebut. Dengan

kata lain, suatu tindakan pencegahan terhadap suatu penyakit akan timbul

apabila seseorang telah merasakan bahwa dia atau keluarganya rentan terhadap

penyakit tersebut. Sedangkan menurut Lewis et all (2008) kerentanan

(susceptibility) adalah dimana seseorang merasa percaya akan kemungkinan

terjadinya masalah atau sakit pada dirinya.

Menurut WHO (2012), kerentanan merupakan suatu persepsi seseorang

terhadap kerentanan seseorang pada suatu penyakit tertentu atau kejadian sakit

yang sering terjadi dan berubah-ubah berdasarkan dari penilaian risiko

kemungkinan terjadi. Sedangkan sifat dan intensitas mengenai persepsi efek

yang akan ditimbulkan secara siknifikan pada mereka, maka timbul adanya

kemauan pada mereka untuk melakukan upaya pencegahan. Sedangkan


commit to user

6
perpustakaan.uns.ac.id 7
digilib.uns.ac.id

menurut Glanz et al (2008), kerentanan adalah keyakinan tentang pengalaman

sakit atau menjadi berisiko atau penyakit. Berdasarkan dari definisi tersebut

dapat diartikan bahwa kerentanan adalah salah satu persepsi yang lebih kuat

dalam mendorong seseorang untuk melakukan perilaku sehat. Semakin besar

kemungkinan terlibat dalam perilaku untuk mengurangi risiko.

2. Faktor yang mempengaruhi kerentanan suatu penyakit

a. Demografi

1) Pengertian

Demografi berasal dari kata demos yang berarti rakyat atau penduduk

dan grafein yang berarti menulis. Jadi demografi adalah tulisan-tulisan atau

karangan-karangan yang berkenaan dengan kependudukan (Mubarak, 2009).

Menurut Notoatmodjo (2010), demografi adalah faktor yang

digunakan sebagai ukuran mutlak atau fisiologis yang berbeda (umur, seks)

dan siklus daur hidup (status perkawinan, lingkungan, pekerjaan, dan

pendidikan)

2) Faktor-faktor demografi

a) Umur

Umur termasuk dalam faktor yang berperan penting dalam

mempelajari suatu masalah kesehatan. Ada kaitannya dengan daya tahan

tubuh. Pada umumnya daya tahan tubuh orang dewasa jauh lebih kuat

daripda daya tahan tubuh bayi atau anak-anak. Bayi dan balita adalah usia

yang paling rentan terkena suatu penyakit. Ancaman terhadap kesehatan.

Orang dewasa karena pekerjaannya, kemungkinan mengahadapi ancaman


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 8
digilib.uns.ac.id

penyakit lebih besar daripada anak-anak. Kebiasaan hidup, dibandingkan

dengan anak-anak, orang dewasa lebih banyak merokok dan minum

alkohol sehingga kemungkinan terkena penyakit lebih besar (Nugraheni,

2011).

b) Jenis kelamin

Jenis kelamin juga mempengaruhi penyebaran suatu masalah atau

penyakit kesehatan. Ada masalah kesehatan yang ditemukan lebih banyak

pada kelompok wanita saja, dan ada pula masalah kesehatan yang

ditemukan lebih banyak pada kelompok pria. Hal ini disebabkan karena

adanya perbedaan anatomi dan fisiologi antara wanita dan pria. Ada

perbedaan kebiasaan hidup antara wanita dan pria, dan perbedaan tingkat

kesadaran berobat antara wanita dan pria. Ada adanya perbedaan

kemampuan atau kriteria diagnostik beberapa penyakit. Dan karena

terdapat perbedaan jenis pekerjaan (Azwar,1999).

c) Status Perkawinan

Status perkawinan merupakan persekutuan antara dua jenis kelamin

yang berbeda, kemudian menjadi sebuah keluarga (suami, istri, dan anak)

yang diakui secara sah oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku

(sipil dan agama). Status perkawinan dibedakan menjadi empat macam,

yaitu: belum menikah, menikah, cerai hidup, dan cerai mati. Status

perkawinan ini mempengaruhi penyebaran masalah kesehatan. Hal ini

disebabkan pola perilaku kalangan yang belum menikah berbeda dengan

kalangan yang sudah menikah. Pengaruh tersebut meliputi: pola penyakit,


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id

risiko terkena penyakit, penatalaksanaan dan penanggulangan penyakit

(Nugraheni, 2011).

d) Lingkungan

Menurut Azwar (1999), lingkungan ialah agregat dari seluruh kondisi

dan pengaruh-pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan dan

perkembangan suatu organisasi. Secara umum lingkungan dibedakan

menjadi dua, yaitu:

(1) Lingkungan fisik

Lingkungan fisik ialah lingkungan alamiah yang terdapat

disekitar manusia. Lingkungan fisik ini banyak macamnya, seperti:

cuaca, musim, keadaan geografis, dan struktur geologinya.

(2) Lingkungan non-fisik

Lingkungan non-fisik merupakan suatu kondisi yang muncul

sebagai akibat adanya interaksi antar manusia. Dalam lingkungan non-

fisik ini termasuk sosial budaya, norma, nilai, dan adat istiadat.

e) Pekerjaan

Penyakit yang diderita oleh seseorang secara tidak langsung

berhubungan dengan pekerjaannya. Hubungan pekerjaan dengan masalah

kesehatan disebabkan oleh adanya risiko pekerjaan, dimana orang yang

bekerja di suatu tempat akan terkena penyakit berdasarkan paparan yang

dialaminya. Adanya seleksi alamiah dalam memilih pekerjaan, secara

alamiah terdapat perbedaan dalam memilih pekerjaan yang diinginkan,

seseorang dengan kondisi lemah secara naluriah menghindari jenis


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id

pekerjaan yang membutuhkan kerja fisik yang berat. Penyakit yang

dideritanya berbeda. Adanya perbedaan status social ekonomi, perbedaan

pekerjaan menyebabkan adanya perbedaan status ekonomi daan

mempengaruhi penyakit yang dideritanya (Nugraheni, 2011).

3. Penyebaran Penyakit

a. Definisi

Penyebaran penyakit (transmission of deases) terjadi pada penyakit

infeksi yang menular hingga kelompok penyakit ini disebut communicable

desease adalah penyakit yang disebabkan oleh transmisi infectious agent atau

produk toksinnya dari seseorang (reservoir) ke orang lain (susceptible host)

(Ryadi, 2011).

b. Faktor agent

Agent (bibit penyakit) adalah suatu substansi atau elemen tertentu yang

kehadiran atau tidaknya dapat menimbulkan atau mempengaruhi perjalanan

penyakit. Banyak orang bernggapan bahwa yang menyebabkan terjadinya

penyakit hanya virus, kuman, bakteri, dan sejenisnya. Tetapi sebenarnya itu

hanya sebagian kecil dari bibit penyakit, masih ada berbagai macam agent

yang dapat menyebabkan terjadinya suatu penyakit (Nugraheni, 2011).

Vektor adalah organism hidup yang dapat menularkan agent penyakit

dari satu hewan ke hewan lain atau ke manusia. Vektor-vektor yang membawa

penyakit serius yang ditularkan pada manusia antara lain serangga (lalat,

nyamuk), binatang yang hidup di air (kerang), binatang yang hidup di darat

(anjing, kucing, babi). Penularan penyakit pada manusia melalui vektor


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id

serangga arthropod borne disease atau sering disebut sebagai vector borne

disease. Pemutusan rantai penularan dapat dilakukan dengan mempelajari cara

penularan dari penyakit yang ada. Untuk pencegahan penyebaran penyakit

dapat dilakukan pengendalian vektor yang terdiri atas pengendalian

lingkungan, pengendalian kimia, pengendalian biologi, pengendalian genetik,

dan pengendalian fisika (Mubarak, 2009).

Menurut Ryadi (2012), pada analisis dampak lingkungan perlu

diperhatikan akan adanya hubungan faktor-faktor lingkungan yang dapat

mempengaruhi atau memberikan dampak terhadap kesehatan masyarakat yang

secara garis besar meliputi:

1) Faktor Fisik

Dalam kelompok faktor ini antara lain meliputi bising, cuaca atau iklim,

radiasi, dan penerangan serta kondisi ergonomic (penerangan dan ergonomic

merupakan lingkungan kerja).

2) Faktor Kimiawi

Pada kelompok ini mmeliputi khususnya limbah buangan beracun dan

berbahaya .

3) Faktor Biologi

Meliputi bakteri, virus, dan parasit.

4) Faktor Psikososial

Meliputi stress yang berhubungan antar manusia, ketegangan (anxiety),

dan lain-lain

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

5) Faktor Kecelakaan

Meliputi berbagai hal dan situasi gangguan yang dapat membahayakan

seperti kecepatan suatu proses, pengaruh alkohol, dan obat-obatan.

c. Faktor Host

Faktor penjamu (host), adalah semua faktor yang terdapat pada diri

manusia yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit serta perjalanan suatu

penyakit. Beberapa cara penularan penyakit telah diidentifikasi. Bermacam-

macam metode yang dapat digunakan agent untuk berpindah dari satu penjamu

ke penjamu lainnya yang rentan, baik manusia ataupun hewan. Faktor yang ada

pada penjamu dibagi berdasarkan faktor biologis, daya tahan tubuh dan faktor

perilaku. Faktor bilogis adalah penjamu yang dapat mempengaruhi terjadinya

penyakit. Apabila bibit penyakit sudah masuk ke dalam tubuh penjamu, dan

daya tahan tubuh penjamu kuat, maka tubuh akan dapat melawan dan

menghancurkan bibit penyakit sehingga bibit penyakit tidak dapat berkembang

biak dan akhirnya akan mati. Penyakit yang terjadi pada penjamu dipengaruhi

oleh kerentanan penjamu, yaitu kerentanan atau kepekaan penjamu terhadap

suatu penyakit (Nugrahaeni, 2011).

Menurut Ryadi (2012), faktor ini dikaitkan dengan sejauh mana

kemampuan pertahanan (daya tahan) host di dalam menghadapi invasi

mikroorganisme yang infeksius tersebut. Berbicara daya tahan (imunitas),

dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu:

a) Daya tahan alamiah (natural immunity)

b) Didapat setelah seseorang lahir/imunisasi (acquired immunity)


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id

d. Environment (lingkungan)

Lingkungan dapat menjadi reservoir (environment reservoir), apabila

bibit penyakit dapat hidup untuk sementara di lingkungan Lingkungan

(environment), adalah agregat dari seluruh kondisi dan pengaruh luar yang

mempengaruhi kehidupan dan perkembangan suatu organism. Lingkungan

tersebut dibedakan atas lingkungan fisik, biologis, dan sosial. Lingkungan fisik

adalah lingkungan alamiah yang terdapat disekitar manusia, misalnya cuaca,

musim, geografis, dan struktur geologi. Lingkungan biologis adalah semua

bentuk kehidupan yang pada disekitar manusia, antara lain yaitu hewan,

tanaman, dan mikroorganisme. Lingkungan sosial adalah lingkungan yang

muncul akibat adanya interaksi antar manusia, misalnya sosial budaya, norma,

nilai, dan adat istiadat, dan lain-lain (Nugrahaeni, 2011).

4. Perilaku Sakit

a. Persepsi

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan

yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama yang

diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkannya. Persepsi

adalah memberikan makna kepada stimulus (Notoatmodjo, 2007).

b. Penyakit

Sebagian besar dikaitkan dengan adanya hubungan interaktif antara

kehidupan dengan bahan, kekuatan, atau xat yang tidak dikehendaki yang

datang dari luar tubuhnya. Akibatnya, bisa secara langsung menimbulkan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id

gangguan atau mengeluarkan bahan beracun (toxin) dalam tubuh manusia,

sehingga mengganggu fungsi ataupun bentuk suatu organ (Achmadi,2012).

c. Sakit

Suatu kondisi dimana tubuh setidak-tidaknya merasakan adanya

perasaan gangguan fisiologis, psikologis, maupun gangguan beradaptasi

secara sosial (Ryadi, 2011).

d. Persepsi Penyakit dan Sakit

Menurut Notoatmodjo (2010) dalam masyarakat terdapat berbagai

konsep sehat-sakit yang tidak sejalan dengan pihak penyelenggara

pelayanan kesehatan. Timbulnya perbedaan konsep sehat-sakit yang

diberikan oleh pihak penyelenggara pelayanan kesehatan disebabkan adanya

persepsi sakit yang berbeda antara masyarakat dan pelayan kesehatan.

Adanya perbedaan persepsi yang berkisar antara penyakit (desease) dengan

(illness) rasa sakit.

Penyakit (desease) adalah suatu bentuk reaksi biologis terhadap suatu

organism, benda asing atau luka (injury). Sedangkan sakit (illness) adalah

penilaian seseorang terhadap penyakit yang sehubungan dengan pengalaman

yang dialami, atau persepsi seseorang terhadap penyakit yang dialaminya.

Secara objektif seseorang terkena penyakit yang salah satu fungsi organ

tubuhnya terganggu, namun tidak merasa sakit. Atau sebaliknya, seseorang

merasa sakit bila merasakan sesuatu di dalam tubuhnya, tetapi dari

pemeriksaan klinis tidak diperoleh bukti bahwa dia sakit.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id

Desease but no illness dimana seseorang yang sebenarnya sakit tetapi

tidak merasa sakit. Hal ini menggambarkan bahwa seseorang mendapatkan

serangan penyakit (secara klinis), tetapi orang tersebut tidak merasa bahwa

dirinya sakit. Artinya, anggota masyarakat yang secara klinis maupun

laboratories menunjukkan gejala klinis bahwa mereka diserang atau merasa

sebagai seorang yang sakit. Oleh karena itu, mereka tetap melakukan

kegiatan sehari-hari sebagaimana orang sehat. Dari hal ini dapat dilihat

bahwa konsep sehat di masyarakat adalah orang yang mampu bekerja atau

menjalankan pekerjaannya sehari-hari, dan keluar konsep sakit, dimana

dirasakan oleh seseorang yang sudah tidak mampu lagi bangun dari tempat

tidurnya dan tidak mampu melakukan kegiatan sehari-harinya.

Illness but no desease dimana seseorang merasa bahwa dirinya rentan

terhadap suatu penyakit. Hal ini menggambarkan penyakit yang tidak hadir

pada seseorang, tetapi orang tersebut merasakan bahwa dirinya sakit. Pada

kenyataannya kondisi ini hanya sedikit di dalam masyarakat. Orang merasa

sakit akan tetapi setelah dilakukan pemeriksaan baik klinis maupun

laboratories tidak didapatkan suatu penyakit apapun yang dideritanya.

Berdasarkan pendapat para pakar, bahwa pengetahuan tentang suatu

kesehatan merupakan konsep sosial dimana pengetahuan seseorang tentang

kesehatan yang mampu memberikan pengaruh pada kehidupan sosial

masyarakatnya, karena masyarakat beranggapan sakit merupakan sebuah

proses yang tidak alami, berdasarkan paradigma tersebut masyarakat akan

berusaha untuk melakukan upaya untuk tidak merasakan sakit meskipun


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id

telah terjadi tanda-tanda bahwa seseorang mengalami suatu gejala penyakit

(Willis, 2007).

B. Keseriusan Penyakit

1. Definisi

Konstruksi keseriusan yang dirasakan berdasarkan kepercayaan individu

tentang keseriusan atau keparahan suatu penyakit. Sementara persepsi

keseriusan sering didasarkan pada informasi medis atau pengetahuan, juga

dapat berasal dari keyakinan seseorang bahwa ia akan mendapat kesulitan

akibat penyakit dan akan membuat efek pada kehidupannya secara umum

(Glanz, 2008).

Menurut Notoatmodjo (2010), keseriusan yang dirasakan merupakan

tindakan individu untuk mencari pengobatan dan pencegahan penyakit.

Dorongan itu pula keseriusan penyakit tersebut terhadap individu atau

masyarakat. Sedangkan menurut Kholid (2012), orang beranggapan potensial

keseriusan berasal dari kondisi dalam hal rasa sakit atau ketidaknyamanan,

kehilangan waktu kerja, kesulitan ekonomi, atau hasil lainnya.

Motivasi seseorang timbul untuk mendapatkan suatu pelayanan kesehatan

dikarenakan seseorang memprediksikan tingkat keparahannya apabila

menderita suatu penyakit, anggapan ini timbul ketika seseorang percaya

tentang faktor potensial dan spesifik yang menjadi penyebab utamanya.

Seseorang mampu beranggapan bahwa suatu penyakit yang dideritanya

merupakan suatu penyakit yang serius atau tidak hal ini dipengaruhi oleh

media maupun pengaruh orang lain (Payne, 2007).


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id

2. Jenis penyakit

a. Definisi Penyakit

Menurut Nugrahaeni (2012), penyakit merupakan suatu keadaan adanya

gangguan terhadap bentuk dan fungsi tubuh sehingga berada dalam keadaan

yang tidak normal.

b. Tahapan Riwayat Penyakit

1) Tahap Pre-pathogenesis

Pencegahan pada tahap ini dilakukan melalui kegiatan primary

prevention atau pencegahan primer. Pencegahan berdasarkan arti

sebenarnya hal ini terjadi sebelum sakit atau ketidakfungsian dan umumnya

diaplikasikan ke populasi sehat. Pencegahan primer merupakan usaha agar

masyarakat yang berada dalam kondisi sehat optimal. Berikut kelompok

kegiatan pencegahan:

a) Peningkatan kesehatan (primary prevention)

Peningkatan status kesehatan masyarakat dilakukan melalui

beberapa kegiatan, diantaranya pendidikan kesehatan, penyuluhan

kesehatan masyarakat, pengamatan tumbuh kembang anak, pengadaan

rumah sehat, pengendalian lingkungan, program P2M (pemberantasan

penyakit menular). Program kesehatan lingkungan dengan tujuan menjaga

lingkungan hidup manusia agar aman dari bibit penyakit (Mubarak,2009).

b) Perlindungan umum dan khusus (general and specific protection)

Usaha untuk memberikan perlindungan secara khusus atau umum

kepada seorang masyarakat diantaranya dengan imunisasi, personal


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

hygiene, accidental safety, kesehatan kerja perlindungan diri dari bahan

kimia/toxin, pengendalian berasal dari sumber pencernaan (Kholid,2012).

2) Pathogenesis Phase

a) Pencegahan sekunder

(1)Early diagnosis and prompt teratmen (diagnosa dini dan pengobatan

segera), antara lain melalui kegiatan penemuan kasus secara dini (early

case finding), pemeriksaan umum lengkap (general check up),

pemeriksaan secara massal (mass screening), survey terhadap lingkungan

sekitar, dan pengobatan yang adekuat (adecuat treatment) (Mubarak,

2009).

(2)Disability limitation (pembatasan kecacatan), kegiatan yang dilakukan

antara lain, penyempurnaan dan identifikasi terapi lanjutan, pencegahan

komplikasi, perbaikan fasilitas kesehatan, dan penurunan beban sosial

penderita dan lainnya (Kholid, 2012).

b) Pencegahan tersier (tertiary prevention)

Usaha pencegahan terhadap masyarakat setelah sembuh dari sakit

serta mengalami kecacatan dapat dilakukan melalui kegiatan pendidikan

kesehatan lanjutan, terapi kerja (work therapy), perkampungan rehabilitasi

sosial, penyadaran masyarakat, dan lembaga rehabilitasi (Mubarak, 2009).

c. Manajemen penyakit

1) Infeksi

Menurut klasifikasi penyakit, maka dapat dibedakan dalam

epidemiologi penyakit infeksi dan non infeksi. Epidemiologi penyakit


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

infeksi dapat dibedakan dalam penyakit infeksi menular dan tidak menular

(Ryadi, 2012).

a) Penyakit Menular

(1) Penularan secara langsung

Penularan secara langsung dikenal sebagai penularan dari orang ke

orang. Penularan dapat melalui kontak fisik secara langsung dengan

penjamu yang menderita suatu penyakit, seperti pada saat bersentuhan

dengan tangan yang terkontaminasi, sentuhan kulit dengan kulit,

berciuman, atau berhubungan seksual. Beberapa penyakit yang termasuk

dalam kategori penularan secara langsung, antara lain: HIV AIDS, Sifilis,

gonorea, trikomonas vaginalis, herpes simplex, hepatitis, penyakit kulit,

dan penyakit saluran napas.

(2) Penularan secara tidak langsung

Menurut Nugrahaeni (2011), penularan secara tidak langsung terjadi

ketika agent berpindah atau terbawa melalui organisme, benda, atau

perantara penjamu yang rentan sehingga menimbulkan penyakit. Penularan

tidak langsung dapat melalui beberapa penularan berikut:

(a)Penyakit bawaan udara atau pernapasan (airborne disease or respiratory

borne). Penyakit bawaan udara atau pernapasan, hal ini terjadi ketika

droplet atau partikel debu membawa bibit penyakit ke penjamu.

Penularan ketika seseorang bersin, batuk, berbicara, memercikkan bibit

penyakit mikroskopik yang terbawa dalam droplet ke udara dan di hirup

atau diisap oleh siapapun yang rentan dan berada di dekatnya, sehingga
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

terjadi infeksi. Dengan cara penularannya melalui udara, dapat terjadi

dalam bentuk droplet dan debu.

(b)Penyakit melalui usus (alvine). Penularan penyakit melalui usus meliputi

penularan penyakit melalui air dan makanan. Penularan penyakit melalui

air biasanya masuk ke dalam tubuh melalui mulut, melalui kulit.

Misalnya penyakit kolera, tifus abdominalis, disentri amuba, disentri

basiler, hepatitis, dan infeksi virus. Penularan dari makanan terjadi pada

organism usus misalnya tifus abdominalis, salmonellosis, disentri, kolera,

dan diare. Dapat juga melalui droplet nuclei, missal TB paru, berbagai

jenis infeksi kulit oleh streptrococus dan staphilococus yang dapat

menimbulkan keracunan makanan.

(c)Penyakit melalui perantara vektor, terjadi secara mekanisme dan

biologis. Penularan secara mekanis apabila unsur penyebab penyakit

menggunakan penjamu (lalat, pinjal, kutu, tikus) sebagai mekanisme

untuk menumpang dan memperoleh makanan atau proses perpindahan

fisik untuk menyebar ke penjamu lainnya. Penularan secara biologi,

apabila unsur penyebab mengalami perubahan sebagai bagian dari siklus

hidup selama berada pada penjamu dan vector, agent berkembang biak

dan menjadi bentuk infeksi terhadap penjamu potensial dan keluar dari

vector melalui gigitan. Misalnya, penyakit demam berdarah (DBD),

malaria, filariasis, dan trypanosomiasis (melalui lalat).

(d)Penyakit melalui lesi (luka terbuka), penyakit ditularkan melalui lesi atau

adanya luka terbuka.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

(e)Penyakit bawaan benda mati, penularan penyakit yang berhubungan

dengan barang atau benda, misalkan melalui peralatan makanan, pakaian,

peralatan cuci, dan botol air minum.

b) Penyakit tidak menular

Menurut Achmadi (2012), Penyakit tidak menular dikaitkan dengan

berbagai faktor risiko seperti pencemaran lingkungan akibat penggunaan

berbagai bahan kimia toksik, yang dipadukan dengan perilaku gaya hidup

yang menyebabkan masyarakat tertentu terpejan pada kondisi lingkungan

yang tidak alamiah. Berbagai kelompok penyakit yang tidak menular pada

dasarnya sulit dikelompokkan, karena sering kali apabila satu organ

terkena akan menyebabkan kerusakan organ lainnya secara perlahan dan

berkepanjangan, hal tersebut antara lain sebagai berikut:

(1)Kanker berbagai jenis dan penyebabnya

(2)Kardiovaskuler dan system pernapasan

(3)Kelainan endokrin dan gangguan metabolism

(4)Sistem saraf dan panca indera

(5)Hemopoetik

(6)Muskuluskeletal dan pertumbuhan

(7)Berbagai gangguan penyakit kulit

(8)Gangguan reproduksi

(9)Organ penting seperti ginjal, gastroinsteltinal tract, liver dan lainnya

(10) Rudapaksa dan kekerasan

(11) Gangguan psikiatrik


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

2) Penyakit non-infeksi

Menurut Ryadi (2012), dengan semakin majunya masyarakat secara

sosial dan ekonomi, maka gaya hidup masyarakat berubah makin tidak

menguntungkan untuk meredam beberapa jenis penyakit yang seyogyanya

dapat dengan mudah kita tiadakan dengan kesadaran dan langkah-langkah

kita. Sebagai contoh adalah penyakit yang tergolong non-infeksi, seperti

berikut:

a) Nutritional disease

b) Nutritional related

c) Penyakit metabolism

d) Penyakit geriatric

e) Penyakit alkoholisme

f) Kecanduan narkotik

g) Penyakit karsinogenik

h) Trauma accidental

i) Penyakit kardiovaskuler

j) Penyakit kejiwaan

k) Penyakit karena pencemaran

Menurunnya kualitas udara karena pencemaran di kemudian hari akan

makin bertambah. Bertambah justru karena makin melajunya pembangunan,

baik lewat industrialisasi maupun transportasi karena meningkatnya

mobilitas penyakit modern.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

3. Peran Orang Sakit

Menurut Notoatmodjo (2010) orang yang berpenyakit (having a disease)

dan orang yang sakit (having a illness) adalah dua orang yang berbeda.

Berpenyakit adalah suatu kondisi patologis yang objektif, sedangkan sakit

adalah evaluasi atau persepsi individu terhadap konsep sehat-sakit.

Dua orang atau lebih secara patologis menderita suatu penyakit yang

sama. Bisa jadi orang yang satu merasa lebih sakit dari yang lain, dan bahkan

orang yang satunya lagi tidak merasa sakit. Hal ini disebabkan karena evaluasi

atau persepsi mereka yang berbeda tentang sakit. Orang yang sakit belum tentu

akan mengakibatkan berubahnya peranan orang tersebut dalam masyarakat.

Sedangkan orang yang sakit akan menyebabkan perubahan dalam masyarakat

maupun di dalam keluarganya. Peranan orang sakit harus mendapat pengakuan

dari masyarakat ataupn dari dalam keluarga yang sehat secara wajar.

4. Perilaku Sakit

Menurut Mechanics (1988) dalam Notoatmodjo (2010) melakukan

pendekatan sosial untuk mempelajari perilaku sakit. Pendekatan ini

dihubungakan dengan teori konsep diri, definisi situasi, efek dari anggota

kelompok dalam kesehatan dan efek birokrasi. Teori ini menekankan pada dua

faktor, yaitu: persepsi atau definisi oleh individu pada suatu situasi dan

kemampuan individu melawan sakit (keadaan yang berat).

Menurut banyak faktor yang menyebabkan seseorang bereaksi terhadap

sakit, yaitu:

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id

a. Gejala atau tanda-tanda yang dapat dikenali atau dirasakan menonjol dari

gejala dan tanda-tanda penyimpangan atau lain dari biasanya.

b. Banyaknya gejala-gejala yang dianggap serius (pemikiran kemungkinan

bahaya).

c. Banyaknya gejala yang menyebabkan putusnya hubungan keluarga,

pekerjaan, dan aktivitas sosial lainnya.

d. Frekuensi dari gejala dan tanda-tanda yang tampak, persistensinya dan

frekuensi timbulnya.

e. Nilai ambang dari mereka yang terkena.

f. Informasi, pengetahuan, dan asumsi budaya, dan pengertian-pengertian dari

yang menilai.

g. Kebutuhan dasar (basic need) yang menyebabkan perilaku.

h. Kebutuhan yang bersaing dengan respon sakit.

i. Perbedaan interpretasi yang mungkin terhadap gejala yang dikenal.

j. Tersedianya sumber daya, kedekatan fisik, biaya, sosio-ekonomi, jarak,dan

sosial.

C. Pelayanan Kesehatan

Menurut Mubarak (2009), suatu sistem pelayanan kesehatan merupakan

bagian penting dalam meningkatkan derajat kesehatan. Melalui sistem

kesehatan ini bertujuan pembangunan kesehatan dapat terpercapai lebih efektif

dan efisien, dan tepat pada sasaran. Keberhasilan sistem pelayanan kesehatan

bergantung pada berbagai komponen yang ada, baik dana, fasilitas penunjang,

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id

maupun sumber daya manusia yang ada dalam hal ini perawat, bidan, dokter,

ahli radiologi, ahli fisioterapi, ahli gizi, dan tim kesehatan lainnya.

1. Sistem

Sistem adalah suatu kesatuan yang utuh dan terpadu dari berbagai elemen

yang berhubungan serta saling mempengaruhi yang dengan sadar dipersiapkan

untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dari pengertian tersebut sistem

dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Sistem sebagai suatu wujud

Suatu sistem disebut sebagai suatu wujud (entity), apabila bagian-

bagian atau elemen-elemen yang terhimpun pada sistem tersebut membentuk

suatu wujud yang ciri-cirinya dapat dideskripsikan dengan jelas. Sistem

sebagai wujud dapat dibedakan emnjadi dua macam, antara lain:

1) Sistem sebagai wujud yang konkret

Dalam bentuk ini, sifat dari bagian-bagian yang membentuk sistem

adalah konkret dalam artian dapat dapat ditangkap oleh panca indera.

Misalnya, suatu mesin yang bagian atau elemennya adalah berbagai unsur

suku cadang.

2) Sistem sebagai suatu wujud yang abstrak

Dalam bentuk ini, sifat dari bagian-bagian yang membentuk sistem

adalah abstrak dalam artian tidak dapat ditangkap oleh panca indera.

Misalnya sistem kebudayaan yang bagian atau elemennya adalah berbagai

unsur budaya.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id

b. Sistem sebagai suatu metode

Suatu sistem disebut sebagai suatu metode (method), apabila bagian

atau elemen yang terhimpun dalam sistem tersebut membentuk suatu metode

yang dapat digunakan sebagai alat dalam melakukan pekerjaan administrasi.

Misalnya sistem pengawasan yang bagian atau elemen pembentuknya adalah

berbagai peraturan.

2. Faktor sistem pelayanan kesehatan

Dalam tiap organisasi, sistem pelayanan dipengaruhi oleh beberapa

faktor antara lain:

a. Tingkat singgung produk

b. Tingkat singgung teknologi

c. Tingkat singgung pelayanan

Berdasarkan ketiga faktor tersebut singgung produk menunjukkan

elemen mutu yang dapat digunakan baik jangka pendek maupun jangka

panjang. Sedangkan titik singgung teknologi seperti ketersediaan teknologi

yang mungkin digunakan dalam proses produksi. Sebaliknya titik singgung

pelayanan meliputi interaksi individu, organisasi, dan masyarakat secara luas

dalam proses pelayanan, interaksi karyawan dan pelanggan dan dengan yang

lainnya (Alamsyah,2012).

3. Konsep Pelayan Kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2010), pada prinsipnya ada dua kategori

pelayanan kesehatan berdasarkan sasaran dan orientasinya, yaitu sebagai

berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id

a. Kategori yang berorientasi pada publik (masyarakat)

Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kategori publik terdiri dari

sanitasi lingkungan (air bersih, sarana pembuangan limbah baik limbah padat

maupun cair, imunisasi, dan perlindungan kualitas udara, dan lain

sebagainya). Pelayanan kesehatan masyarakat lebih diarahkan langsung

kearah publik darai pada kea rah individu-individu yang khusus. Orientasi

pelayanan kesehatan public adalah pencegahan (preventif) dan peningkatan

(promotif).

b. Kategori yang berorientasi pada perorangan (pribadi)

Pelayanan kesehatan pribadi adalah langsung kearah individu, yang pada

umumnya mengalami masalah kesehatan atau penyakit. Orientasi pelayanan

kesehatan individu ini adalah penyembuhan dan pengobatan (kuratif), dan

pemulihan (rehabilitatif) ditujukan langsung pada individu (individual

custemer).

4. Jenjang sistem pelayanan kesehatan

Menurut Mubarak (2009), secara sederhana yang dimaksud dengan

jenjang sistem adalah pembagian sistem ditinjau dari sudut peranan dan

kedudukannya terhadap lingkungan. Penjenjangan sistem dibedakan menjadi

tiga, yaitu:

a. Supra sistem

Supra sistem adalah lingkungan dimana sistem tersebut berada.

Lingkungan yang dimaksud disini juga berbentuk suatu sistem tersendiri,

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 28
digilib.uns.ac.id

yang kedudukan dan perannya lebih luas. Sistem yang lebih luas ini

mempengaruhi sistem, tetapi tidak dikelola oleh sistem.

b. Sistem

Sistem adalah sesuatu yang sedang diamati yang menjadi objek atau

subjek pengamatan.

c. Subsistem

Subsistem merupakan bagian dari sistem yang secara mandiri

membentuk system pula. Sistem yang mandiri kedudukan dan peranannya

lebih kecil dari sistem.

5. Kualitas Pelayanan

Peran strategi mutu pelayanan kesehatan kepada pelanggan yang dikenal

dengan service quality, dinyatakan dengan kepuasan pelanggan. Kepuasan

pelanggan erat hubungannya terhadap minat konsumen dan perilaku di masa

yang akan datang, apakah konsumen akan kembali memakai jasa pelayanan

yang telah diterimanya atau tidak berdasarkan kesan yang dirasakan.

Selain itu menurut Tjiptono (2001), memformulasikan model kualitas

pelayanan untuk mengidentifikasi lima tingkatan yang dapat menyebabkan

kaulitas pelayanan tidak berhasil, antara lain:

a. Kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen

b. Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas jasa

c. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa

d. Kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal

e. Kesenjangan antara jasa yang dialami dan ajsa yang diharapkan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 29
digilib.uns.ac.id

6. Kepuasan Pelanggan

Menurut Mubarak (2009), pelanggan adalah orang yang tidak

bergantung pada kita (penyedia jada), tetapi kita yang bergantung pada mereka.

Pelanggan adalah orang yang teramat penting yang harus dipuaskan.

a. Jenis pelanggan

1) Pelanggan internal (internal customer)

2) Pelanggan antara (intermediate customer), adalah mereka yang bertindak

atau berperan sebagai perantara, bukan sebagai pengguna akhir

produk/jasa

3) Pelanggan eksternal (eksternal customer), adalah pembeli atau pengguna

akhir produk/jasa

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan ekspektasi pelanggan

1) Kebutuhan dan keinginan

2) Pengalaman masa lalu dan dari teman

3) Komunikasi melalui iklan dan pemasaran juga mempengaruhi persepsi

pelanggan

c. Faktor yang menentukan bentuk dan jenis pelayanan

1) Pengorganisasian pelayanan (apakah dilaksanakan secara mandiri atau

bersama-sama dalam suatu organisasi)

2) Ruang kegiatan (apakah hanya mencakup pada satu buah program studi

atau lebih)

3) Sasaran pelayanan (apakah masyarakat umum, atau global)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id

D. Penelitian Relevan

1. Moises A Huaman, Kelly I Kamimura-Nishimura, Mariano Kanamori,

Alejandro Siu, and Andreas G Lescano (BMC Women’s Health 2011)

Validitas kerentanan, manfaat, dan hambatan untuk melakukan skrining

mammografi pada wanita Peru

Latar belakang: keyakinan yang dirasakan tentang skrining kanker

payudara yang diprediksi penting untuk pemanfaatan mammografi.

Penelitian ini diadaptasi dan divalidasi pada skala terbanyak di Peru. Skala

ini mengukur tentang persepsi kerentanan untuk kanker payudara dan

manfaat yang dirasakan serta hambatan untuk melakukan mammografi.

Metode: sebuah studi cross sectional yang dilakukan pada wanita usia 40-

65 tahun yang datang ke pelayanan kesehatan rawat jalan ginekologi

selama 3 bulan di Rumah Sakit Umum di Peru. Sekelompok pakar juga

melakukan pra uji validitas yang dilakukan di Spanyol dengan skala yang

sama untuk menilai validitas dan reliabilitas (N=20). Dari analisis faktor,

konsistensi internal, dan tes yang dilakukan secara berulang-ulang untuk

mendapatkan reliabilitas (N=285). Validitas konkuren yang dibandingkan

dengan skor dari sampel yang melakukan mammografi dan yang tidak

melakukan mammografi sebelum 15 bulan. Analisis regresi ganda t-test

yang disesuaikan untuk faktor sosiodemografi, pengetahuan mammografi

dan perilaku preventif lainnya yang dilakukan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 31
digilib.uns.ac.id

Hasil: validitas konstruk dan reliable yang optimal dengan Cronbach-alpha

koefisien 0.75 (kerentanan), 0.72 (manfaat) dan 0.86 (hambatan). Validitas

konkurent menunjukkan hubungan antara hambatan dan penggunaan

skrining mammografi secara bivariat (22.3±6.7 vs. 30.2±7.6;p<0.001) dan

analisis regresi berganda (OR=0.28, 95% CI=0.81-0.43). usia 50-60 tahun

(2.35, 95% CI=1.19-4.65), riwayat tes papanicolaou test (OR=3.69, 95%

CI=1.84-7.40), dan pengetahuan tentang kanker payudara serta

mammografi (OR=3.69, 95% CI=1.84-7.40) yang independen dengan

penggunaan skrining mammografi.

Kesimpulan: analisis validitas konkurent menunjukkan bahwa skala

tertinggi yang memiliki keterbatasan penting untuk menilai kerentanan yang

dirasakan untuk mammografi pada wanita Peru. Masih adanya kekurangan

untuk melakukan pengembangan skala validitas yang dapat diandalkan dan

digunakan untuk mengkur keyakinan yang dirasakan tentang kanker

payudara dan skrining mammografi pada wanita Peru.

2. Sousan Valizadeh, Neda Akbari and Aleheh Sayyed Rasuli

(ANSInet.September-October, 2006)

Keyakinan kesehatan pada perawat tentang pemeriksaan payudara sendiri

(SADARI)

Pemeriksaan payudara sendiri (SADARI ) tampaknya menjadi metode yang

efektif untuk deteksi dini kanker payudara. Karena perilaku kesehatan

biasanya hasil dari keyakinan yang sehat, sehingga dari keyakinan ini terkait

dengan pemeriksaan payudara sendiri adalah penting untuk merancang


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 32
digilib.uns.ac.id

program mempromosikan SADARI. Penelitian ini mengevaluasi keyakinan

kesehatan dari 420 perawat tentang SADARI di 21 pusat-pusat terapi

Tabriz. Sebagian besar (90%) dari perawat menerima informasi tentang

kanker payudara dan SADARI dan sebagian besar (70,2%) perawat telah

berlatih dan frekuensi SADARI mayoritas (39%) dari perawat adalah setiap

2 bulan dan banyak lagi. Tingkat kerentanan yang dirasakan di sebagian

besar perawat (58,1%) adalah sedang, tingkat keseriusan dirasakan di

sebagian besar (56,6%) yang baik, tingkat manfaat yang dirasakan di

sebagian besar perawat (81%) yang baik, tingkat hambatan yang dirasakan

di sebagian besar perawat (57,4%) adalah sedang. Juga, ada hubungan yang

signifikan antara beberapa perawat karakteristik dan variabel model

kepercayaan kesehatan (p<0,05) . Karena tingkat kerentanan yang dirasakan

dan keyakinan di sebagian besar perawat adalah moderat , penyediaan

program pelatihan khusus dalam SADARI dapat memperkuat keyakinan

kesehatan yang positif, memodifikasi keyakinan kesehatan yang buruk,

meningkatkan kesadaran kanker payudara dan meningkatkan praktik

SADARI antar perawat.

3. Allecia E. Reid and Leona S. Aiken (vol. 26, No. 11, November 2011

Psychology and health)

Integrasi dari lima model perilaku kesehatan: kekuatan umum dan

kontribusi yang unik untuk memahami penggunaan kondom.

Abstrak: :

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memilih dari model kepercayaan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 33
digilib.uns.ac.id

kesehatan (HBM), teori yang masuk akal tindakan (TRA) dan perilaku yang

direncanakan (TPB), informasi - motivasi - perilaku Model keterampilan

(IMB) dan teori kognitif sosial (SCT) yang terkuat prediktor longitudinal

penggunaan kondom perempuan dan untuk menggabungkan konstruksi ini

menjadi model terpadu penggunaan kondom. Model terpadu dievaluasi

untuk prediksi penggunaan kondom di kalangan perempuan muda yang

memiliki stabil dibandingkan pasangan kasual. Pada waktu 1, semua

konstruk dari lima model dan penggunaan kondom dinilai dalam awal dan

sampel (N=193, N=161). Penggunaan kondom reassed 8 minggu kemudian

(2 waktu) menjabat sebagai hasil utama. Informasi dari IMB, kerentanan

yang dirasakan, manfaat, dan hambatan dari HBM, self-efficacy dan self -

evaluatif expectative dari SCT, dan mitra norma dan sikap dari TPB

menjabat sebagai prediktor langsung atau tidak langsung dari perilaku

bervariasi dengan status hubungan: self-efficacy secara signifikan diprediksi

menggunakan kondom untuk wanita dengan mitra kausal, sedangkan sikap

dan mitra norma diprediksi bagi mereka dengan mitra stady. Model

psikososial terpadu, kaya konstruksi dan hubungan yang diambil dari

beberapa teori perilaku, dapat memberikan karakterisasi yang lebih lengkap

dari perilaku kesehatan pelindung .

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 34
digilib.uns.ac.id

4. Derrick A. Akompab, peng Bi, Susan Williams, Janet Grant, Iaian A.

Walker and Martha Augoustinos (International Journal of Environmental

research and Public Health ISSN 1660-4601. May 29 2013)

Gelombang panas dan perubahan iklim: menerapkan model kepercayaan

kesehatan untuk prediktor identitas persepsi risiko dan perilaku adaptif di

Adelaide, Australia

Abstrak: :

Gelombang panas dianggap risiko helath dan mereka cenderung meningkat

dalam frekuensi, intensitas dan durasi sebagai akibat dari perubahan iklim.

The mempengaruhi gelombang panas pada kesehatan manusia dapat

dikurangi jika seseorang mengenali risiko dan mengadopsi perilaku sehat

selama gelombang panas. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan

persepsi risiko prediktor menggunakan skenario gelombang panas dan

mengidentifikasi konstruksi dari model kepercayaan kesehatan yang bisa

memprediksi perilaku adaptif selama gelombang panas. Sebuah studi cross-

sectional dilakukan selama musim panas 2012 antara sampel dari orang

berusia antara 30 sampai 69 tahun di Adelaide. Peserta persepsi dinilai

dengan menggunakan model kepercayaan kesehatan sebagai kerangka

konseptual. Pengetahuan mereka tentang gelombang panas dan perilaku

adaptif selama gelombang panas juga dinilai. Analisis regresi logistik sedian

untuk menentukan prediktor persepsi risiko terhadap skenario gelombang

panas dan perilaku adaptif selama gelombang panas. Dari 267 sampel,

sekitar setengah (50,9 %) memiliki persepsi risiko tinggi gelombang panas,


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 35
digilib.uns.ac.id

sementara 82,8% memiliki perilaku adaptif baik duringa gelombang panas.

Model multivariat menemukan bahwa usia adalah prediktor signifikan dari

persepsi risiko. Selain itu, peserta yang sudah menikah (OR=0,21; 95 % CI,

0,17-0,62), yang mempunyai pendapatan kotor tahunan rumah tangga ≥ $

60,000 (OR=2,87; 95% CI, 1,19-6,90) lebih cenderung memiliki persepsi

risiko tinggi gelombang panas. Di sisi lain, peserta dengan manfaat yang

dirasakan tinggi (OR=2,14; 95 % CI, 1,00-4,58), tingginya isyarat untuk

bertindak (OR=3,71; 95% CI, 1,63-8,43), yang memiliki pelatihan tambahan

atau pendidikan setelah sekolah tinggi (OR=2,65; 95% CI, 1,25-5,58) dan

yang mendapatkan pendapatan rumah tangga tahunan kotor ≥ $ 60,000

(OR=2,66; 95% CI, 1,07-6,56) lebih cenderung memiliki perilaku adaptif

yang baik selama gelombang panas. Model kepercayaan kesehatan dapat

berguna untuk desain dan pelaksanaan intervensi untuk mempromosikan

perilaku adaptif selama gelombang panas .

5. I. Aguilar-Palacio, M. Gil-Lacruz and A. I. Gill-lacruz (Health and social

care March 29 2012)

Populasi Vulverable dan status kesehatan di lingkungan Zaragoza (Spanyol)

Abstrak: Makalah ini bertujuan untuk mengidentifikasi antar hubungan

faktor-faktor sosial yang mempengaruhi pola epidemiologi di lingkungan

kota Casblanca, Zaragoza (Spanyol). Data survei cross-sectional

dikumpulkan antara Januari 2008 dan April 2008 dari sampel acak yang

representatif dari 1032 penduduk berusia lebih dari 15 tahun. Wawancara

penelitian terdapat skala informasi tentang perilaku kesehatan, evaluasi


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 36
digilib.uns.ac.id

pengobatan, jumlah concultations medis di minggu yangg dapat tembus ke

wawancara dan status kesehatan yang dirasakan responden, menggunakan

kuesioner persepsi kesehatan. Indeks global (variabel kontinu)

memungkinkan kesimpulan yang harus dilakukan pada individu persepsi

kesehatan dirinya sendiri. Penilaian kerentanan sosial didasarkan pada

kondisi kerja, pendidikan dan ekonomi diwawancarai. Seorang dianggap

memiliki kelompok subekonomi rentan, apabila seseorang mempunyai

penghasilan pribadi € 6.000 atau kurang, atau tidak memiliki pendidikan

formal atau telah aducated sampai tingkat sekolah dasar saja; atau tidak

dalam pekerjaan yang dibayar pada saat wawancara. Sebuah deskriptif dan

komparatif analisa kelompok penduduk rentan dan tidak rentan untuk

variabel kesehatan yang dirasakan dan didiagnosis dilakukan menggunakan

uji parametrik dan non parametrik. Sebanyak 550 responden (53,3%)

dianggap rentan. Rendahnya tingkat instruksi (primer atau tidak ada

pendidikan) adalah karakteristik utama dari kelompok ini (356 subje ,

64,7%) dari mereka yang diidentifikasi sebagai rentan. Regresi logistik

biner digunakan untuk menganalisis hubungan antara milik kelompok

rentan dan sejumlah variabel kesehatan disesuaikan dengan jenis kelamin,

usia dan daerah tertentu. Kelompok rentan memiliki tingkat yang lebih

buruk dari kesehatan yang dirasakan bahkan ketika dikontrol untuk jenis

kelamin dan daerah tempat tinggal. Di Casablanka, tempat penduduk

merupakan indikator stratifikasi sosial yang penting tercermin dalam

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 37
digilib.uns.ac.id

karakteristikk dari kelompok penduduk rentan dan kesehatan yang

dirasakan.

E. Kerangka Pikir
Kerentanan Penyakit Keseriusan Penyakit

Demografi
Infeksi

Penyebaran Penyakit
Non-infeksi

Health belief model

Pelayanan kesehatan

------------------- : tidak diteliti

: diteliti

Gambar 2.1: kerangka pikir hubungan persepsi kerentanan penyakit dan

keseriusan penyakit dengan pelayanan kesehatan pada health belief model

F. Hipotesis

1. Ada hubungan persepsi tentang kerentanan penyakit dengan pelayanan

kesehatan pada health belief model di PT X

2. Ada hubungan persepsi tentang keseriusan penyakit dengan pelayanan

kesehatan pada health belief model di PT X

3. Ada hubungan persepsi tentang kerentanan penyakit dan keseriusan

penyakit dengan pelayanan kesehatan pada health belief model diPT X


commit to user

Anda mungkin juga menyukai