Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

APPENDISITS

1. Definisi

Apendiks disebut juga umbai cacing. Apendiks merupakan suatu organ berbentuk

tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm) dengan diameter 0,5-1 cm dan

berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar dibagian distal.

Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal dan menyempit ke arah

ujung, keadaan ini menjadi sebab rendahnya kejadian apendisitis pada usia tersebut

(Sjamsuhidayat & de Jong, 2012 ).

Apendisitis merupakan peradangan yang berbahaya jika tidak ditangani segera bisa

menyebabkan pecahnya lumen usus (Williams & Wilkins, 2011). Apendisitis adalah

suatu peradangan yang berbentuk cacing yang berlokasi dekat ileosekal (Reksoprojo,

2010). Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan

bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya (Sjamsuhidajat,

2010).

2. Anatomi Fisiologi Appendisitis

Apendiks disebut juga umbai cacing. Apendiks merupakan suatu organ berbentuk

tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm) dengan diameter 0,5-1 cm dan
berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar dibagian distal.

Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal dan menyempit ke arah

ujung, keadaan ini menjadi sebab rendahnya kejadian apendisitis pada usia tersebut

(Sjamsuhidayat & de Jong, 2012 ).

Apendiks, disebut juga apendiks vermiformis merupakan organ yang sempit dan

berbentuk tabung yang mempunyai otot serta terdapat jaringan limfoid pada dindingnya.

Letak apendiks sekitar satu inci (2,5 cm) di bawah junctura ileocaecalis dan melekat pada

permukaan posteromedial caecum. Apendiks terletak di fossa iliaca dextra, dan dalam

hubungannya dengan dinding anterior abdomen, pangkalnya terletak sepertiga ke atas di

garis yang menghubungkan spina iliaka anterior superior dan umbilikus. Apendiks berisi

makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena

pengosongannya tidak efektif, dan lumennya kecil, apendiks cenderung menjadi

tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi yang biasa disebut apendisitis (Snell,

2014).

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir tersebut secara normal

dicurahkan ke lumen dan selanjtnya mengalir menuju sekum. Adanya hambatan pada

aliran lendir di muara apendiks dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya apendisitis.

Di sepanjang saluran cerna terdapat imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT

(Gut Associates Lymphoid Tissue) yakni IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai

pelindung terhadap infeksi. Namun apabila seseorang menjalani prosedur apendektomi,

maka tidak akan mempengaruhi imun tubuh, sebab jumlah jaringan limf di area ini

sangat kecil dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan seluruh tubuh

(Sjamsuhidayat & de Jong, 2012).

3. Etiologi
Appendicitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendix sehingga

terjadi kongseti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi. Appendicitis

umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Penyebab obstruksi yang paling sering adalah

fecolith. Fecolith ditemukan pada sekitar 20% anak dengan appendicitis. Penyebab lain

dari obstruksi appendiks meliputi: hiperplasia folikel lymphoid ,carcinoid atau tumor

lainnya, benda asing (pin, biji-bijian), penyebab lain yang diduga menimbulkan

appendicitis adalah ulserasi mukosa appendix oleh parasit E. histolytica. Berbagai

spesies bakteri yang dapat diisolasi pada pasien appendicitis yaitu : bakteri aerob

fakultatif, bakteri anaerob, Escherichia coli, Viridans streptococci, Pseudomonas

aeruginosa, Enterococcus, Bacteroides fragilis, Peptostreptococcus micros, Bilophila

species, Lactobacillus species.

4. Patofisiologi

Patofisiologi dari apendisitis dimulai dari terinflamasi dan mengalami edema sebagai

akibat terlipat atau tersumbat, kemungkinan disebabkan oleh fekalit (massa keras dari

feses), tumor, atau beda asing. Proses inflamasi ini menyebabkan peningkatan tekanan

intraluminal, sehingga menimbulkan nyeri abdomen dan menyebar secara hebat dan

progresif dalam beberapa jam terlokalisasi di kuadran kanan bawah abdomen. Hal

tersebut menyebabkan apendik yang terinflamasi tersebut berisi pus (Smeltzer & Bare,

2012).

Menurut bagian bedah staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

(2012), patofisiologi apendisitis mula-mula disebabkan oleh sumbatan lumen. Obstruksi

lumen apendiks disebabkan oleh penyempitan lumen akibat hiperplasia jaringan limfoid

submukosa. Feses yang terperangkap dalam lumen apendiks mengalami penyerapan air

dan terbentuklah fekolit yang akhirnya menjadi penyebab sumbatan tersebut.sumbatan


lumen tersebut menyebabkan keluhan sakit disekitar umbilikus dan epigastrium, mual

dan muntah.

Proses selanjutnya adalah invasi kuman Entamoeba Coli dan spesies bakteroides dari

lumen ke lapisan mukosa, submukosa, lapisan muskularis dan akhirnya ke peritoneum

parietalis kemudian terjadilah peritonitis lokal kanan bawah, hal ini menyebabkan suhu

tubuh mulai naik. Gangren dinding apendiks disebabkan oleh oklusi pembuluh darah

dinding apendiks akibat distensi lumen apendiks. Bila tekanan intra lumen meningkat

maka akan terjadi perforasi yang ditandai dengan kenaikan suhu tubuh dan menetap

tinggi. Tahapan peradangan apendisitis dimulai dari apendisitis akuta yakni sederhana

tanpa perforasi, kemudian menuju apendisitis akuta perforata yani apendisitis

gangrenosa.

5. Pathway
6. Manifestasi Klinis

Apendisitis sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak

umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang

peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang

merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering
disertai mual dan kadang ada muntah dan umumnya nafsu makan menurun. Dalam

beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik Mc. Burney dan nyeri

dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik

setempat (Sjamsuhidayat & de Jong, 2012).

Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, dan

hilangnya nafsu makan, dan selain itu nyeri tekan lepas juga sering dijumpai pada klien

dengan apendisitis. Nyeri dapat dirasakan saat defekasi atau pun saat berkemih Nyeri

saat defekasi menunjukkan bahwa ujung apendik berada di dekat rektum, sedangkan

nyeri saat berkemih menunjukkan bahwa letak ujung apendik dekat dengan kandung

kemihh atau ureter (Smeltzer & Bare, 2012). Apendiks yang terletak di rongga pelvis,

bila meradang, dapat menimbulkan gejala dantanda rangsangan sigmoid atau rektum

sehingga peristaltis meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan

berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih dapat terjadi

peningkatan frekuensi kencing karena rangsangan dindingnya (Sjamsuhidayat & de Jong,

2012).

7. Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada apendisitis menurut Smeltzer dan Bare (2009). yaitu :

a. Perforasi

Perforasi berupa massa yang terdiri dari kumpulan apendiks, sekum, dan letak usus

halus. Perforasi terjadi 70% pada kasus dengan peningkatan suhu 39,5 0C tampak

toksik, nyeri tekan seluruh perut dan leukositosis meningkat akibat perforasi dan

pembentukan abses.

b. Peritonitis

Peritonitis yaitu infeksi pada sistem vena porta ditandai dengan panas tinggi 39 0C –

400C menggigil dan ikterus merupakan penyakit yang jarang.


8. Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan Laboratorium

a. Hitung sel darah putih total meningkat di atas 10.000/m 3 ada 85% pasien tiga

perempatnya mempunyai hitung diferensial sel darah putih yang abnormal,

mempunyai lebih dari 75% netrofil.

b. Pemeriksaan urine, tujuannya untuk menyingkirkan adanya keurigaan batu ureter

kanan dan infeksi saluran kencing. Adanya hematuria atau sel darah putih pada

pemeriksaan urin menandakan adanya infeksi saluran kencing tetapi bukan

berarti apendisitis akut dapat disingkirkan.

c. C-Reactive Protein (CRP) dalam mendiagnosis apendisitis akut memiliki tingkat

keakurasian hingga 91%, dimana CRO merupakan salah satu komponen protein,

pentamer yang sering digunakan sebagai marker infeki dalam darah.

2) Pemeriksaan Radiologi

a. CT-Scan dan MRI memiliki akurasi 94-98%, sensitivitas 90-98%, positif

prediktif value 92-98%.

b. Pada pemeriksaan ultrasonografi akurasi dalam menegakan diagnosis apendisitis

akut mendekati 75-90%, spesifitas antara 86-95%, dan nilai angka prediksi positif

mencapai 91-94%, serta akurasi secara keseluruhan sebesar 87-96%.

9. Penatalaksanaan Medis

Pada penatalaksanaan post operasi apendiktomi dibagi menjadi tiga (Brunner &

Suddarth, 2010), yaitu:

a. Sebelum operasi

1) Observasi
Dalam 8-12 jam setelah munculnya keluhan perlu diobservasi ketat karena tanda

dan gejala apendisitis belum jelas. Pasien diminta tirah baring dan dipuasakan.

Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis. Diagnosis

ditegakkan dengan lokasi nyeri pada kuadran kanan bawah setelah timbulnya

keluhan.

2) Antibiotik

Apendisitis ganggrenosa atau apenditis perforasi memerlukan antibiotik, kecuali

apendiksitis tanpa komplikasi tidak memerlukan antibiotik. Penundaan tindakan

bedah sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau preforasi.

b. Operasi

Operasi / pembedahan untuk mengangkat apendiks yaitu apendiktomi.

Apendiktomi harus segera dilakukan untuk menurunkan resiko perforasi.

Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum dengan pembedahan

abdomen bawah atau dengan laparoskopi. Laparoskopi merupakan metode terbaru

yang sangat efektif (Brunner & Suddarth, 2010).

Apendiktomi dapat dilakukan dengn menggunakan dua metode pembedahan, yaitu

secara teknik terbuka (pembedahan konvensional laparatomi) atau dengan teknik

laparoskopi yang merupakan teknik pembedahan minimal invasive dengan metode

terbaru yang sangat efektif (Brunner & Suddarth, 2010).

1) Laparatomi

Laparatomi adalah prosedur vertical pada dinding perut ke dalam rongga perut.

Prosedur ini memungkinkan dokter melihat dan merasakan organ dalam untuk

membuat diagnosa apa yang salah. Adanya teknik diagnosa yang tidak invasif,

laparatomi semakin kurang digunakan dibanding terdahulu. Prosedur ini hanya

dilakukan jika semua prosedur lainnya yang tidak membutuhkan operasi,


seperti laparoskopi yang seminimal mungkin tingkat invasifnya juga membuat

laparatomi tidak sesering terdahulu. Bila laparatomi dilakukan, begitu organ-

organ dalam dapat dilihat dalam masalah teridentifikasi, pengobatan bedah

harus segera dilakukan. Laparatomi dibutuhkan ketika ada kedaruratan perut.

Operasi laparatomi dilakukan bila terjadi masalah kesehatan yang berat pada

area abdomen, misalnya trauma abdomen. Bila klien mengeluh nyeri hebat dan

gejala-gejala lain dari masalah internal yang serius dan kemungkinan

penyebabnya tidak terlihat seperti usus buntu, tukak peptik yang berlubang,

atau kondisi ginekologi maka dilakukan operasi untuk menemukan dan

mengoreksinya sebelum terjadi keparahan lebih. Laparatomi dapat berkembang

menjadi pembedahan besar diikuti oleh transfusi darah dan perawatan intensif

(David dkk, 2009).

2) Laparoskopi

Laparaskopi berasal dari kata lapara yaitu bagian dari tubuh mulai dari iga

paling bawah samapi dengan panggul. Teknologi laparoskopi ini bisa

digunakan untuk melakukan pengobatan dan juga mengetahui penyakit yang

belum diketahui diagnosanya dengan jelas. Keuntungan bedah laparoskopi :

a) Pada laparoskopi, penglihatan diperbesar 20 kali, memudahkan dokter

dalam pembedahan.

b) Secara estetika bekas luka berbeda dibanding dengan luka operasi pasca

bedah konvensional. Luka bedah laparoskopi berukuran 3 sampai 10

mm akan hilang kecuali klien mempunyai riwayat keloid.

c) Rasa nyeri setelah pembedahan minimal sehingga penggunaan obat-

obatan dapat diminimalkan, masa pulih setelah pembedahan lebih cepat

sehingga klien dapat beraktivitas normal lebih cepat.


c. Setelah operasi

Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan

di dalam, hipertermia, syok atau gangguan pernafasan. Baringkan klien dalam

posisi semi fowler. Klien dikatakan baik apabila dalam 12 jam tidak terjadi

gangguan, selama itu klien dipuasakan sampai fungsi usus kembali normal. Satu

hari setelah dilakukan operasi klien dianjurkan duduk tegak di temmpat tidur

selama 2 x 30 menit. Hari kedua dapat dianjurkan untuk duduk di luar kamar. Hari

ke tujuh dapat diangkat dan dibolehkan pulang (Mansjoer, 2010).

10. Konsep Asuhan Keperawatan

1) Pengkajian Keperawatan

a. Data demografi

Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,

suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor register.

b. Riwayat kesehatan

1) Keluhan utama

Nyeri pada daerah abdomen kanan bawah.

2) Riwayat kesehatan sekarang

Klien mengatakan nyeri pada daerah abdomen kanan bawah yang menembus

kebelakang sampai pada punggung dan mengalami demam tinggi

3) Riwayat kesehatan dahulu

Apakah klien pernah mengalami operasi sebelumnya pada colon.

4) Riwayat kesehatan keluarga

Apakah anggota keluarga ada yang mengalami jenis penyakit yang sama.

c. Pemeriksaan fisik ROS (review of system)


1) Kedaan umum : kesadaran composmentis, wajah tampak menyeringai,

konjungtiva anemis.

2) Sistem kardiovaskuler : ada distensi vena jugularis, pucat, edema, TD

>110/70mmHg; hipertermi.

3) Sistem respirasi : frekuensi nafas normal (16-20x/menit), dada simetris, ada

tidaknya sumbatan jalan nafas, tidak ada gerakan cuping hidung, tidak

terpasang O2, tidak ada ronchi, whezing, stridor.

4) Sistem hematologi : terjadi peningkatan leukosit yang merupakan tanda

adanya infeksi dan pendarahan.

5) Sistem urogenital : ada ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit pinggang

serta tidak bisa mengeluarkan urin secara lancer.

6) Sistem muskuloskeletal : ada kesulitan dalam pergerakkan karena proses

perjalanan penyakit.

7) Sistem Integumen : terdapat oedema, turgor kulit menurun, sianosis, pucat.

8) Abdomen : terdapat nyeri lepas, peristaltik pada usus ditandai dengan distensi

abdomen.

d. Pola fungsi kesehatan menurut Gordon.

1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat

Adakah ada kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan

kebiasaan olahraga (lama frekwensinya), karena dapat mempengaruhi lamanya

penyembuhan luka.

2) Pola nutrisi dan metabolism.

Klien biasanya akan mengalami gangguan pemenuhan nutrisi akibat

pembatasan intake makanan atau minuman sampai peristaltik usus kembali

normal.
3) Pola Eliminasi.

Pada pola eliminasi urine akibat penurunan daya konstraksi kandung kemih,

rasa nyeri atau karena tidak biasa BAK ditempat tidur akan mempengaruhi

pola eliminasi urine. Pola eliminasi alvi akan mengalami gangguan yang

sifatnya sementara karena pengaruh anastesi sehingga terjadi penurunan

fungsi.

4) Pola aktifitas.

Aktifitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena rasa nyeri,

aktifitas biasanya terbatas karena harus bedrest berapa waktu lamanya setelah

pembedahan.

5) Pola sensorik dan kognitif.

Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan serta pendengaran,

kemampuan berfikir, mengingat masa lalu, orientasi terhadap orang tua, waktu

dan tempat.

6) Pola Tidur dan Istirahat.

Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga dapat

mengganggu kenyamanan pola tidur klien.

7) Pola Persepsi dan konsep diri.

Penderita menjadi ketergantungan dengan adanya kebiasaan gerak segala

kebutuhan harus dibantu. Klien mengalami kecemasan tentang keadaan dirinya

sehingga penderita mengalami emosi yang tidak stabil.

8) Pola hubungan.

Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa melakukan

peran baik dalam keluarganya dan dalam masyarakat. penderita mengalami

emosi yang tidak stabil.


e. Pemeriksaan diagnostic.

a) Ultrasonografi adalah diagnostik untuk apendistis akut.

b) Foto polos abdomen : dapat memperlihatkan distensi sekum, kelainan non

spesifik seperti fekalit dan pola gas dan cairan abnormal atau untuk

mengetahui adanya komplikasi pasca pembedahan.

c) Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit yang

merupakan tanda adanya infeksi.

d) Pemeriksaan Laboratorium. Darah : Ditemukan leukosit 10.000 – 18.0000

µ/ml. Urine : Ditemukan sejumlah kecil leukosit dan eritrosit

2) Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon klien terhadap

masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung

aktual maupun potensial (PPNI, 2017). Berdasarkan pada semua data pengkajian

diagnosa keperawatan utama yang dapat muncul pada kl appendicitis, antara lain :

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi (inflamasi

appendicitis).(D.0077)

b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik(Prosedur oprasi).

(D.0077)

c. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (Infeksi pada appendicitis).

(D.0130)

d. Risiko Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan secara aktif

(muntah). (D.0034)

e. Resiko hipovolemia ditandai dengan efek agen farmakologis (D.0034)

f. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi (D.0080)

g. Resiko Infeksi ditandai dengan efek prosedur infasive (D.0142).


3) Perencanaan Keperawatan

Perencanaan keperawatan atau intervensi keperawatan adalah perumusan tujuan,

tindakan dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada klien berdasarkan analisa

pengkajian agar masalah kesehatan dan keperawatan klien dapat diatasi (Nurarif, A. H.,

& Kusuma, 2016).

Intervensi Pre Operatif

No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
dengan agen pencedera keperawatan diharapkan (I.08238).
fisiologi (inflamasi tingkat nyeri (L.08066) Observasi :
appendicitis). (D.0077) dapat menurun dengan 1.1 Identifikasi lokasi ,
Kriteria Hasil : karakteristik, durasi,
1. Keluhan nyeri menurun. frekuensi, kulaitas nyeri,
2. Meringis menurun skala nyeri, intensitas
3. Sikap protektif menurun. nyeri.
4. Gelisah menurun. 1.2 Identifikasi respon
nyeri non verbal.
1.3 Identivikasi factor
yang memperberat dan
memperingan nyeri.
Terapeutik :
1.4 Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
1.5 Fasilitasi istirahat
dan tidur.
1.6 Kontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri.
Edukasi :
1.7 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
1.8 Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri .
Kolaborasi :
1.9 Kolaborasi
pemberian analgetik jika
perlu

2. Hipertermia Setelah dilakukan tindakan Manajemen hipertermia


berhubungan dengan keperawatan diharapkan (I.15506).
proses penyakit (Infeksi termoregulasi (L.14134) Observasi :
pada appendicitis). membaik dengan Kriteria 2.1 Identifikasi
(D.0130) Hasil : penyebab hipertermia.
1. Menggigil menurun. 2.2 Monitor suhu tubuh.
2. Takikardi menurun. 2.3 Monitor haluaran
3. Suhu tubuh membaik. urine.
4. Suhu kulit membaik. Terapeutik :
2.4 Sediakan
lingkungan yang dingin.
2.5 Longgarkan atau
lepaskan pakaian.
2.6 Berikan cairan oral
Edukasi :
2.7 Anjurkan tirah
baring
Kolaborasi :
2.8 Kolaborasi
pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika
perlu
3. Risiko Hipovolemia Setelah dilakukan tindakan Manajemen
berhubungan dengan keperawatan Status cairan hypovolemia (I.03116).
kehilangan cairan (L.0328) membaik dengan Observasi :
secara aktif (muntah). Kriteria Hasil : 3.1 Periksa tanda dan
(D.0034) 1. Kekuatan nadi gejala hipovolemia.
meningkat. 3.2 Monitor intake dan
2. Membrane mukosa output cairan.
lembap. Terapeutik :
3. Frekuensi nadi membaik. 3.3 Berikan asupan
4. Tekanan darah membaik. cairan oral
5. Turgor kulit membaik Edukasi :
3.4 Anjurkan
memperbanyak asupan
cairan oral.
3.5 Anjurkan
menghindari perubahan
posisi mendadak.
Kolaborasi :
3.6 Kolaborasi peberian
cairan IV.
4. Ansietas berhubungan Setelah dilakukan tindakan Reduksi ansietas
dengan kurang terpapar keperawatan tingkat (I.09314).
informasi (D.0080) ansietas (L.01006) menurun Observasi :
dengan 4.1 Identivikasi saat
Kriteria Hasil : tingkat ansietas
1. Verbalisasi kebingungan berubah.
menurun. 4.2 Monitor tanda tanda
2. Verbalisasi khawatir ansietas verbal non
akibat menurun. verbal.
3. Prilaku gelisah menurun. 4.3 Temani klien untuk
4. Prilaku tegang menurun. mengurangi kecemasan
jika perlu.
4.4 Dengarkan dengan
penuh perhatian.
4.5 Gunakan
pendekatan yang tenang
dan meyakinkan.
4.6 Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi yang
mungkin dialami.
4.7 Anjurkan keluarga
untuk tetap bersama
klien, jika perlu.
4.8 Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan persepsi.
4.9 Latih teknik
relaksasi.
4.10 Kolaborasi
pemberian obat
antiansietas jika perlu.

Intervensi Post Operatif

No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan Manajemen nyeri

dengan agen pencedera tindakan keperawatan (I.08238)

fisik(Prosedur oprasi). tingkat nyeri (L.08066) Observasi :

(D.0077) menurun dengan Kriteria 1.1 Identifikasi lokasi ,

Hasil : karakteristik, durasi,

1. Keluhan nyeri menurun. frekuensi, kulaitas nyeri,

2. Meringis menurun. intensitas nyeri, skala

3.Sikap protektif nyeri.


menurun. 1.2 Identifikasi respon

4. Gelisah menurun. nyeri non verbal.

5. Frekuensi nadi 1.3 Identivikasi factor

membaik yang memperberat dan

memperingan nyeri.

Terapeutik :

1.4 Berikan teknik non

farmakologis untuk

mengurangi rasa nyeri.

1.5 Kontrol lingkungan

yang memperberat rasa

nyeri.

1.6 Pertimbangkan jenis

dan sumber nyeri dalam

pemilihan strategi

meredakan nyeri.

Edukasi :

1.7 Jelaskan penyebab,

periode, dan pemicu

nyeri.

1.8 Jelaskan strategi

meredakan nyeri

1.9 Ajarkan teknik non

farmakologis untuk

mengurangi rasa nyeri.


1.10 Kolaborasi

pemberian analgetik bila

perlu.
Risiko hipovolemia Setelah dilakukan Manajemen

ditandai dengan efek tindakan keperawatan hypovolemia (I.03116)

agen farmakologis Status cairan (L.0328) Observasi :

(D.0034) membaik dengan Kriteria 2.1 Periksa tanda dan

Hasil : gejala hipovolemia.

1. Kekuatan nadi 2.2 Monitor intake dan

meningkat. output cairan.

2. Membrane mukosa Terapeutik :

lembap. 2.3 Berikan asupan

3. Frekuensi nadi cairan oral

membaik. Edukasi :

4. Tekanan darah 2.4 Anjurkan

membaik. memperbanyak asupan

5. Turgor kulit membaik. cairan oral.

2.5 Anjurkan

menghindari perubahan

posisi mendadak.

Kolaborasi :

2.6 Kolaborasi peberian

cairan IV.
3. Risiko Infeksi ditandai Setelah dilakukan Pencegahan infeksi

dengan efek prosedur tindakan keperawatan (I.14539)

infasive (D.0142). tingkat infeksi (L.14137) Observasi :


dengan Kriteria Hasil : 2.1 Monitor tanda dan

1. Kebersihan tangan gejala infeksi local dan

meningkat. sistemik.

2. Kebersihan badan 2.2 Batasi jumlah

meningkat. pengunjung

3. Demam, kemerahan, 2.3 Berikan perawatan

nyeri, bengkak menurun. kulit pada area edema.

4. Kadar sel darah putih 2.4 Cuci tangan seblum

meningkat. dan sesudah kontak

dengan klien dan

lingkungan klien.

2.5 Pertahankan teknik

aseptic pada klien

beresiko tinggi.

Edukasi :

2.6 Jelaskan tanda dan

gejala infeksi.

2.7 Ajarkan cara

mencuci tangan dengan

benar.

2.8 Ajarkan etika batuk.

2.9 Anjurkan

meningkatkan asupan

nutrisi.

2.10 Anjurkan
meningkatkan asupan

cairan.

Kolaborasi :

2.11 Kolaborasi

pemberian imunisasi

jika perlu.

4) Pelaksanaan Tindakan keperawatan

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat

untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan

yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter, P., & Perry,

2014).

Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana rencana

keperawatan dilaksanakan melaksanakan intervensi/aktivitas yang telah ditentukan,

pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah

dicatat dalam rencana perawatan klien. Agar implementasi perencanaan dapat tepat

waktu dan efektif terhadap biaya, pertama-tama harus mengidentifikasi prioritas

perawatan klien, kemudian bila perawatan telah dilaksanakan, memantau dan mencatat

respons klien terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasikan informasi ini kepada

penyedia perawatan kesehatan lainnya. Kemudian, dengan menggunakan data, dapat

mengevaluasi dan merevisi rencana perawatan dalam tahap proses keperawatan

berikutnya (Wilkinson.M.J, 2012). Komponen tahap implementasi :

1. Tindakan keperawatan mandiri.

2. Tindakan keperawatan edukatif.

3. Tindakan keperawatan kolaboratif.


4. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan

keperawatan.

5) Evaluasi Keperawatan

Menurut (Setiadi, 2012) dalam buku konsep dan penulisan asuhan keperawatan tahapan

penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang

kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara

berkesinambungan dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya.

Terdapa dua jenis evaluasi:

a. Evaluasi Formatif (Proses)

Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil tindakan

keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah perawat

mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan tindakan

keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif ini meliputi

4 komponen yang dikenal dengan istilah SOAP :

1) S (subjektif) : Data subjektif dari hasil keluhan klien, kecuali pada klien yang

afasia.

2) O (objektif) : Data objektif dari hasi observasi yang dilakukan oleh perawat.

3) A (analisis) : Masalah dan diagnosis keperawatan klien yang dianalisis atau

dikaji dari data subjektif dan data objektif.

4) P (perencanaan) : Perencanaan kembali tentang pengembangan tindakan

keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan datang dengan tujuan

memperbaiki keadaan kesehatan klien.

b. Evaluasi Sumatif (Hasil)

Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas proses

keperawatan selesi dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai dan


memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Ada 3

kemungkinan evaluasi yang terkait dengan pencapaian tujuan keperawatan

(Setiadi, 2012), yaitu:

1) Tujuan tercapai atau masalah teratasi jika klien menunjukan perubahan

sesuai dengan standar yang telah ditentukan.

2) Tujuan tercapai sebagian atau masalah teratasi sebagian atau klien masih

dalam proses pencapaian tujuan jika klien menunjukkan perubahan pada

sebagian kriteria yang telah ditetapkan.

3) Tujuan tidak tercapai atau masih belum teratasi jika klien hanya

menunjukkan sedikit perubahan dan tidak ada kemajuan sama sekali.

Anda mungkin juga menyukai