Anda di halaman 1dari 13

DEPARTEMEN BEDAH MULUT

ALVEOLEKTOMI

Oleh : Diah Setyo Damayanti

NIM : 40618085

Instruktur : drg. Sih Winarti, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA

KEDIRI

2021
PERTANYAAN DISKUSI ALVEOLEKTOMI

1. Definisi Alveolektomi
Alveolektomi adalah suatu tindakan bedah untuk membuang prosesus alveolaris
yang menonjol baik sebagian maupun seluruhnya. Alveolektomi juga berarti pemotongan
sebagian atau seluruh prosesus alveolaris yang menonjol atau prosesus alveolaris yang
tajam pada maksila atau mandibula, pengambilan torus palatinus maupun torus
mandibularis yang besar (Agung, 2013).
Alveolektomi bertujuan untuk mempersiapkan alveolar ridge sehingga dapat
memberikan dukungan yang baik bagi gigitiruan. Tindakan ini meliputi pembuangan
undercut atau cortical plate yang tajam, mengurangi ketidakteraturan puncak ridge atau
elongasi, dan menghilangkan eksostosis. Alveolektomi dilakukan segera setelah
pencabutan gigi atau sekunder (Agung, 2013).

2. Indikasi dan kontraindikasi Alveolektomi


 INDIKASI:
a. Pada prosesus alveolaris yang dijumpai adanya undercut; cortical plate yang
tajam; puncak ridge yang tidak teratur; tuberositas tulang; dan elongasi, sehingga
mengganggu dalam proses pembuatan dan adaptasi gigi tiruan
b. Jika terdapat gigi yang impaksi, atau sisa akar yang terbenam dalam tulang; maka
alveolektomi dapat mempermudah pengeluarannya
c. Pada prosesus alveolaris yang dijumpai adanya kista atau tumor
d. Akan dilakukan tindakan apikoektomi
e. Jika terdapat ridge prosesus alveolaris yang tajam atau menonjol sehingga dapat
menyebabkan facial neuralgia maupun rasa sakit setempat
f. Pada tulang interseptal yang terinfeksi; di mana tulang ini dapat dibuang pada
waktu dilakukan gingivektomi
g. Pada kasus prognatisme maksila, dapat juga dilakukan Alveolektomi yang
bertujuan untuk memperbaiki hubungan antero-posterior antara maksila dan
mandibula
h. Adanya torus palatinus (palatal osteoma) maupun torus perbaiki overbite dan
overjet. (Wray et al, 2003)
 KONTRAINDIKASI:
a. Pada pasien yang memiliki bentuk prosesus alveolaris yang tidak rata, tetapi tidak
mengganggu adaptasi gigitiruan baik dalam hal pemasangan, retensi maupun
stabilitas.
b. Pada pasien yang memiliki penyakit sistemik yang tidak terkontrol yaitu penyakit
kardiovaskuler, Diabetes Mellitus (DM) dan aterosklerosis. (Wray et al, 2003)

3. Macam Bentuk Flap


a. Flap Trapezoid
Flap ini berbentuk trapesium yang dibentuk oleh insisi horizontal sepanjang tepi
gingiva yang mengikuti alur tepi gingiva, dan dua insisi vertikal yang terletak di sisi
mesial dan distal dari flap horizontal. Ujung dari insisi vertikal berujung pada
interdental gingiva, agar tidak merusak servikal gigi tetangga pada saat penyembuhan.
Flap ini digunakan untuk prosedur pencabutan yang luas, terutama ketika flap
triangular tidak memungkinkan untuk mendapatkan akses yang cukup.

b. Flap Triangular
Flap jenis ini lebih dikenal sebagai flap bentuk L. Pada tipe triangular ini di
bentuk dari satu insisi horizontal dan satu insisi vertikal. Insisi vertikal biasanya
diletakkan di sisi mesial flap.
Indikasi flap triangular adalah pembedahan pada sisa akar yang terpendam, kista
kecil, dan apikoektomi.
c. Flap Envelope
Flap envelope ini merupakan hasil dari insisi horizontal sepanjang garis servikal
gigi. Insisi horizontal pada flap envelope dimulai dari sulkus gingiva ke puncak tulang
alveolar.
Indikasi dari flap jenis ini adalah untuk bedah gigi insisivus, premolar, dan
molar, di permukaan labial atau bukal dan palatal atau lingual, dan juga diindikasikan
pada perawatan apikoektomi, kista, dan gigi impaksi.

d. Flap Semilunar
Flap jenis ini merupakan flap berbentuk setengah lingkaran yang dibuat di daerah
mukosa alveolar. Insisi ini dimulai dari lipatan vestibular dan membentuk seperti busur
dengan bagian yang cembung mengarah ke gingiva cekat. Penjahitan akan lebih baik
apabila tepi bawah dari flap ini berada pada 2-3 mm di atas pertemuan mukosa
bergerak dan tidak bergerak.
Flap semilunar digunakan untuk apikoektomi, penghilangan kista berukuran
kecil, dan pada abses.

Bentuk flap yang diindikasikan pada alveolektomi adalah flap triangular dan flap
trapezoid.
4. Alat dan Bahan Alveolektomi
 Alat
- Diagnostik set standar (kaca mulut, sonde, ekskavator, pinset, eksavator)
- Nierbekken
- Syringe Disposable
- Scalpel handle no.3 & Blade No.15
- Raspatorium / molt periosteal elevator
- Flap retractor
- Straight handpiece serta bur tulang round dan fissure bur
- Bone File
- Knable tang
- Needle Holder
- Pinset chirurgies
- Standard suture scissors
- Suction Tip
- Suture needle
- Suture material/benang Jahit ( nylon )
- Dappen glass
- Mangkok melamin (Pedersen, 1996)
 Bahan
- Local Anaesthesia (Pehacaine/Lidokain HCL) 2 ampul
- Alkohol 70%
- Povidone Iodine
- Larutan saline/NaCl
- Kapas, tampon dan cotton pellet (Pedersen, 1996)

5. Tahapan Alveolektomi
- Isolasi daerah kerja kemudian asepsis menggunakan povidone iodine 10%
- Anastesi menggunakan pehacain dan tunggu ±1 menit hingga anastesi berjalan sebelum
dilakukan tindakan alveolektomi. Cek keberhasilan anastesi, jika sudah berhasil maka
bisa dilanjutkan ke tahapan berikutnya.
- Melakukan insisi menggunakan blade no.15 dengan teknik full thickness.
- Setelah melakukan insisi, kemudian membuka bagian mukoperiosteal flap dengan
menggunakan periosteal elevator/raspatorium diletakkan sampai berkontak langsung
dengan tulang melalui periosteum garis insisi.
- Pengambilan tulang dengan bur tulang atau knabel tang, saat pengambilan tulang selalu
aliri dengan larutan saline. Setelah pengambilan tulang dilakukan penghalusan
menggunakan bone file, lalu dipalpasi dengan jari telunjuk apakah masih ada bagian
yang tajam atau tidak. Jika tidak ada maka lakukan reposisi flap.
- Jika terdapat jaringan yang berlebih saat reposisi flap maka jaringan dapat dikurangi
dengan menggunakan gunting jaringan atau blade.
- Suturing dengan Teknik simple interrupted suture
Penjahitan luka sebaiknya dilakukan dengan kedalaman yang sama pada kedua
sisi daerah insisi, biasanya tidak lebih dari 2-3mm dari tepi luka. Sedangkan jarak
antara jahitan yang satu dengan yang lainnya berkisar 3-4mm. (Sudisma,2017)

6. Medikasi
Pasca operasi pasien juga diberikan medikasi untuk mengatasi komplikasi yang
ditimbulkan pasca alveolektomi. Diberikan Analgesik atau antinyeri yaitu Asam
Mefenamat 500 mg 1 tab untuk mengatasi sakit yang dirasakan setelah efek anestesi
hilang.
KASUS ALVEOLEKTOMI
Seorang pasien perempuan usia 58 tahun datang ke poli gigi RSGM UHT dengan
keluhan tidak nyaman pada rahang bawah sebelah kiri karena kehilangan beberapa giginya
dan ingin dibuatkan gigi tiruan. Pada pemeriksaan intraoral terdapat penonjolan tulang pada
ridge alveolar regio belakang bawah kiri , saat palpasi tidak terdapat rasa sakit dan terasa
tajam. Dari pemeriksaan subjektif didapatkan bahwa pasien tidak memiliki kelainan penyakit
sistemik dan alergi obat. Berdasarkan hasil pemeriksaan pasien mempunyai eksostosis pada
ridge alveolar pada regio gigi 37&38 yang dapat mengganggu pada pembuatan gigi tiruan.
A. Identitas pasien
Nama : Ny. N
Alamat : Jl. Kawi no 55 Mojoroto, Kediri
Pekerjaan : Wiraswasta
Tanggal Lahir : 27 Juli 1963
Jenis kelamin : Perempuan

B. Riwayat Kesehatan Gigi dan Mulut

I. Keluhan Utama : Pasien merasa tidak nyaman pada rahang bawah sebelah kiri karena
kehilangan beberapa giginya dan ingin dibuatkan gigi tiruan.

II. Anamnesa : Seorang pasien perempuan datang dengan keluhan tidak nyaman pada
rahang bawah sebelah kiri, karena kehilangan beberapa giginya setelah dilakukan
pencabutan. Gigi pada daerah tersebut telah dicabut sekitar 9 bulan yang lalu. Pasien
ingin dibuatkan gigi tiruan namun terdapat penonjolan tulang pada daerah tersebut,
sehingga harus dikurangi dahulu agar tidak menyebabkan gangguan pada gigi
tiruannya.

A. Keadaan Umum

1) Kondisi Fisik : pasien datang dengan kondisi baik dan siap menerima perawatan

2) Tanda-tanda vital :

a. Tekanan darah : 120/70 mmHg

b. Nadi : 90 x/menit
c. Respirasi : 17 x/ menit

d. Suhu : 36,8 °C

e. Berat Badan : 58 kg

B. Pemeriksaan Fisik Regional

1) Ekstra Oral

Kepala : normal

Kelenjar Tiroid : normal

Arteri : normal

Wajah/leher : normal

Kelenjar submandibularis

- Sinister : normal

- Dekster : normal

Kelenjar submentalis : normal

2) Intra Oral

Bibir : normal

Mukosa bukal : normal

Lidah : normal

Dasar mulut : normal

Tonsil : normal

Orofaring : normal

Gingiva : Terdapat penonjolan tulang pada regio gigi 37 dan 38

C. Diagnosa : Eksostosis tulang alveolar pada edentulous ridge gigi 37&38


D. Rencana Perawatan
- Alveolektomi
E. Prosedur Tindakan
1) Persiapan Alveolektomi
a. Persiapan, meliputi persiapan mental, jasmani dan rohani
b. Kondisi pasien harus dalam kedaan sehat, tidak capek, serta tidak ada keluhan nyeri.
c. Penerapan prinsip sterilisasi, instrumentasi
2) Penatalaksanaan Alveolektomi
a. Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan pada tindakan alveolektomi.
b. Informed Consent
c. Pengukuran tekanan darah pasien
d. Melakukan universal precaution
- Operator melakukan cuci tangan dengan cairan desinfektan, menggunakan
perlengkapan bedah dengan tepat (gaun, handscon, masker, topi menutupi rambut,
sandal yang bersih)
- Pasien didudukkan dalam keadaan semisupine, memasang duk steril pada pasien
e. Isolasi daerah kerja kemudian asepsis menggunakan povidone iodine 10%
f. Anastesi menggunakan pehacain pada nervus alveolaris inferior sebanyak 0,5 cc,
nervus lingualis sebanyak 0,5 cc dan nervus bukalis sebanyak 0,5 cc. Tunggu ±1
menit hingga anastesi berjalan sebelum dilakukan tindakan alveolektomi. Cek
keberhasilan anastesi menggunakan sonde secara perlahan, jika anastesi sudah
berhasil maka bisa dilanjutkan ke tahapan berikutnya.
g. Melakukan insisi menggunakan blade no.15 dengan bentuk desain flap triangular dan
teknik full thickness, insisi vertikal dimulai dari vestibular fold dan berakhir pada
daerah interdental papil dari gingiva. Lanjutkan insisi secara horizontal sepanjang
sulkus gingiva sesuai dengan kebutuhan. Berikut desain flap triangular :
h. Pisahkan mukosa dengan tulang menggunakan rasparatorium.

i. Pengambilan tulang dengan bur tulang atau knabel tang, saat pengambilan tulang
selalu diirigasi dengan larutan saline.
j. Setelah pengambilan tulang dilakukan penghalusan menggunakan bone file, lalu
dipalpasi dengan jari telunjuk apakah masih ada bagian yang tajam atau tidak. Jika
tidak ada maka lakukan reposisi flap.
k. Jika terdapat jaringan yang berlebih saat reposisi flap maka jaringan dapat dikurangi
dengan menggunakan gunting jaringan atau blade.
l. Suturing dengan Teknik simple interrupted suture.

3) Instruksi Pasca Alveolektomi


a. Informasikan pada pasien bahwa kondisi yang biasa terjadi pasca pembedahan yaitu
rasa sakit dan perdarahan. Perdarahan dikontrol dengan menggigit tampon/kasa.
b. Instruksikan pasien agar tidak menghisap-hisap daerah luka karena akan menghambat
terjadinya proses penyembuhan.
c. Instruksikan pasien untuk makan makanan yang lunak-lunak dan dingin. Hindari
makanan keras dan makan satu sisi dahulu.
d. Lakukan sikat gigi seperti biasa namun tidak menyikat dengan tekanan yang berlebih
pada daerah yang dioperasi.
e. Instruksikan pasien untuk rutin meminum obat yang telah diresepkan.

4) Tahap Kontrol
a. Instruksikan pasien untuk kembali kontrol 3 hari post alveolektomi.
b. Jahitan dibuka 1 minggu post alveolektomi.
c. Pasien diinstruksikan kembali untuk kontrol kedua, 2 minggu post alveolektomi.
DAFTAR PUSTAKA

 Agung, Sagung 2013. Dental Exrtaction Technique Using Difficulty. Jurnal


Kesehatan Gigi.Vol. 1 No. 2: 115-119.
 Pedersen GW. Buku ajar praktis bedah mulut. Alih bahasa: Purwanto, Basoeseno.
Jakarta: EGC, 1996; 119-27.
 Sudisma, I Gusti Ngurah. 2017. Jahit Menjahit dalam Pembedahan. Universitas
Udayana : Denpasar, Bali
 Wray D, Stenhouse D, Lee D, Clark AJE. 2003. Textbook of General and Oral
Surgery. New York: Churchill Livingstone
LAMPIRAN
Diskusi Alveolektomi: Selasa, 30 November 2021

Anda mungkin juga menyukai