Anda di halaman 1dari 84

TRANSPARANSI, AKUNTABILITAS DAN TEMUAN AUDIT TERHADAP

TINGKAT KORUPSI DI INSTANSI PEMERINTAH

SKRIPSI

Disusun oleh :

INDRI AGUSTIN NINGSIH

170221100203

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA

2021
TRANSPARANSI, AKUNTABILITAS DAN TEMUAN AUDIT TERHADAP

TINGKAT KORUPSI DI INSTANSI PEMERINTAH

SKRIPSI

Diajukan untuk Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Akuntansi (S.Ak) pada

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Trunojoyo Madura

OLEH :

INDRI AGUSTIN NINGSIH

NIM: 170221100203

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA

2021

2
LEMBAR PENGESAHAN
TRANSPARANSI, AKUNTABILITAS, TEMUAN AUDIT
TERHADAP TINGKAT KORUPSI DI INSTANSI
PEMERINTAH

OLEH
INDRI AGUSTIN NINGSIH
170221100203

Tugas Akhir/Skripsi/Tesis Ini Telah diuji Di Depan Dosen Penguji


Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Trunojoyo Madura, Dan Terima Sebagai
Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Akuntansi
Pada tanggal 14 Juli 2021

DOSEN PENGUJI

Ketua Penguji : Dr. Prasetyono, S. E., M.Si., Ak., CFrA


NIP.197212012003121001
Sekretaris Penguji : Anis Wulandari, S. E., MSA., AK., CA
NIP. 197805172003122001
Anggota Penguji : Dr. Tarjo, S.E., M.Si., CSRS., CRP., CFE., CFrA
NIP. 197010062003121002

Mengetahui
Koordinator Program Studi Akuntansi

Alexander Anggono, S. E., M. Si., Ph.D., CFrA


NIP.197211142006041001

3
LEMBAR PERSETUJUAN

NAMA : INDRI AGUSTIN NINGSIH


NIM : 170221100203
PROGRAM STUDI : S-1 AKUNTANSI
JURUSAN : AKUNTANSI
FAKULTAS : EKONOMI DAN BISNIS
JUDUL SKRIPSI :TRANSPARANSI, AKUNTABILITAS DAN
TEMUAN AUDIT TERHADAP TINGKAT
KORUPSI DI INSTANSI PEMERINTAH

Skripsi ini telah diuji


Pada tanggal 14 Juli 2021

DOSEN PEMBIMBING

Dr. Tarjo, S.E., M.Si., CSRS., CRP., CFE., CfrA


NIP. 197010062003121002

Menyetujui

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Ketua Jurusan Akuntansi

Dr. H. Pribanus Wantara, Drs., MM Dr. Prasetyono, S. E., M.Si., Ak.,


CFrA
NIP. 196012031988111001 NIP. 197212012003121001

4
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap : Indri Agustin Ningsih

Tempat, Tanggal lahir : Pasuruan, 17 Agustus 1999

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Dsn. Gambiran, Ds. Gambiran, Rt. 01 rw. 02,

Kec. Prigen, Kab. Pasuruan,

Kewarganegaraan : Indonesia

Fakultas / jurusan : Ekonomi Dan Bisnis/ Akuntansi

E-mail : indriagustin71@gmail.com

PENDIDIKAN FORMAL

SD : 2005-2011 SD Negeri 1 Wonokusumo

SMP : 2011-2014 SMP Negeri 2 Mojosari

SMK : 2015-2017 SMA Negeri 1 Mojosari

S1 AKUNTANSI : 2017-2021 Universitas Trunojoyo Madura

5
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Ketakutan terbesar dalam hidup adalah pikiran kita sendiri


-Indri Agustin Ningsih-

Saya persembahkan skripsi yang telah saya selesaikan ini untuk

kedua malaikat tanpa sayap saya yang Allah SWT anugerahkan di dunia

yakni kedua orang tua saya, Machfut dan Sutik Herawati. Keluarga dan

teman-teman yang selalu mendukung dan memberikan semangat selama

penyusunan skripsi ini dan selama masa perkuliahan. Sejauh apapun kita

melangkah tetap keluarga yang menjadi tempat persinggahan paling

nyaman sekaligus sumber kasih sayang pertama dan terakhir.

Selain itu, saya juga persembahkan skripsi ini untuk almamater

tercinta program studi Akuntansi Fakultas ekonomi dan Bisnis Universitas

Trunojoyo Madura.

6
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa

memberikan kemudahan serta kelancaran atas penyusunan skripsi yang

berjudul “Pengaruh Transparansi, Akuntabilitas Dan Temuan Audit Terhadap

Tingkat Korupsi Di Indonesia (Studi Pada Instansi Pemerintah Periode 2017-

2019) sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Sholawat serta salam

terlimpahkan kepada kepada Nabi Besar Muhammad SAW.

Penyusunan skirpsi ini digunakan untuk memenuhi salah satu syarat

dalam memperoleh gelar Sarjana Strata 1 (S1) Akuntansi Universitas

Trunojoyo Madura. Pada kesempatan kali ini, penulis mengucapakan banyak

terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung

penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. Terimakasih

kepada:

1. Kedua orang tua saya selalu mendoakan, mendukung dan

menenangkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Drs. Ec. H. Muh Syarif, M.Si selaku Rektor Universitas

Trunojoyo Madura.

3. Bapak Dr. H. Pribanus Wantara, Drs. M.M. selaku Dekan Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Trunojoyo Madura.

4. Bapak Dr. Prasetyono, S.E., M.Si selaku Ketua Jurusan Program Studi

Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Trunojoyo Madura.

5. Bapak alexander Anggono, S.E., M.Si., Ph.D. selaku Koordinator

Program Studi S1 Akuntansi.

7
6. Bapak Dr. Tarjo, S.E., M.Si., CSRS., CRP., CFrA., CFE., CPA selaku

dosen pembimbing yang telah membantu dan membimbing saya dalam

menyelesaikan skripsi ini.

7. Seluruh civitas akademika program studi akuntansi yang telah

memberikan saya ilmu selama di bangku perkuliahan dan semoga dapat

bermanfaat untuk diri saya dan orang lain.

8. Teman seperjuangan yang selalu memberi semangat Sindi, Rizqia,

Elok, Azi, Eva, Wulan dan Fadilla.

9. Seluruh teman–teman Akuntansi E 2017, teman–teman satu angkatan

2017, teman–teman kos kumaila C6 serta organisasi tempat saya

berproses UKM Resimen Mahasiswa yang sudah berbagi cerita dan

kenangan selama ini.

10. Pihak–pihak lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna. Mohon saran

dan kritik yang membangun sangat diharapkan bagi penulis untuk menjadi

lebih baik. Penulis berharap skripsi ini dapat membawa manfaat bagi semua

pihak.

Bangkalan, 7 Juli 2021

Penulis,

Indri Agustin Ningsih

8
ABSTRACK

Indri Agustin Ningsih, Transparency, Accountability, and Audit Findings on


The Amount of Corruption (Study in Government Agency From 2017-2019).
Under guidance of Dr. Tarjo , S.E., M.Si., CSRS., CRP., CfrA., CFE., CPA.

The purpose of this study is to examine the impact of the variables


transparency, accountability, and audit findings on the amount of corruption.
This study involves quantitative research, and the data utilized are secondary
data acquired from reports on the outcomes of provincial government
inspections by BPK RI, the findings of the KPK integrity evaluation survey,
and the websites of each provincial government from 2017 to 2019. The
object of this study is the province governments of Indonesia. Purposive
sampling is used in this study to choose the research sample, and multiple
linear regression analysis is used. The number of samples used is 49
provinces. According to the findings of the examinations, transparency has
an influence on the level of corruption, accountability has an impact on the
level of corruption, and audit findings have no impact on the level of
corruption.

Keywords: Transparency, Accountability, Audit Findings, Level of Corruption

9
ABSTRAK

Indri Agustin Ningsih, Pengaruh Transparansi, Akuntabilitas dan Temuan


Audit Terhadap Tingkat Korupsi (Studi Pada Instansi Pemerintah Periode
2017–2019). Dibawah bimbingan Dr. Tarjo , S.E., M.Si., CSRS., CRP., CfrA.,
CFE., CPA.

Penelitian ini memiliki tujuan untuk menguji pengaruh variabel


transparansi, akuntabilitas dan temuan audit terhadap tingkat korupsi.
Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif dan data yang digunakan adalah
data sekunder yang diperoleh dari laporan hasil pemeriksaan pemerintah
provinsi oleh BPK RI, hasil survei penilaian integritas KPK dan website
masing-masing pemerintah provinsi periode 2017–2019. Objek penelitian ini
adalah pemerintah provinsi seluruh Indonesia. Penelitian ini menggunakan
metode purposive sampling dalam menentukan sampel penelitian dan
menggunakan alat analisis regresi linier berganda. Jumlah sampel yang
digunakan sebanyak 49 provinsi. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan
menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa transparansi berpengaruh
terhadap tingkat korupsi, akuntabilitas berpengaruh terhadap tingkat korupsi
dan temuan audit tidak berpengaruh terhadap tingkat korupsi.

Kata Kunci: transparansi, akuntabilitas, temuan audit, tingkat korupsi

10
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...........................................................................................i


LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI ii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN v
KATA PENGANTAR vi
ABSTRACK viii
ABSTRAK ix
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR LAMPIRAN xiv
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 6
1.3 Tujuan Penelitian 6
1.4 Manfaat Penelitian 6
BAB II TEORI DAN HIPOTESIS 8
2.1 Stewarship Theory (Teori Stewardship) 8
2.2 Stakeholder Theory (Teori Stakeholder) 9
2.3 Korupsi 11
2.3.1 Pengertian Korupsi 11
2.3.2 Tipologi Korupsi 12
2.3.3 Faktor Penyebab Korupsi 16
2.3.4 Dampak Korupsi 17
2.3.5 Tingkat Korupsi 17
2.4 Transparansi 18
2.5 Akuntabilitas 21
2.6 Audit Pemerintahan 23
2.6.1 Opini Audit 25
2.6.2 Temuan Audit 26
2.7 Penelitian Terdahulu 28
2.8 Kerangka Penelitian 30
2.9 Pengembangan Hipotesis 30
2.9.1 Pengaruh Transparansi Terhadap Tingkat Korupsi 30
2.9.2 Pengaruh Akuntabilitas Terhadap Tingkat Korupsi 32
2.9.3 Pengaruh Temuan Audit Terhadap Tingkat Korupsi 33
BAB III METODE PENELITIAN 36
3.1 Jenis dan Sumber Data 36
3.2 Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel 36
11
3.3 Operasionalisasi Variabel 37
3.3.1 Variabel Dependen 37
3.3.1.1 Variabel Tingkat Korupsi (Y) 37
3.3.2 Variabel Independen 38
3.3.1.2 Variabel Transparansi (X1) 38
3.3.3 Variabel Akuntabilitas (X2) 39
3.3.4 Variabel Temuan Audit (X3) 39
3.4 Teknik Analisis Data 39
3.4.1 Statistik Deskriptif 40
3.4.2 Uji Asumsi Klasik 40
3.4.2.1 Uji Normalitas 40
3.4.2.2 Uji Multikolinearitas 41
3.4.2.3 Uji Heteroskedastisitas 41
3.4.2.4 Uji Autokorelasi 41
3.4.3 Analisis Regresi Linier Berganda 42
3.4.3.1 Uji Pengaruh Secara Parsial (Uji t) 42
3.4.3.2 Uji Pengaruh Secara Simultan (Uji F) 43
3.4.3.3 Uji Koefisien Determinasi (R2) 43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 44
4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 44
4.2 Statistik Deskriptif 44
4.3 Uji Asumsi Klasik 46
4.3.1 Uji Normalitas 46
4.3.2 Uji Multikolinieritas 47
4.3.3 Uji Heteroskedastisitas 48
4.3.4 Uji Autokorelasi 49
4.4 Analisis Regresi Linier Berganda 50
4.4.1 Uji Parsial (Uji Statistik t) 51
4.4.2 Uji Simultan (Statistik F) 52
4.4.3 Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R Square) 52
4.5.1 Pengaruh Transparansi Terhadap Tingkat Korupsi 53
4.5.2 Pengaruh Akuntabilitas Terhadap Tingkat Korupsi 54
4.5.3 Pengaruh Temuan Audit Terhadap Tingkat Korupsi 55
BAB V PENUTUP 57
5.1 Kesimpulan 57
5.2 Saran 57
DAFTAR PUSTAKA 59
LAMPIRAN 63

12
DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1 Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Instansi Tahun 2015-2019 2


Tabel 4. 1 Pengambilan Sampel 46
Tabel 4. 2 Hasil Analisis Statistik Deskriptif 47
Tabel 4. 3 Hasil Uji Normalitas 48
Tabel 4. 4 Uji Multikolieritas 49
Tabel 4. 5 Uji Heteroskedastisitas (Uji Glejser) 50
Tabel 4. 6 Uji Autokorelasi 51
Tabel 4. 7 Uji Cochrane-Orcutt 51
Tabel 4. 8 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda 52
Tabel 4. 9 Uji Simultan (Statistik F) 54
Tabel 4. 10 Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R Square) 55

13
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Tipologi Korupsi 12


Gambar 2. 2 Kerangka Pemikiran 30

14
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Rincian Nilai Indikator Transparansi Pemerintah Provinsi, Opini


Audit dan Temuan Audit BPK RI Atas LKPD Provinsi Serta Indeks Survei
Penilaian Integritas (SPI) KPK Tahun Pelaporan 2017 – 2019 (Berdasarkan
pada Sampel Penelitian). 67
Lampiran 2 : Input Data SPSS 69
Lampiran 3 : Output Data SPSS 25 71

15
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Korupsi merupakan suatu tindakan bertentangan hukum yang

menyalahgunakan kekuasaan untuk merugikan orang lain/ publik demi

mendapatkan keuntungan pribadi (Wijayanto, 2009). Tingkat korupsi

Indonesia dilihat dari hasil perhitungan Corruption Perception Index (CPI)

tahun 2017 medapatkan point 37 dan berada pada urutan 96 dari 180

negara (International, 2017). Menurut International (2018) pada tahun 2018

mengalami kenaikan 1 point dari tahun 2017 yaitu 38 dan menempati

peringkat 89 dari 180 negara sedangkan ada tahun 2019 menempati

peringkat 85 dengan nilai 40 (International, 2019). Dapat dikatakan tingkat

korupsi Indonesia terbilang cukup tinggi dibandingkan dengan negara

lainnya. Dari skor yang didapatkan CPI membuktikan bahwa Indonesia

masih belum bisa lepas dari situasi korupsi yang telah berakar dalam waktu

yang lama (Azhar dan Setyaningrum, 2019).

Pada saat ini kasus korupsi Indonesia tidak hanya didominasi oleh

pemerintah pusat saja tetapi juga mulai berkembang di pemerintahan

daerah. Sistem pemerintahan telah mengalami perubahan yang pada

awalnya menganut sistem sentralistik (pemerintah pusat sebagai pemegang

kekuasaan) berubah menjadi otonomi daerah (pemerintah daerah memiliki

hak untuk mengurus daerahnya sendiri). Dari pergantian sistem tersebut,

yang pada awalnya korupsi didominasi oleh pemerintah pusat sekarang

sering terjadi di daerah (Waluyo, 2014). Dengan didukungnya Undang-

16
17

Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah yang

menerangkan bahwa pemerintah daerah diberikan wewenang untuk

mengurus dan mengelola daerahnya selama tidak menentang hukum dan

mengutamakan kepentingan masyarakat. Pernyataan tersebut juga didukung

dengan kasus korupsi pemerintah daerah yang ditangani oleh KPK.

Tabel 1. 1 Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Instansi Tahun 2015-


2019
Instansi 2015 2016 2017 2018 2019
DPR dan DPRD 3 15 9 4 7
Kementerian/Lembaga 21 39 31 47 44
BUMN/BUMD 5 11 13 5 17
Komisi 0 0 0 0 0
Pemerintah Provinsi 18 13 15 29 11
Pemkab/Pemkot 10 21 53 114 66
Jumlah 57 99 121 199 145
Sumber: (KPK, 2020)

Dari hasil tabel 1.1 dapat dikatakan setiap tahun kasus korupsi

pemerintah daerah mengalami fluktuasi. Dengan kasus tertinggi tahun 2018

dengan 29 kasus dan mengalami penurunan menjadi 11 kasus di tahun

2019. Semakin tinggi tingkat korupsi pemerintahan daerah mengakibatkan

kerugian yang berdampak kepada masyarakat dan kurangnya kepercayaan

masyarakat terhadap pemerintah. Maka perlu dilakukan adanya pencegahan

agar tingkat korupsi tidak semakin tinggi.

Tingkat korupsi yang semakin tinggi menyebabkan kurang kepercayaan

masyarakat terhadap pemerintah dalam menanggulangi kasus korupsi.

Tingkat korupsi bisa menjadi lebih rendah bila mengetahui faktor–faktor yang

dapat mendeteksi terjadinya suatu korupsi (Prasetya dan Fuad, 2013).

Dengan adanya pengukuran menggunakan tingkat korupsi diharapkan


18

mampu memberikan dampak positif bagi pemerintah dan masyarakat dalam

keresahan yang diakibatkan oleh tindakan korupsi.

Dalam meminimalisir tingkat korupsi perlu adanya faktor yang dapat

mempengaruhi tingkat korupsi tersebut. Pemerintah menggunakan sumber

daya yang bersumber dari pajak yang dibayarkan oleh masyarakat. Maka

secara tidak langsung pemerintah memiliki tanggungjawab untuk

melaporkan setiap penggunaan anggaran kepada masyarakat. Transparansi

merupakan tindakan untuk memberikan informasi kepada pihak yang

memerlukan sebagai suatu bentuk pertanggungjawaban atas pelaporan

yang telah dibuat (Mahmudi, 2015). Sejalan dengan teori stakeholder yang

menerangkan tentang hubungan entitas untuk memberikan hak-hak yang

harus didapatkan oleh stakeholder. Transparansi dalam pelaporan dapat

digunakan para stakeholder dalam mengevaluasi kinerja pemerintah dan

mendeteksi adanya ketidakwajaran pelaporan. Untuk mengetahui

pemerintah telah menerapkan transparansi perlu adanya pengukuran

dengan melihat informasi yang dibagikan melalaui website masing–masing

pemerintah provinsi semakin banyak maka transparansi telah diterapkan

dengan baik.

Akuntabilitas dapat dijadikan sebuah solusi dalam mengidentifikasi

tingkat korupsi karena melaporkan semua laporan sesuai dengan

perencanaan dan anggaran yang digunakan, maka dari itu sumber daya

yang digunakan akan terdeteksi dengan adanya akuntabilitas tersebut

(Prasetya dan Fuad, 2013). Penerapan akuntabilitas yang baik mampu

meningkatkan opini audit pada laporan pertanggungjawaban yang dapat

digunakan untuk mengukur tingkat korupsi (Aminah, 2020). Dapat diartikan


19

semakin baik hasil audit atau opini audit maka semakin rendah pula tingkat

korupsi. Menurut Liu & Lin (2012) lembaga yang mengabaikan tindak korupsi

dan melakukan tindakan ilegal akan memiliki kesempatan besar untuk

meningkatkan jumlah temuan audit pada saat proses pengauditan. Temuan

audit dapat mengidentifikasi tingkat korupsi dengan semakin banyak temuan

audit yang ditemukan maka semakin tinggi pula penyimpangan yang dapat

menyebabkan korupsi. Teori yang sejalan dengan akuntabilitas dan temuan

audit adalah teori stewardship yang menyatakan bahwa pemerintah memiliki

kewajiban untuk mempertanggungjawabkan pelaporan yang telah dibuat

sesuai dengan yang sebenar-benarnya (Khasanah dan Rahardjo, 2014).

Pemerintah (steward) selalu berupaya untuk meningkatkan kepercayaan

principal agar tujuan dapat tercapai harus tetap fokus untuk

mensejahterakan masyarakat dan menghasilkan pelaporan auditing yang

memuaskan dari laporan pertanggungjawaban yang dibuat (Khairudin,

2016).

Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan penelitian tentang pengaruh

transparansi terhadap tingkat korupsi seperti (Shehaj dan Shahini, 2019;

Neshkova, 2019; Sitorus dan Rahayu, 2018; Saraswati dan Triyanto, 2020;

Prasetya dan Fuad, 2013). Transparansi dianggap sebagai salah satu alat

utama untuk pemerintahan yang baik (good governance) dalam melawan

korupsi. Transparansi menjadi sarana pemerintah dalam mengungkapkan

informasi kepada pihak lain yang berkaitan dengan keuangan atau anggaran

(Shehaj dan Shahini, 2019).

Penelitian lain mengungkapkan bahwa tingkat korupsi dipengaruhi oleh

akuntabilitas (Haryanto, 2019; Jehandu dan Layuk, 2019; Saraswati dan


20

Triyanto, 2020; Sitorus dan Rahayu, 2018; Setiawan, 2012). Pencatatan

yang dilakukan sesuai dengan sumber daya yang digunakan dapat

meningkatkan tingkat akuntabilitas suatu laporan anggaran yang dibuat

(Prasetya dan Fuad, 2013).

Selain itu, studi lain menemukan bahwa temuan audit juga

mempengaruhi tingkat korupsi (Azhar dan Setyaningrum, 2019; Jehandu dan

Layuk, 2019; Saraswati dan Triyanto, 2020; Masyitoh, 2015; Wardahayati,

Sarwani, dan Hayat, 2018). Hasil temuan audit yang dihasilkan pada saat

pengauditan mengidentifikasi adanya tindakan yang menyalahi aturan dalam

pelaporan (Aminah, 2020).

Berdasarkan penjelasan tersebut, terdapat keterkaitan antara setiap

variabel yaitu dengan mudahnya masyarakat dan khalayak ramai dalam

mengakses informasi, maka laporan yang dibuat harus dapat

dipertanggungjawabkan kebenarannya dengan dilakukannya pengauditan.

Dari hasil audit tersebut dapat menghasilkan sebuah hasil audit yang dapat

mengidentifikasi adanya penyimpangan pelaporan yang dapat meningkatkan

tingkat korupsi. Terdapat ketidakkonsistenan hasil penelitian menyebabkan

peneliti memutuskan untuk menganalisis untuk mengetahui pengaruh ketiga

faktor tersebut terhadap tingkat korupsi pada periode 2017–2019, dengan

tujuan agar dijadikan pembeda dari beberapa penelitian sebelumnya yang

kebanyakan tidak menggabungkan ketiga variabel tersebut dan objek

penelitian pada pemerintah provinsi yang tersurvei penilaian integritas KPK

dan laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK RI agar hasil yang

didapatkan lebih akurat.


21

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dijabarkan di atas, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah transparansi berpengaruh terhadap tingkat korupsi?

2. Apakah akuntabilitas berpengaruh terhadap tingkat korupsi?

3. Apakah temuan audit berpengaruh terhadap tingkat korupsi?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat, maka tujuan dari

penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh dari transparansi terhadap tingkat korupsi di

Indonesia.

2. Untuk mengetahui pengaruh dari akuntabilitas terhadap tingkat korupsi di

Indonesia.

3. Untuk mengetahui pengaruh dari temuan audit terhadap tingkat korupsi di

Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Aspek Teoritis

Penelitian ini diinginkan dapat memberikan manfaat bagi peneliti-peneliti

selanjutnya untuk dijadikan sebagai referensi dalam meneliti faktor-faktor

yang memberi pengaruh tingkat korupsi terutama faktor transparansi,

akuntabilitas dan temuan audit.

2. Aspek Praktik

a. Bagi Universitas
22

Penelitian ini diharapakan dapat menjadi sumber dan tambahan

referensi ilmu bagi perpustakaan universitas tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat korupsi.

b. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahun kepada

masyarakat tentang faktor yang dapat mempengaruhi tingkat korupsi

sehingga masyarakat dapat meningkatkan pengawasan terhadap

pemerintah untuk mencegah korupsi.

c. Bagi KPK

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan kepada KPK

dalam menangani kasus korupsi di Indonesia dengan mengetahui apa

saja aspek yang mempengaruhi tingkat korupsi seperti transparansi,

akuntabilitas dan temuan audit.


BAB II

TEORI DAN HIPOTESIS

2.1 Stewarship Theory (Teori Stewardship)

Berdasarkan teori stewardship bahwa pada hakikatnya sifat manusia

dapat dipercaya, bertanggungjawab atas semua yang dilakukan, memiliki

integritas dan kejujuran terhadap pihak lain (Slyke, 2007). Dalam teori

stewardship ini terdapat istilah steward (pihak yang diberi amanat) dan

principal (pihak pemberi amanat). Teori ini memberikan suatu kondisi dimana

steward tidak memiliki motivasi untuk tujuan-tujuan pribadi, namun berfokus

pada tujuan utama dalam kepentingan organisasi (Lailatul, 2014). Steward

lebih fokus terhadap kinerja yang dilakukan harus sesuai dengan

kepentingan serta sasaran organisasi dan memiliki tujuan yang sama

dengan principal (Jefri, 2018).

Manajemen pemerintahan pada lingkungan sektor publik dituntut untuk

memberikan pelayanan (steward) bagi kepentingan masyarakat (principal).

Masyarakat sebagai pihak principal memiliki kepercayaan yang besar

terhadap pemerintah (steward) sebagai pihak yang memiliki informasi yang

lebih besar daripada principal dan bertanggungjawab untuk memenuhi

semua hak-hak yang diterima oleh principal sesuai dengan peraturan (Jefri,

2018). Steward berusaha mencapai tujuan bersama dengan integritas dan

kejujuran yang tinggi dalam menjalankan amanat untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat bukan untuk mewujudkan tujuan pribadi atau

individu (Khairudin, 2016). Pemerintah selaku steward akan melakukan

sesuatu sesuai dengan aturan dan kepentingan bersama. Tetapi ketika

23
24

kepentingan antara steward dengan principal berbeda, steward akan

berusaha dan bekerja keras agar dapat memenuhi semua keinginan

principal (Khasanah dan Rahardjo, 2014). Memaksimalkan sumber daya dan

berusaha untuk memiliki tujuan yang sama dengan principal, agar

menghindari penyimpangan dari aturan-aturan yang berlaku.

Dengan teori stewardship, pemerintah dituntut melaporkan

pertanggungjawaban mereka dengan sebenar-benarnya. Sebagai pihak

yang menjadi pusat informasi, pemerintah memiliki tanggungjawab atas

kepercayaan masyarakat dengan berkewajiban untuk terus melakukan

akuntabilitas dengan melakukan pelaporan anggaran yang baik. Penilaian

hasil pelaporan dapat dinilai dengan hasil LHP oleh BPK. BPK akan

melakukan pengauditan terhadap dan tanggungjawab keuangan negara

dengan melakukan auditing. Dengan auditing tersebut dapat menghasilkan

sebuah temuan audit yang berisikan ketidaksesuaian antara informasi dan

kriteria yang telah ditentukan. Auditing akan dilaksanakan oleh seseorang

yang profesional, kompeten dan independen untuk menghasilkan laporan

audit yang berkualitas. Dari hasil temuan audit tersebut dapat mendeteksi

adanya kecurangan yang mengarah ke tindakan korupsi.

2.2 Stakeholder Theory (Teori Stakeholder)

Stakeholder mempunyai sifat saling mempengaruhi dan dipengaruhi

baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap suatu individu atau

kelompok dengan suatu organisasi atau entitas untuk mencapai sebuah

tujuan (Clarkson, 1995). Teori stakeholder menjelaskan tentang hubungan

entitas untuk memberikan hak-hak yang harus didapatkan oleh stakeholder

(Kumalasari dan Riharjo, 2016). Teori stakeholder termasuk teori yang


25

memperhatikan kepentingan kelompok dan mempengaruhi strategi

organisasi, karena itu stakeholder mempunyai pengaruh yang besar dalam

pemakaian sumber daya yang digunakan dalam aktivitas organisasi

(Fuadah, 2020). Dalam teori ini, entitas bukan hanya beroperasi untuk

kepentingan pribadi tetapi kepentingan orang lain yang disebut stakeholder

yang dapat memberikan dukungan untuk menaikkan kinerja dan mencapai

tujuan.

Menurut Manghayu & Mulawati (2018) dalam dunia pemerintahan,

warga negara atau masyarakat adalah stakeholder yang dapat

mempengaruhi kelangsungan suatu negara, walaupun mereka tidak

langsung mengambil alih dalam kelangsungan berjalannya pemerintahan.

Seperti halnya Khamainy et al. (2019) perusahaan yang membina hubungan

dengan para stakeholder (investor, kreditur, masyarakat lokal, pemerintah,

pelanggan dll) diharapakan dapat memberikan pengaruh yang baik antara

perusahaan dengan stakeholder.

Pemerintah wajib memberikan hak-hak yang seharusnya didapatkan

oleh warganya seperti laporan atas penggunaan anggaran atau sumber

daya yang membantu berjalannya aktivitas pemerintahan (Fuadah, 2020).

Dengan hal tersebut transparansi pemerintah dalam melaporkan

pertanggungjawabannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat atau

stakeholder. Dengan memberikan laporan yang sebenar-benarnya sesuai

dengan kenyataan, hal tersebut dapat menyakinkan warga selaku

stakeholder agar percaya akan hasil kinerja aparat negaranya. Menurut

Kumalasari dan Riharjo (2016) stakeholder berhak mengetahui apa saja

yang rencana dan realita lapangan yang dilakukan oleh pemerintah sebagai
26

tanggungjawab pemerintah yang telah memakai atau mengelola sumber

daya dengan membuat laporan pertanggungjawaban yang sesuai dengan

realita, mudah dipahami dan pengaksesan yang mudah oleh semua

masyarakat atau yang membutuhkan informasi. Dengan adanya

transparansi tersebut mampu mengurangi atau menekan terjadinya tindak

kecurangan korupsi.

2.3 Korupsi

2.3.1 Pengertian Korupsi

Korupsi merupakan suatu sifat maupun tindakan umum yang sudah

meregenerasi dari zaman dahulu dan dapat terjadi diseluruh dunia termasuk

indonesia. Dalam bahasa latin korupsi adalah corruption atau corruptus yang

memiliki arti kerusakan atau kebobrokan. Dalam beberapa negara korupsi

memiliki beberapa penyebutan, dalam bahasa Eropa seperti prancis disebut

corruption dan dalam bahasa Belanda disebut corruptie yang selanjutnya

diadopsi dalam bahasa Indonesia menjadi korupsi (Jahja, 2012).

Korupsi tidak memiliki definisi yang khusus karena korupsi memiliki sifat

yang masuk kedalam sistem dan faktor-faktor korupsi memiliki keterkaitan

dengan banyak bidang. Menurut Wijayanto (2009) korupsi merupakan

penyalahgunaan kekuasaan publik yang dapat merugikan publik dengan

melawan hukum untuk kepentingan privat. Pemenuhan kebutuhan pribadi

atau kelompok dengan melakukan kecurangan seperti penggelapan uang

negara atau perusahaan, pernyataan tersebut adalah korupsi dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Menurut (Nye, 1967) korupsi merupakan

suatu perilaku menyimpang dari tugas utama seorang pejabat publik (yang

ditunjuk atau dipilih) melakukan suatu tindakan yang didasari oleh motif-motif
27

pribadi (personal, keluarga dan kelompok) untuk mencapai kesejahteraan

dan tingkah laku melanggar aturan-aturan didasari dari pengaruh atau motif

kepentingan pribadi.

Berdasarkan beberapa artian yang telah diutarakan, maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa korupsi ialah tindakan penyalahgunaan kekuatan atau

jabatan yang melanggar hukum untuk menghasilkan suatu keuntungan yang

dinikmati untuk secara pribadi atau kelompok yang berdampak pada

merugikan kepentingan umum.

2.3.2 Tipologi Korupsi

Berdasarkan Jain (2001) negara demokrasi sering menjadi tempat yang

menarik untuk menjabarkan wilayah atau tempat yang sering terjadi korupsi.

Dengan memetakkan hubungan antara politik dan ekonomi dapat

mendukung dalam menunjukkan gambaran mengenai potensi korupsi.

Gambar 2. 1 Tipologi Korupsi


(Wijayanto, 2009)
Menyetujui berbagai program pemerintah

Pemimpin negara Anggota legislatif

Memilih 2

Kebijakan 4 Menegakkan
Memilih 1 Birokrat
publik hukum dan
UU

Memberikan jasa 2

Rakyat:

Menerima manfaat dari kemampuan untuk mempengaruhi


pengambilan keputusan
28

1. Interaksi 1

Dalam interaksi yang pertama terdapat keterlibatan rakyat dengan

pemimpin yang dipilih melalui sistem demokrasi. Di negara demokrasi

mempunyai berbagai macam bentuk korupsi politik sebagai contoh politik

uang dalam pemilu. Pemimpin yang terpilih memiliki kesempatan untuk

mengambil keputusan dalam menentukan kebijakan pemerintahan. Dengan

kesempatan dalam mengambil keputusan tersebut para pemimpin tidak

memprioritaskan kepentingan rakyat. Akan tetapi, membuat sebuah

kebijakan publik yang dapat merubah sebuah aset berharga milik publik

menjadi milik pribadi.

2. Interaksi 2

Pada interaksi ini terdapat 3 bagian yaitu:

a. Interaksi yang terjadi antara birokrat dengan pejabat pilihan rakyat yang

memiliki resiko besar akan terjadinya kasus korupsi. Korupsi bisa terjadi

dengan cara memanfaatkan aset-aset yang dimiliki negara.

b. Interaksi antara birokrat dan anggota legislatif biasa terjadi pada saat

pemilihan pejabat tingkat tertentu (Direksi BUMN, Gubernur BI,Ketua

MA, Ketua KPK, Ketua BPK dan lain-lain) yang melewati beberapa

prosedur fit and proper test. Pada prosedur pemilihan tersebut memiliki

kesempatan dalam “jual-beli” jabatan yang dilakukan oleh calon anggota

legislatif.

c. Interaksi antara birokrat dengan rakyat yang sering terjadi korupsi

dengan cara mengambil uang dari rakyat. Kegiatan ini sering ditemui

pada saat di kantor pelayanan publik yang meminta uang tambahan

untuk memperlancar proses pelayanan.


29

3. Interaksi 3

Dengan beragamnya kebijakan publik yang membutuhkan persetujuan

dari legislatif menjadi peluang dalam terjadinya korupsi legislatif. Korupsi

tersebut bisa terjadi melalui suap atau pemerasan oleh anggota legislatif dan

kurangnya pengawasan negara terhadap pembiayaan kampanye politik.

Interaksi yang dilakukan tersebut termasuk interaksi yang dilakukan antara

pemimpin terpilih dan anggota legislatif.

4. Interaksi 4

Interaksi yang terjadi pada saat pemilihan umum antara anggota

legislatif terpilih dan rakyat. Rakyat memilih para calon anggota legislatif

tidak melihat kemampuan atau kinerjanya tetapi rakyat memilih karena

adanya penyuapan yang dilakukan calon aggota kepada rakyat agar terpilih.

Fenomena ini sering terjadi pada negara yang dimana politik uang termasuk

fenomena yang biasa saja.

Berdasarkan KPK (2009) korupsi menurut perspektif hukum dipaparkan

didalam 13 Pasal dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah

diperbaharui menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Menurut Undang-undang tersebut

terdapat 30 jenis tindakan yang masuk kedalam kategori tindak pidana

korupsi yang diklasifikasikan menjadi 7 kategori:

a. Kerugian keuangan Negara

b. Suap-menyuap

c. Penggelapan dalam jabatan

d. Pemerasan

e. Perbuatan curang
30

f. Benturan kepentingan dalam pengadaan

g. Gratifikasi

Dalam undang-undang diatur berbagai jenis korupsi salah satunya hal

baru di Indonesia dalam tindak pidana korupsi ialah gratifikasi. Peraturan

yang mengatur gratifikasi memiliki dampak negatif dan bisa disalahgunakan

dalam pelaksanaan pelayanan publik, karena hal tersebut gratifikasi diatur

pada undang-undang tindak pidana korupsi. Tindak pidana suap dan

pemerasan dapat diminimalisir dengan menghentikan pemberian gratifiksi

kepada atau oleh penyelenggara negara atau pegawai negeri (KPK, 2014).

Gratifikasi dalam Pasal 12B Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun

1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 adalah memberikan

uang, barang, rabat (discout), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket

perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-

cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam

negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan

sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. Menurut Gerald E Caiden

(1998) dalam Dreher (2007) menjelaskan beberapa macam korupsi sering

terjadi:

1. Melakukan penyelundupan dan transaksi luar negeri dengan ilegal.

2. Menggelapkan barang milik lembaga, negara dan swasta.

3. Memakai uang negara/ lembaga secara tidak benar dengan membuat

dokumen palsu, memindahkan uang ke rekening individu, penggelapan

pajak serta penyelewangan dana.

4. Melakukan penyelewangan kekuasaan untuk mendapatkan komisi atau

melakukan pungutan, jual beli jabatan pemerintahan, memanipulasi


31

peraturan, penghindaran pajak, meraup keuntungan secara berlebihan,

mendapatkan hadiah berupa uang pelicin atau hiburan atau perjalanan

yang tidak semestinya.

5. Penyelewengan dalam penggunaan stempel, surat kantor, rumah dinas

dan hak istimewa jabatan.

2.3.3 Faktor Penyebab Korupsi

Korupsi memiliki beberapa hal yang menjadi penyebab dan dipetakkan

menjadi penyebab secara langsung dan penyebab secara tidak langsung.

Menurut Tanzi (1998) diperoleh penyebab korupsi berdasarkan penyebab

langsung seperti pengaturan dan otorisasi, perpajakan, kebijakan

pengeluaran/anggaran, penyediaan barang dan jasa dibawah harga pasar,

kebijakan diskresi lainnya dan pembiayaan partai politik. Selain itu, kualitas

birokrasi, besaran gaji di sektor publik, sistem hukuman, pengawasan

institusi, transparansi aturan, hukum dan proses dan teladan dari pemimpin

termasuk penyebab tidak langsung.

Menurut Fadjar (2002) faktor lain penyebab korupsi adalah lemahnya

kelanjutan penangan pada setiap kesalahan atau kecurangan pada pimpinan

instansi. Teruji dengan semakin maraknya penutupan kasus pelanggaran

sepihak dengan tidak adanya alasan yang jelas, kurangnya keinginan untuk

pemberantasan korupsi dan menyelesaikan penyelewengan yang tidak

terlihat. Kurangnya sistem pertanggungjawaban yang mengakibatkan

laporan hanya sebatas kewajiban yang harus dibuat.

Selain itu, menurut Shehaj & Shahini (2019) korupsi yang terjadi di

sektor publik terjadi karena kualitas dari manajemen sektor publik, kondisi

akuntabilitas pemerintah dengan masyarakat, kerangka hukum, proses


32

sektor publik dilakukan transparansi dan diseminasi informasi. Dengan

mempertimbangkan faktor-faktor tersebut dapat memberikan hasil yang lebih

mendalam dan berkelanjutan.

2.3.4 Dampak Korupsi

Dampak adanya korupsi sangat besar terutama dalam hal ekonomi.

Menurut Chetwynd, E., Frances, C., & Bertram (2003) kemiskinan

merupakan dampak yang ditimbulkan olek korupsi yang kemudian dapat

dijelaskan dari model pemerintahan dan model ekonomi. Pada model

pemerintahan korupsi menurunkan kualitas pelayanan publik oleh lembaga

pemerintah, meningkatkan anggaran pemerintah, mengurangi kepatuhan

terhadap peraturan keselamatan dan kesehatan dan mengganti investasi

publik menjadi kebutuhan publik yang dimana praktek suap sering terjadi.

Sedangkan model ekonomi menjelaskan bahwa korupsi dapat

menimbulkan ketidakefisienan dalam meningkatkan biaya untuk berbisnis,

meningkatkan kesenjangan pendapatan, mengurangi investasi dan

menghalangi kompetisi sehingga hal-hal tersebut akan menciptakan adanya

ketidakadilan, melemahnya demokrasi, yang kaya semakin kaya karena

membantu para diktator, melemahnya investasi oleh asing dan domestik,

melemahya pertumbuhan ekonomi yang dapat menyebabkan penerimaan

pajak menurun, menghambat pendistribusian penyediaan barang publik dan

meningkatnya kemiskinan terutama pada negara-negara berkembang.

2.3.5 Tingkat Korupsi

Menurut Sitorus & Rahayu (2018) pemerintah telah mengupayakan

untuk melawan adanya korupsi karena salah satu faktor dalam menentukan

kualitas suatu pemerintahan. Dengan memiliki kualitas yang baik tata kelola
33

yang dijalankan oleh pemerintah menghasilkan dampak yang baik pada

masyarakat. Pemerintah telah berupaya untuk menurunkan kasus korupsi

dengan memperkuat KPK yang dipercaya untuk menurunkan tingkat korupsi

di Indonesia (Saraswati dan Triyanto, 2020).

Semakin tinggi tingkat korupsi maka dapat membuktikan buruknya

sistem suatu pemerintahan dalam sumber daya publik (Heriningsih, 2015).

Dengan maraknya kasus korupsi yang terungkap dapat digunakan sebagai

acuan untuk selalu meningkatkan kewaspadaan akan terjadinya korupsi.

Kurangnya pengendalian internal dalam suatu pemerintahan dapat

digunakan sebagai celah dalam melakukan tindakan tersebut.

Kasus ini dapat terjadi karena sifat korupsi merupakan tindakan pelaku

yang dengan sengaja melakukan tindakan sembunyi-sembunyi (Khairudin,

2016). Banyaknya kasus yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK) mulai dari penyidkan, penyelidikan, penuntutan, perkara yang

berkekuatan hukum (inkracht) dan penuntutan atau ekseskusi dapat

digunakan sebagai contoh bagaimana negara menumpas adanya korupsi.

Selalu bermunculan kasus-kasus baru disaat kasus lama belum

terselesaikan. Dalam pemberantasan korupsi adanya peran dari instansi

pemeriksa untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan penggunaan sumber

daya (Wijayanto, 2009).

2.4 Transparansi

Transparansi akan berjalan dengan baik jika informasi yang dibutuhkan

oleh mereka yang membutuhkan dapat diterima dengan baik. Informasi

harus dapat dipahami dan dimonitor (Solekhan, 2014). Terdapat beberapa

definisi yang menerangkan tentang transparansi. Transparansi menurut


34

Mahmudi (2015) pemberian pelayanan publik bersifat terbuka, mudah di

akses oleh semua pihak yang memerlukan dan disediakan secara

memuaskan serta mudah dimengerti. Pada Peraturan Pemerintah Nomor 71

Tahun 2010 menjelaskan bahwa transparansi berarti hak masyarakat dalam

mengetahui secara menyeluruh dan terbuka atas informasi keuangan dan

tanggungjawab pengelolaan sumber daya sesuai dengan peraturan sebagai

pertimbangan keterbukaan dan kejujuran. Kemudian menurut Mardiasmo

(2009) menjelaskan informasi publik dapat diakses oleh pihak yang

membutuhkan sebagai kebebasan mendapatkan informasi merupakan

bentuk transparansi.

Salah satu hal yang dapat menentukan pengelolaan keuangan tersebut

berjalan dengan baik adalah dengan melakukan transparansi yang

merupakan salah satu prinsip good goverment. Dengan sistem transparansi

semua proses pemerintahan dan lembaga menyampaikan hal-hal yang

bersifat material secara periodik dan mudah dimengerti pihak-pihak yang

memiliki kepentingan atau masyarakat luas. Penggunaan teknologi dapat

dimanfaatkan sebagai salah satu cara dalam menunjang transparansi.

Teknologi informasi dan komunikasi dipandang banyak orang sebagai cara

yang efektif dan nyaman untuk menekankan upaya keterbukaan dan

transparansi di beberapa negara (Bertot, Jaeger, dan Grimes, 2010).

Dengan adanya transparansi, publik akan lebih mudah mendapatkan

informasi secara aktual dan faktual sehingga dapat dipakai sebagai acuan

masyarakat dalam mengambil keputusan (Mahmudi, 2015):

1. Sebagai perbandingan antara kinerja keuangan yang telah didapatkan

(realisasi) dengan yang direncanakan (anggaran).


35

2. Mengukur perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban

anggaran terhadap unsur korupsi atau manipulasi.

3. Memastikan peraturan perundangan telah dilakukan dengan baik dan

sesuai tingkat kepatuhan.

4. Memahami setiap hak dan kewajiban setiap pihak, yaitu antara

manajemen organisasi sektor publik dengan masyarakat atau pihak lain

yang terkait.

Pada prinsipnya transparansi dilaksanakan secara terbuka pada setiap

tindakan yang diperbuat, terbiasa menerima kritik dan saran serta dapat

dipertanggungjawabkan. Menurut Mardiasmo (2009) terdapat karakteristik

transparansi yaitu:

1. Informativeness (Informatif)

Memberikan informasi berupa uraian tentang mekanisme, data yang

dibuat dan fakta berita kepada stakeholder yang memerlukan informasi

yang jelas dan tepat.

2. Openess (keterbukaan)

Informasi yang diberikan kepada publik harus memiliki keterbukaan dan

mempermudah setiap orang dalam mengakses data yang dibutuhkan

dibadan publik. Informasi publik harus mudah diakses dan terbuka oleh

setiap pengguna informasi.

3. Disclouser (pengungkapan)

Mengungkapkan semua aktifitas dan kinerja finansial kepada

masyarakat atau publik (stakeholder). Pengungkapan dibagi menjadi

dua yaitu:
36

a. Pengungkapan wajib dilakukan sesuai dengan peraturan dan

standar akuntansi yang berlaku.

b. Pengungkapan sukarela adalah pengungkapan yang dikerjakan

diluar standar akuntansi dan peraturan badan pengawas.

2.5 Akuntabilitas

Akuntabilitas memiliki peran yang penting dengan monitoring hasil

pertanggungjawaban dalam mengelola sumber daya dan melaksanakan

prosedur yang telah diamanatkan terhadap suatu entitas untuk mencapai

suatu tujuan. Menurut Rahardjo (2011) dalam bahasa Inggris akuntabilitas

dalam disebut accountability atau accountable yang memiliki arti dapat

dipertanggungjawabkan. Diperoleh beberapa definisi tentang akuntabilitas

seperti melaporkan dan mengungkapakan penggunaan sumber daya publik

untuk memenuhi hak principal dan pihak lainnya (Mahmudi, 2015). Menurut

Rahardjo (2011) akuntabilitas adalah suatu bentuk pertanggungjawaban

kinerja seseorang, badan hukum atau pimpinan organisasi kepada pihak

yang berhak menerima laporan pertanggungjawaban. Menurut Mardiasmo

(2009) principal atau pihak yang diberikan amanah berkewajiban untuk

memberikan laporan atas segala aktivitas dan kegiatan terhadap pihak yang

memberikan amanah (principal) yang memegang hak dan kewenangan

untuk menuntut pertanggungjawaban.

Berdasarkan referensi yang ada diatas, dapat menghasilkan kesimpulan

bahwa akuntabilitas mewujudkan suatu kewajiban yang dilakukan oleh suatu

entitas atau pemerintah harus mempertanggungjawabkan semua

perencanaan hingga pengawasan kegiatan yang menggunakan anggaran

dengan melaporkan setiap pelaksanan dilaksanakan baik dan sesuai dengan


37

peraturan yang berlaku kepada pihak yang memberi amanat. Dengan

adanya akuntabilitas tersebut diharapkan agar bisa memperbaharui kualitas

dan kinerja pemerintah terhadap kepentingan publik. Akuntabilitas publik

dibagi menjadi 2 yaitu (Mardiasmo, 2009):

1. Akuntabilitas vertikal (vertical accountability)

Mempertanggungjawabkan penggunaan sumber daya kepada atasan

yang lebih tinggi seperti pemerintah daerah terhadap pemereintah

pusat.

2. Akuntabilitas horizontal (horizontal accountability)

Melakukan pertanggungjawaban pada masyarakat. Dalam

melaksanakan akuntabilitas di instansi pemerintahan memiliki prinsip

tersendiri dan harus diperhatikan, yaitu:

a. Pimpinan dan semua staf harus melakukan pengelolaan yang

sesuai dengan tujuan agar akuntanbel.

b. Menerapkan sebuah sistem yang sanggup mengontrol

pemakaian sumber daya agar sesuai dengan peraturan yang

berlaku.

c. Harus memastikan tingkat yang dihasilkan sesuai dengan target

dan tujuan yang sudah diputuskan.

d. Mengacu pada hasil yang didapatkan berdasarkan visi misi, hasil

dan keuntungan yang akan didapatkan.

e. Mengedepankan objektif, jujur, inovatif dan transparansi menjadi

agen transformasi manajemen dalam pemutakhiran metode dan

pengukuran kinerja serta pembuatan laporan akuntabilitas di

instansi pemerintah.
38

Menurut Mahmudi (2015) akuntabilitas memiliki beberapa dimensi, yaitu:

1. Akuntabilitas hukum dan kejujuran merupakan peraturan yang

patuh terhadap hukum dan aturan yang berlaku dalam

melaksanakan suatu kegiatan yang baik untuk menjauhi adanya

penyelewengan jabatan.

2. Akuntabilitas manajerial adalah menerapkan cara pengelolaan

yang efisien dan efektif serta dapat dipertanggungjawabkan pada

saat proses pelaksanaan program yang telah dibuat.

3. Akuntabilitas program adalah pengelolaan suatu program untuk

menunjang tujuan organisasi dan bertanggungjawab atas

keputusan yang telah diambil dengan memperhatikan dampak

yang akan terjadi.

4. Akuntabilitas kebijakan melakukan pengelolaan dana secara

ekonomis, efisien, efektif serta melakukan pertanggungjawaban

pada ketidakefisienan penerapan dalam organisasi.

5. Akuntabilitas finansial digunakan untuk menghindari adanya

kebocoran, pemborosan, dan korupsi dalam publikasi hasil laporan

keuangan kepada masyarakat.

2.6 Audit Pemerintahan

Secara umum fungsi audit sektor pubik sangat luas apabila dihubungkan

dengan kewajibanya untuk melaporkan indikasi adanya kecurangan dan

korupsi. Pemeriksaan yang dilakukan audit sektor publik sangat penting

dalam pemeriksaan untuk mendeteksi adanya penyelewengan. Dalam

mengurangi kecurangan dan korupsi, auditor memiliki peran yang sangat

signifikan. Pemeriksaan dalam UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan


39

Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara pemeriksaan memiliki

fungsi untuk membantu keberhasilan pengelolaan keuangan negara secara

tertib, patuh pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif,

transparan, dan bertanggung jawab dengan melihat rasa keadilan dan

kepatutan.

Menurut Boynton, W. (2003) audit pemerintahan bertujuan untuk

memantau kinerja entitas penyedia layanan dan penyediaan barang yang

memanfaatkan sumber daya yang berasal dari pajak dan penerimaan

negara lainnya. Menurut Liu & Lin (2012) mengidentifikasi, melaporkan dan

menilai akuntabilitas pemerintah merupakan wewenang audit pemerintah.

Dengan memantau pemakaian sumber daya publik dapat memperkuat audit

pemerintah terhadap akuntabilitas yang dapat meminimalisir penyelewengan

kekuasaan. Menurut Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) dan

UU No. 15 Tahun 2004 audit keuangan negara dibagi menjadi 3, yaitu:

1. Audit keuangan, ialah audit atas laporan keuangan memiliki tujuan untuk

meyakinkan bahwa laporan keuangan dinilai wajar sinkron dengan

prinsip akuntansi yang berlaku.

2. Audit kinerja, mencakup efektivitas, audit ekonomi, dan efisiensi. Audit

kinerja memfokuskan pemeriksaan pada kinerja entitas yang

berhubungan dengan ekonomi.

3. Audit dengan tujuan tertentu, memiliki tujuan khusus untuk

menyimpulkan hasil audit yang dapat berupa eksaminasi (examination),

prosedur yang disetujui (agrees-upon procedures) atau reviu (review).

Auditor pemerintah bertugas melaksanakan audit keuangan pada

instansi pemerintahan. Auditor pemerintahan dibagi menjadi dua yaitu


40

auditor internal yang terdiri dari Badan Pengawasan Keuangan dan

Pembangunan (BPKP), inspektorat jenderal departemen dan Badan

Pengawas Daerah (BPD) dan auditor eksternal yang dilakukan oleh Badan

Pemeriksa Keuangan (BPK). Hasil yang didapatkan dari Badan Pemeriksa

Keuangan (BPK) berbentuk opini audit dan temuan audit yang berisi tentang

temuan efektivitas sistem pengendalian internal dan temuan ketidakpatuhan

pada ketentuan perundang-undangan.

2.6.1 Opini Audit

Opini merupakan pemeriksaan laporan keuangan yang dilakukan untuk

menghasilkan sebuah kesimpulan dan tingkat kewajaran pelaporan pada

laporan yang keuangan yang disajikan. Opini audit dapat mencerminkan

tingkat akuntabilitas dilihat dari tingkat kewajaran yang didapatkan yang

dapat digunakan untuk menekan terjadinya korupsi (Rini dan Damiati, 2017).

Efektivitas pengawasan penilaian kinerja pengelolaan keuangan pemerintah

daerah dapat diukur menggunakan opini audit (Giroux, 1989). Pada Opini

dinilai dari kepatuhan kepada peraturan standar akuntansi pemerintah,

kelengkapan dalam pengungkapan, efektivitas sistem pengendalian internal

(SPI) dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Sementara

itu opini audit dibagi menjadi 4, yaitu (Ismunawan 2016):

1. Opini Wajar Tanpa Pengecualian (unqualified opinion)

Opini mengungkapkan bahwa laporan keuangan yang ditelaah tersaji

secara wajar. Pada posisi keuangan, arus kas, hasil usaha dan semua

yang berhubungan dengan material telah sesuai dengan prinsip

akuntansi yang berlaku umum. Opini bisa berubah menjadi wajar tanpa
41

pengecualian dengan paragraf penjelasan (WTP DPP) jika pemeriksa

memberikan paragraf penjelas.

2. Opini Wajar Dengan Pengecualian (qualified opinion).

Opini ini dibagikan jika laporan keuangan tersaji secara wajar. Pada

posisi keuangan, arus kas, hasil usaha dan semua yang berhubungan

dengan material telah sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku

umum, kecuali untuk dampak yang berhungan dengan yang

dikecualikan.

3. Opini Tidak Wajar (adverse opinion).

Opini diberikan jika laporan keuangan yang diperiksa secara

keseluruhan tidak tersaji secara wajar.

4. Pernyataan Menolak Memberikan Opini/ Pendapat (disclaimer of

opinion).

Pada opini ini pemeriksa tidak memberikan pendapat atas laporan

keuangan yang diperiksa. Opini bisa terjadi karena pemeriksa tidak

dapat melaksanakan audit sesuai dengan standar yang berlaku dapat

diakibatkan oleh ruang lingkup audit, terdapat ketidakpastian yang

mempengaruhi kewajaran dan pemeriksa tidak independen terhadap

pihak yang diaudit. Maka dari itu opini pernyataan menolak memberikan

opini dapat diterbitkan jika pemeriksa merasa ragu-ragu terhadap

kewajaran laporan keuangan.

2.6.2 Temuan Audit

Menurut Saraswati dan Triyanto (2020) temuan audit merupakan hasil

pemeriksaan BPK atas pelanggaran laporan keuangan terhadap ketentuan

pengendalian intern dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.


42

Pada laporan hasil pemeriksaan BPK tidak hanya menerbitkan opini audit

tetapi juga memberikan laporan pemeriksaan berupa temuan audit. Menurut

temuan audit menghasilkan 2 macam temuan yaitu temuan audit atas

ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan sistem

pengendalian internal. Menurut UU No. 15 Tahun 2004 terdapat beberapa

rincian yang digunakan untuk penilaian sistem pengendalian internal:

1. Pada kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan menilai

kelemahan melibatkan kegiatan pencatatan dan pelaporan keuangan.

Hal yang dinilai dari SPI ini adalah keakuratan pencatatan, penyampaian

laporan yang tepat waktu, kesesuaian pelaporan dan sumber daya

manusia yang menunjang sistem informasi akuntansi dan pelaporan.

2. Kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan

dan belanja menilai ketepatan perencanaan kegiatan. Kelemahan ini

berkaitan dengan penyetoran dan pemungutan penerimaan seperti

terjadinya penyimpangan peraturan perundang-undangan, ketepatan

dalam melaksanakan kebijakan, kesesuaian kegiatan dengan aturan

serta penyelewangan yang terjadi atas belanja diluar APBD.

3. Kelemahan struktur pengendalian internal berisi penilaian satuan

pengawasan internal yang tidak sesuai dengan SOP, dan efektifitas SPI

dalam entitas yang diperiksa.

Sistem pengendalian intern pada PP nomor 60 tahun 2008 tentang

Sistem Pengendalian Intern Pemerintah ialah keyakinan untuk mencapai

tujuan dengan kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan

keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan

perundang-undangan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan


43

dan seluruh karyawan. Implementasi internal audit yang baik pada

organisasi dapat mendeteksi kecurangan akuntansi (Coram, P., Ferguson,

C., & Moroney, 2008).

Temuan audit atas ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan

digunakan untuk meyakinkan bahwa penyelenggaraan pemerintahan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan. Peraturan BPK RI Nomor 1 Tahun

2007 menjelaskan bahwa ketidakpatuhan pada ketentuan peraturan

perundang-undangan menjadi penyebab salah saji dalam laporan keuangan

yang secara langsung berkaitan dengan pemeriksaan.

2.7 Penelitian Terdahulu

Terdapat beberapa penelitian sebelumnya yang selaras dengan

pembuatan penelitian ini. Menurut Neshkova (2019) transparansi merupakan

alat utama yang dapat mempengaruhi tingkat korupsi, dimana negara yang

menerapkan transparansi menunjukkan angka korupsi yang rendah.

Penelitian ini menggunakan analisis data panel dengan sampel 95 negara

pada 2006-2014.

Penelitian Sitorus & Rahayu (2018) dilaksanakan dengan hasil

transparansi dan akuntabilitas tidak memiliki pengaruh secara signifikan

terhadap tingkat korupsi pada objek penelitian instansi pemerintah daerah

tahun 2013 menggunakan analisis regresi linier berganda.

Penelitian yang dilaksanakan oleh Shehaj & Shahini (2019)

menunjukkan hasil yang positif dengan berpengaruhnya transparansi

terhadap tingkat korupsi. Penelitian ini meneliti dampak transparansi

terhadap pemberantasan korupsi di Albania dengan menggunakan

pendekatan model logistik dan analisis kualitatif memberikan hasil bahwa


44

transparansi merupakan alat yang baik untuk memerangi korupsi

berdasarkan pada hasil model orang yang mengetahui hak atas informasi

memiliki 83,6% kesempatan untuk melakukan suap dibandingkan orang

yang tidak mengetahui hak atas informasi.

Penelitian yang diteliti oleh Saraswati & Triyanto (2020) mengkaji

tentang pengaruh dari temuan audit, transparansi dan akuntabilitas terhadap

tingkat korupsi menghasilkan hasil bahwa tranparansi tidak memiliki

pengaruh positif terhadap tingkat korupsi. Akuntabilitas berpengaruh

terhadap tingkat korupsi sementara itu, temuan audit tidak berpengaruh

terhadap tingkat korupsi.

Penelitian yang dilakukan oleh Aminah (2020) menunjukkan hasil bahwa

akuntabilitas dan temuan audit tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat

korupsi pada penelitian kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat pada 2017-

2018.

Selanjutnya penelitian oleh Jehandu & Layuk (2019) yang mengkaji

opini audit dan akuntabilitas pada tingkat korupsi dengan objek pemerintah

daerah Papua dengan menggunakan analisis Structure Equation Model

(SEM) menunjukkan hasil bahwa opini audit yang wajar membuktikan tingkat

akuntabilitas laporan keuangan yang baik sehingga bisa dikatakan

akuntabilitas berpengaruh terhadap tingkat korupsi begitu juga dengan

temuan audit dapat mempengaruhi tingkat korupsi.

Penelitian lainnya yaitu dari Azhar & Setyaningrum (2019) yang

mengkaji temuan audit terhadap tingkat korupsi dengan objek penelitian

kementrian/lembaga di Indonesia tahun 2010-2013 yang menunjukkan hasil

bahwa temuan audit berpengaruh pada tingkat korupsi.


45

2.8 Kerangka Penelitian

Gambar 2. 2 Kerangka Pemikiran

Transaparansi

Akuntabilitas Tingkat
Korupsi

Temuan Audit
Keterangan:

= Pengaruh Parsial

= Pengaruh Simultan

2.9 Pengembangan Hipotesis


2.9.1 Pengaruh Transparansi Terhadap Tingkat Korupsi

Transparansi ditingkatkan atas dasar keleluasaan mendapatkan

informasi yang bersangkutan dengan kebutuhan publik secara langsung

dapat didapatkan oleh mereka yang menginginkan (Mardiasmo, 2009).

Salah satu faktor utama pada penyelenggaraan keuangan yang baik adalah

dengan transparansi. Salah satu alat mengukur pemerintah yang baik (good

governance) dalam melawan korupsi adalah transparansi (Azhar dan

Setyaningrum, 2019).

Menurut teori stakeholder, transparansi sangat dibutuhkan oleh para

stakeholder dalam mengetahui hasil suatu laporan (Kumalasari dan Riharjo,

2016). Transaparansi yang baik dapat memberikan nilai atau citra yang baik

karena semua disajikan dengan transparan tanpa ada yang ditutupi.

Transparansi memudahkan masyarakat atau pihak tertentu dalam

mengakses informasi yang dibutuhkan. Untuk mencegah tingkat korupsi

semakin besar perlu adanya transparansi antara pemerintah dengan publik


46

dalam memberikan informasi yang berhubungan dengan laporan keuangan

dan anggaran negara.

Pada penelitian Shehaj & Shahini (2019) transparansi memiliki pengaruh

positif terhadap tingkat korupsi di pemerintahan. Jika seseorang mengetahui

atau memahami tentang hak atas akses informasi (transparansi) yang

dimiliki orang lain, maka orang tersebut akan berwaspada dalam melakukan

korupsi/ suap. Dengan hak akses tersebut orang lain dapat memantau

kejanggalan dalam pelaporan. Maka, untuk itu perlu meningkatkan

kesadaran tentang transparansi sebagai instrumen untuk mengurangi

korupsi. Pada penelitian Neshkova (2019) transparansi sangat penting pada

tahap akhir proses anggaran ketika pengungkapan informasi yang

mencermikan pengeluaran pemerintahan yang sebenarnya. Negara yang

lebih transparan memiliki kasus korupsi yang rendah. Maka, dari penelitian

tersebut memiliki pengaruh positif terhadap tingkat korupsi. Lain halnya

dengan penelitian sebelumnya bahwa pada Sitorus & Rahayu (2018) dan

Saraswati & Triyanto (2020) menyatakan bahwa transparansi tidak memiliki

pengaruh terhadap tingkat korupsi pada pemerintah. Penelitian tersebut

memiliki hasil bahwa tidak semua transparansi yang minimum akan

menghasilkan tingkat korupsi yang tinggi dan transparansi yang maksimum

akan menghasilkan tingkat korupsi yang rendah.

Dari penjelasan di atas maka bisa dirumuskan sebuah hipotesis sebagai

berikut.

H1 = Transparansi memiliki pengaruh terhadap Tingkat

Korupsi

2.9.2 Pengaruh Akuntabilitas Terhadap Tingkat Korupsi


47

Akuntabilitas dipahami sebagai hak pemberi amanat untuk

mendapatkan pertanggungjawaban atas laporan dan pengungkapan semua

kagiatan dan aktivitas sebagai bentuk kewajiban pemegang amanah untuk

bertanggungjawab melaporkan, menyajikan dan mengungkapkan

(Mardiasmo, 2009). Audit pemerintah digunakan untuk menunjukkan

akuntabilitas laporan keuangan pemerintah hendaklah dilakukan

pemeriksaan (diaudit) dikerjakan oleh BPK (Sitorus dan Rahayu, 2018).

Teori stewardship dalam akuntabilitas, steward sebagai pihak

pemegang amanat memberikan laporan pertanggungjawaban yang

dibutuhkan oleh pricipal dengan penyajian yang benar dan hasil yang

memuaskan. Hasil yang memuaskan tersebut dapat mempengaruhi

kepercayaan masyarakat terhadap laporan yang dibuat dan mengurangi

adanya penyimpangan. Dengan melaporkan laporan pertanggungjawaban

yang valid dan mendapatkan nilai opini audit yang baik dapat mengurangi

adanya tingkat korupsi. Untuk memahami akuntabilitas laporan keuangan

pemerintah penting dilaksanakan pemeriksaan (diaudit) yang ditelaah oleh

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Audit merupakan praktik yang

terpenting untuk membangun good governance. Dengan adanya praktek

audit dalam pemerintah maka pengawasan terhadap pimpinan daerah yang

memiliki kekuasaan dalam menggunakan anggaran negara dapat

ditingkatkan. Dengan adanya audit dalam pemerintahan dipercaya dapat

meningkatkan akuntabilitas informasi tentang laporan keuangan pemerintah.

Menurut Khairudin (2016) Akuntabilitas memiliki pengaruh positif dan

signifikan terhadap tingkat korupsi. Dalam penelitian ini opini audit yang

wajar dapat menunjukkan akuntabilitas yang baik diyakini dapat mengurangi


48

tingkat korupsi. Walaupun tingkat akuntabilitas tinggi dengan opini audt yang

baik tidak menjamin tingkat korupsi di pemerintahan rendah. Sependapat

dengan hasil penelitian sebelumnya, Jehandu & Layuk (2019) dan Saraswati

& Triyanto (2020) juga memiliki hasil berpengaruh positif. Hasil opini audit

menunjukkan tingkat kewajaran yang menjelaskan bahwa tingkat

akuntabilitas laporan yang telah dibuat dipercaya dapat memberikan bantuan

dalam mengurangi tingkat korupsi. Berbeda dengan hasil penelitian Sitorus

& Rahayu (2018) dan Aminah (2020) yang menujukkan akuntabilitas yang

dilihat dari hasil opini audit tidak memiliki pengaruh pada tingkat korupsi

karena opini terbaguspun (WTP) tidak menjamin bebas akan korupsi dan

masih banyak terindikasi adanya korupsi.

Berdasarkan penerangan diatas dapat dihasilkan sebuah hipotesis

sebagai berikut.

H2 = Akuntabilitas memiliki pengaruh terhadap Tingkat

Korupsi

2.9.3 Pengaruh Temuan Audit Terhadap Tingkat Korupsi

Menurut Khan et al. (2006) menunjukkan bahwa auditor memiliki peran

penting dalam mendeteksi kasus korupsi itu dilakukan, misalnya dengan

mendeteksi pengeluaran publik yang berlebihan atau habis. Sebaliknya,

tingkat korupsi yang terdapat di suatu daerah atau lembaga bisa menjadi

indikator banyaknya temuan audit, karena kasus korupsi dan

penyimpangannya adalah indikasi kualitas tata kelola. Lembaga yang tidak

memperdulikan tindakan korupsi, akan berdampak terhadap jumlah temuan

audit yang mana dapat digunakan untuk melacak tindakan ilegal (Liu dan

Lin, 2012). Sebagian besar audit sektor publik berfungsi untuk


49

mengidentifikasi dan melaporkan indikasi korupsi atau kecurangan yang

lainnya, hal tersebut sesuai dengan tugas dan tanggungjawab audit sektor

publik. Kecurangan dan korupsi dapat diminimalisir dengan cara

memperkuat auditor dalam mengindentifikasi suatu laporan. Hasil dari

temuan BPK berupa laporan hasil pemeriksaan keuangan pada laporan

keuangan pemerintah yang berbentuk temuan audit boleh digunakan bahan

peninjauan dalam indentifikasi.

Teori stewardship yang digabungkan dengan temuan audit lebih

mengedepankan pertanggungajawaban antara steward dengan principal.

Steward akan mempertanggungjawabkan kepada principal dengan

memberikan laporan yang sesuai dengan aktivitas dan tanpa adanya

kecurangan. Karena kejujuran pelaporan principal sangat dinilai dengan teori

stewardship ini. Auditor berperan dalam menunjukkan kemungkinan di mana

tindakan korupsi itu dilakukan. Apabila ditemukan hal yang mencurigakan

atau penggunaan anggaran yang tidak jelas peruntukkannya menunjukkan

bahwa terdapat indikasi terjadinya tindak korupsi. Tingkat korupsi yang ada

di suatu daerah atau lembaga bisa menjadi indikator banyaknya temuan

audit, karena kasus korupsi dan penyimpangannya adalah indikasi kualitas

tata kelola. Semakin banyak temuan audit dalam laporan keuangan

pemerintah maka semakin tinggi kemungkinan tindak korupsi telah

dilakukan.

Penelitian Azhar & Setyaningrum (2019) dan Jehandu & Layuk (2019)

menunjukkan hasil bahwa banyaknya temuan audit memungkinkan tingginya

tingkat korupsi yang ada, maka dapat diartikan temuan audit mempunyai

pengaruh kepada tingkat korupsi pemerintah. Penelitian lainnya yang juga


50

berkaitan dengan temuan audit dan tingkat korupsi adalah penelitian yang

dilakukan oleh Masyitoh (2015) yang menunjukkan bahwa temuan audit atas

ketidakpatuhan pada perundang-undangan memiliki pengaruh positif pada

persepsi korupsi. Banyaknya jumlah temuan audit ketidakpatuhan pada

perundang-undangan membuktikan persepsi korupsi lebih tinggi. Pada

penelitian Liu dan Lin (2012) menunjukkan bahwa temuan audit dapat

digunakan sebagai alat deteksi kasus korupsi di pemerintahan dan

pemerintah daerah berupaya melaksanakan perbaikan sesuai dengan yang

direkomendasikan auditor yang secara signifikan berpengaruh dalam

mengurangi tingkat korupsi. Penelitian Saraswati & Triyanto (2020) dan

Aminah (2020) mengungkapkan bahwa temuan audit tidak mempunyai

pengaruh signifikan pada tingkat korupsi. Jumlah temuan audit yang besar

atau kecil tidak menunjukkan meningkatnya korupsi pada penelitian tersebut.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat dirumuskan sebuah hipotesis

seperti berikut.

H3 = Temuan Audit memiliki pengaruh terhadap Tingkat

Korupsi
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini memakai pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif

berupa metode yang berdasarkan pada filsafat positivisme yang diperlukan

untuk menguji suatu teori dengan hipotesis yang telah spesifik untuk menguji

populasi atau sampel dari mengumpulkan data yang berupa angka dengan

menggunakan instrumen penelitian dan diolah dengan alat statistik

(Sugiyono, 2015). Penelitian memakai data sekunder yang didapatkan dari

hasil survei penilaian integritas (SPI) KPK RI untuk tingkat korupsi, laoran

hasil pemeriksaan BPK RI untuk akuntabilitas yang dilihat dari opini audit

dan temuan audit serta transparansi yang didapatkan dari website setiap

pemerintah provinsi di Indonesia.

Data yang sudah dikumpulkan akan diolah untuk mendukung atau

membantah hipotesis. Dengan pendekatan tersebut dilakukan agar para

pembaca mengetahui hubungan antara transparansi, akuntabilitas dan

temuan audit terhadap tingkat korupsi.

3.2 Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel

Menurut Sugiyono (2015) populasi ialah wilayah yang terdapat

objek/subjek yang memiliki kriteria khusus yang telah ditetapkan peneliti

untuk diteliti dan nantinya akan didapatkan kesimpulan. Populasi pada

penelitian ini adalah semua pemerintah provinsi yang berada di Indonesia.

51
52

Penelitian ini memakai sampel yang diperoleh melalui metode purposive

sampling yang teknik pemilihan sampel dengan peninjauan tertentu. Kriteria

pengambilan sampel:

1. Pemerintah provinsi masuk dalam survei penilaian integritas (SPI) KPK

pada tahun 2017-2019.

2. Laporan keuangan pemerintah provinsi yang telah diaudit dan

dilaporkan oleh BPK RI tahun 2017–2019.

3.3 Operasionalisasi Variabel

3.3.1 Variabel Dependen

3.3.1.1 Variabel Tingkat Korupsi (Y)

Variabel dependen pada penelitian ini adalah tingkat korupsi.

Pengukuran tingkat korupsi berasal dari hasil Indeks survei penilaian

integritas (SPI) merupakan suatu penilaian yang dilakukan oleh KPK untuk

menilai integritas suatu kementrian atau lembaga atau pemerintah daerah

yang berkaitan dengan korupsi. Tingkat korupsi dinilai dengan melihat nilai

SPI dengan rentang indeks adalah 0 – 100. Indeks tersebut menunjukkan

semakin mendekati nilai 100 maka integritas semakin baik dan sebaliknya

jika mendekati 0 maka integritas semakin buruk. Tujuan peneliti

menggunakan kriteria penelitian provinsi yang tersurvei SPI karena provinsi

tersebut memenuhi indikator penilaian integritas yang menyangkut

penanganan korupsi mulai dari pencegahan sampai penanganan kasus

pada setiap lembaga, kementrian dan pemerintah daerah yang tersurvei oleh

KPK. Dengan hal tersebut, memungkinkan provinsi tersebut bisa memiliki

integritas yang memumpuni dalam tindak terjadinya korupsi.


53

Tingkat korupsi dalam penelitian ini diiukur melalui indeks SPI yang

dimodifikasi. Proses modifikasi memakai dasar logika jika nilai indeks SPI

adalah 0 maka tingkat korupsinya menjadi 100 (tingkat korupsi tinggi) dan

jika indeks SPI 100 maka tingkat korupsi menjadi 0 (tindak korupsi rendah)

(Khairudin 2016; Setiawan 2012; Heriningsih 2014). Rumus operasionalnya

yaitu:

Tingkat korupsi = 100 - hasil survei penilaian integritas (SPI)

3.3.2 Variabel Independen

3.3.1.2 Variabel Transparansi (X1)

Penggunaan transparansi dalam pengelolaan keuangan lebih terbuka

dan dapat mengurangi adanya suatu penyelewengan pencatatan (Mahmudi,

2015). Model pengukuran dalam variabel ini adalah dengan mengukur

banyaknya informasi tentang pemerintah provinsi yang tercantum didalam

laporan tahunan dan informasi yang dipublikasikan dalam website

pemerintah provinsi. Pada penelitian sebelumnya, indikator yang digunakan

enam kriteria dalam mengukur transparansi sebagai berikut (Khairudin,

2016; Saraswati & Triyanto, 2020 ):

1. Tersedia informasi tentang kebijakan anggaran.

2. Mudah dalam mengakses dokumen anggaran.

3. Ketepatan waktu dalam penyampaian laporan pertanggungjawaban.

4. Suara atau usulan rakyat terakomodasi dengan baik.

5. Terdapat sistem pemberian informasi kepada publik.

6. Informasi lain yang dipublikasikan pemerintah daerah tentang informasi

penyediaan barang terbuka atau tender, kekayaan alam, informasi

investasi di daerah, green government dan informasi penting lainnya.


54

Untuk menghitung indikator tersebut menggunkan skala 1 sampai 4.

Jika 6 indikator dan selisih satu indikator diberikan nilai 4 dan seterusnya.

Semakin banyak informasi yang dipublikasikan maka semakin tinggi nilai

transparansi pemerintah daerah tersebut.

3.3.3 Variabel Akuntabilitas (X2)

Akuntabilitas sebagai pertanggungjawaban pemerintah dalam

melaporkan hasil kinerja yang menggunakan anggaran dan tercantum dalam

laporan keuangan. Hasil pelaporan yang telah dibuat akan dilakukan proses

auditing dan menghasilkan sebuah opini audit yang digunakan untuk menilai

akuntabilitas. Penilaian diukur dengan skala 1 sampai 4 dengan

menggunakan opini audit dari BPK RI (Saraswati dan Triyanto, 2020;

Aminah, 2020; Jehand dan Layuk, 2019).

1. Opini audit wajar tanpa pengecualian (WTP) mendapatkan nilai 4.

2. Opini audit wajar dengan pengecualian (WDP) mendapatkan nilai 3.

3. Opini audit tidak wajar (TW) mendapatkan nilai 2.

4. Opini audit tidak memberikan pendapat (TMP) mendapatkan nilai 1.

3.3.4 Variabel Temuan Audit (X3)

Hasil pemeriksaan BPK berupa temuan audit berisi tentang temuan-

temuan hasil pemeriksaan sistem pengendalian internal dan ketidakpatuhan

terhadap perundang-undangan. Pada penelitian ini temuan audit diukur

menggunakan jumlah keseluruhan dari temuan audit yang dihasilkan dari

pemeriksaan BPK RI berupa skala nominal. (Aminah, 2020; Saraswati dan

Triyanto, 2020).

Temuan audit = jumlah temuan hasil audit

3.4 Teknik Analisis Data


55

Penelitian ini menerapkan teknik analisis data sekunder yang sudah

dikumpulkan dengan cara memilah, mencatat, mengumpulkan dan

menghitung data yang sudah didapatkan. Data yang sudah dikumpulkan

nantinya akan dianalisis dengan alat statistik SPSS. Teknik analisis data

menggunakan analisis regresi linier berganda.

3.4.1 Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif menghasilkan gambaran suatu data yang telah

terkumpul tanpa bertujuan untuk mewujudkan suatu kesimpulan yang

digeneralisasi. Selain itu, juga menjelaskan tentang nilai rata-rata (mean),

maksimum, minimum, jumlah dan standar deviasi yang ada dalam data yang

diolah (Sugiyono, 2015).

3.4.2 Uji Asumsi Klasik

Uji ini dipakai untuk mendeteksi apakah terjadi penyimpangan dalam

suatu penelitian. Uji asumsi klasik yang digunakan pada penelitian ini adalah

uji normalitas, uji multikolinieritas, uji autokorelasi dan uji heteroskedastisitas.

3.4.2.1 Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk menguji sampel yang telah diambil

bersumber dari populasi yang berdistribusi normal yang tidak menutup

kemungkinan adanya penyimpangan maka perlu uji normalitas tersebut. Uji

statistik yang dipakai dalam memeriksa normalitas adalah Kolmogorov-

Smirnov (K-S). Uji K-S dapat dinilai berdistribusi normal bila nilai signifikansi

K-S > 0,05. Jika nilai signifikansi K-S < 0,05 maka tidak terdistribusi normal

dan asumsi normalitas tidak terpenuhi dalam model regresi (Ghozali, 2018).
56

3.4.2.2 Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas digunakan untuk melihat apakah dalam model

regresi ditemukan korelasi variabel independen. Jika tidak terdapat

multikolinieritas maka model regresi tersebut baik. Jika terdapat nilai

tolerance dan varience inflation factor (VIF) antara nilai tolerence ≤ 0,10

atau nilai VIF ≥ 10 maka terdapat multikolinieritas. Jika nilai tolerence ≥ 0,10

atau nilai VIF ≤ 10 maka tidak terjadi multikolinieritas (Ghozali, 2018).

3.4.2.3 Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bermaksud untuk melihat apakah dalam model

regresi mempunyai varian yang sama/ tidak. Hal ini terjadi jika memiliki

varian yang sama maka tidak heteroskedasitas dan jika berbeda maka

terjadi heteroskedasitas. Model regresi yang baik jika pada penelitian tidak

terdapat heteroskedastisitas atau terjadi homoskedastisitas.

Terdapat cara untuk mengetahui terjadinya heteroskedastisitas pada

model regresi linier berganda dengan melihat hasil grafik plot antara nilai

prediksi variabel dengan residualnya. Jika menyebar dan tidak terjadi pola

tertentu sehingga tidak terjadi gejala heteroskedastisitas. Pada pengujian

heteroskedastisitas ini memakai uji glejser. Model regresi tidak terdapat

heteroskedastisitas jika probabilitas signifikan > 0,05.

3.4.2.4 Uji Autokorelasi

Uji ini bermaksud untuk mengetahui apakah dalam model regresi linier

ada hubungan kesalahan pada periode t dengan periode t-1 (sebelumnya).

Pengujian ini digunakan pada data runtut waktu. Tujuan dari uji ini untuk

mendapati apakah dalam persamaan regresi terdapat korelasi antara

variabel penganggu dengan memakai pendekatan Durbin Watson (DW).


57

Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Untuk

memahami model regresi tersebut terjadi atau tidak terjadinya korelasi serial

antara error term dalam uji autokorelasi menggunakan nilai DW >Du atau

nilai DW < 4 – Du. Syarat mengambil keputusan dengan uji Durbin Watson:

1. Nilai d (Durbin Watson) terletak antara dU dan (4-dU), maka H0 diterima

dan tidak terjadi autokolerasi.

2. Nilai d (Durbin Watson) lebih kecil dari dL atau lebih besar dari (4-dL)

maka H0 ditolak yang berarti terjadi autokelarasi.

3.4.3 Analisis Regresi Linier Berganda

Analisis regresi dimanfaatkan untuk menguji ketergantungan variabel

dependen dengan satu atau lebih variabel independen. Alat analisis yang

dilakukan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda dengan variabel

dependen adalah tingkat korupsi (Y) dan variabel independen adalah

transparansi (X1), akuntabilitas (X2) dan temuan audit (X3). Model regresi

yang dipakai sebagai berikut:

Keterangan:

Y : Tingkat Korupsi
: Konstanta
β1 : Koefisien Regresi Variabel Independen Transparansi
X1 : Transparansi
β2 : Koefisien Regresi Variabel Independen Akuntabilitas
X2 : Akuntabilitas
β3 : Koefisien Regresi Variabel Independen Temuan Audit
X3 : Temuan Audit
𝚎 : Standar error

3.4.3.1 Uji Pengaruh Secara Parsial (Uji t)

Uji statistik t diperlukan untuk menunjukkan varibel independen dalam

menerangkan variabel dependen secara individu. Uji dilakukan untuk


58

menunjukkan tanda koefisien regresi setiap variabel bebas kemudian dapat

ditemukan arah pengaruh setiap variabel terhadap variabel dependen. Untuk

memastikan tingkat signifikansi dinilai dari besar kesalahan yang dapat

ditoleransi dari hasil penelitian. Tingkat signifikansi yang dipakai dalam

penelitian ini adalah 5% atau 0,05. Apabila nilai p-value < 0,05 atau thitung > ttabel

maka hipotesis diterima dan apabila p-value > 0,05 atau thitung < ttebel maka

hipotesis ditolak.

3.4.3.2 Uji Pengaruh Secara Simultan (Uji F)

Uji F dipakai untuk memeriksa variabel terikat dipengaruhi secara

signifikan oleh variabel bebas dengan bersama-sama. Nilai signifikan

apabila p-value/signifikansi > 0,05 atau Fhitung < Ftabel maka hipotesis ditolak

dan jika signifikansi < 0,05 atau Fhitung > Ftabel hipotesis diterima.

3.4.3.3 Uji Koefisien Determinasi (R2)

Uji ini digunakan untuk mengukur seberapa besar kemungkinan variabel

terikat mampu dijelaskan oleh variabel bebas. Nilai R2 yang kecil berada

dibawah nol berarti efektivitas variabel bebas dalam menerangkan variasi

variabel dependen amat terbatas. Apabila nilai R2 mengarah ke nilai nol

menandakan bahwa hampir semua informasi yang diperlukan untuk

memperkirakan variasi variabel terikat.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Tabel 4. 1 Pengambilan Sampel


No Kriteria Jumlah
1. Jumlah pemerintah daerah provinsi 34
2. Dikali: jumlah tahun 3
3. Ukuran sampel awal 102
Pemerintah daerah provinsi yang
4. dikeluarkan
Pemerintah provinsi yang tidak
termasuk dalam Survei Penilaian (53)
5. Integritas (SPI) KPK 2017-2019
Laporan Keuangan pemerintah provinsi
yang tidak diaudit dan dilaporkan oleh (0)
BPK RI
6. Ukuran sampel akhir 49

Data analisis penelitian ini adalah provinsi di Indonesia sebanyak 102

yang terdiri dari 34 provinsi dalam 3 periode pelaporan 2017-2019. Terdapat

49 data akhir yang dapat diolah yang terdiri dari 15 provinsi pada tahun

2017, 19 provinsi pada tahun 2018 dan 15 provinsi pada tahun 2019. Hal ini

telah sesuai dengan teknik pengambilan sampel purposive sampling yang

digunakan pada penelitian ini, yaitu menggunakan data atau sampel yang

memenuhi kriteria penelitian.

4.2 Statistik Deskriptif

Analisis deskriptif pada penelitian ini memakai nilai rata-rata, maksimum,

minimum dan standar deviasi yang diolah menggunakan SPSS 25. Berikut

tabel hasil analisis deskriptif:

59
60
Tabel 4. 2 Hasil Analisis Statistik Deskriptif
N Minimum Maksimum Rata-rata Standar
Deviasi
Transparansi 49 3 4 3,67 0,474
Akuntabilitas 49 3 4 3,98 0,143
Temuan Audit 49 8 70 18,65 10,973
Tingkat Korupsi 49 19,97 47,09 32,3061 5,95589
Sumber: data diolah

Berdasarkan tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa analisis statistik

deskriptif dapat dijelaskan:

1. Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa variabel transparansi

memiliki nilai terendah adalah 3 dengan nilai tertinggi adalah 4. Rata-

rata variabel transparansi adalah 3,67 dan standar deviasi sebesar

0,474.

2. Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa variabel akuntabilitas

memiliki nilai terendah adalah 3 dengan nilai tertinggi adalah 4. Rata-

rata variabel transparansi adalah 3,98 dan standar deviasi sebesar

0,143.

3. Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa variabel temuan audit

memiliki nilai terendah adalah 8 dengan nilai tertinggi adalah 70. Rata-

rata variabel transparansi adalah 18,65 dan standar deviasi sebesar

10,97.

4. Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa variabel tingkat korupsi

memiliki nilai terendah adalah 19,97 dengan nilai tertinggi adalah 47,09.

Rata-rata variabel tingkat korupsi adalah 32,3 dan standar deviasi

sebesar 5,95.

4.3 Uji Asumsi Klasik

4.3.1 Uji Normalitas

61
Uji normalitas bertujuan untuk memeriksa apakah data yang digunakan

berdistribusi dengan baik atau tidak. Untuk menguji data yang digunakan

bersifat normal atau tidak maka perlu pengujian dengan menggunakan

analisa Kolmogrov-Smirnov.

Tabel 4. 3 Hasil Uji Normalitas


One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 49
Normal Parametersa,b Mean ,0000000
Std. Deviation 5,41653877
Most Extreme Differences Absolute ,111
Positive ,074
Negative -,111
Test Statistic ,111
Asymp. Sig. (2-tailed) ,179c
Sumber: data diolah

Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa nilai Asymp Sig (2-tailed) sebesar

0,179 > 0,05. Didapatkan bahwa residual data dari penelitian ini telah

berdistribusi normal.

4.3.2 Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas digunakan untuk melihat apakah di dalam model

regresi terdapat hubungan linier antara sesama variabel independen. Model

regresi berhasil bebas dari multikolinieritas jika nilai tolerence ≥ 0,10 atau

nilai varience inflatio factors (VIF) ≤ 10.

Tabel 4. 4 Uji Multikolieritas


Variabel Toleransi VIF Keterangan
Transparansi 0,966 1,035
Akuntabilitas 0,986 1,014 Bebas Multikolinieritas
Temuan Audit 0,973 1,027
Sumber: data diolah

Hasil analisis:

62
1. Nilai VIF dari variabel transparansi sebesar 1, 035 < 10 dan nilai

tolerance 0,966 > 0,1. Asumsi pada variabel transparansi tidak

mengandung multikolinieritas.

2. Nilai VIF dari variabel akuntabilitas sebesar 1, 014 < 10 dan nilai

tolerance 0,986 > 0,1. Asumsi pada variabel akuntabilitas tidak

mengandung multikolinieritas.

3. Nilai VIF dari variabel temuan audit sebesar 1, 027 < 10 dan nilai

tolerance 0,973 > 0,1. Asumsi pada variabel temuan audit tidak

mengandung multikolinieritas.

Semua variabel menunjukkan nilai VIF < 10 dan nilai tolerance > 0,1 maka

model regresi dalam penelitian ini terbebas dari gejala multikolinieritas antar

variabel independen.

4.3.3 Uji Heteroskedastisitas

Uji ini digunakan untuk memastikan tidak terdapat kesamaan dari

residual untuk semua pengamatan pada model regresi. Uji regresi yang baik

tidak ada gejala heteroskedastisitas. Syarat agar terbebas dari gejala

heteroskedastisitas adalah nilai sig > 0,05. Penelitian ini menggunakan uji

glejser dalam mengidentifikasi gejala heteroskedastisitas.

Tabel 4. 5 Uji Heteroskedastisitas (Uji Glejser)


Variabel Sig. Keterangan
Transparansi 0,944
Akuntabilitas 0,155 Bebas Heteroskedastisitas
Temuan Audit 0,580
Sumber: data diolah

Hasil analisis:

1. Nilai sig pada variabel transparansi adalah 0,944 > 0,05 maka tidak

terjadi heteroskedastisitas.

63
2. Nilai sig pada variabel akuntabilitas adalah 0,155 > 0,05 maka tidak

terjadi heteroskedastisitas.

3. Nilai sig pada variabel temuan audit adalah 0,580 > 0,05 maka tidak

terjadi heteroskedastisitas.

Berdasarkan hasil tabel diatas dapat disimpulkan bahwa semua variabel

memiliki nilai sig > 0,05. Model regresi dalam penelitian ini terbebas dari

gejala heteroskedastisitas.

4.3.4 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi dipergunakan untuk melihat adanya penyimpangan

yang terjadi antara residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain

pada model regresi. Penelitian ini menggunakan metode Durbin-Watson.

Tabel 4. 6 Uji Autokorelasi


Model Std. Error of Estimate Durbin-Watson
1 5,59418 1,319
Sumber: data diolah

Dilihat dari hasil tabel diatas, menunjukkan nilai Durbin-Watson (DW)

1,319. Sedangkan pada tabel Durbin-Watson untuk level of significance 0,05

dan nilai dU sebesar 1,6723. Hasil dari analisis tabel diatas dan

dibandingkan dengan tabel Durbin-Watson disimpulkan bahwa dU < DW < 4-

dU dengan hasil 1,6723 > 1,319 < 2,681. Dari hasil tersebut menghasilkan

sebuah kesimpulan yang menunjukkan adanya masalah autokerelasi dalam

penelitian ini. Untuk memperbaiki masalah autokorelasi tersebut perlu

menggunakan metode alternatif untuk mendapatkan nilai struktur

autokorelasi Rho (ρ) yang tidak diketahui. Uji ini akan menggunakan metode

Cochrane-Orcutt yang menggunakan nilai estimasi residual untuk

menghitung ρ, jika nilai ρ telah diketahui maka akan dilakukan transformasi

pada setiap variabel. Dari hasil tersebut akan dilakukan regresi kembali.

64
Tabel 4. 7Uji Cochrane-Orcutt

Model Std. Error of Estimate Durbin-Watson


1 5,25898 1,935
Sumber: data diolah

Nilai DW yang dihasilkan pada uji Cochrane-Orcutt sebesar 1,935. Hasil

pada tabel diatas jika dibandingkan dengan tabel Durbin-Watson

disimpulkan bahwa dU < DW < 4-dU dengan hasil 1,6723 < 1,935 < 2,681

tidak mengalami masalah autokorelasi. Maka dari itu, uji Conchrane-Orcutt

dapat memperbaiki masalah autokorelasi dalam penelitian ini.

4.4 Analisis Regresi Linier Berganda

Tabel 4. 8 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda

Varibel B Std. Error T Sig. Keterangan


Constant 100,583 24,105 4,173 0,000
Transparansi -3,574 1,734 -2,061 0,045 Berpengaruh
Akuntabilitas -13,840 5,693 -2,431 0,019 Berpengaruh
Temuan Audit -0,004 0,075 -0,048 9,62 Tidak Berpengaruh
Sumber: data diolah

Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui ada

tidaknya pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen.

Berdasarkan tabel diatas dapat diperoleh rumus regresi sebagai berikut:

24,105

Mengacu pada persamaan tersebut dapat dilihat hubungan masing-masing

variabel sebagai berikut:

1. Nilai koefisien transparansi (X1) sebesar -3,574 yang membuktikan

bahwa transparansi memiliki hubungan yang berlawanan arah. Dapat

diartikan bahwa setiap kenaikan transparansi satu satuan maka variabel

tingkat korupsi (Y) akan turun 3,574.

2. Nilai koefisien akuntabilitas (X2) sebesar -13,840 yang membuktikan

bahwa akuntabilitas memiliki hubungan yang berlawanan arah. Dapat

65
diartikan bahwa setiap kenaikan akuntabilitas satu satuan maka variabel

tingkat korupsi (Y) akan turun 13,840.

3. Nilai koefisien temuan audit (X3) sebesar -0,004 yang membuktikan

bahwa temuan audit memiliki hubungan yang berlawanan arah. Dapat

diartikan bahwa setiap kenaikan akuntabilitas satu satuan maka variabel

tingkat korupsi (Y) akan turun 0,004.

4.4.1 Uji Parsial (Uji Statistik t)

Uji t digunakan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh suatu

variabel secara individual menerangkan variabel dependen. Berdasarkan

tabel 4.8 diatas, pada variabel transparansi, akuntabilitas dan temuan audit

memiliki nilai Unstandarized Coefficient B sebesar -3,574, -13,574 dan -

0,004, maka dapat disimpulkan bahwa variabel tersebut mempunyai

hubungan yang berlawanan arah dengan risiko sistematis. Hasil analisis uji

t-statistic dan nilai sig:

1. Variabel transparansi (X1) memiliki nilai sig sebesar 0,045 yang lebih

kecil dari nilai probabilitas 0,05 (0,045 < 0,05) dan statistik uji t dengan t

hitung lebih lebih besar dari t tabel (2,061 > 2,014) dapat disimpulkan

variabel X1 berpengaruh terhadap tingkat korupsi (Y). Nilai t negatif

menunjukkan bahwa nilai X mempunyai hubungan berlawanan arah

dengan tingkat korupsi (Y).

2. Variabel akuntabilitas (X2) memiliki nilai sig sebesar 0,019 yang lebih

kecil dari nilai probabilitas 0,05 (0,019 < 0,05) dan statistik uji t dengan t

hitung lebih lebih besar dari t tabel (2,431 > 2,014) dapat disimpulkan

variabel X2 berpengaruh terhadap tingkat korupsi (Y). Nilai t negatif

66
menunjukkan bahwa nilai X mempunyai hubungan berlawanan arah

dengan tingkat korupsi (Y).

3. Variabel temuan audit (X3) memiliki nilai sig sebesar 0,962 yang lebih

besar dari nilai probabilitas 0,05 (0,962 < 0,05) dan statistik uji t dengan t

hitung lebih lebih kecil dari t tabel (0,048 < 2,014) dapat disimpulkan

variabel X3 tidak memiliki pengaruh terhadap tingkat korupsi (Y). Nilai t

negatif menunjukkan temuan audit memiliki hubungan yang berlawanan

arah dengan tingkat korupsi (Y).

4.4.2 Uji Simultan (Statistik F)

Uji ini digunakan untuk menunjukkan apakah terdapat pengaruh

simultan antara variabel independen terhadap variabel dependen.

Tabel 4. 9 Uji Simultan (Statistik F)


Model Mean Square F Sig.
Regression 98,139 3,316 0,035
Sumber: data diolah

Dari tabel diatas disimpulkan bahwa nilai sig adalah 0,035 < 0,05 dan nilai F

hitung lebih besar dar F tabel (3,136 > 2,81) maka secara bersama-sama

variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen.

4.4.3 Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R Square)

Tabel 4. 10 Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R Square)


Model R R Square Adjusted R Square
1 0,416 0,173 0,118
Sumber: data diolah

Uji ini digunakan untuk mengetahui seberapa jauh model regresi dapat

menerangkan variasi variabel dependen. Semakin kecil nilai Adjusted R

Square maka semakin terbatas pula kemampuan variabel independen dalam

menjelaskan variasi variabel dependen. Berdasarkan tabel diatas nilai

67
Adjusted R Square sebesar 0,118 yang artinya variabel independen yang

diteliti mampu menjelaskan 0,118 atau 11,8% variabel dependen.

4.5 Pembahasan

4.5.1 Pengaruh Transparansi Terhadap Tingkat Korupsi

Variabel transparansi memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat

korupsi. Hasil tersebut menunjukkan ketika nilai transparansi meningkat

maka tingkat korupsi akan mengalami penurunan begitupun sebaliknya.

Berdasarkan hasil deskriptif menunjukkan tranparansi diatas atau dibawah

rata-rata memiliki pengaruh tingkat korupsi, maka secara deskriptif variabel

transparansi berpengaruh terhadap tingkat korupsi. Nilai persentase tingkat

transparansi pemerintah provinsi sebesar 36%. Pengaruh pengungkapan

transparansi sangat penting dalam mengurangi praktik korupsi dan tindakan

ilegal pada pemerintahan yang berpotensi mengurangi tingkat kepercayaan

kepada pemerintah. Keterlibatan masyarakat dalam memantau

pemerintahan menggunakan laporan pertanggungjawaban dan informasi

dapat membantu mengurangi tingkat korupsi. Sistem pengelolaan biaya

yang terlalu tertutup sangat berbahaya jika dibiarkan tanpa adanya

transparansi. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat

kesinambungan dengan teori stakeholder tentang pemberian hak atas akses

informasi yang mudah terhadap stakeholder. Maka dapat dikatakan semakin

banyak informasi yang diberikan pemerintah kepada masyarakat dapat

mengurangi tingkat korupsi. Hal ini juga didukung dengan adanya teknologi

yang canggih transparansi sangat mudah untuk dilakukan. Pemerintah

dengan mudah memberikan akses informasi kepada stakeholder/

masyarakat. Melalui website pemerintah provinsi para stakeholder dapat

68
dengan mudah meminta atau mengunduh informasi atau hanya memberikan

kritik atau saran terhadap kinerja pemerintah. Pemerintah dituntut untuk

selalu memperbarui laporan secara berkala agar masyarakat mendapatkan

informasi terbaru.

Penelitian ini sejalan dengan Prasetya dan Fuad (2013), Shehaj dan

Shahini (2019), Bauhr dan Grimes (2014) yang menyatakan bahwa variabel

transparansi berpengaruh terhadap tingkat korupsi. Penelitian ini tidak

sejalan dengan Sitorus and Rahayu (2018), (Saraswati dan Triyanto (2020),

Khairudin (2016) yang menunjukkan bahwa nilai transparansi yang tinggi

tidak mengurangi tingkat korupsi menjadi lebih rendah.

4.5.2 Pengaruh Akuntabilitas Terhadap Tingkat Korupsi

Variabel akuntabilitas memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat

korupsi, hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai akuntabilitas maka

semakin rendah tingkat korupsi begitupun sebaliknya. Berdasarkan hasil

deskriptif dengan angka akuntabilitas diatas atau dibawah rata-rata memiliki

pengaruh terhadap tingkat korupsi, maka variabel akuntabilitas berpengaruh

terhadap tingkat korupsi. Nilai persentase tingkat akuntabilitas pada

pemerintah provinsi sebesar 39%. Akuntabilitas dapat mempengaruhi tingkat

korupsi karena adanya tingkat kewajaran laporan keuangan yang didapat

dari nilai opini auditor berkaitan dengan akuntabilitas. Informasi laporan

keuangan dan yang disajikan dengan wajar menghasilkan opini audit yang

baik. Sehubungan dengan itu, diberikannya opini wajar kerena laporan

keuangan disajikan dengan peraturan akuntansi yang berlaku dan sesuai

dengan kewajaran pelaporan. Pemerintah daerah yang menerapkan

akuntabilitas yang baik akan mempunyai kesempatan untuk mengurangi

69
tingkat korupsi. Maka dapat dikatakan bila opini audit yang didapatkan oleh

pemerintah provinsi semakin baik maka semakin rendah tindak korupsi yang

dilakukan pada pemerintah provinsi tersebut.

Dari hasil opini audit yang dihasilkan tersebut dapat diketahui bahwa

pemerintah telah melaksanakan tanggungjawab dengan sebenar-benarnya

dengan melaporkan pertanggungjawaban dengan valid dan mendapatkan

nilai opini yang tinggi. Hal ini juga mendukung adanya teori stewardship yang

mengatakan bahwa pemerintah selaku pihak yang dipercaya harus bertindak

sebaik-baiknya untuk kepentingan umum (Effendy, 2013).

Penelitian ini sejalan dengan Masyitoh (2015), Haryanto (2019),

Rahayuningtyas dan Setyaningrum (2018) yang menyatakan bahwa

akuntabilitas mempengaruhi tingkat korupsi. Berbeda dengan penelitian Rini

dan Damiati (2017), Heriningsih (2015), Aminah (2020) yang menunjukkan

hasil tidak berpengaruh terhadap tingkat korupsi.

4.5.3 Pengaruh Temuan Audit Terhadap Tingkat Korupsi

Hasil dari pengujian hipotesis membuktikan temuan audit tidak memiliki

pengaruh kepada tingkat korupsi. Berdasarkan hasil deskriptif dengan angka

temuan audit diatas atau dibawah rata-rata tidak mempengaruh terhadap

tingkat korupsi, maka variabel temuan audit tidak berpengaruh terhadap

tingkat korupsi. Tingkat persentase temuan audit pemerintah provinsi

sebesar 18%. Dari yang dikemukakan oleh Rini dan Damiati (2017) korupsi

terjadi jika terdapat temuan yang berdampak pada kerugian dalam keuangan

baik secara nyata atau potensial saja, maka hal tersebut belum

menunjukkan tidak adanya pengaruh temuan audit terhadap tingkat korupsi.

Temuan audit tidak berpengaruh terhadap tingkat korupsi pemerintah

70
dikarenakan temuan audit sistem penegendalian internal serta kepatuhan

terhadap undang-undang tidak menimbulkan kerugian secara materiil dalam

kecurangan keuangan dan perlu adanya tindak lanjut apakah terindikasi

tindak korupsi.

Dalam penelitian ini teori stewardship digunakan sebagai pendukung

dalam dalam pencapaian tujuan dengan mengedepankan

pertanggungjawaban antara steward dan principal. Peran pemerintah

sebagai steward telah berusaha menyampaikan pelaporan yang sebenernya

kepada masyarakat (principal). Tingkat korupsi yang lebih merujuk kepada

penyelewengan laporan keuangan tidak memiliki pengaruh yang lebih besar

pada sistem pengendalian intenal dan kepatuhan perundang-undangan yang

lebih menilai penyelewengan didalam suatu tatanan sistem pemerintahan.

Penelitian lain yang relevan dengan penelitian ini adalah Rini dan

Damiati (2017), Masyitoh (2015), Aminah (2020), Saraswati dan Triyanto

(2020) berbeda dengan hasil penelitian Haryanto (2019), Rosyadi dan

Budding (2017) yang memiliki hasil berpengaruh terhadap tingkat korupsi.

71
72

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Menurut hasil pengujian analisis data dan uji hipotesis yang telah

dilaksanakan dapat ditarik kesimpulan bahwa:

1. Transparansi berpengaruh terhadap tingkat korupsi, temuan tersebut

dapat menunjukkan bahwa keterbukaan informasi pemerintah dapat

memberikan pengaruh terhadap tingkat korupsi.

2. Akuntabilitas memiliki pengaruh terhadap tingkat korupsi, temuan

tersebut dapat menunjukkan bahwa opini audit dapat memberikan

pengaruh terhadap tingkat korupsi.

3. Temuan audit tidak berpengaruh terhadap tingkat korupsi, temuan

tersebut menunjukkan bahwa jumlah temuan audit atas sistem

pengendalian internal dan kepatuhan terhadap perundang-undangan

tidak dapat memberikan pengaruh terhadap tingkat korupsi.

5.2 Saran

Mengacu pada kesimpulan dan keterbatasan penelitian diatas, peneliti

menyarankakn hal-hal sebagai berikut:

1. Pada penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan sampel yang

lebih luas, misalnya dengan menambahkan kementerian/ lembaga/

pemerintah daerah lainnya atau menambahkan variabel yang berbeda

serta menambahkan periode yang berbeda.

2. Pemerintah daerah sebaiknya lebih meningkatkan transparansi dengan

meningkatkan pemberian informasi yang mudah diakses kepada


73

masyarakat. Karena banyak website pemerintah provinsi yang masih

belum menerapkan dengan baik.

3. Penelitian selanjutnya bisa menambahkan sampel kementerian atau

lembaga yang disurvei SPI oleh KPK.


74

DAFTAR PUSTAKA

Aminah, Wiwin. 2020. “Pengaruh Akuntabilitas Temuan Audit Dan Tindak


Lanjut Hasil Audit Tehadap Tingkat Korupsi.” Journal Accounting and
Finance 4 (2). https://journals.telkomuniversity.ac.id/jaf.

Azhar, Khaliful, and Dyah Setyaningrum. 2019. “The Effect of Audit Findings
and Follow up of Audit Recomendation on Corruption of Ministries /
Institutions in Indonesia.”

Bauhr, Monika, and Marcia Grimes. 2014. “Indignation or Resignation: The


Implications of Transparency for Societal Accountability.” Governance
27 (2): 291–320. https://doi.org/10.1111/gove.12033.

Bertot, John C, Paul T Jaeger, and Justin M Grimes. 2010. “Using ICTs To
Create a Culture Of Transparency : E-Government And Social Media As
Openness And Anti-Corruption Tools For Societies.” Government
Information Quarterly 27 (3): 264–71.
https://doi.org/10.1016/j.giq.2010.03.001.

Boynton, W., & Johnson. 2003. Modern Auditing. Jakarta: Erlangga.

Chetwynd, E., Frances, C., & Bertram, S. 2003. “Corruption and Poverty: A
Review of Recent Literature.” Washington DC: Management System
International.

Clarkson, M A X B E. 1995. “A Stakeholder Framework For Analyzing And


Evaluating Corporate Social Performance” 20 (1): 92–117.

Coram, P., Ferguson, C., & Moroney, R. 2008. “Internal Audit, Alternative
Internal Audit Structures and The Level of Misapropriation of Assets
Fraud.” Accounting and Finance 48.

Dreher. 2007. “Gressing the Wheels of Entrepreneurship? The Impact of


Regulations and Corruption on Firm Entry.” KOF Working Papers 166.

Effendy, Yuswar. 2013. “Tinjuan Hubungan Opini WTP BPK Dengan Kasus
Korupsi Pada Pemda Di Indonesia” 13 (01): 46–55.
https://doi.org/https://doi.org/10.30596/jimb.v13i1.107.

Fadjar, M. 2002. “Korupsi Dan Penegakan Hukum ; Menyingkap Korupsi Di


Daerah.” Intrans Malang.

Fuadah, Nikmatul. 2020. “Financial Performance Dan Market Share Pada


Bank Umum Syariah Devisa Indonesia : Perspektif Teori Stakeholder” 5
(2): 180–86.

Ghozali, Imam. 2018. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM


SPSS 25. Semarang: Badan Peneribit Universitas Diponegoro.

Giroux, Gary. 1989. “Political Interests and Governmental Accounting


Disclosure.” Journal of Accounting and Public Policy 8 (3): 199–217.
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/0278-4254(89)90004-5.
75

Haryanto, Lia Pramesti. 2019. “Akuntabilitas Dan Tingkat Korupsi


Pemerintah Kabupaten Dan Kota Di Provinsi Jawa Tengah.” Jurnal
Akuntnsi Aktual (JAA) 6 (2): 280–344.
http://journal2.um.ac.id/index.php/jaa%0AAkuntabilitas.

Heringsih, Sucahyo. 2015. “Analisis Kinerja Penyelenggara Pemerintah


Daerah Dan Tingkat Korupsi Dianalisis Dari Opini Auditor.” Univesity
Research Colloquium, 86–95.

Heriningsih, Sucahyo. 2014. “Kajian Empiris Tingkat Akuntabilitas


Pemerintah Daerah Dan Kinerja Penyelengara Pemerintah Daerah
Terhadap Tingkat Korupsi Pada Kabupaten Dan Kota Di Indonesia.”
Journal of Chemical Information and Modeling 53 (9): 1689–99.

International, T. 2019. “Corruption Perceptions Index 2019.”


https://riset.ti.or.id/wp-content/uploads/2020/01/map-CPI-2019.pdf.

International, Transparency. 2017. “Corruption Perceptions Index 2017.”


https://www.transparency.org/en/cpi/2017.

———. 2018. “Corruption Perceptions Index 2018.”


https://www.transparency.org/en/cpi/2018.

Ismunawan. 2016. “Pengaruh Faktor Non Keuangan Dan Keuangan


Terhadap Tingkat Korupsi Pemerintah Daerah Di Indonesia.” F. E.
Bisnis, Ed.

Jain, Arvind K. 2001. “Corruption: A Review” 15 (1).

Jefri, Riny. 2018. “Teori Stewardship Dan Good Governance.” Jurnal Riset
Edisi XXVI 4 (3): 14–28.

Jehandu, Agustinus Salle, and Paulus K. Allo Layuk. 2019. “Pengaruh Opini
Audit Dan Temuan Auidt Terhadap Tingkat Korupsi Di Pemerintah
Provinsi Papua (Studi Kasus Di Kab. Keerom, Kab. Sarmi Dan Kab.
Jayapura).”

Khairudin, Erlinda. 2016. “Pengaruh Transparansi Dan Akuntabilitas Laporan


Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Terhadap Tingkat Korupsi
Pemrintah Daerah (Studi Pada Pemrintah Kota Se- Sumatera).” Jurnal
Akuntansi & Keuangan 7 (2): 1–10.

Khamainy, Arief Hidayatullah, Dessy Novitasari, Laras Asih, and Universitas


Wiraraja. 2019. “Pengungkapan Corporate Social Responsibility ( CSR )
Dan Kinerja Keuangan Perusahaan Dengan Pengungkapan Anti
Korupsi Sebagai Variabel Moderasi” 16 (2): 271–82.

Khan, Muhammad Akram. 2006. “Role of Audit in Fighting Corruption. Ethics,


Integrity, and Accountability in the Public Sector: Re-Building Public
Trust in Government through the Implementation of the UN Convention
against Corruption,” no. September.

Khasanah, Nur Lailatul, and Shiddiq Nur Rahardjo. 2014. “Pengaruh


76

Karakteristik, Kompleksitas, Dan Temuan Audit Terhadap Tingkat


Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.” Diponegoro
Journal of Accounting 3 (3): 1–11.

KPK. 2009. Memahami Untuk Membasmi: Buku Saku Untuk Memahami


Tindak Pidana Korupsi. Jakarta.

———. 2014. “Laporan Tahunan KPK Tahun 2014,” 1–83.

Kumalasari, Deti, and Ikhsan Budi Riharjo. 2016. “Transparansi Dan


Akuntabilitas Pemerintah Desa Dalam Pengelolaan Alokasi Dana Desa”
5 (November).

Liu, Jin, and Bin Lin. 2012. “Government Auditing and Corruption Control:
Evidence from China’s Provincial Panel Data.” China Journal of
Accounting Research 5 (2): 163–86.
https://doi.org/10.1016/j.cjar.2012.01.002.

Mahmudi. 2015. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: UPP STIM


YKPN.

Manghayu, Agung, and Nurdin Andi Heny Mulawati. 2018. “Manajemen


Pemangku Kepentingan Dalam Ranah Pengambilan Keputusan
Pemerintah Daerah.” Jurnal MP (Manajemen Pemerintahan) 5 (2):
109–23.

Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andy Offset.

Masyitoh, Rizki Diyah. 2015. “Pengaruh Opini Audit , Temuan Audit , Dan
Tindak Lanjut Hasil Audit Terhadap Persepsi Korupsi Pada Pemerintah
Daerah Tingkat II Tahun” XVII (100): 1–26.

Neshkova, Can Chen & Milena I. 2019. “The Effect of Fiscal Transparency
on Corruption: A Panel Cross-Country Analysis. Public Administration.”
Public Administration 98: 226–43. https://doi.org/DOI:
10.1111/padm.12620.

Nye, J. S. 1967. “Corruption And Political Development: A Cost-Benefit


Analysis.” The American Political Science Review, 417–27.
https://doi.org/https://doi.org/10.2307/1953254.

Prasetya, Herlambang, and Achmad Shafiyyul Fuad. 2013. “Akuntabilitas


Dan Transparansi Publik, Sebagai Instrumen Mencegah Dan
Memberantas Tindak Pidana Korupsi.” Recidive 2 (3): 230–37.

Rahardjo, A. 2011. Manajemen Pemerintah Daerah. Yogyakarta: Graha


Ilmu.

Rahayuningtyas, Dwi Prihatni Amrih, and Dyah Setyaningrum. 2018.


“Pengaruh Tata Kelola Dan E-Government Terhadap Korupsi.”
EKUITAS (Jurnal Ekonomi Dan Keuangan) 1 (4): 431–50.
https://doi.org/10.24034/j25485024.y2017.v1.i4.2597.
77

Rini, Rini, and Liska Damiati. 2017. “Analisis Hasil Audit Pemerintahan Dan
Tingkat Korupsi Pemerintahan Provinsi Di Indonesia.” Jurnal Dinamika
Akuntansi Dan Bisnis (JDAB) 4 (1): 73–90.
https://doi.org/https://doi.org/10.24815/jdab.v4i1.4933.

Rosyadi, Chekat Fahmy, and Tjerk Budding. 2017. “The Effectiveness of


BPKP Fraud Audit Finding on Determining the Level of Corruption in
Indonesian Provinces.” Journal of Society and Governance 1 (2):
88–109. http://journal.unhas.ac.id/index.php/jsg/article/view/4194.

Saraswati, Safira Rifka, and Dedik Nur Triyanto. 2020. “Pengaruh Temuan
Audit, Transparansi, Dan Akuntabilitas Terhadap Tingkat Korupsi (Studi
Pada Pemerintah Daerah Jawa Timur Tahun 2015-2018)” 7 (1):
1000–1007.

Setiawan, Wahyu. 2012. “Pengaruh Akuntabilitas Laporan Keuangan


Pemerintah Daerah (LKPD) Pemerintah Daerah Di Indonesia.” Emerald.
Universitas Diponegoro Semarang.

Shehaj, Ardita, and Ledjon Shahini. 2019. “The Impact of Transparency in


the Fight Against Corruption.” Mediterranean Journal of Social Sciences
10 (5): 47–53. https://doi.org/10.2478/mjss-2019-0065.

Sitorus, Cyndi Putri Permata Sari, and Sri Rahayu. 2018. “Pengaruh
Transparansi Dan Akuntabilitas Terhadap Tingkat Korupsi (Studi Pada
Pemerintah Daerah Di Indonesia Yang Disurvei Oleh KPK Di Tahun
2013).” Journal of Chemical Information and Modeling 5 (2): 2395.

Slyke, David M. Van. 2007. “Agents or Stewards: Using Theory to


Understand the Government-Nonprofit Social Service Contracting
Relationship.” Journal of Public Administration Research and Theory 17
(2): 157–87. https://doi.org/10.1093/jopart/mul012.

Solekhan, M. 2014. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Malang: Setara


Press.

Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D.


Yogyakarta: alfabeta.

Tanzi, V. 1998. “Corruption Around the World: Causes, Consequences,


Scope, and Cures.” International Monetary Fund Staff Papers 45 (4).

Waluyo, b. 2014. “Optimalisasi Pemberantasan Korupsi Di Indonesia.” Jurnal


Yuridis 1 (2): 169–82.

Wardahayati, Sarwani, and Atma Hayat. 2018. “Pengaruh Opini Audit,


Temuan Audit, Tindak Lanjut Audit, Serta Laporan Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah Terhadap Tingkat Korupsi (Studi Pada Pemerintah
Provinsi Di Indonesia)” 6014: 314–35.

Wijayanto, R. Z. 2009. Korupsi Mengorupsi Indonesia : Sebab, Akibat, Dan


Prospek Pemberantasan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
78

LAMPIRAN

Lampiran 1 : Rincian Nilai Indikator Transparansi Pemerintah Provinsi, Opini


Audit dan Temuan Audit BPK RI Atas LKPD Provinsi Serta Indeks Survei
Penilaian Integritas (SPI) KPK Tahun Pelaporan 2017 – 2019 (Berdasarkan
pada Sampel Penelitian).
Tahun pelaporan 2017

Nilai Indek
Indikator Survei
Pemerintah Opini Temuan
No. Transparansi Penilaian
Provinsi Audit Audit
Pemerintah Integritas
Provinsi (SPI) KPK
1. Aceh 4 WTP 26 60,07
Sumatera
2. 4 WTP 22 60,79
Utara
Sumatera
3. 4 WTP 17 68,51
Barat
4. Riau 3 WTP 30 63
5. Jambi 4 WTP 14 65,14
6. Bengkulu 4 WTP 17 63,77
7. Kep. Riau 3 WTP 15 67,59
8. Jawa Barat 4 WTP 16 70,46
9. Banten 3 WTP 8 57,46
10. NTT 4 WTP 18 65,09
Kalimantan
11. 4 WTP 12 63,67
Tengah
Sulawesi
12. 4 WTP 27 67,49
Tengah
13. Maluku Utara 4 WDP 15 55,29
14. Papua Barat 3 WTP 15 59,1
15. Papua 3 WTP 13 52,91

Tahun Pelaporan 2018

Nilai Indek
Indikator Survei
Pemerintah Opini Temuan
No. Transparansi Penilaian
Provinsi Audit Audit
Pemerintah Integritas
Provinsi (SPI) KPK
1. Aceh 4 WTP 24 64,24
Sumatera
2. 4 WTP 17 66,13
Utara
79

Sumatera
3. 4 WTP 14 74,63
Barat
4. Riau 3 WTP 30 62,33
5. Jambi 4 WTP 26 63,87
6. Bengkulu 4 WTP 13 66,47
7. Kep. Riau 3 WTP 15 73,34
8. DKI Jakarta 4 WTP 70 68,45
9. Jawa Barat 4 WTP 14 72,97
10. Jawa Tengah 4 WTP 23 78,26
11. Jawa Timur 4 WTP 20 74,96
12. Banten 4 WTP 10 65,88
13. NTB 4 WTP 16 73,13
14. NTT 3 WTP 11 67,65
Kalimantan
15. 4 WTP 17 66,00
Tengah
Kalimantan
16. 3 WTP 22 68,76
Selatan
Kalimantan
17. 4 WTP 16 67,55
Timur
Sulawesi
18. 3 WTP 18 63,85
Selatan
19. Gorontalo 3 WTP 20 73,85

Tahun Pelaporan 2019

Nilai Indek
Indikator Survei
Pemerintah Opini Temuan
No. Transparansi Penilaian
Provinsi Audit Audit
Pemerintah Integritas
Provinsi (SPI) KPK
1. Jambi 3 WTP 11 64,16
Sumatera
2. 3 WTP 11 67,39
Selatan
3. Bengkulu 4 WTP 12 67,61
4. DKI Jakarta 4 WTP 60 75,96
5. Jawa Barat 4 WTP 17 70,10
6. Jawa Tengah 4 WTP 14 75,84
7. Jawa Timur 4 WTP 15 76,42
8. Banten 3 WTP 14 67,35
9. Bali 4 WTP 9 78,68
10. NTB 3 WTP 11 74,35
11. Kalimantan 3 WTP 17 65,70
80

Tengah
Kalimantan
12. 4 WTP 16 66,87
Selatan
Kalimantan
13. 4 WTP 16 66,76
Timur
Kalimantan 4
14. WTP 14 80,03
Utara
15. Sulawesi Utara 4 WTP 16 66,94

Lampiran 2 : Input Data SPSS


Tahun 2017

Pemerintah Temuan Tingkat


No. Transparansi Akuntabilitas
Provinsi Audit Korupsi
1. Aceh 4 4 26 39,93
Sumatera
2. 4 4 22 39,21
Utara
Sumatera
3. 4 4 17 31,49
Barat
4. Riau 3 4 30 37
5. Jambi 4 4 14 34,86
6. Bengkulu 4 4 17 36,23
7. Kep. Riau 3 4 15 32,41
8. Jawa Barat 4 4 16 29,54
9. Banten 3 4 8 42,36
10. NTT 4 4 18 34,91
Kalimantan
11. 4 4 12 36,33
Tengah
Sulawesi
12. 4 4 27 32,51
Tengah
13. Maluku Utara 4 3 15 44,71
14. Papua Barat 3 4 15 40,9
15. Papua 3 4 13 47,09

Tahun 2018

Pemerintah Temuan Temuan


No. Transparansi Akuntabilitas
Provinsi Audit Korupsi
1. Aceh 4 4 24 35,76
Sumatera
2. 4 4 17 33,87
Utara
3. Sumatera 4 4 14 25,37
81

Barat
4. Riau 3 4 30 37,67
5. Jambi 4 4 26 36,13
6. Bengkulu 4 4 13 33,53
7. Kep. Riau 3 4 15 26,66
8. DKI Jakarta 4 4 70 31,55
9. Jawa Barat 4 4 14 27,03
10. Jawa Tengah 4 4 23 21,74
11. Jawa Timur 4 4 20 25,04
12. Banten 4 4 10 34,12
13. NTB 4 4 16 26,87
14. NTT 3 4 11 32,35
Kalimantan
15. 4 4 17 34,00
Tengah
Kalimantan
16. 3 4 22 31,24
Selatan
Kalimantan
17. 4 4 16 32,45
Timur
Sulawesi
18. 3 4 18 36,15
Selatan
19. Gorontalo 3 4 20 26,15

Tahun 2019

Pemerintah Temuan Tingkat


No. Transparansi Akuntabilitas
Provinsi Audit Korupsi
1. Jambi 3 4 11 35,84
Sumatera
2. 3 4 11 32,61
Selatan
3. Bengkulu 4 4 12 32,39
4. DKI Jakarta 4 4 60 24,04
5. Jawa Barat 4 4 17 29,9
6. Jawa Tengah 4 4 14 24,16
7. Jawa Timur 4 4 15 23,58
8. Banten 3 4 14 32,65
9. Bali 4 4 9 21,32
10. NTB 3 4 11 25,65
Kalimantan
11. 3 4 17 34,3
Tengah
Kalimantan
12. 4 4 16 33,13
Selatan
13. Kalimantan 4 4 16 33,24
82

Timur
Kalimantan 4
14. 4 14 19,97
Utara
Sulawesi
15. 4 4 16 33,06
Utara

Lampiran 3 : Output Data SPSS 25


1. Uji Statistik Deskriptif

Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Transparansi 49 3 4 3,67 ,474
Akuntabilitas 49 3 4 3,98 ,143
Temuan Audit 49 8 70 18,65 10,973
Tingkat Korupsi 49 19,97 47,09 32,3061 5,95589
Valid N (listwise) 49

2. Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


Unstandardized
Residual
N 49
Normal Parametersa,b Mean ,0000000
Std. Deviation 5,41653877
Most Extreme Differences Absolute ,111
Positive ,074
Negative -,111
Test Statistic ,111
Asymp. Sig. (2-tailed) ,179c
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.

3. Uji Multikolinieritas

Coefficientsa
Collinearity Statistics
Model Tolerance VIF
83

1 Transparansi ,966 1,035


Akuntabilitas ,986 1,014
Temuan Audit ,973 1,027
a. Dependent Variable: Tingkat Korupsi

4. Uji Heteroskedastisitas

Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) -13,710 13,463 -1,018 ,314
Transparansi ,068 ,969 ,010 ,070 ,944
Akuntabilitas 4,595 3,180 ,212 1,445 ,155
Temuan Audit -,023 ,042 -,082 -,558 ,580

5. Uji Autokorelasi

Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson
1 ,416 a
,173 ,118 5,59418 1,319
a. Predictors: (Constant), Temuan Audit, Akuntabilitas, Transparansi
b. Dependent Variable: Tingkat Korupsi

Uji Autokorelasi Dengan Uji Cochrane-Orcutt

Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson
1 ,412a ,170 ,113 5,25898 1,935
a. Predictors: (Constant), Lag_X3, Lag_X2, Lag_X1
b. Dependent Variable: Lag_Y

6. Uji Statistik t dan Koefisien Regresi

Coefficientsa
84

Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 100,583 24,105 4,173 ,000
Transparansi -3,574 1,734 -,284 -2,061 ,045
Akuntabilitas -13,840 5,693 -,332 -2,431 ,019
Temuan Audit -,004 ,075 -,007 -,048 ,962
a. Dependent Variable: Tingkat Korupsi

7. Uji Statistik F

ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 294,417 3 98,139 3,136 ,035b
Residual 1408,267 45 31,295
Total 1702,683 48
a. Dependent Variable: Tingkat Korupsi
b. Predictors: (Constant), Temuan Audit, Akuntabilitas, Transparansi

8. Uji Adjusted R Square

Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
1 ,416 a
,173 ,118 5,59418
a. Predictors: (Constant), Temuan Audit, Akuntabilitas, Transparansi
b. Dependent Variable: Tingkat Korupsi

Anda mungkin juga menyukai