Anda di halaman 1dari 184

SKRIPSI

FORMULASI SNACK BAR TEPUNG SORGUM (Sorghum


bicolor (L.) moench) DAN LABU KUNING (Cucurbita
moschata) DITINJAU DARI UJI AKTIVITAS
ANTIOKSIDAN, UJI KADAR SERAT,
DAN UJI ORGANOLEPTIK

Oleh :
ROSALINDA ABIR HANIFAH
151131002

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURABAYA


PROGRAM STUDI S1 ILMU GIZI
SURABAYA
2019
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan

karunia-Nya sehingga dapat terselesaikan Skripsi dengan judul “FORMULASI

SNACK BAR TEPUNG SORGUM (Sorghum bicolor (L.) moench) DAN LABU

KUNING (Cucurbita moschata) DITINJAU DARI UJI AKTIVITAS

ANTIOKSIDAN, UJI KADAR SERAT, DAN UJI ORGANOLEPTIK”, sebagai

salah satu persyaratan akademis dalam rangka menyelesaikan kuliah Prodi S1

Ilmu Gizi dan STIKES Surabaya.

Dalam penelitian ini dijabarkan bagaimana perbedaan formulasi snack

bar tepung sorgum dan labu kuning terhadap kandungan aktivitas antioksidan,

kadar serat, dan organoleptik.

Pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan

yang setinggi – tingginya kepada Ir. RR. Nurul Hidayati, M.Si dan Gaung Perwira

Yustika, S.Ked., M.M selaku dosen pembimbing yang telah memberikan

petunjuk, koreksi serta saran hingga terwujudnya Skripsi ini. Terima kasih dan

penghargaan kami sampaikan pula kepada yang terhormat :

1. Uswatun Hasanah, M.Ked. Trop., selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan (STIKES) Surabaya dan sekaligus menjadi dosen penguji, yang

telah memberikan kesempatan dan saran pada penulis dalam pelitian ini.

2. Qorry’ Aina, S.Pd., M.Kes selaku Ketua Pogram Studi S1 Ilmu Gizi

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Surabaya.

3. Ir. RR. Nurul Hidayati, M.Si selaku dosen pembimbing 1.

4. Gaung Perwira Yustika, S.Ked., M.M selaku dosen pembimbing 2.

v
5. Yauwan Tobing I, SST.MT selaku laboran Politeknik Kesehatan

Kementerian Kesehatan (POLTEKKES) Surabaya.

6. Seluruh dosen dan staff Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES)

Surabaya yang telah memberikan bekal ilmu penulis selama menjadi

mahasiswa di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Surabaya.

7. Kedua orang tua tercinta yang telah membesarkan, mendidik, mendukung,

dan mendoakan penulis hingga menyelesaikan penelitian ini.

8. Keluarga besar yang selalu memberikan dukungan dan saran hingga

penulis menyelesaikan penelitian ini.

9. Seluruh teman seperjuangan angkatan 2015 yang sudah berjuang bersama

selama menempuh pendidikan selama 4 tahun dan saling mendukung serta

memberikan saran.

10. Potaran.id yang telah memberikan dukungan penuh, saran dan menantikan

selesainya penelitian ini untuk mendukung goals kedua SDG’s 2030.

11. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah

membantu penulis dalam menyusun penelitian.

Peneliti menyadari masih memiliki banyak kesalahan dan kekurangan dalam

penulisan ini, karena itu tidak lupa penulis memohon maaf dan penulis menerima

kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan penelitian ini. Semoga

penelitian ini dapat bermanfaat dan berkontribusi dalam keilmuan.

Surabaya, 8 Juli 2019

Penulis

vi
ABSTRAK

Snack bar adalah salah satu produk pangan padat yang berbentuk batang
dan merupakan campuran dari berbagai bahan kering. Sorgum merupakan
tanaman golongan serealia yang berpotensi dan mempunyai kandungan gizi yang
baik seperti protein, karbohidrat, zat besi, fenol,dan flavonoid. Labu kuning
berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia dan mempunyai kandungan gizi
yang baik seperti protein, karbohidrat, kalsium, fosfor, besi, serta vitamin B dan
vitamin C. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui hasil dari
formulasi snack bar tepung sorgum dan labu kuning ditinjau dari uji aktivitas
antioksidan, uji kadar serat, dan uji organoleptik. Jenis penelitian ini adalah
eksperimen murni, dengan metode RAL 3x pengulangan pada 5 perlakuan.
Pengujian aktivitas antioksidan dan kadar serat dilakukan di laboratorium dan uji
organoleptik dilakukan oleh 30 panelis remaja SMA. Hasil analisis One Way
Anova pada uji aktivitas antioksidan dan kadar serat menunjukkan terdapat
perbedaan yang signifikan (ρ < 0.05). Hasil analisis Kruskall Wallis pada uji
organoleptik terhadap warna dan tekstur menunjukkan terdapat perbedaan yang
signifikan (ρ < 0.05), sedangkan terhadap aroma dan rasa menunjukkan tidak
terdapat perbedaan yang signifikan (ρ > 0.05). Sebanyak 46.6% panelis menyukai
produk snack bar pada perlakuan S3L3. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat
perbedaan kandungan aktivitas antioksidan dan kadar serat pada kelima
perlakuan. Dalam uji organoleptik terdapat perbedaan terhadap warna dan tekstur
karena pengaruh dari perbedaan komposisi bahan yang digunakan.

Kata kunci : snack bar, sorgum, labu kuning.

vii
ABSTRACT

Snack bar is one of the solid food products in the form of sticks and it is a
mixture of various dry ingredients. Sorghum is a cereal species that has the
potential and it has good nutrient content such as protein, carbohydrates, iron,
phenol, and flavonoids. Pumpkin has a potential to be developed in Indonesia and
it has good nutritional content such as protein, carbohydrates, calcium,
phosphorus, iron, and vitamins B and vitamins C. This research was conducted to
find out the results of snack bars formulation of sorghum flour and pumpkin in
terms of antioxidant activity test , fiber content test, and organoleptic test. This
type of research is pure experiment, with the RAL method 3 times repetition in 5
treatments. Testing of antioxidant activity and fiber content was carried out in the
laboratory and organoleptic tests were carried out by 30 high school adolescent
panelists. The results of the One Way Anova analysis on the antioxidant activity
and fiber content showed significant differences (ρ <0.05). The results of the
Kruskall Wallis analysis on organoleptic tests of color and texture showed that
there were significant differences (ρ <0.05), whereas for aroma and taste there
were not significant differences (ρ> 0.05). A total of 46.6% of panelists liked the
snack bar product in S3L3 treatment. Based on the results of the reseaching, there
were differences in the content of antioxidant activity and fiber content in the five
treatments. In organoleptic tests there were differences in color and texture
because of the influence of differences in the composition of the ingredients used.

Keywords: snack bar, sorghum, pumpkin.

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................. i


HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................. iii
HALAMAN KEASLIAN PENELITIAN ............................................... iv
KATA PENGANTAR .............................................................................. v
ABSTRAK ................................................................................................ vii
DAFTAR ISI ............................................................................................. ix
DAFTAR TABEL...................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xv
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN ............................... xvi
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1. Latar Belakang ............................................................................... 1
2. Batasan Masalah ........................................................................... 5
3. Rumusan Masalah ......................................................................... 6
4. Tujuan Penelitian ........................................................................... 6
a. Tujuan Umum ........................................................................... 6
b. Tujuan Khusus .......................................................................... 6
5. Manfaat Penelitian ........................................................................ 7
6. Keaslian Penelitian ....................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA dan KERANGKA TEORI ................ 10
A. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 10
1. Snack Bar .................................................................................. 10
2. Sorgum (Sorghum bicolor (L.) moench) ................................... 13
A. Definisi dan Morfologi Sorgum .......................................... 13
B. Taksonomi dan Fisiologi Sorgum........................................ 14
C. Kandungan Sorgum ............................................................ 16
D. Manfaat Sorgum ................................................................. 22
3. Labu Kuning (Cucurbita moschata) ........................................ 24

ix
A. Definisi dan Morfologi Labu Kuning ................................. 24
B. Taksonomi dan Fisiologi Labu Kuning .............................. 25
C. Kandungan Labu Kuning .................................................... 26
D. Manfaat Labu Kuning ........................................................ 29
4. Antioksidan .............................................................................. 31
5. Serat Pangan ............................................................................. 32
6. Metode Uji DPPH .................................................................... 34
7. Metode Uji Kadar Serat ........................................................... 36
8. Uji Organoleptik dan Uji Hedonik ........................................... 39
9. Panelis ...................................................................................... 42
B. Kerangka Teori ............................................................................. 45
BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN dan HIPOTESIS ..... 46
A. Kerangka Konsep Penelitian ........................................................ 46
B. Hipotesis ...................................................................................... 47
BAB IV METODE PENELITIAN .......................................................... 48
A. Jenis Penelitian ............................................................................. 48
B. Rancang Bangun Penelitian ......................................................... 48
C. Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................... 49
D. Panelis ........................................................................................... 50
E. Populasi, Sampel, Teknik Pengambilan Sampel ........................... 51
F. Kerangka Operasional .................................................................. 57
G. Variabel Penelitian, Definisi Operasional, dan Cara
Pengukuran Variabel ........................................................................ 58
H. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data.................................... 59
I. Analisis Data .................................................................................. 61
J. Etika Penelitian .............................................................................. 61
K. Keterbatasan Penelitian................................................................. 63
BAB V HASIL PENELITIAN ................................................................. 64
A. Hasil Penelitian ............................................................................ 64
1. Uji Aktivitas Antioksidan Snack Bar........................................ 64
2. Uji Kadar Serat Snack Bar ........................................................ 67

x
a. Serat Larut Air ..................................................................... 68
b. Serat Tidak Larut Air ........................................................... 71
c. Serat Total ............................................................................ 74
3. Uji Organoleptik Snack Bar ...................................................... 77
a. Uji Organoleptik Terhadap Warna ....................................... 77
b. Uji Organoleptik Terhadap Aroma ...................................... 81
c. Uji Organoleptik Terhadap Rasa .......................................... 85
d. Uji Organoleptik Terhadap Tekstur ..................................... 88
e. Kesukaan .............................................................................. 93
BAB VI PEMBAHASAN .......................................................................... 94
A. Perbedaan Formulasi Snack Bar Terhadap
Uji Aktivitas Antioksidan ............................................................. 94
B. Perbedaan Formulasi Snack Bar Terhadap Uji Kadar Serat ......... 97
a. Serat Larut Air .......................................................................... 97
b. Serat Tidak Larut Air ................................................................ 100
c. Serat Total ................................................................................. 104
C. Perbedaan Formulasi Snack Bar Terhadap
Uji Organoleptik .......................................................................... 107
a. Warna ........................................................................................ 107
b. Aroma ....................................................................................... 109
c. Rasa ........................................................................................... 111
d. Tekstur ...................................................................................... 113
e. Tingkat Kesukaan...................................................................... 114
BAB VII PENUTUP .................................................................................. 117
A. Kesimpulan .................................................................................. 117
B. Saran ............................................................................................. 118
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 120
LAMPIRAN .............................................................................................. 125

xi
DAFTAR TABEL

Nomor Judul Tabel Halaman


1.1 Keaslian Penelitian 8
2.1 Kandungan Gizi Biji Sorgum 17
2.2 Komposisi Serat Kasar Sorgum dan Serealia lain per 100 g 21
2.3 Komponen Daging Buah Labu Kuning per 100 g 27
2.4 Tingkat Kekuatan Antioksidan Dengan Metode DPPH 36
4.1 Rancang Bangun Penelitian Formulasi Snack Bar 49
4.2 Lima Perlakuan Produk Pada Formulasi Snack Bar 52
4.3 Definisi Operasional dan Cara Pengukuran 58
5.1 Hasil Nilai Uji Aktivitas Antioksidan Snack Bar 65
5.2 Hasil Uji Anova formulasi Snack Bar Terhadap Aktivitas 66
Antioksidan
5.3 Hasil Uji Lanjut Duncan formulasi Snack Bar Terhadap 67
Aktivitas Antioksidan
5.4 Hasil Nilai Uji Kadar Serat Larut Air Snack Bar 68
5.5 Hasil Uji Anova formulasi Snack Bar Terhadap Serat Larut 70
Air
5.6 Hasil Uji Lanjut Duncan formulasi Snack Bar Terhadap 70
Serat Larut Air
5.7 Hasil Nilai Uji Kadar Serat Tidak Larut Air Snack Bar 71
5.8 Hasil Uji Anova formulasi Snack Bar Terhadap Serat Tidak 73
Larut Air
5.9 Hasil Uji Lanjut Duncan formulasi Snack Bar Terhadap 73
Serat Tidak Larut Air
5.10 Hasil Nilai Uji Kadar Serat Total Snack Bar 74
5.11 Hasil Uji Anova formulasi Snack Bar Terhadap Serat Total 76
5.12 Hasil Uji Lanjut Duncan formulasi Snack Bar Terhadap 76
Serat Total
5.13 Hasil Uji Organoleptik Panelis Terhadap Warna Snack bar 78

xii
5.14 Hasil Uji Kruskall Wallis formulasi Snack Bar Terhadap 80
Organoleptik Warna
5.15 Hasil Uji Lanjut Mann Whitney formulasi Snack Bar 81
Terhadap Organoleptik Warna
5.16 Hasil Uji Organoleptik Panelis Terhadap Aroma Snack bar 82
5.17 Hasil Uji Kruskall Wallis formulasi Snack Bar Terhadap 84
Organoleptik Aroma
5.18 Hasil Uji Organoleptik Panelis Terhadap Rasa Snack bar 85
5.19 Hasil Uji Kruskall Wallis formulasi Snack Bar Terhadap 88
Organoleptik Rasa
5.20 Hasil Uji Organoleptik Panelis Terhadap Tekstur Snack bar 88
5.21 Hasil Uji Kruskall Wallis formulasi Snack Bar Terhadap 91
Organoleptik Tekstur
5.22 Hasil Uji Lanjut Mann Whitney formulasi Snack Bar 92
Terhadap Organoleptik Tekstur
5.23 Hasil Tingkat Kesukaan Panelis Terhadap Produk Snack bar 93

xiii
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Gambar Halaman


2.1 Proses Pembuatan Snack Bar 12
2.2 Struktur Biji Sorgum 16
2.3 Reaksi Penangkapan Radikal DPPH Oleh Antioksidan 36
2.4 Kerangka Teori Penelitian 45
3.1 Kerangka Konsep Penelitian 46
4.1 Kerangka Operasional Penelitian 57
5.1 Hasil Nilai Uji Aktivitas Antioksidan Snack bar 66
5.2 Hasil Nilai Serat Larut Air Snack bar 69
5.3 Hasil Nilai Serat Tidak Larut Air Snack bar 72
5.4 Hasil Nilai Serat Total Snack bar 75
5.5 Nilai Rata – rata panelis terhadap warna Snack bar 79
5.6 Nilai Rata – rata panelis terhadap aroma Snack bar 83
5.7 Nilai Rata – rata panelis terhadap rasa Snack bar 87
5.8 Nilai Rata – rata panelis terhadap tekstur Snack bar 90

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran Halaman


1 Lembar Persetujuan Menjadi Panelis 125
2 Formulir Uji Organoleptik 126
3 Hasil Organoleptik 127
4 Daftar Hadir Panelis 132
5 Hasil Analisa SPSS Pada Uji Organoleptik 134
6 Hasil Analisa SPSS Pada Uji Laboratorium 146
7 Dokumentasi 154
8 Jadwal Penelitian 157
9 Biaya Penelitian 158
10 Hasil Laboratorium 159
11 Surat Pengantar Pengambilan Data 163
12 Surat Penelitian Skripsi 164
13 Lembar Konsultasi 165

xv
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

Daftar Arti Lambang

% : Persen

/ : Atau

= : Sama dengan

/ : Tanda Tanya

. : Titik

, : Koma

: : Titik dua

“ “ : Tanda petik

( ) : Tanda kurung

- : Tanda penghubung

± : Kurang lebih
o
: Derajat

β : Beta

÷ : Pembagian

≥ : Lebih besar sama dengan

> : Lebih besar dari

< : Lebih kecil dari

× : Perkalian

+ : Penjumlahan

xvi
Daftar Singkatan

Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar

BMKG : Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika

WHO : World Health Organization

FAO : Food and Agriculture Organization

AKG : Angka Kecukupan Gizi

DM : Diabetes Militus

BPOM : Badan Pengawas Obat dan Makanan

RI : Republik Indonesia

EGCG : Epigallo Catechin Gallat

Dll : Dan lain – lain

C : Celcius

g : Gram

Fe : Zat Besi

NSP : Non-starch polysakarida

mg : Milligram

kg : Kilogram

GAE : Gallic Acid Equivalent

DNA : Deoxyribo Nucleic Acid

HIV : Human Immunodificiency Virus

IG : Indeks Glikemik

SI : Satuan Internasional

IU : International Unit

xvii
SOD : Superoksida Dismutase

DF : Dietary Fiber

ANZFA : Australia New Zealand Food Authority

GLUT-4 : Glucose Transporter Type 4

HbA1C : Hemoglobin A1C

DPPH : 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl

OT : Operating Time

ADF : Acid Detergent Fiber

NDF : Neutral Detergent Fiber

HPLC : High Performance Liquid Chromatography

KCKT : Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

RAL : Rancang Acak Lengkap

xviii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pada tahun 2016 penduduk Indonesia mengalami peningkatan hingga

mencapai angka 3.52 juta atau sekitar 7.51% (Sudapet dkk, 2017), hal tersebut

menimbulkan persoalan dalam hal penyediaan pangan yang cukup sulit. Masalah

yang diakibatkan oleh pangan memberikan dampak berkepanjangan seperti

kekurangan gizi dan banyak produk makanan yang tidak memiliki manfaat bagi

kesehatan. Menurut Hasil Riskesdas (2018), angka kejadian gizi buruk pada balita

sebesar 13.8% dan gizi kurang pada balita sebesar 3.9%. Hal tersebut disebabkan

oleh kurangnya pemanfaatan dari sumber daya alam yang tersedia untuk dijadikan

suatu produk makanan yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat.

Menurut hasil Riskesdas (2013), Perilaku konsumsi masyarakat saat ini

memiliki kebiasaan yang berisiko, antara lain kebiasaan mengonsumsi

makanan/minuman yang manis, asin, tinggi lemak, dibakar/panggang, diawetkan,

tinggi kafein merupakan salah satu perilaku yang berisiko terjadinya penyakit

degeneratif. Masyarakat Indonesia yang mengkonsumsi makanan manis ≥ 1 kali

sehari yaitu sebesar 53.1%, sedangkan yang mengkonsumsi makanan berlemak ≥

1 kali sehari yaitu sebesar 40.7%. Selain itu, pola konsumsi masyarakat Indonesia

saat ini lebih menyukai makanan siap saji yang dikenal dengan nama fast food dan

menyukai camilan dengan kandungan lemak atau gula tinggi tanpa

memperhatikan isi kandunagn pada makanan tersebut (Trisnawati, 2017). Hasil

suvei yang dilakukan oleh Nilsen di tahun 2008, ditemukan data

1
2

bahwa 69% masyarakat kota di Indonesia lebih menyukai mengkonsumsi fast

food dan kontribusi terbesar di masyarakat dalam mengkonsumsi fast food adalah

pelajar yaitu sebesar 83.3% (Hanum dkk, 2015). Hal tersebut diperkuat dengan

hasil penelitian Trushna Shah, dkk di tahun 2014 dalam jurnal Prima, dkk (2017)

yang menyebutkan bahwa dari responden 138 mahasiswa, 58,4% mahasiswa

setuju menyukai fast food dan 34% dari diantaranya mengkonsumsi fast food

bukan karena tidak tersedianya makanan rumah tetapi karena life style ataupun

gaya hidup dari para remaja.

Menurut BMKG (2017), sebagian besar penduduk di Indonesia

mengkonsumsi buah dan sayur kurang dari setengah konsumsi yang telah

direkomendasikan oleh WHO dan FAO ditahun 2003 yaitu sebanyak 173 gram

per hari, lebih kecil dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang direkomendasikan

yaitu sebesar 400 gram per hari. Di tahun 2016 masyarakat Indonesia

mengkonsumsi sayur sebanyak 97.3% dan buah sebanyak 73.6%. Dalam periode

lima tahun terakhir, tingkat konsumsi buah mengalami penurunan sebesar 3.5%

dan tingkat konsumsi sayur mengalami penurunan sebesar 5.3%. Rendahnya

konsumsi serat yang berasal dari sayur dan buah, serta tingginya konsumsi

makanan siap saji dan camilan tinggi lemak atau gula secara terus menerus, yang

diikuti dengan jarang berolah raga dapat menyebabkan kegemukan atau obesitas

yang akan memicu penyakit degenaratif seperti kardiovaskular, hipertensi, dan

diabetes millitus (DM). Banyak masyarakat yang telah menderita penyakit

degenaratif, hal ini memiliki keterkaitan yang erat dengan jenis makanan yang
3

dikonsumsi, sehinga masyarakat harus lebih hati-hati dalam memilih jenis camilan

yang akan dikonsumsi (Trisnawati, 2017).

Sudah banyak industri yang memproduksi makanan atau minuman

berkualitas dan beraneka ragam dari bahan yang alami dan bahan sintesis, seperti

aroma, perisa, pewarna, hingga makanan atau minuman dengan kandungan gizi

yang ada dalam suatu produk. Ada banyak produk industri yang dihasilkan salah

satunya yaitu produk dengan katagori makanan fungsional yang telah diakui oleh

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Lebih dari 2500 jumlah

pendaftaran produk pangan fungsional di Indonesia setiap tahunnya, namun pada

tahun 2011 BPOM RI memberikan syarat bahwa pangan dengan klaim tertentu

(pangan fungsional) harus menyertakan bukti ilmiah yang terlampir agar bisa di

setujui oleh BPOM RI dan diberikan nomor persetujuan pada label produk

(Hariyadi, 2015). Menurut Rinda dkk (2018), Snack bar adalah salah satu produk

pangan padat yang berbentuk batang dan merupakan campuran dari berbagai

bahan kering seperti golongan serealia, golongan kacang-kacangan, serta buah-

buahan kering yang digabungkan dengan bantuan binder. Binder dalam bar dapat

berupa bahan basah yaitu seperti sirup, karamel, nougat, coklat, dan lainnya. Perlu

kita ketahui bahwa zat gizi yang terkandung dalam snack bar yang diproduksi

harus memenuhi kebutuhan tubuh manusia agar bisa disebut sebagai pangan

fungsional diantaranya yaitu komponen serat pangan (Dietery Fiber), probiotik

dan sinbiotik, antioksidan alami, vitamin C, vitamin E, karotenoid dan flavonoid,

serta EGCG (Epigallo Catechin Gallat), kandungan asam lemak seperti omega–3,

omega–6, dan omega– 9, serta terdapat senyawa fitokimia (Winarti, 2010).


4

Sorgum (Sorgum bicolor L. moench) merupakan tanaman golongan

serealia yang berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia karena mampu

beradaptasi pada lingkungan sekitar. Kandungan zat besi yang ada pada sorgum

cukup tinggi yaitu sebesar 5,4 mg/100 g, selain itu kandungan zat besi pada

sorgum lebih tinggi dari gandum 3,5 mg/100 g dan dari beras pecah kulit 1,8

mg/100 g. Sorgum juga memiliki kandungan protein sekitar 10-11% yang lebih

tinggi dari protein beras giling sebesar 6-7%, dan hanya sedikit di bawah gandum

yaitu sebesar 12%. Sorgum termasuk golongan serealia yang bebas gluten,

sehingga baik untuk orang yang dianjurkan mengonsumsi diet bebas gluten seperti

penderita autis, Celiac Disease, dan orang yang memiliki respon imunologis

terhadap intoleransi gluten. Biji sorgum memiliki komponen antioksidan berupa

senyawa fenol seperti flavonoid yang mampu menghambat pertumbuhan tumor,

komponen gula dalam sorgum juga dapat dicerna lebih lama dari pada kandungan

gula yang ada pada golongan serealia lainnya (Aprilia, 2015).

Labu kuning (Cucurbita moschata) adalah salah satu tanaman yang

berpotensi untuk dibudidayakan serta dikembangkan di Indonesia. Menurut FAO

tahun 2013 menunjukkan data bahwa panen labu kuning yang ada di Indonesia

mengalami peningkatan settiap tahunnya. Pada tahun 2012 jumlah panen labu

kuning sebesar 88.443.148 ton sedangkan di tahun 2013 sebesar 89.791.562 ton.

Labu kuning juga memiliki kandungan gizi yang baik seperti kandungan vitamin

A yang tinggi sebesar 180 SI, selain itu juga mengandung zat gizi lainnya seperti

protein, karbohidrat, beberapa jenis mineral seperti fosfor, zat besi, kalsium, serta

vitamin B dan C (Dinar, 2016). Kandungan vitamin C yang ada dalam Labu
5

kuning (cucurbita moschata) juga memiliki manfaat yang baik untuk kesehatan.

Fungsi dari kandungan vitamin C adalah sebagai antioksidan yang mampu

melindungi molekul atau senyawa yang dibutuhkan oleh tubuh seperti protein,

lemak, karbohidrat, dan asam nukleat dari radikal bebas. Selain itu, memiliki

peran penting dalam pembentukan carnitine, sintesis kolagen, serta memiliki

peran dalam metabolisme kolestrol yang akan dirubah menjadi asam empedu

(Setiawan dkk, 2014).

Dilihat dari kualitas snack bar yang memiliki kandungan gizi yang baik

untuk kesehatan dan belum banyak penelitian yang meneliti terkait formulasi

snack bar dan isi kandungan yang bermanfaat bagi kesehatan ditinjau dari segi

aktivitas antioksidan dan kadar serat pangan. Manfaat dari kandungan antioksidan

yaitu akan mengurangi senyawa radikal bebas dalam tubuh, sedangkan kandungan

serat pangan memiliki manfaat baik dalam saluran pencernaan dan usus.

Kandungan antioksidan dan serat juga dapat mencegah terjadinya penyakit

degeneratif seperti Hiperdislipidemia, Diabetes Militus (DM), dan penyakit

degeneratif lainnya. Oleh karena itu, pentingnya pembuatan snack bar sebagai

pangan fungsional yang berkualitas, peneliti ingin melakukan penelitian mengenai

formulasi snack bar tepung sorgum dan labu kuning yang ditinjau dari uji

aktivitas antioksidan, uji serat kasar, dan uji organoleptik.

2. Batasan Masalah

Banyak makanan hasil produksi industri yang beredar di masyarakat,

namun banyak juga makanan tersebut mengandung bahan sintesis yang bisa
6

berakibat buruk untuk kesehatan. Sehingga peneliti ingin membuat suatu produk

makanan yang berasal dari bahan alami dan bermanfaat bagi kesehatan. Batasan

masalah yang akan diteliti oleh peneliti yaitu :

1. Formulasi snack bar dari tepung sorgum dan labu kuning

2. Uji Aktivitas Antioksidan

3. Uji Kadar Serat

4. Uji Organoleptik

3. Rumusan Masalah

Bagaimana cara mengetahui hasil dari “Formulasi Snack Bar Tepung

Sorgum dan Labu Kuning ditinjau dari Uji Aktivitas Antioksidan, Uji Kadar

Serat, dan Uji Organoleptik” ?

4. Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

Tujuan dalam penelitian ini adalah mengetahui perbedaan Formulasi

Snack Bar Tepung Sorgum (Sorghum bicolor (L.) moench) dan Labu

Kuning (Cucurbita moschata) Ditinjau Dari Uji Aktivitas Antioksidan, Uji

Kadar Serat, Dan Uji Organoleptik.

b. Tujuan Khusus

1) Mengidentifikasi perbedaan aktivitas antioksidan dan uji kadar serat dari

formulasi Snack Bar yang sudah diberi perlakuan berbeda


7

2) Menganalisis uji aktivitas antioksidan dan uji kadar serat perlakuan sampel

dari formulasi Snack Bar

3) Mengidentifikasi perbedaan uji kadar serat dari formulasi Snack Bar yang

sudah diberi perlakuan berbeda

4) Menganalisis uji kadar serat perlakuan sampel dari formulasi Snack Bar

5) Mengidentifikasi uji organoleptik dari formulasi Snack Bar yang sudah

diberi perlakuan berbeda

6) Menganalisis uji organoleptik pada formulasi Snack Bar

5. Manfaat Penelitian

a. Bagi Peneliti

Sebagai sarana bagi peneliti untuk mendapatkan pengalaman dan

pengembangan wawasan serta meningkatkan pengetahuan dengan

menerapkan teori yang diperoleh selama mengikuti perkuliahan di STIKES

Surabaya. Serta mengasah keterampilan pada penulisan karya tulis ilmiah

terutama di bidang kesehatan, dengan mengetahui tentang perubahan nilai

gizi dari aktivitas antioksidan dan kadar serat pada formulasi snack bar

tepung sorgum dan labu kuning.

b. Bagi Masyarakat

Masyarakat mendapat informasi mengenai inovasi produk dengan

kandungan gizi yang sangat bermanfaat bagi kesehatan, serta memanfaatkan


8

hasil pangan lokal yang bisa meningkatkan nilai jual sorgum dan labu

kuning.

c. Bagi Institusi

Dapat memberikan kontribusi dan referensi dalam bidang keilmuan

pengolahan pangan dengan memanfaatkan pangan lokal yang memiliki

manfaat yang baik bagi kesehatan.

6. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian


No Penulis Judul Tahun Metode Hasil
1. Feriana Formulasi 2010 Formulasi snack bar Formula terbaik pada
Chandra Snack Bar dalam 3 tahap yaitu penelitian ini adalah formula
Tinggi Serat penentuan formula snack dengan penambahan tepung
Berbasis bar (tahap I), penentuan ampas tahu sebesar 12% dan
Tepung suhu pemanggangan perbandingan antara sorgum
Sorgum (tahap II), dan pembuatan dan maizena 3:1. Selain disukai
(Sorghum snack bar (tahap III). secara organoleptik, formula
Bicolor L), Formulasi ini didapatkan ini mengandung total serat
Tepung 6 variasi formula. pangan 10.68%bk, aktivitas
Maizena, Pemilihan formula terbaik antioksidan 16.59 mg eqivalen
Dan Tepung berdasarkan hasil uji vitamin C/100g produk, kadar
Ampas Tahu rating hedonik, analisis air 13.21 %bk, mineral 1.65
total serat pangan, dan %bk, protein 9.50 %bk, lemak
aktivitas antioksidan. 16.06 %bk, dan karbohidrat
Formula-formula tersebut 72.79 %bk. Kandungan
dipanggang pada suhu mineral Fe, Zn, dan Ca yang
atas oven 160⁰C dan suhu terdapat pada formula terbaik
bawah oven 140⁰C (hasil berturut-turut adalah 64 ppm,
tahap II). 23 ppm, dan 2046 ppm.
2. Dinar Karakterisasi 2016 Penelitian ini diawali Hasil penelitian menunjukkan
Maharani Snack Bar dengan pembuatan tepung bahwa snack bar yang
Dwijayanti Campuran labu kuning, kacang dihasilkan
Tepung Labu merah kering, penentuan mempunyai karakteristik yaitu
Kuning formulasi snack bar, dan nilai kecerahan (lightness)
(Cucurbita analisis sifat fisik, kimia berkisar antara 33,82-
9

moschata) dan 35,02; nilai tekstur sebesar


dan Kacang organoleptik serta 258,25-367,6 gram/10mm;
Merah penentuan formulasi kadar air sebesar 20,96-
(Phaseolus terbaik menggunakan uji 22,17%; kadar abu sebesar
vulgaris L.) efektifitas. 2,55-3,30%; kadar protein
dengan Penelitian ini 8,92-11,32%; kadar lemak
Variasi menggunakan Rancangan 27,89-28,67%; kadar
Bahan Acak Lengkap yang karbohidrat 36,76-37,5%; serta
Pengikat terdiri dari dua faktor mempunyai karakteristik
yaitu faktor A adalah organoleptik untuk parameter
campuran tepung labu warna berkisar antara 4,4-6,23;
kuning dan kacang merah tekstur sebesar 4,47-
(90%:10%, 6,17; aroma sebesar 3,97-6,33;
80%:20%, 70%:30%, dan rasa sebesar 3,87-6,10; dan
60%:40%) dan faktor B keseluruhan sebesar
adalah jenis bahan 4,03-5,7. Perlakuan terbaik
pengikat mempunyai
(maizena dan tapioka). karakteristik sebagai berikut
Perlakuan tersebut warna (kecerahan) 35,02,
diulang sebanyak 2 kali tekstur 318,35
untuk analisa gram/10mm, kadar air 20,96%,
fisik dan kimia. kadar abu 2,72%, kadar protein
11,31%, kadar
lemak 27,95%, kadar
karbohidrat 37,06%, nilai
tingkat kesukaan panelis
terhadap
warna 6,23, tekstur 5,23 , rasa
5,83, aroma 6,33 dan
keseluruhan 5,70.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA dan KERANGKA TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Snack Bar

Snack bar merupakan salah satu jenis produk pangan yang baru bagi

masyarakat di Indonesia. Snack bar adalah produk pangan yang padat dan

berbentuk batang, snack bar terbuat dari campuran berbagai bahan kering

seperti golongan serealia, golongan kacang-kacangan, dan buahan kering

yang digabungkan dengan bantuan binder. Binder dalam komponen bars

terdiri dari bahan basah berupa karamel, coklat, sirup, nougat dan lainnya.

Produk Snack bar sangat disukai oleh masyarakat di negara lain karena

bentuknya yang praktis sehingga dapat dimakan, dengan kandungan nilai

gizi yang lengkap dan memiliki keamanan pangan yang baik sehingga awet

untuk disimpan. Proses pembuatan snack bar tidak sesulit produk lain,

sehingga memberi kesempatan kepada siapapun untuk berkreasi dalam

pembuatan snack bar. Pada penelitian ini snack bar diasumsikan sebagai

salah satu pangan alternatif dengan kandungan gizi baik bagi kelompok

umum maupun kelompok khusus karena formula bahan yang dapat

disesuaikan dengan kebutuhan gizi kelompok tertentu (Rinda, 2018).

Kemasan snack bar sangat praktis sehingga mempermudah

konsumen, dan umumnya snack bar terbuat dari bahan utama seperti oats,

krispi beras, gandum, dan lainnya. Ada tiga jenis snack bar yang tersedia

10
11

yaitu energi bar, sereal bar, dan cokelat bar. Sereal bar merupakan produk

jenis snack bar yang menggunakan komponen bahan utama dan bahan

penunjang lainnya seperti buah-buahan kering atau kacang-kacangan

dengan caramel atau madu sebagai bahan pengikat snack bar. Coklat bar

adalah produk coklat atau permen yang memiliki bentuk batangan. Salah

satu contoh coklat bar yang telah beredar yaitu seperti “Snickers”.

Sedangkan energi bar sebagian besar dikonsumsi oleh pelari, biker, dan atlet

lainnya untuk memenuhi kebutuhan energi dalam melakukan aktivitas

(Dwijayanti, 2016).

Snack bar memiliki karakteristik dan kualitas yang berbeda dari

produk makanan ringan lainnya. Kandungan gizi terutama serat yang ada

pada snack bar tergantung dari komponen dalam bahan baku. Selain itu,

kadar air pada snack bar masih belum memenuhi SNI kadar air cookies

yaitu maksimal sebesar 5%. Hal tersebut katena tingginya kandungan air

dari bahan baku, waktu pengolahan, tingkat ketebalan, serta suhu

pemanggangan snack bar yang berbeda dengan cookies (Siregar dkk, 2017).

Pada analisis kontribusi kandungan energi dan zat gizi produk, standar

nilai AKG makanan ringan berdasarkan rekomendasi adalah 25% dari AKG

per hari. Takaran konsumsi yang dianjurkan dalam penyajian produk snack

bar yaitu sebesar 30 gram. Kandungan energi pada produk Snack bar yaitu

sekitar 20,09 kkal/30 gr (Rinda dkk, 2018).

Berdasarkan pada uji sensorik terhadap tekstur, snack bar telah

dikonversikan menjadi suatu nilai pengukuran melalui alat uji tekstur yang
12

dapat mengukur dan mendeteksi dalam parameter fisik tertentu. Parameter

terhadap tekstur snack bar dapat dinilai dari segi kepadatan dan kekerasan

yang dapat diukur dari tingkat kerenyahan snack bar, sedangkan dari segi

elastisitas dapat diukur dari tingkat kandungan air dan kelembutan dalam

snack bar (Sarifudin dkk, 2015).

Untuk memenuhi permintaan masyarakat akan makanan siap saji dan

mudah dikonsumsi, produk snack bar mulai berkembang dengan bahan

utama dari produk lokal yang jarang digunakan oleh masyarakat Indonesia

yaitu seperti tepung sorgum dan labu kuning. Setelah produk memiliki

tingkat penerimaan yang baik, maka produk tersebut akan dianalisis untuk

mengetahui aktivitas antioksidan dan kadar serat yang terkandung dalam

formulasi snack bar tersebut. Menurut Dwijayanti (2016), proses sederhana

pada pembuatan snack bar disajikan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Proses pembuatan Snack Bar


13

2. Sorgum (Sorghum bicolor (L.) moench)


A. Definisi dan Morfologi Sorgum
Sorgum (Sorghum bicolor (L.) moench) adalah tanaman tropis

golongan serealia yang berasal dari Ethiopia, Afrika Timur, dan dataran

tinggi di Ethiopia yang dianggap sebagai titik awal penyebaran tanaman

tanaman tropis ini. Di Indonesia sorgum mulai diperkenalkan oleh

kolonial Belanda pada tahun 1925, tapi untuk perkembangan sorgum di

Indonesia mulai terlihat pada tahun 1940 (Pranata, 2017).

Sorgum merupakan jenis tanaman golongan serealia yang asli dari

benua Afrika Timur di wilayah Abessinia hingga di Ethiopia, saat ini

sorgum telah banyak menyebar di seluruh dunia terutama di Indonesia.

Sorgum memiliki nama umum yang beragam di berbagai negara besar

seperti di Amerika Serikat dan Australia yang dikenal dengan nama

dorgum, di Afrika dan India yang dikenal dengan nama durra, di

Ethiopia dikenal dengan nama bachanta, dan di Indonesia terutama pulau

jawa yang dikenal dengan nama cantel. Pada umum, sorgum merupakan

salah satu tanaman pangan yang penting setelah gandum, padi, jagung,

dan barley (Pasha, 2018).

Menurut Abdillah (2018) Secara umum bentuk dari tanaman

sorgum mirip dengan jagung, tetapi memiliki perbedaan keduanya yaitu

pada tipe bunga dimana sorgum memiliki bunga yang sempurna

sedangkan jagung tidak sempurna. Tanaman sorgum telah terbagi

menjadi dua kelompok yaitu sorgum tahunan dan musiman. Sorgum

musiman yaitu jenis yang paling banyak dibudidayakan, dan terdapat 4


14

jenis golongan pada sorgum musiman yaitu sorgum manis (sweet

sorghum) yang batangnya mengandung gula, sorgum rumput (grass

sorghum), sorgum biji (grain sorghum), dan sorgum sapu (broom

sorghum). Hampir setiap bagian dari tanaman sorgum dapat

dimanfaatkan baik daun, biji dan batang.

B. Taksonomi dan Fisiologi Sorgum

Menurut Pranata (2017), klasifikasi dalam tanaman sorgum ini

telah disempurnakan oleh seorang ilmuwan biologi yang bernama De

Wet pada tahun 1970, sehingga terdapat hirarki taksonomi tanaman

sorgum yaitu sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Class : Monocotyledoneae

Ordo : Poales

Family : Poaceae

Sub Family : Panicoideae

Genus : Sorghum

Spesies : Sorghum bicolor L

Selain itu, hasil temuan sorgum dari Harlan dan de Wet (1970)

dalam penelitian Abdillah (2018) menyusun klasifikasi sederhana dari

tanaman Sorgum bicolor (L.) moench, subspp. bicolor sendiri dibagi

kedalam 5 ras (kultivar) utama yaitu:


15

1. Bicolor: Malai (panikel) terbuka, bulir memanjang, tangkai yang

tegak, memiliki pelindung biji dengan menggenggam bulir biji dan lebih

panjang dari biji, memiliki bentuk bulat dan bagian bawah biji hampir

simetris, berbatang manis. Terdapat di benua Afrika dan Asia.

2. Caudatum: Biji yang berbentuk simetris sedikit rata di satu sisi dan

menonjol di sisi lain. Malai sorgum beragam tetapi sedikit tegak. Style

(tangkai putik) tegap dan mengarah ke arah pelindung biji dibagian

bawah. Pelindung biji mampu menutupi setengah panjang biji. Terdapat

di benua Afrika khususnya Sudan, Uganda, dan Nigeria.

3. Durra: Bentuk bulir yang bulat telur atau globular, seperti terjepit

pada bagian dasar bulir. Malai sangat tertutup rapat, menjadi pelindung

biji yang lebar, tidak memiliki pelindung biji dibagian bawah, tangkai

malai melengkung dan melipat ke arah tengah. Banyak ditemui di benua

Asia Barat, sebagian benua India dan Afrika.

4. Guinea: Memiliki batang tinggi dengan panikel terpisah, berukuran

tandan bagian bawah dan bagian atas memiliki panjang yang relatif sama.

Susunan bulir sorgum dalam jumlah banyak dan terbuka. Beberapa

kultivar mampu beradaptasi dengan kondisi lembab sehingga biasa

dibudidayakan di benua Asia Tenggara.

5. Kafir: Bentuk malai memanjang dan rapat. Bagian tandan cenderung

tegak dan mendekati poros malai. Biji sedikit berbentuk bulat dengan

pelindung biji seperti menutupi bulir, serta panjangnya bervariasi.


16

Banyak ditemui di benua Afrika Selatan, Tanzania dan sejumlah negara

lain di benua Afrika.

Sorgum merupakan jenis tanaman pangan yang bisa

dikembangkan di wilayah tropis seperti Indonesia. Dengan suhu yang

optimal dalam pertumbuhan sorgum yaitu antara 21-35°C dan dengan

kisaran suhu tanah minimum yaitu sekitar 15-18°C. Secara agronomis,

sorgum memiliki kelebihan yaitu seperti bertahan dalam kadar garam

tinggi, toleran terhadap kekeringan, serta daya adaptasi yang luas

(Subagio dan Aqil, 2014). Berikut merupakan tanaman sorgum yang

disajikan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Tanaman sorgum (Abdillah, 2018)

C. Kandungan Sorgum

Sorgum memiliki kandungan gizi yang baik dibandingkan

golongan serealia lainnya seperti salah datu contoh yaitu beras. Dalam
17

sorgum terdapat kandungan protein sebesar 11-13% dan lemak sebesar

3,4% yang lebih tinggi dibandingkan dengan beras, yaitu protein sebesar

6,81% dan lemak sebesar 0,55%. Sorgum memiliki potensi sebagai

sumber yang tinggi akan antioksidan, khususnya yang berasal dari

komponen senyawa tanin (Fauziyah dkk, 2017). Secara umum,

kandungan protein dalam sorgum lebih tinggi disbanding dengan jagung

yaitu sebesar 8,7 g/100 g sehingga dapat dijadikan bahan inovasi dalam

produk pangan. Kandungan lain pada sorgum yaitu tinggi kalsium yaitu

sebesar 28 mg/100 g, sedangkan pada pada biji jagung hanya memiliki

kandungan kalsium sebsar 9 mg/100 g dan pada beras yaitu 6 mg/100 g

(Subagio dan Aqil, 2014).

Kandungan gizi utama sorgum terdapat pada bijinya, struktur biji

sorgum terdiri atas endosperma, biji utuh, lembaga dan kulit biji.

Kandungan gizi lainnya pada biji sorgum dapat dilihat pada Tabel 2.1

(Pranata, 2017).

Tabel 2.1. Kandungan Gizi Biji Sorgum


Kandungan Gizi (%)
Bagian Biji
Pati Protein Lemak Abu Serat Kasar
Biji Utuh 73.8 12.3 3.60 1.65 2.2
Endosperma 82.5 12.3 0.63 0.37 1.3
Kulit Biji 34.6 6.7 4.90 2.02 8.6
Lembaga 9.8 13.4 18.90 10.35 2.6
Sumber : Pranata (2017)

Kandungan gizi pada biji sorgum yaitu karbohidrat sebesar 73 %,

lemak sebesar 3.5 %, dan protein sebesar 10%. Kandungan protein

sorgum lebih tinggi dari beras, jagung, dan jewawut, tetapi lebih rendah
18

jika dibandingkan dengan gandum. Kandungan protein pada biji sorgum

dari semula sebesar 7.95 – 8.07 % turun menjadi sekitar 6.05 – 6.68 %

dalam bentuk tepung dengan metode basah, dan sekitar 6.55 – 7.02 %

dalam metode kering. Biji sorgum juga memiliki komponen pati yaitu

sebesar 82.5 % yang terkonsentrasi pada endosperma sorgum. Pati dalam

sorgum adalah komponen utama pada berbagai sistem dalam pengolahan

pangan, antara lain sebagai sumber energi utama dan memiliki peran

sebagai penentu konsistensi, struktur, tekstur, dan penampakan pada

bahan pangan. Di bagian lembaga sorgum terdapat kadar lemak sebesar

18.9 % dan komponen mineral sebesar 19.36 %. Sorgum mempunyai

unsur pangan fungsional yang beragam yaitu seperti antioksidan, mineral

terutama kandungan zat besi. Kandungan serat, β-glukan, dan

oligosakarida termasuk dalam golongan karbohidrat non-starch

polysakarida (NSP). Sorgum juga mengandung tinggi vitamin B

kompleks yang diantaranya terdapat kadar tiamin, riboflavin, dan niasin

dalam sorgum juga sebanding dengan komponen vitamin B dalam jagung

(Pasha, 2018). Kandungan antioksidan dan kadar serat yang ada pada biji

Sorgum menjadi perhatian utama peneliti untuk membuat suatu produk

inovasi terbaru dengan bahan utama Sorgum. Pembahasan mengenai

kedua zat tersebut dijelaskan sebagai berikut.

1. Antioksidan

Komponen seyawa fitokimia yang telah teridentifikasi pada

ekstrak sorgum meliputi kandungan senyawa triterpenoid, sterol,


19

tannin, flavonoid, dan fenol hidrokuinon. Kandungan antoksidan yang

tinggi pada biji sorgum dapat membantu dalam meningkatkan

proliferasi pada sel limfosit dan sel leukosit lainnya dalam darah

(Rizal dkk, 2018).

Sorgum memiliki komponen aktivitas antioksidan sebesar

40,46% dan telah menjadi salah satu pangan sumber antioksidan

karena keberadaan komponen fenolik seperti asam fenolik, senyawa

tanin terkondensasi, dan flavonoid. Total komponen fenol pada biji

sorgum menurut jenis warna secara berturut – turut yaitu sorgum putih

sebesar 4 mg GAE/g, sorgum kuning sebesar 6.03 mg GAE/g, sorgum

merah sebesar 6.97 mg GAE/g, dan sorgum coklat sebesar 10.01 mg

GAE/g. Komponen senyawa flavonoid pada sorgum yaitu sebesar

3,06 mg katekin ekuivalen/g. Komponen senyawa flavonoid yang

telah ditemukan pada sorgum dalam jumlah besar yaitu 3-

deoksiantosianidin, flavon, dan flavanon (Isdamayani, 2015).

Salah satu kelemahan yang ada dalam pemanfaatan sorgum

sebagai bahan pangan adalah terdapat senyawa antinutrisi seperti tanin

dan asam fitat. Tanin adalah senyawa polifenol yang dapat

memberikan efek negatif dan positif bagi kesehatan. Komponen

senyawa tanin dapat mempengaruhi pada warna, flavor, dan kualitas

kandungan gizi dari bentuk biji hingga produk pangan yang

dihasilkan. Senyawa tanin terdapat pada kulit biji sorgum yang

bewarna gelap yaitu warna cokelat, merah, dan hitam. Selain itu,
20

senyawa tanin memiliki fungsi sebagai antioksidan yang dapat

mengikat radikal bebas, sehingga tubuh dapat terhindar dari kerusakan

sel dan mencegah timbulnya berbagai macam penyakit terutama

penyakit degeneratif. Radikal bebas sendiri diketahui mampu

berkontribusi dalam kerusakan protein pada DNA serta lemak pada sel

dan jaringan, tetapi senyawa tanin merupakan antinutrisi karena

adanya proses pada kadar protein dalam membentuk senyawa

kompleks yang tidak larut. Hal tersebut dapat mengurangi daya cerna

kadar protein dan berikatan dengan enzim yang dihasilkan oleh sistem

pencernaan, sehingga aktivitas enzim pencernaan akan menurun.

Senyawa tanin juga dapat mengikat vitamin B dan kadar zat besi

organik, sehingga dapat mengurangi daya serap vitamin B dan zat besi

pada tubuh. Selain itu, senyawa tanin menyebabkan rasa sedikit pahit

dan sepat pada sorgum yang berakibat mengurangi cita rasa sorgum.

Komponen senyawa tanin dalam biji sorgum cukup tinggi yaitu

berkisar sekitar 3,67-10,66% tergantung dari warna kulit biji sorgum.

Asam fitat adalah senyawa organik yang memiliki kandungan mineral

seperti fosfat. Seperti senyawa tanin, asam fitat merupakan salah satu

senyawa antioksidan dan antinutrisi. Asam fitat mampu berikatan

dengan kadar protein maupun mineral sehingga membentuk ikatan

yang dapat menyebabkan turunnya kelarutan senyawa seperti

turunnya bioavailabilitas (penyerapan) mineral dan kadar protein di

dalam tubuh, sehingga kualitas nutrisi pada bahan pangan juga ikut
21

menurun. Asam fitat relatif tahan terhadap proses pemanasan,

sehingga perlakuan pemanasan terhadap biji sorgum tidak efektif jika

digunakan untuk menurunkan kadar asam fitat pada sorgum. Adanya

perlakuan seperti fermentasi, perendaman, dan perkecambahan pada

bahan pangan adalah cara yang paling efektif dalam mereduksi atau

mengurangi kadar senyawa fenol dan asam fitat pada suatu bahan

pangan (Lipi, 2016).

2. Kadar Serat

Sorgum mengandung kadar serat pangan yang tinggi yaitu

sebesar 6.7 gram per 100 gram bahan pangan. Makanan dengan serat

yang tinggi dapat membantu menurunkan kadar insulin dalam

pankreas. Serat juga merupakan salah satu komponen bahan pangan

yang memiliki kandungan karbohidrat dan kadar indeks glikemik

dalam darah yang rendah (Fikri, 2018).

Kandungan serat pangan dalam sorgum dibutuhkan oleh tubuh

(dietary fiber) yang dapat memberikan efek positif terhadap

kesehatan. Ada banyak manfaat sorgum terhadap kesehatan, terutama

dalam pencegahan kanker usus, penurunan hipertensi, mencegah

obesitas, menjaga kadar gula darah, dan pencegahan penyakit jantung

(Wibowo, 2016).

Golongan serat pangan adalah komponen dalam polisakarida

yang bukan pati. Serat pangan dapat dibedakan menjadi dua yaitu,
22

serat pangan yang larut (solube fiber) dan serat pangan yang tidak

larut (insoluble fiber). Serat yang larut merupakansalah satu jenis serat

yang terfermentasi oleh mikroflora di dalam usus besar (kolon) dan

memiliki peran penting dalam proses metabolisme karbohidrat dan

lipida, sedangkan serat yang tidak larut memiliki peran seperti

membentuk kepadatan feces dalam pencernaan (Aprilia, 2015).

Kandungan serat pangan dan komponen β-glukan pada biji

sorgum sebagai sumber serat pangan pada bahan baku makanan.

Kandungan serat pangan pada sorgum juga bervariasi, kandungannya

berkisar sekitar 2 – 9 % (Pasha, 2018).

Tabel 2.2. Komposisi serat kasar sorgum dan serealia lain per 100 g.
Komoditas Serat Kasar (g)
Sorgum 2.2
Beras 1.0
Jagung 2.8
Gandum 2.0
Jawawut 3.6
Sumber : Pasha (2018)

D. Manfaat Sorgum

Pemanfaatan sorgum di Indonesia sebagai sumber pangan

fungsional masih belum banyak digunakan, tapi hanya sebatas sumber

karbohidrat yang diversifikasi pangan. Potensi sorgum sebagai bahan

pangan cukup tinggi, dan pemanfaatan sorgum dalam bentuk tepung akan

lebih menguntungkan karena praktis dan mudah diolah menjadi berbagai

produk makanan (Pasha, 2018).


23

Kandungan serat pangan dalam sorgum yang tinggi dibutuhkan

oleh tubuh untuk mencegah penyakit seperti obesitas dan jantung,

menjaga kadar gula darah, menurunkan hipertensi, dan mencegah kanker

usus (kolon) (Suarni dan Subagio, 2013).

Senyawa fenolik pada sorgum memiliki manfaat sebagai terapi pada

penyakit diabetes mellitus. Pemberian ekstrak fenol dari sorgum

Hwanggeumchal pada tikus yang telah diinduksi oleh streptozotocin,

mampu menurunkan serum glukosa dalam darah secara signifikan

(Isdamayani, 2015)

Manfaat lain dari sorgum bagi kesehatan yaitu membantu

ketersediaan pangan bagi penderita obesitas dan diabetes militus,

senyawa tanin pada sorgum memiliki fungsi agar sorgum dicerna lebih

lambat dibandingkan dengan serealia lainnya. Mekanisme senyawa tanin

yang ada pada sorgum dapat menurunkan nilai gizi makanan lainnya

yang dikonsumsi dengan cara berikatan dengan protein dan karbohidrat,

sehingga membentuk ikatan komplek yang memperlambat didegradasi

oleh enzim-enzim di saluran pencernaan. Mekanisme sorgum memiliki

peran dalam menghambat terjadinya obesitas, hal tersebut merupakan

salah satu kemampuan senyawa tanin pada sorgum untuk berikatan

dengan enzim pencernaan seperti amylase, tripsin, sukrase, kimotripsin

dan lipase. Pada kasus penyakit jantung, serat pangan memiliki fungsi

dalam mengikat asam empedu sehingga menurunkan kadar kolesterol

dalam darah. Senyawa fenolik pada sorgum memiliki kelebihan pada

antitumor, aktivitas antioksidan, dan dapat menghambat perkembangan


24

virus, sehingga sorgum bermanfaat bagi penderita penyakit kanker,

jantung dan HIV (Human Immunodeficiency Virus). Sorgum berpotensial

untuk dikembangkan sebagai sumber pangan fungsional karena beberapa

komponen kimia penyusunnya yang memiliki banyak manfaat bagi

kesehatan. Sorgum memiliki komponen gluten dan indeks glikemik (IG)

yang lebih rendah dari serealia lainnya sehingga sangat sesuai untuk diet

gizi khusus dalam kelompok tertentu (Wibowo, 2016).

3. Labu Kuning (Cucurbita moschata)

A. Definisi dan Morfologi Labu Kuning

Labu kuning (Cucurbita moschata) merupakan salah satu jenis

tanaman yang menjalar dari family Curcubitaceae dan tergolong dalam

tanaman semusim yang setelah berbuah akan langsung mati (Dwijayanti,

2016). Labu kuning mempunyai banyak variasi dan biasanya dibedakan

berdasarkan bentuk buah, warna buah, ukuran, bentuk biji hingga warna

biji.. Warna kulit buah labu mulai dari orange cerah, kuning, hijau, abu-

abu, dan hijau dengan bintik bewarna putih. Permukaan kulit pada buah

labu kuning ada yang kasar maupun halus (Furqan dkk, 2018).

Labu kuning adalah tanaman musiman dan banyak ditanam di

Indonesia, dikenal dengan nama latin yaitu Cucurbita moschata. Labu

Kuning dapat ditanam setiap musim dan bertumbuh dengan cepat.

Ukuran labu kuning dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu kecil

sekitar < 2,5 kg, besar sekitar 2,5-10 kg dan sangat besar sekitar > 10 kg
25

dengan bentuk yang beragam yaitu seperti bulat, lonjong (oval), bulat

gepeng, atau seperti botol (Hamdil dkk, 2017).

B. Taksonomi dan Fisiologi Labu Kuning


Menurut Ningtias (2017), klasifikasi dalam kedudukan taksonomi

labu kuning adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Division : Spermatophyta

Sub Division : Angiospermae

Class : Dycotyledoneae

Ordo : Cucurbitales

Family : Cucurbitaceae

Genus : Cucurbita

Spesies : Cucurbita Moschata Dutch

Labu kuning terdiri atas bagian daging buah sebesar 81,2%, kulit

sebesar 12,5%, jaring-jaring biji dan biji sebesar 4,8%. Kulit labu kuning

memiliki ketebalan sekitar 1,43-2,10 mm dan dilapisi oleh lapisan lilin

yang berfungsi sebagai pelindung. Daging buah labu kuning yang sudah

tua memiliki warna kuning atau orange, hal tesesbut menunjukkan

adanya kadar β-karoten yang tinggi, sedangkan rongga bagian dalam

buah terdapat banyak biji yang bersarang di antara jaring-jaring biji.

Tingkat kematangan buah labu kuning memiliki peran terhadap mutu dan

daya awet. Buah labu kuning yang masih muda akan lebih mudah
26

membusuk karena kulit masih lunak, sehingga menjadi sumber utama

kerusakan labu kuning (Hamdil dkk, 2017).

Ciri – ciri labu kuning yang berkualitas yaitu tidak lecet atau luka,

memiliki kulit keras, tangkai buah sudah kering dan berwarna

kecokelatan, memiliki daging buah yang bewarna kuning atau orange,

daging buah yang tebal dan padat. Labu kuning yang berkualitas baik

memiliki bunyi yang nyaring saat diketuk. Labu kuning akan awet jika

disimpan di tempat yang bersih dan kering, serta tidak terdapat kecacatan

atau luka pada kulit buahnya. Semakin lama labu kuning disimpan maka

kandungan airnya akan menurun sehingga beratnya akan terus berkurang

(Dwijayanti, 2016).

C. Kandungan Labu Kuning


Labu kuning memiliki kandungan gizi cukup tinggi dan lengkap

sehingga sering dimanfaatkan sebagai obat, suplemen kesehatan maupun

olahan makanan. Kandungan gizi makro pada labu kuning terdiri dari

protein, lemak, karbohidrat, dan kandungan gizi mikro seperti vitamin A,

B, C, besi, fosfor, kalsium, magnesium, dan air. Warna kuning yang ada

pada labu kuning menunjukkan adanya kandungan β-karoten yang

memiliki fungsi sebagai bahan pelindung tubuh dari radikal bebas dan

mencegah proses penundaan penuaan dini. Menurut Hamdil (2017),

kandungan zat gizi pada labu kuning dapat dilihat pada Tabel 2.3.
27

Tabel 2.3. Komponen daging buah labu kuning per 100 gram
Komponen Labu Kuning
Kadar Air 9.1 gram
Protein 1.1 gram
Lemak 0.3 gram
Karbohidrat 6.6 gram
Kalori 29 kalori
Kalsium 45 mg
Fosfor 64 mg
Zat Besi 1.4 mg
Vitamin A 180 SI
Vitamin B 0.08 mg
Vitamin C 5.2 mg
Sumber : Hamdil (2017)

Labu kuning termasuk golongan sayur yang memiliki sumber pro

vitamin A dengan kandungan β-karoten sebesar 180,00 SI atau sekitar

1.000 – 1.300 IU/ 100 gr labu kuning. Kandungan lain pada labu kuning

yaitu vitamin B dan C serta zat gizi lainnya seperti karbohidrat, protein

dan beberapa komponen mineral lainnya ((Dwijayanti, 2016).

Kandungan zat gizi yang tertera pada tabel diatas, labu kuning juga

memiliki kandungan zat gizi spesifik yang sangat bermanfaat bagi

kesehatan, yaitu seperti :

1. Antioksidan

Kandungan vitamin C dalam labu kuning memiliki jumlah

yang banyak dan berfungsi sebagai antioksidan untuk melindungi

beberapa molekul yang sangat dibutuhkan oleh tubuh seperti protein,

lemak, karbohidrat, dan asam nukleat dari radikal bebas. Selain itu

vitamin C yang ada pada labu kuning memiliki peran penting dalam

pembentukan carnitine, sintesis kolagen, dan juga memiliki peran


28

dalam metabolisme kolestrol yang diubah menjadi asam empedu

(Setiawan dkk, 2014).

β-karoten yang terkandung pada labu kuning sama dengan

kadar karotenoid yang lain, yaitu berupa pigmen alami yang larut

dalam lemak dan dapat ditemukan pada tanaman seperti alga dan

mikroorganisme. Peran β-karoten sangat menguntungkan bagi

kesehatan yaitu memiliki aktivitas sebagai antioksidan, sebagai

immunodulator, dapat meningkatkan “komunikasi” intraseluler, dan

sebagai antikarsinogenik. β-karoten yang termasuk dalam golongan

antioksidan yang memiliki peran dalam proses mengikat oksigen,

mengurangi radikal peroksil dan menghambat proses oksidasi lipid.

β-karoten pada labu kuning terdiri dari dua group yaitu pada gugus

retinil, dan dapat dipecah dalam mukosa pada dinding usus kecil

oleh β-karoten yang dioksigenase menjadi retinol, berupa bentuk dari

vitamin A. Komponen karoten sendiri dapat disimpan dalam hati dan

diubah menjadi vitamin A sesuai dengan kebutuhan dan dapat

berubah menjadi provitamin. Pada labu kuning β-karoten

mempunyai nilai kandungan tinggi yang mengakibatkan labu kuning

memiliki warna kuning atau jingga. Dalam tubuh β-karoten akan

diubah menjadi vitamin A yang memiliki manfaat sebagai

pertahanan sistem kekebalan tubuh. Kandungan β-karoten yang ada

di labu kuning dapat menjadi bahan biofortifikasi pada produk

pangan olahan (Ningtias, 2017).


29

2. Kadar Serat

Labu kuning memiliki kadar air sebesar 91.20%, protein

sebesar 1.10%, lemak sebesar 0.35%, karbohidrat sebesar 8.20%,

provitamin A, vitamin B, vitamin C dan mineral lainnya, labu kuning

juga memiliki serat sebesar 2.90% (Budoyo dkk, 2014). Kandungan

serat yang ada pada labu kuning yaitu sebesar 2.7 gram/100 gram

bahan makanan (Pratiwi dkk, 2016). Menurut Prabasini dkk (2013),

dalam labu kuning terdapat kamponen lignoselulosa, yang dapat

diubah oleh natrium bisulfit menjadi selulosa dan gugus pentose.

Senyawa lignoselulosa merupakan salah satu komponen yang

mengandung serat dan lignin. Holoselulosa adalah bagian dari serat

yang bebas dari sari dan lignin, serta terdiri dari selulosa dan

hemiselulosa. Hemiselulosa memiliki fungsi sebagai pendukung

dinding sel dan berperan sebagai perekat antar sel tunggal yang ada

didalam tanaman. Kandungan hemiselulosa yang tinggi akan

memberikan kontribusi pada ikatan antar serat, karena hemiselulosa

memiliki peran sebagai perekat dalam setiap serat tunggal

(Widjanarko, 2016).

D. Manfaat Labu Kuning

Labu kuning yang paling banyak dimanfaatkan sebagai kolak,

dibuat dodol atau dijadikan bahan pudding. Saat ini labu kuning sudah
30

sering dijadikan berbagai jenis olahan pangan, baik resep hasil olahan

modifikasi maupun resep baru. Labu kuning dapat diolah menjadi aneka

Cake seperti: Cake Labu kuning gula palm, Cake labu kuning kukus,

Cake Labu kuning rempah; Bisa juga menjadi aneka Pudding seperti:

Pudding lapis labu kuning; Atau aneka Kue Basah seperti: Bakpao Labu

wijen, Clorot labu kuning, Kue mangkuk labu kuning, dan masih banyak

olahan pangan dari labu kuning (Hamdil dkk, 2017).

Labu kuning memiliki banyak manfaat bagi kesehatan

masyarakat, misalnya di Sulawesi yaitu pada anak-anak dapat digunakan

sebagai penambah nafsu makan dan sebagai obat cacingan, karena pada

labu kuning terdapat kandungan vitamin A, B dan C, mineral serta

karbohidrat dalam daging buah labu yang dapat digunakan sebagai

antioksidan penangkal kanker (Lina dkk, 2017). Selain itu, beberapa

penelitian yang menggunakan tikus dan dibuat diabetes menunjukkan

bahwa ekstrak labu kuning (Cucurbita moschata) memberikan efek

hipoglikemik dan bertindak sebagai antidiabetes (Dini dkk, 2017).

Kandungan β-karoten yang ada pada labu kuning memiliki fungsi

antara lain menjaga kesehatan mata dan kulit, menjaga kekebalan tubuh

serta reproduksi. β-karoten merupakan salah satu antioksidan yang dapat

membantu meningkatkan kekebalan tubuh, mencegah terjadinya kanker

seperti kanker perut, kerongkongan, paru-paru, dan usus, menghentikan

kerusakan sel juga mencegah berbagai gangguan kesehatan terutama

serangan jantung, serta katarak. Kandungan lainnya yang ada di labu


31

kuning seperti vitamin B1, C serta serat pangan semakin memperkuat

khasiat labu kuning sebagai pencegah stroke (Dwijayanti, 2016).

4. Antioksidan

Senyawa antioksidan dalam bahan pangan memiliki fungsi untuk

menghambat reaksi radikal bebas yang disebabkan oleh karsinogenis,

penyakit jantung dan penuaan dini dalam tubuh manusia. Antioksidan juga

diperlukan karena tubuh manusia tidak memiliki sistem pertahanan

antioksidan yang cukup, sehingga jika terjadi paparan radikal bebas secara

berlebihan, maka tubuh membutuhkan antioksidan eksogen yang berasal

dari luar tubuh. Fungsi utama dari antioksidan adalah untuk memperkecil

terjadinya proses oksidasi dari lemak dan minyak, memperpanjang masa

pemakaian dalam industri makanan, memperkecil terjadinya proses

kerusakan dalam makanan, meningkatkan stabilitas lemak yang terkandung

dalam makanan serta mencegah hilangnya kualitas sensori dan nutrisi

(Sanah, 2016).

Dalam tubuh terdapat senyawa yang disebut sebagai antioksidan

yaitu senyawa yang dapat menetralkan radikal bebas, seperti enzim katalse,

gluthaione, dan SOD (Superoksida Dismutase). Antioksidan bisa diperoleh

dari asupan makanan, seperti sayur atau buah yang banyak mengandung

vitamin C, vitamin E dan beta karoten serta senyawa fenolik lainnya. Bahan

pangan yang bisa menjadi sumber antioksidan alami yaitu seperti sayuran,

biji – bijian, buah – buahan, rempah, dan coklat. Dalam sistem biologis
32

antioksidan sebagai senyawa yang dapat melindungi sel dan jaringan tubuh

dari kerusakan proses oksidasi. Antioksidan yang ada dalam bahan makanan

dapat membantu mengurangi proses oksidasi. Kandungan antioksidan yang

ada dalam labu kuning per 100 gram bahan yaitu sebesar 52 mg. Dalam

makanan fungsional antioksidan yang terkandung dapat mencukupi

kebutuhan dan dapat membantu meningkatkan daya tahan tubuh.

Penambahan maltodekstrin pada produk olahan dapat melindungi senyawa

antioksidan saat terjadi kontak dengan panas, tapi tidak akan merusak

aktivitas antioksidan secara keseluruhan, pemberian maltodekstrin sebagai

bahan tambahan dalam pembuatan makanan fungsional juga ikut berperan

dalam menjaga kualitas antioksidan dalam produk tersebut (Ningtias, 2017).

5. Serat Pangan

Serat pangan atau dietary fiber (DF) adalah bagian dari tumbuhan

yang dapat dikonsumsi dan tersusun dari komponen karbohidrat yang

memiliki sifat resistan terhadap proses pencernaan dan penyerapan di usus

halus, serta mengalami fermentasi sebagian atau keseluruhan di usus besar.

Serat pangan merupakan sisa dari dinding sel tumbuhan yang tidak

terhidrolisis atau tercerna oleh enzim pencernaan yaitu meliputi

hemiselulosa, selulosa, lignin, oligosakarida, pektin, gum, dan lapisan lilin.

Selama tahun 2001, Australia New Zealand Food Authority (ANZFA)

mendefinisikan serat pangan sebagai kelompok dari bagian tumbuhan yang

dapat dikonsumsi, atau di ekstrak, bisa juga analog karbohidrat yang


33

resisten terhadap digesti dan absorbsi di usus halus dan sebagian di usus

besar. Pernyataan tersebut juga termasuk pada golongan karbohidrat seperti

senyawa polisakarida, oligosakarida, dan lignin. Angka kecukupan asupan

serat pangan menurut Southgate yaitu sebesar 16-28 g/hari. Dietary

Guidlenes of American telah memberikan anjuran untuk konsumsi makanan

yang mengandung serat pangan dan pati dalam jumlah yang tepat yaitu

sebesar 20-35 g/hari. Serat pangan terbagi menjadi dua jenis berdasarkan

kelarutannya dalam air, yaitu serat terlarut (soluble fiber) dan serat tidak

terlarut (insoluble fiber). Serat larut merupakan jenis serat yang larut dalam

air, sehingga dapat melewati usus halus dengan mudah dan difermentasi di

mikroflora usus besar, misalnya seperti pektin, gum dan beberapa jenis

hemiselulosa. Serat tidak larut merupakan jenis serat yang tidak dapat larut

dalam air, sehingga tidak dapat membentuk gel ketika melewati usus halus

dan sangat sulit difermentasi oleh mikroflora usus besar, misalnya seperti

lignin, selulosa dan hemiselulosa. Kandungan serat pangan memiliki

berbagai macam manfaat untuk kesehatan yaitu seperti dapat menurunkan

kadar glukosa darah, melancarkan pencernaan dan mencegah kanker usus,

mengontrol kegemukan dan obesitas, berfungsi sebagai prebiotik, serta

mengurangi kadar kolesterol dalam darah. Adanya kadar serat pangan di

makanan menyebabkan feses dapat menyerap air yang banyak sehingga

volumenya menjadi besar dan teksturnya menjadi lunak. Kadar serat pangan

juga dapat mereduksi difusi glukosa dalam darah, mengurangi pemecahan

glukosa yang dilakukan oleh alfa-amilase, memperpanjang waktu absorbsi


34

karbohidrat sehingga mengurangi peningkatan kadar glukosa postprandial

dan peningkatan sensitivitas insulin dengan peningkatan ekspresi Glucose

Transporter Type 4 (GLUT-4) yang diduga terutama dilakukan oleh jenis

serat pangan yang tidak larut. Kandungan serat pangan dalam makanan

terbukti dapat menurunkan level HbA1C pada penderita DM tipe 2 yang

diberi intervensi kadar serat sekitar >50 gr/hari (Fairudz dan Nisa, 2015).

6. Metode Uji DPPH

Metode Uji DPPH merupakan salah satu metode yang cepat dan

sederhana dalam menentukan kandungan aktivitas antioksidan dengan

menggunakan radikal bebas 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH). Metode

ini biasa digunakan untuk menguji senyawa yang berperan sebagai free

radical scavengers atau donor hydrogen dan dilakukan evaluasi terhadap

kandungan aktivitas antioksidan, serta mengkuantifikasi jumlah kompleks

radikal-antioksidan yang terbentuk. Metode uji DPPH dapat digunakan

untuk sampel yang berbentuk padan ataupun cair (Sadeli, 2016).

Kandungan aktivitas antioksidan pada sampel akan meningkatkan

perubahan warna pada larutan DPPH yaitu dalam bentuk methanol yang

semula warna ungu akan berubah menjadi warna kuning pucat. Metode

DPPH sebagai uji aktivitas antioksidan dinyatakan dalam persen

penghambatannya terhadap radikal bebas dengan rumus (Sanah, 2016) :

% Penangkapan Radikal Bebas


35

Gugus auksokrim dan kromofor yang ada pada radikal bebas

memberikan absorbsi maksimum pada panjang gelombang yaitu sekitar 517

nm sehingga menimbulkan warna ungu. Warna DPPH akan berubah dari

ungu menjadi warna kuning seiring penambahan antioksidan yaitu saat

elektron tunggal senyawa DPPH berpasangan dengan hydrogen dari

senyawa antioksidan pada bahan pangan (Sadeli, 2016).

Metode DPPH memiliki fungsi untuk mengukur elektron tunggal

seperti transfer hydrogen dan aktivitas penghambatan radikal bebas. Pada

metode ini, penangkapan radikal bebas akan diikuti dengan monitoring

penurunan absorbansi karena reduksi oleh radikal. Akibat dari penambahan

senyawa antioksidan yang bereaksi sebagai antiradikal bebas akan

menurunkan konsentrasi DPPH. Hal tersebut akan menyebabkan penurunan

absorbansi bebas kontrol yang tidak diberi kontrol dan tidak diberi senyawa

uji yang diduga mempunyai aktivitas antiradikal bebas. Metode ini memiliki

tujuan yaitu untuk mengetahui parameter konsentrasi yang ekuivalen

memberikan 50% efek aktivitas antioksidan (IC50). Hal tersebut dapat

dicapai dengan cara menginterpretasikan data eksperimental dari metode

tersebut (Sanah, 2016).

Menurut Sadeli (2016), hasil dari dekolorisasi yang dilakukan oleh

antioksidan setara dengan jumlah elektron yang tertangkap. Mekanisme

terjadinya penangkapan radikal ditunjukkan pada reaksi Gambar 2.3.


36

Gambar 2.3. Reaksi Penangkapan Radikal DPPH Oleh Antioksidan

Untuk penentuan nilai dari IC50 suatu sampel harus mengoptimasi

dan memvalidasi metode yang akan dilakukan. Optimasi dari metode berupa

penentuan OT dan lambda maksimum. Validasi metode dengan

menggunakan parameter presisi, linearitas, akurasi, range, dan spesifitas.

Tingkat kekuatan dari senyawa antioksidan ini menggunakan metode DPPH

dapat digolongkan menurut IC50 (Sanah, 2016). Tingkat kekuatan dari

senyawa antioksidan yang dihasilkan melalui metode DPPH dapat dilihat

pada Tabel II.4.

Tabel 2.4. Tingkat kekuatan antioksidan dengan metode DPPH


Intensitas Nilai IC50
Sangat kuat < 50 µg/mL
Kuat 50 – 100 µg/mL
Sedang 101 – 150 µg/mL
Lemah >150 µg/mL
Sumber : Sanah (2016)

7. Metode Uji Kadar Serat

Serat pangan merupakan bagian dari komponen bahan pangan nabati

yang tidak dapat dicerna oleh saluran pencernaan manusia. Definisi serat
37

pangan dapat diperluas lagi sehingga seluruh komponen polisakarida dan

lignin yang tidak dapat dicerna oleh saluran pencernaan manusia termasuk

ke dalam serat pangan. Berbagai metode telah dikembangkan untuk

menganalisa serat pangan, akan tetapi metode dari Van Soest dan berbagai

modifikasinya lebih sering digunakan karena lebih mudah dan relatif lebih

cepat, sehingga dapat ditentukan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) dan

NDF (Neutral Detergent Fiber) (Yenrina, 2015).

ADF sebagian besar terdiri dari komponen selulosa dan lignin dan

sebagian kecil berasal dari komponen hemiselulosa dan substansi pektat,

oleh karena itu ADF dianggap hanya terdiri dari komponen lignin dan

selulosa. NDF terdiri dari komponen selulosa, hemiselulosa dan lignin.

Penetapan kadar komponen serat makanan lainnya dapat ditentukan dengan

metode lain. Penentuan komponen lignin umumnya ditentukan dengan

metode Klason, sedangkan substansi pektat dengan metode spektrofotometri

(Yenrina, 2015).

Dengan menggunakan metode spektrofotometri maka hampir

seluruh komponen serat pangan dapat ditentukan. Kadar hemiselulosa dapat

diperoleh dengan menghitung selisih kadar NDF dengan kadar ADF. Kadar

selulosa dapat diperoleh dengan menghitung selisih kadar ADF dan kadar

lignin. Sedangkan total serat pangan dapat dihitung dengan menjumlahkan

kadar NDF dengan kadar substansi pektat (Yenrina, 2015).

Kadar serat pangan suatu makanan dapat diketahui menggunakan

metode analisis secara enzimatik gravimetri atau enzimatik kimia. Analisis


38

serat pangan yang biasa digunakan adalah secara enzimatik gravimetri

karena lebih mudah dan ekonomis. Beberapa metode analisis secara

enzimatik gravimetri yang digunakan adalah metode AOAC Official

Method sebagai metode standar dan metode Asp sebagai metode yang

digunakan untuk menganalisis kadar serat pangan suatu makanan dengan

jenis sampel yang sama (Rochma, 2019).

Analisis gravimetri merupakan cara pemeriksaan paling sederhana

dibandingkan dengan cara pemeriksaan lainnya. Analisis gravimetri

merupakan metode kuantitatif berdasarkan berat tetap atau berat konstan

dari suatu sampel. Analisis gravimetri memiliki senyawa atau unsur yang

akan dianalisis dan dipisahkan dari sejumlah bahan sehingga dapat diketahui

berat tetap sampel. Hasil dari analisis gravimetri akan akurat, jika memenuhi

persyaratan sebagai berikut (Manurung, 2018) :

a. Dilakukan proses pemisahan secara analit yang dan harus berlangsung

secara sempurna sehingga analit yang tidak banyak terendap, jika analit

banyak terendap maka analisis tidak dapat terdeteksi.

b. Jenis sampel atau zat yang ditimbang harus murni atau mendekati murni.

Jika sampel tidak murni maka akan menimbulkan kesalahan dalam

proses analisis.

Metode enzimatis ini dirancang sesuai dengan kondisi fisiologi

tubuh manusia. Metode yang dikembangkan yaitu secara pengelompokan

enzimatis dan menggunakan enzim amilase, diikuti dengan penggunaan


39

enzim pepsin, kemudian enzim pankreatin. Metode tersebut dapat mengukur

secara terpisah kadar serat bahan pangan secara serat total, serat larut dan

serat tak larut. Kekurangan pada metode ini adalah enzim yang digunakan

memiliki aktivitas yang dapat merusak komponen serat dan protein yang

tidak terdegradasi secara sempurna (Manurung, 2018).

8. Uji Organoleptik dan Uji Hedonik

Uji organoleptik merupakan cara pengujian yang menggunakan

indera manusia sebagai alat pengukuran daya terima terhadap produk

pangan. Penilaian dalam uji organoleptik menentukan diterima atau tidak

suatu produk berasal dari sifat indrawi seseorang. Indera yang digunakan

dalam uji organoleptik adalah indera pengecap, penglihatan, pembau, dan

peraba. Penggunaan kuesioner sebagai alat bantu berupa daftar pertanyaan

mengenai produk pangan yang harus diisi oleh responden dan diukur

menggunakan skala tertentu. Ada 3 jenis skala dalam uji organoleptik, yaitu

uji secara deskripsi (descriptive test), uji secara pembedaan (discriminative

test), dan uji afektif (affective test). Uji afektif adalah pengukuran dalam

skala tingkat kesukaan relative dan membutuhkan jumlah panelis tidak

terlatih yang banyak, sehingga sering dianggap untuk mewakili kelompok

konsumen tertentu (Suryono, 2018).

Uji organoleptik yang biasa digunakan yaitu uji hedonik (uji

kesukaan) terhadap minimal 25 orang panelis. Panelis akan diminta tentang

tanggapan pribadinya mengenai kesukaan atau sebaliknya (ketidaksukaan).


40

Tingkat dari kesukaan disebut sebagai skala hedonik. Skala hedonik bisa

dirubah menjadi skala numerik dengan angka mutu menurut tingkat

kesukaan, hal tersebut dapat dilakukan analisis data secara parametrik

(Lestari dan Susilawati, 2014).

Skala hedonik adalah jenis pengujian yang biasa digunakan untuk

mengukur tingkat kesukaan terhadap produk pangan. Tingkat dari skala

hedonik seperti sangat tidak suka, tidak suka, cukup suka, suka, sangat suka,

dan lainnya. Dalam pengolahan data hasil penelitian yang bersifat

organoleptik dapat dilakukan analisis dengan menggunakkan teknik skoring

(Suryono, 2018). Terdapat kategori tertentu dalam melakukan uji

organoleptik, yaitu sebagai berikut :

A. Aroma

Aroma adalah salah satu indikator yang dapat dikenali dengan

indra penciuman yaitu hidung. Aroma makanan dapat menentukan

kelezatan dari bahan yang digunakan. Penilaian terhadapt aroma

merupakan penilaian subjektif yang memerlukan sensitifitas dalam

indera perasa dan pembau (Putri dan Nita, 2018). Aroma adalah salah

satu variabel kunci, karena cita rasa konsumen terhadap produk

makanan sangat ditentukan oleh aroma (Lestari dan Susilawati, 2014).

Bau dengan berbagai sifat seperti amis, apek, busuk, harum, dan

lainnya. Pada indera pembau dapat digunakan sebagai pendeteksi

terjadinya kerusakan pada produk pangan, misalnya terdapat bau busuk


41

yang menandakan produk tersebut telah mengalami kerusakan atau

tidak layak untuk dikonsumsi (Anjarsari, 2018).

B. Rasa

Rasa merupakan faktor penting terhadap penerimaan suatu

produk makanan dan bagian dari uji organoleptik (Putri dan Nita,

2018). Rasa merupakan faktor yang dapat mempengaruhi tingkat

penerimaan produk oleh konsumen. Rasa pada suatu produk olahan

muncul karena adanya indera perasa/pengecap yang mampu

membedakan rasa yang muncul. Variasi rasa diakibatkan pada 4 dasar

sifat rasa yaitu manis, asin, pedas, dan pahit (Anjarsari, 2018).

C. Tekstur

Tekstur memiliki peran dalam penilaian pada indera peraba

suatu produk olahan. Tekstur memiliki sensasi yang ditentukan dari

tekanan yang dapat diamati dengan mulut atau perabaan dengan jari

(Anjarsari, 2018). Tekstur dari produk olahan sangat mempengaruhi

rasa bahan pangan tersebut, tekstur yang baik akan mendukung cita rasa

suatu bahan pangan (Putri dan Nita, 2018). Preferensi tanggapan dari

panelis terhadap tekstur sama seperti preferensi erhadap warna (Lestari

dan Susilawati, 2014).


42

D. Warna

Warna merupakan suatu bentuk visualisasi suatu produk olahan

yang langsung terlihat lebih dahulu dibandingkan dengan variabel

lainnya. Warna secara langsung dapat memengaruhi persepsi panelis.

Faktor warna tampil lebih dahulu dan sering kali menentukan nilai

suatu produk pangan (Lestari dan Susilawati, 2014). Produk pangan

dapat dikatakan enak, bergizi, dan teksturnya sangat baik apabila

memiliki warna yang menarik responden atau konsumen. Daya terima

terhadap warna suatu bahan pangan tergantung dari faktor alam,

geografis hingga aspek sosial dari responden atau konsumen. Selain itu,

warna digunakan sebagai indikator pada kesegaran dan tingkat

kematangan dari suatu produk pangan (Anjarsari, 2018).

9. Panelis

Menurut Arumaini (2017), dalam melaksanakan uji organoleptik

suatu produk diperlukan panelis. Panel terdiri dari seorang individu atau

kelompok yang bertugas dalam menilai sifat mutu makanan berdasarkan

kesan subyektif.

A. Panelis Perorangan

Panel pencicip perorangan juga dapat disebut panel tradisional.

Panel perorangan sering dibutuhkan dalam dunia industri makanan

seperti pencicip kopi, anggur, es krim, teh, atau penguji bau pada

industri minyak wangi. Pencicip perorangan memiliki tingkat kepekaan


43

yang sensitive dari pada individu lainnya. Tingkat kepekaan ini

diperoleh dari pembawaan lahir juga dari pengalaman dan penelitian

yang cukup lama.

B. Panelis Terbatas (Sejumlah 3-5 Orang)

Panelis terbatas digunakan untuk menggantikan panel

perorangan dalam dunia industri, maka beberapa industri menggunakan

3-5 orang panelis yang memiliki tingkat kepekaan tinggi. Panelis

terbatas diambil dari seorang laboran yang sudah memiliki pengalaman

akan komoditas pangan tertentu. Orang yang dipilih menjadi anggota

panel terbatas harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a) Memiliki tingkat kepekaan yang sangat tinggi terhadap rasa

komoditas pangan

b) Mengetahui teknik pengolahan komoditas pangan, mengetahui

peran bahan dan cara pengolahan, serta mengetahui pengaruh

pengolahan terhadap sifat dari komoditas pangan

c) Memiliki pengalaman tentang penilaian organoleptik. Panelis

terbatas dapat digunakan untuk mengurangi kecenderungan dalam

menilai rasa suatu komoditas pangan.

C. Panelis Terlatih (Sejumlah 5-25 Orang)

Jumlah panelis terlatih lebih besar daripada panelis terbatas,

yaitu sekitar 5-25 orang. Jumlah anggota tidak hanya personal dari
44

laboratorium, tapi bisa berasal dari karyawan atau pegawai lainnya.

Tingkat kepekaan yang diharapkan pada panelis terlatih tidak terlalu

setinggi panel terbatas. Hal tersebut diperlukan anggota panelis yang

cukup agar data penilaian dapat dianalisis secara statistik.

D. Panelis Agak terlatih (Sejumlah 15-25 Orang)

Panelis agak terlatih ini tidak sesuai dengan prosedur pemilihan

panel terpilih, tapi tidak diambil dari orang-orang yang awam mengenai

sifat sensorik dari contoh yang akan dinilai karena mendapat penjelasan

atau latihan tertentu. Dalam kategori panelis agak terlatih adalah

sekelompok mahasiswa atau staf peneliti yang dijadikan panelis secara

musiman, serta tidak menerima latihan rutin seperti panelis terlatih.

E. Panelis Tidak Terlatih (Sejumlah >25 Orang)

Panel tidak terlatih berbeda dengan panelis terlatih yang

biasanya untuk menguji perbedaan, sedangkan panelis tidak terlatih

umunya hanya untuk menguji kesukaan produk pangan. Dalam hal

pemilihan anggota, panelis terlatih diambil dari personal laboratorium

sedangkan panelis tidak terlatih diambil dari luar atau secara acak.

Pemilihan tersebut mengutamakan dari segi sosial seperti latar

belakang, asal daerah, pendidikan, kelas ekonomi dan lainnya.


45

F. Panel Konsumen (Sejumlah 30-100 Orang)

Panelis ini memiliki jumlah anggota yang lebih besar yaitu

sekitar 30-100 orang. Panel konsumen hanya menguji dari tingkat

kesukaan dan menentukan jenis makanan yang dapat diterima oleh

masyarakat. Tapi panel konsumen tidak dapat menggambarkan

kesediaan dalam pengujian yang sederhana. Anggota dalam panel

konsumen dapat diambil dari sejumlah orang yang ditemui dimana saja

seperti di pasar atau dapat langsung mendatangi rumah konsumen.

Sedangkan untuk menjadi panelis dibutuhkan syarat antara lain :

a) Sehat dan tidak alergi pada makanan, serta bersedia hadir saat

pelaksanaan uji organoleptik

b) Tidak mengalami buta warna.

B. Kerangka Teori

Dari penjelasan secara rinci di tinjauan pustaka mengenai teori mulai dari

snack bar hingga panelis, maka tersusun kerangka teori dari pemikiran peneliti

seperti pada Gambar 2.4.

Pembuatan inovasi Pangan lokal yang Dilakukan Uji


produk snack bar digunakan sebagai bahan Aktivitas
dari bahan komoditas utama yang akan diteliti Antioksidan, Uji
pangan lokal yang yaitu Sorgum dan Labu Kadar Serat, dan Uji
memiliki manfaat kuning, dengan Organoleptik.
bagi kesehatan. kandungan dari
keduanya berupa
antioksidan dan serat
pangan.
Gambar 2.4. Kerangka Teori Penelitian
BAB III

KERANGKA KONSEP PENELITIAN dan HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep Penelitian

Beras Sorgum Labu Kuning

Dijadikan Tepunng Sorgum Dihaluskan

Snack Bar

Uji Aktivitas Antioksidan Uji Kadar Serat Uji Organoleptik

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan :

= Diteliti

= Tidak dteliti

Formulasi snack bar akan menggunakan komoditas pangan lokal yaitu

sorgum dan labu kuning. Kedua bahan tersebut memiliki kandungan antioksidan

dan serat pangan. Dalam pembuatan snack bar, beras sorgum akan diolah menjadi

tepung sorgum dengan diberikan perlakuan yaitu pencucian dan perendaman

dalam beberapa menit kemudian dikeringkan dalam kurun waktu 12 jam agar bisa

46
47

dijadikan tepung. Sedangkan labu kuning hanya dikupas, dicuci dan diambil

daging labu kuning kemudian bisa langsung dihaluskan menggunakan parutan.

Formulasi snack bar yang digunakan pada penelitian ini akan dibuat

beberapa perlakuan yang berbeda. Dari perbedaan perlakuan dalam formulasi

snack bar tersebut, maka akan dilakukan uji aktivitas antioksidan dan uji kadar

serat untuk melihat kandungan antioksidan dan serat pangan yang ada di snack

bar. Uji organoleptik dilakukan menggunakan skala hedonik untuk mengetahui

tingkat kesukaan panelis pada formulasi snack bar yang berbeda.

B. Hipotesis

Hipotesis yang akan menjawab pertanyaan pada penelitian ini antara lain yaitu

sebagai berikut :

Hipotesis nol (Ho) :

a) Tidak ada perbedaan kandungan pada formulasi snack bar tepung sorgum dan

labu kuning.

b) Tidak ada perbedaan tingkat kesukaan pada uji organoleptik formulasi snack

bar tepung sorgum dan labu kuning.

Hipotesis alternative (Ha) :

a) Ada perbedaan kandungan pada formulasi snack bar tepung sorgum dan labu

kuning.

b) Ada perbedaan tingkat kesukaan pada uji organoleptik formulasi snack bar

tepung sorgum dan labu kuning.


BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Berdasarkan pengamatan terhadap variabel penelitian ini tergolong dalam

penelitian eksperimental. Pendekatan eksperimen dengan melihat pengaruh antar

variabel dalam kondisi yang terkontrol secara tepat. Penelitian eksperimen pada

umumnya dilakukan di laboratorium, namun penelitian eksperimen ini juga dapat

dilakukan dengan cara memberikan sampel kepada subjek atau objek tertentu.

Dengan demikian penelitian ini termasuk ke dalam salah satu bentuk metode

eksperimen yaitu true-experimental atau eksperimen murni.

B. Rancang Bangun Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode true-experimental

dengan desain penelitian Rancang Acak Lengkap (RAL) dengan 1 faktor

formulasi snack bar yang dilakukan 3 kali pengulangan pada setiap proses

sampelnya. Total unit eksperimen yang akan dilakukan adalah sebanyak 5

perlakuan x 3 kali (pengulangan) = 15 sampel eksperimen.

Pada penelitian ini menggunakan formulasi Snack Bar yang berbeda pada

setiap perlakuan agar mengetahui perbedaan kandungan antioksidan dan serat

pangan pada setiap sampel, serta mengukur tingkat kesukaan dengan

menggunakan uji hedonik.

48
49

Kombinasi pada formulasi snack bar di setiap perlakuan dapat dilihat pada

tabel berikut.

Tabel 4.1. Rancang Bangun Penelitian Formulasi Snack Bar


Nama S0L0 S1L1 S2L2 S3L3 S4L4
Sorgum (gr) 100 150 150 60 80
Labu Kuning (gr) 100 60 80 100 100

Dari hasil rancangan bangun penelitian formulasi Snack Bar tersebut,

maka dapat dijelaskan kombinasi dari formulasi perlakuan Snack Bar seperti

dibawah ini :

- S0L0 = Tepung Sorgum 100 gr : Labu Kuning 100 gr

- S1L1 = Tepung Sorgum 150 gr : Labu Kuning 60 gr

- S2L2 = Tepung Sorgum 150 gr : Labu Kuning 80 gr

- S3L3 = Tepung Sorgum 60 gr : Labu Kuning 100 gr

- S4L4 = Tepung Sorgum 80 gr : Labu Kuning 100 gr

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

1) Lokasi Penelitian

a. Pembuatan sampel penelitian dilakukan di Jalan Raya Menganti no.

28 Kedurus – Surabaya.

b. Pengujian sampel untuk mengetahui aktivitas antioksidan dan kadar

serat pangan dilakukan di Politeknik Kesehatan Kementerian

Kesehatan (Poltekkes) Surabaya.

c. Pengujian organoleptik dilakukan oleh panelis yaitu diambil dari

kelompok siswa/siswi di SMK Kesehatan Surabaya.


50

2) Waktu Penelitian

a. Dalam pembuatan formulasi snack bar diperlukan waktu pada bulan

Februari – Maret 2019.

b. Pengujian sampel pada laboratorium dilakukan pada bulan Februari –

Maret 2019 setelah snack bar diproduksi.

c. Pengujian terhadap tingkat kesukaan dilakukan pada bulan Maret –

April 2019.

D. Panelis

Panelis yang melakukan uji organoleptik pada penelitian kali ini yaitu

panelis tidak terlatih. Panelis tersebut diambil dari siswa/siswi SMK

Kesehatan Surabaya yang masih aktif yaitu dari jurusan Perawat dan Farmasi

kelas X dengan jumlah populasi sebesar 47 siswa/siswi. Jumlah siswa/siswi

jurusan Perawat yaitu 33 orang, dan dari jurusan Farmasi yaitu 14 orang.

Pada pengambilan panelis ini diterapkan rumus untuk menentukan jumlah

panelis yang dapat ikut serta pada penelitian ini dengan metode Random

Proporsional. Maka perhitungan tersebut yaitu :

Perawat : x 100% = 70.21 %

n = 33 x 70.21 % = 23.17 atau 23 orang siswa/siswi Perawat.

Farmasi : x 100% = 29.78 %

n = 14 x 29.78 % = 4.17 atau 4 orang siswa/siswi Farmasi.


51

Total Panelis
= (n Perawat + n Farmasi) x 10%
= (23 + 4) x 10%
= 27 x 2.7 = 29.7 atau 30 siswa/siswi sebagai Panelis.

Total panelis yang diambil pada uji organoleptik yaitu sebanyak 30

orang siswa/siswi SMK Kesehatan Surabaya kelas X. Jumlah panelis yang

diambil sudah memenuhi standar literasi dalam penelitian arumaini (2017)

yaitu panelis tidak terlatih yaitu > 25 orang panelis, dan panelis akan diambil

secara acak.

E. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

1) Populasi

Untuk melakukan suatu penelitian dalam pembuatan inovasi

produk dengan mutu yang baik, diperlukan sebuah sampel perlakuan

produk yang diteliti. Sampel produk akan digunakan pada penelitian ini

menggunakan bahan pangan lokal yaitu Sorgum dan Labu kuning. Peneliti

membeli beras sorgum dari kota Mojokerto, karena saat ini beras sorgum

tergolong langka dan tidak semua kota ada ladang pertanian sorgum.

Sedangkan labu kuning akan dibeli di pasar Kedurus Surabaya.

Dalam pembuatan snack bar, beras sorgum akan dijadikan tepung

agar bisa tercampur dengan bahan pendukung lainnya. Beras sorgum yang

dipilih bewarna merah kecoklatan dan memiliki kualitas yang bagus,

bersih, tanpa kulit, tidak cacat, dan tidak ada kotoran pasca panen. Labu

kuning yang digunakan pada penelitian ini harus memiliki warna kuning
52

atau jingga, bersih dari kotoran, tidak cacat, memiliki suara nyaring saat

diketuk, karena bagian yang digunakan adalah daging labu kuning.

Jumlah bahan utama yang dibeli oleh peneliti yaitu beras sorgum

sebesar 1.620 gr dan buah labu kuning dengan sebesar 1.320 gr. Dalam

setiap pengulangan perlakuan, beras sorgum yang digunakan sebesar 540

gr dan labu kuning yang digunakan sebesar 440 gr.

2) Sampel

Pemberian perlakuan pada sampel, selain menggunakan bahan

utama dari tepung sorgum dan labu kuning, formulasi snack bar pada

penelitian ini juga memerlukan bahan pendukung seperti margarin, telur

ayam, gula halus, tepung maizena, dan tepung terigu. Oleh karena itu,

diperoleh formulasi snack bar tepung sorgum dan labu kuning seperti tabel

dibawah ini.

Tabel 4.2. Lima Perlakuan Produk Pada Formulasi Snack Bar


Bobot (gr)
Bahan
SoLo S1L1 S2L2 S3L3 S4L4
Telur Ayam 35 x 3 = 35 x 3 = 35 x 3 = 35 x 3 = 35 x 3 =
105 105 105 105 105
Margarin 35 x 3 = 35 x 3 = 35 x 3 = 35 x 3 = 35 x 3 =
105 105 105 105 105
Labu Kuning 100 x 3 = 60 x 3 = 80 x 3 = 100 x 3 = 100 x 3 =
300 180 240 300 300
Tepung Sorgum 100 x 3 = 150 x 3 150 x 3 60 x 3 = 80 x 3 =
300 = 450 = 450 180 240
Tepung Maizena 60 x 3 = 60 x 3 = 50 x 3 = 80 x 3 = 70 x 3 =
180 180 150 240 210
53

Tepung Terigu 60 x 3 = 50 x 3 = 40 x 3 = 70 x 3 = 60 x 3 =
180 150 120 210 180
Susu Bubuk 40 x 3 = 40 x 3 = 40 x 3 = 50 x 3 = 50 x 3 =
120 120 120 150 150
Gula Halus 70 x 3 = 70 x 3 = 70 x 3 = 70 x 3 = 70 x 3 =
210 210 210 210 210

Pada formulasi diatas, setiap perlakuan dilakukan 3 kali

pengulangan dalam proses pembuatan snack bar. Berat pada setiap bahan

baku akan dikalikan 3 agar bisa menemukan total bahan habis pakai dalam

penelitian ini, misal telur ayam dengan berat awal 35 gr x 3 pengulangan =

105 gr bahan baku yang dibutuhkan.

Dalam satu kali pengulangan formulasi snack bar pada tabel diatas

dibuat dengan basis berat keseluruhan dalam satu perlakuan yaitu 500 gr

dengan perbandingan bahan basah sekitar ± 50% dari bahan kering.

Berikut merupakan bahan dan alat yang dibutuhkan untuk membuat

sampel produk :

a. Bahan b. Alat

Telur Ayam Parutan

Margarin Wadah/Baskom ukuran sedang

Labu Kuning Mangkuk ukuran kecil

Tepung Sorgum Loyang kue

Tepung Maizena Oven

Tepung Terigu Kertas Baking

Susu Bubuk Whisk (pengaduk adonan)


54

Gula halus Sendok Makan

c. Cara Membuat

 Masukkan adonan basah yaitu telur ayam, margarin dan labu

kuning pada wadah/baskom ukuran sedang dan aduk hingga rata.

 Masukkan gula halus dan susu bubuk pada adonan basah dan aduk

kembali hingga rata.

 Tambahkan tepung sorgum, tepung maizena, dan tepung terigu ke

adonan sebelumnya lalu diaduk hingga tercampur jadi satu.

 Cetak adonan seperti batangan atau berbentuk balok.

 Panggang adonan dalam oven dengan suhu 180oC selama 45 menit.

 Dinginkan snack bar dan siap disajikan

3) Teknik Pengambilan Sampel dan Besar Sampel

Pada uji aktivitas antioksidan dilakukan dilaboratorium dengan

menggunakan metode DPPH dan yang dilakukan 3 kali pengulangan pada

setiap perlakuan. Uji kadar serat pangan juga akan dilakukan

dilaboratorium dengan menggunakan metode uji serat kasar 3 kali

pengulangan pada setiap perlakuan. Sedangkan pada uji organoleptik

dilakukan pengambilan sampel yaitu 5 perlakuan formulasi snack bar

yang berbeda akan disajikan kepada 30 panelis dan masing – masing

panelis diberi 5 macam perlakuan formulasi snack bar yang berbeda

sebanyak 10 g dari masing – masing sampel.


55

Dalam melakukan uji pada kelima sampel maka dibutuhkan

pengambilan sampel pada penelitian. Pengambilan sampel yang

dibutuhkan untuk dilakukan uji aktivitas antioksidan, uji kadar serat dan

uji organoleptik yaitu :

1. Sampel S0L0 (100 : 100)

 Uji Aktivitas Antioksidan : 10 g x 3 pengulangan : 30 g

 Uji Kadar Serat : 10 g x 3 pengulangan : 30 g

 Uji Organoleptik : 10 g x 30 panelis : 300 g +

360 g

2. Sampel S1L1 (150 : 60)

 Uji Aktivitas Antioksidan : 10 g x 3 pengulangan : 30 g

 Uji Kadar Serat : 10 g x 3 pengulangan : 30 g

 Uji Organoleptik : 10 g x 30 panelis : 300 g +

360 g

3. Sampel S2L2 (150 : 80)

 Uji Aktivitas Antioksidan : 10 g x 3 pengulangan : 30 g

 Uji Kadar Serat : 10 g x 3 pengulangan : 30 g

 Uji Organoleptik : 20 g x 30 panelis : 300 g +

360 g

4. Sampel S3L3 (100 : 60)

 Uji Aktivitas Antioksidan : 10 g x 3 pengulangan : 30 g

 Uji Kadar Serat : 10 g x 3 pengulangan : 30 g


56

 Uji Organoleptik : 10 g x 30 panelis : 300 g +

360 g

5. Sampel S4L4 (100 : 80)

 Uji Aktivitas Antioksidan : 10 g x 3 pengulangan : 30 g

 Uji Kadar Serat : 10 g x 3 pengulangan : 30 g

 Uji Organoleptik : 10 g x 30 panelis : 300 g +

360 g

Total sampel yang dibutuhkan yaitu sebesar 1.800 g atau 1.8 kg sampel.
57

F. Kerangka Operasional/Alur Penelitian

Sortir Bahan

Beras Sorgum Labu Kuning

Pencucian Pencucian

Perendaman Dikupas

Pengeringan Dihaluskan

Dihaluskan Penimbangan :
100 g, 100 g,
100 g, 60 g, 80 g
Penimbangan :
100 g, 150 g,
150 g, 60 g, 80 g

Proses pencampuran semua bahan utama dan bahan pendukung lainnya

Proses pemanggangan selama 45 menit dengan suhu 150oC

Snack Bar tepung sorgum dan labu kuning

Uji Objektif : Uji Subjektif :


Uji Aktivitas Antioksidan Uji Organoleptik
dan Uji Kadar Serat Pangan

Dilakukan pada 27 panelis dari


Dilakukan di Laboratorium Poli Teknik siswa/siswi SMK Kesehatan Surabaya
Kesehatan (Poltekes) Surabaya
Gambar 4.1. Kerangka Operasional Penelitian
58

G. Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Cara Pengukuran Variabel

1) Variabel

Variabel Bebas : Formulasi snack bar tepung sorgum dan labu

kuning

Variabel Terikat : Uji Aktivitas Antioksidan, Uji Kadar Serat Kasar,

Uji Organoleptik.

2) Definisi Operasional dan Cara Pengukuran

Tabel 4.3 Definisi Operasional dan Cara Pengukuran


Definisi Skala
No Variabel Alat Ukur Cara Ukur
Operasional Ukur
1. Formulasi Perbedaan Timbangan Formulasi snack bar melalui Nominal
snack bar komposisi digital beberapa tahap. Tahap awal
tepung pada setiap yaitu penentuan formula dengan
sorgum dan perlakuan 5 perlakuan yang berbeda yaitu
labu kuning snack bar antara lain :
tepung S0L0 (100 : 100); S1L1 (150 :
sorgum dan 60); S2L2 (150 : 80); S3L3 (100 :
labu kuning 60); S4L4 (100 : 80)
Tahap berikutnya yaitu proses
pemanggangan dengan
menggunakan oven.
2. Uji Aktivitas Terdapat Metode Pengujian sampel dengan Rasio
Antioksidan perbedaan DPPH – Alat metode DPPH dilakukan dengan
aktivitas Destilasi 3x pengulangan pada
antioksindan vacuum pengolahan.
pada setiap Adanya aktivitas antioksidan
sampel produk (%) pada produk setiap sampel.
yang berbeda
3. Uji Kadar Perbedaan Metode Pengujian sampel dengan Rasio
Serat Kasar kandungan Enzimatik metode serat kasar dilakukan
serat pangan gravimetri – dengan 3x pengulangan pada
pada setiap Alat pengolahan.
sampel yang gravimetri Adanya kandungan serat kasar
akan berubah (%) pada produk setiap sampel
59

4. Uji Penilaian Kuesioner uji Dilakukan pengujian tingkat Ordinal


organoleptic citarasa hedonic kesukaan pada 30 panelis tidak
(Uji produk dan terlatih dengan mengisi
Hedonik) melakukan kuesioner daya terima.
penilaian Kategori penilaian :
terhadap 1 = sangat tidak suka
aroma, rasa, 2 = tidak suka
tekstur, dan 3 = cukup suka
warna 4 = suka
5 = sangat suka

H. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

1) Uji Aktivitas Antioksidan

Intrumen penelitian untuk menguji aktivitas antioksidan formulasi

snack bar menggunakan metode DPPH. Berikut ini merupakan alat dan

bahan yang digunakan saat melakukan metode DPPH :

Bahan Alat

Aquades Neraca analitik

Larutan DPPH Labu ukur

Etanol Pipet ukur

NaOH 10% Stop watch

Pereaksi Meyer Micro syringe 100 µL

Larutan FeCl3 Destilasi Vacum

Sampel snack bar Spektrofotometer UV-Vis


60

2) Uji Kadar Serat Pangan

Intrumen penelitian untuk menguji kadar serat pangan formulasi

snack bar menggunakan metode serat kasar. Berikut ini merupakan alat

dan bahan yang digunakan saat melakukan metode serat kasar :

Bahan Alat

Aquades Mikropipet

Kloroform Beaker glass

Metanol Pipet dan Pipet Ukur

Sampel snack bar Alat gelas

kertas saring dan kertas perkamen

Sentrifugator

Neraca analitik

Tabung eppendorf

Tabung Sentrifugasi

Sonikator

3) Uji Organoleptik

Pada uji organoleptik ini peneliti mengumpulkan 30 panelis tidak

terlatih dari siswa/siswi SMK Kesehatan Surabaya untuk dilakukan uji

organoleptik dengan menggunakan uji hedonik yang meliputi 4 indikator

penilaian yaitu uji aroma, rasa, tekstur, dan warna pada 5 sampel produk

dari masing – masing perlakuan formulasi snack bar yang berbeda.

Instrumen yang digunakan saat melakukan uji hedonik ini adalah berupa
61

kuesioner dan pengujian dilakukan di salah satu ruangan SMK Kesehatan

Surabaya.

I. Analisis Data

Pada penelitian ini akan dilakukan 2 macam analisis data yaitu untuk

uji aktivitas antioksidan dan uji kadar serat pangan akan dilakukan analisis

data dengan menggunakan metode One Way Anova yang dibantu

menggunakan aplikasi SPSS 20, apabila terdapat perbedaan secara signifikan

pada kelima formulasi dalam uji aktivitas antioksidan dan uji kadar serat

pangan maka akan dilakukan analisis lajut menggunakan DMRT (Duncan’S

Multiple Range Test). Sedangkan pada uji organoleptik akan dilakukan

analisis data dengan menggunakan metode uji Kruskall Wallis yang dibantu

dengan menggunakan aplikasi SPSS 20, apabila terdapat perbedaan secara

signifikan pada kelima formulasi dalam uji organoleptic maka akan dilakukan

analisis lajut menggunakan Mann Whitney Test.

J. Etika Penelitian

Menurut Sumantri (2015), semua kegiatan penelitian yang

menyangkut manusia baik dari segi klinis atau non-klinis harus didasari oleh

moral dan etika Pancasila. Sebuah kewajiban seorang peneliti, bahwa

penelitian yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan dari segi ilmiah,

moral, dan etika yang berdasarkan ketuhanan dan perikemanusiaan. Sehingga

etika yang dimaksudkan yaitu untuk menjaga keselarasan hubungan antar


62

manusia. Berikut adalah etika yang akan dilakukan saat penelitian

berlangsung :

1) Informed consent

Menurut Permatasari (2018), Informed consent merupakan bentuk

persetujuan antara peneliti dengan subjek penelitian atau panelis penelitian

dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent diberikan

kepada responden sebelum dilakukan penelitian dengan tujuan agar subjek

suatu penelitian mengerti akan maksud dan tujuan dari penelitian.

Responden harus menandatangani lembar persetujuan jika setuju untuk

berpartisipasi dalam penelitian. Jika responden tidak setuju berpartisipasi

dalam penelitian maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap

menghormati keputusan responden.

2) Anonimity

Menurut Permatasari (2018), Anonimity adalah kerahasiaan

responden yang perlu dijaga, sehingga nama responden tidak dicantumkan

pada lembar pengumpulan data. Responden yang ikut berpartisipasi pada

penelitian, peneliti cukup memberikan kode pada masing – masing lembar

pengumpulan data.

3) Justice

Menurut Permatasari (2018), seorang peneliti harus memberikan

perlakuan secara adil kepada semua respoden selama keikutsertaan


63

responden dalam penelitian tanpa adanya diskriminasi. Jika responden

tidak bersedia mengikuti penelitian, maka akan langsung dikeluarkan dari

penelitian.

K. Keterbatasan Penelitian

Peneliti memiliki keterbatasan dalam penelitian, yaitu peneliti

melakukan uji aktivitas antioksidan dan kadar serat dalam laboratorium di

Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan (Poltekkes) Surabaya, sehingga

peneliti tidak dapat melakukan uji aktivitas antioksidan dan kadar serat secara

langsung karena terdapat kebijakan dari pihak Politeknik Kesehatan

Kementerian Kesehatan (Poltekkes) Surabaya yaitu penggunaan laboratorium

hanya boleh dilakukan oleh laboran Politeknik Kesehatan Kementerian

Kesehatan (Poltekkes) Surabaya.


BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian

1. Uji Aktivitas Antioksidan Snack Bar

Uji aktivitas antioksidan produk snack bar menggunakan metode

DPPH dengan tujuan untuk mengetahui besar presentase aktivitas

antioksidan pada formulasi snack bar. Uji aktivitas antioksidan ini

dilakukan pada tanggal 13 Maret 2019 di Laboratorium terpadu

Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Surabaya, dengan

mengirimkan 15 sampel produk yang terdiri dari 5 perlakuan berbeda

yang diulang sebanyak 3x proses pengolahan.

Pada uji aktivitas ini terdapat 15 sampel produk yang terdiri dari 5

perlakuan berbeda yang diulang sebanyak 3x proses pengolahan, 5

perlakuan formulasi snack bar yang berbeda yaitu :

- S0L0 = Tepung Sorgum 100 gr : Labu Kuning 100 gr

- S1L1 = Tepung Sorgum 150 gr : Labu Kuning 60 gr

- S2L2 = Tepung Sorgum 150 gr : Labu Kuning 80 gr

- S3L3 = Tepung Sorgum 60 gr : Labu Kuning 100 gr

- S4L4 = Tepung Sorgum 80 gr : Labu Kuning 100 gr

Berdasarkan hasil uji aktivitas antioksidan yang telah dilakukan,

didapatkan hasil pengamatan yang disajikan pada tabel 5.1.

64
65

Tabel 5.1. Hasil Nilai Uji Aktivitas Antioksidan Snack Bar


No. Kode Sampel Hasil Nilai
1. S0L0 67.28
2. S1L1 91.27
3. S2L2 75.14
4. S3L3 58.84
5. S4L4 70.37
Sumber : Data primer

Pada hasil uji aktivitas antoksidan pada kelima produk snack bar,

menunjukkan bahwa kandungan aktivitas antioksidan yang paling tinggi

yaitu dengan kode perlakuan S1L1 sebesar 91.27% per 100 gram, yang

memiliki komposisi Tepung Sorgum sebanyak 150 gr : Labu Kuning

sebanyak 60 gr. Sedangkan kandungan aktivitas antioksidan yang paling

rendah yaitu dengan kode perlakuan S3L3 sebesar 58.84% per 100 gram,

yang memiliki komposisi Tepung Sorgum sebanyak 60 gr : Labu Kuning

sebanyak 100 gr.

Adapun hasil nilai uji aktivitas antioksidan pada 5 perlakuan

formulasi snack bar yang berbeda disajikan dalam bentuk grafik yang

dapat dilihat pada gambar 5.1.


66

Hasil Nilai Uji Aktivitas Antioksidan

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
S0L0 S1L1 S2L2 S3L3 S4L4
Mean (x) 67.28 91.27 75.14 58.84 70.37

Gambar 5.1. Hasil Nilai Uji Aktivitas Antioksidan Snack bar

Berdasarkan data hasil uji kandungan aktivitas antioksidan

produk snack bar dilakukan uji Anova One Way yang terdapat di SPSS

20.0 dan dengan tingkat ketelitian 95% (α = 0.05), didapatkan hasil yang

menunjukkan ρ = 0.000. Hal tersebut memiliki hasil (ρ < 0.05) yang

artinya terdapat perbedaan kandungan aktivitas antioksidan produk snack

bar dari kelima perlakuan formulasi yang berbeda. Hasil perhitungan

anova formulasi snack bar terhadap kandungan aktivitas antioksidan

tersaji pada tabel 5.2.

Tabel 5.2. Hasil Uji Anova formulasi Snack Bar Terhadap Aktivitas
Antioksidan
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1732.836 4 433.209 10774.557 .000
Within Groups .402 10 .040
Total 1733.238 14
Sumber : Data primer
67

Hasil uji anova menunjukkan terdapat perbedaan pada kelima

perlakuan formulasi snack bar, untuk mengetahui perbedaan kandungan

aktivitas antioksidan dari kelima perlakuan maka dilakukan uji lanjut

menggunakan metode Duncan. Hasil uji lanjut Duncan terhadap aktivitas

antioksidan tersaji pada tabel 5.3.

Tabel 5.3. Hasil Uji Lanjut Duncan formulasi Snack Bar Terhadap Aktivitas
Antioksidan
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4 5
S3L3 3 58.8433
S0L0 3 67.2833
S4L4 3 70.3700
Duncana
S2L2 3 75.1367
S1L1 3 91.2733
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Sumber : Data primer

Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kelima perlakuan

formulasi snack bar memiliki perbedaan kandungan aktivitas antioksidan

karena setiap perlakuan berada pada subset yang berbeda, dan hasil uji

lanjut Duncan menunjukkan nilai tertinggi pada kode perlakuan S 1L1

dengan nilai subset sebesar 91.2733 yang memiliki komposisi Tepung

Sorgum sebanyak 150 gr : Labu Kuning sebanyak 60 gr.

2. Uji Kadar Serat Snack Bar

Uji kadar serat produk snack bar menggunakan metode

Gravimetri Enzimatis dengan tujuan untuk mengetahui besar presentase

kadar serat larut air, serat tidak larut air, dan serat total pada formulasi

snack bar. Uji kadar serat ini dilakukan pada tanggal 13 Maret 2019 di
68

Laboratorium terpadu Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan

Surabaya, dengan mengirimkan 15 sampel produk yang terdiri dari 5

perlakuan berbeda yang diulang sebanyak 3x proses pengolahan.

Pada uji aktivitas ini terdapat 15 sampel produk yang terdiri dari 5

perlakuan berbeda yang diulang sebanyak 3x proses pengolahan, 5

perlakuan formulasi snack bar yang berbeda yaitu :

- S0L0 = Tepung Sorgum 100 gr : Labu Kuning 100 gr

- S1L1 = Tepung Sorgum 150 gr : Labu Kuning 60 gr

- S2L2 = Tepung Sorgum 150 gr : Labu Kuning 80 gr

- S3L3 = Tepung Sorgum 60 gr : Labu Kuning 100 gr

- S4L4 = Tepung Sorgum 80 gr : Labu Kuning 100 gr

a. Serat Larut Air

Berdasarkan hasil uji kadar serat yang telah dilakukan,

didapatkan hasil pengamatan mengenai serat larut air yang disajikan

pada tabel 5.4.

Tabel 5.4. Hasil Nilai Uji Kadar Serat Larut Air Snack Bar
No. Kode Sampel Hasil Nilai
1. S0L0 3.73
2. S1L1 2.89
3. S2L2 3.15
4. S3L3 3.61
5. S4L4 3.73
Sumber : Data primer
69

Pada hasil uji kadar serat larut air pada kelima produk snack

bar, menunjukkan bahwa kandungan serat larut air yang paling

tinggi yaitu dengan kode perlakuan S0L0 dan S4L4 sebesar 3.73 gram

per 100 gram, yang memiliki komposisi Tepung Sorgum sebanyak

100 gr : Labu Kuning sebanyak 100 gr. Sedangkan kandungan serat

larut air yang paling rendah yaitu dengan kode perlakuan S1L1

sebesar 2.89 gram per 100 gram, yang memiliki komposisi Tepung

Sorgum sebanyak 150 gr : Labu Kuning sebanyak 60 gr.

Adapun nilai rata – rata uji kadar serat larut air pada 5

perlakuan formulasi snack bar yang berbeda disajikan dalam bentuk

grafik yang dapat dilihat pada gambar 5.2.

Hasil Nilai Serat Larut Air

4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
S0L0 S1L1 S2L2 S3L3 S4L4
Mean (x) 3.73 2.89 3.15 3.61 3.73

Gambar 5.2. Hasil Nilai Serat Larut Air Snack bar

Berdasarkan data hasil uji kadar serat larut air produk snack

bar dilakukan uji Anova One Way yang terdapat di SPSS 20.0 dan
70

dengan tingkat ketelitian 95% (α = 0.05), didapatkan hasil yang

menunjukkan ρ = 0.000. Hal tersebut memiliki hasil (ρ < 0.05) yang

artinya terdapat perbedaan kadar serat larut air produk snack bar dari

kelima perlakuan formulasi yang berbeda. Hasil perhitungan anova

formulasi snack bar terhadap kandungan serat larut air tersaji pada

tabel 5.5.

Tabel 5.5. Hasil Uji Anova formulasi Snack Bar Terhadap Serat Larut Air
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1.748 4 .437 378.994 .000
Within Groups .012 10 .001
Total 1.760 14
Sumber : Data primer

Hasil uji anova menunjukkan terdapat perbedaan pada kelima

perlakuan formulasi snack bar, untuk mengetahui perbedaan kadar

serat larut air dari kelima perlakuan formulasi maka dilakukan uji

lanjut menggunakan metode Duncan. Hasil uji lanjut Duncan

terhadap Serat Larut Air tersaji pada tabel 5.6.

Tabel 5.6. Hasil Uji Lanjut Duncan formulasi Snack Bar Terhadap Serat Larut
Air
Perlakuan Subset for alpha = 0.05
N
1 2 3 4
S1L1 3 2.8900
S2L2 3 3.1533
S3L3 3 3.6167
Duncana
S0L0 3 3.7300
S4L4 3 3.7300
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000
Sumber : Data primer
71

Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kelima

perlakuan formulasi snack bar memiliki perbedaan kadar serat larut

air karena setiap perlakuan berada pada subset yang berbeda kecuali

pada perlakuan S0L0 dan S4L4 yang berada pada satu subset dengan

nilai yang sama yaitu 3.7300. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan

bahwa nilai subset yang sama pada kode perlakuan S 0L0 dan S4 L4

dengan nilai sebesar 3.7300, dengan komposisi pada masing –

masing perlakuan yaitu S0L0 yang memiliki komposisi Tepung

Sorgum sebanyak 100 gr : Labu Kuning sebanyak 100 gr dan S4 L4

yang memiliki komposisi Tepung Sorgum sebanyak 80 gr : Labu

Kuning sebanyak 100 gr.

b. Serat Tidak Larut Air

Berdasarkan hasil uji kadar serat yang telah dilakukan,

didapatkan hasil pengamatan mengenai serat larut air yang disajikan

pada tabel 5.7.

Tabel 5.7. Hasil Nilai Uji Kadar Serat Tidak Larut Air Snack Bar
No. Kode Sampel Hasil Nilai
1. S0L0 1.24
2. S1L1 0.75
3. S2L2 1.04
4. S3L3 1.44
5. S4L4 1.66
Sumber : Data primer
72

Pada hasil uji kadar serat tidak larut air pada kelima produk

snack bar, menunjukkan bahwa kandungan serat tidak larut air yang

paling tinggi yaitu dengan kode perlakuan S4L4 sebesar 1.24 gram

per 100 gram, yang memiliki komposisi Tepung Sorgum sebanyak

80 gr : Labu Kuning sebanyak 100 gr. Sedangkan kandungan serat

tidak larut air yang paling rendah yaitu dengan kode perlakuan S1L1

sebesar 0.75 gram per 100 gram, yang memiliki komposisi Tepung

Sorgum sebanyak 150 gr : Labu Kuning sebanyak 60 gr.

Adapun nilai rata – rata uji kadar serat tidak larut air pada 5

perlakuan formulasi snack bar yang berbeda disajikan dalam bentuk

grafik yang dapat dilihat pada gambar 5.3.

Hasil Nilai Serat Tidak Larut Air

1.8
1.6
1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
S0L0 S1L1 S2L2 S3L3 S4L4
Mean (x) 1.24 0.75 1.04 1.44 1.66

Gambar 5.3. Hasil Nilai Serat Tidak Larut Air Snack bar

Berdasarkan data hasil uji kadar serat tidak larut air produk

snack bar dilakukan uji Anova One Way yang terdapat di SPSS 20.0
73

dan dengan tingkat ketelitian 95% (α = 0.05), didapatkan hasil yang

menunjukkan ρ = 0.000. Hal tersebut memiliki hasil (ρ < 0.05) yang

artinya terdapat perbedaan kadar serat tidak larut air produk snack

bar dari kelima perlakuan formulasi yang berbeda. Hasil perhitungan

anova formulasi snack bar terhadap kandungan serat tidak larut air

tersaji pada tabel 5.8.

Tabel 5.8. Hasil Uji Anova formulasi Snack Bar Terhadap Serat Tidak
Larut Air
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1.477 4 .369 548.525 .000
Within Groups .007 10 .001
Total 1.484 14
Sumber : Data primer

Hasil uji anova menunjukkan terdapat perbedaan pada kelima

perlakuan formulasi snack bar, untuk mengetahui perbedaan kadar

serat tidak larut air dari kelima perlakuan formulasi maka dilakukan

uji lanjut menggunakan metode Duncan. Hasil uji lanjut Duncan

terhadap Serat Tidak Larut Air tersaji pada tabel 5.9.

Tabel 5.9. Hasil Uji Lanjut Duncan formulasi Snack Bar Terhadap Serat
Tidak Larut Air
Subset for alpha = 0.05
Perlakuan N
1 2 3 4 5
S1L1 3 .7533
S2L2 3 1.0400
S0L0 3 1.2433
Duncana
S3L3 3 1.4400
S4L4 3 1.6600
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Sumber : Data primer
74

Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kelima

perlakuan formulasi snack bar memiliki perbedaan kadar serat tidak

larut air karena setiap perlakuan berada pada subset yang berbeda,

dan hasil uji lanjut Duncan menunjukkan nilai subset tertinggi pada

kode perlakuan S4L4 dengan nilai sebesar 1.6600 yang memiliki

komposisi Tepung Sorgum sebanyak 80 gr : Labu Kuning sebanyak

100 gr.

c. Serat Total

Berdasarkan hasil uji kadar serat yang telah dilakukan,

didapatkan hasil pengamatan mengenai serat larut air yang disajikan

pada tabel 5.10.

Tabel 5.10. Hasil Nilai Uji Kadar Serat Total Snack Bar
No. Kode Sampel Hasil Nilai
1. S0L0 4.97
2. S1L1 3.64
3. S2L2 4.19
4. S3L3 5.05
5. S4L4 5.39
Sumber : Data primer

Pada hasil uji kadar serat total pada kelima produk snack bar,

menunjukkan hasil kandungan serat total yang paling tinggi yaitu

dengan kode perlakuan S4L4 sebesar 5.39 gram per 100 gram, yang

memiliki komposisi Tepung Sorgum sebanyak 80 gr : Labu Kuning

sebanyak 100 gr. Sedangkan kandungan serat total yang paling


75

rendah yaitu dengan kode perlakuan S1L1 sebesar 3.64 gram per 100

gram, yang memiliki komposisi Tepung Sorgum sebanyak 150 gr :

Labu Kuning sebanyak 60 gr.

Adapun nilai rata – rata uji kadar serat total pada 5 perlakuan

formulasi snack bar yang berbeda disajikan dalam bentuk grafik

yang dapat dilihat pada gambar 5.4.

Nilai Rata - Rata Serat Total

0
S0L0 S1L1 S2L2 S3L3 S4L4
Mean (x) 4.97 3.64 4.19 5.05 5.39

Gambar 5.4. Nilai Rata – rata Serat Total Snack bar

Berdasarkan data hasil uji kadar serat total produk snack bar

dilakukan uji Anova One Way yang terdapat di SPSS 20.0 dan

dengan tingkat ketelitian 95% (α = 0.05), didapatkan hasil yang

menunjukkan ρ = 0.000. Hal tersebut memiliki hasil (ρ < 0.05) yang

artinya terdapat perbedaan kadar serat total produk snack bar dari

kelima perlakuan formulasi yang berbeda. Hasil perhitungan anova

formulasi snack bar terhadap kandungan serat total tersaji pada tabel

5.11.
76

Tabel 5.11. Hasil Uji Anova formulasi Snack Bar Terhadap Serat Total
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 6.118 4 1.530 3424.425 .000
Within Groups .004 10 .000
Total 6.123 14
Sumber : Data primer

Hasil uji anova menunjukkan terdapat perbedaan pada kelima

perlakuan formulasi snack bar, untuk mengetahui perbedaan kadar

serat total dari kelima perlakuan formulasi maka dilakukan uji lanjut

menggunakan metode Duncan. Hasil uji lanjut Duncan terhadap

Serat Total tersaji pada tabel 5.12.

Tabel 5.12. Hasil Uji Lanjut Duncan formulasi Snack Bar Terhadap Serat
Total
Subset for alpha = 0.05
Perlakuan N
1 2 3 4 5
S1L1 3 3.6433
S2L2 3 4.1933
S0L0 3 4.9733
Duncana
S3L3 3 5.0567
S4L4 3 5.3900
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Sumber : Data primer

Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kelima perlakuan

formulasi snack bar memiliki perbedaan kadar serat total karena

setiap perlakuan berada pada subset yang berbeda, dan hasil uji lanjut

Duncan menunjukkan nilai subset terendah pada kode perlakuan S4L4

dengan nilai sebesar 5.3900 yang memiliki komposisi Tepung Sorgum

sebanyak 80 gr : Labu Kuning sebanyak 100 gr.


77

3. Uji Organoleptik Snack Bar

Uji organoleptik produk snack bar menggunakan skala uji

hedonik dengan menggunakan 4 parameter uji kesukaan yang terdiri dari

warna, aroma, rasa, dan tekstur. Uji organoleptik pada produk snack bar

bertujuan untuk memperoleh hasil dari formulasi snack bar dengan 5

perlakuan berbeda dan menilai suatu produk berdasarkan indra sensorik

manusia. Uji organoleptik ini dilaksanakan pada tanggal 13 Maret 2019

pada pukul 12.45 WIB dan dilakukan oleh 30 panelis tidak terlatih dari

siswa/siswi SMK Kesehatan Surabaya kelas X yang terdiri dari 5

siswa/siswi dari jurusan Farmasi dan 25 siswa/siswi dari jurusan

Keperawatan.

Pada uji organoleptik ini terdapat 5 perlakuan formulasi snack bar

yang berbeda yaitu :

- S0L0 = Tepung Sorgum 100 gr : Labu Kuning 100 gr

- S1L1 = Tepung Sorgum 150 gr : Labu Kuning 60 gr

- S2L2 = Tepung Sorgum 150 gr : Labu Kuning 80 gr

- S3L3 = Tepung Sorgum 60 gr : Labu Kuning 100 gr

- S4L4 = Tepung Sorgum 80 gr : Labu Kuning 100 gr

a. Uji Organoleptik Terhadap Warna

Hasil presentase pada uji organoleptik panelis terhadap

warna produk snack bar yang disajikan pada tabel 5.13.


78

Tabel 5.13. Distribusi Frekuensi Hasil Uji Organoleptik Panelis


Terhadap Warna Snack bar
Jumlah Panelis
Perlakuan
Sangat Tidak Cukup Sangat Jumlah
Formulasi Tidak Suka Suka
Suka Suka Suka
Snack bar
n % n % n % n % n % n %
S0L0 2 6.7 7 23.3 12 40 8 26.7 1 3.3 30 100
S1L1 2 6.7 6 20 11 36.7 6 20 5 16.6 30 100
S2L2 2 6.7 4 13.3 14 46.6 8 26.7 2 6.7 30 100
S3L3 1 3.3 4 13.3 5 16.7 11 36.7 9 30 30 100
S4L4 1 3.3 5 16.7 10 33.3 8 26.7 6 20 30 100
Sumber : Data primer

Berdasarkan tabel 5.13 diperoleh hasil uji organoleptik

terhadap warna, sehingga panelis yang menyatakan sangat tidak

suka pada produk S0L0, S1 L1, S2 L2 sebanyak 6.7% dari total panelis,

produk S3L3 dan S4 L4 sebanyak 3.3% dari total panelis. Panelis

yang menyatakan tidak suka pada produk S0L0 sebanyak 23.3%

dari total panelis, produk S1L1 sebanyak 20% dari total panelis,

produk S2L2 dan S3L3 sebanyak 13.3% dari total panelis, dan

produk S4L4 sebanyak 16.7% dari total panelis. Panelis yang

menyatakan cukup suka pada produk S0 L0 sebanyak 40% dari total

panelis, produk S1L1 sebanyak 36.7% dari total panelis, produk

S2L2 sebanyak 46.6% dari total panelis, produk S3L3 sebanyak

16.7% dari total panelis, dan produk S4L4 sebanyak 33.3% dari

total panelis. Panelis yang menyatakan suka pada produk S0L0,

S2L2, dan S4 L4 sebanyak 26.7% dari total panelis, produk S1L1

sebanyak 20% dari total panelis, dan produk S3L3 sebanyak 36.7%

dari total panelis. Panelis yang menyatakan sangat suka pada

produk S0L0 sebanyak 3.3% dari total panelis, produk S1L1


79

sebanyak 16.6% dari total panelis, produk S2L2 sebanyak 6.7% dari

total panelis, produk S3L3 sebanyak 30% dari total panelis, dan

produk S4L4 sebanyak 20% dari total panelis.

Hasil uji organoleptik terhadap warna pada produk snack

bar yang paling banyak disukai oleh panelis yaitu dengan kode

perlakuan S3L3 yang memiliki komposisi Tepung Sorgum

sebanyak 60 gr : Labu Kuning sebanyak 100 gr.

Adapun nilai rata – rata uji organoleptik panelis terhadap

warna pada perlakuan formulasi snack bar yang berbeda dapat

dilihat pada gambar 5.5.

Nilai Rata - rata Terhadap Warna

4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
S0L0 S1L1 S2L2 S3L3 S4L4
Mean (x) 2.96 3.2 3.13 3.76 3.43

Gambar 5.5. Nilai Rata – rata panelis terhadap warna Snack bar

Dari gambar 5.5 menunjukkan bahwa rata – rata dari

penilaian panelis terhadap warna snack bar dengan perlakuan yang

berbeda, nilai tertinggi terdapat pada produk S3L3 dengan rata –

rata 3.76 dan nilai terendah pada produk S0L0 dengan rata – rata
80

2.96. Hal tersebut menunjukkan bahwa dari segi warna produk

snack bar yang paling disukai oleh panelis terdapat pada kode

perlakuan S3L3 yang memiliki komposisi Tepung Sorgum

sebanyak 60 gr : Labu Kuning sebanyak 100 gr.

Berdasarkan data hasil uji organoleptik terhadap warna

produk snack bar dilakukan uji Kruskall Wallis yang terdapat di

SPSS 20.0 dan dengan tingkat ketelitian 95% (α = 0.05),

didapatkan hasil yang menunjukkan ρ = 0.040. Hal tersebut

memiliki hasil (ρ < 0.05) yang artinya terdapat perbedaan

organoleptik terhadap warna produk snack bar dari kelima

perlakuan formulasi yang berbeda. Hasil perhitungan uji Kruskall

Wallis formulasi snack bar terhadap organoleptik warna tersaji

pada tabel 5.14.

Tabel 5.14. Hasil Uji Kruskall Wallis formulasi Snack Bar Terhadap
Organoleptik Warna
Nilai Warna
Chi-Square 10.044
df 4
Asymp. Sig. .040
Sig. .040c
Monte Carlo
Lower Bound .036
Sig. 95% Confidence Interval
Upper Bound .044
Sumber : Data primer

Hasil uji Kruskall Wallis menunjukkan terdapat perbedaan

pada kelima perlakuan formulasi snack bar, untuk mengetahui

perbedaan pada uji organoleptik terhadap warna dari kelima

perlakuan formulasi maka dilakukan uji lanjut menggunakan


81

metode Mann Whitney. Hasil uji lanjut Mann Whitney organoleptik

terhadap warna tersaji pada tabel 5.15.

Tabel 5.15. Hasil Uji Lanjut Mann Whitney formulasi Snack Bar
Terhadap Organoleptik Warna
No Perlakuan Asymp. Sig. Hasil
1 S0L0 dan S1L1 0.464 Tidak Signifikan
2 S2L2 dan S3L3 0.016 Signifikan
3 S0L0 dan S4L4 0.104 Tidak Signifikan
4 S1L1 dan S2L2 0.901 Tidak Signifikan
5 S3L3 dan S4L4 0.207 Tidak Signifikan
6 S0L0 dan S2L2 0.501 Tidak Signifikan
7 S1L1 dan S3L3 0.051 Tidak Signifikan
8 S1L1 dan S4L4 0.426 Tidak Signifikan
9 S0L0 dan S3L3 0.004 Signifikan
10 S2L2 dan S4L4 0.299 Tidak Signifikan
Sumber : Data primer

Hasil uji lanjut Mann Whitney menunjukkan bahwa kelima

perlakuan formulasi snack bar memiliki perbedaan organoleptik

warna pada kode perlakuan S2L2 dan S3 L3 dengan nilai Asymp. Sig.

0.016 yang lebih kecil dari α = 0.05, S0L0 dan S3L3 dengan nilai

Asymp. Sig. 0.004 yang lebih kecil dari α = 0.05. Dari dua pasang

perlakuan hasil uji lanjut Mann Whitney memiliki perbedaan

organoleptik terhadap warna dan delapan pasang perlakuan lain

dari hasil uji lanjut Mann Whitney tidak memiliki perbedaan

organoleptik terhadap warna.

b. Uji Organoleptik Terhadap Aroma

Hasil presentase pada uji organoleptik panelis terhadap

aroma produk snack bar yang disajikan pada tabel 5.16.


82

Tabel 5.16. Distribusi Frekuensi Hasil Uji Organoleptik Panelis


Terhadap Aroma Snack bar
Jumlah Panelis
Perlakuan
Sangat Tidak Cukup Sangat Jumlah
Formulasi Tidak Suka Suka
Suka Suka Suka
Snack bar
N % n % n % n % n % n %
S0L0 5 16.7 4 13.3 9 30 7 23.3 5 16.7 30 100
S1L1 2 6.7 6 20 5 16.7 13 43.3 4 13.3 30 100
S2L2 1 3.3 3 10 11 36.7 12 40 3 10 30 100
S3L3 0 0 4 13.3 12 40 9 30 5 16.7 30 100
S4L4 1 3.3 1 3.3 15 50 7 23.3 6 20 30 100
Sumber : Data primer

Berdasarkan tabel 5.16 diperoleh hasil uji organoleptik

terhadap aroma, pada produk S3L3 tidak ada panelis yang

menyatakan sangat tidak suka , panelis yang menyatakan sangat

tidak suka pada produk S2L2, S4 L4 sebanyak 3.3% dari total panelis,

produk S0L0 sebanyak 16.7% dari total panelis, dan produk S1L1

sebanyak 6.7% dari total panelis. Panelis yang menyatakan tidak

suka pada produk S0L0 dan S3L3 sebanyak 13.3% dari total panelis,

produk S1L1 sebanyak 20% dari total panelis, produk S2 L2 sebanyak

10% dari total panelis, dan produk S4L4 sebanyak 3.3% dari total

panelis. Panelis yang menyatakan cukup suka pada produk S0L0

sebanyak 30% dari total panelis, produk S1L1 sebanyak 16.7% dari

total panelis, produk S2L2 sebanyak 36.7% dari total panelis,

produk S3L3 sebanyak 40% dari total panelis, dan produk S4L4

sebanyak 50% dari total panelis. Panelis yang menyatakan suka

pada produk S0L0, dan S4L4 sebanyak 23.3% dari total panelis,

produk S1L1 sebanyak 43.3% dari total panelis, produk S2L2

sebanyak 40% dari total panelis, dan produk S3L3 sebanyak 30%
83

dari total panelis. Panelis yang menyatakan sangat suka pada

produk S0L0 dan S3 L3 sebanyak 16.7% dari total panelis, produk

S1L1 sebanyak 13.3% dari total panelis, produk S2L2 sebanyak 10%

dari total panelis, dan produk S4L4 sebanyak 20% dari total panelis.

Hasil uji organoleptik terhadap aroma pada produk snack

bar yang paling banyak disukai oleh panelis yaitu dengan kode

perlakuan S1L1 yang memiliki komposisi Tepung Sorgum sebanyak

150 gr : Labu Kuning sebanyak 60 gr.

Adapun nilai rata – rata uji organoleptik panelis terhadap

aroma pada perlakuan formulasi snack bar yang berbeda dapat

dilihat pada gambar 5.6.

Nilai Rata - rata Terhadap Aroma

3.6
3.5
3.4
3.3
3.2
3.1
3
2.9
2.8
S0L0 S1L1 S2L2 S3L3 S4L4
Mean (x) 3.1 3.36 3.43 3.5 3.53

Gambar 5.6. Nilai Rata – rata panelis terhadap aroma Snack bar

Dari gambar 5.6 menunjukkan bahwa rata – rata dari

penilaian panelis terhadap aroma snack bar dengan perlakuan yang

berbeda, nilai tertinggi terdapat pada produk S4L4 dengan rata –


84

rata 3.53 dan nilai terendah pada produk S0L0 dengan rata – rata

3.1. Hal tersebut menunjukkan bahwa dari segi aroma produk

snack bar yang paling disukai oleh panelis terdapat pada kode

perlakuan S4L4 yang memiliki komposisi Tepung Sorgum

sebanyak 80 gr : Labu Kuning sebanyak 100 gr.

Berdasarkan data hasil uji organoleptik terhadap aroma

produk snack bar dilakukan uji Kruskall Wallis yang terdapat di

SPSS 20.0 dan dengan tingkat ketelitian 95% (α = 0.05),

didapatkan hasil yang menunjukkan ρ = 0.775. Hal tersebut

memiliki hasil (ρ > 0.05) yang artinya tidak terdapat perbedaan

organoleptik terhadap aroma produk snack bar dari kelima

perlakuan formulasi yang berbeda. Hasil perhitungan uji Kruskall

Wallis formulasi snack bar terhadap organoleptik aroma tersaji

pada tabel 5.17.

Tabel 5.17. Hasil Uji Kruskall Wallis formulasi Snack Bar Terhadap
Organoleptik Aroma
Nilai Aroma
Chi-Square 1.785
Df 4
Asymp. Sig. .775
Sig. .777c
Monte Carlo
Lower Bound .769
Sig. 95% Confidence Interval
Upper Bound .785
Sumber : Data primer

Hasil uji Kruskall Wallis menunjukkan bahwa kelima

perlakuan formulasi snack bar tidak memiliki perbedaan pada uji


85

organoleptik terhadap aroma. Hal tersebut dibuktikan dari hasil

nilai Asymp. Sig. 0.775 yang lebih besar dari nilai α = 0.05.

c. Uji Organoleptik Terhadap Rasa

Hasil presentase pada uji organoleptik panelis terhadap rasa

produk snack bar yang disajikan pada tabel 5.18.

Tabel 5.18. Distribusi Frekuensi Hasil Uji Organoleptik Panelis


Terhadap Rasa Snack bar
Jumlah Panelis
Perlakuan
Sangat Tidak Cukup Sangat Jumlah
Formulasi Tidak Suka Suka
Suka Suka Suka
Snack bar
n % n % n % n % n % n %
S0L0 4 13.3 6 20 12 40 6 20 2 6.7 30 100
S1L1 5 16.7 5 16.7 7 23.3 9 30 4 13.3 30 100
S2L2 1 3.3 11 36.7 9 30 6 20 3 10 30 100
S3L3 1 3.3 4 13.3 7 23.3 13 43.4 5 16.7 30 100
S4L4 0 0 7 23.3 11 36.7 6 20 6 20 30 100
Sumber : Data primer

Berdasarkan tabel 5.18 diperoleh hasil uji organoleptik

terhadap rasa, pada produk S4L4 tidak ada panelis yang menyatakan

sangat tidak suka, panelis yang menyatakan sangat tidak suka pada

produk S2L2 dan S3L3 sebanyak 3.3% dari total panelis, produk S0L0

sebanyak 13.3% dari total panelis, dan produk S1L1 sebanyak

16.7% dari total panelis. Panelis yang menyatakan tidak suka pada

produk S0L0 sebanyak 20% dari total panelis, produk S1 L1 sebanyak

16.7% dari total panelis, produk S2L2 sebanyak 36.7% dari total

panelis, produk S3L3 sebanyak 13.3% dari total panelis, dan produk

S4L4 sebanyak 23.3% dari total panelis. Panelis yang menyatakan

cukup suka pada produk S1L1 dan S3L3 sebanyak 23.3% dari total
86

panelis, produk S0L0 sebanyak 40% dari total panelis, produk S2L2

sebanyak 30% dari total panelis, dan produk S4L4 sebanyak 36.7%

dari total panelis. Panelis yang menyatakan suka pada produk S0 L0,

S2L2, dan S4 L4 sebanyak 20% dari total panelis, produk S1L1

sebanyak 30% dari total panelis, dan produk S3L3 sebanyak 43.4%

dari total panelis. Panelis yang menyatakan sangat suka pada

produk S0L0 sebanyak 6.7% dari total panelis, S1L1 sebanyak

13.3% dari total panelis, produk S2L2 sebanyak 10% dari total

panelis, produk S3L3 sebanyak 16.7% dari total panelis, dan produk

S4L4 sebanyak 20% dari total panelis.

Hasil uji organoleptik terhadap rasa pada produk snack bar

yang paling banyak disukai oleh panelis yaitu dengan kode

perlakuan S3L3 yang memiliki komposisi Tepung Sorgum

sebanyak 60 gr : Labu Kuning sebanyak 100 gr.

Adapun nilai rata – rata uji organoleptik panelis terhadap

rasa pada perlakuan formulasi snack bar yang berbeda dapat dilihat

pada gambar 5.7


87

Nilai Rata - rata Terhadap Rasa

4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
S0L0 S1L1 S2L2 S3L3 S4L4
Mean (x) 2.86 3.06 2.96 3.56 3.36

Gambar 5.7. Nilai Rata – rata panelis terhadap rasa Snack bar
Dari gambar 5.7 menunjukkan bahwa rata – rata dari

penilaian panelis terhadap rasa snack bar dengan perlakuan yang

berbeda, nilai tertinggi terdapat pada produk S3L3 dengan rata –

rata 3.56 dan nilai terendah pada produk S0L0 dengan rata – rata

2.86. Hal tersebut menunjukkan bahwa dari segi rasa produk snack

bar yang paling disukai oleh panelis terdapat pada kode perlakuan

S3L3 yang memiliki komposisi Tepung Sorgum sebanyak 60 gr :

Labu Kuning sebanyak 100 gr.

Berdasarkan data hasil uji organoleptik terhadap rasa

produk snack bar dilakukan uji Kruskall Wallis yang terdapat di

SPSS 20.0 dan dengan tingkat ketelitian 95% (α = 0.05),

didapatkan hasil yang menunjukkan ρ = 0.094. Hal tersebut

memiliki hasil (ρ > 0.05) yang artinya tidak terdapat perbedaan

organoleptik terhadap rasa produk snack bar dari kelima perlakuan

formulasi yang berbeda. Hasil perhitungan uji Kruskall Wallis


88

formulasi snack bar terhadap organoleptik rasa tersaji pada tabel

5.19.

Tabel 5.19. Hasil Uji Kruskall Wallis formulasi Snack Bar Terhadap
Organoleptik Rasa
Nilai Rasa
Chi-Square 7.923
Df 4
Asymp. Sig. .094
Sig. .094c
Monte Carlo
Lower Bound .088
Sig. 95% Confidence Interval
Upper Bound .100
Sumber : Data primer

Hasil uji Kruskall Wallis menunjukkan bahwa kelima

perlakuan formulasi snack bar tidak memiliki perbedaan pada uji

organoleptik terhadap rasa. Hal tersebut dibuktikan dari hasil nilai

Asymp. Sig. 0.094 yang lebih besar dari nilai α = 0.05.

d. Uji Organoleptik Terhadap Tekstur

Hasil presentase pada uji organoleptik panelis terhadap

tekstur produk snack bar yang disajikan pada tabel 5.20.

Tabel 5.20. Distribusi Frekuensi Hasil Uji Organoleptik Panelis


Terhadap Tekstur Snack bar
Jumlah Panelis
Perlakuan
Sangat Tidak Cukup Jumlah
Formulasi Tidak Suka Suka Sangat Suka
Suka Suka
Snack bar
n % n % n % n % n % n %
S0L0 6 20 8 26.7 10 33.3 5 16.7 1 3.3 30 100
S1L1 7 23.3 6 20 12 40 2 6.7 3 10 30 100
S2L2 2 6.7 10 33.3 10 33.3 6 20 2 6.7 30 100
S3L3 0 0 3 10 12 40 12 40 3 10 30 100
S4L4 3 10 3 10 9 30 10 33.3 5 16.7 30 100
Sumber : Data primer
89

Berdasarkan tabel 5.20 diperoleh hasil uji organoleptik

terhadap tekstur, pada produk S3L3 tidak ada panelis yang

menyatakan sangat tidak suka , panelis yang menyatakan sangat

tidak suka pada produk S0L0 sebanyak 20% dari total panelis, S1L1

sebanyak 23.3% dari total panelis, produk S2L2 sebanyak 6.7% dari

total panelis, dan produk S4L4 sebanyak 10% dari total panelis.

Panelis yang menyatakan tidak suka pada produk S3L3 dan S4 L4

sebanyak 10% dari total panelis, produk S0L0 sebanyak 26.7% dari

total panelis, produk S1L1 sebanyak 20% dari total panelis, dan

produk S2L2 sebanyak 33.3% dari total panelis. Panelis yang

menyatakan cukup suka pada produk S0L0 dan S2L2 sebanyak

33.3% dari total panelis, produk S1L1 dan S3L3 sebanyak 40% dari

total panelis, dan produk S4L4 sebanyak 30% dari total panelis.

Panelis yang menyatakan suka pada produk S0L0 sebanyak 16.7%

dari total panelis, produk S1L1 sebanyak 6.7% dari total panelis,

produk S2L2 sebanyak 20% dari total panelis, produk S3L3

sebanyak 40% dari total panelis, dan produk S4L4 sebanyak 33.3%

dari total panelis. Panelis yang menyatakan sangat suka pada

produk S1L1 dan S3L3 sebanyak 10% dari total panelis, produk S0L0

sebanyak 3.3% dari total panelis, produk S2L2 sebanyak 6.7% dari

total panelis, dan produk S4L4 sebanyak 16.7% dari total panelis.

Hasil uji organoleptik terhadap tekstur pada produk snack

bar yang paling banyak disukai oleh panelis yaitu dengan kode
90

perlakuan S4L4 yang memiliki komposisi Tepung Sorgum

sebanyak 80 gr : Labu Kuning sebanyak 100 gr.

Adapun nilai rata – rata uji organoleptik panelis terhadap

tekstur pada perlakuan formulasi snack bar yang berbeda dapat

dilihat pada gambar 5.8.

Nilai Rata - rata Terhadap Tekstur

3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
S0L0 S1L1 S2L2 S3L3 S4L4
Mean (x) 2.56 2.6 2.86 3.5 3.36

Gambar 5.8. Nilai Rata – rata panelis terhadap tekstur Snack bar

Dari gambar 5.8 menunjukkan bahwa rata – rata dari

penilaian panelis terhadap tekstur snack bar dengan perlakuan yang

berbeda, nilai tertinggi terdapat pada produk S3L3 dengan rata –

rata 3.5 dan nilai terendah pada produk S0L0 dengan rata – rata

2.56. Hal tersebut menunjukkan bahwa dari segi tekstur produk

snack bar yang paling disukai oleh panelis terdapat pada kode

perlakuan S3L3 yang memiliki komposisi Tepung Sorgum

sebanyak 60 gr : Labu Kuning sebanyak 100 gr.


91

Berdasarkan data hasil uji organoleptik terhadap tekstur

produk snack bar dilakukan uji Kruskall Wallis yang terdapat di

SPSS 20.0 dan dengan tingkat ketelitian 95% (α = 0.05),

didapatkan hasil yang menunjukkan ρ = 0.001. Hal tersebut

memiliki hasil (ρ < 0.05) yang artinya terdapat perbedaan

organoleptik terhadap tekstur produk snack bar dari kelima

perlakuan formulasi yang berbeda. Hasil perhitungan uji Kruskall

Wallis formulasi snack bar terhadap organoleptik tekstur tersaji

pada tabel 5.21.

Tabel 5.21. Hasil Uji Kruskall Wallis formulasi Snack Bar Terhadap
Organoleptik Tekstur
Nilai Tekstur
Chi-Square 18.285
Df 4
Asymp. Sig. .001
Sig. .001c
Monte Carlo
Lower Bound .000
Sig. 95% Confidence Interval
Upper Bound .001
Sumber : Data primer

Hasil uji Kruskall Wallis menunjukkan terdapat perbedaan

pada kelima perlakuan formulasi snack bar, untuk mengetahui

perbedaan pada uji organoleptik terhadap tekstur dari kelima

perlakuan formulasi maka dilakukan uji lanjut menggunakan

metode Mann Whitney. Hasil uji lanjut Mann Whitney organoleptik

terhadap tekstur tersaji pada tabel 5.22.


92

Tabel 5.22. Hasil Uji Lanjut Mann Whitney formulasi Snack Bar
Terhadap Organoleptik Tekstur
No Perlakuan Asymp. Sig. Hasil
1 S0L0 dan S1L1 0.994 Tidak Signifikan
2 S2L2 dan S3L3 0.012 Signifikan
3 S0L0 dan S4L4 0.009 Signifikan
4 S1L1 dan S2L2 0.357 Tidak Signifikan
5 S3L3 dan S4L4 0.852 Tidak Signifikan
6 S0L0 dan S2L2 0.326 Tidak Signifikan
7 S1L1 dan S3L3 0.002 Signifikan
8 S1L1 dan S4L4 0.012 Signifikan
9 S0L0 dan S3L3 0.001 Signifikan
10 S2L2 dan S4L4 0.062 Tidak Signifikan
Sumber : Data primer

Hasil uji lanjut Mann Whitney menunjukkan bahwa kelima

perlakuan formulasi snack bar memiliki perbedaan organoleptik

tekstur pada kode perlakuan S2L2 dan S3L3 dengan nilai Asymp.

Sig. 0.012 yang lebih kecil dari α = 0.05, S0L0 dan S4L4 dengan

nilai Asymp. Sig. 0.009 yang lebih kecil dari α = 0.05, S1 L1 dan

S3L3 dengan nilai Asymp. Sig. 0.002 yang lebih kecil dari α = 0.05,

S1L1 dan S4L4 dengan nilai Asymp. Sig. 0.012 yang lebih kecil dari

α = 0.05, serta S0L0 dan S3 L3 dengan nilai Asymp. Sig. 0.001 yang

lebih kecil dari α = 0.05. Dari lima pasang perlakuan hasil uji lanjut

Mann Whitney memiliki perbedaan organoleptik terhadap tekstur

dan lima pasang perlakuan hasil uji lanjut Mann Whitney tidak

memiliki perbedaan organoleptik terhadap tekstur.


93

e. Kesukaan

Hasil presentase pada tingkat kesukaan panelis terhadap

produk snack bar yang disajikan pada tabel 5.23.

Tabel 5.23. Hasil Tingkat Kesukaan Panelis Terhadap Produk Snack bar
Perlakuan Formulasi Jumlah Panelis
Snack bar n %
S0L0 5 16.7
S1L1 2 6.7
S2L2 4 13.3
S3L3 14 46.6
S4L4 5 16.7
Jumlah 30 100.0
Sumber : Data primer

Berdasarkan tabel 5.23 diperoleh hasil tingkat kesukaan

terhadap produk, pada produk S3L3 panelis yang menyatakan suka

sebanyak 46.6% dari total panelis, pada produk S0 L0 dan S4 L4

sebanyak 16.7% dari total panelis, S1L1 sebanyak 6.7% dari total

panelis, produk S2L2 sebanyak 13.3% dari total panelis.

Hasil tingkat kesukaan terhadap produk snack bar yang

paling banyak disukai oleh panelis yaitu dengan kode perlakuan

S3L3 yang memiliki komposisi Tepung Sorgum sebanyak 60 gr :

Labu Kuning sebanyak 100 gr.


BAB VI

PEMBAHASAN

A. Perbedaan Formulasi Snack Bar Terhadap Uji Aktivitas Antioksidan

Berdasarkan hasil uji Anova pada formulasi snack bar, menunjukkan

hasil bahwa terdapat perbedaan dalam kelima perlakuan produk snack bar

tepung sorgum dan labu kuning terhadap uji aktivitas antioksidan sebanyak

3x pengulangan yaitu dengan hasil Anova ρ = 0.000 yang lebih kecil dari α =

0.05, sehingga dilakukan uji lanjut menggunakan metode uji Duncan untuk

melihat perbedaan yang signifikan.

Hasil penelitian yang telah dilakukan sesuai dengan tabel 5.1

menunjukkan perbedaan nilai kandungan aktivitas antioksidan pada kelima

perlakuan snack bar. Hasil nilai kandungan aktivitas antioksidan tertinggi

yaitu pada perlakuan S1L1 dengan hasil sebesar 91.27% per 100 gr bahan

makanan yang memiliki komposisi tepung sorgum 150 gram : labu kuning 60

gram. Sedangkan hasil nilai kandungan aktivitas antioksidan terendah yaitu

pada perlakuan S3L3 dengan hasil sebesar 58.84% per 100 gr bahan makanan

yang memiliki komposisi tepung sorgum 60 gram : labu kuning 100 gram.

Hasil nilai kandungan aktivitas antioksidan menunjukkan bahwa pada

perlakuan S1L1 baik untuk dikonsumsi karena memiliki kandungan aktivitas

antioksidan yang tinggi.

Antioksidan yang terkandung dalam komponen sorgum adalah

senyawa fenol dan asam fitat yang memiliki sifat tahan terhadap panas,

sedangkan dalam komponen labu kuning adalah β – karoten dan vitamin C

94
95

yang memiliki sifat larut air dan tidak tahan terhadap panas. Menurut

Isdamayani (2015), sorgum memiliki komponen aktivitas antioksidan sebesar

40,46% dan telah menjadi salah satu pangan sumber antioksidan karena

keberadaan komponen fenolik seperti asam fenolik, senyawa tanin

terkondensasi, dan flavonoid. Pemberian ekstrak fenolik sorgum dengan dosis

sebesar 0.25g/kg pada tikus diabetes yang telah diinduksi streptozotocin

menunjukkan aktivitas hipoglikemik dan secara signifikan menurunkan

serum glukosa dalam darah. Ekstrak sorgum mampu menurunkan kadar

glukosa darah dengan cara menghambat proses glukoneogenesis. Sedangkan

kandungan pada labu kuning menurut Ningtias (2017), β-karoten yang

terkandung pada labu kuning sama dengan kadar karotenoid yang lain, yaitu

berupa pigmen alami yang larut dalam lemak dan dapat ditemukan pada

tanaman seperti alga dan mikroorganisme. β-karoten yang termasuk dalam

golongan antioksidan yang memiliki peran dalam proses mengikat oksigen,

mengurangi radikal peroksil dan menghambat proses oksidasi lipid. Semakin

tinggi komponen sorgum dan semakin tinggi komponen labu kuning pada

produk snack bar maka kandungan aktivitas antioksidan pada snack bar akan

memiliki manfaat yang baik bagi kesehatan tubuh terutama dalam mengikat

radikal bebas dan mampu menurunkan kadar gula darah.

Hasil uji aktivitas antioksidan pada perlakuan S 1L1 dengan nilai

sebesar 91.27% per 100 gram bahan makanan lebih tinggi dibandingkan

dengan hasil nilai pada perlakuan S3L3 dengan nilai sebesar 58.84% per 100

gram bahan makanan. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi penurunan


96

antioksidan yang disebabkan karena proses pemanasan. Menurut Lipi (2016),

Asam fitat relatif tahan terhadap proses pemanasan, sehingga perlakuan

pemanasan terhadap biji sorgum tidak efektif jika digunakan untuk

menurunkan kadar asam fitat pada sorgum. Adanya perlakuan seperti

fermentasi, perendaman, dan perkecambahan pada bahan pangan adalah cara

yang paling efektif dalam mereduksi atau mengurangi kadar senyawa fenol

dan asam fitat pada suatu bahan pangan. Semakin tinggi komponen sorgum

dan semakin rendah komponen labu kuning dalam formulasi snack bar, maka

hasil uji aktivitas antioksidan yang menunjukkan bahwa nilai kandungan

aktivitas antioksidan pada perlakuan S1L1 lebih tinggi daripada perlakuan

S3L3. Hal tersebut dipengaruhi oleh semakin tinggi komponen labu kuning

maka semakin tinggi kadar air yang dapat menurunkan senyawa fenol dan

asam fitat pada sorgum, serta waktu menunggu sebelum pemanggangan

mempengaruhi penurunan senyawa fenol dan asam fitat karena terikat dalam

air dari labu kuning.

Perbedaan nilai kandungan aktivitas antioksidan pada perlakuan S 1L1

dan S3L3 dipengaruhi oleh kandungan air yang ada dalam formulasi snack bar

dari labu kuning dan lama waktu menunggu sebelum pemanggangan air

mengikat senyawa fenol dan asam fitat dan mengalami proses reduksi, hal

tersebut juga dipengaruhi oleh proses pemanggangan pada suhu 150 oC

selama 45 menit sehingga kandungan aktivitas antioksidan lainnya

mengalami reduksi karena pemanasan.


97

B. Perbedaan Formulasi Snack Bar Terhadap Uji Kadar Serat

Pada uji kadar serat yang telah dilakukan memiliki 3 hasil dalam

pengujian kadar serat yaitu kadar serat larut air, serat tidak larut air, dan serat

total pada formulasi snack bar. Hasil nilai kadar serat pada formulasi snack

bar disajikan pada pembahasan berikut.

a. Serat Larut Air

Berdasarkan hasil uji Anova pada formulasi snack bar,

menunjukkan hasil bahwa terdapat perbedaan dalam kelima perlakuan

produk snack bar tepung sorgum dan labu kuning terhadap uji kadar serat

larut air sebanyak 3x pengulangan yaitu dengan hasil Anova ρ = 0.000

yang lebih kecil dari α = 0.05, sehingga dilakukan uji lanjut menggunakan

metode uji Duncan untuk melihat perbedaan yang signifikan.

Hasil penelitian yang telah dilakukan sesuai dengan tabel 5.4

menunjukkan perbedaan nilai kadar serat larut air pada kelima perlakuan

snack bar. Hasil nilai kadar serat larut air tertinggi yaitu pada perlakuan

S0L0 dan S4 L4 dengan hasil sebesar 3.73 gr per 100 gr bahan makanan,

perlakuan S0L0 memiliki komposisi tepung sorgum 100 gram : labu kuning

100 gram dan perlakuan S4L4 memiliki komposisi tepung sorgum 80 gram

: labu kuning 100 gram. Sedangkan hasil nilai kadar serat larut air

terendah yaitu pada perlakuan S1L1 dengan hasil sebesar 2.89 gr per 100 gr

bahan makanan yang memiliki komposisi tepung sorgum 150 gram : labu

kuning 60 gram. Hasil nilai kadar serat larut air menunjukkan bahwa pada
98

perlakuan S0L0 dan S4L4 baik untuk dikonsumsi karena memiliki kadar

serat larut air yang tinggi.

Kadar serat yang terkandung dalam sorgum lebih besar daripada

kadar serat yang terkandung dalam labu kuning. Menurut Pasha (2018),

kandungan serat pangan dan komponen β-glukan pada biji sorgum sebagai

sumber serat pangan pada bahan baku makanan. Sedangkan kandungan

serat pada labu kuning menurut Prabasini dkk (2013), dalam labu kuning

terdapat kamponen lignoselulosa, yang dapat diubah oleh natrium bisulfit

menjadi selulosa dan gugus pentose. Senyawa lignoselulosa merupakan

salah satu bahan yang mengandung serat dan lignin. Dalam buku yang

berjudul Makanan Fungsional, Winarti (2010) menyatakan, serat pangan

yang larut seperti pektin, β-glukan dan gum serta beberapa hemiselulosa

memiliki kemampuan dalam menahan air dan mampu membentuk cairan

kental dalam saluran pencernaan. Dalam penelitian Fairudz dan Nisa

(2015), menyatakan bahwa β-glukan adalah serat larut air yang berpotensi

dalam mengurangi kadar kolesterol pada tubuh. Viskositas dalam usus

halus lebih besar dan cendrung mengabsorbsi asam empedu yang lebih

menurun adalah salah satu mekanisme yang diduga terjadi pada senyawa

β-glukan. Selain itu dalam penelitian Anindya (2016), menyatakan bahwa

serat larut dapat menghambat absorbsi kolesterol di dalam usus halus.

Selain itu mengkonsumsi 5-10 gram serat larut per hari dapat menurunkan

kadar kolesterol LDL sebesar 5%.


99

Berdasarkan teori tersebut menunjukkan bahwa senyawa yang

terkandung pada serat larut air pada produk snack bar memiliki manfaat

yang baik bagi kesehatan terutama pada bagian saluran pencernaan dan

mampu mengurangi kadar kolesterol dalam tubuh.

Hasil uji kadar serat larut air pada perlakuan S0L0 dan S4 L4 dengan

nilai sebesar 3.73 gr per 100 gram bahan makanan lebih tinggi

dibandingkan dengan hasil pada perlakuan S1L1 dengan nilai sebesar 2.89

gr per 100 gram bahan makanan. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi

perbedaan kadar serat larut air yang disebabkan oleh perbedaan komposisi

pada labu kuning dan adanya senyawa hemiselulosa dalam labu kuning.

Menurut Widjanarko (2016), holoselulosa adalah bagian dari serat yang

bebas dari sari dan lignin, serta terdiri dari selulosa dan hemiselulosa.

Hemiselulosa memiliki fungsi sebagai pendukung dinding sel dan berperan

sebagai perekat antar sel tunggal yang ada didalam tanaman. Kandungan

hemiselulosa yang tinggi akan memberikan kontribusi pada ikatan antar

serat, karena hemiselulosa memiliki peran sebagai perekat dalam setiap

serat tunggal. Semakin tinggi komponen labu kuning dan semakin tinggi

komponen sorgum dalam formulasi snack bar, maka hasil uji kadar serat

larut air yang menunjukkan bahwa nilai kadar serat air pada perlakuan

S0L0 dan S4L4 lebih tinggi daripada perlakuan S1L1. Menurut Anindya

(2016), Kandungan serat pangan dapat berkurang karena adanya proses

pemanasan pada pengolahan. Hal tersebut disebabkan karena adanya

penetrasi panas ke bahan lebih merata dan pemasakan dengan suhu tinggi
100

dapat mempengaruhi kandungan serat pangan atau mengubah distribusi

serat antara serat larut air dengan serat tidak larut air. Hasil nilai penelitian

kadar serat larut air pada perlakuan S0L0 dan S4L4, serta perlakuan S1L1

dipengaruhi oleh semakin tinggi komponen labu kuning maka

hemiselulola mampu mengikat kadar serat lainnya yang ada pada sorgum

dan komponen bahan lainnya, sehingga hasil nilai kadar serat larut air pada

perlakuan S0L0 dan S4 L4, serta perlakuan S1L1 mengalami perbedaan

karena pengaruh dari komposisi bahan dan penurunan kadar serat larut air

dipengaruhi oleh proses pemanasan.

Perbedaan nilai kadar serat larut air pada perlakuan S 0L0 dan S4 L4

dengan perlakuan S1L1 dipengaruhi oleh adanya perbedaan komposisi labu

kuning dan pengaruh oleh pemanggangan pada suhu 150oC selama 45

menit sehingga kadar serat larut air mengalami penurunan.

b. Serat Tidak Larut Air

Berdasarkan hasil uji Anova pada formulasi snack bar,

menunjukkan hasil bahwa terdapat perbedaan dalam kelima perlakuan

produk snack bar tepung sorgum dan labu kuning terhadap uji kadar serat

tidak larut air sebanyak 3x pengulangan yaitu dengan hasil Anova ρ =

0.000 yang lebih kecil dari α = 0.05, sehingga dilakukan uji lanjut

menggunakan metode uji Duncan untuk melihat perbedaan yang

signifikan.
101

Hasil penelitian yang telah dilakukan sesuai dengan tabel 5.7

menunjukkan perbedaan nilai kadar serat tidak larut air pada kelima

perlakuan snack bar. Hasil nilai kadar serat tidak larut air tertinggi yaitu

pada perlakuan S4L4 dengan hasil sebesar 1.66 gr per 100 gr bahan

makanan yang memiliki komposisi tepung sorgum 80 gram : labu kuning

100 gram. Sedangkan hasil nilai kadar serat tidak larut air terendah pada

perlakuan S1L1 yaitu sebesar 0.75 gr per 100 gr bahan makanan yang

memiliki komposisi tepung sorgum 150 gram : labu kuning 60 gram. Hasil

nilai kadar serat tidak larut air menunjukkan bahwa pada perlakuan S 4L4

baik untuk dikonsumsi karena memiliki kadar serat tidak larut air yang

cukup tinggi.

Kadar serat yang terkandung dalam sorgum lebih besar daripada

kadar serat yang terkandung dalam labu kuning. Menurut Pasha (2018),

kandungan serat pangan dan komponen β-glukan pada biji sorgum sebagai

sumber serat pangan pada bahan baku makanan. Sedangkan kandungan

serat pada labu kuning menurut Prabasini dkk (2013), dalam labu kuning

terdapat kamponen lignoselulosa, yang dapat diubah oleh natrium bisulfit

menjadi selulosa dan gugus pentose. Senyawa lignoselulosa merupakan

salah satu bahan yang mengandung serat dan lignin. Dalam penelitian Sari

dan Putri (2018), menyatakan bahwa senyawa selulosa dan hemiselulosa

lebih sulit untuk diuraikan dan kedua senyawa tersebut mempunyai sifat

seperti memberi bentuk atau struktur pada tanaman, tidak dapat larut

dalam air dingin maupun air panas, tidak dapat dicerna oleh cairan dan
102

enzim pencernaan manusia sehingga tidak dapat menghasilkan energi,

dapat membantu melancarkan pencernaan makanan, dan dapat dipecah

menjadi glukosa oleh enzim dan mikroba tertentu dalam pencernaan.

Dalam penelitian Anindya (2016), menyatakan bahwa kadar serat yang

tidak larut air memiliki sifat mudah menahan air sehingga menyebabkan

feses mudah untuk dikeluarkan. Hal tersebut disebabkan oleh

bertambahnya massa bakteri dalam feses yang kaya akan serat, sebab

substrat pada serat baik untuk pertumbuhan mikroflora di dalam kolon.

Berdasarkan teori tersebut menunjukkan bahwa senyawa yang

terkandung pada serat tidak larut air pada produk snack bar memiliki

manfaat yang baik bagi kesehatan terutama pada bagian saluran

pencernaan untuk mencegah terjadinya sembelit dan kanker kolon.

Hasil uji kadar serat tidak larut air pada perlakuan S 4L4 dengan

nilai sebesar 1.66 gr per 100 gram bahan makanan lebih tinggi

dibandingkan dengan hasil nilai pada perlakuan S1L1 dengan nilai sebesar

0.75 gr per 100 gram bahan makanan. Hal tersebut menunjukkan bahwa

terjadi peningkatan kadar serat tidak larut air yang disebabkan karena

perbedaan komposisi pada labu kuning dan adanya senyawa hemiselulosa

dalam labu kuning. Menurut Widjanarko (2016), holoselulosa adalah

bagian dari serat yang bebas dari sari dan lignin, serta terdiri dari selulosa

dan hemiselulosa. Hemiselulosa memiliki fungsi sebagai pendukung

dinding sel dan berperan sebagai perekat antar sel tunggal yang ada

didalam tanaman. Kandungan hemiselulosa yang tinggi akan memberikan


103

kontribusi pada ikatan antar serat, karena hemiselulosa memiliki peran

sebagai perekat dalam setiap serat tunggal. Semakin tinggi komponen labu

kuning dalam formulasi snack bar, maka hasil uji kadar serat tidak larut

air yang menunjukkan bahwa nilai kadar serat tidak larut air pada

perlakuan S4L4 lebih tinggi daripada perlakuan S1L1. Menurut Anindya

(2016), Kandungan serat pangan dapat berkurang karena adanya proses

pemanasan pada pengolahan. Hal tersebut disebabkan karena adanya

penetrasi panas ke bahan lebih merata dan pemasakan dengan suhu tinggi

dapat mempengaruhi kandungan serat pangan atau mengubah distribusi

serat antara serat larut air dengan serat tidak larut air. Hasil nilai penelitian

kadar serat tidak larut air pada perlakuan S1L1 dan perlakuan S4L4

dipengaruhi oleh semakin tinggi komponen labu kuning maka

hemiselulola mampu mengikat kadar serat lainnya yang ada pada sorgum

dan komponen bahan lainnya, sehingga hasil nilai kadar serat tidak larut

air pada perlakuan S4L4 dan perlakuan S1L1 mengalami perbedaan karena

pengaruh dari komposisi bahan dan penurunan kadar serat tidak larut air

dipengaruhi oleh proses pemanasan.

Perbedaan nilai kadar serat tidak larut air pada perlakuan S4L4 dan

perlakuan S1L1 dipengaruhi oleh adanya perbedaan komposisi labu kuning

dan pengaruh oleh pemanggangan pada suhu 150oC selama 45 menit

sehingga kadar serat larut air mengalami penurunan.


104

c. Serat Total

Berdasarkan hasil uji Anova pada formulasi snack bar,

menunjukkan hasil bahwa terdapat perbedaan dalam kelima perlakuan

produk snack bar tepung sorgum dan labu kuning terhadap uji kadar serat

total sebanyak 3x pengulangan yaitu dengan hasil Anova ρ = 0.000 yang

lebih kecil dari α = 0.05, sehingga dilakukan uji lanjut menggunakan

metode uji Duncan untuk melihat perbedaan yang signifikan.

Hasil penelitian yang telah dilakukan sesuai dengan tabel 5.10

menunjukkan perbedaan nilai kadar serat total pada kelima perlakuan

snack bar. Hasil nilai kadar serat total tertinggi yaitu pada perlakuan S 4L4

dengan hasil sebesar 5.39 gr per 100 gr bahan makanan yang memiliki

komposisi tepung sorgum 80 gram : labu kuning 100 gram. Sedangkan

hasil nilai kadar serat total terendah pada perlakuan S1L1 yaitu sebesar

3.64 gr per 100 gr bahan makanan yang memiliki komposisi tepung

sorgum 150 gram : labu kuning 60 gram. Hasil nilai kadar serat tidak larut

air menunjukkan bahwa pada perlakuan S4L4 baik untuk dikonsumsi

karena memiliki kadar serat total yang tinggi.

Kadar serat yang terkandung dalam sorgum lebih besar daripada

kadar serat yang terkandung dalam labu kuning. Menurut Fairudz dan Nisa

(2015), Serat pangan adalah bagian tumbuhan yang dapat dikonsumsi dan

tersusun dari karbohidrat yang memiliki sifat resistan terhadap proses

pencernaan dan penyerapan di usus halus, mengalami fermentasi sebagian

atau keseluruhan di usus besar, serta tidak terhidrolisis atau tercerna oleh
105

enzim pencernaan yaitu meliputi hemiselulosa, selulosa, lignin,

oligosakarida, pektin, gum, dan lapisan lilin. Pada penelitian Pasha (2018),

menyatakan bahwa kandungan serat pangan dan komponen β-glukan pada

biji sorgum cukup tinggi sehingga memungkinkan sebagai sumber serat

pangan pada bahan baku makanan. Sedangkan kandungan serat pada labu

kuning menurut Prabasini dkk (2013), dalam labu kuning terdapat

kamponen lignoselulosa, yang dapat diubah oleh natrium bisulfit menjadi

selulosa dan gugus pentose. Senyawa lignoselulosa merupakan salah satu

bahan yang mengandung serat dan lignin. Dalam penelitian Anindya

(2016), menyatakan bahwa serat larut dapat menghambat absorbsi

kolesterol di dalam usus halus. Selain itu mengkonsumsi 5-10 gram serat

larut per hari dapat menurunkan kadar kolesterol LDL sebesar 5%. kadar

serat yang tidak larut air memiliki sifat mudah menahan air sehingga

menyebabkan feses mudah untuk dikeluarkan. Hal tersebut disebabkan

oleh bertambahnya massa bakteri dalam feses yang kaya akan serat, sebab

substrat pada serat baik untuk pertumbuhan mikroflora di dalam kolon.

Berdasarkan teori tersebut menunjukkan bahwa senyawa yang

terkandung pada serat larut air pada produk snack bar memiliki manfaat

yang baik bagi kesehatan terutama mampu menurunkan kadar kolesterol

dan mencegah terjadinya kanker kolon serta sembelit.

Hasil uji kadar serat total pada perlakuan S4L4 dengan nilai sebesar

5.39 gr per 100 gram bahan makanan lebih tinggi dibandingkan dengan

hasil nilai pada perlakuan S1L1 dengan nilai sebesar 3.64 gr per 100 gram
106

bahan makanan. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan

kadar serat total yang disebabkan karena perbedaan komposisi pada labu

kuning dan adanya senyawa hemiselulosa dalam labu kuning. Menurut

Widjanarko (2016), holoselulosa adalah bagian dari serat yang bebas dari

sari dan lignin, serta terdiri dari selulosa dan hemiselulosa. Hemiselulosa

memiliki fungsi sebagai pendukung dinding sel dan berperan sebagai

perekat antar sel tunggal yang ada didalam tanaman. Kandungan

hemiselulosa yang tinggi akan memberikan kontribusi pada ikatan antar

serat, karena hemiselulosa memiliki peran sebagai perekat dalam setiap

serat tunggal. Semakin tinggi komponen labu kuning dalam formulasi

snack bar, maka hasil uji kadar serat total yang menunjukkan bahwa nilai

kadar serat total pada perlakuan S4L4 lebih tinggi daripada perlakuan S1L1.

Menurut Anindya (2016), Kandungan serat pangan dapat berkurang

karena adanya proses pemanasan pada pengolahan. Hal tersebut

disebabkan karena adanya penetrasi panas ke bahan lebih merata dan

pemasakan dengan suhu tinggi dapat mempengaruhi kandungan serat

pangan atau mengubah distribusi serat antara serat larut air dengan serat

tidak larut air. Hasil nilai penelitian kadar serat total pada perlakuan S1L1

dan perlakuan S4L4 dipengaruhi oleh semakin tinggi komponen labu

kuning maka hemiselulola mampu mengikat kadar serat lainnya yang ada

pada sorgum dan komponen bahan lainnya, sehingga hasil nilai kadar serat

total pada perlakuan S4L4 dan perlakuan S1L1 mengalami perbedaan


107

karena pengaruh dari komposisi bahan dan penurunan kadar serat total

dipengaruhi oleh proses pemanasan.

Perbedaan nilai kadar total pada perlakuan S4L4 dan perlakuan S1L1

dipengaruhi oleh adanya perbedaan komposisi labu kuning dan pengaruh

oleh pemanggangan pada suhu 150oC selama 45 menit sehingga kadar

serat larut air mengalami penurunan.

Menurut Kementerian Kesehatan RI tahun 2013 dalam penelitian

Indrawan dkk (2018), kebutuhan asupan serat dalam sehari yaitu sekitar 30

gram per hari. Pada perlakuan S4L4 memiliki hasil nilai kadar serat total

sebesar 5.39 gram per 100 gram bahan makanan, sehingga telah

mencukupi sebesar 18% dari total kebutuhan serat dalam sehari.

C. Perbedaan Formulasi Snack Bar Terhadap Uji Organoleptik

Pada uji organoleptik yang telah dilakukan memiliki 4 hasil dalam

pengujian organoleptip yaitu warna, aroma, rasa dan tekstur pada formulasi

snack bar. Hasil uji organoleptik pada formulasi snack bar disajikan pada

pembahasan berikut.

a. Warna

Berdasarkan hasil uji Kruskall Wallis pada formulasi snack bar,

menunjukkan hasil bahwa terdapat perbedaan dalam kelima perlakuan

produk snack bar tepung sorgum dan labu kuning terhadap uji

organoleptik terhadap warna yaitu dengan hasil Kruskall Wallis ρ = 0.040


108

yang lebih kecil dari α = 0.05, sehingga dilakukan uji lanjut menggunakan

metode uji Mann Whitney untuk melihat perbedaan yang signifikan.

Hasil penelitian yang telah dilakukan sesuai dengan tabel 5.13

menunjukkan nilai organoleptik terhadap warna pada kelima perlakuan

perlakuan snack bar. Nilai rata – rata tertinggi uji organoleptik terhadap

warna yaitu pada perlakuan S3L3 dengan hasil nilai sebesar 3.76 yang

memiliki komposisi tepung sorgum 60 gram : labu kuning 100 gram.

Sedangkan nilai rata – rata terendah uji organoleptik terhadap warna yaitu

pada perlakuan S0L0 dengan hasil nilai sebesar 2.96 yang memiliki

komposisi tepung sorgum 100 gram : labu kuning 100 gram. Nilai rata –

rata tersebut menunjukkan bahwa perlakuan S3L3 lebih disukai karena

bewarna kuning kecoklatan.

Menurut Mayasari (2015), Warna memiliki arti dan peranan dalam

komoditas pangan yaitu daya tarik, sebagai tanda pengenal makanan, dan

parameter mutu makanan. Warna pada biskuit atau snack bar terbentuk

dari proses pemanggangan dalam suhu tinggi dan waktu terlalu lama akan

menyebabkan warna menjadi lebih gelap pada permukaan produk yang

diakibatkan dari reaksi Maillard dan reaksi karamelisasi. Pada reaksi

karamelisasi memiliki titik lebur sukrosa pada suhu 160 oC. Kelima produk

formulasi snack bar dilakukan pemanggangan pada suhu 150 oC selama 45

menit, sehingga pada permukaan produk berwarna kecoklatan karena

reaksi karamelisasi.
109

Hasil pemanggangan juga menunjukkan bahwa pada kelima

formulasi produk snack bar memiliki warna yang berbeda yaitu merah

kecoklatan dan kuning kecoklatan. Kedua warna tersebut juga dipengaruhi

oleh bahan utama formulasi snack bar yaitu tepung sorgum dan labu

kuning. Menurut Lipi (2016), Komponen tannin pada sorgum dapat

mempengaruhi warna, flavor, dan kualitas kandungan gizi dari bentuk biji

hingga produk yang dihasilkan. Tanin terdapat pada kulit biji sorgum yang

bewarna gelap (cokelat, merah, hitam). Sedangkan menurut Ningtias

(2017), Pada labu kuning β-karoten mempunyai nilai kandungan tinggi

yang mengakibatkan labu kuning mempunyai warna kuning atau jingga.

Semakin tinggi komposisi sorgum, maka menghasilkan warna merah

kecoklatan seperti pada perlakuan S0L0, S1L1, dan S2L2. Sedangkan jika

semakin tinggi komposisi labu kuning, maka menghasilkan warna kuning

kecoklatan seperti pada perlakuan S3L3 dan S4L4.

Pada hasil uji organoleptik terhadap warna menunjukkan bahwa 20

dari 30 panelis menyukai produk dengan kode perlakuan S3L3 yang

memiliki warna kuning kecoklatan dengan komposisi tepung sorgum 60

gram : labu kuning 100 gram.

b. Aroma

Berdasarkan hasil uji Kruskall Wallis pada formulasi snack bar,

menunjukkan hasil bahwa tidak terdapat perbedaan dalam kelima

perlakuan produk snack bar tepung sorgum dan labu kuning terhadap uji
110

organoleptik terhadap warna yaitu dengan hasil Kruskall Wallis ρ = 0.775

yang lebih besar dari α = 0.05, sehingga tidak perlu dilakukan uji lanjut.

Hasil penelitian yang telah dilakukan sesuai dengan tabel 5.16

menunjukkan nilai organoleptik terhadap aroma pada kelima perlakuan

formulasi snack bar. Nilai rata – rata tertinggi uji organoleptik terhadap

aroma yaitu pada perlakuan S4L4 dengan hasil nilai sebesar 3.53 yang

memiliki komposisi tepung sorgum 80 gram : labu kuning 100 gram.

Sedangkan nilai rata – rata terendah uji organoleptik terhadap aroma yaitu

pada perlakuan S0L0 dengan hasil nilai sebesar 3.1 yang memiliki

komposisi tepung sorgum 100 gram : labu kuning 100 gram. Nilai rata –

rata tersebut menunjukkan bahwa perlakuan S4L4 lebih disukai karena

memiliki aroma yang khas yaitu aroma labu kuning dan aroma manis.

Menurut Mayasari (2015), Komponen yang menyusun aroma yaitu

senyawa volatil yang mudah menguap pada suhu tinggi. Meningkatnya

suhu menyebabkan perpindahan uap air dari adonan snack bar keluar

melalui proses kapiler dan mengalami difusi. Saat air mengalami

penguapan, akan terjadi pengerasan pada permukaan biskuit atau snack

bar dan membentuk aroma yang khas. Selain itu, aroma produk dapat

berasal dari berbagai komponen bahan dalam adonan seperti gula, susu,

margarin, dan lainnya. Aroma yang khas juga sebagai tanda bahwa produk

snack bar sudah matang yaitu pada suhu 150oC selama 45 menit, jika

produk snack bar mengeluarkan aroma agak hangus maka produk sudah

terlalu matang dan mengalami terlalu lama dalam pemanggangan.


111

Hasil pemanggangan juga menunjukkan bahwa pada kelima

formulasi produk snack bar memiliki aroma yang berbeda yaitu adanya

aroma labu kuning dan aroma manis. Pada perlakuan S0L0, S1 L1, dan S2L2

memiliki aroma yang manis. Sedangkan pada perlakuan S 3L3 dan S4 L4

memiliki aroma labu kuning dan aroma manis karena komponen bahan

labu kuning lebih besar dari pada komponen tepung sorgum.

Pada hasil uji organoleptik terhadap aroma menunjukkan bahwa 15

dari 30 panelis menyukai produk dengan kode perlakuan S4L4 yang

memiliki aroma labu kuning dan aroma manis dengan komposisi tepung

sorgum 80 gram : labu kuning 100 gram.

c. Rasa

Berdasarkan hasil uji Kruskall Wallis pada formulasi snack bar,

menunjukkan hasil bahwa tidak terdapat perbedaan dalam kelima

perlakuan produk snack bar tepung sorgum dan labu kuning terhadap uji

organoleptik terhadap rasa yaitu dengan hasil Kruskall Wallis ρ = 0.094

yang lebih besar dari α = 0.05, sehingga tidak perlu dilakukan uji lanjut.

Hasil penelitian yang telah dilakukan sesuai dengan tabel 5.18

menunjukkan nilai organoleptik terhadap rasa pada kelima perlakuan

formulasi snack bar. Nilai rata – rata tertinggi uji organoleptik terhadap

rasa yaitu pada perlakuan S3L3 dengan hasil nilai sebesar 3.56 yang

memiliki komposisi tepung sorgum 60 gram : labu kuning 100 gram.

Sedangkan nilai rata – rata terendah uji organoleptik terhadap rasa yaitu
112

pada perlakuan S0L0 dengan hasil nilai sebesar 2.86 yang memiliki

komposisi tepung sorgum 100 gram : labu kuning 100 gram. Nilai rata –

rata tersebut menunjukkan bahwa perlakuan S3L3 lebih disukai karena

memiliki rasa manis dan sedikit rasa labu kuning.

Menurut Mayasari (2015), Rasa dalam bahan pangan menentukan

daya terima konsumen pada suatu produk. Rasa dapat berasal dari produk

yang berasal dari komponen bahan yang ditambahkan saat proses

pengolahan berlangsung, sehingga menimbulkan rasa yang tajam atau

menjadi berkurang.

Hasil uji organoleptik juga menunjukkan bahwa pada kelima

formulasi produk snack bar memiliki rasa yang hampir sama yaitu rasa

manis dan ada sedikit rasa dari labu kuning. Pada perlakuan S0L0, S1 L1,

dan S2L2 memiliki rasa yang manis. Sedangkan pada perlakuan S 3L3 dan

S4L4 memiliki rasa manis dan ada sedikit rasa labu kuning karena

komponen bahan labu kuning lebih besar dari pada komponen tepung

sorgum. Menurut Handayani (2018), penambahan subsitusi tepung labu

kuning yang maksimal akan membuat rasa snack bar menjadi langu.

Perbandingan antara tepung sorgum dan labu kuning diperlukan agar

mengurangi rasa langu pada produk snack bar.

Pada hasil uji organoleptik terhadap rasa menunjukkan bahwa 18

dari 30 panelis menyukai produk dengan kode perlakuan S3L3 yang

memiliki rasa manis dan ada sedikit rasa labu kuning dengan komposisi

tepung sorgum 60 gram : labu kuning 100 gram.


113

d. Tekstur

Berdasarkan hasil uji Kruskall Wallis pada formulasi snack bar,

menunjukkan hasil bahwa terdapat perbedaan dalam kelima perlakuan

produk snack bar tepung sorgum dan labu kuning terhadap uji

organoleptik terhadap tekstur yaitu dengan hasil Kruskall Wallis ρ = 0.001

yang lebih kecil dari α = 0.05, sehingga dilakukan uji lanjut menggunakan

metode uji Mann Whitney untuk melihat perbedaan yang signifikan.

Hasil penelitian yang telah dilakukan sesuai dengan tabel 5.20

menunjukkan nilai organoleptik terhadap tekstur pada kelima perlakuan

formulasi snack bar. Nilai rata – rata tertinggi uji organoleptik terhadap

tekstur yaitu pada perlakuan S3L3 dengan hasil nilai sebesar 3.5 yang

memiliki komposisi tepung sorgum 60 gram : labu kuning 100 gram.

Sedangkan nilai rata – rata terendah uji organoleptik terhadap tekstur yaitu

pada perlakuan S0L0 dengan hasil nilai sebesar 2.56 yang memiliki

komposisi tepung sorgum 100 gram : labu kuning 100 gram. Nilai rata –

rata tersebut menunjukkan bahwa perlakuan S3L3 lebih disukai karena

memiliki tekstur yang keras dan padat.

Menurut Mayasari (2015), Tekstur makanan ditentukan oleh kadar

air, kandungan lemak, karbohidrat, dan protein. Komponen gluten yang

sedikit dalam adonan menyebabkan adonan tidak bisa menahan gas,

sehingga pori – pori yang terbentuk kecil dan menyebabkan adonan tidak

mengembang serta menghasilkan produk yang keras. Pada kelima


114

perlakuan snack bar menunjukkan bahwa memiliki tekstur yang keras dan

padat.

Hasil pengolahan juga menunjukkan bahwa pada kelima perlakuan

formulasi snack bar memiliki tekstur yang berbeda karena bergantung dari

komponen air yang ada pada produk snack bar. Menurut Handayani

(2018), Komponen air dalam bahan makanan akan mempengaruhi

penampilan, kerenyahan, dan cita rasa pada produk. Semakin besar

komponen air pada snack bar, maka tingkat kerenyahan akan semakin

rendah. Pada kelima produk snack bar memiliki tekstur yang keras dan

padat, hal tersebut disebabkan karena adanya kadar air yang ada dalam

labu kuning dan penambahan bahan basah lainnya seperti telur dan

margarine.

Pada hasil uji organoleptik terhadap tekstur menunjukkan bahwa

15 dari 30 panelis menyukai produk dengan kode perlakuan S3L3 yang

memiliki keras dan padat dengan komposisi tepung sorgum 60 gram : labu

kuning 100 gram.

e. Tingkat Kesukaan

Hasil penelitian yang telah dilakukan sesuai dengan tabel 5.23

menunjukkan nilai tingkat kesukaan panelis terhadap produk pada kelima

perlakuan formulasi snack bar. Nilai tertinggi tingkat kesukaan panelis

yaitu pada perlakuan S3L3 dengan hasil sebesar 46.6% dari total panelis
115

menyukai produk snack bar S3 L3 yang memiliki komposisi tepung sorgum

60 gram : labu kuning 100 gram.

Menurut Rahman dkk (2016), makanan yang sangat disukai oleh

remaja yaitu makanan cepat saji (fast food), seperti hamburger, pizza, fried

chicken, kentang goreng (friench fries), biskuit yang memiliki rasa gurih

dan manis, serta minuman bersoda. Sebagian besar remaja putri sangat

menyukai cemilan dan mengonsumsi setiap hari disamping konsumsi

makanan utama.

Berdasarkan teori dan hasil penelitian menunjukkan bahwa produk

snack bar pada perlakuan S3L3 yang memiliki komposisi tepung sorgum

60 gram : labu kuning 100 gram lebih disukai dari pada perlakuan lainnya

karena rasa yang lebih manis dan gurih. Selain itu juga dibuktikan dari

hasil organoleptik segi warna produk yang memiliki warna kuning

kecoklatan karena komposisi labu kuning yang lebih banyak dari pada

tepung sorgum, sedangkan dari segi rasa memiliki rasa yang manis dan

terdapat sedikit rasa labu kuning yang khas, dan dari tekstur memiliki

tekstur yang padat dan renyah sehingga panelis lebih menyukai produk

snack bar pada perlakuan S3L3. Pada perlakuan S3L3 memiliki kandungan

aktivitas antioksidan sebesar 58.84% per 100 gram bahan makanan, kadar

serat larut air sebesar 3.61 gram per 100 gram bahan makanan, kadar serat

tidak larut air sebesar 1.44 gram per 100 gram bahan makanan, dan kadar

serat total sebesar 5.05 gram per 100 gram bahan makanan, sehingga

produk yang lebih disukai panelis memiliki kandungan aktivitas


116

antioksidan dan kadar serat yang baik untuk tubuh karena memiliki

manfaat seperti menurunkan kadar gula darah, menurunkan kadar

kolesterol dalam darah, dan membantu memperlancar pencernaan.

Berdasarkan hasil tingkat kesukaan panelis lebih menyukai produk

snack bar pada perlakuan S3L3 yang memiliki kandungan aktivitas

antioksidan dan kadar serat terendah diantara kelima perlakuan formulasi

snak bar, sehingga diperlukan modifikasi resep agar produk snack bar

memiliki kandungan aktivitas antioksidan dan kadar serat yang tinggi

dengan menambahkan jumlah komponen tepung sorgum dan sedikit

mengurangi komponen labu kuning. Kandungan aktivitas antioksidan

dapat menurun karena adanya kadar air yang tinggi dalam bahan dan

proses pemanasan, sedangkan kadar serat dapat menurun karena proses

pemanasan. Perubahan komponen bahan snack bar juga diperlukan untuk

meningkatkan kualitas pada rasa, aroma, warna dan tekstur agar lebih

disukai panelis atau konsumen, seperti penambahan sari jeruk atau cokelat

akan mempengaruhi pada rasa, aroma, tekstur dan warna snack bar.
BAB VII

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Hasil uji kandungan aktivitas antioksidan pada formulasi snack bar yang

tertinggi adalah pada perlakuan S1L1, sedangkan kandungan aktivitas

antioksidan yang terendah adalah pada perlakuan S3L3.

2. Berdasarkan uji Anova One Way pada kandungan aktivitas antioksidan

terdapat perbedaan yang signifikan dari kelima perlakuan formulasi snack

bar, sehingga dilakukan uji lanjut menggunakan metode uji Duncan untuk

melihat perbedaan yang signifikan.

3. Hasil uji kadar serat mendapatkan 3 hasil nilai penelitian yaitu serat larut

air, serat tidak larut air, dan serat total.

- Kadar serat larut air tertinggi pada perlakuan S 0L0 dan S4 L4,

sedangkan kadar serat larut air yang terendah pada perlakuan S 1L1.

- Kadar serat tidak larut air tertinggi pada perlakuan S4L4, sedangkan

kadar serat tidak larut air yang terendah pada perlakuan S1L1.

- Kadar serat total tertinggi pada perlakuan S 4L4, sedangkan kadar serat

total yang terendah pada perlakuan S1L1.

4. Berdasarkan uji Anova One Way pada kadar serat terdapat perbedaan dari

kelima perlakuan formulasi snack bar yaitu :

- Pada kadar serat larut air terdapat perbedaan yang signifikan dari

kelima perlakuan, sehingga dilakukan uji lanjut menggunakan metode

uji Duncan untuk melihat perbedaan yang signifikan.

117
118

- Pada kadar serat tidak larut air terdapat perbedaan yang signifikan dari

kelima perlakuan, sehingga dilakukan uji lanjut menggunakan metode

uji Duncan untuk melihat perbedaan yang signifikan.

- Pada kadar serat total terdapat perbedaan yang signifikan dari kelima

perlakuan, sehingga dilakukan uji lanjut menggunakan metode uji

Duncan untuk melihat perbedaan yang signifikan.

5. Hasil uji organoleptik yang menggunakan skala hedonik ditemukan hasil

dari segi warna, rasa, dan tekstur produk formulasi snack bar yang paling

disukai pada perlakuan S3L3, sedangkan dari segi aroma produk formulasi

snack bar yang paling disukai pada perlakuan S4L4.

6. Berdasarkan uji Kruskall Wallis pada uji organoleptik kelima perlakuan

formulasi snack bar terdapat perbedaan dari segi warna dan segi tekstur,

sehingga dilakukan uji lanjut menggunakan metode uji Mann Whitney

untuk melihat perbedaan yang signifikan. Sedangkan tidak terdapat

perbedaan dari segi aroma dan segi rasa, sehingga tidak diperlukan uji

lanjut.

B. Saran

1. Untuk peneliti selanjutnya, diharapkan dapat mengembangkan produk

snack bar dengan subsitusi bahan baku lain yang memiliki nilai ekonomis

dan lebih terjangkau oleh masyarakat. Diperlukan penambahan bahan

yang memiliki aroma dan rasa yang khas seperti sari jeruk atau cokelat

yang dapat mempengaruhi rasa, aroma, dan warna pada produk snack bar.
119

Peneliti dapat menggunakan jenis labu kuning yang memiliki kadar air

yang lebih rendah agar tidak terlalu banyak menurunkan kandungan

antioksidan dan serat yang ada pada produk snack bar.

2. Untuk institusi (STIKes Surabaya) dapat menambah referensi

kepustakaan yaitu Teknologi Pangan tentang pengolahan pangan lokal

menjadi produk baru. Institusi dapat memperkenalkan bahaya

mengkonsumsi makanan/minuman manis, asin, dan tinggi lemak bagi

kesehatan masyarakat, sehingga diperlukan produk siap makan sebagai

alternatif makanan sehat dengan kandungan gizi baik seperti yang telah

tertuang dalam penulisan ini.

3. Untuk masyarakat dapat mengetahui bahwa produk snack bar tepung

sorgum dan labu kuning merupakan produk baru siap makan sebagai

alternatif makanan sehat dengan kandungan aktivitas antioksidan yang

dapat menurunkan kadar gula darah dan kadar serat yang tinggi mampu

menurunkan kadar kolesterol dalam darah serta membantu memperlancar

saluran pencernaan, sehingga dapat mencegah terjadinya kanker kolon.


120

DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, D. 2018. Analisis Keragaman Genetik Delapan Aksesi Sorgum


(Sorghum Bicolor (L.) Moench) Daerah Jawa Timur Menggunakan
Penanda Rapd. Malang : Universitas Muhammadiyah Malang.

Anindya, A D. 2016. Pengaruh Perbandingan Tepung Labu Kuning (Cucurbita


moschata) Dan Tepung Mocaf Terhadap Serat Pangan, Aktivitas
Antioksidan, Dan Total Energi Pada Flakes “Kumo”. Semarang :
Universitas Diponegoro.

Anjarsari, D. 2018. Analisis Kandungan Nilai Gizi Protein Nugget Susu Sapi dan
Daya Terima Pada Anak Balita Kecamatan Karang Pilang Surabaya.
Surabaya: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Surabaya.

Aprilia, S. 2015. Kualitas Cookies Dengan Kombinasi Tepung Sorgum (Sorghum


Bicolor (L.) Moench) Dan Tepung Terigu Dengan Penambahan Susu
Kambing. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya.

Arumaini, M. 2017. Kajian Proporsi Ikan Tongkol dan Jamur Tiram yang Berbeda
pada Pembuatan Abon Ditinjau Dari Kadar Protein dan Daya Terima
Balita Di Posyandu Flamboyan Puskesmas Wonokromo Kota
Surabaya. Surabaya: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Surabaya.

BMKG. 2017. Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan Indonesia Fokus Khusus :


Tren Konsumsi dan Produksi Buah dan Sayur.

Budoyo E, Suseno T, Widjajaseputra A. 2014. Substitusi Terigu Dengan Tepung


Labu Kuning Terhadap Sifat Fisik Dan Organoleptik Muffin. Journal
of Food Technology and Nutrition Vol 13 (2): 75-80.

Dini J, dkk. 2017. Komponen Gizi, Aktivitas Antioksidan Dan Karakteristik


Sensori Bubuk Fungsional Labu Kuning (Cucurbita Moschata) Dan
Tempe. J. Gizi Pangan 12 (2) : 109-116. ISSN 1978-1059. EISSN
2407-0920.

Dwijayanti, D.M. 2016. Karakterisasi Snack Bar Campuran Tepung Labu Kuning
(Cucurbita moschata) dan Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.)
dengan Variasi Bahan Pengikat. Jember: Universitas Jember.

Fairudz, A., Nisa, K. 2015. Pengaruh Serat Pangan terhadap Kadar Kolesterol
Penderita Overweight. Lampung : Universitas Lampung.

Fauziyah A, Marliyati S, Kustiyah L. 2017. Substitusi Tepung Kacang Merah


Meningkatkan Kandungan Gizi, Serat Pangan, Dan Kapasitas
121

Antioksidan Beras Analog Sorgum. Jurnal Gizi Pangan, Juli 2017,


12(2):147-152.

Fikri, M N. 2018. Variasi Pencampuran Sorgum (Sorgum bicolor (L) Moench)


Terhadap Sifat Fisik, Sifat Organoleptik, Kadar Protein dan Serat
Kasar Pada Pembuatan Tempe Kedelai (Glycibe max (L) Merril).
Yogyakarta : Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan.

Furqan, M., Suranto, Sugiarto. 2018. Karakterisasi Labu Kuning (Cucurbita


Moschata) Berdasarkan Karakter Morfologi Di Daerah Kabupaten
Bima Nusa Tenggara Barat. Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan
Saintek III. ISSN : 2527 – 533X.

Hamdil, Andiyono, Sri M. 2017. Pengembangan Bahan Pangan Lokal Labu


Kuning (Cucurbita Moschata) Di Kabupaten Sambas. UNES Journal
of Agricultural Scienties Vol.1 Issue 1. ISSN : 2549-4791.

Handayani, P. 2018. Pengaruh Perbandingan Tepung Labu Kuning, Tepung


Mocaf, dan Kacang Merah Dengan Penambahan Kuning Telur
Terhadap Mutu Snack Bar. Medan : Universitas Sumatera Utara.

Hanum, T.S.L., Dewi, A.P., Erwin. 2015. Hubungan Antara Pengetahuan Dan
Kebiasaan Mengkonsumsi Fast Food Dengan Status Gizi Pada
Remaja. Riau : Universitas Riau.

Hariyadi, P. 2015. Industri Pangan Fungsional Indonesia: Peluang Untuk


Membangun Kesehatan Bangsa. Foodreview Indonesia Vol.X / No.5.

Indrawan, I., Seveline., Ningrum, R. 2018. Pembuatan Snack Bar Tinggi Serat
Berbahan Dasar Tepung Ampas Kelapa dan Tepung Kedelai. Jurnal
Ilmiah RESPATI vol. 9 no.2.

Isdamayani, L. 2015. Kandungan Flavonoid, Total Fenol, Dan Antioksidan Snack


Bar Sorgum Sebagai Alternatif Makanan Selingan Penderita Diabetes
Mellitus Tipe 2. Semarang : Universitas Diponegoro.

Lestari S, Susilawati P. 2014. Uji Organoleptik Mi Basah Berbahan Dasar Tepung


Talas Beneng (Xantoshoma Undipes) Untuk Meningkatkan Nilai
Tambah Bahan Pangan Lokal Banten. Pros Sem Nas Masy Biodiv
Indon Vol 1, No 4. ISSN : 2407-8050.

Lina T, Oktavianus P, Lyndon R. 2017. Analisis Usahatani Labu Kuning Di Desa


Singsingon Raya, Kecamatan Passi Timur, Kabupaten Bolaang-
Mongondow. Agri-Sosio Ekonomi Unsrat : ISSN 1907-4298, Vol.13
No.2.
122

Lipi. 2016. Berita Biologi. Pusat Penelitian Biologi : ISSN 0126-1754.

Manurung, V. 2018.Analisis Lemak dan Serat Tak Larut Pada Okra (Abelmochus
Esculentus (L.) Moench). Medan : Universitas Sumatera Utara.

Mayasari, R. 2015. Kajian Karakteristik Biskuit Yang Dipengaruhi Perbandingan


Tepung Ubi Jalar (Ipomea batatas L.) Dan Tepung Kacang Merah
(Phaseolus vulgaris L). Bandung : Universitas Pasundan.

Ningtias, Dista F. 2017. Betakaroten, Antioksidan Dan Mutu Hedonik Minuman


Instan Labu Kuning (Cucurbita Moschata Dutch) Berdasarkan
Konsentrasi Maltodekstrin. Semarang.: Universitas Muhammadiyah
Semarang.

Pasha, R S. 2018. Variasi Campuran Tepung Sorgum Pada Pembuatan Muffin


Ditinjau Dari Sifat Fisik, Sifat Organoleptik dan Kadar Serat Pangan.
Yogyakarta : Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan.

Permatasari, C. 2018. Pengaruh Penambahan Kacang Merah Dan Wortel Pada


Daya Terima Dan Kandungan Zat Gizi Siomay Ikan Lele. Surabaya :
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Surabaya.

Prabasini H, Ishartani D, Rahadian D. 2013. Kajian Sifat Kimia Dan Fisik Tepung
Labu Kuning (Cucurbita Moschata) Dengan Perlakuan Blanching
Dan Perendaman Dalam Natrium Metabisulfit (Na 2S2O5). Jurnal
Teknosains Vol.2 No.2.

Pranata, B. 2017. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Kotoran Kambing Dengan


Pupuk Probiotik Nopkor Terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas
Tanaman Sorgum Putih (Sorghum bicolor L.). Yogyakarta:
Universitas Sanata Dharma.

Pratiwi U, Harun N, Rossi E. 2016. Pemanfaatan Karagenan Dalam Pembuatan


Selai Lembaran Labu Kuning (Cucurbita Moschata). Jom Faperta Vol
3 No 2.

Prima, T A., Andayani, H. Abdullah, M N. 2018. Hubungan Konsumsi Junk Food


Dan Aktivitas Fisik Terhadap Obesitas Remaja Di Banda Aceh. Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Biomedis 4(1) : 20-27.

Prof. Dr. H. Sumantri, SKM., M.Kes. 2015. Metodologi Penelitian Kesehatan.


Jakarta : Kencana.

Putri D, Nita Y. 2018. Uji Kualitas Kimia Dan Organoleptik Pada Nugget Ayam
Hasil Substitusi Ampas Tahu. Jurnal Katalisator Vol 3 No. 2. ISSN :
2502-0943.
123

Rahman, N., Dewi, N., Armawaty, F. 2016. Faktor – faktor yang Berhubungan
Dengan Perilaku Makan Pada Remaja SMA Negeri 1 Palu. Jurnal
Preventif vol.7 no.1 : 1 – 64.

Rinda, Ansharullah, Asyik N. 2018. Pengaruh Komposisi Snack Bar Berbasis


Tepung Tempe Dan Biji Lamtoro (Leucaena Leucocephala (Lam.) De
Wit) Terhadap, Penilaian Organoleptik, Proksimat, Dan Kontribusi
Angka Kecukupan Gizi. J. Sains dan Teknologi Pangan Vol.3 No.3 P.
1328-1340. ISSN: 2527-6271.

Rinda, dkk. 2018. Pengaruh Komposisi Snack Bar Berbasis Tepung Tempe Dan
Biji Lamtoro (Leucaena Leucocephala (Lam.) De Wit) Terhadap,
Penilaian Organoleptik, Proksimat, Dan Kontribusi Angka Kecukupan
Gizi. J. Sains dan Teknologi Pangan. ISSN: 2527-6271.

Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Dasar. www.depkes.go.id . Diakses pada 23


November 2018.

Riskesdas. 2018. Hasil Utama Riskesdas 2018. www.depkes.go.id . Diakses pada


23 November 2018.

Rizal, F M., Noerhartati, E., Samjaya, D F., Jannah, A N. 2018. Komparasi Berat
Badan Mencit (Mus Muscullus) Yang Diinduksi Dexamethasone Pra
Dan Pasca Terapi Ekstrak Metanol Akar Sorgum Merah (Sorgum
Bicolor). Surabaya : Universitas Wijaya Kusuma.

Rochma, A S. 2019. Pemanfaatan Jantung Pisang Sebagai Campuran Produk


Nugget dan Pengaruhnya Terhadap Sifat Fisik, Organoleptik, Kadar
Serat dan Antosianin. Yogyakarta : Politeknik Kesehatan Kementerian
Kesehatan Yogyakarta.

Sadeli, R. 2016. Uji Aktivitas Antioksidan Dengan Metode DPPH (1,1-diphenyl-


2-picrylhydrazyl) Ekstrak Bromelain Buah Nanas (Ananas
comosus(L.)Merr.). Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Sanah, L. 2016. Perbedaan Aktivitas Antioksidan Bawang Putih (allium sativum)


Hasil Pemanasan (black garlic) Menggunakan Metode DPPH.
Malang: Akademi Analis Farmasi dan Makanan.

Sari, N P., Putri, W D. 2018. Pengaruh Lama Penyimpanan Dan Metode


Pemasakan Terhadap Karakteristik Fisikokimia Labu Kuning
(Cucurbita moschata). Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 6 No.1 :
17 – 27.

Sarifudin, A., Ekafitri, R., Surahman, D N., Putri, S K. 2015. Pengaruh


Penambahan Telur Pada Kandungan Proksimat, Karakteristik
124

Aktivitas Air Bebas (Aw) Dan Tekstural Snack Bar Berbasis Pisang
(Musa Paradisiaca). Jawa Barat : Balai Besar Pengembanagan
Teknologi. Argitech vol. 35 No.1.

Setiawan H, Mulyani S, Tangkas I.M. 2014. Analisis Kandungan Vitamin C Dan


Kalium Dalam Labu Kuning (Cucurbita Moschata). J.Akad.Kim.3(4)
: 172-177. ISSN 2302-6030.

Siregar, L N S., Harun, N., Rahmayuni. 2017. Pemanfaatan Tepung Kacang


Merah Dan Salak Padang Sidimpuan (Salacca Sumatrana R.) Dalam
Pembuatan Snack Bar. Pekanbaru : Universitas Riau.

Suarni, Subagio H. 2013. Potensi Pengembangan Jagung dan Sorgum Sebagai


Sumber Pangan Fungsional. Balai Penelitian Tanaman Serealia.

Subagio H, Aqil M. 2014. Perakitan dan Pengembangan Varietas Unggul Sorgum


untuk Pangan, Pakan, dan Bioenergi. Balai Penelitian Tanaman
Serealia : Iptek Tanaman Pangan Vol. 9 No. 1.

Sudapet, I N., Sukoco, A., Setiawan, I. 2017. Model Integrasi Ekonomi Maritim
Dan Pariwisata Di Daerah Guna Peningkatan Ekonomi Indonesia
Timur. Jurnal Darussalam: Jurnal Pendidikan, Komunikasi dan
Pemikiran Hukum Islam Vol. IX, No 1: 148-160. ISSN: 2549-4171.

Suryono C, Ningrum L, Dewi T. 2018. Uji Kesukaan dan Organoleptik Terhadap


5 kemasan dan Produk Kepulauan Seribu Secara Deskriptif. Jurnal
Pariwisata, Vol. 5 No. 2.

Trisnawati, W. 2017. Analisis Indeks Glikemik Dan Komposisi Gizi Keripik


Simulasi Substitusi Tepung Bekatul Dengan Tepung Labu Kuning.
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 6 (3).

Wibowo, E.N. 2016. Kualitas Biskuit Dengan Kombinasi Tepung Sorgum


(Sorghum Bicolor (L.) Moench) Dan Tepung Tempe. Yogyakarta:
Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Widjanarko B. 2016. Pemanfaatan Limbah Pelepah Pisang Dan Serabut Kelapa


Sebagai Bahan Baku Pulp Dan Kertas Dengan Proses Soda
Menggunakan Natrium Hidroksida Dengan Alat Digester. Semarang:
Universitas Diponegoro.

Winarti. 2010. Makanan Fungsional. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Yenrina, M.Si., Dr. Ir. Rina. 2015. Metode Analisis Bahan Pangan dan Komponen
Bioaktif. Andalas University Press : ISSN 978-602-6953-05-6.
125

Lampiran 1
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI PANELIS

Kepada
Yth. Siswa/siswi SMK Kesehatan Surabaya
Ditempat

Dengan Hormat,
Saya selaku peneliti mengajukan permohonan kepada siswa/siswi untuk
menjadi panelis penelitian mengenai Formulasi Snack Bar Tepung Sorgum
(Sorghum bicolor (L.) moench) dan Labu Kuning (Cucurbita moschata) Ditinjau
Dari Uji Aktivitas Antioksidan, Uji Kadar Serat, Dan Uji Organoleptik.
Besar harapan saya selaku peneliti akan partisipasi anda untuk menjadi
panelis dalam uji organoleptik ini demi kelancaran pelaksanaan penelitian yang
saya lakukan. Atas perhatian dan partisipasi anda, saya mengucapkan terimakasih.
Data Panelis :
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
No. HP :
*) Bersedia/Tidak Berseda untuk menjadi panelis

Surabaya, Maret 2019

Peneliti Panelis

(Rosalinda Abir Hanifah) (………………………….)

Keterangan : *) coret yang tidak perlu


126

Lampiran 2
FORMULIR UJI ORGANOLEPTIK

Hari, tanggal :
Nama responden :
Dihadapan saudara telah disajikan 5 sampel Snack Bar. Saudara dimohon
untuk memberikan penilaian terhadap warna, rasa, aroma, dan tekstur dari Snack
Bar tersebut.
Skala yang digunakan dalam uji hedonik adalah sebagai berikut :
1 = sangat tidak suka
2 = tidak suka
3 = cukup suka
4 = suka
5 = sangat suka
Petunjuk : Tuliskan skala diatas pada masing – masing kolom tabel di bawah
sesuai dengan penilaian saudara setelah mencoba setiap sampel Snack Bar.
Kode Sampel Warna Aroma Rasa Tekstur
S0L0
S1L1
S2L2
S3L3
S4L4

Tuliskan satu kode sampel yang paling suka untuk dikonsumsi : (…………)
Atas partisipasi dan bantuan saudara dalam penelitian uji organoleptik ini
saya mengucapkan terimakasih.
Surabaya, Maret 2019
Responden,

(…………………………….)
127

Lampiran 3
Tabel Hasil Organoleptik Terhadap Warna
Kode Perlakuan
No Nama Panelis
S0L0 S1L1 S2L2 S3L3 S4L4
1 AS 3 4 3 5 5
2 GL 3 3 2 2 2
3 EM 4 4 4 4 4
4 WP 3 3 3 4 3
5 AR 1 1 1 1 1
6 AC 2 1 4 3 4
7 MN 2 3 3 4 4
8 RP 2 3 3 4 3
9 ZF 3 2 2 2 2
10 AG 3 5 3 5 3
11 SF 3 3 3 3 3
12 LR 2 2 4 2 5
13 VF 4 3 2 4 4
14 EP 4 2 2 3 2
15 AA 2 2 3 5 2
16 DE 4 4 4 4 4
17 FA 3 5 5 4 3
18 DR 1 3 1 4 2
19 DH 3 3 3 3 3
20 AR 3 3 3 3 3
21 AF 4 3 3 4 4
22 DN 4 4 4 5 5
23 AS 3 5 4 5 5
24 MS 5 5 5 5 5
25 LP 4 5 3 2 5
26 SC 3 3 3 5 4
27 DF 4 4 4 5 4
28 SJ 2 2 3 4 3
29 AI 2 2 3 5 3
30 MT 3 4 4 4 3
Jumlah (n) 89 96 94 113 103
Rata – rata (x) 2.96 3.2 3.13 3.76 3.43
Kategori penilaian :
1 = sangat tidak suka
2 = tidak suka
3 = cukup suka
4 = suka
5 = sangat suka
128

Tabel Hasil Organoleptik Terhadap Aroma


Kode Perlakuan
No Nama Panelis
S0L0 S1L1 S2L2 S3L3 S4L4
1 AS 2 3 4 4 4
2 GL 4 4 4 2 3
3 EM 4 4 4 4 4
4 WP 3 4 3 3 4
5 AR 2 1 1 2 1
6 AC 1 2 3 5 3
7 MN 3 4 3 3 4
8 RP 1 4 3 3 4
9 ZF 2 3 3 3 3
10 AG 4 4 4 4 4
11 SF 4 2 3 4 5
12 LR 1 1 4 3 5
13 VF 2 2 3 4 3
14 EP 5 5 4 5 3
15 AA 5 5 5 4 3
16 DE 3 2 2 2 3
17 FA 3 4 4 5 5
18 DR 4 2 4 2 3
19 DH 1 2 2 3 3
20 AR 1 3 3 3 3
21 AF 5 4 3 3 3
22 DN 3 4 3 4 5
23 AS 5 4 5 5 4
24 MS 5 5 5 5 2
25 LP 3 5 2 3 5
26 SC 4 4 4 4 5
27 DF 3 3 3 3 3
28 SJ 3 4 4 4 3
29 AI 3 4 4 3 3
30 MT 4 3 4 3 3
Jumlah (n) 93 101 103 105 106
Rata – rata (x) 3.1 3.36 3.43 3.5 3.53

Kategori penilaian :
1 = sangat tidak suka
2 = tidak suka
3 = cukup suka
4 = suka
5 = sangat suka
129

Tabel Hasil Organoleptik Terhadap Rasa


Kode Perlakuan
No Nama Panelis
S0L0 S1L1 S2L2 S3L3 S4L4
1 AS 4 3 3 5 2
2 GL 2 4 2 4 3
3 EM 5 5 5 5 5
4 WP 2 2 3 3 3
5 AR 1 1 3 1 2
6 AC 2 2 2 3 3
7 MN 1 1 1 2 2
8 RP 1 2 3 4 2
9 ZF 3 3 2 2 4
10 AG 3 1 2 4 3
11 SF 4 3 2 3 4
12 LR 1 1 3 3 2
13 VF 2 3 4 4 3
14 EP 3 1 2 3 2
15 AA 3 2 3 4 3
16 DE 4 3 3 5 5
17 FA 4 5 4 4 3
18 DR 4 4 4 4 4
19 DH 2 3 3 3 3
20 AR 2 3 3 4 3
21 AF 5 4 2 2 5
22 DN 4 4 5 5 5
23 AS 3 4 4 5 5
24 MS 3 5 5 4 4
25 LP 3 5 2 4 5
26 SC 3 4 4 4 4
27 DF 3 4 2 2 2
28 SJ 3 4 4 4 3
29 AI 3 4 2 3 3
30 MT 3 2 2 4 4
Jumlah (n) 86 92 89 107 101
Rata – rata (x) 2.86 3.06 2.96 3.56 3.36

Kategori penilaian :
1 = sangat tidak suka
2 = tidak suka
3 = cukup suka
4 = suka
5 = sangat suka
130

Tabel Hasil Organoleptik Terhadap Tekstur


Kode Perlakuan
No Nama Panelis
S0L0 S1L1 S2L2 S3L3 S4L4
1 AS 4 5 4 3 3
2 GL 3 3 2 2 2
3 EM 4 4 4 4 3
4 WP 3 2 3 4 3
5 AR 2 1 3 2 1
6 AC 1 1 2 3 3
7 MN 1 1 1 2 1
8 RP 3 2 2 3 2
9 ZF 3 3 2 3 3
10 AG 1 2 1 5 1
11 SF 4 3 2 3 4
12 LR 3 3 3 3 3
13 VF 1 1 3 4 3
14 EP 1 1 3 4 2
15 AA 2 1 3 4 4
16 DE 3 2 3 3 4
17 FA 4 4 4 4 4
18 DR 1 2 4 4 5
19 DH 3 3 2 3 4
20 AR 2 3 2 3 3
21 AF 3 3 3 3 3
22 DN 3 3 4 5 5
23 AS 3 3 5 4 5
24 MS 5 5 5 5 5
25 LP 4 5 2 4 5
26 SC 2 2 2 4 4
27 DF 2 3 3 4 4
28 SJ 2 3 3 3 4
29 AI 2 1 2 3 4
30 MT 2 3 4 4 4
Jumlah (n) 77 78 86 105 101
Rata – rata (x) 2.56 2.6 2.86 3.5 3.36

Kategori penilaian :
1 = sangat tidak suka
2 = tidak suka
3 = cukup suka
4 = suka
5 = sangat suka
131

Hasil Formulasi Snack Bar Terbaik


Berikut merupakan hasil dari formulasi snack bar yang disukai oleh panelis :
Perlakuan Formulasi Snack bar Jumlah Panelis
S0L0 5
S1L1 2
S2L2 4
S3L3 14
S4L4 5
Jumlah 30
132

Lampiran 4
133
134

Lampiran 5

HASIL ANALISA SPSS PADA UJI ORGANOLEPTIK

A. Warna

Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
Nilai Warna 150 3.3000 1.09146 1.00 5.00
Perlakuan 150 3.00 1.419 1 5

Kruskal-Wallis Test

Ranks
Perlakuan N Mean Rank
S0L0 30 62.68
S1L1 30 71.35
S2L2 30 69.20
Nilai Warna
S3L3 30 94.03
S4L4 30 80.23
Total 150

Test Statisticsa,b
Nilai Warna
Chi-Square 10.044
df 4
Asymp. Sig. .040
Sig. .040c
Monte Carlo Sig. Lower Bound .036
95% Confidence Interval
Upper Bound .044

a. Kruskal Wallis Test


b. Grouping Variable: Perlakuan
c. Based on 10000 sampled tables with starting seed 1314643744.
135

Uji Lanjut Mann-Whitney

a. S0L0 dan S1L1


Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
S0L0 30 28.92 867.50
Nilai Warna S1L1 30 32.08 962.50
Total 60

Test Statisticsa
Nilai Warna
Mann-Whitney U 402.500
Wilcoxon W 867.500
Z -.732
Asymp. Sig. (2-tailed) .464
a. Grouping Variable: Perlakuan

b. S2L2 dan S3L3


Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
S2L2 30 25.27 758.00
Nilai Warna S3L3 30 35.73 1072.00
Total 60

Test Statisticsa
Nilai Warna
Mann-Whitney U 293.000
Wilcoxon W 758.000
Z -2.409
Asymp. Sig. (2-tailed) .016
a. Grouping Variable: Perlakuan

c. S0L0 dan S4L4


Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
S0L0 30 26.98 809.50
Nilai Warna S4L4 30 34.02 1020.50
Total 60
136

Test Statisticsa
Nilai Warna
Mann-Whitney U 344.500
Wilcoxon W 809.500
Z -1.624
Asymp. Sig. (2-tailed) .104
a. Grouping Variable: Perlakuan

d. S1L1 dan S2L2


Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
S1L1 30 30.77 923.00
Nilai Warna S2L2 30 30.23 907.00
Total 60

Test Statisticsa
Nilai Warna
Mann-Whitney U 442.000
Wilcoxon W 907.000
Z -.124
Asymp. Sig. (2-tailed) .901
a. Grouping Variable: Perlakuan

e. S3L3 dan S4L4


Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
S3L3 30 33.25 997.50
Nilai Warna S4L4 30 27.75 832.50
Total 60

Test Statisticsa
Nilai Warna
Mann-Whitney U 367.500
Wilcoxon W 832.500
Z -1.262
Asymp. Sig. (2-tailed) .207
a. Grouping Variable: Perlakuan
137

f. S0L0 dan S2L2


Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
S0L0 30 29.07 872.00
Nilai Warna S2L2 30 31.93 958.00
Total 60

Test Statisticsa
Nilai Warna
Mann-Whitney U 407.000
Wilcoxon W 872.000
Z -.673
Asymp. Sig. (2-tailed) .501
a. Grouping Variable: Perlakuan

g. S1L1 dan S3L3


Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
S1L1 30 26.23 787.00
Nilai Warna S3L3 30 34.77 1043.00
Total 60

Test Statisticsa
Nilai Warna
Mann-Whitney U 322.000
Wilcoxon W 787.000
Z -1.951
Asymp. Sig. (2-tailed) .051
a. Grouping Variable: Perlakuan

h. S1L1 dan S4L4


Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
S1L1 30 28.77 863.00
Nilai Warna S4L4 30 32.23 967.00
Total 60
138

Test Statisticsa
Nilai Warna
Mann-Whitney U 398.000
Wilcoxon W 863.000
Z -.796
Asymp. Sig. (2-tailed) .426
a. Grouping Variable: Perlakuan

i. S0L0 dan S3L3


Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
S0L0 30 24.22 726.50
Nilai Warna S3L3 30 36.78 1103.50
Total 60

Test Statisticsa
Nilai Warna
Mann-Whitney U 261.500
Wilcoxon W 726.500
Z -2.882
Asymp. Sig. (2-tailed) .004
a. Grouping Variable: Perlakuan

j. S2L2 dan S4L4


Ranks
Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
S2L2 30 28.27 848.00
Nilai Warna S4L4 30 32.73 982.00
Total 60

Test Statisticsa
Nilai Warna
Mann-Whitney U 383.000
Wilcoxon W 848.000
Z -1.038
Asymp. Sig. (2-tailed) .299
a. Grouping Variable: Perlakuan
139

B. Aroma

Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
Nilai Aroma 150 3.3867 1.07308 1.00 5.00
Perlakuan 150 3.00 1.419 1 5

Kruskal-Wallis Test

Ranks
Perlakuan N Mean Rank
S0L0 30 66.67
S1L1 30 76.33
S2L2 30 76.93
Nilai Aroma
S3L3 30 78.08
S4L4 30 79.48
Total 150

Test Statisticsa,b
Nilai Aroma
Chi-Square 1.785
df 4
Asymp. Sig. .775
Sig. .777c
Monte Carlo
Lower Bound .769
Sig. 95% Confidence Interval
Upper Bound .785

a. Kruskal Wallis Test


b. Grouping Variable: Perlakuan
c. Based on 10000 sampled tables with starting seed 2000000.
140

C. Rasa

Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
Nilai Rasa 150 3.1667 1.13762 1.00 5.00
Perlakuan 150 3.00 1.419 1 5

Kruskal-Wallis Test

Ranks
Perlakuan N Mean Rank
S0L0 30 64.87
S1L1 30 73.30
S2L2 30 66.87
Nilai Rasa
S3L3 30 90.98
S4L4 30 81.48
Total 150

Test Statisticsa,b
Nilai Rasa
Chi-Square 7.923
Df 4
Asymp. Sig. .094
Sig. .094c
Monte Carlo
Lower Bound .088
Sig. 95% Confidence Interval
Upper Bound .100

a. Kruskal Wallis Test


b. Grouping Variable: Perlakuan
c. Based on 10000 sampled tables with starting seed 299883525.
141

D. Tekstur

Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
Nilai Tekstur 150 2.9800 1.13794 1.00 5.00
Pelakuan 150 3.00 1.419 1 5

Kruskal-Wallis Test

Ranks
Pelakuan N Mean Rank
S0L0 30 60.45
S1L1 30 61.20
S2L2 30 70.17
Nilai Tekstur
S3L3 30 95.30
S4L4 30 90.38
Total 150

Test Statisticsa,b
Nilai Tekstur
Chi-Square 18.285
df 4
Asymp. Sig. .001
Sig. .001c
Monte Carlo
Lower Bound .000
Sig. 95% Confidence Interval
Upper Bound .001

a. Kruskal Wallis Test


b. Grouping Variable: Pelakuan
c. Based on 10000 sampled tables with starting seed 926214481.
142

Uji Lanjut Mann-Whitney

k. S0L0 dan S1L1


Ranks
Pelakuan N Mean Rank Sum of Ranks
S0L0 30 30.48 914.50
Nilai Tekstur S1L1 30 30.52 915.50
Total 60

Test Statisticsa
Nilai Tekstur
Mann-Whitney U 449.500
Wilcoxon W 914.500
Z -.008
Asymp. Sig. (2-tailed) .994
a. Grouping Variable: Pelakuan

l. S2L2 dan S3L3


Ranks
Pelakuan N Mean Rank Sum of Ranks
S2L2 30 25.10 753.00
Nilai Tekstur S3L3 30 35.90 1077.00
Total 60

Test Statisticsa
Nilai Tekstur
Mann-Whitney U 288.000
Wilcoxon W 753.000
Z -2.506
Asymp. Sig. (2-tailed) .012
a. Grouping Variable: Pelakuan

m. S0L0 dan S4L4


Ranks
Pelakuan N Mean Rank Sum of Ranks
S0L0 30 24.75 742.50
Nilai Tekstur S4L4 30 36.25 1087.50
Total 60
143

Test Statisticsa
Nilai Tekstur
Mann-Whitney U 277.500
Wilcoxon W 742.500
Z -2.627
Asymp. Sig. (2-tailed) .009
a. Grouping Variable: Pelakuan

n. S1L1 dan S2L2


Ranks
Pelakuan N Mean Rank Sum of Ranks
S1L1 30 28.50 855.00
Nilai Tekstur S2L2 30 32.50 975.00
Total 60

Test Statisticsa
Nilai Tekstur
Mann-Whitney U 390.000
Wilcoxon W 855.000
Z -.922
Asymp. Sig. (2-tailed) .357
a. Grouping Variable: Pelakuan

o. S3L3 dan S4L4


Ranks
Pelakuan N Mean Rank Sum of Ranks
S3L3 30 30.90 927.00
Nilai Tekstur S4L4 30 30.10 903.00
Total 60

Test Statisticsa
Nilai Tekstur
Mann-Whitney U 438.000
Wilcoxon W 903.000
Z -.187
Asymp. Sig. (2-tailed) .852
a. Grouping Variable: Pelakuan
144

p. S0L0 dan S2L2


Ranks
Pelakuan N Mean Rank Sum of Ranks
S0L0 30 28.37 851.00
Nilai Tekstur S2L2 30 32.63 979.00
Total 60

Test Statisticsa
Nilai Tekstur
Mann-Whitney U 386.000
Wilcoxon W 851.000
Z -.982
Asymp. Sig. (2-tailed) .326
a. Grouping Variable: Pelakuan

q. S1L1 dan S3L3


Ranks
Pelakuan N Mean Rank Sum of Ranks
S1L1 30 23.65 709.50
Nilai Tekstur S3L3 30 37.35 1120.50
Total 60

Test Statisticsa
Nilai Tekstur
Mann-Whitney U 244.500
Wilcoxon W 709.500
Z -3.172
Asymp. Sig. (2-tailed) .002
a. Grouping Variable: Pelakuan

r. S1L1 dan S4L4


Ranks
Pelakuan N Mean Rank Sum of Ranks
S1L1 30 25.03 751.00
Nilai Tekstur S4L4 30 35.97 1079.00
Total 60
145

Test Statisticsa
Nilai Tekstur
Mann-Whitney U 286.000
Wilcoxon W 751.000
Z -2.502
Asymp. Sig. (2-tailed) .012
a. Grouping Variable: Pelakuan

s. S0L0 dan S3L3


Ranks
Pelakuan N Mean Rank Sum of Ranks
S0L0 30 23.35 700.50
Nilai Tekstur S3L3 30 37.65 1129.50
Total 60

Test Statisticsa
Nilai Tekstur
Mann-Whitney U 235.500
Wilcoxon W 700.500
Z -3.305
Asymp. Sig. (2-tailed) .001
a. Grouping Variable: Pelakuan

t. S2L2 dan S4L4


Ranks
Pelakuan N Mean Rank Sum of Ranks
S2L2 30 26.43 793.00
Nilai Tekstur S4L4 30 34.57 1037.00
Total 60

Test Statisticsa
Nilai Tekstur
Mann-Whitney U 328.000
Wilcoxon W 793.000
Z -1.863
Asymp. Sig. (2-tailed) .062
a. Grouping Variable: Pelakuan
146

Lampiran 6

HASIL ANALISA SPSS PADA UJI LABORATORIUM

A. Aktivitas Antioksidan

Descriptives
Antioksidan
95% Confidence
N Mean Std. Deviation Std. Error Interval for Mean
Lower Bound
S0L0 3 67.2833 .40821 .23568 66.2693
S1L1 3 91.2733 .07095 .04096 91.0971
S2L2 3 75.1367 .04933 .02848 75.0141
S3L3 3 58.8433 .16289 .09404 58.4387
S4L4 3 70.3700 .02000 .01155 70.3203
Total 15 72.5813 11.12667 2.87289 66.4196
Fixed Effects .20052 .05177 72.4660
Model
Random Effects 5.37407 57.6605

Descriptives
Antioksidan
95% Confidence Between-
Interval for Mean Minimum Maximum Component
Upper Bound Variance
S0L0 68.2974 66.82 67.59
S1L1 91.4496 91.21 91.35
S2L2 75.2592 75.08 75.17
S3L3 59.2480 58.73 59.03
S4L4 70.4197 70.35 70.39
Total 78.7431 58.73 91.35
Fixed Effects 72.6967
Model
Random Effects 87.5021 144.38961

Test of Homogeneity of Variances


Antioksidan
Levene Statistic df1 df2 Sig.
7.637 4 10 .004
147

ANOVA
Antioksidan
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1732.836 4 433.209 10774.557 .000
Within Groups .402 10 .040
Total 1733.238 14

Post Hoc Tests

Antioksidan
Subset for alpha = 0.05
Perlakuan N
1 2 3 4 5
S3L3 3 58.8433
S0L0 3 67.2833
S4L4 3 70.3700
Duncana
S2L2 3 75.1367
S1L1 3 91.2733
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
148

B. Serat Larut Air

Descriptives
Serat Larut
95% Confidence
N Mean Std. Deviation Std. Error Interval for Mean
Lower Bound
S0L0 3 3.7300 .03606 .02082 3.6404
S1L1 3 2.8900 .03000 .01732 2.8155
S2L2 3 3.1533 .03786 .02186 3.0593
S3L3 3 3.6167 .03786 .02186 3.5226
S4L4 3 3.7300 .02646 .01528 3.6643
Total 15 3.4240 .35456 .09155 3.2277
Fixed Effects .03396 .00877 3.4045
Model
Random Effects .17071 2.9500

Descriptives
Serat Larut
95% Confidence Between-
Interval for Mean Minimum Maximum Component
Upper Bound Variance
S0L0 3.8196 3.69 3.76
S1L1 2.9645 2.86 2.92
S2L2 3.2474 3.11 3.18
S3L3 3.7107 3.59 3.66
S4L4 3.7957 3.70 3.75
Total 3.6203 2.86 3.76
Fixed Effects 3.4435
Model
Random Effects 3.8980 .14532

Test of Homogeneity of Variances


Serat Larut
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.312 4 10 .863
149

ANOVA
Serat Larut
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1.748 4 .437 378.994 .000
Within Groups .012 10 .001
Total 1.760 14

Post Hoc Tests

Serat Larut
Subset for alpha = 0.05
Perlakuan N
1 2 3 4
S1L1 3 2.8900
S2L2 3 3.1533
S3L3 3 3.6167
Duncana
S0L0 3 3.7300
S4L4 3 3.7300
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
150

C. Serat Tidak Larut Air

Descriptives
Serat Tidak Larut
95% Confidence
N Mean Std. Deviation Std. Error Interval for Mean
Lower Bound
S0L0 3 1.2433 .02517 .01453 1.1808
S1L1 3 .7533 .02517 .01453 .6908
S2L2 3 1.0400 .02000 .01155 .9903
S3L3 3 1.4400 .02000 .01155 1.3903
S4L4 3 1.6600 .03606 .02082 1.5704
Total 15 1.2273 .32559 .08407 1.0470
Fixed Effects .02595 .00670 1.2124
Model
Random Effects .15692 .7917

Descriptives
Serat Tidak Larut
95% Confidence Minimum Maximum Between-
Interval for Mean Component
Upper Bound Variance
S0L0 1.3058 1.22 1.27
S1L1 .8158 .73 .78
S2L2 1.0897 1.02 1.06
S3L3 1.4897 1.42 1.46
S4L4 1.7496 1.62 1.69
Total 1.4076 .73 1.69
Fixed Effects 1.2423
Model
Random Effects 1.6630 .12289

Test of Homogeneity of Variances


Serat Tidak Larut
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.543 4 10 .708
151

ANOVA
Serat Tidak Larut
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1.477 4 .369 548.525 .000
Within Groups .007 10 .001
Total 1.484 14

Post Hoc Tests

Serat Tidak Larut


Subset for alpha = 0.05
Perlakuan N
1 2 3 4 5
S1L1 3 .7533
S2L2 3 1.0400
S0L0 3 1.2433
Duncana
S3L3 3 1.4400
S4L4 3 1.6600
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
152

D. Serat Total

Descriptives
Serat Total
95% Confidence
N Mean Std. Deviation Std. Error Interval for Mean
Lower Bound
S0L0 3 4.9733 .01155 .00667 4.9446
S1L1 3 3.6433 .02517 .01453 3.5808
S2L2 3 4.1933 .02517 .01453 4.1308
S3L3 3 5.0567 .02082 .01202 5.0050
S4L4 3 5.3900 .02000 .01155 5.3403
Total 15 4.6513 .66132 .17075 4.2851
Fixed Effects .02113 .00546 4.6392
Model
Random Effects .31933 3.7647

Descriptives
Serat Total
95% Confidence Between-
Interval for Mean Minimum Maximum Component
Upper Bound Variance
S0L0 5.0020 4.96 4.98
S1L1 3.7058 3.62 3.67
S2L2 4.2558 4.17 4.22
S3L3 5.1084 5.04 5.08
S4L4 5.4397 5.37 5.41
Total 5.0176 3.62 5.41
Fixed Effects 4.6635
Model
Random Effects 5.5379 .50971

Test of Homogeneity of Variances


Serat Total
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.386 4 10 .814
153

ANOVA
Serat Total
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 6.118 4 1.530 3424.425 .000
Within Groups .004 10 .000
Total 6.123 14

Post Hoc Tests

Serat Total
Subset for alpha = 0.05
Perlakuan N
1 2 3 4 5
S1L1 3 3.6433
S2L2 3 4.1933
S0L0 3 4.9733
Duncana
S3L3 3 5.0567
S4L4 3 5.3900
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
154

Lampiran 7

DOKUMENTASI
A. Alat dan Bahan
Alat

Parutan

Mangkuk, sendok, dan


Timbangan digital dan garpu
mangkuk
Bahan

Margarin Telur Ayam Gula halus

Tepung maizena Tepung terigu Susu bubuk

Tepung sorgum Labu kuning


155

Proses Pemanggangan

Perlakuan S4L4 Perlakuan S3L3


Suhu

Perlakuan S1L1 Perlakuan S2L2 Perlakuan S0L0

B. Pelaksanaan Uji Laboratorium


Uji Aktivitas Antioksidan

Pengenceran larutan Pengenceran larutan


sampel untuk diuji sampel untuk diuji

Persiapan Alat Kalibrasi

Pengenceran DPPH
Proses Homogen larutan Penambahan Ekstrak
untuk diuji DPPH
156

Uji Kadar Serat

Pembacaan Proses
Enzimatik
Penambahan Ekstrak Proses Homogen untuk
Enzimatik diuji

C. Pelaksanaan Uji Organoleptik

Perkenalan Penjelasan pengisian


kuesioner Pembagian sampel
157

Lampiran 8

JADWAL PENELITIAN

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli


Kegiatan Minggu ke – Minggu ke – Minggu ke – Minggu ke – Minggu ke – Minggu ke – Minggu ke –
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Ujian Proposal
Revisi Proposal
Pembuatan
produk
penelitian
Melakukan Uji
Organoleptik
Melakukan Uji
Laboratorium
Pengolahan data
Penulisan
Skripsi
Ujian Skripsi
158

Lampiran 9

BIAYA PENELITIAN

Perihal Kebutuhan Harga satuan Total


Bahan Habis Pakai
Labu Kuning 1320 Rp 20.000 Rp 26.400
Sorgum 1620 Rp 35.000 Rp 56.700
Telur Ayam 525 Rp 23.000 Rp 12.075
Margarin 525 Rp 25.000 Rp 13.125
Tepung terigu 840 Rp 8.000 Rp 6.720
Tepung maizena 960 Rp 20.000 Rp 19.200
Gula halus 960 Rp 12.000 Rp 11.520
Susu bubuk 660 Rp 25.000 Rp 16.500
Sub Total Rp 162.240
Biaya Penelitian Lainnya
Uji Aktivitas
15 Rp 150.000 Rp 2,250.000
Antioksidan
Uji Kadar Serat 15 Rp 100.000 Rp 1,500.000
Konsumsi Panelis 30 Rp 7.000 Rp 210.000
Kertas HVS A4 3 Rp 45.000 Rp 135.000
Jilid Soft cover 6 Rp 15.000 Rp 90.000
Tinta Print 1 Rp 55.000 Rp 55.000
Amplop Udangan 10 Rp 500 Rp 5.000
Jilid Hard cover 1 Rp 35.000 Rp 35.000
Fotocopy kuesioner 30 Rp 200 Rp 6.000
Biaya Ujian Proposal 1 Rp 625.000 Rp 625.000
Fotocopy surat perizinan 6 Rp 200 Rp 1.200
Fotocopy informed
30 Rp 200 Rp 6.000
consent
Sub Total Rp 4.918.200
TOTAL BIAYA Rp 5.080.440
159

Lampiran 10
160
161
162
163

Lampiran 11
164

Lampiran 12
165

Lampiran 13
166

Anda mungkin juga menyukai