Anda di halaman 1dari 20

PENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL

PEMBELAJARAN GUIDED DISCOVERY PADA MATERI POKOK


REAKSI REDOKS DI KELAS X KI 1 SMK NEGERI NGASEM
BOJONEGORO TAHUN PELAJARAN 2016/2017

TINJAUAN ILMIAH

Oleh
ARINA MANASIKANA, S.P.d.Si
NIP. 19880820 201101 2 017

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR


DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
SMK NEGERI NGASEM
2017

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN.............................................................................. 1
A. Latar Belakang............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 3
C. Hipotesis Tindakan..................................................................................... 3
D. Tujuan Penelitian........................................................................................ 4
E. Manfaat Penelitian...................................................................................... 4
BAB II : KAJIAN PUSTAKA......................................................................... 5
A. Hasil Belajar............................................................................................... 5
B. Model Pembelajaran Guided Discovery..................................................... 6
C. Materi Reaksi Redoks................................................................................. 9
BAB III : METODE PENELITIAN................................................................. 17
A. Jenis Penelitian........................................................................................... 17
B. Sasaran Penelitian....................................................................................... 17
C. Rancangan Penelitian................................................................................. 17
D. Indikator Penelitian..................................................................................... 18
E. Tempat dan Waktu Penelitian..................................................................... 18
F. Intrumen Penelitian..................................................................................... 19
G. Metode Pengumpulan Data........................................................................ 19
H. Teknik Analisis Data.................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 22

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Makalah ini telah disetujui untuk melengkapi perpustakaan SMK Negeri Ngasem
Kabupaten Bojonegoro untuk Penetapan Angka Kredit (PAK) Jabatan Guru Mata
Pelajaran.

Ngasem, 31 Desember 2017


Kepala Perpustakaan
SMK Negeri Ngasem, Penulis,

(Drs. HERU PRASETYO) (ARINA MANASIKANA, S.Pd.Si)


NIP. 19640424 200701 1 014 NIP. 19880820 201101 2 017

Mengetahui:
Kepala SMK Negeri Ngasem,

(SUBANDI, M.Pd)
NIP. 19660626 199003 1 008

BAB 1
PENDAHULUAN

1
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan bernegara
karena pendidikan dapat menjadi tolak ukur kualitas suatu bangsa. Semakin baik
pendidikan suatu bangsa maka akan lahir generasi-generasi yang mampu
meningkatkan kemajuan suatu bangsa itu sendiri. Pemerintah sudah banyak
melakukan upaya agar kualitas pendidikan di Indonesia semakin meningkat
seperti upaya peningkatan model pembelajaran, metode pembelajaran, sistem
pembelajaran dan yang tidak kalah penting adalah peningkatan kualitas guru
sebagai pengajar karena guru merupakan komponen paling menentukan dalam
sistem pendidikan secara keseluruhan, yang harus mendapat perhatian sentral,
pertama dan utama (Mulyasa, 2008:5).
Kegiatan pembelajaran dituntut untuk menggunakan model pembelajaran
dan strategi belajar mengajar yang sesuai dengan pokok bahasan yang diberikan.
Dalam proses pembelajaran siswa dituntut untuk lebih menguasai materi atau
konsep dari pokok bahasan yang diberikan. Upaya peningkatan kualitas
pendidikan tidak dapat berhasil dengan maksimal tanpa didukung adanya
peningakatan kualitas pembelajaran. Tujuan umum dalam kegiatan pembelajaran
yaitu materi yang diajarkan akan diserap sepenuhnya oleh siswa atau belajar
tuntas. Pembelajaran yang dilalui siswa dalam kelas hendaknya merupakan
pembelajaran yang bermakna dan menambah pengetahuan siswa. Bertambahnya
pengetahuan siswa dapat diukur melalui penilaian yang dilakukan diakhir bagian
pembelajaran. Penilaian yang dilakukan tersebut mencerminkan kemampuan
siswa yang biasa disebut sebagai hasil belajar.
Hasil belajar yang dicapai oleh siswa hendaknya bisa melampaui kriteria
ketuntasan minimal yang telah ditetapkan pada kompetensi dasar yang hendak
dipelajari. Akan tetapi, hasil belajar siswa khususnya pada kelas X Kimia Industri
SMK Negeri Ngasem pada mata pelajaran kimia khususnya pada materi pokok
reaksi redoks belum banyak yang dapat melampaui kriteria ketuntasan minimal.
Pada tahun ajaran 2016-2017 rata-rata hasil belajar siswa pada materi pokok
reaksi redoks sebesar 58,60 pada skala 1-100 dengan hanya 43% siswa yang

2
melampaui kriteria ketuntasan minimal. Padahal tujuan pembelajaran tercapai
secara klasikal jika 80% siswa mencapai kriteria ketuntasan minimal.
Reaksi redoks dianggap sulit oleh siswa untuk dipelajari karena materi ini
memuat simbol-simbol, terdapat reaksi kimia, dan konsep-konsep redoks yang
memerlukan pemahaman konsep yang baik. Kemampuan yang dituntut dari siswa
dalam mempelajari reaksi redoks diantaranya perkembangan konsep reaksi
reduksi dan oksidasi, menentukan bilangan oksidasi suatu unsur dalam suatu
senyawa netral dan ion poliatom, menentukan reduktor dan oksidator, konsep
reaksi redoks, bukan redoks serta reaksi autoredoks. Pada konsep-konsep yang
dipelajari, terdapat beberapa karakteristik diantaranya keterkaitan antarkonsep dan
adanya perhitungan sederhana. Keterkaitan antarkonsep ditunjukkan dengan
adanya hubungan konsep materi reaksi redoks dengan konsep-konsep
sebelumnya, seperti materi perkembangan konsep reaksi redoks berdasarkan
pelepasan dan penerimaan elektron dan perubahan bilangan oksidasi berkaitan
dengan materi sistem periodik unsur dan ikatan kimia. Karakteristik tersebut
diduga yang menyebabkan kesulitan siswa dalam mempelajari materi reaksi
redoks. Siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep, karena siswa
cenderung menghafalkan konsep dan tidak terbiasa mengasah kemampuan
berpikir kritisnya. Akibatnya prestasi belajar siswa rendah..
Berdasarkan permasalahan di atas, maka perlu dilakukan tindakan untuk
meningkatkan hasil belajar siswa kelas X Kimia Industri SMK Negeri Ngasem.
melalui penerapan model pembelajaran guided discovery. Model pembelajaran
guided discovery merupakan model pembelajaran yang mendorong siswa untuk
aktif dalam melakukan penemuan konsep, memungkinkan siswa untuk berpikir
dan memberikan kesimpulan dari konsep yang ditemukannya.
Pada model ini, pembelajaran menitikberatkan pada keterlibatan siswa
secara aktif di bawah bimbingan guru dan guru hanya memberikan arahan kepada
siswa agar siswa dapat meningkatkan kemampuan berpikirnya. Guru berperan
sebagai fasilitator serta memberikan arahan atau petunjuk kepada siswa untuk
menemukan konsep (Hanafiah & Suhana, 2009). Dengan demikian, siswa akan
memiliki kesempatan untuk belajar secara mandiri, berpikir kritis dan dapat
memecahkan masalah. Dimana pengetahuan yang didapatkan dari penemuan

3
sendiri, akan membuat pembelajaran lebih bermakna dan akan meningkatkan
pemahaman siswa serta hasil yang didapatkan akan bertahan lebih lama dalam
ingatan siswa.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis bermaksud untuk
melakukan penelitian mengenai peningkatan hasil belajar materi reaksi redoks
pada siswa kelas X Kimia Industri SMK Negeri Ngasem tahun pelajaran
2016/2017 melalui model pembelajaran guided discovery .

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat diambil rumusan
masalah “bagaimana hasil belajar siswa materi reaksi redoks setelah diberikan
pembelajaran dengan guided discovery di kelas X Kimia Industri SMK Negeri
Ngasem?”

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui hasil belajar siswa materi
reaksi redoks setelah diberikan pembelajaran dengan guided discovery.

BAB II

4
KAJIAN PUSTAKA
A. Hasil Belajar
Secara umum pengertian hasil belajar adalah perubahan perilaku dan
kemampuan secara keseluruhan yang dimiliki oleh siswa setelah belajar, yang
wujudnya berupa kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor (bukan hanya
salah satu aspek potensi saja) yang disebabkan oleh pengalaman. Definisi hasil
belajar lainnya bisa juga diartikan sebagai sesuatu yang dicapai atau diperoleh
siswa berkat adanya usaha atau fikiran yang mana hal tersebut dinyatakan dalam
bentuk penguasaan, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam
berbagai aspek kehidupan sehingga nampak pada diri indivdu penggunaan
penilaian terhadap sikap, pengetahuan, kecakapan dasar dan perubahan tingkah
laku secara kuantitatif.
Setelah suatu proses belajar berakhir, maka siswa memperoleh suatu hasil
belajar. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran.
Tujuan utama yang ingin dicapai dalam kegiatan pembelajaran adalah hasil
belajar. Hasil belajar digunakan untuk mengetahui sebatas mana siswa dapat
memahami serta mengerti materi tersebut. Jadi, hasil belajar adalah prestasi
belajar yang dicapai siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar dengan
membawa suatu perubahan dan pembentukan tingkah laku seseorang. Hasil
belajar sebagai pengukuran dari penilaian kegiatan belajar atau proses belajar
dinyatakan dalam symbol, huruf maupun kalimat yang menceritakan hasil yang
sudah dicapai oleh setiap anak pada periode tertentu.
Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah
faktor internal yaitu faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar.
Faktor internal ini meliputi faktor jasmaniah dan faktor psikologis. Lalu ada faktor
eksternal yaitu faktor yang ada di luar individu. Faktor eksternal meliputi faktor
keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat. Hasil belajar dapat dilihat melalui
kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data pembuktian yang akan
menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran.

B. Model Pembelajaran Guided Discovery

5
Discovery merupakan proses mental yang meliputi proses mengamati,
mencerna, mengerti, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur,
membuat kesimpulan, dan sebagainya dimana siswa mampu memahami suatu konsep
atau prinsip dari suatu materi atau bahan pelajaran (Hamiyah & Jauhar, 2014:180).
Dalam hal ini, materi atau bahan pelajaran yang akan disampaikan tidak disampaikan
dalam bentuk final, melainkan guru mendorong siswa untuk melakukan identifikasi
terhadap apa yang diketahui dengan cara mencari informasi sendiri kemudian
mengorganisasi apa yang siswa ketahui dan pahami dalam suatu bentuk akhir.
Pada pembelajaran penemuan (Discovery Learning) guru menekankan pada
keterlibatan siswa secara aktif, mendorong siswa untuk memiliki pengalaman yang
memungkinkan siswa untuk memperoleh pengetahuan baru (Hanafiah & Suhana,
2009:77). Rangkaian kegiatan pembelajaran penemuan ini menekankan pada proses
berpikir kritis siswa untuk menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang
dihadapi, sehingga model pembelajaran ini mengubah model pembelajaran yang pasif
menjadi aktif, dari siswa yang hanya menerima informasi dari guru menjadi penemu
informasi sendiri melalui bimbingan guru (Suprihatiningrum, 2013:243).
Pembelajaran penemuan dibedakan menjadi dua, yaitu pembelajaran
penemuan bebas (free discovery learning) atau disebut open ended discovery dan
pembelajaran penemuan terbimbing (guided discovery learning). Pada model
pembelajaran penemuan murni atau bebas guru memberikan permasalahan kepada
siswa tanpa memberikan bimbingan terhadap penyelesaian permasalahan tersebut.
Sedangkan pada model pembelajaran guided discovery, siswa menerima masalah dari
guru untuk dipecahkan tetapi dalam pemecahan masalah tersebut guru juga
memberikan bimbingan atau arahan agar diperoleh penyelesaian yang benar (Mayer,
2004). Pada pelaksanaanya, pembelajaran penemuan terbimbing lebih banyak
diterapkan. Hal ini dikarenakan kerja siswa dalam upaya menemukan pengetahuan
dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan lebih terarah. Guru tidak mengajarkan
siswa mengenai jawaban dari masalah yang dihadapi, melainkan guru mendorong
siswa untuk menemukan jawaban dari masalah dengan sendiri (Suprihatiningrum,
2013:244). Menurut Mayer (2004) model pembelajaran penemuan terbimbing
(guided discovery learning) lebih efektif daripada penemuan murni (free discovery
learning) dalam membantu siswa memahami konsep. Hal ini dikarenakan pemberian
bimbingan dianggap sebagai langkah yang paling baik dalam membangun

6
pengetahuan siswa terhadap suatu konsep. Dengan demikian, penelitian ini
menggunakan model pembelajaran guided discovery.
Pembelajaran dengan model penemuan terbimbing (guided discovery)
melibatkan siswa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dari guru. Guru
memberikan bimbingan kepada siswa ke arah yang benar sedangkan siswa melakukan
penemuan (Hamalik, 2014:188). Model pembelajaran guided discovery merupakan
model pembelajaran yang terjadi secara dua arah yaitu guru dan siswa, sehingga
pembelajaran menekankan pada keaktifan siswa sedangkan guru hanya bertindak
sebagai fasilitator yang memberikan bimbingan kepada siswa untuk belajar dan
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri (Hanafiah & Suhana, 2009:77). Guru
memberikan rangsangan berupa pertanyaan atau pernyataan dari suatu permasalahan
yang akan membimbing siswa untuk mencoba menemukan pemecahan masalah
dengan langkah bertahap ke arah satu tujuan yang telah ditentukan sebelumnya (Alabi
& Lasisi, 2015). Pada model pembelajaran ini, melibatkan siswa dalam proses
kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan berdiskusi, membaca sendiri, dan
mencoba sendiri, agar anak dapat belajar sendiri (Cahyo, 2013:101).
Melalui model pembelajaran guided discovery siswa mendapatkan dua
pengalaman belajar yaitu pengalaman mental yang didapatkan dari indera
pendengaran serta penglihatan dan pengalaman sosial yang diperoleh melalui
kegiatan diskusi dengan teman sekelompoknya (Rohim & Susanto, 2012). Pada
pembelajaran ini, lebih mengutamakan pada proses daripada prestasi belajar. Oleh
sebab itu, untuk menerapkan model tersebut, diperlukan langkah-langkah tertentu.
Menurut Suprihatiningrum (2013) langkah-langkah pada model pembelajaran
penemuan terbimbing adalah sebagai berikut:
a. Stimulation
Guru mengajukan persoalan atau meminta siswa untuk membaca atau
mendengarkan uraian yang memuat persoalan.
b. Merumuskan hipotesis (Problem statement)
Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi berbagai
permasalahan kemudian merumuskan hipotesis sesuai permasalahan yang
dikemukakan.
c. Melakukan kegiatan penemuan (Data Collection)

7
Guru membimbing siswa melakukan kegiatan penemuan dengan
mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi yang diperlukan, seperti
membaca literatur.
d. Mengolah data (Data Processing)
Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengolah data dan
informasi yang telah diterima oleh siswa baik melalui observasi, wawancara,
dan sebagainya, kemudian data tersebut ditafsirkan.
e. Mempresentasikan hasil kegiatan penemuan (Verification)
Guru membimbing siswa dalam menyajikan hasil kegiatan.
f. Generalisasi
Guru membimbing siswa dalam merumuskan kesimpulan / menemukan
konsep.
Guru mengevaluasi langkah-langkah kegiatan yang telah dilakukan.
Berdasarkan sintaks guided discovery di atas maka RPP disusun mengikuti tahap-
tahap tersebut secara teratur dan berurutan sesuai dengan alokasi waktu yang
ditentukan.
Menurut Illahi (2012) pada model pembelajaran guided discovery ini terdapat
beberapa kelebihan dan kelemahan. Adapun kelebihan dan kelemahan model
pembelajaran ini adalah sebagai berikut.
1. Kelebihan Guided Discovery
a. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat langsung dalam
kegiatan belajar. Kegiatan tersebut akan meningkatkan motivasi belajar siswa.
b. Materi yang dipelajari akan mudah diserap oleh siswa dalam memahami
kondisi tertentu yang berkaitan dengan aktivitas pembelajaran.
c. Penerapan model ini dapat membuat siswa untuk lebih belajar dalam
memecahkan masalah, sehingga dapat berguna dalam menghadapi kehidupan
dikemudian hari.
2. Kelemahan Guided Discovery
a. Berkenaan dengan waktu
Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran guided discovery
membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan metode langsung.
Hal ini disebabkan oleh perlunya memahami tahapan-tahapan yang panjang
dan kemampuan memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya.
b. Faktor kebudayaan dan kebiasaan

8
Model pembelajaran ini menuntut kemandirian, kepercayaan kepada diri
sendiri, dan kebiasaan bertindak sebagai subjek.
c. Membutuhkan penguasaan informasi yang lebih cepat, dan tidak diberikan
dalam bentuk final.
C. Materi Reaksi Redoks
Reaksi redoks
Reaksi redoks adalah reaksi reduksi dan oksidasi yang berlangsung secara
bersamaan. Reaksi redoks adalah singkatan dari REDuksi OKSidasi. Contoh
reaksi redoks dalam kehidupan sehari-hari adalah perkaratan, pembakaran,
pembusukan, fotosintesis, dan metabolisme.
1. Perkembangan konsep reaksi redoks
Konsep reaksi reduksi dan oksidasi yang pertama didasarkan atas pengikatan
unsur/senyawa dengan oksigen membentuk oksida, dan pelepasan oksigen dari
senyawanya. Dari konsep ini, reduksi dan oksidasi dapat didefinisikan sebagai
berikut:
Reaksi oksidasi (pengoksigenan) adalah pengikatan oksigen oleh suatu unsur /
senyawa, contohnya:
 Oksigen bergabung dengan unsur
C(s) + O2(g) CO2(g)
1
H2(g) + O2(g) H2O(l)
2
2Mg(s) + O2(g) 2MgO(s)
Cu(s) + O2(g) → CuO(s)
 Oksigen bergabung dengan senyawa
2CO(g) + O2(g) → 2CO2(g)
Reaksi oksidasi logam dikenal juga dengan nama perkaratan. Reaksi
pembakaran juga termasuk reaksi oksidasi, misalnya pembakaran minyak bumi,
kertas, kayu bakar, dan lain – lain.
Reaksi reduksi merupakan reaksi pelepasan oksigen oleh suatu zat, contohnya:
1
HgO(s)Hg(l) + O
2 2(g)
FeO(s) + CO(g) Fe(s) + CO2(g)
2SO3 (g) → 2 SO2(g) + O2(g)

9
Jadi, reaksi reduksi dan oksidasi ini terjadi secara bersama – sama. Jika
suatu unsur / senyawa melepaskan oksigen, maka unsur/senyawa lain akan
mengikat oksigen tersebut.
Konsep reaksi reduksi dan oksidasi selanjutnya dijelaskan dengan
menggunakan konsep transfer elektron, dimana oksidasi adalah pelepasan elektron
sedangkan reduksi adalah reaksi pengikatan elektron. Seperti pada contoh
persamaan reaksi di bawah ini, tidak dapat dijelaskan dengan menggunakan
konsep redoks yang didasarkan atas pengikatan dan pelepasan oksigen karena
tidak melibatkan oksigen. Sehingga dijelaskan dengan konsep redoks yang
didasarkan atas pelepasan dan penerimaan elektron atau serah terima elektron.
 Reaksi antara Na dan Cl2 membentuk NaCl.
Dalam reaksi ini, Na kehilangan 1 elektron, yang akan diterima oleh Cl.
2Na(s) + Cl2 (g) 2NaCl(s) atau
1
Na(s) + Cl  NaCl(s)
2 2 (g)
Serah terima elektron

Na x + Cl  Na+ + Clx-

Oksidasi Reduksi
Dalam reaksi tersebut, terdapat dua peristiwa, yaitu:
Na(s) (2,8,1)  Na+(s) (2,8 ) + e- (oksidasi)
1
Cl (2, 8, 7)+ e- Cl-(s) (2, 8, 8) (reduksi)
2 2 (g)
+
1
Na(s) + C l NaCl(g)
2 2(g )
Berdasarkan konsep ini, dapat ditunjukkan bahwa peristiwa reaksi reduksi
dan oksidasi berlangsung secara bersamaan. Reaksi transfer elektron terjadi pada
senyawa – senyawa yang berikatan ion. Ion positif terbentuk karena suatu atom
melepas elektronnya dan ion negative terbentuk karena suatu atom mengikat
elektron. Oleh karena itu, konsep reaksi redoks yang didasarkan pada transfer
(perpindahan) elektron cukup memuaskan untuk mendefinisikan reaksi – reaksi
pembentukan senyawa ion.

10
2. Bilangan Oksidasi dan Reaksi Redoks
Konsep reaksi redoks yang sukar dijelskan dengan konsep pelepasan dan
pengikatan oksigen serta konsep transfer elektron dapat dijelaskan dengan
menggunakan konsep perubahan bilangan oksidasi.
a. Bilangan oksidasi
Bilangan oksidasi atau tingkat oksidasi suatu unsur merupakan bilangan
bulat positif atau negatif yang diberikan kepada suatu unsur dalam membentuk
senyawa. Bilangan oksidasi suatu unsur ditentukan dengan memperhatikan
ikatan dan struktur zat. Bilangan oksidasi pada senyawa ion merupakan muatan
rill dari ion – ion dalam senyawa tersebut.
Contoh:
Senyawa NaCl terbentuk dari ion Na+ dan Cl-, maka bilangan oksidasi Na
dalam NaCl adalah +1 dan bilangan oksidasi Cl adalah -1.
Senyawa CaCl2 terbentuk dari gabungan ion Ca 2+ dan ion Cl-, maka
bilangan oksidasi Ca dalam CaCl2 adalah +2 dan bilangan oksidasi Cl adalah -1
Bilangan oksidasi dalam senyawa kovalen didasarkan pada harga skala
keelektronegatifan dari masing – masing atom penyusunnya. Atom – atom
unsur yang mempunyai harga skala keelektronegatifan lebih tinggi
menunjukkan bahwa daya Tarik terhadap pasangan elektron ikatan lebih kuat,
sehingga bilangan oksidasinya diberi angka negatif, sedangkan atom –atom
yang harga keelektronegatifannya lebih rendah diberi bilangan oksidasi positif.
Contoh:
Senyawa HCl, keelektronegatifan atom H = 2,0 dan atom Cl = 3,0.
Sepasang eektron ikatan lebih tertarik ke atom Cl, maka Cl diberi bilangan
oksidasi -1, sedangkan H diberi bilangan oksidasi +1.
b. Penentuan bilangan oksidasi
Dengan memperhatikan ikatan, skala keelektronegatifan, dan struktur
molekul, maka bilangan oksidasi suatu atom dapat ditentukan dengan
ketentuan berikut:
1) Bilangan oksidasi unsur bebas (tidak bersenyawa) adalah nol (0)
Contoh:

11
Bilangan oksidasi atom Na, Fe, O pada O2, S pada S8, dan P pada P4
semuanya adalah nol (0) sebab semuanya merupakan unsur bebas (tidak
bersenyawa.
2) Jumlah aljabar bilangan oksidasi seluruh atom – atom dalam suatu
senyawa netral adalah nol (0)
Contoh:
Pada senyawa H2SO4, jumlah bilangan oksidasi dari 2 atom H + 1 atom S
+ 4 atom O = 0
3) Jumlah aljabar bilangan oksidasi seluruh atom – atom dalam suatu ion
adalah sama dengan muatan ion tersebut.
Contoh:
Pada ion Cr2O72-, jumlah bilangan oksidasi dari 2 atom Cr + 7 atom O = -2
4) Unsur – unsur tertentu dalam membentuk senyawa mempunyai bilangan
oksidasi tertentu
 Atom – atom golongan IA (Li, Na, K, Rb, Cs, Fr) dalam senyawa selalu
mempunyai bilangan oksidasi +1
 Atom – atom golongan IIA (Be, Mg, Ca, Sr, Ba) dalam senyawa selalu
mempunyai bilangan oksidasi +2
 Atom – atom golongan IIIA (B, Al, Ga) dalam senyawa selalu
mempunyai bilangan oksidasi +3
 Atom Hidrogen (H) di dalam senyawa umumnya mempunyai bilangan
oksidasi +1, kecuali dalam hidrida logam.
 Pada hidrida logam seperti LiH, NaH, CaH2, MgH2, dan AlH3, atom
hydrogen diberi bilangan oksidasi -1.
 Atom oksigen (O) di dalam senyawa umumnya mempunyai bilangan
oksidasi -2, kecuali pada senyawa peroksida dan OF2.
 Pada senyawa peroksida seperti H 2O2 dan BaO2, atom oksigen diberi
bilangan oksidasi -1, sedangkan pada OF2 diberi bilangan oksidasi +2.

Contoh:
Tentukan bilangan oksidasi atom belerang pada H2S.
Jawab:
Bilangan oksidasi S dalam H2S = -2.

12
Penjelasan:
Jumlah bilangan oksidasi 2 atom H + 1 atom S = 0
2 (1) + bil. Oks. S =0
Bilangan oksidasi S = -2
c. Reaksi redoks berdasarkan bilangan oksidasi
Dengan menggunakan konsep bilangan oksidasi, maka dari suatu
reaksi redoks dapat diketahui zat mana yang mengalami reaksi reduksi dan
zat mana yang mengalami reaksi oksidasi. Caranya yaitu dengan
memperhatikan perubahan bilangan oksidasi dari atom – atom yang terlibat
reaksi. Dengan memperhatikan perubahan bilangan oksidasi, maka: Reaksi
oksidasi adalah reaksi dengan kenaikan bilangan oksidasi dan Reaksi reduksi
adalah reaksi yang disertai dengan penurunan bilangan oksidasi.
Contoh:
H2 + O2 H2O

0 0 -1 -2
Oksidasi
Reduksi
Atom hydrogen pada H2 mempunyai bilangan oksidasi 0 dan pada H2O
mempunyai bilangan oksidasi +1. Jadi, bilangan oksidasi atom hydrogen naik
dari 0 menjadi +1 sehingga reaksinya merupakan reaksi oksidasi.
Atom oksigen pada O2 mempunyai bilangan oksidasi 0 dan pada H2O
mempunyai bilangan oksidasi -2. Jadi, bilangan oksidasi atom oksigen naik
dari 0 menjadi -2 sehingga reaksinya merupakan reaksi reduksi.
Cr2O72-(aq) + 3C2O42-(aq) + 14H+(aq) 2Cr3+(aq) + 6CO2(g) + 7H2O(l)

+6 -2 +3 -2 +1 +3 +4 -2 +1 -2
Pada reaksi di atas, atom hydrogen dan oksigen tidak berubah bilangan
oksidasinya, yang mengalami perubahan bilangan oksidasi hanya atom Cr dan
atom C.

13
Reduksi
Cr2O72-(aq) + 3C2O42-(aq) + 14H+(aq) 2Cr3+(aq) + 6CO2(g) + 7H2O(l)
Oksidasi

d. Pengoksidasi dan Pereduksi


Reaksi reduksi dan oksidasi yang berlangsung serentak biasanya
disingkat dengan reaksi redoks. Di dalam reaksi redoks terdapat zat – zat yang
bertindak sebagai pereduksi (reduktor) dan pengoksidasi (oksidator). Pereduksi
(reduktor) adalah zat yang di dalam reaksi redoks menyebabkan zat lain
mengalami reduksi. Dalam hal ini, zat pereduksi mengalami oksidasi.
Pengoksidasi atau oksidator adalah zat yang di dalam reaksi redoks
menyebabkan zat lain mengalami oksidasi. Dalam hal ini, zat pengoksidasi
mengalami reduksi.
Berikut adalah langkah – langkah untuk menentukan perubahan
bilangan oksidasi dalam suatu reaksi redoks.
1) Tulis bilangan oksidasi dari semua atom pada kedua ruas persamaan.
2) Tentukan zat mana yang nilai bilangan oksidasi atom unsurnya bertambah
atau mengalami oksidasi.
3) Tentukan zat mana yang nilai bilangan oksidasi atom unsurnya berkurang
atau mengalami reduksi.

Contoh:
Besi diekstraksi dari oksidanya menurut persamaan berikut:
Fe2O3(s) + 3 CO(g) 2Fe(s) + 3 CO2(g)
1) Tentukan zat mana yang teroksidasi dan zat mana yang tereduksi.
2) Identifikasi reduktor dan oksidator.

Jawab:
1) Tulis bilangan oksidasi dari semua atom pada kedua ruas persamaan. Lalu
identifikasi yang mengalami perubahan bilangan okdisasi.

14
b.o. Fe berkurang
Fe tereduksi
+3 -2 +2-2 0 +4 -2
Fe2O3(s) + 3 CO(g) 2Fe(s) + 3 CO2(g)

b.o. C bertambah
C teroksidasi
Zat yang mengalami oksidasi adalah CO
Zat yang mengalami reduksi adalah Fe2O3
2) C dalam CO teroksidasi, yang menyebabkan Fe dalam Fe2O3 tereduksi.
Jadi, CO adalah reduktor
Fe dalam Fe2O3 tereduksi, yang menyebabkan C dalam CO teroksidasi.
Jadi CO adalah oksidator.
3) Membedakan Reaksi Redoks dan Bukan Reaksi Redoks
a) Reaksi Redoks
Suatu reaksi dikatakan reaksi redoks apabila mengalami reaksi reduksi
dan oksidasi sekaligus dalam satu reaksi. Contoh:

reduksi
0 +1-1 +2 -1 0
Fe(s) + 2HCl(aq)  FeCl2(aq) + H2(g)
oksidasi

b) Reaksi Bukan Redoks


Reaksi yang tidak mengalami reaksi oksidasi maupun reaksi reduksi
dalam satu reaksi. Contoh:
+2-2 0 +3 -2
4FeO(aq) + O2(g)  2Fe2O3(aq)
c) Reaksi Autoredoks (Reaksi Disproporsionasi)
Reaksi autoredoks adalah reaksi redoks di mana pereaksi dalam
reaksi mengalami reduksi dan oksidasi.
Contoh:
Tunjukkan bahwa Cl dalam Cl2 teroksidasi dan tereduksi dalam reaksi
berikut ini!

15
Cl2(g) + 2 NaOH(aq) 2NaCl(aq) + 2NaClO(aq) + H2O(l)
Jawab:
Tulis bilangan oksidasi untuk semua atom pada kedua ruas persamaan.
b.o. Cl berkurang
Cl tereduksi

0 +1 -2 +1 +1 -1 +1 +1 -2 +1 -2
Cl2(g) + 2 NaOH(aq) 2NaCl(aq) + 2NaClO(aq) + H2O(l)

b.o. Cl bertambah
Cl teroksidasi
Hasil di atas menunjukkan bahwa Cl tereduksi dan teroksidasi.
(Sudarmo, 2013)

16
BAB III
PEMBAHASAN

DAFTAR PUSTAKA

Aini, N. 2013. Model Penemuan Terbimbing (Guided Discovery) Pada Pembelajaran


Ipa Terpadu Tipe Webbed Dengan Tema Biopestisida. Jurnal Pendidikan
Sains, 1, 118–122.
Cahyo, A. N. 2013. Panduan Aplikasi Teori - Teori Belajar Mengajar Teraktual dan
Terpopuler.Jogjakarta: DIVA press.
Eggen, P., & Kauchak, D. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran. Jakarta: PT
Indeks.
Hamalik, O. 2014. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Hamiyah, N., & Jauhar, M. 2014. Strategi Belajar Mengajar di Kelas. Jakarta:
Prestasi Pustaka.
Hanafiah, N., & Suhana, C. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: PT
Refika Aditama.

17
Riduwan. 2011. Pengentar Statistika untuk Penelitian Pendidikan, Sosial
Ekonomi, Komunikasi Dan Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Sanjaya, W. 2012. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Bandung: Kencana Prenada Media Group.
Sudarmo, U. 2013. Kimia untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta: Erlangga
Sudjana, N. 2006. Penilaian Hasil Proses Belajar mengajar. Bandung: PT
Reamaja Rosda Karya
Suprihatiningrum. (2013). Strategi Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

18

Anda mungkin juga menyukai