Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Mayoritas masyarakat Indonesia masih mempercayai hal-hal yang tabu dan mitos. Hal-
hal tabu dan mitos tersebut, termasuk ke dalam aspek-aspek kehidupan sehari-hari dalam
cakupan agama, sosial, maupun budaya.

Mitos yang terjadi pada masyarakat Indonesia biasanya turun temurun dari kepercayaan
nenek moyang. Baik dari ajaran animisme maupun dinamisme. Mitos-mitos tersebut banyak
yang dikaitkan dengan kepercayaan dalam ajaran agama. Tetapi hidup di zaman modern seperti
sekarang, seharusnya masyarakat mulai mencari kebanaran mengenai hal-hal tabu itu. Sebagai
seorang muslim hendaknya mencari hal tersebut di dalam hadis maupun ayat Al-Qur’an.

Sebagai contoh mitos yang dipercaya kebanyakan orang muslim adalah, mengenai
larangan memotong rambut dan kuku saat wanita sedang haid. Namun, apakah hal tersebut
sesuai dengan ajaran islam atau hanya sekedar mitos yang dianut masyarakat. Islam adalah
agama yang syumul (sempurna) yang mengatur tidak hanya masalah peribadatan tapi sampai
hal-hal terkecil dan sepele pun ada aturannya. Begitu juga dengan masalah haid, semuanya
sudah termaktub dalam Al-Qur’an yang diperkuat oleh As-Sunnah. Dari mulai ciri-ciri darah
haid, sampai hal-hal yang tidak diperbolehkan ketika sedang haid. Dengan demikian, tidak perlu
lagi berpusing-pusing ria sama mitos-mitos yang belum jelas kevalidan dan keshohihannya.

1.2 IDENTIFIKASI MASALAH

Sesuai dengan tema dari makalah ini yaitu mengenai hal tabu yang dianut masyarakat
muslim Indonesia yaitu larangan memotong kuku dan rambut, maka masalahnya dapat
diidentifikasikan sebagai berikut :

i
1. Mengapa munculnya tanggapan tersebut
2. Bagaimana hadis dan ayat Al-Quran menerangkan tersebut

1.3 PEMBATASAN MASALAH


Untuk memperjelas ruang lingkup pembahasan, maka masalah yang dibahas dibatasi pada
masalah:
a. Hadist dan Ayat Al-qur’an mengenai hal tersebut
b. Pandangan para ulama mengenai masalah tersebut

1.4 PERUMUSAN MASALAH


Atas dasar penentuan latar belakang dan identiikasi masalah diatas, maka kami dapat
mengambil perumusan masalah sebagai berikut:
“Dalil apa yang menyebutkan larangan memeotong rambut dan kuku saat wanita haid dan
bagaimana hukum yang seharusnya?”

i
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENJELASAN MENGENAI HAID

Secara umum, setiap wanita yang menginjak dewasa akan menemui ‘tamu bulanan’
yang dinamakan haid atau menstruasi. Kaum hawa tentu harus mengenal seluk beluk tentang
apa itu haid, agar ia tahu apa yang harus dilakukan jika ia mengalami haid, juga masalah seputar
haid. Terlebih lagi wanita muslimah, ia harus mengenal konsekuensi-konsekuensi hukum Islam
jika telah haid, seperti sholat, puasa, membaca Al-Qur’an, dan lain-lain. 
Di dalam Al-Quran Al-Kariem dijelaskan tentang masalah haid ini dan bagaimana
menyikapinya.

‫طهُرْ نَ فَإ ِ َذا تَطَهَّرْ نَ فَأْتُوه َُّن ِم ْن‬


ْ َ‫يض َوالَ تَ ْق َربُوه َُّن َحتَّى ي‬
ِ ‫يض قُلْ ه َُو أَ ًذى فَا ْعت َِزلُوا النِّ َسا َء فِي ْال َم ِح‬
ِ ‫ك َع ِن ْال َم ِح‬
َ َ‫َويَسْأَلُون‬
َ‫ْال ُمتَطَه ِِّرين‬ ُّ‫َويُ ِحب‬ َ‫التَّوَّابِين‬ ُّ‫يُ ِحب‬ َ ‫هَّللا‬ ‫إِ َّن‬ ُ ‫هَّللا‬ ‫أَ َم َر ُك ُم‬ ُ ‫َحي‬
‫ْث‬
Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: "Haid itu adalah suatu kotoran". Oleh
sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid dan janganlah kamu
mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka
itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.(QS. Al-baqarah :222)

Demikian juga di dalam hadis Bukhari dan Muslim disebutkan tentang masalah haid
bagi seorang wanita.
Dari Aisyah r.a berkata ; "Bahwa Rasulullah SAW bersabda tentang haid, "Haid adalah
sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah kepada anak-anak wanita Nabi Adam (HR. Bukhari
Muslim)
Di dalam buku “Darah Kebiasaan Wanita” yang ditulis oleh Syaikh Utsaimin,
disebutkan mengenai pengertian haid. Menurut bahasa, haid berarti sesuatu yang mengalir.
Dan menurut arti syara’ ialah darah yang terjadi pada wanita secara alami, bukan karena suatu

i
sebab, dan pada waktu tertentu. Jadi haid adalah darah normal, bukan disebabkan oleh suatu
penyakit, luka, keguguran atau kelahiran. Oleh karena haid adalah darah normal, maka darah
tersebut berbeda sesuai kondisi, lingkungan dan iklimnya, sehingga terjadi perbedaan yang
nyata pada setiap wanita.
Secara medis, keadaan haid atau menstruasi adalah proses alami yang dialami setiap
wanita, yaitu terjadinya proses pendarahan yang disebabkan luruhnya dinding rahim sebagai
akibat tidak adanya pembuahan. Proses ini umumnya terjadi pada saat wanita memasuki usia
10-12 tahun. Proses haid diiringi dengan keadaan keluarnya darah dari kelamin kewanitaan.
Dimana proses alamiah ini terjadi rata-rata sekitar selama 2 hari sampai 8 hari. Adapun siklus
haid yang normal adalah rata-rata selama 21-35 hari.
Haid merupakan pertanda masa reproduktif pada kehidupan seorang wanita, yang
dimulai dari menarke (mulainya haid) sampai terjadinya menopause (berhentinya haid). Haid
terjadi pada wanita dewasa yang sehat dan tidak hamil. Haid adalah perubahan fisiologis dalam
tubuh wanita yang terjadi secara berkala (tiap bulan) dan dipengaruhi oleh hormon reproduksi.
Periode ini penting dalam reproduksi.
Haid pada wanita adalah suatu perdarahan rahim yang sifatnya fisiologik (normal),
sebagai akibat perubahan hormonal yaitu estrogen dan progesteron. Haid bisa menjadi salah
satu pertanda bahwa seorang wanita sudah memasuki masa suburnya. Karena secara fisiologis,
haid menandakan telah terbuangnya sel telur yang sudah matang. Haid merupakan bagian dari
proses mempersiapkan tubuh wanita setiap bulannya untuk kehamilan.
Syariat Islam telah menetapkan beberapa larangan bagi wanita haid. Selama haid
berlangsung dan belum berhenti serta belum mandi janabah, para wanita diharamkan untuk
melakukan beberap jenis kegiatan peribadatan

2.2 PANDANGAN MITOS

2.2.1 PANDANGAN DARI AGAMA LAIN


Sampai sekarang pengertian tentang menstruasi masih bercampur antara ilmiah dan
tahayul. Kepercayaan yang berdasarkan tahayul itu hampir dijumpai diseluruh dunia, hal ini

i
dijelaskan oleh Katharina Dalthon: “Pada beberapa bagian dunia orang percaya bahwa adanya
seseorang wanita yang sedang menstruasi dapat menyebabkan anggur menjadi masam,
tanaman menjadi sakit, dapat menyebabkan sapi bunting keguguran, buah-buahan di pohon
menjadi busuk, kaca yang jernih menjadi kabur, logam yang tajam menjadi tumpul, sarang
lebah dapat musnah, tali atau senar alat musik dapat putus dan kain yang berwarna menjadi
hitam”. Dalam hal ini untuk setiap agama pun mempunyai kepercayaan masing-masing
terhadap wanita yang sedang menstruasi diantaranya:

1. Menurut agama Yahudi, bahwa perempuan yang sedang menstruasi haruslah dijauhi atau
dijauhkan karena mereka itu sedang dalam keadaan najis.

2. Menurut agama Hindu, bahwa perempuan yang sedang menstruasi dilarang membersihkan
badannya tiga hari pertama dari permulaan datangnya menstruasi, tidak boleh menyisir
rambut, tidak boleh membersihkan pakaian, memotong kuku dan berfikir ingat kepada
tuhan.

3. Menurut pendapat agama Nasrani, bahwa mereka tidak memandang apa-apa atas diri orang-
orang perempuan yang sedang menstruasi, suka dan biasa mencampurinya perempuan-
perempuan yang sedang berkain kotor.

2.2.2 HADIS

Boleh jadi pandangan tersebut lahir dari interpretasi hadits yang diriwayatkan oleh
Imam Ahmad dan Abu Dawud melalui ‘Ali bin Abi Thalib yang menyatakan, “Barang siapa yang
mengabaikan satu bagian dari tempat tumbuhnya rambut saat mandi junub sehingga tidak
terkena air, maka Allah akan memperlakukannya begini dan begini di neraka.” Riwayat ini
disamping memiliki kelemahan dalam sanadnya juga tidak berbicara tentang rambut yang
dipotong atau bahkan “tempat tumbuhnya rambut”.

Boleh jadi pandangan ini timbul dari adanya kewajiban untuk memandikan seluruh
anggota tubuh. Rambut yang rontok atau kuku yang dipotong dan terbuang, maka ia tidak
termandikan lagi, dan karena itu mereka melarangnya. Mengenai hal ini tidak ada alasan

i
keagamaan untuk pandangan ini, baik dari al- Qur’an maupun hadits Nabi Saw. Boleh jadi yang
melarangnya menduga bahwa badan manusia menjadi najis saat dia dalam keadaan junub.

Boleh jadi juga pandangan ini timbul dari adanya kewajiban untuk memandikan
seluruh anggota tubuh. Rambut yang rontok atau kuku yang dipotong dan terbuang, maka ia
tidak termandikan lagi, dan karena itu mereka melarangnya, mereka mungkin menduga bahwa
badan manusia menjadi najis saat dia dalam keadaan junub.

2.2.3 HUKUM MAKRUH

Khatib assyarbini mengatakan :  “setiap bulu (yang dicukurnya ketika berjunub itu) akan
menuntut dari tuannya dengan sebab junub yang ada padanya.(Al-Iqna’,1/91).
“Janganlah sesiapa memotong kukunya dan menggunting rambut kecuali ketika ia suci”
(Riwayat al-Ismaili dari Saidina ‘Ali r.a.)

Sedangkan Imam al-Ghazali, dalam al-Ihya’, mengatakan, “Tidak wajar bagi seseorang
menggunting kuku, mencukur rambut kepala atau kemaluan, atau mengeluarkan darah pada
saat dia dalam keadaan junub. Karena kelak, di hari kemudian, seluruh anggota tubuhnya akan
dikembalikan, (dan jika demikian) dia kembali dalam keadaan junub. Ada yang menyatakan
bahwa setiap rambut akan menuntut untuk dimandijanabatkan.”
Alasan al-Ghazali di atas, seperti terbaca, bukanlah dari ayat al-Qur’an dan hadits Nabi
Saw. Alasannya pun sangat lemah. Di hari kemudian, walaupun manusia dibangkitkan secara
jasmani, tetapi tubuh kita bukan lagi sebagaimana keadaannya dalam kehidupan dunia. Al-
Qur’an menyatakan bahwa wanita-wanita penghuni surga (yang tua bangka sekalipun) akan
dijadikan oleh Allah sebagai gadis-gadis remaja, penuh cinta dan sebaya dengan suami-suami
mereka (baca QS al-Waqi’ah (56): 35-36).
Ulama –ulama syafi’iyah sendiri kebanyakan tidak sepakat dengan pendapat Imam
Ghazali tersebut, diantaranya  yang bisa kita sebutkan adalah Syekh Khatib As-Syarbini, dalam
kitab I’anat Thalibin 1/96 beliau berkata : “Tentang akan kembalinya (anggota tubuh) semisal
darah, pendapat ini perlu diselidiki lagi. Demikian pula (bagian tubuh) yang lainnya. Karena
(bagian tubuh) yang kembali (dibangkitkan bersama dengan pemilik bagian tubuh itu) adalah

i
bagian-bagian tubuh yang pemilik tubuh itu mati bersamanya (ada pada saat kematian orang
tersebut).”

Dalam kitab Syafi’i yang lain yaitu Niyatul Muhtaj Syarh al-Minhaj disebutkan: “makna
‘dikembalikan diakhirat (dari anggota tubuh) bukanlah bagian anggota tubuh yang
diperintahkan untuk dipotong, tetapi adalah bagian-bagian tubuh yang asli (seperti tangan,
kaki, mata dll.)

Lebih jelas lagi dalam kitab dalam Madzab Syafi’i yang lain yaitu Hasyiah al-Bujairimi ’ala
al-Khotib, dalam kitab tersebut dikatakan bahwa pendapat Imam al-Ghazali tersebut perlu
dikaji lagi sebab bagian tubuh yang kembali adalah yang ada disaat kematian pemiliknya dan
bagian badan asli yang pernah terpotong, bukan seluruh kuku dan rambut yang pernah
dipotong selama hidupnya. (Hasyiah al-Bujairimi ’ala al-Khotib 2/335)

2.3 HADIS ATAU PENDAPAT YANG MEMBANTAH MITOS

Tidak terdapat riwayat yang melarang wanita haid untuk memotong kuku maupun
rambut. Demikian pula, tidak terdapat riwayat yang memerintahkan agar rambut wanita haid
yang rontok utnku di cuci bersamaan dengan mandi paska haid. Bahkan sebaliknya, terdapat
riwayat yang membolehkan wanita haid untuk menyisir rambutnya. Padahal, tidak mungkin
ketika wanita yang menyisir rambutnya, tidak ada bagian rambut yang rontok. Disebutkan
dalam shahih Bukhari, bahwa ketika Aisyah mengikuti haji bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, sesampainya di Mekkah beliau haid. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,

“Tinggalkan umrahmu, lepas ikatan rambutmu dan ber-sisir-lah…”

Hadis ini menunjukkan bahwa rambut rontok atau potong kuku ketika haid hukumnya
sama dengan kondisi suci. Artinya, tidak ada kewajiban untuk memandikannya bersamaan
dengan mandi haid. Jika hal ini disyariatkan, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan
jelaskan kepada Aisyah agar membawa rambutnya dan memandikannya bersamaan dengan
mandi haidnya.

i
Dalam bukunya al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, az-Zuhaili menulis, “Tidaklah makruh
dalam pandangan mazhab Hanbali bagi seorang yang junub, atau dalam keadaan haid, atau
nifas, menggunting rambutnya, kukunya, dan tidak juga ‘menyemir’ rambutnya sebelum
mandi.”

Imam ‘Atha’ (seorang Tabi’in terkenal) menyatakan ; “Tidak ada larangan orang yang
junub untuk berbekam, memotong kuku dan mencukur rambut sekalipun tanpa mengambil
wudhuk terlebih dahulu.” (Shahih al-Bukhari 1/496)

Imam Ahmad (pendiri mazhab Hanbali) tatkala ditanya berkenaan mengenai hukum
orang yang junub sedangkan ia berbekam), mencukur rambut, memotong kuku dan mewarnai
rambut atau janggutnya, ia menjawab; “Tidak mengapa.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan masalah ini dalam Majmu’ Fatawa, intinya:
setahu beliau tidak ada dalil syar’i yang menunjukkan makruhnya memotong rambut dan kuku
bagi orang yang sedang junub, bahkan terdapat hadis shahih riwayat Bukhari-Muslim yang
menegaskan bahwa (tubuh) seorang mukmin itu tidak najis. Dengan tambahan riwayat dari
Shahih al-Hakim: ”baik dalam keadan hidup ataupun mati”.

Bantahan dari kalangan syafi’iyah juga dikemukakan oleh al Hafidz Ibnu Hajar al
Asqalani, Imam Ibnu Rajab dalam sarah mereka pada shahih Bukhari,  Menurut mereka; tidak
ada satupun dalil dari Nabi Saw yang mencegah orang yang sedang junub atau wanita yang
sedang haid atau nifas dari melakukan perkara-perkara yang disebut tadi. Adapun hadis riwayat
ali di atas, ia adalah hadits munkar bahkan  maudhu’ (palsu). (catatan penulis : hadis tersebut
tidak kami temukan dalam al-kutub at-tis’ah bahkan kitab-kitab hadis selain itu di lebih dari 200
kitab hadis dalam maktabah syamilah)

Fatwa ulama al-Azhar, Syaikh ’Atiyah Shaqr)  menyebutkan bahwa pernyataan yang
melarang memotong kuku dan rambut ketika dalam keadaan junub tidak berdasarkan dalil.
Pendapat yang menyatakan makruh adalah pendapat yang la ashla lahu (tidak ada dasarnya).
(al-Fatawa; Min Ahsanil-Kalam 1/438)

i
2.4 LARANGAN-LARANGAN SAAT HAID

Hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh wanita haid sendiri ada yang sudah menjadi
kesepakatn ulama, dan ada pula yang masih khilaf. Namun pada pembahasan kali ini, penulis
hanya akan membahas hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh wanita haid yang sudah menjadi
kesepakatan jumhur ulama. Adapun larangan yang sudah menjadi kesepakatan ulama bagi
wanita haid adalah sebagai berikut :

1. Dilarang melakukan sholat dan tidak diwajibkan untuk mengqadhanya


Perempuan yang sedang haid, lepas kewajibannya untuk mengerjakan sholat, baik itu
sholat fardhu maupun sholat sunnah.

2. Dilarang melakukan shaum dan diwajibkan untuk mengqadha shaum


Perempuan yang sedang haid juga diharamkan untuk shaum, baik itu yang wajib
maupun yang sunnah. Dan diwajibkan untuk mengqadha shaum yang wajib (shaum Ramadhan)
yang ditinggalkannya karena haid. Rasulullah shalallahu ’alaihi wa sallam bersabda :

‫صلِّي‬ ْ ‫ض‬
َ ُ‫ت الَ تَصُوم َوالَ ت‬ ْ ‫أَلَ ْي َس‬
َ ‫ت إِحْ دَا ُك َّن إِ َذا َحا‬
“Bukankah salah seorang di antara kamu (wanita) apabila memasuki masa haid tidak
sholat dan tidak pula puasa?” (HR. Bukhari)

‫صالَ ِة» متفق عليه‬


َّ ‫ضا ِء ال‬ َ َ‫ « ُكنَّا نُ ْؤ َم ُر بِق‬:‫ض َي هللا َع ْنهَا‬
َ َ‫ضا ِء الصَّوْ ِم َوالَ نُ ْؤ َم ُر بِق‬ ْ َ‫قَال‬
ِ ‫ت عَائِ َشة َر‬
‘Aisyah radhiyallahu ’anha berkata : “Kami diperintahkan untuk mengqadha shaum dan
tidak diperintahkan untuk mengqadha sholat.” (HR. Muslim)
Apabila seorang wanita haid ketika sedang berpuasa, maka batallah puasanya. Sekalipun
hal itu terjadi menjelang maghrib, dan wajib baginya mengqadha puasa hari itu apabila itu
puasa wajib.

i
3. Dilarang melakukan thawaf
Wanita yang sedang haid juga dilarang untuk melakukan thawaf di Ka’bah, baik yang
wajib maupun sunnah, dan tidak sah thawafnya. Hal ini didasarkan sabda Rasulullah shalallahu
’alaihi wa sallam kepada ’Aisyah ketika ia sedang haid :

ْ ‫ت َحتَّى ت‬
‫َطه ُِري‬ ِ ‫ا ْف َعلِي َما يَ ْف َع ُل ال َحا َّج َغ ْي َر أاَّل تَطُوفِي بِالبَ ْي‬
“Lakukanlah segala yang dilakukan oleh orang yang berhaji. Hanya saja, engkau tidak
boleh thawaf di Ka’bah hingga engkau suci.” (HR.Bukhari)
Adapun kewajiban lainnya, seperti sa’i antara Shafa dan Marwa, wukuf di Arafah,
bermalam di Muzdalifah dan Mina, melempar jumrah dan amalan haji serta umrah. Dan selain
itu tidak diharamkan.

4. Dilarang melakukan hubungan seksual


Seorang istri yang sedang haid dilarang melakukan hubungan seksual dengan suaminya.
Dan si istri yang sedang haid dilarang untuk menutup-nutupi keadaan dirinya yang sedang haid,
sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam surat Al-Baqarah ayat 222 :

‫طهُرْ نَ فَإِذا تَطَهَّرْ نَ فَأْتُوه َُّن ِم ْن‬ ْ َ‫يض َوال تَ ْق َربُوه َُّن َحتَّى ي‬
ِ ‫ى فَا ْعت َِزلُوا النِّسا َء فِي ْال َم ِح‬
ً ‫يض قُلْ هُ َو أَذ‬
ِ ‫ك َع ِن ْال َم ِح‬
َ َ‫َويَ ْسئَلُون‬
َ‫ْث أَ َم َر ُك ُم هَّللا ُ إِ َّن هَّللا َ ي ُِحبُّ التَّوَّابِينَ َوي ُِحبُّ ْال ُمتَطَه ِِّرين‬
ُ ‫َحي‬
“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: "Haid itu adalah suatu
kotoran", oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan
janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, Maka
campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”
Rasulullah shalallahu ’alaihi wa sallam juga menyebutkan larangan menggauli istri yang
sedang haid dalam haidts beliau :
َ ِّ‫اصْ نَعُوا ُك َّل َشي ٍْئ إِاَّل الن‬
‫كاح‬
“Lakukanlah apa saja kecuali berhubungan seksual.”
Maksud dari kata nikah di sini bukanlah akad nikah, tetapi hubungan suami-istri atau
jima’. Jumhur ulama juga sepakat atas diharamkannya menggauli istri yang sedang haid.

i
Syaikhul Islam ibnu Taimiyah berkata : “Menyetubuhi wanita nifas sama hukumnya dengan
menyetubuhi wanita haid, yaitu haram menurut kesepakatan ulama.”

5. Dilarang dijatuhi talak (cerai)


Seorang suami dilarang menjatuhi menceraikan istrinya yang sedang haid, sebagaimana
firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam surat Ath-Thalaq ayat 1:
َ‫يَا أَيُّهَا النَّبِ ُّي إِذا طَلَّ ْقتُ ُم النِّسا َء فَطَلِّقُوه َُّن لِ ِع َّدتِ ِه َّن َوأَحْ صُوا ْال ِع َّدة‬
“Hai nabi, apabila kamu menceraikan Isteri-isterimu Maka hendaklah kamu ceraikan
mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar)….”
Maksud adalah seorang istri ditalak dalam keadaan dapat menghadapi iddah. Hal ini
hanya dapat dilakukakn jika istri dalam keadaan suci dan belum digauli lagi. Masalahnya,
seorang wanita jika dicerai dalam keadaan haid, ia tidak siap menghadapi iddahnya, karena haid
yang dialaminya pada saat jatuhnya talak itu tidaklah terhitung iddah. Jadi menjatuhi talak
kepada istri yang sedang haid, haram hukumnya.
Dengan demikian hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh perempuan yang sedang haid
berdasarkan nash Al-Qur’an dan As-Sunnah yang sudah menjadi kesepakatan jumhur ulama.
Tegasnya tidak ada larangan untuk memotong kuku, mencuci rambut, memotong rambut,
apalagi tidur siang! Insya Allah pada pembahasan selanjutnya akan penulis bahas hal-hal yang
tidak boleh dilakukan oleh wanita haid yang terdapat perbedaan di antara jumhur ulama
(khilafiy).
Dalam buku al-Fiqh ‘Ala al-Madzahib al-Arba’ah (Fiqih Menurut Keempat Mazhab)
dikemukakan: “Yang haram bagi seorang yang sedang dalam keadaan junub (termasuk
menstruasi) untuk dia kerjakan adalah amalan-amalan keagamaan yang bersyarat dengan
adanya wudhu, seperti shalat sunnah atau wajib.”
Semua kita tahu bahwa tidak disyaratkan adanya wudhu untuk memotong rambut
atau menggunting kuku. Dan atas dasar penjelasan di atas, kita dapat berkata bahwa tidak ada
larangan (dalam arti haram) untuk membuang rambut yang rontok dan memotong kuku,
seperti mitos yang terjadi.

i
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

1. haid berarti sesuatu yang mengalir. Dan menurut arti syara’ ialah darah yang terjadi
pada wanita secara alami, bukan karena suatu sebab, dan pada waktu tertentu. Jadi
haid adalah darah normal, bukan disebabkan oleh suatu penyakit, luka, keguguran atau
kelahiran. Oleh karena haid adalah darah normal, maka darah tersebut berbeda sesuai
kondisi, lingkungan dan iklimnya, sehingga terjadi perbedaan yang nyata pada setiap
wanita.
2. Secara medis, keadaan haid atau menstruasi adalah proses alami yang dialami setiap
wanita, yaitu terjadinya proses pendarahan yang disebabkan luruhnya dinding rahim
sebagai akibat tidak adanya pembuahan. Proses ini umumnya terjadi pada saat wanita
memasuki usia 10-12 tahun. Proses haid diiringi dengan keadaan keluarnya darah dari
kelamin kewanitaan
3. Syariat Islam telah menetapkan beberapa larangan bagi wanita haid. Selama haid
berlangsung dan belum berhenti serta belum mandi janabah, para wanita diharamkan
untuk melakukan beberap jenis kegiatan peribadatan
4. Hukumnya boleh memotong rambut dan kuku bagi perempuan yang sedang haid dan
tidak perlu mencuci rambut dan kuku yang sudah dipotong tersebut saat bersesuci saat
mandi junub/jinabat. Karena tidak ada dalil hadits maupun Quran yang melarang
seorang perempuan yang sedang haid memotong kuku dan rambutnya.
Dasar hukumnya adalah sebagai berikut:
1) Ibnu Hajar Al-Haitsami dalam kitab Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj ( ‫تحفة المحتاجفي‬
‫ )شرح المنهاج‬V/56 Menurut nash madzhab Syafi'i, perempuan haid boleh memotong
kuku, bulu kemaluan, dan bulu ketiak.

i
2) Hadits sahih riwayat Bukhari dan Muslim menyatakan kata-kata Nabi saat Aisyah
haid pada waktu haji wada'

ِ ‫و ُل هَّللا‬X‫ال َر ُس‬X َ X‫ا بِ ُع ْم‬XXَ‫َاع فَأ َ ْهلَ ْلن‬


َ Xَ‫ ثُ َّم ق‬، ‫ر ٍة‬X َ X‫لَّ َم فِي َح َّج ِة ْال‬X‫ ِه َو َس‬Xْ‫لَّى هَّللا ُ َعلَي‬X‫ص‬
ِ ‫ود‬X َ ِ ‫ا َخ َرجْ نَا َم َع َرسُو ِل هَّللا‬
‫ا‬X‫ َّل َحتَّى يُتِ َّمهُ َم‬X‫ ثُ َّم ال ي ُِح‬، ‫ر ِة‬X َ ‫ َع ْال ُع ْم‬X‫ال َح ِّج َم‬X
ْ ِ‫ َّل ب‬X‫ي فَ ْليُ ِه‬
ٌ ‫ ْد‬Xَ‫ هُ ه‬X‫انَ َم َع‬X‫ " َم ْن َك‬: ‫لَّ َم‬X‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َس‬
َ
‫ك إِلَى‬ Xُ ْ‫ فَ َش َكو‬، ‫صفَا َو ْال َمرْ َو ِة‬
َ Xِ‫ت َذل‬ َّ ‫ت َوال بَ ْينَ ال‬ ِ ‫ف بِ ْالبَ ْي‬
ْ ُ‫ت َم َّكةَ َوأَنَا َحائِضٌ فَلَ ْم أَط‬ ْ َ‫َج ِميعًا قَال‬
ُ ‫ فَقَ ِد ْم‬: ‫ت‬
َ‫ َوأَ ِهلِّي بِ ْال َحجِّ َو َد ِعي ْال ُع ْم َرة‬X‫ك َوا ْمتَ ِش ِطي‬ِ ‫ضي َر ْأ َس‬ ِ ُ‫ " ا ْنق‬: ‫ فَقَا َل‬، ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ ِ ‫َرسُو ِل هَّللا‬
Arti kesimpulan: Nabi memerintahkan Aisyah untuk menyisir rambut pada saat haid (
‫) َوا ْمتَ ِش ِطي‬.

Seperti diketahui, menyisir rambut sangat berpotensi menggugurkan rambut. Itu


artinya Nabi mengijinkan perempuan menggugurkan rambutnya saat haid.

3) Ibnu Taimiyah dalam Majmuk al-Fatawa (21/120) menyatakan:


‫وما أعلم على كراهية إزالة شعر الجنب وظفره دليال شرعيا‬
Artinya: saya tidak menemukan dalil syar'i atas makruhnya menghilangkan rambut
dan memotong kuku bagi orang junub.

5. Pendapat yang mu’tamad (bisa dipegang) adalah yang menyatakan bolehnya memotong
anggota tubuh seperti kuku ketika junub. Adapun larangan memotong anggota tubuh
ketika junub yang tertulis dalam beberapa kitab mazhab Syafi’i bersumber dari pendapat
Imam al-Ghazali. Sedangkan Imam al-Ghazali sendiri tidak menyatakan larangan itu
dengan kalimat yang tegas yang menunjukkan hukum haram. Beliau menggunakan
lafadz: “la yanbaghi” yang artinya “tidak semestinya, tidak seharusnya atau tidak
seyogyanya…”

6. Tidak ada satupun dalil dari Al-Qur’an maupun Sunnah yang shahih (kuat) dan sarih
(jelas) yang menjadi dasar hukum larangan bagi orang yang memotong kuku dan rambut
bagi orang yang sedang junub khususnya wanita yang haid.

i
DAFTAR PUSTAKA

Ammi Nur Baits (2011). Bolehkah Memotong Kuku atau Rambut ketika Haid?. From
http://www.konsultasisyariah.com/bolehkah-memotong-kuku-atau-rambut-ketika-
haid/#axzz27iGfy0xg, 25 September 2012.

M Quraish Shihab (2010). M Quraish Shihab: Larangan Bagi yang Sedang Menstruasi. From
http://blog.its.ac.id/syafii/2010/08/11/m-quraish-shihab-larangan-bagi-yang-sedang-
menstruasi/, 25 September2012.

Nadhiva Zahra (2012). Hal-Hal yang Dilarang Ketika Haid 1. From


http://isykarima.com/coretan-pena/muslimah/388-hal-hal-yang-dilarang-ketika-haid-1.html, 25
September 2012.

i
KATA PENGANTAR

Pertama-tama, penulis mengucapkan segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa, karena
hanya dengan izin-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah agama “Tinjauan Hukum Islam
Terhadap Mitos Menggunting Kuku dan Rambut Saat Haid” ini. Tidak lupa kami juga
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. H. Endang Baihaqie, M.Hum. selaku dosen
Pandidikan Agama Islam yang telah membimbing dalam membuat makalah ini.
Tak ada gading yang tak retak, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari
makalah agama ini oleh karena itu, penulis memohon maaf sebesar-besarnya apabila terdapat
kesalahan dari makalah agama ini. Penulis juga terbuka terhadap kritik dan saran yang dapat
meningkatkan kemampuan penulis.
Akhir kata, penulis berharap makalah agama ini dapat berguna baik bagi penulis
maupun bagi orang lain. Semoga hasil makalah ini dapat menjadi sesuatu yang bermanfaat.

Bandung, September 2012

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH .................................................................................. 1


1.2 IDENTIFIKASI MASALAH .................................................................................. 1
1.3 PEMBATASAN MASALAH .................................................................................. 2
1.4 PERUMUSAN MASALAH .................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 3

2.1 PENJELASAN MENGENAI HAID .................................................................................. 3

2.2 PANDANGAN MITOS .................................................................................. 4


2.2.1 PANDANGAN DARI AGAMA LAIN .................................................................... 4
2.2.2 HADIS .................................................................... 5
2.2.3 HUKUM MAKRUH .................................................................... 6
2.3 HADIS ATAU PENDAPAT YANG MEMBANTAH MITOS................................................ 7
2.4 LARANGAN-LARANGAN SAAT HAID .................................................................... 9

BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 12

3.1 KESIMPULAN .......................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 14

Anda mungkin juga menyukai