Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO 1 BLOK BMS 3


“GATAL- GATAL”

Dosen pembimbing : drg. Puspita Hajardhini, MDSc


Disusun oleh :
1. Damarjanti Wijoyo Aryo Seno (J2A021030)
2. Zaky Akbar Mubarok (J2A021034)
3. Rifa Cahaya Fikrina (J2A021027) (moderator)
4. Anindita Dian Fitria (J2A020026)
5. Anindhita Faizzatul Rohmania (J2A021025)
6. Fresya Adirga Chiquitana (J2A021028)
7. Adhira Wening Rarasti (J2A021031)
8. Yumna Intan Cahyati (J2A021032)
9. Alfina Maulida (J2A021033) (scriber)
10. Henrian Yudhista Nugraha (J2A021035)
11. Khansa Nafira Jasmine (J2A021036)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan karunia Nya yang telah diberikan kepada kami sehingga dapat
menyelesaikan hasil laporan tutorial skenario 1 blok BMS 3 ini sesuai dengan
waktu yang ditentukan. Dalam penyusunan laporan tutorial skenario 1 blok BMS
3 ini, kami menyadari sepenuhnya banyak terdapat kekurangan didalam
penyajiannya. Hal ini disebabkan terbatasnya kemampuan dan pengetahuan yang
kami miliki, kami menyadari bahwa tanpa adanya bimbingan dan petunjuk dari
semua pihak tidaklah mungkin hasil laporan tutorial skenario 1 blok BMS 3 ini
dapat terselesaikan sebagaimana mestinya.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya


kepada:
1. Allah SWT berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
laporan dengan baik.
2. drg. Puspita Hajardhini, MDSc selaku dosen pembimbing kelompok 3, atas
segala masukan, dan bimbingannya.
3. Teman-teman sejawat yang telah memberikan masukan dalam penyusunan
laporan.

Semarang, 11 Desember 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Skenario 1
Gatal- Gatal

Sari pulang sekolah dijemput ibunya. Selama perjalanan Sari mengeluhkan


badannya terasa gatal- gatal. Ia menceritakan hari ini di sekolah ada kegiatan
makan bersama dengan teman- teman dan salah satu menunya adalah udang
goreng. Awalnya hanya terasa gatal di wajah namun semakin lama gatal diraskaan
di seluruh yang tangannya dan disertai ruam kemerahan. Ibunya berkata
kemungkinan gatalnya disebabkan mengkonsumsi udang karena ayah dan ibunya
pernah mengalami hal yang sama.

Kata kunci: gatal seluruh tubuh, ruam merah, udang, faktor genetik

1.2 Rumusan Masalah


1. Definisi, faktor, dan jenis- jenis hipersensitivitas
2. Mediator inflamasi pada reaksi hipersensitivitas
3. Mekanisme reaksi hipersensitivitas
4. Hadist atau ayat yang berkaitan

1.3 Tujuan
1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, faktor, dan jenis- jenis
hipersensitivitas
2. Mahasiswa mampu menjelaskan mediator inflamasi pada reaksi
hipersensitivitas
3. Mahasiswa mampu menjelaskan mekanisme reaksi hipersensitivitas
4. Mahasiswa mampu menjelaskan hadist atau ayat yang berkaitan
1.4 Manfaat
1. Mahasiswa mengetahui definisi, faktor, dan jenis- jenis hipersensitivitas
2. Mahasiswa mengetahui mediator inflamasi pada reaksi hipersensitivitas
3. Mahasiswa mengetahui mekanisme reaksi hipersensitivitas
4. Mahasiswa mengetahui hadist atau ayat yang berkaitan

MIND MAP
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi, faktor, dan jenis- jenis hipersensitivitas

Definisi hipersensitivitas

Respons imun mampu menyebabkan cedera jaringan dan penyakit. Reaksi


imun yang menimbulkan cedera jaringan atau patologik disebut sebagai Reaksi
hipersensitivitas. Respon imun terhadap antigen menyebabkan sensitivitas
terhadap keberadaan antigen tersebut. Dengan demikian,hipersensitivitas adalah
refleksi dari respons imun yang berlebihan. Reaksi hipersensitivitas dapat terjadi
akibat respon terhadap antigen asing dan antigen diri sendiri.
Hipersensitivitas adalah istilah luas yang digunakan untuk
menggambarkan respons imun yang berlebihan dan/atau patogen terhadap antigen
asing atau antigen sendiri. Gell dan Coombs adalah yang pertama
mengkategorikan reaksi hipersensitivitas menjadi 4 jenis menurut patofisiologi,
tetapi wawasan yang lebih baru tentang mekanisme ini sejak itu telah
memodifikasi sistem klasifikasi asli. Tinjauan ini menjelaskan mekanisme

Faktor hipersensitivitas

Beberapa faktor penyebab gangguan hipersensitivitas secara umum:


1. Reaksi hipersensitivitas dapat ditimbulkan secara eksogen oleh antigen
lingkungan atau secara endogen oleh antigen diri . Antigen eksogen meliputi
yang ada di debu, serbuk sari, makanan, obat- obatan, mikroba, dan berbagai
bahan kimia. Respon imun akibat antigen eksogen dapat terjadi pada berbagai
bentuk, mulai dari gangguan ringan, seperti gatal-gatal kulit, hingga penyakit
yang berpotensi fatal, seperti asma bronkial dan anafilaksis
2. Ketidakseimbangan antara mekanisme efektor respon imun dan
mekanisme kontrol yang berfungsi membatasi respon-respon secara normal.
3. Perkembangan penyakit hipersensitivitas (alergi dan autoimun) sering
dikaitkan dengan pewarisan gen kepekaan tertentu.
4. Mekanisme cedera jaringan pada reaksi hipersensitivitas sama dengan
mekanisme efektor pertahanan terhadap infeksi patogen. 1

Jenis hipersensitivitas

Hipersensitivitas dibagi menjadi empat jenis berdasarkan mekanisme terjadinya:


1. Hipersensitivitas tipe I atau tipe cepat
Hipersensitivitas tipe I adalah tipe reaksi patologis yang disebabkan oleh
pelepasan mediatormediator dari sel mast. Reaksi ini kebanyakan dipicu oleh
produksi antibodi IgE terhadap antigen lingkungan dan ikatan IgE dengan sel
mast pada berbagai jaringan. Jenis antibodi yang terlibat adalah IgE, dengan
Antigen eksogen, dan diperantarai antbodi.
Reaksi hipersensitivitas cepat mempunyai gambaran klinis dan patologis yang
berbeda, yang semuanya dikaitkan pada mediator yang dihasilkan sel mast
dalam jumlah yang berbeda dan di jaringan yang berbeda. Rinitis alergi dan
sinusitis, yang banyak terlihat pada hay fever, adalah reaksi terhadap alergen
yang terhirup, seperti protein dari serbuk sari. Sel mast di mukosa nasal
menghasilkan histamin, dan sel Th2 menghasilkan IL13, dan dua mediator ini
menyebabkan peningkatan produksi mukus. Reaksi fase lambat dapat
menyebabkan inflamasi berkepanjangan.

Terapi reaksi hipersensitivitas cepat bertujuan untuk menghambat


degranulasi sel mast, menetralkan efek mediator sel mast, dan mengurangi
inflamasi. Obat-obatan yang sering digunakan adalah antihistamin untuk hay
fever, obat yang merelaksasi otot polos bronkus pada asma, dan epinefrin
untuk anafilaksis. Pada penyakit di mana inflamasi sebagai komponen
penting patologis seperti asma, kortikosteroid digunakan untuk menghambat
inflamasi.

Gambar 3 dan 4. Contoh reaksi hipersensitivitas tipe I.

2. Hipersensitivitas tipe II
Hipersensitivitas tipe kedua disebut juga reaksi hipersensitivitas sitotoksik,
yaitu kondisi saat sel tubuh normal secara keliru dimusnahkan oleh system
kekebalan tubuh sendiri. Reaksi ini melibatkan antibodi imunoglobulin G
(IgG) atau immunoglobulin M (IgM). Sel B melepaskan diri dan Dimediasi
immunoglobulin G (Ig G) dan immunoglobulin M (Ig M) terhadap self
antigen (memicu pembentukan antibodi). Antibodi selain IgE yang bekerja
langsung pada antigen sel atau jaringan dapat merusak sel atau jaringan atau
dapat mengganggu fungsinya.
IgG atau IgM berikatan dengan antigen pada permukaan sel → fagositosis sel
target atau lisis sel target oleh komplemen atau sitotosisitas yang diperantarai
oleh sel yang bergantung antibodi.

Hipersensitivitas tipe 2 dapat menyebabkan peradangan dan kerusakan


jaringan. Gejala klinis yang muncul berupa lisis dan nekrosis. Contoh
reaksinya adalah ertitroblastosis fetalis dan goodpasteur’ nefritis, anemia
hemolitik autoimun, penolakan transplantasi organ, dan penyakit Hashimoto.

3. Hipersensitivitas tipe III


Hipersensitivitas tipe III terjadi akibat adanya kompleks imun. Antibodi
terhadap antigen terlarut membentuk kompleks dengan antigen, dan
kompleks imun terkumpul pada pembuluh darah pada berbagai jaringan,
menyebabkan inflamasi dan cedera jaringan. Jenis antibodi yang terlibat
adalah IgG dan IgM, dengan antigen larut, dan diperantarai antbodi. Kondisi
ini terjadi ketika antibodi dan antigen bergabung menjadi satu di bagian tubuh
tertentu, misalnya pembuluh darah di kulit, ginjal, dan sendi, hingga
menyebabkan peradangan atau kerusakan lokal. Reaksi hipersensitivitas tipe 3
umumnya muncul 4–10 hari setelah tubuh terpapar antigen.
Kompleks antigen-antibodi→mengaktifkan komplemen → menarik perhatian
nenutrofil → pelepasan enzim lisosom, radikal bebas oksigen, dan lain-lain

Gejala klinis yang muncul berupa eritema, nekrosis, dan edema. Contoh
reaksinya adalah SLE dan penyakit paru- paru, demam, kelelahan, berat badan
turun, urtikaria, arthralgia, proteinuria, glomerulonephritis.

4. Hipersensitivitas tipe IV
Hipersensitivitas tipe IV yang diperantarai sel T. Beberapa penyakit akibat
dari reaksi limfosit T, seringkali terhadap antigen diri di jaringan. Antibodi
tidak terlibat disini. Jenis antigen yang terlibat adalah organ dan jaringan.
Gejala klinis yang muncul berupa eritema dan indurasi. Contoh reaksinya
adalah tes tuberkulin, poison ivy, dan granuloma

.
Limfosit T tersensitisasi → pelepasan sitokin dan sitotoksisitas yang diperantarai oleh sel
.Gambar 1. Jenis hipersensitivitas

B. Mediator inflamasi pada reaksi hipersensitivitas

Mediator paling penting yang


diproduksi oleh sel mast adalah amine
vasoaktif dan protease. Mediator-mediator
ini memiliki efek yang berbeda. Amine
vasoaktif, histamin, menyebabkan dilatasi
pembuluh darah kecil, meningkatkan
permeabilitas vaskuler, dan merangsang kontraksi sementara otot polos. Protease
menyebabkan kerusakan jaringan lokal.

• Sel penghasil mediator


Mediator inflamasi dihasilkan oleh beberapa sel, seperti sel mast, basofil,
eosinofil, dan neutrofil. Sel mast berkembang dari prekursor sumsum tulang
melalui aksi stem cell factor, kemudian berdiferensiasi di jaringan akibat adanya
pengaruh lokal. Sel mast banyak terdistribusi di sistem saraf pusat, epitelium
saluran pernapasan atas dan bawah, mukosa dan submukosa saluran pencernaan,
sumsum tulang dan kulit. Konsentrasi sel mast diperkirakan mencapai 10.000 –
20.000 sel/mm3 pada kulit, paru, dan saluran pencernaan. Platelet juga
melepaskan serotonin, regulated upon activation, normal T-cell expressed, and
secreted (RANTES), platelet activating factor (PAF), dan histamin. Eosinofil
berperan sebagai pro inflamatorik dengan melepaskan mediator vasoaktif.

• Histamin
Histamin banyak terdapat dalam sel gastrik, platelet, sel mast dan basofil.
Sel mast dan basofil menyimpan histamin dalam lisosom dan melepaskan melalui
eksositosis (degranulasi). Efek maksimal histamin muncul dalam 1-2 menit
dengan durasi 10 menit berupa vasokonstriksi otot polos, peningkatan
permeabilitas vaskuler dan produksi mukosa hidung, serta mengalami
peningkatan pada kondisi anafilaktik dan alergi.

• Platelet activating factor (PAF)


PAF menyebabkan agregasi platelet, aktivasi eosinofil, kontraksi otot
polos, serta dapat menginduksi pelepasan histamin. PAF disekresikan oleh sel
mast, basofil, makrofag, dan esosinofil

• Leukotrien (LT)
Leukotrien berfungsi sebagai faktor kemotaktik. Pertama kali yang
terbentuk adalah leukotriene B4 kemudian dikonversi menjadi leukotriene C4, D4,
dan E4. Pada pasien rinitis alergi dan asma ditemukan LTC4 dan LTD4 pada
bersihan nasal dan cairan bronkus. Pada saluran pernapasan, LT meningkatkan
produksi mukus dan mengakibatkan bronkokontriksi.

• Eosinophil chemotactic factor-anaphilactic (ECF-A)


ECF-A merupakan polipetida dengan berat molekul 400 dalton yang
dilepaskan dari proses degranulasi sel mast. ECF-A menarik eosinofil
menujulokasi reaksi hipersensitivitas seperti mukosa hidung pada rinitis alergi dan
parupada asma. ECF-A dapat menginduksi produksi PAF oleh eosinofil.

• Prostaglandin D2 (PGD2)
Prostaglandin (PGD2) merupakan vasoaktif yang poten, menyebabkan
vasodilatasi ketika diinjeksikan ke kulit manusia. PGD2 juga dapat menginduksi
kontraksi otot paru dan saluran pencernaan. PGD2 dihasilkan oleh sel mast.

• Amina vasoaktif.
Bagian sel mast yang paling penting menghasilkan amina adalah histamin.
Histamin menyebabkan kontraksi otot polos yang intens, peningkatan
permeabilitas vaskular dan peningkatan sekresi mucus oleh nasal, bronkus dan
kelenjar lambung.

• Enzim-enzim.
Ini mengandung matriks butiran dan termasuk protease netral (chymase,
tryptase) dan beberapa asam hidrolase. Enzim-enzim ini menyebabkan kerusakan
jaringan dan menyebabkan adanya kinin dan aktivasi komponen-komponen dari
komplemen dengan bertindak pada protein-protein prekursor.

• Proteoglikan.
Ini termasuk heparin, dikenal sebagai antikoagulan dan kondroitin sulfat.
Proteoglikan berfungsi untuk mengemas dan menyimpan amina dalam butiran.
C. Mekanisme reaksi hipersensitivitas

Alergen yang masuk ke tubuh mengaktifkan sel B untuk membentuk sel


plasma dan mensekresi IgE. IgE tersebut menempel pada reseptor IgE spesifik di
sel mast. Paparan IgE kedua akan langsung cross-link dengan IgE di sel mast dan
melepaskan mediator farmakologik active seperti histamin serta amina vasoaktif
yang menyebabkan kontraksi otot polos, peningkatan permeabilitas vaskuler, dan
vasodilatasi. Pada reaksi ini yang paling berperan adalah sel mast, basofil, IgE,
dan atopik (sifat kecenderungan menderita alergi). 2,3

Gambar 8. Patogenesis reaksi cepat.3

Reaksi alergi tipe I memiliki 3 fase kejadian ketika alergen tersebut masuk
dalam tubuh. Fase-fase tersebut yaitu :
 Fase Sensitasi. Fase sensitasi adalah waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya
pembentukan IgE hingga diikat oleh Fcȝ-RI pada permukaan sel mast atau
basofil.
 Fase Aktifasi.Fase Aktifasi yaitu waktu yang dibutuhkan antara pajanan ulang
dengan antigen spesifik dan sel mast atau basofil yang melepas granul. 8 Hal
ini mampu menimbulkan reaksi yang terjadi akibat ikatan silang antigen serta
IgE.
 Fase Efektor. Fase efektor yaitu yaitu waktu terjadinya respon kompleks
(anafilaksis) sebagai efek mediator yang dilepas oleh sel mast atau basofil
dengan aktivitas farmakologik.
Penyakit hipersensitivitas dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme
imunologi yang memperantarai penyakit. Klasifikasi ini berguna dalam
membedakan mekanisme respon imun yang menyebabkan cedera jaringan dan
penyakit, dan manifestasi patologis dan klinis yang menyertainya.

I. Mekanisme Reaksi Hipersensitivitas Tipe 1

Hipersensitivitas tipe I (immediate) memiliki mekanisme imun seperti


produksi antibodi IgE kemudian pelepasan segera amina vasoaktif dan mediator
lainnya dari sel mast, kemudian sel-sel inflamasi. Lesi histopatologi yang
ditemukan berupa dilatasi vaskuler, edema, kontraksi otot polos, produksi mukus,
jejas jaringan, inflamasi. Contoh gangguan prototipe yaitu anafilaksis, alergi, dan
asthma bronkial (atopik).

II. Mekanisme Reaksi Hipersensitivitas Tipe II


Hipersensitivitas tipe II (antibody mediated) memiliki mekanisme imun
seperti produksi IgG, IgM yang mengikat antigen pada sel target atau jaringan lalu
menyebabkan fagositosis atau lisis sel target dengan mengaktivasi komplemen
atau reseptor Fc, pemanggilan leukosit. Lesi histopatologi yang ditemukan berupa
fagositosis dan lisis sel inflamasi pada beberapa penyakit, kelainan fungsional
tanpa cedera sel atau jaringan. Contoh gangguan prototipe yaitu anemia hemolitik,
autoimun, dan sindroma goodpasture.2,3

III. Mekanisme Reaksi Hipersensitivitas Tipe III

hipersensitivitas tipe III (immune complex mediated) memiliki mekanisme


imun seperti pengendapan kompleks antigen antibodi kemudian terbentuk aktivasi
komplemen, pemanggilan leukosit oleh produk komplemen dan reseptor Fc. Lau
terjadi pelepasan enzim dan molekul toksik lainnya. Lesi histopatologi yang
ditemukan berupa peradangan, vaskulitis nekrosis (nekrosis fibrinoid). Contoh
gangguan prototipe yaitu lupus eritematosus sistemik, beberapa bentuk
glomerulonefritis, penyakit serum, dan reaksi arthus. 2,3

IV. Mekanisme Reaksi Hipersensitivitas Tipe IV


hipersensitivitas Tipe IV (cell mediated) memiliki mekanisme imun seperti
limfosit T yang diaktivasi akan menyebabkan pelepasan sitokin,peradangan dan
aktivasi makrofag lalu terjadi sitotoksisitas yang diperantari sel T. Lesi
histopatologi yang ditemukan berupa infiltrat seluler perivaskular, edema,
bentukan granuloma, penghancuran sel. Contoh gangguan prototipe yaitu
dermatitis kontak, multiple sklerosis, diabetes tipe 1, dan tuberculosis.

D. Hadist atau ayat yang berkaitan


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Pada scenario diatas diketahui bahwa gatal dapat disebabkan oleh berbagai
macam faktor, salah satunya adalah akibat reaksi hipersensitivitas terutama tipe
cepat yang diperantarai oleh antibodi IgE. Salah satu pemicu kondisi ini adalah
mengonsumsi alergen yang mengandung antigen. Antigen ini kemudian akan
dikenali oleh IgE dan terjadilah respon imun berupa pelepasan mediator inflamasi
yang kemudian dapat menimbulkan gejala berupa ruam merah dan gatal di kulit.
Individu yang memiliki kecenderungan mengalami reaksi ini disebut atopik.
Kondisi atopik dapat diturunkan oleh orangtua kepada anak.
Daftar Pustaka

1. Abbas, A.K., Lichtman, A.H., Pillai, S., 2016, Immunologi Dasar Abbas:
Fungsi dan Kelainan Sistem Imun, Edisi Kelima, ELSEVIER
2. Sastra, I made wira., 2017, Hipersensitivitas: Proses Imun yang
Menyebabkan Cedera Jaringan, Denpasar
3. Baratawidjaja & Rengganis, 2018, Imunologi Dasar Edisi Ke-12, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
4. Suprihati, dkk. (2016). Pengaruh Suplementasi Zink terhadap Jumlah
Eosinofil pada Jaringan Paru Penderita Alergi. Undergraduate thesis,
Diponegoro University.
5. Suardamana, Ketut.2017.Reaksi Anafilaksis. FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA

Anda mungkin juga menyukai