Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH PENGAMBANGAN PRORAM PEMBELAJARAN KIMIA

“EVALUASI UNTUK SIKAP SPRITUAL DAN SOSIAL”

DOSEN PENGAMPUH :

Dr. Kasmudin Mustapa, S. pd, M.pd

DI SUSUN OLEH :

1. Siti Hanisa (A25119069)


2. Nur hikma (A25119079)
3. Diah rahayu japatni (A25119109)
4. Aldi fahril uke

Program Studi Pendidikan Kimia


Jurusan Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas Tadulako
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah banyak
memberikan beribu-ribu nikmat kepada kita umatnya. Rahmat beserta salam semoga tetap
tercurahkan kepada junjungan kita, pemimpin akhir zaman yang sangat dipanuti oleh
pengikutnya yakni Nabi Muhammad SAW. “EVALUASI UNTUK SIKAP SPRITUAL
DAN SOSIAL” ini sengaja di bahas karena sangat penting untuk kita khususnya sebagai
mahasiswa yang ingin lebih mengenal mengenai filsafat pendidikan.
Selanjutnya, penyusun mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
memberikan pengarahan-pengarahan sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu. Tidak lupa juga kepada Ibu dosen dan teman-teman yang lain untuk
memberikan sarannya kepada penyusun agar penyusunan makalah ini lebih baik lagi.
Demikian, semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penyusun dan umumnya
semua yang membaca makalah ini.

Palu, 12 Desember 2021

Kelompok IV
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................
DAFTAR ISI................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................
1.1. Latar Belakang.......................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................
1.3 Tujuan.....................................................................................................................
BAB II KAJIAN TEORI..............................................................................................................
BAB IIIPEMBAHASAN.............................................................................................................
3.1. Sikap
spiritual….…………………………………………………….......................................
3.2. Sikap
social......…………………………………………………………………............................
3.3. penilaian sikap spiritual dan
social…………………………………..........................
3.4 Kemampuan mahasiswa dalam Mengintegrasikan Sikap Spritual dan
Sosial dalam Perencanaan
Pembelajaran…………………………………………….................
3.5 Kemampuan Mahasiswa calon guru dalam mengintegrasikan kompetensi
sikap spritual dan sosial dalam Melaksanakan Pelaksanaan Proses
pembelajaran…………………………………………………………………………...
...................
BAB IV PENUTUP.....................................................................................................................
4.1 Kesimpulan.............................................................................................................
4.2 Saran.......................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Dalam kehidupan sehari-hari sikap sangatlah penting peranannya. Dengan adanya


sikap, manusia dapat mengatur dirinya sendiri dan bersosialisasi dengan sesamanya. Hal ini
senada dengan pendapat Muhbin (2013) yang menyatakan bahwa sikap adalah kecenderungan
bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai.
Sikap mampu mendorong manusia untuk berorientasi dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Karena itu, sikap sangatlah penting diterapkan dalam kehidupan agar diri mampu
membedakan perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk. Sejalan dengan itu, Widayatun
(2009) juga mengatakan bahwa sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan yang
diatur melalui pengalaman yang memberi pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon
individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan dengannya.Di dalam kehidupan
manusia sikap selalu mengalami perbedaan dan perkembangan. Peranan pendidikan dalam
pembentukan sikap sangatlah penting.
Ellis (dalam Purwanto, 2011: 142) menyatakan, “Faktor-faktor yang sangat
mempengaruhi perkembangan dan pembentukan sikap anak-anak yang perlu diperhatikan di
dalam pendidikan ialah: kematangan, keadaan fisik anak, pengaruh keluarga, lingkungan
sosial, kehidupan sekolah, bioskop, guru, kurikulum sekolah, dan cara guru mengajar”. Sikap
dapat didefenisikan suatu predisposisi atau kecendrungan untuk melakukan suatu respon
dengan cara-cara tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa individu maupun objek
tertentu. Sikap ini akan memberi arah kepada perbuatan atau tindakan seseorang. Dalam arti
sempit sikap adalah pandangan atau kecendrungan mental.
Penilaian kompetensi sikap merupakan serangkaian kegiatan pengambilan keputusan
yang dirancang untuk mengukur sikap peserta didik sebagai hasil dari suatu program
pembelajaran. Kegunaan utama penilaian sikap sebagai bagian dari pembelajaran adalah
refleksi (cerminan) pemahaman dan kemajuan sikap peserta didik secara individual. Penilaian
sikap yang dimaksud adalah ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki oleh
seseorang dan diwujudkan dalam perilaku (Kemdikbud, 2013). Penilaian kompetensi sikap
dapat dilakukan melalui beberapa cara diantaranya yaitu observasi, penilaian diri, penilaian
“teman sejawat” (peer evaluation) oleh peserta didik dan jurnal. Pada umumnya, penilaian
melalui observasi dan penilaian teman sejawat terkadang membutuhkan waktu yang cukup
lama dalam proses pengumpulan data. Oleh karena itu, teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penilaian sikap ini adalah penilaian diri.Skala Likert digunakan untuk
mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena
sosial. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala Likert mempunyai gradiasi
dari sangat positif sampai sangat negatif (Sugiyono, 2013).
Akan tetapi, dalam kenyataanya, sikap yang positif perlahan-lahan mulai menghilang
seiring perkembangan zaman. Pembangunan jati diri bangsa Indonesia, seperti penghargaan
pada nilai budaya dan bahasa, nilai solidaritas sosial, kekeluargaan, dan rasa cinta tanah air
dirasakan makin memudar. Melalui pandangan filosofinya, Koentjaraningrat (dalam Abidin,
2012) menyatakan bahwa telah menemukan adanya berbagai sikap mental negatif yang dimiliki
sebagian anak bangsa. Beberapa sikap mental negatif tersebut di antaranya adalah sikap
mental merendahkan mutu dan sikap mental menerabas”.
Melihat pentingnya penanaman sikap positif khususnya terhadap anak-anak yang akan
menjadi generasi penerus bangsa, pemerintah pun tidak hanya diam. Sebagai upaya untuk
mewujudkan generasi penerus bangsa yang bermartabat baik, pemerintah mengaplikasikan
penanaman sikap tersebut dalam pendidikan. Zubaedi (2011) menyatakan bahwa situasii dan
kondisi bangsa yang sedang memprihatinkan telah mendorong pemerintah untuk mengambil
inisiatif untuk memprioritaskan pembangunan karakter bangsa. Mengenai hal ini secara
konstitusional sesungguhnya sudah tecermin dari misi pembangunan nasional yang
memosisikan pendidikan karakter sebagai misi pertama dari delapan misi guna mewujudkan
visi pembangunan nasional.
Salah satu sistem pendidikan yang dapat dijadikan media untuk menanamkan
pendidikan karakter adalah kurikulum. Adapun kurikulum yang diterapkan di Indonesia saat
ini adalah kurikulum 2013. Orientasi kurikulum 2013 adalah terjadinya peningkatan dan
keseimbangan antara kompetensi sikap (attitude), keterampilan (skill), dan pengetahuan
(knowledge). Hal ini sejalan dengan amanat UU No. 20 Tahun 2003 sebagaimana tersurat
dalam penjelasan Pasal 35, yaitu kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan
yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang
telah disepakati. Kurikulum 2013 dirancang dengan tujuan untuk mempersiapkan insan
Indonesia supaya memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman,
produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara pada peradaban dunia. Hal ini sejalan dengan
pendapat Ismawati (2015: 252) bahwa, “ Kurikulum 2013 bertujuan agar dapat menghasilkan
insan Indonesia yang produktif, inovatif, dan kreatif melalui penguatan sikap, pengetahuan,
dan keterampilan ” . Dengan diterapkannya kurikulum 2013, diharapkan mampu memberikan
perubahan positif terhadap pendidikan yang ada di Indonesia.Dalam kurikulum 2013 terdapat
kompetensi inti. Priyatni (2014) mengungkapkan bahwa kompetensi inti merupakan
operasionalisasi atau jabaran lebih lanjut dari SKL dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki
peserta didik yang telah menyelesaikan jenjang pendidikan tertentu.
Kompetensi sikap dalam kurikulum 2013 dibagi menjadi dua, yaitu sikap spiritual
(KI-1) dan sikap sosial (KI-2). Sikap spiritual adalah sikap yang berhubungan dengan
pembentukan peserta didik yang beriman dan bertakwa, sedangkan sikap sosial berhubungan
dengan pembentukan peserta didik yang berakhlak mulia, mandiri, demokratis, dan
bertanggung jawab. Sikap spiritual sebagai perwujudan dari menguatnya interaksi vertikal
dengan Tuhan Yang Maha Esa, lalu sikap sosial sebagai perwujudan eksistensi kesadaran
dalam upaya mewujudkan harmoni kehidupan. Kosasih (2014) menegaskan bahwa dalam
kurikulum 2013, guru diharapkan mampu memunculkan KI-1 dan KI-2 melalui KI-3 dan KI-4
dalam pembelajaran secara tidak langsung. Dengan begitu, kompetensi sikap, pengetahuan, dan
keterampilan dapat dipenuhi oleh peserta didik.
Sikap spiritual adalah sikap yang berhubungan dengan pembentukan peserta didik
yang beriman dan bertakwa. Zubaedi (2011) mengatakan bahwa spiritual berarti sesuatu yang
mendasar, penting, dan mampu menggerakkan serta memimpin cara berpikir dan bertingkah
laku seseorang. Kata spiritual berarti berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, serta
berhubungan dengan kepercayaan yang dianut oleh individu. Dimensi spiritual meliputi aspek-
aspek: 1) berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau ketidakpastian dalam
kehidupan; 2) menemukan arti dan tujuan hidup; 3)menyadari kemampuan untuk menggunakan
sumber dan kekuatan dalam diri sendiri; 4) mempunyai perasaan keterikatan dengan diri
sendiri dan dengan yang maha tinggi.
Sikap sosial berhubungan dengan pembentukan peserta didik yang berakhlak mulia,
mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab. Dalam pengukuran terhadap sikap sosial siswa,
perlu diketahui terlebih dahulu mengenai hal apa saja yang merupakan ciri-ciri dari sikap
sosial tersebut. Menurut Suwito (dalam Ariantini, 2015) ada delapan indikator ciri-ciri sikap
sosial positif, yaitu 1) sopan atau menghormati orang lain, 2) gotong royong, 3) suka
menolong, 4) kesediaan berkorban untuk orang lain, 5) toleransi atau gotong royong, 6) adil,
7) suka bergaul, dan 8) mengutamakan musyawarah. Selain itu, Muhbin (2003) menyatakan
bahwa indikator sikap sosial yang merupakan harapan dari tujuan pendidikan nasional
menyangkut tertib, sadar hukum, kerja sama dan dapat berkompetensi, toleransi, menghargai
hak orang lain, dan dapat berkompromi. Pendapat lain dikemukakan oleh Mudjijono (dalam
Umbara, 2011) yang menyatakan bahwa dimensi sikap sosial terdiri atas indikator toleransi
atau tenggang rasa, kerja sama atau gotong royong, dan tanggung jawab.
Melihat pentingnya menumbuhkan sikap spiritual dan sikap sosial dalam
pembelajaran, itu artinya ketika siswa belajar pengetahuan dan keterampilan, guru harus
mampu menghubungkan dengan pembentukan sikap spiritual dan sikap sosial. Pembentukan
sikap spiritual dan sikap sosial ini tidak secara langsung diajarkan oleh guru, tetapi melalui
setiap aktivitas belajar seperti interaksi guru dengan siswa, interaksi siswa dengan siswa,
pemilihan materi pelajaran, dan lain- lain. Abidin (2012) juga berpendapat bahwa pembelajaran
adalah serangkaian aktivitas yang harus dilakukan siswa. Melalui aktivitas tersebutlah
pendidikan karakter dilakukan. Hal ini sejalan dengan pendapat Priyatni (2014: 21) bahwa,
“ Penanaman sikap positif sebagai bentuk pengimplementasian Kompetensi Inti-1 dan
Kompetensi Inti-2. KI untuk ranah sikap tidak untuk diajarkan, tetapi diintegrasikan dan
ditumbuhkembangkan ketika pembelajaran aspek pengetahuan dan keterampilan dilaksanakan ” .
Dengan demikian, guru harus pandai-pandai dan memiliki cara untuk mengintegrasikan sikap
spiritual dan sikap sosial dalam setiap pembelajaran agar siswa mampu memahami, memaknai
serta melaksanakan kompetensi inti satu (KI-1) dan kompetensi inti dua (KI-2) setiap mata
pelajaran.
Salah satu mata pelajaran yang sangat penting yang dapat dijadikan media
pembentukan karakter bangsa adalah mata pelajaran bahasa Indonesia. “ Pengintegrasian
pendidikan karakter dalam pembelajaran bahasa Indonesia dilakukan melalui penciptaan
pembelajaran bahasa Indonesia yang berlandaskan pembelajaran aktif, kreatif, inovatif, efektif,
dan menyenangkan” (Abidin, 2012: 59).
Menurut silabus mata pelajaran bahasa Indonesia kelas XI SMA/SMK/MA semester
genap, terdapat dua materi mengenai teks. Pembelajaran teks ini dimaksudkan untuk
membantu peserta didik memperoleh wawasan pengetahuan yang lebih luas agar terampil
berpikir kritis dan kreatif serta mampu bertindak efektif menyelesaikan permasalahan dalam
kehidupan nyata sebagaimana tercermin dalam teks. Salah materi teks yang ada adalah teks
ulasan film/drama. Priyatni (2014: 158) menyatakan, “Teks ulasan film/drama adalah teks yang
berisi penilaian atau komentar atau tanggapan terhadap karya film/drama”. Melalui pembahasan
pengalaman tokoh dalam film dan drama, peserta didik diharapkan dapat mengambil
hikmahnya sebagai motivasi dalam meraih cita-cita dan memperkuat kepribadiannya.
Pembelajaran teks ulasan ini juga dimaksudkan untuk menanamkan sikap posisif dalam diri
peserta didik bahwa keberadaan bahasa Indonesia merupakan cerminan sikap dan jati diri
bangsa Indonesia di lingkungan pergaulan dunia global.
Berdasarkan hasil observasi awal peneliti dengan salah satu guru bahasa Indonesia
kelas XI MIPA SMA Negeri 3 Singaraja, yaitu Ibu Sukartiyah, S.Pd. Beliau menyatakan
bahwa implimentasi sikap spiritual dan sikap sosial memang tidak diajarkan secara khusus,
melainkan harus dimunculkan di setiap aktivitas pembelajaran. Pembentukan sikap spiritual
bukan hanya diterapkan di saat berdoa saja, tetapi bisa melalui pemilihan materi pelajaran.
Pembentukan sikap sosial diterapkan ketika siswa belajar kelompok. Ketika belajar kelompok
siswa diajarkan untuk saling bekerja sama, disiplin, tanggung jawab, mau menghargai
pendapat teman dan lain-lain.

1.2 Rumusan masalah


Sesuai dengan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.Apa itu evaluasi untuk sikap spiritual dan social?
2.Seperti apa itu sikap spiritual?
3.Bagaimana itu sikap social?
1.3 Tujuan masalah
1.Untuk mengetahui apa pengertian dari Evaluasi Sikap Spritual dan Sosial
2.Untuk Mengetahui Apa cakupan penilaian Sikap
4.Untuk mengetahui pelaksanaan penilaian sikap
BAB II
KAJIAN TEORI

Kegiatan pembelajaran dalam Kurikulum tahun 2013 diarahkan untuk memberdayakan


semua potensi yang dimiliki peserta didik agar peserta didik benar-benar menguasai dan
memiliki kompetensi yang diharapkan melalui upaya menumbuh-kembangkan domain afeksi,
kognisi dan psikomotorik secara bersamaan. Sesuai dengan Permendikbud No. 64 Tahun 2013
tentang Standar Isi, dijelaskan bahwa pada Kurikulum 2013, untuk semua mata pelajaran
terdapat Kompetensi Inti (KI) sebagai penyempurna Standar Kompetensi (SK).
Pengembangan Standar Isi terdapat pada domain afektif, yang semula hanya sikap social,
dikembangkan/ditambah dengan sikap spiritual. Secara rinci setiap mata pelajaran terdapat
empat Kompetensi Inti, dan setiap Kompetensi Inti inti terdapat sebutan yaitu; Kompetensi
Inti 1 (KI-1) sikap spiritual, Kompetensi Inti 2 (KI-2) sikap social, Kompetensi Inti 3 (KI-3)
pengetahuan, dan Kompetensi Inti 4 (KI-4) ketrampilan, dalam hal ini difokuskan pada tehnik
implementasi sikap spiritual dan social pada saat proses pembelajaran serta tehnik
mendapatkan hasil evaluasi sikap tersebut.
Itulah pengembangan yang terdapat pada Kompetensi Inti, dan yang menjadi
tantangan adalah, Bagaimana setiap pendidik dalam proses pembelajarannya harus
menyampaikan, mengimplementasikan, bahkan menilai hasil pembelajaran yang memenuhi
empat kompetensi tersebut, terutama cara memberi contoh dan menanamkan sikap spiritual
dan social setiap proses pembelajaran? Sesuai dengan Lampiran Permendikbud No.104 Tahun
2014 tentang Penilaian Belajar Oleh Pendidik Pada Pendidikan Dasar dan Menengah,
dijelaskan bahwa untuk melihat hasil penilaian sikap spiritual dan social peserta didik, ada 4
cara yaitu 1) Observasi, 2) Penilaian Diri (Self Assesment), 3) Penilaian Antar Teman (Peer
Assesment), dan 4) Jurnal.
Observasi menurut Permendikbud No. 104 Tahun 2014 adalah Pengamatan dengan
menggunakan format yang berisi indicator perilaku yang diamati, baik terkait dengan mata
pelajaran maupun secara umum. Penilaian Diri menurut Dr. M. Hosnan, Dipl.Ed, M.Pd
(2014:412) adalah suatu teknik penilaian dimana peserta didik diminta untuk menilai dirinya
sendiri berkaitan dengan status, proses, dan tingkat pencapaian kompetensi yang
dipelajarinya, sedangkan penilaian antar teman menurut beliau adalah teknik dalam penilaian
yang dilaksanakan dengan cara meminta peserta didik untuk saling menilai terkait dengan
sikap dan perilaku peserta didik, dan yang dimaksud dengan jurnal adalah catatan pendidik
selama proses pembelajaran yang berisi informasi kekuatan dan kelemahan peserta didik
yang terkait dengan kinerja ataupun sikap yang dipaparkan secara deskriptif.
Mayoritas orang berpendapat bahwa Kurikulum Tahun 2013 merupakan Kurikulum
berbasis karakter, dan tidak cukup hanya karakter social tetapi juga karakter spiritual yang
bertujuan memberi kekuatan, serta keteguhan keimanan peserta didik melalui proses
pembelajaran mata pelajaran. Banyak para praktisi pendidikan yang merasa belum siap untuk
menilai ranah sikap. Hal ini disebabkan kaena belum terbiasanya setiap pendidik menilai
sikap selama ini kecuali mata pelajaran Pendidikan Agama di sekolah dan mata pelajaran
PPkN. Bagi pendidik yang sudah terbiasa menilai hasil pengembangan sikap peserta didik,
sangat antusias menyambut kurikulum 2013, bagaikan gayung bersambut. Menurut penulis,
terdapatnya penilaian sikap spiritual dan social pada semua mata pelajaran merupakan bentuk
kerjasama para pendidik, stake holder, maupun praktisi pendidikan untuk bersama-sama
menanamkan, membimbing, dan memberi contoh sikap spiritual dan social, jangan sampai
sikap spiritual dan social dibebankan pada guru agama dan PPkN seperti selama ini.
Sesuai dengan tujuan awal diimplementasikannya sikap spiritual dan social adalah
mendidik anak didik sejak usia dini, serta menyongsong Indonesia Emas melalui program
jangka panjang dan menengah, dan juga sebagai filter dalam menghadapi pertumbuhan dunia
global yang berbasis tehnologi informasi. Jika semua pendidik dalam proses pembelajarannya
menyampaikan, mencontohkan, dan menanamkan sikap spiritual dan social semuanya, maka
pada era yang akan datang harapannya peserta didik mempunyai kompetensi sesuai dengan
tuntutan zaman (sesuai kebutuhan) dan diimbangi dengan sikap keimanan dan budi pekerti
(akhlak) yang baik. Semua sikap ini bisa tertanam jika semua stake holder terlibat secara
langsung maupun tidak langsung memberikan penanaman dan contoh beriman dan
berperilaku yang baik, tidak hanya peserta didik memiliki pengetahuan dan ketrampilan saja,
namun harus diimbangi dengan sikap tersebut. Semua akan bisa dilaksanakan tergantung dari
komitmen seorang guru. Guru professional sebagai agen budaya dan dan moral, guru sebagai
pelopor untuk menciptakanorang-orang berbudaya, berbudi, dan bermoral (H. Martinis
Yamin: 2006).
BAB III
PEMBAHASAN

3.1.Sikap spiritual
Sikap spiritual adalah sikap yang berhubungan dengan pembentukan peserta didik yang
beriman dan bertakwa. Zubaedi (2011) mengatakan bahwa spiritual berarti sesuatu yang
mendasar, penting, dan mampu menggerakkan serta memimpin cara berpikir dan bertingkah
laku seseorang. Kata spiritual berarti berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, serta
berhubungan dengan kepercayaan yang dianut oleh individu. Dimensi spiritual meliputi
aspek-aspek:
1) berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau ketidakpastian dalamkehidupan;
2) menemukan arti dan tujuan hidup;
3) menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri;
4) mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan yang maha tinggi.

3.2. Sikap social


Sikap sosial berhubungan dengan pembentukan peserta didik yang berakhlak mulia, mandiri,
demokratis, dan bertanggung jawab. Dalam pengukuran terhadap sikap sosial siswa, perlu
diketahui terlebih dahulu mengenai hal apa saja yang merupakan ciri-ciri dari sikap tersebut.
Menurut Suwito (dalam Ariantini, 2015) ada delapan indikator ciri-ciri sikap sosial positif,
yaitu:
1) sopan atau menghormati orang lain,
2) gotong royong,
3) suka menolong,
4) kesediaan berkorban untuk orang lain,
5) toleransi atau gotong royong,
6) adil,
7) suka bergaul, dan
8) mengutamakan musyawarah.

Selain itu, Muhbin (2003) menyatakan bahwa indikator sikap sosial yang merupakan harapan
dari tujuan pendidikan nasional menyangkut tertib, sadar hukum, kerja sama dan dapat
berkompetensi, toleransi, menghargai hak orang lain, dan dapat berkompromi. Pendapat lain
dikemukakan oleh Mudjijono (dalam Umbara, 2011) yang menyatakan bahwa dimensi sikap
sosial terdiri atas indikator toleransi atau tenggang rasa, kerja sama atau gotong royong, dan
tanggung jawab
Melihat pentingnya menumbuhkan sikap spiritual dan sikap sosial dalam pembelajaran,
itu artinya ketika siswa belajar pengetahuan dan keterampilan, guru harus mampu
menghubungkan dengan pembentukan sikap spiritual dan sikap sosial. Pembentukan sikap
spiritual dan sikap sosial ini tidak secara langsung diajarkan oleh guru, tetapi melalui setiap
aktivitas belajar seperti interaksi guru dengan siswa, interaksi siswa dengan siswa, pemilihan
materi pelajaran, dan lainlain. Abidin (2012) juga berpendapat bahwa pembelajaran adalah
serangkaian aktivitas yang harus dilakukan siswa. Melalui aktivitas tersebutlah pendidikan
karakter dilakukan. Hal ini sejalan dengan pendapat Priyatni (2014: 21) bahwa, “Penanaman
sikap positif sebagai bentuk pengimplementasian Kompetensi Inti-1 dan Kompetensi Inti-2.
KI untuk ranah sikap tidak untuk diajarkan, tetapi diintegrasikan dan ditumbuhkembangkan
ketika pembelajaran aspek pengetahuan dan keterampilan dilaksanakan”. Dengan demikian,
guru harus pandai-pandai dan memiliki cara untuk mengintegrasikan sikap spiritual dan sikap
sosial dalam setiap pembelajaran agar siswa mampu memahami, memaknai serta
melaksanakan kompetensi inti satu (KI-1) dan kompetensi inti dua (KI-2) setiap mata
pelajaran.
3.3. penilaian sikap spiritual dan social
Dalam kurikulum 2013 terdapat kompetensi inti. Priyatni (2014) mengungkapkan bahwa
kompetensi inti merupakan operasionalisasi atau jabaran lebih lanjut dari SKL dalam bentuk
kualitas yang harus dimiliki peserta didik yang telah menyelesaikan jenjang pendidikan
tertentu. Kompetensi inti dibagi menjadi tiga, yaitu kompetensi inti sikap, pengetahuan, dan
keterampilan. Kompetensi Inti harus menggambarkan kualitas yang seimbang antara
pencapaian hard skills dan soft skills. Prastowo (2015: 118) menyebutkan, “Kompetensi inti
adalah tingkat kemampuan untuk mencapai Standar Kompetesi Lulusan yang harus dimiliki
seorang siswa pada setiap tingkat kelas atau program”. Di samping itu, kompetensi inti bukan
untuk diajarkan, melainkan untuk dibentuk melalui pembelajaran berbagai kompetensi dasar
dari sejumlah mata pelajaran yang relevan. Dalam hal ini mata pelajaran diposisikan sebagai
sumber kompetensi.
Evaluasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah melaksanakan penilaian terhadap
sikap yang dibagi dalam dua kompetensi sikap yaitu sikap spiritual dan sikap sosial.
Kurikulum 2013 membagi kompetensi sikap menjadi dua, yaitu sikap spiritual yang terkait
dengan pembentukan peserta didik yang beriman dan bertakwa, dan sikap sosial yang terkait
dengan pembentukan peserta didik yang berakhlak mulia, mandiri, demokratis, dan
bertanggung jawab. Pada jenjang SD, kompetensi sikap spiritual mengacu pada KI-1:
Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya, sedangkan kompetensi sikap
sosial mengacu pada KI-2: Menghargai dan meng-hayati perilaku jujur, disiplin, tanggung
jawab, peduli (toleransi, gotong royong), dan santun.

Penilaian sikap merupakan penilaian yang dilakukan terhadap perilaku peserta didik saat
melaksanakan proses pembelajaran yang mencakup sikap spiritual dan social karakteristik
yang dimiliki oleh oleh penilaian pengetahuan dan keterampilan. Dengan begitu maka teknik
penilaian yang digunakan sudah pasti berbeda. Penilaian sikap dalam hal ini lebih fokus
untuk membina perilaku dalam rangka membentuk karakter peserta didik.

3.3.1 Teknik observasi


Kemendikbud (2013) menjelaskan bahwa observasi merupakan teknik penilaian yang
dilakukan secara berkesinambungan dengan menggunakan indera, baik secara langsung
maupun tidak langsung dengan menggunakan pedoman observasi yang berisi sejumlah indi-
kator perilaku yang diamati. Observasi dilaksanakan oleh guru secara langsung tanpa
perantara orang lain. Sedangkan observasi tidak langsung dengan bantuan orang lain, seperti
guru lain, orang tua, siswa, dan karyawan sekolah.
Teknik penilaian observasi dapat diguna- kan untuk menilai ketercapaian sikap
spiritual dan sikap sosial. Pengembangan teknik penilaian observasi untuk menilai sikap
spiritual dan sikap sosial berasarkan pada kompetensi inti kedua ranah ini. Sikap spiritual
ditunjukkan dengan perilaku beriman, bertaqwa, dan bersyukur. Sedangkan sikap sosial
sesuai kompetensi inti tingkat SD mengembangkan sikap jujur, disiplin, tanggung jawab,
peduli (toleransi, gotong royong), santun, dan percaya diri dalam berinteraksi secara efektif
dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya. Sikap
spiritual dan sikap sosial dalam kompetensi ini dijabarkan secara spesifik dalam kompetensi
dasar. oleh karena itu sikap yang diobservasi juga memperhatikan sikap yang dikembangkan
dalam kompetensi dasar.
Terdapat beberapa jenis observasi yang dapat digunakan dalam mengamati perubahan sikap
spiritual peserta didik. Adapun jenis-jenis observasi, yaitu :
a.Observasi terbuka
Teknik-teknik yang dapat dilakukan oleh pengamat dalam observasi terbuka adalah dengan
cara merekam terjadinya proses belajar mengajar dengan menggunakan kertas kosong, alat
perekam video/audio.
b.Observasi terfokus
Hal yang perlu diamati oleh peneliti dalam observasi terfokus adalah keaktifan siswa dalam
proses belajar mengajar, pengaruh penguatan yang diberikan guru kepada siswa.
c.Observasi terstruktur
Dalam observasi terstrukrur, pengamat atau peneliti hanya menggunakan tanda check list saja
(V) sesuai dengan lembar yang disediakan.
d.Observasi systematic
Dalam observasi sistematik, si peneliti lebih merincikan aspek yang akan diteliti contohnya
meniliti pengaruh adanya metode yang diterapkan dalam pembelajaran misalnya metode
mana yang lebih berpengaruh apakah metode ceramah atau diskusi.

3.3.2 Teknik penilaian diri sendiri


Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik
mengemuka- kan kelebihan dan kekurangan dirinya, penguasaan kompetensi yang
ditargetkan, dan menghargai, menghayati serta pengamalan perilaku berkepribadian Jujur,
Jujur adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang
selalu dapat diper-caya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
Skala Likert adalah skala yang dapat dipergunakan untuk mengukur sikap, pendapat,
dan persepsi seseorang atau sekelompok orang mengenai suatu gejala atau fenomena pendidi-
kan. Dalam skala Likert terdapat dua bentuk pernyataan yaitu pernyataan positif yang
berfungsi untuk mengukur sikap positif, dan pernyataan negative yang berfungsi untuk
mengukur sikap negative objek sikap.
3.3.2.1Teknik penilaian diri terbuka
Peserta didik mampu untuk menentukan sikap terhadap suatu situasi atau pernyataan
yang membutuhkan tanggapan, lengkap dengan Darmansyah, Teknik Penilaian Sikap
Spritual dan Sosial dalam Pendidikan Karakter, alasan terhadap pilihannya tersebut. Teknik
ini menuntut siswa berani untuk mengungkapkan pendapat pribadi dari masing-masing siswa.
Guru bisa memilah jawaban-jawaban siswa yang mampu mengarahkan siswa untuk
menentukan pilihan yang posistif dalam hidup mereka.

3.3.2.2 Skala Semantic Semantic Differential


Skala diferensial yaitu skala untuk mengukur sikap, tetapi bentuknya bukan pilihan
ganda maupun checklist, tetapi tersusun dalam satu garis kontinum di mana jawaban yang
sangat positif terletak dibagian kanan garis, dan jawaban yang sangat negative terletak di
bagian kiri garis, atau sebaliknya. Data yang diperoleh melalui pengukuran dengan skala
semantic differential adalah data interval. Skala bentuk ini biasanya digunakan untuk
mengukur sikap atau karakteristik tertentu yang dimiliki seseorang.
3.3.2.3 Penilaian antar teman
Penilaian antar peserta didik merupakan teknik penilaian dengan carameminta peserta
didik untuk saling menilai terkait dengan pencapaian kompetensi. Aspek kompetensi yang
dinilai adalah kompetensi inti spritual yaitu menghargai dan menghayati ajaran agama yang
dianutnya, dan kompetesi inti sosial yaitu perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli
(toleransi, gotong royong), santun, dan percaya diri.
3.3.2.4 Jurnal harian
Teknik penilain keempat adalah Jurnal Harian. Jurnal merupakan catatan pendidik di
dalam dan di luar kelas yang berisi informasi hasil pengamatan tentang kekuatan dan
kelemahan peserta didik yang berkaitan dengan sikap dan perilaku. Guru memberikan
penilaian kepada peserta didik dengan memberikan deskripsi terhadap sikap dan perilaku
peserta didik khususnya berkaitan dengan Kompetensi Inti 1 (yang mencakup menghargai
dan menghayati ajaran agama yang dianutnya) dan Kompetensi Inti 2 (yaitu menghargai dan
menghayati perilaku Jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi, gotong royong),
santun, percaya diri dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam
dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya).
Teknik jurnal harian memiliki kelebihan dimana peristiwa/kejadian dicatat dengan
segera. Dengan demikian, jurnal bersifat asli dan objektif dan dapat digunakan untuk
memahami siswa dengan lebih tepat. sementara itu, kelemahan yang ada pada jurnal adalah
reliabilitas yang dimiliki rendah, menuntut waktu yang banyak, perlu kesabaran dalam
menanti munculnya peristiwa sehingga dapat menggang-gu perhatian dan tugas guru, apabila
pencatatan tidak dilakukan dengan segera, maka objekti-vitasnya berkurang
Pencatatan peristiwa pribadi dalam jurnal, membutuhkan perhatian khusus dan guru
perlu mengenal dan memperhatikan perilaku peserta didik baik di dalam kelas maupun di luar
kelas. Aspek-aspek pengamatan ditentukan terlebih dahulu oleh guru sesuai dengan
karakteristik mata pelajaran yang diajar. Aspek-aspek penga- matan yang sudah ditentukan
tersebut kemudian dikomunikasikan terlebih dahulu dengan peserta didik di awal semester.
3.4 Kemampuan mahasiswa dalam Mengintegrasikan Sikap Spritual dan Sosial dalam
Perencanaan Pembelajaran.
Kemampuan guru dalam mengintegrasikan kompetensi sikap spritual dan sosial
dalam perencanaan pembelajaran adalah kemampuan guru dalam memunculkan atau
mengintegrasikan aspek atau kegiatan yang menunjukkan pengembangan kompetensi sikap
spritual dan sosial dalam RPP yang disusun guru. Adapun kemunculan aspek atau kegiatan
tersebut antara lain dapat terlihat ketika guru mampu merumuskan tujuan dari KD yang
mewakili KI sikap spritual dan KI yang mewakili sikap sosial. Selanjutnya terlihat juga pada
langkahlangkah kegiatan belajar yang dikembngkan baik pada kegitan awal, inti maupun
kegiatan penutup. Selain itu juga dapat terlihat dari rubrik evaluasi yang telah disiapkan
untuk pembelajaran tema tersebut
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) merupakan rancangan pembelajaran mata
pelajaran per unit yang akan diterapkan guru dalam pembelajarannya di kelas. RPP
menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu
Kompetensi Dasar. RPP paling luas mencakup satu Kompetensi Dasar yang meliputi satu
atau beberapa indikator untuk satu kali pertemuan atau lebih. Berdasarkan RPP inilah,
seorang guru diharapkan dapat menerapkan pembelajaran secara terprogram. Oleh karena itu,
RPP harus memiliki daya terap (Aplicable) yang tinggi. selain itu dengan RPP tersebut dapat
diketahui kadar kemampuan guru dalam menjalankan profesinya. Dalam standar proses No
25 Tahun 2013 disebutkan ada beberapa Komponen yang terdapat pada RPP berbasis 2013
yang sedikit berbeda dengan RPP pada kurikulum KTSP yaitu: 1. Identitas Mata Pelajaran
2. Kelas/Semester
3. Materi Pokok/ Tema/ Sub tema
4. Kompetensi inti I, 2, 3, 4
5. Kompetensi Dasar dari setiap KI
6. Indikator dari setiap KD
7. Tujuan Pembelajaran
8. Materi Ajar
9. Alokasi waktu
10. Metode Pembelajaran
11. Kegiatan Pembelajaran
12. Penilaian Hasil Belajar
13. Sumber Belajar.
Seluruh komponen tersebut harus dikembangkan guru dengan baik sesuai dengan
mengintegrasikan sikap spritual dan sosial pada saat membelajarkan materi yang terdapat
pada KD dari KI pengetahuan dan KD dari KI ketrampilan agar tujuan pembelajaran dapat
tercapai.
3.5 Kemampuan Mahasiswa calon guru dalam mengintegrasikan kompetensi sikap
spritual dan sosial dalam Melaksanakan Pelaksanaan Proses pembelajaran.
Kemampuan mahasiswa dalam mengintegrasikan kompetensi sikap spritual dan
sosial dalam pelaksanaan pembelajaran dapat terlihat ketika guru mampu mengintegrasikan
sikap spritual dan sosial pada saat pembelajaran berlangsung. Pengintegrasian kedua sikap
tersebut dapat dimunculkan pada seluruh langkah kegiatan belajar baik pada kegiatan awal,
inti maupun penutup. Pengintegrasian kedua sikap tersebut terlihat ketika guru memunculkan
aktivitas yang mengarah pada pembentukan sikap spritual dan sosial seperti adanya
pembacaan doa ketika memulai pembelajaran, ada peryataan guru yang mencoba
menghubungkan materi dengan nilai spritual, adanya pemberian motivasi yang mampu
membangkitkan rasa ingin tahu siswa, adanya penguatan, arahan teguran, penugasan dan
lain-lain. Semua aktivitas dan perkataan guru yang dilakukan pada saat proses pembelajaran
yang mengarah pada pembentukan sikap spiritual dan sosial menunjukkan bahwa guru
mampu mengintegrasikan sikap spritual dan sosial dengan baik dalam pelaksanaan
pembelajaran.
Kemampuan mahasiswa dalam mengintegrasikan kompetensi sikap spritual dan
sosial dalam pelaksanaan pembelajaran dapat terlihat ketika guru mampu mengintegrasikan
sikap spritual dan sosial pada saat pembelajaran berlangsung. Pengintegrasian kedua sikap
tersebut dapat dimunculkan pada seluruh langkah kegiatan belajar baik pada kegiatan awal,
inti maupun penutup. Pengintegrasian kedua sikap tersebut terlihat ketika guru memunculkan
aktivitas yang mengarah pada pembentukan sikap spritual dan sosial seperti adanya
pembacaan doa ketika memulai pembelajaran, ada peryataan guru yang mencoba
menghubungkan materi dengan nilai spritual, adanya pemberian motivasi yang mampu
membangkitkan rasa ingin tahu siswa, adanya penguatan, arahan teguran, penugasan dan
lain-lain. Semua aktivitas dan perkataan guru yang dilakukan pada saat proses pembelajaran
yang mengarah pada pembentukan sikap spiritual dan sosial menunjukkan bahwa guru
mampu mengintegrasikan sikap spritual dan sosial dengan baik dalam pelaksanaan
pembelajaran.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1.Penilaian kompetensi sikap dalam pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan yang
dirancang untuk mengukur sikap peserta didik sebagai hasil dari suatu program pembelajaran.

2.Kurikulum 2013 membagi kompetensi sikap menjadi dua, yaitu sikap spiritual yang terkait
dengan pembentukan peserta didik yang beriman dan bertakwa, dan sikap sosial yang terkait
dengan pembentukan peserta didik yang berakhlak mulia, mandiri, demokratis, dan
bertanggung jawab.

3.Indikator merupakan tanda tercapainya suatu kompetensi. Dalam konteks Penilaian Sikap,
yang dapat diamati atau diobservasi oleh guru sebagai representasi dari sikap yang dinilai.

4.Teknik dan Bentuk Instrumen berupa Teknik Observasi, penilaian diri, Penilaian
Antarpeserta didik, dan jurnal dan bentuk instrumen yang berupa daftar cek atau skala
penilaian (rating scale) yang disertai rubrik.

5.Contoh Instrumen beserta Rubrik Penilaian terbagi atas dua yaitu observasi dan penilaian
diri.

6.Tahap Pelaksanaan Penilaian kompetensi sikap dimulai Pada awal semester, Pendidik
mengembangkan instrumen penilaian, kriteria penilaian sikap yang akan dinilai, Memeriksa
dan mengolah hasil penilaian, Hasil penilaian diinformasikan pada peserta didk, Tindak
lanjut hasil penilaian sikap setiap dan pemberian skor pada akhir semester.

7.Pengolahan Penilaian melalui teknik observasi, penilaian diri, penilaian antarpeserta didik,
dan jurnal.

8.Manajemen Hasil Penilaian Sikap yaitu Pelaporan penilaian sikap oleh guru dilakukan
secara berkala kepada peserta didik, orang tua, dan satuan pendidikan dilakukan selekas
mungkin setelah proses penilaian selesai, lalu dilakukan secara berkala setiap tengah semester
dan akhir semester, Hasil penilaian oleh pendidik dianalisis lebih lanjut untuk
mengetahui kemajuan dan kesulitan belajar, dan Program remedial dan pengayaan
dilaksanakan sebagai tindak lanjut analisis hasil penilaian.

9.Kelebihan dari penilaian kompetensi sikap adalah dapat dilakukan dengan proses belajar
mengajar; dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung melalui hasil kerja peserta
didik; dapat mengetahui faktor penyebab berhasil tidaknya proses pembelajaran peserta didik;
dan mengajak peserta didik bersikap jujur. Sedangakan kelemahan dari penilaian sikap adalah
sulit dilakukan pengamatan pada jumlah peserta didik yang terlalu banyak; membutuhkan
alat penilaian yang tepat; memerlukan waktu pengamatan yang cukup lama; menuntut
profesionalisme guru karena mengamati peserta didik yang terlalu banyak; dan penilaiannya
subjektif.

4.2 Saran

Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini tetapi


kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal ini dikarenakan
masih minimnya pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca sangat penulis harapkan untuk perbaikan ke depannya.
DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas 2004. Standar Kompetensi Guru Sekolah Menengah Atas, Jakarta Djojonegoro,
Wardiman. 1996. Lima Puluh Tahun Perkembangan Pendidikan

Indonesia. Jakarta: Depdikbud.

Hamalik Oemar, 2015. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara

Joni, T. Raka. 1984.

Pedoman Umum Alat Penilaian Kemampuan Guru

Dirjen Pendidikan Tinggi Depdikbud.

Kemendikbud, 2013. Rambu-rambu Penyusunan RPP Berbasis Kurikulum 2013

Jakarta: Kemendikbud.

Muslich, 2007, Sertifikasi Guru Menuju Profesionalisme, Jakarta: PT. Bumi Aksara

. Jakarta:

11

Kemendikbud, 2013. Kurikulum 2013 Kompetensi Dasar SD/MI: Jakarta:

Kemendikbud.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 67 Tahun 2013 tentang

Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SD/MI

Syah, Muhibbin. 2000.

Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru

. Bandung:

PT Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai