Anda di halaman 1dari 78

PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS DI

DESA GUNUNG MALANG KECAMATAN


TENJOLAYA KABUPATEN BOGOR

MELISSA AMANDASARI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendapatan Usahatani


Jagung Manis di Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor
adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2013

Melissa Amandasari
NIM H34090082
ABSTRAK

MELISSA AMANDASARI. Pendapatan Usahatani Jagung Manis di Desa


Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh RITA
NURMALINA.

Jagung merupakan salah satu tanaman pangan pokok yang dikonsumsi oleh
sebagian besar penduduk selain beras. Salah satu jenis jagung yang banyak
dikonsumsi adalah jagung manis. Jagung manis banyak dikonsumsi karena memiliki
rasa yang lebih manis dibandingkan dengan jagung biasa. Desa Gunung Malang
merupakan salah satu daerah penghasil jagung manis terbesar di Kecamatan
Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu
mengkaji keragaan usahatani dan penggunaan input produksi jagung manis di Desa
Gunung Malang, menganalisis pendapatan usahatani dan rasio antara penerimaan dan
biaya dari usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang, dan menganalisis balas
jasa terhadap faktor-faktor produksi pada usahatani jagung manis di Desa Gunung
Malang. Pendapatan atas biaya tunai per hektar per musim tanam untuk usahatani
jagung manis yaitu Rp2 922 178.06, sedangkan pendapatan atas biaya total per hektar
per musim tanam sebesar Rp93 546.51. Berdasarkan nilai R/C atas biaya tunai dan
biaya total, dapat disimpulkan bahwa usahatani jagung manis layak untuk diusahakan.
Nilai R/C atas biaya tunai sebesar 1.41 sedangkan nilai R/C atas biaya total sebesar
1.01.

Kata kunci: analisis pendapatan usahatani, analisis R/C, Desa Gunung Malang, jagung
manis

ABSTRACT

MELISSA AMANDASARI. Farm Income of Sweet Corn in Gunung Malang


Village, Tenjolaya District, Bogor Regency. Supervised by RITA NURMALINA.

Corn is one of the staple food that are consumed by the majority of the
population beside rice. One type of corn that is consumed by many people is sweet
corn. Sweet corn was consumed by many people because it has a sweeter taste than
the regular corn. Gunung Malang village is one of the largest producers of sweet corn
in Tenjolaya district, Bogor regency. The objectives of this research are to analyze the
farming techniques and the use of sweet corn production inputs in the village of
Gunung Malang, to analyze the income and the ratio between revenue and cost from
sweet corn farm in the village of Gunung Malang, and to analyze the return to
production factors of sweet corn farm in the village of Gunung Malang. The income
value based on cash costs per hectare per cropping season for sweet corn farming is
Rp2 922 178.06, while the income value based on total costs per hectare per cropping
season is Rp93 546.51. The sweet corn farm are feasible to be developed based on the
value of R/C over cash cost and total cost. The value of R/C based on cash cost is
1.41, while the value of R/C based on the total cost is 1.01.

Keywords: farm income analysis, Gunung Malang village, R/C analysis, sweet corn
PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS DI
DESA GUNUNG MALANG KECAMATAN
TENJOLAYA KABUPATEN BOGOR

MELISSA AMANDASARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Pendapatan Usahatani Jagung Manis di Desa Gunung Malang
Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor
Nama : Melissa Amandasari
NIM : H34090082

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS


Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala


atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah
usahatani, dengan judul Pendapatan Usahatani Jagung Manis di Desa Gunung
Malang Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS
selaku pembimbing. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Amzul Rifin,
SP. MA selaku dosen penguji utama dan Ibu Anita Primaswari Widhiani, SP. Msi
selaku dosen penguji komisi pendidikan Departemen Agribisnis. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Ir Nunung Kusnadi, MS yang telah
banyak memberi saran. Selanjutnya terima kasih juga penulis sampaikan kepada
Bapak Rachmat Yanuar selaku wali akademik selama menjalani perkuliahan.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Rekha Mahendraswari, SE yang
telah bersedia menjadi pembahas dalam seminar hasil penelitian penulis.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, kakak, adik, serta
seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Dodo dan Bapak Toapa dari Badan
Pengembangan Pertanian Perikanan dan Kehutanan Cibungbulang, serta Bapak
Anda dan Bapak Tata beserta keluarga yang telah membantu selama pengumpulan
data. Terakhir penulis sampaikan terima kasih atas segala doa dan dukungan
kepada rekan-rekan Departemen Agribisnis 46 dan rekan-rekan Tri University.
Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2013

Melissa Amandasari
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN vii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 5
Tujuan Penelitian 8
Manfaat Penelitian 8
Ruang Lingkup Penelitian 8
TINJAUAN PUSTAKA 9
Gambaran Umum Komoditas Jagung 9
Pengelompokan Jagung 9
Budidaya Jagung Manis 10
Studi Empiris mengenai Jagung Manis 14
Studi Empiris mengenai Usahatani Jagung 16
KERANGKA PEMIKIRAN 19
Kerangka Pemikiran Teoritis 19
Kerangka Pemikiran Operasional 24
METODE PENELITIAN 27
Lokasi dan Waktu Penelitian 27
Jenis dan Sumber Data 27
Metode Pengumpulan Data 27
Metode Pengolahan dan Analisis Data 28
Definisi Operasional 33
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 34
Karakteristik Petani Responden 34
HASIL DAN PEMBAHASAN 41
Keragaan Usahatani Jagung Manis di Desa Gunung Malang 41
Pendapatan Usahatani Jagung Manis 51
Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C) 57
Balas Jasa dalam Usahatani Jagung Manis 58
SIMPULAN DAN SARAN 61
Simpulan 61
Saran 62
DAFTAR PUSTAKA 62
LAMPIRAN 65
RIWAYAT HIDUP 66
DAFTAR TABEL

1. Perkembangan luas panen, produktivitas, dan produksi jagung menurut


wilayah, 2010-2012a 1
2. Perkembangan populasi, produksi, ekspor, dan impor jagung di
Indonesia tahun 2008-2012a 2
3. Produksi jagung di enam provinsi sentra jagung di Indonesia tahun
2009-2012a 3
4. Kandungan zat gizi jagung biasa dan jagung manis (tiap 100 gram
bahan basah)a 10
5. Perhitungan pendapatan usahatani jagung manis 29
6. Return to total capital dari usahatani jagung manis 31
7. Return to land dari usahatani jagung manis 32
8. Return to family labor dari usahatani jagung manis 32
9. Sebaran karakteristik petani responden di Desa Gunung Malang
berdasarkan umur tahun 2012 34
10. Sebaran tingkat pendidikan petani responden di Desa Gunung Malang
tahun 2012 35
11. Sebaran pengalaman bertani jagung manis petani responden di Desa
Gunung Malang tahun 2012 36
12. Sebaran status usahatani petani responden di Desa Gunung Malang
tahun 2012 37
13. Sebaran status kepemilikan lahan petani responden di Desa Gunung
Malang tahun 2012 37
14. Sebaran luas lahan petani responden di Desa Gunung Malang tahun
2012 38
15. Sebaran sistem pemasaran jagung manis petani responden di Desa
Gunung Malang tahun 2012 40
16. Penggunaan tenaga kerja dalam usahatani jagung manis petani
responden per hektar pada periode tanam tahun 2012-2013 di Desa
Gunung Malang 50
17. Nilai penyusutan peralatan pada usahatani jagung manis petani
responden pada periode tanam tahun 2012-2013 di Desa Gunung
Malang 51
18. Rata-rata penerimaan usahatani jagung manis petani responden per
hektar pada musim tanam tahun 2012-2013 di Desa Gunung Malang 52
19. Rata-rata pengeluaran usahatani jagung manis petani responden per
hektar pada musim tanam tahun 2012-2013 di Desa Gunung Malang 54
20. Rata-rata pendapatan usahatani jagung manis petani responden per
hektar pada musim tanam tahun 2012-2013 di Desa Gunung Malang 56
21. Return to total capital dari usahatani jagung manis petani responden
per hektar pada musim tanam tahun 2012-2013 di Desa Gunung
Malang 58
22. Return to land dari usahatani jagung manis petani responden per
hektar pada musim tanam tahun 2012-2013 di Desa Gunung Malang 59
23. Return to family labor dari usahatani jagung manis petani responden
per hektar pada musim tanam tahun 2012-2013 di Desa Gunung
Malang 60
DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka pemikiran operasional usahatani jagung manis di Desa
Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor 26
2. Pola tanam jagung manis 39
3. Pola tanam jagung manis yang dilakukan oleh petani responden di
Desa Gunung Malang pada musim tanam tahun 2012-2013 39
4. Bedengan untuk menanam jagung manis 42
5. Kegiatan penanaman jagung manis 43
6. Pemupukan dilakukan di antara tanaman jagung manis 44
7. Kegiatan penyiangan 44
8. Kegiatan pembumbunan 45
9. Hama belalang yang menyerang tanaman jagung manis 46
10. Benih jagung manis varietas Talenta dan Jambore 48
11. Furadan 3R 49

DAFTAR LAMPIRAN
1. Analisis pendapatan usahatani jagung manis petani responden per
hektar pada periode tanam tahun 2012-2013 di Desa Gunung Malang 65
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jagung merupakan bahan pangan penting karena merupakan sumber


karbohidrat kedua setelah padi, sehingga sebagai salah satu sumber bahan pangan,
jagung telah menjadi komoditas utama setelah padi. Bahkan, jagung dijadikan
sebagai bahan pangan utama di beberapa daerah di Indonesia, seperti di Madura
dan Nusa Tenggara. Jagung juga dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, yang
sampai saat ini pengembangannya terus dilakukan, serta dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku industri seperti industri etanol (Purwono dan Hartono 2005).
Industri yang banyak menggunakan jagung sebagai bahan baku yaitu industri
pakan ternak dan industri non-pangan, serta industri makanan dan minuman.
Peranan jagung yang dapat digunakan dalam berbagai industri tersebut membuat
budidaya jagung memiliki prospek yang sangat baik, baik dari harga jual maupun
permintaannya (Tim Karya Tani Mandiri 2010).
Selama periode 2005-2011, kebutuhan jagung untuk bahan industri pakan
ternak, makanan, dan minuman terus mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Sebagai gambaran, pada tahun 2010, proyeksi kebutuhan jagung nasional sekitar
17.8 juta ton dan pada tahun 2011 dibutuhkan sekitar 18.9 juta ton bahan baku
jagung (Departemen Pertanian 2009). Jagung diharapkan dapat menjadi salah satu
solusi yang tepat untuk mengurangi konsumsi beras yang semakin meningkat,
sehingga akan berdampak besar pada ketahanan pangan nasional. Perkembangan
luas panen, produktivitas, dan produksi jagung menurut wilayah pada tahun 2010-
2012 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Perkembangan luas panen, produktivitas, dan produksi jagung menurut


wilayah, 2010-2012a
Perkembangan
Uraian 2010 2011 2012b 2010 - 2011 2011 - 2012
Absolut (%) Absolut (%)
Luas Panen (ha)
- Jawa 2 138 864.00 1 945 744.00 2 045 300.00 -193 120.00 -9.03 99 556.00 5.12
- Luar Jawa 1 992 812.00 1 918 948.00 1 952 171.00 -73 864.00 -3.71 33 223.00 1.73
- Indonesia 4 131 676.00 3 864 692.00 3 997 471.00 -266 984.00 -6.46 132 779.00 3.44
Produktivitas
(ku/ha)
- Jawa 46.49 48.65 50.18 2.16 4.65 1.53 3.14
- Luar Jawa 42.07 42.61 44.47 0.54 1.28 1.86 4.37
- Indonesia 44.36 45.65 47.39 1.29 2.91 1.74 3.81
Produksi (ton)c
- Jawa 9 944 154.00 9 466 866.00 10 262 927.00 -477 288.00 -4.80 796 061.00 8.41
- Luar Jawa 8 383 482.00 8 176 384.00 8 682 197.00 -207 098.00 -2.47 505 813.00 6.19
- Indonesia 18 327 636.00 17 643 250.00 18 945 124.00 -684 386.00 -3.73 1 301 874.00 7.38
a b c
Sumber: Badan Pusat Statistik 2012 (diolah).; ARAM (Angka Ramalan) I 2012.; Kualitas
produksi jagung adalah pipilan kering.
2

Berdasakan data dari Badan Pusat Statistik (2011) pada Tabel 1,


peningkatan produksi jagung tahun 2012 diperkirakan terjadi di Jawa sebesar 0.80
juta ton dan di luar Jawa sebesar 0.51 juta ton. Peningkatan produksi diperkirakan
terjadi karena adanya peningkatan luas panen seluas 132.78 ribu hektar (3.44%)
dan adanya peningkatan produktivitas sebesar 1.74 kuintal/hektar (3.81%).
Perkiraan peningkatan produksi jagung yang relatif besar pada tahun 2012
terdapat di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Nusa
Tenggara Timur. Sedangkan perkiraan penurunan produksi jagung tahun 2012
yang relatif besar terdapat di Provinsi Aceh, Sulawesi Tengah, Sumatera Selatan,
Banten, dan Riau.
Produksi jagung di Indonesia pada tahun 2010 sampai 2012 cenderung
mengalami fluktuasi. Hal ini disebabkan oleh luas panen dan produktivitas jagung
di Indonesia yang mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Meskipun pada tahun
2010 produksi jagung di Indonesia mengalami peningkatan dibandingkan dengan
tahun 2009 yang memiliki jumlah produksi sebesar 17 629 748 ton, jumlah
produksi tersebut belum mampu mengimbangi jumlah konsumsi jagung di
Indonesia. Pada tahun 2011, konsumsi jagung di Indonesia mencapai 18 800 000
ton1, sedangkan jumlah produksi jagung yang dihasilkan hanya 17 643 250 ton.
Konsumsi jagung yang tinggi menyebabkan permintaan jagung di Indonesia
menjadi tinggi pula, sedangkan tingginya permintaan tersebut tidak seimbang
dengan ketersediaan jagung di dalam negeri. Hal tersebut menyebabkan jumlah
impor jagung Indonesia menjadi cukup tinggi.
Jumlah impor yang cukup tinggi mengakibatkan petani di Indonesia
mengalami kesulitan dalam menghadapi persaingan harga dengan jagung impor
yang memiliki harga relatif lebih murah. Jagung impor memiliki harga yang
relatif lebih murah dibandingkan dengan jagung lokal, karena jagung impor
memperoleh perlindungan dari negara asalnya berupa kebijakan proteksi dan
promosi. Perkembangan populasi, produksi, ekspor, dan impor jagung di
Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Perkembangan populasi, produksi, ekspor, dan impor jagung di


Indonesia tahun 2008-2012a
Populasi Produksi Ekspor Impor Jumlah Penawaran
Tahun
(000) (000 ton) (ton) (ton) Domestik (ton)c
2008 234 951 16 324 109 000 454 000 16 669 000
2009 237 414 17 630 65 000 448 000 18 013 000
2010 239 871 18 328 42 000 1 527 516 19 813 516
2011 242 326 17 643 30 787 2 889 174 20 501 387
2012b 244 769 18 945 57 419 1 184 083 20 071 664
a
Sumber: FAO Statistics Division 2012 (diolah).; bPeriode Januari sampai dengan Agustus 2012.;
c
Jumlah Penawaran Domestik = Produksi – Ekspor + Impor.

1
Anonim. 2012. Menyongsong Kedaulatan Pangan Indonesia. [internet]. [diacu 2013 Mei 7].
Tersedia dari: http://beranda.miti.or.id/menyongsong-kedaulatan-pangan-indonesia/.
3

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa jumlah ekspor dan impor


Indonesia cenderung mengalami fluktuasi. Pada tahun 2011, jumlah impor jagung
di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 1 361 658 ton. Hal tersebut
disebabkan oleh penurunan tingkat produksi sebesar 685 000 ton dari tahun
sebelumnya. Jumlah penawaran domestik jagung di Indonesia sepanjang tahun
2008 hingga tahun 2011 terus mengalami peningkatan (Tabel 2).
Daerah penghasil utama jagung di Indonesia adalah Pulau Jawa, yaitu
sekitar 65% dari produksi nasional (Purwanto dan Hartono 2005). Daerah
penghasil jagung terbesar di Indonesia adalah Jawa Timur, dengan jumlah
produksi sebesar 6 295 301 ton pada tahun 2012. Beberapa daerah sentra produksi
jagung di Indonesia pada tahun 2012 cenderung mengalami peningkatan dalam
jumlah produksi, seperti yang terjadi di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah,
Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, dan Jawa Barat (Tabel 3). Jawa Barat
merupakan salah satu sentra produksi jagung di Indonesia, meskipun produksi
jagung di Jawa Barat masih tergolong cukup rendah apabila dibandingkan dengan
sentra jagung lainnya. Pengembangan potensi jagung di Provinsi Jawa Barat perlu
dilakukan untuk meningkatkan produksi jagung nasional.

Tabel 3 Produksi jagung di enam provinsi sentra jagung di Indonesia tahun


2009-2012a
Produksi (ton)
Provinsi
2009 2010 2011 2012b
Jawa Timur 5 266 720 5 587 318 5 443 705 6 295 301
Jawa Tengah 3 057 845 3 058 710 2 772 575 3 041 630
Lampung 2 067 710 2 126 571 1 817 906 1 741 988
Sumatera Utara 1 166 548 1 377 718 1 294 645 1 347 124
Sulawesi Selatan 1 395 742 1 343 044 1 420 154 1 514 636
Jawa Barat 787 599 923 962 945 104 1 028 653
a
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor (2013).; bAngka Sementara.

Produksi jagung di Provinsi Jawa Barat terus mengalami peningkatan


setiap tahunnya (Tabel 3). Peningkatan produksi tersebut terjadi seiring dengan
adanya program pemerintah mengenai perluasan areal penanaman jagung di
Indonesia. Upaya pemerintah untuk meningkatkan produksi jagung di Indonesia
pada tahun 2011 yaitu melalui penciptaan dan penelitian varietas benih unggul,
penyelenggaraan Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT),
Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU), pemberian bantuan benih dari
cadangan benih nasional (CBN), Gerakan Peningkatan Produksi Pangan Berbasis
Korporasi (GP3K), perluasan areal, dan pelatihan (Kementrian Pertanian 2012).
Selain itu, upaya peningkatan produksi jagung yang dilakukan oleh pemerintah
dalam bentuk ekstensifikasi pertanian dilakukan dengan melakukan perluasan
lahan terutama di daerah luar Jawa, peningkatan produktivitas, peningkatan
4

kualitas produk, perbaikan akses pasar, penguatan kelembagaan petani, perbaikan


sistem permodalan, serta pengaturan tataniaga dan insentif usaha (Tim Karya Tani
Mandiri 2010).
Salah satu sentra produksi jagung di Provinsi Jawa Barat terdapat di
Kabupaten Bogor dengan luas panen sebesar 750 hektar dan produksi sebesar 2
956 ton (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat 2012). Meskipun
sebagai salah satu sentra jagung di Jawa Barat, Kabupaten Bogor memiliki jumlah
produksi yang sangat rendah apabila dibandingkan dengan Kabupaten Garut yang
merupakan sentra produksi jagung di Provinsi Jawa Barat. Oleh karena itu,
pengembangan jagung perlu dilakukan di Kabupaten Bogor sehingga dapat
meningkatkan produksi jagung nasional.
Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa
Barat (2012), produksi jagung di Kabupaten Bogor pada tahun 2007 sampai
dengan tahun 2009 mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan luas
panen dan produktivitas. Pada tahun 2009, produksi jagung mengalami
peningkatan sebesar 3 373 ton dan terjadi peningkatan luas panen sebesar 838
hektar, serta peningkatan produktivitas sebesar 2.54 kuintal per hektar. Namun,
pada tahun 2010 dan tahun 2011, produksi jagung di Kabupaten Bogor cenderung
mengalami penurunan, yang diiringi dengan penurunan luas panen. Penurunan
produksi dan luas panen yang terjadi di Kabupaten Bogor pada tahun 2011 tidak
diikuti dengan penurunan produktivitas, karena tingkat produktivitas jagung di
Kabupaten Bogor justru mengalami peningkatan sebesar 0.83 kuintal per hektar
sementara tingkat produksi dan luas panen mengalami penurunan.
Tipe jagung yang dikembangkan di daerah Kabupaten Bogor pada
umumnya adalah jagung manis. Tanaman jagung manis sudah banyak dikenal di
daerah Jawa Barat daripada di daerah lainnya. Hal ini ditunjukkan dengan
tingginya permintaan benih jagung manis yang mencapai 50 ton pada tahun 2006
untuk provinsi Jawa Barat, sedangkan untuk provinsi Jawa Timur hanya 20 ton2.
Jagung manis memiliki umur produksi yang lebih singkat dibandingkan dengan
jagung jenis lainnya, yaitu dapat dipanen pada umur 75-80 hari. Waktu panen
yang singkat ini menyebabkan perputaran modal petani menjadi semakin cepat.
Budidaya jagung manis tergolong lebih mudah karena tidak memerlukan proses
pengeringan lebih lanjut seperti dalam budidaya jagung pada umumnya (Dinas
Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor 2013). Selain itu, pertumbuhan terbaik
untuk jagung manis yaitu di daerah beriklim tropik. Hal ini menandakan bahwa
usaha pengembangan jagung manis di Indonesia mempunyai prospek yang cukup
baik (Tim Karya Tani Mandiri 2010).
Jagung manis (Zea mays saccharata) merupakan salah satu jenis jagung
yang potensial untuk dikembangkan. Budidaya jagung manis (sweet corn) mulai
berkembang di Indonesia, walaupun masih terbatas pada daerah dekat perkotaan
(Purwono dan Hartono 2005). Jagung manis (sweet corn) mengandung lebih
banyak gula daripada pati, sehingga memiliki rasa yang lebih manis dibandingkan
dengan jagung jenis lainnya. Jagung manis lebih banyak digunakan untuk
kebutuhan pangan seperti untuk sayur, jagung rebus dan jagung bakar, atau untuk
bahan baku makanan.

2
Anonim. 2012. Laris Manis Bisnis Sweet Corn. [internet]. [diacu 2013 Mei 7]. Tersedia dari:
http://www.agrina-online.com/show_article.php?rid=10&aid=709.
5

Permintaan terhadap jagung manis terus meningkat seiring dengan


meningkatnya daya beli masyarakat dan permintaan dari pasar tradisional,
restoran, hotel, dan swalayan-swalayan yang membutuhkan pasokan dalam
jumlah yang cukup besar. Konsumsi jagung muda (semi) di Indonesia pada tahun
2011 mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, yaitu sebesar 17.86%
dibandingkan dengan tahun 2010. Akan tetapi, permintaan yang tinggi tersebut
tidak diimbangi dengan jumlah produksi yang tinggi pula, sehingga permintaan
pasar masih belum semuanya dapat dipenuhi. Hal ini ditunjukkan dengan masih
tingginya volume impor jagung manis di Indonesia. Volume impor jagung manis
Indonesia pada tahun 2011 mencapai 2 419 ton (FAO Statistics Division 2012).
Hal ini menunjukkan bahwa peluang pengembangan budidaya jagung manis di
Indonesia masih sangat besar untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, sehingga
dapat mengurangi impor.
Salah satu daerah penghasil jagung manis di Kabupaten Bogor adalah
Kecamatan Tenjolaya. Luas panen jagung manis di Kecamatan Tenjolaya sebesar
15 hektar pada tahun 2010 dan mengalami peningkatan luas panen menjadi 89
hektar pada tahun 2011. Peningkatan luas panen jagung manis di Kabupaten
Bogor pada tahun 2011 hanya terjadi di beberapa Kecamatan dari total 40
kecamatan di Kabupaten Bogor, seperti di Kecamatan Tenjolaya, Kecamatan
Ciampea, Kecamatan Ciawi, Kecamatan Tanjungsari, Kecamatan Jonggol, dan
Kecamatan Sukajaya. Produksi jagung manis di Kecamatan Tenjolaya pada tahun
2011 juga mengalami peningkatan sebesar 297 ton dari tahun sebelumnya.
Peningkatan luas panen dan tingkat produksi jagung manis terbesar di Kabupaten
Bogor pada tahun 2011 terjadi di Kecamatan Tenjolaya (Badan Pusat Statistik
Kabupaten Bogor 2012). Selain itu, produktivitas jagung manis di Kecamatan
Tenjolaya pada tahun 2011 juga mengalami peningkatan menjadi 4.00 ton per
hektar dari 3.93 ton per hektar pada tahun sebelumnya (Badan Pusat Statistik
Kabupaten Bogor 2012). Hal ini menunjukkan bahwa Kecamatan Tenjolaya
berpotensi untuk dilakukan kegiatan budidaya jagung manis.
Peningkatan luas panen dan tingkat produksi jagung manis di Kecamatan
Tenjolaya menandakan adanya peningkatan minat petani dalam melakukan
aktivitas usahatani jagung manis. Peningkatan minat petani dalam melakukan
usahatani jagung manis perlu diikuti dengan peningkatan tingkat efisiensi dalam
mengusahakan jagung manis. Tingkat efisiensi usahatani jagung manis salah
satunya dapat dilihat dari penggunaan faktor-faktor produksi yang secara tidak
langsung dapat mempengaruhi tingkat penerimaan, tingkat pengeluaran, serta
tingkat pendapatan usahatani jagung manis. Ketersediaan benih berkualitas,
banyaknya jumlah tenaga kerja pertanian yang tersedia, ketersediaan lahan yang
cukup luas, serta manajemen usahatani yang cukup baik merupakan potensi yang
perlu dikembangkan secara optimal dalam melakukan budidaya jagung manis,
sehingga dapat menjadikan Kabupaten Bogor sebagai salah satu sentra produksi
jagung manis, serta memberikan kontribusi bagi perekonomian nasional.

Perumusan Masalah

Permintaan terhadap jagung manis terus mengalami peningkatan, tidak


hanya dari swalayan-swalayan tetapi saat ini jagung manis juga dibutuhkan oleh
6

tempat-tempat pariwisata dan tempat-tempat keramaian lainnya dalam bentuk


jagung bakar maupun jagung rebus. Peningkatan permintaan terhadap jagung
manis perlu diimbangi dengan kontinuitas pasokan bahan baku jagung manis yang
bermutu. Jagung manis memiliki umur panen yang lebih cepat apabila
dibandingkan dengan jagung jenis lainnya, sehingga sangat potensial untuk
dikembangkan. Proses budidaya dan penanganan pasca panen perlu diperhatikan
sehingga dapat dihasilkan produk yang bermutu.
Saat ini pengembangan jagung manis di Indonesia masih sangat rendah.
Hal ini terlihat dari masih rendahnya produksi dan produktivitas jagung manis
dalam negeri. Rendahnya produksi jagung manis di Indonesia secara umum
disebabkan oleh masih rendahnya jumlah penggunaan benih berkualitas,
kelangkaan pupuk, belum berkembangnya kelembagaan di tingkat petani,
teknologi panen dan pasca panen yang belum memadai, serta lahan garapan yang
sempit (Tim Karya Tani Mandiri 2010).
Desa Gunung Malang merupakan salah satu desa di Kecamatan Tenjolaya,
Kabupaten Bogor yang berpotensi untuk dilakukan pengembangan usahatani
jagung manis (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat 2013).
Tanaman jagung manis menjadi sangat populer di Desa Gunung Malang pada
tahun 1990-an. Pada tahun tersebut, banyak petani yang mulai tertarik untuk
melakukan budidaya jagung manis. Petani melakukan budidaya jagung manis
karena beberapa alasan, yaitu permintaannya yang masih sangat tinggi, nilai jual
yang lebih tinggi dan lebih mudah diserap oleh pasar, serta pemasaran yang lebih
mudah dibandingkan dengan jagung pipil. Selain itu, perawatan tanaman jagung
manis juga tidak serumit tanaman sayuran lainnya dan memiliki waktu panen
yang lebih cepat daripada jagung pipil, yaitu sekitar 75-80 hari, sehingga
perputaran modal petani menjadi lebih cepat.
Desa Gunung Malang memiliki jumlah produksi dan luas panen jagung
manis terbesar di Kecamatan Tenjolaya (Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor
2011). Akan tetapi, produktivitas yang dihasilkan oleh petani responden baru
mencapai 6.17 ton per hektar, jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan
produktivitas nasional sebesar 12-14 ton per hektar. Desa Gunung Malang
mengalami penurunan pada luas panen jagung manis sebesar 75 hektar dan
penurunan tingkat produksi jagung manis sebesar 945 kuintal pada tahun 2010
(Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor 2011). Peningkatan produktivitas jagung
manis di Desa Gunung Malang, Kabupaten Bogor perlu dilakukan sebagai upaya
peningkatan produksi jagung manis nasional.
Perbaikan dalam kegiatan usahatani perlu dilakukan agar produktivitas
jagung manis di Desa Gunung Malang dapat meningkat. Usaha peningkatan
kegiatan usahatani sangat dipengaruhi oleh teknik budidaya yang dilakukan oleh
petani dan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam kegiatan usahatani
seperti lahan, tenaga kerja, pupuk, pestisida, dan benih berkualitas. Sebagian besar
petani di Desa Gunung Malang menanam jagung manis karena jagung manis
memiliki harga jual yang lebih tinggi dan relatif lebih stabil, serta memiliki umur
panen yang lebih cepat dibandingkan dengan jagung jenis lainnya. Namun
terdapat beberapa kendala utama dalam pembudidayaan jagung manis yang
dihadapi oleh petani di Desa Gunung Malang, diantaranya yaitu keterbatasan
modal dan lahan, adanya ancaman penyakit bulai, mahalnya harga benih,
kurangnya pengetahuan petani mengenai anjuran dalam pemakaian pupuk dan
7

obat pertanian, serta pengaruh iklim yang dapat mengurangi produksi jagung
manis.
Keterbatasan modal menyebabkan usahatani jagung manis masih
dilakukan secara sederhana oleh petani di Desa Gunung Malang. Keterbatasan
modal mempengaruhi keputusan petani dalam melakukan aktivitas usahataninya,
seperti pembelian benih berkualitas. Mahalnya harga benih jagung manis dan
terbatasnya modal petani menyebabkan petani membeli benih yang lebih murah
namun tidak berkualitas, sehingga mengakibatkan pertumbuhan tanaman jagung
manis menjadi kurang optimal. Selain itu, petani jagung manis di Desa Gunung
Malang umumnya belum melakukan pemupukan sesuai dengan dosis yang
dianjurkan, sehingga produktivitas jagung manis menjadi tidak optimal. Dapat
diduga bahwa penggunaan pupuk di Desa Gunung Malang kurang efisien.
Serangan penyakit bulai juga mempengaruhi produktivitas jagung manis di
Desa Gunung Malang. Produktivitas jagung manis yang terserang penyakit bulai
akan mengalami penurunan, sehingga dibutuhkan obat-obatan pertanian yang
dapat mengurangi serangan penyakit tersebut. Umumnya keterbatasan modal
menyebabkan petani membeli obat-obatan pertanian dalam jumlah yang lebih
sedikit dari jumlah kebutuhan yang seharusnya, sehingga obat pertanian yang
disemprotkan ke tanaman yang tertular penyakit tidak mampu memberikan
pengaruh yang besar bagi produktivitas jagung manis.
Perputaran modal dari kegiatan usahatani jagung manis digunakan petani
untuk melakukan kegiatan usahatani berikutnya dan untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Biaya yang cukup tinggi dalam hal pengadaan sarana produksi untuk
budidaya jagung manis dapat membatasi petani dalam melakukan pembelian
sarana produksi. Hal tersebut dapat menyebabkan usahatani jagung manis di Desa
Gunung Malang menjadi kurang menguntungkan. Suatu kegiatan usahatani yang
kurang menguntungkan dapat membuat petani berpikir untuk menyewakan
lahannya atau bekerja menjadi buruh. Nilai sewa lahan yang berlaku di Desa
Gunung Malang cukup tinggi, begitu pula dengan nilai upah minimum yang
berlaku di Kabupaten Bogor. Tingginya nilai sewa lahan yang berlaku dapat
menjadi salah satu pertimbangan petani responden untuk menyewakan lahannya
daripada menggunakan lahannya untuk melakukan kegiatan usahatani. Upah
minimum Kabupaten Bogor yang tinggi juga menjadi pertimbangan petani
responden untuk beralih menjadi buruh.
Besar kecilnya biaya yang dikeluarkan petani dalam budidaya jagung
manis serta keragaan usahatani yang dilakukan akan mempengaruhi pendapatan
yang diperoleh petani. Analisis usahatani diperlukan untuk melihat pengaruh total
penerimaan dan total biaya yang dikeluarkan terhadap pendapatan usahatani dari
petani jagung manis di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten
Bogor. Selain itu, analisis balas jasa balas jasa terhadap faktor-faktor produksi
juga perlu dilakukan untuk melihat nilai imbalan yang diperoleh petani responden
terhadap faktor-faktor produksi yang digunakan dalam melakukan usahatani
jagung manis. Analisis balas jasa balas jasa terhadap faktor-faktor produksi dapat
digunakan untuk mengetahui alasan petani responden lebih memilih untuk tetap
mengusahakan budidaya jagung manis daripada menyewakan lahannya atau
beralih untuk bekerja menjadi buruh, meskipun petani mengalami kerugian dari
usahatani jagung manisnya.
8

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini


antara lain:
1. Bagaimana keragaan usahatani dan penggunaan input produksi jagung manis
di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor?
2. Bagaimana pendapatan usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang,
Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor?
3. Bagaimana imbangan antara penerimaan dan biaya pada usahatani jagung
manis di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor?
4. Bagaimana balas jasa terhadap faktor-faktor produksi pada usahatani jagung
manis di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dibahas


sebelumnya, maka tujuan penelitian ini antara lain:
1. Mengkaji keragaan usahatani dan penggunaan input produksi jagung manis di
Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.
2. Menganalisis pendapatan usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang,
Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.
3. Menganalisis imbangan penerimaan dan biaya pada usahatani jagung manis
di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.
4. Menganalisis balas jasa terhadap faktor-faktor produksi pada usahatani
jagung manis di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten
Bogor.

Manfaat Penelitian

Sehubungan dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka hasil penelitian ini
diharapkan dapat berguna dan memiliki manfaat sebagai berikut:
1. Memberikan informasi kepada petani sebagai pertimbangan dalam upaya
meningkatkan produksi, produktivitas, dan pendapatan dari usahatani jagung
manis.
2. Menjadi bahan informasi untuk pihak-pihak pengambil kebijakan dalam
mencari alternatif pemecahan masalah usahatani jagung manis, khususnya di
wilayah Bogor.
3. Memberikan manfaat bagi pembaca, baik sebagai tambahan pengetahuan
maupun sebagai referensi dalam melakukan penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian berjudul Pendapatan Usahatani Jagung Manis di Desa Gunung


Malang Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat ini difokuskan pada pembahasan
mengenai komoditi jagung manis. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis
pendapatan usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang, Kecamatan
Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Petani yang dijadikan responden pada penelitian ini
terbatas pada petani yang melakukan budidaya jagung manis pada musim tanam
9

2012-2013 di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor,


Provinsi Jawa Barat. Data yang digunakan adalah data pembelian input dan
penjualan jagung manis pada musim tanam 2012-2013.
Analisis yang digunakan dalam penelitian dibatasi untuk mengkaji
pendapatan usahatani dan balas jasa terhadap faktor-faktor produksi pada
usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya,
Kabupaten Bogor. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Umum Komoditas Jagung

Menurut Tim Karya Tani Mandiri (2010), tanaman jagung (Zea mays L.)
merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-
rumputan. Jagung merupakan tanaman asli benua Amerika, yang kemudian
tersebar ke benua Asia dan benua Afrika. Daerah yang dianggap sebagai asal
tanaman jagung adalah Meksiko. Tanaman ini tidak memerlukan persyaratan
tanah yang khusus, namun pertumbuhan tanaman jagung sangat membutuhkan
sinar matahari karena pertumbuhan tanaman jagung yang ternaungi akan
terhambat. Tanaman jagung dapat tumbuh pada daerah-daerah beriklim sedang
hingga daerah beriklim sub-tropis atau tropis basah. Secara garis besar, kegunaan
jagung dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu sebagai bahan pangan, pakan
ternak, dan sebagai bahan baku industri (Purwono dan Hartono 2011).

Kandungan Gizi dan Komponen Kimia Jagung


Kandungan utama jagung adalah karbohidrat (60%), dengan kandungan
protein yang lebih tinggi daripada beras yaitu 8%. Diantara tanaman biji-bijian,
kandungan Vitamin A pada jagung merupakan yang paling tinggi yaitu sebesar
440 SI. Jagung, khususnya jagung manis merupakan komoditas pertanian yang
disukai masyarakat karena rasanya yang enak, mengandung karbohidrat, protein,
dan vitamin yang tinggi, serta kandungan lemak yang rendah (Tabel 4). Jagung
manis mengandung kadar gula yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan
jagung biasa. Jagung manis umumnya dipanen muda untuk direbus atau dibakar.
Kandungan zat gizi jagung biasa dan jagung manis (tiap 100 gram bahan basah)
dapat dilihat pada Tabel 4.

Pengelompokan Jagung

Tiga kelompok utama jagung yang ditanam di daerah tropis adalah jagung
gigi kuda (dent corn), jagung mutiara (flint corn), dan jagung manis (sweet corn).
Jagung gigi kuda mempunyai lekukan di pucuk biji, karena pati keras terdapat di
pinggir dan pati lembek terdapat di puncak biji. Jagung mutiara berbentuk bulat,
bagian luar bijinya keras dan licin karena terdiri dari pati keras. Jagung mutiara
umumnya berumur genjah, sehingga hasilnya relatif rendah. Jagung manis
mengandung lebih banyak gula daripada pati, sehingga bijinya akan keriput
10

apabila kering. Jagung manis merupakan perkembangan dari jagung gigi kuda dan
jagung mutiara, yang kemudian melalui pemuliaan tanaman diperoleh jenis yang
manis (Purwono dan Hartono 2011). Salah satu varietas jagung manis yang umum
ditanam oleh petani yaitu varietas Sweet Boy. Deskripsi mengenai jagung manis
varietas Sweet Boy dapat dilihat pada Lampiran 1.

Tabel 4 Kandungan zat gizi jagung biasa dan jagung manis (tiap 100 gram bahan
basah)a
Zat Gizi Satuan Jagung Biasa Jagung Manis
Energi cal 129.00 96.00
Protein gram 4.10 3.50
Lemak gram 1.30 1.00
Karbohidrat gram 30.30 22.80
Kalsium mg 5.00 3.00
Fosfor mg 108.00 111.00
Besi mg 1.10 0.70
Vitamin A S1 117.00 400.00
Vitamin B mg 0.18 0.15
Vitamin C mg 9.00 12.00
Air gram 63.50 72.70
a
Sumber: Tim Karya Tani Mandiri (2010).

Budidaya Jagung Manis

Jagung manis termasuk keluarga Graminae dari suku Maydeae yang pada
mulanya berkembang dari jagung gigi kuda (Zea mays indentata) dan jagung
mutiara (Zea mays indurata). Jagung manis mempunyai umur genjah dan
memiliki tongkol yang lebih kecil dibandingkan jagung biasa. Secara fisik
maupun morfologi, tanaman jagung manis sulit dibedakan dengan jagung biasa.
Perbedaan antara kedua jagung tersebut yaitu umumnya terlihat pada warna bunga
jantan (malai) dan bunga betina (rambut). Malai jagung manis berwarna putih,
sedangkan malai pada jagung biasa berwarna kuning kecokelatan. Rambut jagung
manis berwarna putih sampai kuning keemasan, sedangkan pada jagung biasa
berwarna kemerahan (Minarsih 2000).
Jagung manis dapat ditanam di daerah dataran rendah dan tinggi, sampai
ketinggian 900 meter di atas permukaan laut. Daerah dengan ketinggian antara 0-
600 meter di atas permukaan laut merupakan ketinggian yang optimum bagi
pertumbuhan tanaman jagung, dengan curah hujan ideal sekitar 85-200 mm per
bulan. Jagung dapat tumbuh di daerah yang terletak antara 0-50ºLU hingga 0-
40ºLS. Suhu ideal untuk pertumbuhan jagung manis adalah 21°C-30°C.
11

Jagung manis termasuk tanaman yang tidak memerlukan persyaratan tanah


yang khusus dalam penanamannya. Tanah yang baik untuk pertumbuhan jagung
manis adalah tanah yang subur, gembur, dan kaya akan humus dengan tingkat
keasaman tanah antara 5.6-7.5. Kemiringan tanah yang optimum untuk tanaman
jagung maksimum 8%, karena kemungkinan terjadi erosi tanah sangat kecil.
Keadaan tempat untuk jagung manis sebaiknya di tempat yang terbuka, karena
tanaman jagung manis memerlukan sinar matahari yang cukup banyak dan tidak
tergenang air. Pada musim kemarau, pertumbuhan jagung manis akan lebih baik
jika ditaman di sawah tadah hujan, sedangkan pada musim hujan pertumbuhan
jagung manis akan lebih baik jika ditanam di lahan kering atau tegalan (Tim
Karya Tani Mandiri 2010). Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam budidaya
jagung manis meliputi persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, serta panen
dan pascapanen (Tim Karya Tani Mandiri 2010).

Persiapan Lahan
Lahan yang akan ditanami jagung manis harus bebas dari tanaman sejenis
varietas lain (isolasi), untuk menjamin kemurnian benih yang akan dihasilkan.
Isolasi ada dua cara, yaitu isolasi waktu yang berhubungan dengan saat tanam
dengan tanam jagung varietas lain yaitu sekitar 30 hari, serta isolasi jarak, yang
berhubungan jarak minimal dengan lokasi tanaman jagung varietas lain yaitu
sekitar 400 meter. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi
tertinggi diperoleh melalui pengolahan tanah yang baik dan benar, yaitu dengan
cara dibajak dan digaruk. Dengan melakukan pengolahan tanah, maka akan
diperoleh media yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan akar,
mengurangi keberadaan gulma, serta memperbaiki sirkulasi udara dalam tanah.
Untuk setiap empat meter perlu dibuat saluran air yang berfungsi sebagai
jalur irigasi dan drainase. Kegiatan ini dilakukan minimal 15 hari sebelum tanam.
Akan tetapi, penanaman tanpa olah tanah (TOT) bisa juga dilakukan untuk
mengejar waktu tanam, dengan tetap memperhatikan pembersihan lahan untuk
mengurangi serangan hama atau penyakit sisa dari tanaman terdahulu. Benih yang
digunakan ada dua macam, yaitu benih tanaman jantan yang nantinya akan
dimanfaatkan serbuk sarinya dan benih tanaman betina yang akan dimanfaatkan
tongkolnya untuk benih. Kebutuhan benih jantan adalah 3 Kg/Ha, sedangkan
benih betina sebanyak 9 Kg/Ha.

Penanaman
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penanaman adalah split tanam
antara jantan dan betina, perbandingan populasi jantan dan betina, jarak tanam,
penugalan, dan jumlah benih per lubang.
 Pemisahan waktu tanam dilakukan dengan cara menanam benih jantan terlebih
dahulu dan diberi tanda patok berbendera, kemudian 6 hari kemudian
dilakukan penanaman benih betina.
 Perbandingan populasi jantan dengan betina adalah 1:4.
 Jarak tanam antar betina adalah 75 x 25 cm. Jarak baris betina dengan baris
jantan adalah 50 cm.
 Lahan ditugal dengan kedalaman 5 cm, kemudian benih dimasukkan satu
benih perlubang dan ditutup dengan abu atau sekam.
12

Penanaman benih jagung manis dilakukan dengan cara ditugal atau digarit,
kemudian ditaburkan furadan di atas benih sebanyak 0.5 gram per lubang tanam.
Selanjutnya perlu ditaburkan NPK dengan jarak 10 cm dari biji jagung sebanyak 2
gram per lubang tanam. Berikut ini merupakan tindakan yang harus dilakukan
untuk menjaga kualitas tanaman jagung manis.
 7-15 hari setelah tanam dilakukan penyulaman, pemberian pupuk ZA 150 kg
per hektar, SP-36 300 kg/Ha, bila diperlukan maka semprot dengan PPC atau
insektisida nabati.
 25-30 hari setelah tanam dilakukan penyiangan sekaligus pengguludan,
apabila diperlukan maka perlu ditaburkan kembali Furadan pada titik tumbuh
sekitar 5 butir per tanaman, kemudia disemprot dengan PPC.
 40-45 hari setelah tanam dilakukan pemupukan dengan KCL atau KNOɜ.
Selain itu, dapat dilakukan penyemprotan apabila terdapat hama.
 50-55 hari setelah tanam, mulai seleksi tongkol atau pohon jagung.
Penyemprotan pada ketiak daun dilakukan apabila diperlukan. Pada saat ini,
perlu diusahakan agar kebun tidak terganggu, karena akan mempengaruhi
proses persarian.
 75-80 hari setelah tanam merupakan waktu pemetikan.

Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman meliputi pemupukan pengairan, dangir dan
bumbun, mencabut tanaman tipe simpang, serta pengendalian hama dan penyakit.
1. Pemupukan
Pupuk yang digunakan adalah pupuk campuran antara ZA, SP-36, dan KCl
dengan perbandingan dosis per hektar adalah 280:210:35. Pemupukan
dilakukan dalam tiga aplikasi berturut-turut, yaitu:
 Umur 0 hari setelah tanam dengan dosis ZA, SP-36, dan KCl adalah
70:140:35, pada jarak 5 cm dari lubang dan ditutup kembali.
 Umur 15 hari setelah tanam dengan ZA 150 kg per hektar dan SP-36
sebanyak 300 kg/Ha, pada jarak 10 cm dari lubang tanam dan ditutup
kembali.
 Umur 45 hari setelah tanam dengan dosis KCl sebanyak 140 kg, pada
jarak 10 cm dari lubang tanam dan ditutup kembali.
2. Pengairan
Lahan perlu diberi pengairan tiga hari sebelum tanam untuk menciptakan
kondisi tanah yang lembab dan hangat, sehingga mempercepat terjadinya
perkecambahan benih serta ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Pengairan
diberikan sesuai kebutuhan. Pengairan dilakukan setelah melakukan kegiatan
pemupukan. Jadwal pengairan yang dianjurkan adalah -3, 15, 30, dan 45 hari
setelah tanam.
3. Dangir dan Bumbun
Pendangiran adalah usaha untuk mengurangi keberadaan gulma di areal
tanaman, yang berpotensi sebagai kompetitor bagi tanaman jagung manis.
Dangir dilakukan sebelum perlakuan pemupukan, yaitu pada umur 21 dan 28
hari setelah tanam. Membumbun adalah usaha untuk memperbaiki sirkulasi
udara serta membantu pertumbuhan perakaran tanaman.
13

4. Cabut Bunga (Detaseling)


Yang dimaksud adalah mencabut bunga jantan tanaman betina saat tanaman
berumur antara 40-50 hari setelah tanam. Pekerjaan ini dilakukan pada pagi
hari mulai pukul 06.00 wib sampai selesai dan diulangi sebanyak 7-10 hari
sampai tidak terdapat bunga jantan di tanaman betina.
5. Babat Jantan
Tanaman jantan harus dibabat untuk menghindari tercampurnya buah jantan
pada saat panen. Hal ini dapat dilihat dengan adanya ciri-ciri rambut pada
tongkol jagung yang sudah kering dan berwarna kecoklatan. Kegiatan ini
dilakukan satu hari, yaitu pada umur 65 hari setelah tanam.
6. Mencabut Tanaman Tipe Simpang
Kegiatan membuang tanaman yang bersifat menyimpang perlu dilakukan.
Tanaman yang bersifat menyimpang memiliki penampilan yang terlalu subur
dengan daun yang lebar, warna pangkal batang yang merah, serta warna bunga
yang merah. Perlakuan ini dilakukan pada tanaman jantan maupun betina,
untuk menjaga kemurnian induk sebagai penghasil benih. Pengontrolan setiap
minggu perlu dilakukan.
7. Pengendalian Hama dan Penyakit
 Hama
a. Lalat Bibit (Atherigona exigua S.)
Gejala serangan hama ini pada saat tanaman berumur 7-14 hari setelah
tanam, dengan gejala daun berubah menjadi kekuning-kuningan,
disekitar gigitan atau bagian yang diserang mengalami pembusukan
yang pada akhirnya tanaman menjadi layu dan pertumbuhan tanaman
menjadi kerdil atau mati.
b. Ulat pemotong dan Penggerek Buah
Contoh ulat pemotong adalah Agrotis sp. dan Spodoptera litura.
Contoh ulat penggerek buah adalah Helicoverpa armigera. Gejala
serangan ditandai dengan adanya bekas gigitan pada batang dan
adanya tanaman muda yang roboh.
 Penyakit
a. Penyakit Bulai (Downy mildew)
Disebabkan oleh cendawan peronosporta maydis yang berkembang
pesat pada suhu udara 27°C atau lebih, serta pada keadaan udara yang
lembab. Gejala serangan adalah pada tanaman umur 2-3 minggu, daun
runcing dan kaku, pertumbuhan terhambat, warna daun kuning, dan
terdapat spora berwarna putih pada sisi bawah daun.
b. Penyakit Bercak Daun
Disebabkan oleh jamur Helminthosporium sp, dengan gejala adanya
bercak memanjang berwarna kuning dikelilingi warna kecokelatan.
Semula, bercak tampak basah kemudian berubah warna menjadi coklat
kekuningan dan akhirnya menjadi coklat tua.
c. Penyakit Gosong Bengkak
Disebabkan oleh jamur Ustilago sp. yang menyerang biji, sehingga
menyebabkan pembengkakan yang mengakibatkan pembungkus
menjadi rusak.
14

d. Penyakit busuk tongkol dan busuk biji


Penyebabnya adalah jamur Fusarium atau Giberella zeae. Penyakit ini
dapat diketahui setelah klobot dibuka. Biji-biji yang terserang
berwarna merah jambu atau merah kecokelatan, kemudian akan
berubah warna menjadi coklat sawo matang.

Panen dan Pascapanen Budidaya Jagung Manis


Panen jagung manis dilakukan sekitar umur 75-80 hari setelah tanam.
Pada saat tersebut, buah tanaman sudah dikatakan masak secara fisiologis dengan
ciri-ciri daun dan kelobot sudah mengering (menguning), bila kelobot dibuka biji
sudah tampak kisut 100%, serta ada black layer pada daerah titik tumbuh. Teknis
panen dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Kelobot pembungkus buah dikupas dengan cara disobek dengan tangan.
2. Seleksi buah, dengan cara dipisahkan antara buah normal dengan yang masih
muda dan sudah busuk. Buah yang muda dipisahkan untuk kemudian dijemur
dahulu. Sedangkan buah yang busuk dibuang dan tidak dijual.
3. Buah-buah normal dimasukkan ke dalam tempat yang sudah disiapkan, untuk
kemudian ditimbang dan dijual.
Panen jagung manis sebaiknya dilakukan pada pagi hari. Udara panas
cenderung dapat mengurangi kandungan gula pada biji jagung manis. Untuk
mempertahankan kadar gula lebih lama, selepas panen dari kebun harus segera
masuk ke ruang pendingin pada temperatur 1°C-5°C yang akan mempertahankan
kemanisan hingga 10 hari. Hal yang paling ideal untuk dilakukan setelah panen
yaitu dengan perlakuan khusus. Setelah panen, jagung langsung diangkut ke
gudang atau ruang pendingin dan langsung dilakukan penyortiran dan
pengemasan dengan plastic roping film. Plastik ini berfungsi untuk menjaga
kelelmbaban, mencegah kehilangan air, serta memperpanjang kesegaran jagung
manis.
Jagung manis yang masuk ke dalam grade A harus memiliki berat antara
300-500 gram per buah dengan bentuk tongkol mulus dan mengkilat. Sedangkan
untuk grade B memiliki ukuran kurang dari 300 gram atau lebih dari 500 gram
dengan bentuk tidak mulus, bii jagung ada yang tidak sempurna. Sebagian besar
jagung yang dijual di supermarket bukan dilakukan langsung oleh petani,
melainkan dilakukan oleh pemasok. Hal tersebut dapat terjadi karena petani belum
mampu memenuhi kualitas, kuantitas, dan kontinuitas yang diinginkan oleh
supermarket. Selain itu petani juga belum memiliki informasi dan akses pasar
yang baik untuk menjual produknya.

Studi Empiris mengenai Jagung Manis

Jagung manis umumnya ditanam dengan menggunakan pola tanam


tumpangsari dengan tanaman ubi jalar. Hasil penelitian di Kebun Percobaan
Sindangbarang, University Farm, Institut Pertanian Bogor menunjukkan bahwa
perlakuan waktu tanam jagung manis memberikan pengaruh yang sangat nyata
terhadap panjang batang ubi jalar, jumlah cabang, dan jumlah daun. Waktu tanam
jagung manis juga berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman, lingkar
batang, dan jumlah daun jagung manis. Tumpangsari dengan ubi jalar nyata
15

menurunkan bobot brangkasan jagung manis per petak, bobot jagung berkelobot
per petak, bobot jagung tanpa kelobot per petak, bobot jagung berkelobot per
tanaman, dan jumlah jagung per petak.
Perlakuan monokultur baik ubi jalar maupun jagung manis menghasilkan
pertumbuhan dan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan pola tanam
tumpangsari. Namun, jagung manis dan ubi jalar masih dapat ditanam secara
tumpangsari jika keduanya ditanam pada saat yang bersamaan. Pada sistem tanam
tumpangsari, semakin lama jagung manis ditanam, maka akan semakin
menguntungkan pertanaman ubi jalar. Namun sebaliknya, semakin lama ubi jalar
ditanam maka pertumbuhan dan produktivitas jagung manis akan semakin
berkurang (Wardhana 2010).
Upaya pengembangan jagung manis dapat dilakukan dengan pendekatan
agribisnis, dimana semua aspek mulai dari penyediaan sarana produksi hingga
pemasarannya mendapat perhatian secara proporsional. Namun peluang yang
cukup besar ini menghadapi beberapa kendala pengembangan. Pada subsistem
usahatani (on-farm activities), petani dihadapi pada kendala dalam perolehan
modal dan terbatasnya pasar dan pada subsistem agroindustri (off-farm activities),
kendala yang dihadapi adalah kesulitan dalam mernperoleh bahan baku.
Kelompok Tani Jagung Manis (KTJM) memasarkan jagung manis ke
berbagai tempat dan telah melakukan kerjasama dengan para petani di Kabupaten
Bogor dan Kabupaten Sukabumi. Kerjasama dilakukan dengan menyediakan
sarana produksi yang dibutuhkan petani dan jaminan pasar, sehingga diharapkan
dapat mengatasi kendala, baik dipihak petani maupun perusahaan. Penelitian
terhadap petani pemasok terbagi menjadi dua kelompok, yaitu petani yang tidak
memiliki hubungan langsung dengan KTJM (K-1) yaitu dihubungkan penyalur
yang berupa KUD dan petani yang berhubungan langsung dengan KTJM (K-2)
(Rachmawati, 1995).
Kerjasama yang dilakukan antara petani dan KTJM merupakan kontrak
pemasaran hasil secara non formal dengan dasar saling percaya, dimana pihak
KTJM akan menyalurkan kredit berupa sarana produksi pertanian, sementara itu
pihak petani harus menjual hasil panennya kepada KTJM. Pada pelaksanaannya,
kerjasama ini menimbulkan permasalahan, baik di pihak petani maupun pihak
KTJM, yang harus segera diatasi. Namun pada dasarnya kerjasama ini sudah baik,
karena dapat memberikan keuntungan pada kedua belah pihak.
Pada hubungan kerjasama antara petani dan KTJM ini, KUD mempunyai
peranan yang sangat penting sebagai penyalur baik bagi pihak petani maupun
KTJM. Bagi petani, walaupun keuntungan materil diberikan sebagian kepada
KUD, namun keuntungan non materil lebih besar dibanding bila langsung
berhubungan dengan KTJM. Petani pemasok pada K-1 tidak menggunakan
penyalur berupa KUD atau yang lainnya karena lokasinya yang tidak terlalu jauh
dari KTJM, sehingga lebih baik apabila langsung berhubungan dengan KTJM.
Marjin yang diterima petani kecil untuk produk yang diolah dan cukup
besar untuk produk yang tidak diolah oleh KTJM. Sedangkan marjin keuntungan
yang diterima penyalur sangat kecil, karena kegiatan yang dilakukan penyalur
tidak banyak dan juga risiko yang ditanggungnya tidak besar, seperti banyaknya
biaya dan risiko yang harus ditanggung oleh KTJM atau petani.
Harga jual jagung manis selain ditetapkan dengan mempertimbangkan
harga pasar, juga ditetapkan berdasarkan pertimbangan harga pesaing dan
16

kemampuan dari konsumen. Kemampuan membayar ditentukan berdasarkan besar


kecilnya pasar swalayan yang bersangkutan. KTJM mempunyai saluran
pemasaran yang tidak panjang, mengingat sifat produk jagung manis yang cepat
menurun kualitasnya. Sebagian besar komoditi jagung manis hasil olahan KTJM
disalurkan melalui Hero CPV (Central Packing Fruit & Vegetables). Hero CPV
adalah Pusat Pengepakan Buah dan Sayur yang ada di PT Hero Supermarket. Pada
jenis kupas dan kulit roll, yang ditujukan untuk supermarket, kemasan diberi
merk, yaitu Hawaii Sweet Corn, untuk menarik minat konsumen dan
membedakannya dari para pesaing (Rachmawati 1995).

Studi Empiris mengenai Usahatani Jagung

Ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani


menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-
faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut
memberikan pendapatan semaksimal mungkin (Suratiyah 2011). Pendapatan
usahatani merupakan salah satu ukuran keberhasilan dalam melakukan kegiatan
usahatani. Tingkat pendapatan usahatani yang diperoleh petani berbeda-beda
tergantung dari jenis dan hasil produksi komoditas yang dihasilkan, penggunaan
input produksi, harga input, dan harga output.
Komponen yang perlu diperhatikan dalam melakukan perhitungan
pendapatan usahatani yaitu penerimaan dan pengeluaran usahatani. Penerimaan
usahatani merupakan nilai produk usahatani dikali dengan harga jualnya.
Penerimaan usahatani terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan yang
diperhitungkan. Penerimaan tunai merupakan penerimaan dari hasil penjualan
produk usahatani yang diterima secara langsung oleh petani. Penerimaan yang
diperhitungkan merupakan nilai produk yang tidak dijual oleh petani seperti nilai
produk yang disimpan atau dikonsumsi sendiri. Penelitian Putra (2011) dan Aldila
(2013) hanya menghitung penerimaan tunai usahatani saja, tanpa
memperhitungkan penerimaan yang diperhitungkan, karena hasil produksi petani
dijual seluruhnya. Pendapatan tunai jagung manis diperoleh dari jumlah produksi
jagung manis segar dikali dengan harga jualnya.
Pengeluaran usahatani merupakan biaya yang dikeluarkan petani untuk
melakukan kegiatan usahatani yang terdiri dari pengeluaran tunai dan pengeluaran
yang diperhitungkan. Pengeluaran tunai terdiri dari biaya input produksi yang
benar-benar dikeluarkan oleh petani, sedangkan biaya yang diperhitungkan
meliputi biaya tenaga kerja dalam keluarga, penyusutan, dan sewa lahan yang
diperhitungkan (Putra 2011, Setiyanto 2008, dan Aldila 2013). Pengeluaran untuk
biaya tunai memiliki persentase terbesar terhadap total pengeluaran usahatani
(Setiyanto 2008 dan Aldila 2013). Akan tetapi penelitian Putra (2011)
menunjukkan hasil yang berbeda. Penelitian Putra (2011) menunjukkan bahwa
biaya yang tidak diperhitungkan memiliki presentase terbesar terhadap biaya total,
karena tingginya penggunaan tenaga kerja dalam keluarga.
Setelah mengetahui nilai penerimaan dan pengeluaran usahatani, maka
nilai pendapatan usahatani dapat diketahui. Pendapatan usahatani diperoleh dari
selisih antara total penerimaan usahatani dengan total pengeluaran usahatani.
Pendapatan usahatani terbagi menjadi dua yaitu pendapatan atas biaya tunai dan
17

pendapatan atas biaya total. Hasil penelitian Putra (2011), Aldila (2013), dan
Setiyanto (2008) menunjukkan bahwa pendapatan atas biaya tunai rata-rata petani
memiliki angka yang positif dan lebih dari nol. Hal ini menunjukkan bahwa
usahatani jagung dan jagung manis yang dilakukan petani secara tunai
menguntungkan. Jika dilihat pendapatan atas biaya total, pendapatan usahatani
ada yang menunjukkan angka positif dan juga angka negatif.
Untuk mengetahui efisiensi pendapatan usahatani dilakukan penghitungan
R/C. Nilai R/C merupakan perbandingan antara nilai pendapatan yang diperoleh
petani dengan biaya yang dikeluarkan. Nilai R/C ratio yang lebih besar daripada
satu berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan petani, maka pendapatan
yang diterima lebih dari satu rupiah. Nilai R/C terbagi menjadi dua yaitu R/C atas
biaya tunai dan R/C atas biaya total. Penelitian Putra (2011) menunjukkan nilai
R/C untuk usahatani jagung manis lahan milik dan lahan sewa atas biaya total dan
biaya tunai yaitu lebih dari 1, yang menandakan bahwa usahatani jagung manis
menguntungkan untuk diusahakan. Usahatani jagung manis di Kecamatan Ciawi
juga menunjukkan nilai R/C yang lebih dari satu, yang berarti bahwa usahatani
tersebut menguntungkan dan layak untuk diusahakan (Rachmawati 1995).
Analisis usahatani tidak hanya dilihat dari pendapatan usahataninya saja,
namun juga perlu memperhatikan teknik budidaya yang dilakukan dan faktor-
faktor produksi yang digunakan untuk melakukan budidaya. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa kegiatan budidaya tanaman jagung manis masih banyak
mengalami kendala. Kendala ini menyebabkan produksi yang diperoleh petani
masih dibawah produksi potensial yang seharusnya dapat dicapai.
Petani jagung manis di Kecamatan Ciawi sering mengalami kerugian
tergantung dari keadaan alam pada saat menanam dan harga yang terjadi di pasar
(Rachmawati 1995). Usahatani jagung di Desa Saguling, Kabupaten Bandung
tergolong masih sederhana, hal ini tercermin dari kecilnya luasan lahan produksi,
masih belum digunakannya mesin pertanian (seperti hand tractor atau mesin
perontok biji/hasil panen), pengaturan komposisi input produksi (benih, pupuk,
dan obat-obatan) yang masih belum berimbang, sampai pengaturan tenaga kerja.
Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi jagung adalah luas lahan, pemilihan
jenis benih, dosis penggunaan pupuk (Urea, TSP, KCl dan NPK), obat-obatan,
manajemen (budidaya-panen), serta penggunaan tenaga kerja. Berdasarkan hasil
perhitungan diperoleh bahwa usahatani jagung dengan benih hibrida lebih
menguntungkan daripada dengan benih bersari bebas. Sebab nilai R/C atas biaya
total usahatani jagung hibrida lebih besar daripada bersari bebas (Khaerizal 2008).
Usahatani jagung manis di Desa Titisan, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten
Sukabumi, Propinsi Jawa Barat memiliki rata-rata penguasaan lahan usahatani
jagung manis sebesar 0.57 hektar. Secara umum, penggunaan input produksi
masih rendah dan belum sesuai dengan dosis yang dianjurkan oleh Dinas
Pertanian setempat. Elastisitas produksi dalam model fungsi produksi yang
terbentuk menunjukkan bahwa skala usahatani jagung manis berada pada skala
kenaikan hasil yang meningkat (increasing return to scale). Berdasarkan hasil
penelitian, ditunjukkan bahwa penggunaan faktor-faktor produksi usahatani
jagung manis secara ekonomis belum mencapai kondisi optimal, sehingga masih
harus ditingkatkan agar dapat mencapai keuntungan maksimum. Masih kurangnya
penggunaan faktor-faktor produksi seperti benih, luas lahan, pupuk urea, pupuk
kandang, pupuk KCl, dan fungisida, disebabkan oleh keterbatasan modal dan
18

masih rendahnya pengetahuan petani mengenai jumlah penggunaan faktor


produksi yang tepat.
Rata-rata produksi jagung manis yang dihasilkan petani sebesar 4 834.286
kg dan harga rata-rata jagung manis di daerah penelitian yaitu Rp1 114.286, serta
memberikan keuntungan bagi petani sebesar Rp3 739 657.817 per musim tanam
(± 75 hari). Usahatani jagung manis per musim tanam di Desa Titisan yang
dilakukan oleh petani pemilik cenderung memiliki keuntungan yang lebih besar
dibanding dengan usahatani yang dilakukan petani penyewa. Sedangkan usahatani
yang dilakukan oleh petani berlahan luas juga memberikan keuntungan yang lebih
besar dibanding dengan usahatani yang dilakukan petani berlahan sempit
(Widiyanti 2000).
Hasil analisis dari Balai Penelitian Tanaman Serealia mengenai usahatani
jagung lokal yang dibandingkan dengan hibrida menunjukkan bahwa pengusahaan
jagung hibrida membutuhkan biaya poduksi yang jauh lebih besar dibanding
jagung lokal, terutama untuk pupuk. Di Indonesia, tingkat pengelolaan usahatani
jagung masih tergolong semi komersial. Berdasarkan penelitian Suhariyanto yang
dikutip oleh Balai Penelitian Tanaman Serealia, sebagian besar rumah tangga
penghasil jagung tidak mengkonsumsi jagung, namun mereka menjualnya ke
pasar (25%), pedagang besar (32%), KUD (0.60%), dan lainnya (4.60%). Hal ini
mengindikasikan bahwa latar belakang utama petani menanam jagung adalah
untuk mendapatkan uang tunai. Petani di Sulawesi Selatan dapat menjual jagung
dengan berbagai cara, yaitu petani menjual langsung ke konsumen di pasar desa,
petani menjual ke pengecer pakan ayam di kabupaten, atau petani dapat langsung
menjual jagung ke pedagang pengumpul yang berasal dari desa atau kecamatan
tempat tinggal petani (Balai Penelitian Tanaman Serealia 2002).
Terdapat beberapa persamaan dalam metode penelitian yang digunakan
pada beberapa studi terdahulu seperti pada Rachmawati (1995), Putra (2011),
Khaerizal (2008), dan Balai Penelitian Tanaman Serealia (2002). Metode yang
digunakan dalam menganalisis usahatani yaitu analisis pendapatan usahatani dan
R/C. Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan beberapa penelitian terdahulu
tersebut adalah perbedaan dalam jenis komoditas yang diteliti dan adanya
tambahan konsep mengenai balas jasa terhadap faktor-faktor produksi dalam
usahatani. Penelitian ini meneliti mengenai jagung manis dan menganalisis
mengenai pendapatan usahatani yang diperoleh petani, serta menganalisis
mengenai balas jasa terhadap faktor produksi yang diterima oleh petani, yang
belum dibahas di penelitian-penelitian sebelumnya. Selain itu, penelitian ini
dilakukan pada lokasi dan waktu yang berbeda dengan penelitian-penelitian
sebelumnya.
Berdasarkan penelusuran hasil penelitian terdahulu, penelitian mengenai
usahatani jagung manis dan analisis balas jasa terhadap faktor produksi belum
banyak dilakukan. Penelitian ini berusaha menganalisis usahatani jagung manis
berdasarkan pendekatan keragaan usahatani, pendapatan usahatani dengan
pendekatan penerimaan dan biaya usahatani, pendekatan balas jasa terhadap
faktor produksi, serta pendekatan imbangan penerimaan dan biaya (R/C) untuk
melihat tingkat keuntungan usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang,
Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.
19

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Konsep Usahatani
Ilmu usahatani umumnya diartikan sebagai ilmu yang mempelajari
bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi
berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat
yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu
yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan
mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien
mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin
(Suratiyah 2011).
Soekartawi (2006) mengartikan ilmu usahatani sebagai ilmu yang
mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara
efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu
tertentu. Pengalokasian sumberdaya secara efektif dapat terlihat apabila petani
dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai) dengan
sebaik-baiknya dan dapat dikatakan efisien apabila pemanfaatan sumberdaya
tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input).
Soekartawi (2006) memaparkan bahwa suatu usahatani dapat digambarkan
lebih rinci sebagai berikut:
1. Pada setiap usahatani kita akan selalu dapat menjumpai lahan dalam luasan
dan bentuk yang tertentu, unsur ini dalam usahatani mempunyai fungsi
sebagai tempat diselenggarakan usaha bercocok tanam, pemeliharaan hewan
ternak, dan tempat keluarga tani bermukim.
2. Pada usahatani juga akan dijumpai bangunan-bangunan, seperti: rumah tempat
tinggal keluarga tani, kandang ternak, gudang dan lumbung, sumur atau
pompa air, dan pagar. Alat-alat pertanian, seperti: bajak, cangkul, garpu,
parang, sprayer, dan traktor. Sarana produksi (input), seperti: benih atau bibit
tanaman, pupuk pabrik atau pupuk kandang, obat-obatan pemberantas hama
dan penyakit tanaman, serta hewan ternak dan makanan ternak.
3. Pada usahatani terdapat keluarga tani yang terdiri dari petani, istri, dan anak-
anak, serta mertua, adik, ipar, keponakan, menantu, dan pembantu. Semua
merupakan sumber tenaga kerja usahatani bersangkutan.
4. Petani sendiri, selain menjadi tenaga kerja juga berfungsi sebagai pengelola
atau manager, yaitu orang yang berwenang memutuskan segala sesuatu yang
berhubungan dengan kegiatan usahatani.
Shinta (2011) menyimpulkan bahwa ilmu usahatani adalah ilmu terapan
yang membahas atau mempelajari bagaimana menggunakan sumberdaya secara
efisien dan efektif pada suatu usaha pertanian agar diperoleh hasil maksimal.
Sumberdaya itu adalah lahan, tenaga kerja, modal, dan manajemen. Hernanto
(1996) menyatakan bahwa terdapat empat unsur pokok yang selalu ada pada suatu
usahatani. Unsur tersebut dikenal dengan istilah lain yaitu faktor-faktor produksi
usahatani. Faktor-faktor produksi tersebut yaitu:
20

1. Tanah
Tanah merupakan faktor produksi yang penting karena tanah merupakan
tempat tumbuhnya tanaman, ternak, dan usahatani secara keseluruhan, yang
tidak dapat diperbanyak, tidak dapat dipindah-pindahkan, serta dapat
diperjualbelikan atau dipindahtangankan. Faktor tanah tidak terlepas dari
pengaruh alam sekitarnya, yaitu curah hujan, sinar matahari, angin, dan
sebagainya (Suratiyah 2011). Hernanto (1996) menjelaskan mengenai sifat-
sifat tanah di Indonesia, yaitu relatif langka dibanding dengan faktor produksi
lainnya dan distribusi penguasaannya di masyarakat tidak merata. Tanah
usahatani dapat berupa sawah, tanah pekarangan, dan tegalan. Tanah dalam
usahatani dapat diperoleh dengan cara membeli, sewa, sakap, pemberian oleh
negara, warisan, wakaf, atau dengan membuka lahan sendiri. Penggunaan
tanah dapat diusahakan secara monokultur maupun tumpangsari.
2. Tenaga Kerja
Tenaga kerja adalah energi yang dicurahkan dalam suatu proses kegiatan
untuk menghasilkan suatu produk (Shinta 2011). Tenaga kerja dalam
usahatani dapat berupa tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak, serta tenaga
kerja mekanik. Tenaga kerja manusia dibedakan atas tenaga kerja pria,
perempuan, dan anak-anak. Tenaga kerja usahatani dapat berasal dari dalam
keluarga maupun luar keluarga, yang dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin,
kualitas dan kegiatan kerja, kesehatan, kecakapan (pendidikan, pengetahuan,
dan pengalaman), dan keadaan lingkungannya (Suratiyah 2011). Tenaga kerja
luar keluarga diperoleh dengan cara upahan, sambatan (tolong menolong), dan
arisan tenaga kerja. Satuan kerja diperlukan untuk mengukur efisiensi, yaitu
jumlah pekerjaan produktif yang berhasil diselesaikan oleh seorang pekerja.
Untuk satu hari umumnya diperhitungkan delapan jam kerja. Hernanto (1996)
membuat konversi tenaga kerja, yaitu membandingkan tenaga pria sebagai
ukuran baku dan jenis tenaga kerja lain dikonversikan atau disetarakan dengan
hari kerja pria, yaitu: 1 pria = 1 hari kerja pria (HKP); 1 wanita = 0.7 hari
kerja pria (HKP); 1 ternak = 2 hari kerja pria (HKP); dan 1 anak = 0.5 hari
kerja pria (HKP).
3. Modal
Modal merupakan unsur pokok usahatni yang penting. Modal dapat digunakan
untuk membeli sarana produksi serta untuk membiayai pengelolaan usahatani.
Modal dalam usahatani adalah: (a) Tanah, (b) Bangunan-bangunan, (c) Alat-
alat pertanian, (d) Tanaman, ternak, dan ikan di kolam, (e) Bahan-bahan
pertanian (sarana produksi), (f) Piutang di Bank, dan (g) Uang tunai. Menurut
sifatnya, modal dapat dibedakan menjadi dua yaitu modal tetap (tanah
bangunan) dan modal bergerak (alat-alat, bahan, uang tunai, tanaman, dan
lain-lain). Nilai dari modal tetap menyusut berdasarkan jenis dan waktu,
sedangkan modal bergerak dianggap habis dalam satu periode produksi.
Sumber pembentukan modal dapat berasal dari milik sendiri, pinjaman atau
kredit (kredit bank dan pelepas uang/famili/tetangga), hadiah warisan,
diperoleh dari usaha lain, atau dari kontrak sewa (Hernanto 1996).
4. Manajemen (pengelolaan)
Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani dalam menentukan,
mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang
dikuasainya sebaik-baiknya dan mampu memberikan tingkat produksi yang
21

diharapkan. Ukuran dari keberhasilan pengelolaan adalah produktifitas dari


setiap faktor maupun produktifitas dari usahanya. Untuk dapat menjadi
pengelola yang berhasil, maka pemahaman terhadap prinsip teknik dan prinsip
ekonomis menjadi syarat bagi seorang pengelola. Prinsip teknis meliputi: (a)
Perilaku cabang usaha yang diputuskan; (b) Perkembangan teknologi; (c)
Tingkat teknologi yang dikuasai, (d) Daya dukung faktor yang dikuasai, dan
(e) Cara budidaya dan alternatif cara lain berdasar pengalaman orang lain.
Sementara itu, prinsip ekonomis meliputi: (a) Penentuan perkembangan harga;
(b) Kombinasi cabang usaha; (c) Pemasaran hasil; (d) Pembiayaan usahatani;
(e) Penggolongan modal dan pendapatan, serta (f) Ukuran-ukuran
keberhasilan yang lazim (Hernanto 1996).

Konsep Penerimaan Usahatani


Penerimaan total usahatani dapat didefinisikan sebagai nilai produk total
usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual
(Soekartawi et al. 1986). Penerimaan usahatani adalah nilai produk total usahatani
dalam jangka waktu tertentu, yang merupakan hasil perkalian antara total produksi
dengan harga jual. Istilah lain dari penerimaan usahatani adalah pendapatan kotor
usahatani, yang terbagi menjadi dua, yaitu penerimaan tunai usahatani dan
penerimaan tidak tunai usahatani.
Menurut Soekartawi et al. (1986), penerimaan tunai usahatani (farm
receipt) didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan pokok
usahatani. Sedangkan penerimaan tidak tunai merupakan nilai hasil produk
usahatani yang tidak dijual, tetapi dikonsumsi sendiri, disimpan sebagai
persediaan atau aset petani, dan lain sebagainya sehingga tidak memberikan hasil
dalam bentuk uang. Penerimaan tunai usahatani tidak mencakup pinjaman uang
untuk keperluan usahatani dan tidak mencakup yang berbentuk benda. Oleh
karena itu nilai produk usahatani yang dikonsumsi tidak dihitung sebagai
penerimaan tunai usahatani. Penerimaan total usahatani diperoleh dari hasil
penjumlahan antara penerimaan tunai usahatani dengan penerimaan tidak tunai
usahatani. Sumber perolehan penerimaan usahatani yaitu diperoleh dari
pendapatan hasil, nilai hasil yang dikonsumsi oleh keluarga, menyewakan, dan
penjualan unsur-unsur produksi, subsidi pemerintah, dan penambahan nilai
inventarisasi (Hernanto 1996).

Konsep Pengeluaran Usahatani


Pengeluaran total usahatani adalah nilai semua input yang habis terpakai
atau dikeluarkan di dalam produksi. Biaya dalam usahatani terbagi menjadi dua,
yaitu biaya tunai dan biaya tidak tunai (biaya yang diperhitungkan). Biaya tunai
merupakan biaya yang langsung dibayar secara tunai. Secara umum, biaya tunai
adalah pengeluaran berdasarkan nilai uang sehingga segala keluaran untuk
keperluan usahatani yang dibayar dalam bentuk benda tidak termasuk dalam
pengeluaran tunai. Biaya tunai dapat berupa sewa lahan dan pajak lahan, biaya
untuk bibit, obat-obatan, pupuk kimia, pupuk kandang, serta biaya untuk tenaga
kerja luar keluarga. Biaya tunai berguna untuk melihat pengalokasian modal yang
dimiliki petani.
Biaya tidak tunai (biaya yang diperhitungkan) adalah nilai semua input
yang digunakan namun tidak dalam bentuk uang, misalnya nilai barang dan jasa
22

untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda atau berdasarkan kredit.
Biaya tidak tunai meliputi biaya untuk tenaga keluarga, biaya penyusutan alat-alat
pertanian, sewa lahan milik sendiri, serta biaya panen dan pengolahan tanah dari
tenaga kerja dalam keluarga. Biaya tidak tunai digunakan untuk melihat
manajemen suatu usahatani (Hernanto 1996).
Penyusutan nilai untuk alat-alat pertanian yang digunakan termasuk dalam
pengeluaran tidak tunai (biaya yang diperhitungkan). Nilai penyusutan tersebut
dihitung dengan menggunakan metode garis lurus. Metode garis lurus yaitu suatu
metode dalam perhitungan penyusutan dimana biaya penyusutan yang dikeluarkan
setiap tahunnya relatif sama hingga habis umur ekonomis dari alat tersebut
(Suratiyah 2011). Metode ini digunakan dengan asumsi nilai sisa dianggap nol.

Konsep Pendapatan Usahatani


Pendapatan usahatani diperoleh dari selisih antara seluruh penerimaan
usahatani dengan seluruh pengeluaran usahatani (biaya) dalam satu musim tanam.
Penerimaan usahatani merupakan nilai produk dari usahatani, yaitu hasil perkalian
antara total produksi dengan harga produk pada suatu periode tertentu, yang
terdiri dari penerimaan tunai dan tidak tunai. Penerimaan tunai didefenisikan
sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Sedangkan
penerimaan tidak tunai merupakan pendapatan bukan dalam bentuk uang, seperti
hasil panen yang dikonsumsi, digunakan untuk bibit atau makan ternak,
digunakan untuk pembayaran, disimpan digudang, dan menerima pembayaran
dalam bentuk benda.
Pengeluaran total atau biaya total usahatani adalah nilai semua masukan
(input) yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi, yang mencakup
pengeluaran tunai dan pengeluaran tidak tunai (biaya yang diperhitungkan).
Pengeluaran tunai adalah pengeluaran berdasarkan nilai uang, sehingga segala
keluaran (output) untuk keperluan usahatani yang dibayar dalam bentuk benda
tidak termasuk dalam pengeluaran tunai. Pengeluaran tidak tunai adalah nilai
semua input yang digunakan namun tidak dalam bentuk uang (Soekartawi et al.
1986).
Pendapatan usahatani dapat digunakan untuk mengukur imbalan yang
diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja,
pengelolaan dan modal milik sendiri, atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke
dalam usahatani. Pendapatan bersih usahatani merupakan ukuran keuntungan
usahatani yang dapat dipakai untuk membandingkan penampilan beberapa
usahatani (Soekartawi et al. 1986). Namun, pendapatan yang besar tidak selau
menunjukkan efesiensi yang tinggi karena ada kemungkinan pendapatan yang
besar tersebut diperoleh dari investasi yang berlebihan. Oleh karena itu, analisis
pendapatan usahatani selalu diikuti dengan pengukuran efisiensi. Jika unsur total
penerimaan dan total biaya telah diperoleh, maka nilai R/C dapat ditentukan
nilainya.

Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya


Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C) digunakan sebagai alat
untuk mengukur perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya dalam
satu periode produksi usahatani. Analisis ini dapat digunakan sebagai ukuran
efisiensi pendapatan usahatani dan kelayakan usahatani. Secara teoritis, analisis
23

imbangan penerimaan dan biaya (R/C) menunjukkan bahwa setiap satu rupiah
biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar nilai R/C-nya.
Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C) dapat diperhitungkan
berdasarkan atas biaya tunai dan biaya total. R/C atas biaya tunai diperoleh
dengan membandingkan antara penerimaan total dengan biaya tunai dalam satu
periode tertentu. Sedangkan R/C atas biaya total diperoleh dengan cara
membandingkan antara penerimaan total dengan biaya total yang dikeluarkan
dalam satu periode tertentu.
Apabila diperoleh nilai R/C > 1, maka kegiatan usahatani yang dilakukan
menguntungkan, karena kegiatan usahatani yang dilakukan dapat memberikan
penerimaan yang lebih besar daripada pengeluarannya. Sedangkan nilai R/C < 1
menunjukkan bahwa kegiatan usahatani yang dilakukan tidak menguntungkan,
karena kegiatan usahatani yang dilakukan tidak dapat memberikan penerimaan
yang lebih besar daripada pengeluarannya. Nilai R/C = 1 berarti bahwa kegiatan
usahatani yang dilakukan tidak memberikan keuntungan maupun kerugian
(impas), karena penerimaan yang diterima oleh petani akan sama dengan
pengeluaran yang dikeluarkan oleh petani.

Konsep Balas Jasa dalam Usahatani


Balas jasa dalam usahatani perlu diperhitungkan, seperti balas jasa
terhadap seluruh modal, balas jasa terhadap lahan, serta balas jasa terhadap tenaga
kerja keluarga. Balas jasa terhadap seluruh modal (return to total capital)
dipengaruhi oleh pendapatan bersih usahatani (net farm income) dan nilai kerja
keluarga (Kay et al. 2005). Pendapatan bersih usahatani (net farm income)
merupakan ukuran yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor
produksi kerja, modal (sendiri dan pinjaman), dan pengelolaan. Pendapatan bersih
usahatani dipengaruhi oleh pendapatan kotor usahatani (gross farm income) dan
pengeluaran total usahatani (total farm expenses).
Pendapatan kotor usahatani (gross farm income) merupakan nilai produk
total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik dijual maupun tidak dijual.
Sedangkan pengeluaran total usahatani (total farm expenses) merupakan nilai
semua masukan yang habis dipakai, baik tunai maupun tidak tunai. Dalam
perhitungan balas jasa terhadap seluruh modal (return to total capital), nilai dari
tenaga kerja dalam keluarga tidak dimasukkan ke dalam perhitungan pengeluaran
total usahatani (Kay et al. 2005).
Balas jasa terhadap lahan yang digunakan untuk melakukan kegiatan
usahatani juga perlu diperhitungkan untuk melihat apakah sebaiknya lahan
disewakan atau tetap digunakan untuk melakukan kegiatan usahatani. Penghasilan
bersih usahatani (net farm earnings) merupakan ukuran imbalan kepada
sumberdaya milik keluarga yang dipakai dalam melakukan kegiatan usahatani.
Nilai penghasilan bersih usahatani dipengaruhi oleh pendapatan bersih usahatani
(net farm income) dan bunga modal pinjaman. Pinjaman dalam usahatani tidak
hanya dalam bentuk uang, namun dapat juga dalam bentuk natura atau barang.
Dalam perhitungan balas jasa terhadap lahan, nilai dari seluruh komponen sewa
lahan tidak dimasukkan ke dalam perhitungan pengeluaran total usahatani (total
farm expenses).
Selain itu, balas jasa terhadap tenaga kerja keluarga (return to family
labor) juga perlu diperhitungkan untuk melihat apakah sebaiknya petani menjadi
24

buruh atau tetap mengusahakan kegiatan usahatani. Balas jasa terhadap tenaga
kerja keluarga dipengaruhi oleh penghasilan bersih usahatani (net farm earning)
dan bunga modal petani (Kay et al. 2005).

Kerangka Pemikiran Operasional

Permintaan terhadap jagung manis terus meningkat seiring dengan


meningkatnya daya beli masyarakat dan meningkatnya permintaan dari swalayan-
swalayan yang membutuhkan pasokan jagung manis dalam jumlah yang cukup
besar. Permintaan jagung manis yang terus mengalami peningkatan tersebut perlu
diimbangi dengan kontinuitas pasokan bahan baku jagung yang bermutu. Namun
saat ini pengembangan jagung manis di Indonesia masih sangat rendah. Hal ini
terlihat dari masih rendahnya produksi dan produktivitas jagung manis dalam
negeri. Rendahnya produksi jagung manis di Indonesia secara umum disebabkan
oleh masih sedikitnya penggunaan benih berkualitas, kelangkaan pupuk, belum
berkembangnya kelembagaan di tingkat petani, teknologi panen dan pasca panen
yang belum memadai, serta lahan garapan yang sempit (Tim Karya Tani Mandiri
2010).
Desa Gunung Malang mengalami penurunan pada luas panen jagung
manis sebesar 75 hektar dan penurunan tingkat produksi jagung manis sebesar
945 kuintal (Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor 2011). Penurunan luas panen
tersebut terjadi secara serempak, tidak hanya terjadi di Desa Gunung Malang.
Penurunan luas panen jagung manis ini tidak hanya disebabkan oleh semakin
berkurangnya luas tanam, tetapi juga disebabkan oleh semakin berkurangnya
minat petani dalam melakukan usahatani jagung manis. Kurangnya minat petani
dalam melakukan usahatani jagung manis diduga karena rendahnya pendapatan
yang diperoleh petani dari usahatani jagung manis jika dibandingkan dengan
usahatani lainnya.
Perbaikan dalam kegiatan usahatani perlu dilakukan agar produktivitas
jagung di Desa Gunung Malang dapat meningkat. Usaha peningkatan kegiatan
usahatani sangat dipengaruhi oleh teknik budidaya yang dilakukan oleh petani dan
faktor-faktor produksi yang digunakan dalam kegiatan usahatani seperti lahan,
tenaga kerja, pupuk, obat-obatan, dan benih berkualitas. Terdapat beberapa
kendala utama dalam budidaya jagung manis yang dihadapi oleh petani di Desa
Gunung Malang, antara lain keterbatasan modal dan lahan, adanya ancaman
penyakit bulai, mahalnya harga benih, kurangnya pengetahuan petani mengenai
anjuran dalam pemakaian pupuk dan obat pertanian, serta adanya pengaruh iklim
yang dapat mengurangi produksi jagung manis. Kendala-kendala yang dihadapi
oleh petani dalam melakukan kegiatan usahatani jagung manis akan berpengaruh
terhadap produksi yang dihasilkan dan akan mempengaruhi pendapatan yang
diperoleh petani.
Keterbatasan modal menyebabkan usahatani jagung manis masih
dilakukan secara sederhana oleh petani di Desa Gunung Malang. Keterbatasan
modal akan mempengaruhi keputusan petani dalam melakukan aktivitas
usahataninya, sehingga dapat mempengaruhi penggunaan input produksi.
Mahalnya harga benih jagung manis dan terbatasnya modal petani menyebabkan
25

petani membeli benih yang lebih murah namun tidak berkualitas, sehingga
mengakibatkan pertumbuhan tanaman jagung manis menjadi kurang optimal.
Perputaran modal dari kegiatan usahatani jagung manis digunakan petani
untuk melakukan kegiatan usahatani berikutnya dan untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Biaya yang cukup tinggi dalam hal pengadaan sarana produksi untuk
budidaya jagung manis dapat membatasi petani dalam melakukan pembelian
sarana produksi. Hal tersebut dapat menyebabkan usahatani jagung manis di Desa
Gunung Malang menjadi kurang menguntungkan. Suatu kegiatan usahatani yang
kurang menguntungkan dapat membuat petani berpikir untuk menyewakan
lahannya atau bekerja menjadi buruh. Nilai sewa lahan yang berlaku di Desa
Gunung Malang cukup tinggi, begitu pula dengan nilai upah minimum yang
berlaku di Kabupaten Bogor. Tingginya nilai sewa lahan yang berlaku dapat
menjadi salah satu pertimbangan petani responden untuk menyewakan lahannya
daripada menggunakan lahannya untuk melakukan kegiatan usahatani. Upah
minimum Kabupaten Bogor yang tinggi juga menjadi pertimbangan petani
responden untuk beralih menjadi buruh.
Besar kecilnya biaya yang dikeluarkan petani dalam budidaya jagung
manis serta keragaan usahatani yang dilakukan oleh petani akan mempengaruhi
pendapatan yang diperoleh petani. Oleh karena itu, diperlukan analisis usahatani
untuk melihat pengaruh total penerimaan dan total biaya yang dikeluarkan
terhadap pendapatan usahatani dari petani jagung manis di Desa Gunung Malang,
Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Analisis usahatani dilakukan untuk
mendapatkan informasi yang jelas mengenai pendapatan usahatani yang diperoleh
dari memproduksi jagung manis.
Selain melihat biaya, penerimaan, dan pendapatan usahatani, dilakukan
pula analisis keragaan usahatani dan penggunaan input produksi jagung manis di
Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Analisis
keragaan usahatani dan penggunaan input produksi dilakukan untuk melihat teknis
budidaya yang dilakukan oleh petani responden.
Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C) juga dilakukan untuk
melihat apakah usahatani jagung manis yang dilakukan oleh petani responden
menguntungkan atau tidak menguntungkan. Analisis tersebut menunjukkan bahwa
setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar
nilai R/C-nya. Usahatani jagung manis menguntungkan dan layak untuk
diusahakan oleh petani apabila nilai R/C lebih besar dari satu dan apabila nilai
R/C lebih kecil dari satu, maka dapat dikatakan bahwa kegiatan usahatani
memberikan kerugian bagi petani, sehingga tidak layak untuk diusahakan.
Analisis balas jasa terhadap faktor-faktor produksi juga perlu dianalisis
karena pada umumnya petani tidak memperhitungkan hal-hal tersebut di dalam
melakukan kegiatan usahataninya. Selain itu, analisis balas jasa balas jasa
terhadap faktor-faktor produksi juga perlu dilakukan untuk melihat nilai imbalan
yang diperoleh petani responden terhadap faktor-faktor produksi yang digunakan
dalam melakukan usahatani jagung manis. Analisis balas jasa balas jasa terhadap
faktor-faktor produksi dapat digunakan untuk mengetahui alasan petani responden
lebih memilih untuk tetap mengusahakan budidaya jagung manis daripada
menyewakan lahannya atau beralih untuk bekerja menjadi buruh, meskipun petani
mengalami kerugian dari usahatani jagung manisnya. Secara lebih ringkas,
kerangka pemikiran operasional penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
26

1. Terjadi peningkatan permintaan jagung manis nasional, namun tidak


diimbangi dengan kontinuitas bahan baku jagung manis
2. Luas panen dan produktivitas jagung manis di Kabupaten Bogor
masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan produktivitas nasional
3. Semakin berkurangnya lahan pertanian
4. Terbatasnya modal dan kurangnya tingkat efisiensi petani dalam
melakukan usahatani jagung manis menjadi kendala dalam usahatani
jagung manis

Analisis Keragaan Usahatani


Jagung Manis di Desa
Gunung Malang

Penerimaan Usahatani Pengeluaran Usahatani

Pendapatan Usahatani

Analisis Efisiensi Usahatani


dengan menggunakan Analisis
Imbangan Penerimaan dan Biaya
(R/C)

Analisis Balas Jasa


terhadap Faktor-Faktor
Produksi Menguntungkan Tidak
Menguntungkan

Rekomendasi Solusi untuk dapat Memaksimalkan


Pendapatan Usahatani Jagung Manis

Gambar 1 Kerangka pemikiran operasional usahatani jagung manis di Desa


Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor
27

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya,


Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan
dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Bogor merupakan salah satu sentra
produksi jagung di Jawa Barat dan Desa Gunung Malang merupakan salah satu
sentra produksi jagung manis di Kabupaten Bogor. Pengambilan data dilakukan
pada bulan Februari 2013.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh
melalui wawancara langsung kepada petani jagung manis dengan menggunakan
alat bantu kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya dan melakukan
pengamatan langsung pada kegiatan usahatani responden di lokasi penelitian. Data
yang diperoleh dari hasil wawancara dengan petani responden menggunakan data
usahatani yang dilakukan pada periode musim tanam 2012-2013.
Data sekunder diperoleh dengan cara mempelajari buku-buku yang terkait
dengan komoditas jagung manis dan mempelajari hasil-hasil penelitian yang
relevan dengan topik usahatani. Selain itu, data sekunder juga diperoleh dari
berbagai instansi terkait, yaitu Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Dinas
Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, BP4K Kabupaten Bogor dan
lembaga-lembaga lain yang terkait dengan penelitian ini, serta diperoleh melalui
media elektronik (internet). Data sekunder digunakan dalam penelitian ini untuk
mengisi kebutuhan atas referensi (rujukan) khusus pada beberapa hal untuk
melengkapi data primer. Kedua data tersebut digunakan sebagai sumber penelitian
kemudian diolah untuk mencapai tujuan penelitian.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data penelitian dilakukan melalui wawancara


langsung kepada petani jagung manis dengan menggunakan alat bantu kuesioner
dan melakukan pengamatan langsung pada kegiatan usahatani responden di lokasi
penelitian. Penentuan responden dalam penelitian ini ditentukan secara sengaja
(purposive). Responden dipilih berdasarkan informasi yang diperoleh dari Petugas
Penyuluh Lapang (PPL) Kecamatan Tenjolaya.
Jumlah petani responden yang digunakan sebagai sampel sebanyak 35
orang petani yang masih aktif melakukan kegiatan usahatani jagung manis di Desa
Gunung Malang. Penentuan responden sebanyak 35 orang dilakukan untuk
memenuhi aturan umum secara statistik yaitu lebih dari atau sama dengan 30
orang karena sudah terdistribusi normal dan dapat digunakan untuk memprediksi
populasi yang diteliti. Jumlah tersebut dianggap mewakili keragaman usahatani
jagung manis di Desa Gunung Malang.
28

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa
analisis kualitatif dan kuantitatif berdasarkan data primer dan sekunder yang
diperoleh dari hasil penelitian. Analisis kualitatif diuraikan secara deskriptif untuk
mengetahui gambaran mengenai aktivitas usahatani jagung manis dan penggunaan
input produksi dalam usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang,
Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.
Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan analisis pendapatan
usahatani, analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C analysis), serta analisis
balas jasa terhadap faktor-faktor produksi yang digunakan dalam melakukan
kegiatan usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya,
Kabupaten Bogor. Data primer yang telah diperoleh dari hasil wawancara dengan
petani responden diolah dengan bantuan kalkulator dan komputer (program
Microsoft Excel 2013). Hasil pengolahan data primer disajikan dalam bentuk tabel
yang kemudian diinterpretasikan dalam bentuk pembahasan.

Analisis Keragaan Usahatani


Keragaan usahatani dilakukan untuk mengetahui gambaran mengenai
usahatani di suatu daerah. Keragaan usahatani dapat dilihat dengan cara
mengidentifikasi teknik budidaya dan output yang dihasilkan, serta penggunaan
faktor-faktor produksi dari usahatani jagung manis yang dilakukan oleh petani
responden. Analisis sistem usahatani melihat keterkaitan antar subsistem dari
subsistem hulu hingga subsistem penunjang dalam usahatani (Nasution 2010).
Sistem usahatani merupakan subsistem dari sistem agribisnis yang melakukan
proses produksi. Sistem usahatani jagung manis meliputi kegiatan persiapan
lahan, penanaman, pemupukan, pemeliharaan tanaman (seperti penyiangan,
pembumbunan, serta pengendalian hama dan penyakit), dan pemanenan.
Sedangkan input produksi yang digunakan dalam suatu usahatani yaitu lahan,
benih, pupuk kimia, pupuk kandang, obat-obatan (pestisida cair dan pestisida
padat), tenaga kerja (dalam dan luar keluarga), dan peralatan usahatani.

Analisis Pendapatan Usahatani


Pendapatan usahatani diperoleh dari selisih antara seluruh penerimaan
usahatani dan pengeluaran usahatani (biaya) dalam satu musim tanam. Analisis
pendapatan usahatani digunakan untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani
jagung manis. Penerimaan usahatani merupakan nilai produk dari usahatani, yaitu
hasil perkalian antara total produksi dengan harga produk pada suatu periode
tertentu. Penerimaan usahatani jagung manis terdiri dari penerimaan tunai dan
tidak tunai.
Pengeluaran atau biaya total usahatani adalah nilai semua masukan yang
habis dipakai di dalam produksi. Pengeluaran usahatani mencakup biaya tunai dan
biaya tidak tunai atau biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai adalah jumlah uang
yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Biaya tunai
pada usahatani jagung manis antara lain biaya benih, pupuk kimia, pupuk
kandang, obat-obatan (pestisida cair dan pestisida padat), sewa lahan, pajak lahan,
dan upah tenaga kerja luar keluarga.
29

Biaya tidak tunai atau biaya yang diperhitungkan adalah nilai semua input
yang digunakan namun tidak dalam bentuk uang. Biaya tidak tunai pada usahatani
jagung manis terdiri dari biaya sewa lahan milik sendiri, upah tenaga kerja dalam
keluarga, dan penyusutan alat-alat pertanian bagi petani yang memliki alat-alat
pertanian. Secara lebih rinci, perhitungan pendapatan usahatani jagung manis
dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Perhitungan pendapatan usahatani jagung manis


No. Komponen Jumlah Harga per unit Total
A. Penerimaan
1. Penerimaan tunai
2. Penerimaan tidak tunai
B. Biaya tunai
1. Benih
2. Pupuk TSP
3. Pupuk urea
4. Pupuk KCl
5. Pupuk kandang
6. Obat-obatan
7. Tenaga kerja luar keluarga
8. Pajak lahan
Total biaya tunai
C. Biaya yang diperhitungkan
1. Penyusutan alat pertanian
2. Tenaga kerja keluarga
3. Sewa lahan
Total biaya yang diperhitungkan
D. Total Biaya (B+C)
E. Pendapatan atas Biaya Tunai (A-B)
F. Pendapatan atas biaya total (A-D)
G. R/C atas biaya tunai (A/B)
H. R/C atas biaya total (A/D)

Penerimaan, total biaya, dan pendapatan dapat diformulasikan sebagai


berikut:
TR = Py.Y
TC = Biaya Tunai + Biaya Tidak Tunai
Π atas Biaya Tunai = TR – Biaya Tunai
Π atas Biaya Total = TR – TC
30

Keterangan:
TR : Penerimaan total usahatani (Rp)
Py : Harga jual produk per unit (Rp/kg)
Y : Total hasil produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani (kg)
TC : Pengeluaran total usahatani (Rp)
Π : Pendapatan usahatani (Rp)

Menurut Suratiyah (2011), perhitungan penyusutan alat-alat pertanian pada


dasarnya bertolak pada harga pembelian sampai dengan alat tersebut dapat
memberikan manfaat. Biaya penyusutan perlu diperhitungkan karena usahatani
jagung manis menggunakan peralatan pertanian dalam aktivitasnya. Biaya
penyusutan alat-alat yang digunakan dalam usahatani jagung manis dihitung
dengan menggunakan metode garis lurus. Metode ini digunakan dengan asumsi
nilai sisa dianggap nol. Nilai penyusutan diformulasikan sebagai berikut:

Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C)


Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C) digunakan sebagai alat
untuk mengukur perbandingan penerimaan dan biaya usahatani. Analisis ini dapat
digunakan sebagai ukuran efisiensi pendapatan usahatani dan kelayakan
usahatani. Penerimaan usahatani merupakan nilai produk dari usahatani, yaitu
hasil perkalian antara total produksi dengan harga produk pada suatu periode
tertentu. Sebaliknya, biaya total usahatani merupakan pengeluaran usahatani atau
nilai penggunaan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi
usahatani.
Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C) dapat diperhitungkan atas
biaya tunai dan biaya total. R/C atas biaya tunai diperoleh dengan
membandingkan antara penerimaan total dengan biaya tunai dalam satu periode
tertentu. Sedangkan R/C atas biaya total diperoleh dengan cara membandingkan
antara penerimaan total dengan biaya total yang dikeluarkan dalam satu periode
tertentu. Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C) usahatani dapat
diformulasikan sebagai berikut:

Secara teoritis, analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C)


menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh
penerimaan sebesar nilai R/C-nya. Kriteria keputusan yang digunakan untuk
menilai hasil analisis R/C yaitu:
 Jika nilai R/C > 1, maka dapat dikatakan bahwa kegiatan usahatani
menguntungkan dan layak untuk diusahakan (setiap biaya yang dikeluarkan
31

untuk usahatani jagung manis akan menghasilkan penerimaan yang lebih besar
dari biaya yang dikeluarkan). Makin tinggi nilai R/C, maka makin tinggi pula
total penerimaan yang diperoleh.
 Jika nilai R/C = 1, maka dapat dikatakan bahwa kegiatan usahatani berada
pada titik impas, yaitu tidak menghasilkan keuntungan dan tidak mengalami
kerugian (jumlah biaya yang dikeluarkan untuk usahatani jagung manis akan
menghasilkan penerimaan yang sama dengan biaya yang dikeluarkan).
 Jika nilai R/C < 1, maka dapat dikatakan bahwa kegiatan usahatani tidak
memberikan keuntungan, sehingga tidak layak untuk diusahakan (setiap biaya
yang dikeluarkan untuk usahatani jagung manis akan menghasilkan
penerimaan yang lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan).

Analisis Balas Jasa dalam Usahatani


Balas jasa dalam usahatani perlu diperhitungkan, seperti balas jasa
terhadap seluruh modal, balas jasa terhadap lahan, serta balas jasa terhadap tenaga
kerja keluarga. Balas jasa terhadap seluruh modal (return to total capital) dapat
diperhitungkan sebagai berikut:
Return to Total Capital = Net Farm Income – Nilai Tenaga Kerja Keluarga
Pendapatan bersih usahatani (net farm income) merupakan ukuran yang
diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor produksi kerja, modal (sendiri
dan pinjaman), dan pengelolaan (Kay et al. 2005). Pendapatan bersih usahatani
merupakan selisih dari pendapatan kotor usahatani (gross farm income) dan
pengeluaran total usahatani (total farm expenses).
Pendapatan kotor usahatani (gross farm income) merupakan nilai produk
total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik dijual maupun tidak dijual.
Pengeluaran total usahatani (total farm expenses) merupakan nilai semua masukan
yang habis dipakai, baik tunai maupun tidak tunai. Dalam perhitungan balas jasa
terhadap seluruh modal (return to total capital), nilai dari tenaga kerja dalam
keluarga tidak dimasukkan ke dalam perhitungan pengeluaran total usahatani
(Kay et al. 2005). Secara lebih rinci, perhitungan return to total capital pada
usahatani jagung manis petani responden dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Return to total capital dari usahatani jagung manis


No. Keterangan Nilai (Rp)
1. Pendapatan kotor usahatani a
2. Pengeluaran total usahatani (tanpa TKDK) b
3. Net farm income c = a-b
4. Nilai tenaga kerja keluarga d
5. Return to total capital e = c-d

Balas jasa terhadap lahan yang digunakan untuk melakukan kegiatan


usahatani perlu diperhitungkan untuk melihat apakah sebaiknya lahan disewakan
atau tetap digunakan untuk melakukan kegiatan usahatani. Balas jasa terhadap
lahan (return to land) dapat diperhitungkan sebagai berikut:
32

Return to Land = Net Farm Earnings – Nilai Sewa Lahan


Penghasilan bersih usahatani (net farm earnings) merupakan ukuran
imbalan kepada sumberdaya milik keluarga yang dipakai dalam melakukan
kegiatan usahatani (Kay et al. 2005). Nilai penghasilan bersih usahatani diperoleh
dari selisih antara pendapatan bersih usahatani (net farm income) dan bunga
modal pinjaman. Pinjaman dalam usahatani tidak hanya dalam bentuk uang,
namun dapat juga dalam bentuk natura atau barang. Dalam perhitungan balas jasa
terhadap lahan, nilai dari seluruh komponen sewa lahan tidak dimasukkan ke
dalam perhitungan pengeluaran total usahatani (total farm expenses). Secara lebih
rinci, perhitungan return to land pada usahatani jagung manis petani responden
dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Return to land dari usahatani jagung manis


No. Keterangan Nilai (Rp)
1. Pendapatan kotor usahatani a
2. Pengeluaran total usahatani (tanpa sewa lahan) b
3. Net farm income c = a-b
4. Bunga modal Pinjaman d
5. Net farm earnings e = c-d
6. Nilai sewa lahan f
7. Return to land g = e-f

Selain balas jasa terhadap seluruh modal dan balas jasa terhadap lahan,
balas jasa terhadap tenaga kerja keluarga (return to family labor) juga perlu
diperhitungkan untuk melihat apakah sebaiknya petani menjadi buruh atau tetap
mengusahakan usahatani sendiri. Balas jasa terhadap tenaga kerja keluarga (return
to family labor) dapat diperhitungkan sebagai berikut:
Return to Family Labor = Net Farm Earnings – Bunga Modal Petani
Secara lebih rinci, perhitungan return to family labor pada usahatani
jagung manis petani responden dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Return to family labor dari usahatani jagung manis


No. Keterangan Nilai (Rp)
1. Net farm income a
2. Bunga modal pinjaman b
3. Net farm earnings c = a-b
4. Bunga modal petani d
5. Return to family labor e = c-d
33

Definisi Operasional

Beberapa variabel yang digunakan untuk mengidentifikasi usahatani dan


menganalisis pendapatan usahatani jagung manis antara lain:
1. Petani pemilik adalah petani yang memiliki lahan dan mengusahakan lahannya
sendiri. Petani pemilik menggunakan seluruh lahannya untuk kegiatan
usahatani jagung manis.
2. Petani penggarap adalah petani yang mengusahakan lahan milik orang lain
dalam melakukan kegiatan usahatani jagung manis.
3. Umur jagung manis adalah jumlah hari atau waktu antara tanam dan panen.
4. Jarak tanam adalah jauhnya perbedaan dari satu jagung manis ke jagung manis
disekitarnya pada saat ditanam (cm).
5. Pupuk adalah zat tambahan yang digunakan petani untuk meningkatkan
kesuburan tanaman jagung manis (Urea, SP-36, KCl, Phonska, dan pupuk
kandang).
6. Pestisida adalah zat kimia yang digunakan oleh petani untuk menanggulangi
hama dan penyakit yang menyerang tanaman jagung manis. Pestisida yang
digunakan berupa pestisida cair dan pestisida padat.
7. Tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam proses
produksi dalam satu musim tanam (mulai dari pengolahan lahan hingga
panen), baik yang berasal dari dalam keluarga maupun luar keluarga. Dalam
teknis perhitungan, digunakan konversi tenaga kerja dengan cara
membandingkan tenaga kerja pria sebagai ukuran baku. Tenaga kerja wanita
dikonversi ke dalam HKP dengan angka konversi yang diperoleh dari hasil
pembagian antara rata-rata upah tenaga kerja wanita dengan rata-rata upah
tenaga kerja pria.
8. Produksi total adalah total produksi pada sebidang tanah dengan luasan lahan
tertentu dalam satu musim tanam, yang diukur dalam satuan kilogram tongkol
basah jagung.
9. Panen jagung manis dilakukan sekitar umur 75-80 hari setelah tanam.
10. Biaya total merupakan penjumlahan dari biaya tunai dan biaya yang
diperhitungkan.
11. Biaya tunai adalah besarnya nilai uang tunai yang dikeluarkan petani untuk
membeli pupuk TSP, pupuk urea, pupuk phonska, pupuk kandang, benih,
obat-obatan, biaya untuk membayar pajak lahan, sewa lahan, dan upah tenaga
kerja luar keluarga.
12. Biaya yang diperhitungkan adalah nilai semua input yang digunakan namun
tidak dalam bentuk uang tunai atau pengeluaran untuk pemakaian input milik
sendiri (penyusutan alat-alat pertanian bagi petani yang memliki alat-alat
pertanian), sewa lahan milik sendiri, dan pembayaran upah tenaga kerja dalam
keluarga.
13. Metode perhitungan penyusutan usahatani jagung manis menggunakan metode
garis lurus dengan asumsi nilai sisa adalah nol.
14. Penerimaan usahatani merupakan nilai dari penjualan produksi total yang
dihasilkan. Hasil penjualan diperoleh dari perkalian antara jumlah output yang
dihasilkan dengan tingkat harga output.
15. Pendapatan usahatani merupakan selisih antara total penerimaan dan total
biaya usahatani. Perhitungan pendapatan usahatani dilakukan atas biaya tunai
34

dan biaya total. Pendapatan atas biaya tunai merupakan selisih antara
penerimaan total dengan biaya tunai usahatani, sedangkan pendapatan atas
biaya total merupakan selisih antara penerimaan total dengan biaya total
usahatani.
16. R/C yaitu perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya usahatani.
17. Harga jual jagung manis adalah harga yang diterima petani pada saat panen di
daerah penelitian dan diukur dalam satuan rupiah per kilogram.

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Karakteristik Petani Responden

Petani responden dalam penelitian ini merupakan petani yang ada di Desa
Gunung Malang yang pernah menanam tanaman jagung manis. Petani responden
berjumlah 35 orang. Karakteristik dari masing-masing petani berbeda-beda, baik
dalam hal umur, tingkat pendidikan, status usahatani, pengalaman bertani, status
kepemilikan lahan, luas lahan, pola tanam, dan sistem pemasaran. Perbedaan
dalam karakteristik tersebut akan mempengaruhi keragaan usahatani dari masing-
masing petani sehingga akan mempengaruhi tingkat produksi yang dihasilkan.

Umur
Petani responden dalam penelitian ini memiliki umur yang beragam antara
30–63 tahun. Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa persentase umur tertinggi
berada pada usia 40-49 tahun dan pada usia lebih dari 60 tahun, dengan persentase
yang sama yaitu sebesar 31.43%. Persentase umur terendah berada pada usia 30-
39 tahun dengan persentase sebesar 17.14%. Sebaran karakteristik petani
responden berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Sebaran karakteristik petani responden di Desa Gunung Malang


berdasarkan umur tahun 2012
No. Usia (tahun) Jumlah (Orang) Persentase
1. 30 - 39 6 17.14
2. 40 - 49 11 31.43
3. 50 - 59 7 20.00
4. > 60 11 31.43
Jumlah 35 100.00

Persentase terendah yaitu pada usia 30-39 tahun. Hal ini menunjukkan
bahwa masih rendahnya minat penduduk yang berada pada usia produktif untuk
bekerja menjadi petani. Usia produktif merupakan usia yang paling tepat untuk
menjalankan aktifitas-aktifitas bekerja seperti bertani karena secara fisik masih
baik dan memiliki semangat yang tinggi dan adanya kewajiban untuk menghidupi
keluarga.
35

Petani responden banyak tersebar pada usia 40-49 tahun dan usia lebih dari
60 tahun. Petani responden pada rentang usia ini sudah bekerja sebagai petani
sejak masih remaja dan masih bertahan menjadi petani sampai usia tua. Petani
responden yang berusia di bawah 30 tahun sangat jarang ditemui, karena hampir
sebagian besar penduduk yang berumur di bawah 30 tahun lebih tertarik untuk
mencari pekerjaan di kota seperti Bogor atau Jakarta.

Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan petani responden di Desa Gunung Malang sebagian
besar adalah lulusan sekolah dasar. Sebagian besar petani dan masyarakat di Desa
Gunung Malang hanya mengenyam pendidikan sekolah dasar dan tidak
melanjutkan ke jenjang selanjutnya karena berbagai alasan diantaranya adalah
alasan finansial. Umumnya setelah lulus dari sekolah dasar, petani memilih untuk
membantu orang tua mereka bertani daripada harus melanjutkan pendidikannya.
Hal tersebut merupakan salah satu alasan sebagian besar petani responden di Desa
Gunung Malang hanya mengenyam pendidikan hingga sekolah dasar.
Petani responden yang merupakan lulusan perguruan tinggi hanya
sebanyak satu orang atau sebesar 2.86%. Lulusan perguruan tinggi pada umumnya
lebih memilih pekerjaan lain selain bertani, sehingga jarang ditemui lulusan
perguruan tinggi yang memilih untuk bekerja menjadi petani. Sebaran tingkat
pendidikan petani responden dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Sebaran tingkat pendidikan petani responden di Desa Gunung Malang


tahun 2012
No. Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase
1. Tidak Sekolah 0 0.00
2. Tidak Tamat SD 6 17.14
3. Tamat SD 19 54.29
4. Tamat SMP 3 8.57
5. Tamat SMA 6 17.14
6. Tamat Perguruan Tinggi 1 2.86
Jumlah 35 100.00

Tingkat pendidikan diasumsikan akan mempengaruhi pola pikir petani dan


tingkat penyerapan teknologi. Petani dengan tingkat pendidikan yang tinggi
dianggap akan mampu mengaplikasikan ilmunya lebih banyak daripada petani
yang hanya mengenyam pendidikan dasar. Petani yang mengenyam pendidikan
yang lebih tinggi juga diasumsikan akan lebih mudah dalam menerima sesuatu hal
yang baru, yang akan mempengaruhi cara petani dalam melakukan budidaya
tanamannya. Akan tetapi, dalam beberapa kasus, petani dengan tingkat pendidikan
yang rendah tetapi memiliki pengalaman bertani yang cukup lama, mampu
bersaing dengan petani yang memiliki tingkat pendidikan tinggi namun hanya
memiliki sedikit pengalaman dalam bertani.
36

Pengalaman Bertani
Pengalaman bertani diasumsikan akan mempengaruhi keterampilan dari
seorang petani. Petani yang telah memiliki pengalaman bertani yang cukup lama
dianggap akan lebih unggul daripada petani yang belum memiliki pengalaman
bertani yang cukup lama. Hal tersebut dapat terjadi karena petani dengan
pengalaman bertani yang sudah cukup lama diasumsikan memiliki waktu belajar
yang cukup banyak, sehingga petani tersebut dapat belajar secara langsung dari
setiap kejadian yang terjadi selama melakukan budidaya tanaman. Pelajaran dari
pengalaman bertani sebelumnya akan membuat petani mampu dalam mengatasi
masalah yang serupa yang mungkin akan terjadi dalam kegiatan budidaya
selanjutnya.
Tanaman jagung manis sudah lama diperkenalkan di Desa Gunung
Malang, sehingga petani sudah cukup lama melakukan budidaya tanaman jagung
manis. Banyak petani yang mulai tertarik untuk melakukan budidaya tanaman
jagung manis karena dianggap menguntungkan. Minat petani untuk menanam
jagung manis dipengaruhi oleh keberhasilan dari petani yang sudah lebih dahulu
melakukan usahatani jagung manis.
Pengalaman bertani jagung manis dari petani responden sebagian besar
sekitar 1-10 tahun dan 11-20 tahun dengan persentase masing-masing sebesar
37.14% dan 34.29%. Petani yang memiliki pengalaman bertani jagung manis
paling lama yaitu lebih dari 30 tahun sebanyak dua orang. Sebaran pengalaman
bertani jagung manis petani responden dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Sebaran pengalaman bertani jagung manis petani responden di Desa


Gunung Malang tahun 2012
No. Pengalaman Bertani (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase
1. 1 - 10 13 37.14
2. 11 - 20 12 34.29
3. 21 - 30 8 22.86
4. > 30 2 5.71
Jumlah 35 100.00

Status Usahatani
Sebagian besar petani responden di Desa Gunung Malang menjadikan
usahatani jagung manis sebagai mata pencaharian utama. Tabel 12 menunjukkan
bahwa sebesar 62.86% petani responden menjadikan usahatani jagung manis
sebagai mata pencaharian utama, sedangkan sisanya sebesar 37.14% petani
responden menjadikan usahatani jagung manis sebagai mata pencaharian
sampingan.
Petani yang menjadikan usahatani jagung manis sebagai mata pencaharian
utama adalah petani yang memiliki lahan untuk melakukan budidaya, baik lahan
sendiri maupun lahan sewa dan tidak memiliki pilihan lain untuk melakukan
usaha, sehingga mereka memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki. Sedangkan
petani yang menjadikan usahatani jagung manis sebagai mata pencaharian
sampingan pada umumnya memiliki pekerjaan lain yang dianggap lebih
37

menguntungkan, seperti berdagang. Sebaran status usahatani petani responden


dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Sebaran status usahatani petani responden di Desa Gunung Malang


tahun 2012
No. Status Usahatani Jumlah (Orang) Persentase
1. Utama 22 62.86
2. Sampingan 13 37.14
Jumlah 35 100.00

Status Kepemilikan Lahan


Status kepemilikan lahan dibagi menjadi tiga yaitu lahan milik sendiri,
lahan sewa, dan sakap. Lahan milik sendiri merupakan lahan yang dimiliki oleh
petani secara sah. Lahan sewa merupakan lahan milik orang lain yang digunakan
untuk melakukan budidaya dengan kewajiban petani untuk membayar uang sewa
per luas lahan per tahun. Biaya sewa yang harus dikeluarkan petani di Desa
Gunung Malang umumnya sebesar Rp1 500 000.00 per tahun untuk setiap 2 500
m². Petani yang melakukan sewa lahan tidak memiliki keleluasan seperti petani
yang memiliki lahan sendiri yang bebas menggunakan lahannya, baik dalam
penentuan pola tanam maupun dalam penentuan penggunaan input usahatani.
Sakap merupakan lahan milik orang lain yang digunakan untuk melakukan
budidaya dengan sistem pembayaran bagi hasil yang telah disepakati oleh kedua
belah pihak. Petani tidak membayarkan sejumlah uang sewa tertentu kepada
pemilik lahan, tetapi petani harus melakukan bagi hasil dari hasil panen pada
lahan tersebut. Besarnya persentase bagi hasil pada umumnya yaitu 50% untuk
petani dan 50% untuk pemilik lahan. Dalam sakap atau bagi hasil umumnya biaya
input seperti benih, pupuk, dan pestisida menjadi tanggungan pemilik, hanya
biaya tenaga kerja saja yang ditanggung petani penggarap. Sebaran status
kepemilikan lahan petani responden dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Sebaran status kepemilikan lahan petani responden di Desa Gunung


Malang tahun 2012
No. Status Lahan Jumlah (Orang) Persentase
1. Lahan Milik Sendiri 24 68.57
2. Lahan Sewa 7 20.00
3. Sakap 4 11.43
Jumlah 35 100.00

Sebagian besar petani responden melakukan budidaya jagung manis di


lahan milik sendiri, yaitu sebesar 68.57%. Lahan ini merupakan lahan warisan
atau lahan turun temurun dari keluarga petani sebelumnya dan juga lahan yang
sengaja dibeli. Petani yang melakukan sewa lahan sebanyak tujuh orang atau
38

sebesar 20.00% dan petani yang melakukan sakap atau bagi hasil sebesar 11.43%
dari total responden.

Luas Lahan
Total kepemilikan luas lahan jagung manis dari petani responden
bervariasi antara satu petani dengan petani lainnya. Luas lahan terkecil yaitu
sebesar 0.1 hektar dan luas lahan terbesar mencapai 1.1 hektar. Sebagian besar
petani responden memiliki luas lahan antara 0.10 sampai 0.24 hektar yaitu
mencapai 37.14%. Petani responden yang memiliki luas lahan antara 0.25 sampai
0.49 hektar juga memiliki proporsi yang besar, yaitu mencapai 31.43%.
Berdasarkan Tabel 11, terlihat bahwa umumnya petani responden di Desa
Gunung Malang belum memiliki lahan yang luas dalam melakukan budidaya
jagung manis, karena sebesar 68.57% petani masih memiliki lahan dibawah 0.5
hektar. Lahan yang dimiliki petani letaknya ada yang terpusat menjadi satu persil
dan ada pula yang terbagi-bagi menjadi beberapa persil. Sebaran luas lahan petani
responden di Desa Gunung Malang tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Sebaran luas lahan petani responden di Desa Gunung Malang tahun
2012
No. Luas Lahan (Ha) Jumlah (Orang) Persentase
1. 0,10 – 0,24 13 37.14
2. 0,25 – 0,49 11 31.43
3. 0,50 – 1,00 10 28.57
4. >1 1 2.86
Jumlah 35 100.00

Pola Tanam
Jagung manis dapat ditanam sepanjang tahun. Sebagian besar petani
menanam jagung manis pada bulan April sampai bulan Juni dan pada akhir tahun
sekitar bulan Oktober sampai Desember. Petani memilih untuk menanam jagung
manis pada bulan April sampai Juni karena pada bulan tersebut tanaman jagung
manis dapat tumbuh dengan baik karena pada musim ini kebutuhan air dan
intensitas panas cukup dan tidak berlebihan. Hal ini sesuai dengan kebutuhan
tanaman jagung yaitu membutuhkan sedikit air dan banyak cahaya matahari.
Sedangkan alasan petani untuk menanam jagung manis pada akhir tahun karena
tergiur oleh tingginya permintaan jagung manis. Pola penanaman jagung manis
dari petani responden dapat dilihat pada Gambar 2.
39

Gambar 2 Pola penanaman jagung manis

Beberapa petani di Desa Gunung Malang telah melakukan rotasi tanaman


untuk tetap menjaga kesuburan lahan dan mencegah timbulnya penyakit yang
dibawa oleh tanaman sebelumnya. Rotasi tanaman dilakukan dengan melakukan
penggiliran jenis tanaman yang akan ditanam. Pola tanam yang diterapkan oleh
petani responden pada musim tanam tahun 2012 berbeda-beda. Umumnya petani
melakukan rotasi tanaman dengan mempertimbangkan musim, kondisi pasar, serta
kebiasaan dalam menanam dari petani tersebut. Pola tanam jagung manis yang
dilakukan oleh petani responden pada musim tanam 2012 dari bulan Januari-
Desember dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Pola tanam jagung manis yang dilakukan oleh petani responden di
Desa Gunung Malang pada musim tanam tahun 2012-2013

Pada Gambar 3, terlihat bahwa petani melakukan rotasi tanaman dengan


menanam tanaman sayuran dan ubi jalar. Tanaman sayuran yang dipilih adalah
tanaman kacang panjang dan buncis. Petani responden menanam jagung manis
pada bulan Mei karena karena pada bulan ini tanaman jagung manis dianggap
dapat tumbuh dengan baik karena kebutuhan air dan intensitas panas yang cukup
dan tidak berlebihan.
40

Sistem Pemasaran
Kegiatan pemasaran jagung manis di Desa Gunung Malang dianggap
sangat mudah oleh petani responden meskipun pemasaran produk jagung manis
masih didominasi oleh tengkulak. Banyak para pembeli terutama tengkulak yang
setiap hari datang ke Desa Gunung Malang untuk membeli jagung manis serta
tanaman lainnya untuk dijual ke pasar. Kemudahan dalam penjualan hasil panen
tersebut membuat petani lebih memilih untuk menjualnya kepada tengkulak,
karena hanya beberapa petani yang memiliki kios atau akses ke pasar.
Petani responden yang menjual hasil panennya kepada tengkulak yaitu
sebanyak 21 orang atau sekitar 60% dari total responden. Petani yang menjual
hasil panennya sendiri merupakan petani yang memiliki kios di pasar induk yaitu
di Pasar Bogor dan Pasar Kemang Bogor, yang memiliki proporsi sebesar 40%
dari total responden. Petani tersebut juga merupakan tengkulak karena selain
menjual hasil panen miliknya sendiri, petani ini juga mengumpulkan hasil panen
dari petani lain. Sebaran sistem pemasaran jagung manis petani responden dapat
dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15 Sebaran sistem pemasaran jagung manis petani responden di Desa


Gunung Malang tahun 2012
No. Sistem Pemasaran Jumlah (Orang) Persentase
1 Memasarkan Sendiri 14 40.00
2 Tengkulak 21 60.00
Jumlah 35 100.00

Tengkulak yang mengambil hasil panen dari petani di Desa Gunung


Malang tidak hanya warga Desa Gunung Malang saja, namun ada juga pedagang
yang berasal dari sekitar Bogor. Tengkulak menggunakan kendaraan bak terbuka
untuk mengangkut hasil panen petani. Petani akan meletakkan hasil panennya di
pinggir jalan dan kemudian tengkulak yang akan mengambilnya. Petani perlu
membayar biaya transportasi yang dibebankan per kilogram hasil panen yaitu
sebesar Rp100.00-Rp150.00 per kilogram. Biaya transportasi tersebut akan
dipotong dari hasil penjualan produk.
Kepercayaan telah terbangun diantara petani dan tengkulak, sehingga
petani tidak merasa keberatan dan tidak merasa dirugikan terhadap harga yang
ditawarkan oleh tengkulak. Selain itu, akses terhadap informasi harga dianggap
cukup mudah oleh petani, karena beberapa petani memiliki kios di pasar atau
memiliki anggota keluarga yang bekerja di pasar sehingga informasi harga pasar
dapat diperoleh dengan mudah. Petani juga sering ikut pergi ke pasar bersama
tengkulak untuk melihat kondisi harga di pasar.
Pembayaran hasil panen kepada petani dilakukan ketika tengkulak telah
menjual seluruh hasilnya ke pasar, sehingga pembayaran umumnya diberikan
pada hari berikutnya. Peran tengkulak di Desa Gunung Malang tidak hanya dalam
hal pembelian hasil panen, namun juga dalam hal penyediaan modal, baik berupa
uang maupun berupa barang, seperti penyediaan benih atau pupuk. Sistem
41

pembayaran pinjaman tersebut dilakukan dengan cara melakukan pemotongan


pada hasil penjualan panen petani.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keragaan Usahatani Jagung Manis di Desa Gunung Malang

Keragaan usahatani dianalisis untuk mengetahui gambaran mengenai


usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya,
Kabupaten Bogor. Keragaan usahatani dapat dilihat dengan cara mengidentifikasi
teknik budidaya dan output yang dihasilkan, serta penggunaan faktor-faktor
produksi atau input dari usahatani jagung manis yang dilakukan oleh petani
responden.

Kegiatan Usahatani Jagung Manis


Kegiatan usahatani jagung manis dilakukan melalui beberapa tahap,
diantaranya kegiatan persiapan lahan, penanaman, pemupukan, pemeliharaan
tanaman (seperti penyiangan, pembumbunan, serta pengendalian hama dan
penyakit), dan pemanenan.

Persiapan Lahan
Persiapan lahan jagung manis di Desa Gunung Malang pada umumnya
terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu kegiatan pembersihan lahan, pengolahan
lahan, dan pemberian pupuk dasar. Namun terdapat beberapa perbedaan dalam
tahapan persiapan lahan yang dilakukan oleh petani responden. Perbedaan tersebut
salah satunya yaitu dalam hal kegiatan pengolahan lahan dan pemberian pupuk
dasar. Kegiatan persiapan lahan umumnya terlebih dahulu dilakukan dengan
membersihkan lahan dari rumput, gulma, dan sisa tanaman dari penanaman
sebelumnya. Kegiatan pembersihan lahan dilakukan agar tanaman jagung manis
dapat tumbuh dengan baik tanpa ada gangguan dari rumput atau gulma. Kegiatan
membersihkan lahan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan sabit,
cangkul, atau dengan menggunakan herbisida. Namun, tidak ada petani responden
yang menggunakan herbisida dalam melakukan pembersihan lahan.
Tahapan persiapan lahan selanjutnya setelah pembersihan lahan yaitu
kegiatan pengolahan lahan dengan melakukan pencangkulan lahan yang akan
digunakan untuk kegiatan usahatani jagung manis. Kegiatan ini dilakukan untuk
memperbaiki tekstur tanah agar tanah menjadi gembur kembali dan mencegah
tumbuhnya gulma yang dapat mengganggu pertumbuhan jagung manis. Namun
beberapa petani responden tidak melakukan kegiatan pengolahan lahan tersebut.
Ketika lahan yang digunakan untuk menanam jagung manis merupakan lahan
yang telah digunakan sebelumnya untuk menanam ubi jalur atau tanaman sayuran
lainnya, maka petani merasa kegiatan pencangkulan lahan tidak perlu dilakukan,
sehingga petani dapat menghemat waktu dan pengeluaran. Alasan petani merasa
tidak perlu untuk melakukan kegiatan pencangkulan lahan yaitu karena lahan yang
telah digunakan sebelumnya untuk menanam ubi jalur atau tanaman sayuran
sudah berbentuk bedengan sehingga tidak perlu dilakukan pencangkulan kembali.
42

Kegiatan pencangkulan lahan perlu dilakukan ketika lahan yang akan digunakan
untuk melakukan penanaman jagung manis merupakan lahan yang telah
digunakan sebelumnya untuk menanam padi.
Kegiatan pencangkulan lahan dilakukan dengan melakukan pembuatan
bedengan. Lebar bedengan lebih kurang 60 cm dan jarak antar bedengan lebih
kurang 50 cm sampai 100 cm, disesuaikan dengan luas lahan yang dimiliki dan
kebiasaan yang dilakukan oleh petani. Setelah melakukan pembuatan bedengan,
dilakukan pemberian lubang di sepanjang bedengan dengan jarak lebih kurang 30
cm. Kegiatan pemberian lubang umumnya dilakukan dengan menggunakan
cangkul atau tugal. Lubang tersebut digunakan untuk meletakkan benih jagung
manis yang akan ditanam. Jarak antar bedengan dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Bedengan untuk menanam jagung manis

Sebelum melakukan kegiatan penanaman benih jagung manis, terlebih


dahulu dilakukan pemberian pupuk kandang pada lubang yang telah dibuat. Petani
responden pada umumnya meletakkan pupuk kandang pada lubang agar dapat
mencegah pupuk tersebut terbawa oleh air hujan. Terdapat dua jenis pupuk
kandang yang dapat digunakan sebagai pupuk dasar, yaitu pupuk sekam dan
pupuk blokbok. Kedua jenis pupuk ini sama-sama berasal dari kotoran ayam,
namun terdapat perbedaan diantara keduanya.
Pupuk sekam berasal dari kotoran ayam pedaging yang telah tercampur
dengan sekam, sedangkan pupuk blokbok berasal dari kotoran ayam petelur tanpa
ada campuran sekam. Selain itu, pupuk blokbok lebih berat daripada pupuk
sekam. Menurut petani responden, pupuk blokbok memiliki kualitas yang lebih
baik daripada pupuk sekam, karena pupuk blokbok hanya mengandung kotoran
ayam tanpa ada campuran sekam. Namun pada kenyataannya, hampir semua
petani responden menggunakan pupuk sekam karena harganya yang jauh lebih
murah dibandingkan dengan pupuk blokbok. Setelah melakukan pemberian pupuk
kandang, lahan didiamkan selama tiga sampai lima hari. Setelah itu, benih jagung
manis dapat ditanam di lubang yang telah dibuat.

Penanaman
Penanaman jagung manis dilakukan dengan cara membuat lubang tanam
dengan menggunakan cangkul atau tugal. Benih jagung manis ditanam dengan
kedalaman 2-3 cm pada lubang tanam yang telah dibuat. Jumlah benih yang
43

ditanam dalam satu lubang tanam sebanyak satu hingga dua butir per lubang.
Beberapa petani yang menanam benih sebanyak dua butir per lubang bertujuan
untuk mengurangi risiko apabila terdapat tanaman yang mati atau tidak tumbuh
dengan baik.
Proses penanaman jagung manis yang dilakukan oleh petani responden
berbeda-beda. Terdapat beberapa petani yang menggunakan furadan pada saat
melakukan penanaman benih untuk mencegah serangan serangga seperti semut,
yang akan memakan benih jagung manis yang telah ditanam. Petani mencampur
benih jagung manis dengan campuran air dan furadan, kemudian ditanam di
lubang tanam yang telah disiapkan. Namun sebagian besar petani lebih memilih
untuk melakukan penanaman benih secara langsung, tanpa merendamnya dengan
campuran air dan furadan. Setelah benih ditanam, lubang ditutup dengan tanah.
Kegiatan penanaman jagung manis dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Kegiatan penanaman jagung manis

Umumnya petani memiliki ukuran jarak tanam yang bervariasi di dalam


melakukan penanaman jagung manis, disesuaikan dengan luas lahan yang dimiliki
dan kebiasaan yang dilakukan oleh petani. Benih jagung manis yang ditanam
secara monokultur menggunakan jarak tanam 30 x 40 cm dan ditanam dalam dua
lajur tanaman di dalam satu bedeng. Jarak tanam dengan ukuran tersebut banyak
digunakan oleh petani untuk mendapatkan hasil jagung manis yang lebih banyak.

Pemupukan
Kegiatan pemupukan dilakukan dengan menaburkan pupuk di daerah
sekitar tanaman dengan jarak 5 cm dari pangkal tanaman. Pemupukan dilakukan
sebanyak dua hingga tiga kali. Petani melakukan kegiatan pemupukan dengan
menggunakan pupuk kimia seperti pupuk urea, TSP, dan phonska. Pemupukan
pertama dilakukan pada 7-17 hari setelah tanam (HST). Sebagian besar petani
melakukan pemupukan pertama pada 15 HST karena tumbuhan mulai
membutuhkan nutrisi untuk pertumbuhan tanaman.
Pemupukan kedua dilakukan pada 25-45 HST. Petani umumnya
melakukan pemupukan kedua pada 30 HST ketika tongkol jagung sudah mulai
tumbuh dan tanaman mulai menyerap hara dalam jumlah yang lebih banyak.
Pemupukan ketiga umumnya dilakukan pada 50 HST agar dapat menghasilkan
tongkol jagung yang besar. Kegiatan pemupukan dapat dilihat pada Gambar 6.
44

Gambar 6 Pemupukan dilakukan di antara tanaman jagung manis

Jumlah pupuk yang digunakan oleh petani disesuaikan dengan modal yang
dimiliki, sehingga umumnya petani belum menerapkan dosis yang dianjurkan
dalam melakukan pemupukan jagung manis. Kegiatan pemupukan perlu
dilakukan dengan baik, karena apabila pangkal tanaman terkena pupuk yang
ditaburi, maka akan menyebabkan tanaman keracunan dan dapat membuat
tanaman jagung manis mati.

Pemeliharaan Tanaman
Kegiatan pemeliharaan tanaman meliputi kegiatan penyiangan,
pembumbunan, serta pemberantasan hama dan penyakit.
1. Penyiangan
Kegiatan penyiangan dilakukan untuk membersihkan lahan dari rumput atau
gulma yang merugikan yang berada di sekitar tanaman jagung manis, sehingga
tidak mengganggu pertumbuhan jagung manis karena tidak ada persaingan
dalam konsumsi unsur hara dengan tanaman lainnya. Penyiangan dilakukan
dengan menggunakan kored atau cangkul. Petani umumnya melakukan
penyiangan sebanyak satu kali pada saat tanaman berumur 15-30 HST.
Sebagian besar petani melakukan kegiatan penyiangan dan kegiatan
pembumbunan secara bersamaan, yaitu pada saat tanaman berumur 30 HST.

Gambar 7 Kegiatan penyiangan


45

2. Pembumbunan
Kegiatan pembumbunan yaitu kegiatan pemeliharaan tanaman yang dilakukan
dengan cara meninggikan bedengan. Pembumbunan dilakukan pada saat
tanaman berumur 30 HST. Pembumbunan dilakukan dengan menggunakan
cangkul. Kegiatan pembumbunan ini bertujuan untuk menutup bagian di
sekitar perakaran yang keluar dari permukaan agar batang tanaman tetap
kokoh dan tidak mudah rebah apabila terkena angin, serta untuk
menggemburkan tanah di sekitar tanaman.

Gambar 8 Kegiatan pembumbunan

3. Pengendalian Hama dan Penyakit


Pengendalian hama dan penyakit jagung manis dapat dilakukan dengan cara
penyemprotan obat-obatan (pestisida) dan pemberian furadan. Penyemprotan
pestisida pada umumnya dilakukan sebanyak satu hingga dua kali. Namun
terdapat beberapa petani yang melakukan penyemprotan pestisida sebanyak
tiga kali, bahkan ada beberapa petani yang tidak melakukan penyemprotan
pestisida sama sekali. Hama yang sering menyerang tanaman jagung manis
yaitu semut, belalang, ulat grayak, dan musang. Sedangkan penyakit yang
sering menyerang jagung manis yaitu penyakit bulai. Serangan hama dan
penyakit pada tanaman dapat mengancam pertumbuhan tanaman dan
menyebabkan tanaman menjadi tidak dapat berproduksi dengan baik.
Hama semut sering menyerang tanaman jagung dengan memakan biji yang
sedang berkecambah, sehingga benih tidak dapat tumbuh dan mati. Petani
menggunakan furadan pada saat penanaman untuk mengatasi hama semut.
Hama belalang biasanya menyerang pucuk tongkol jagung manis yang masih
muda dan memakan daun tanaman, sehingga dapat mengganggu pertumbuhan
tanaman jagung manis. Hal serupa dilakukan oleh hama ulat grayak. Ulat
grayak akan memakan daun jagung manis hingga habis. Untuk mengatasi
hama belalang dan ulat daun tersebut, umumnya petani melakukan
penyemprotan dengan pestisida kimia, menabur furadan pada pucuk daun,
atau mengambil hama yang ada di tanaman dengan menggunakan tangan.
46

Selain itu, musang juga menjadi kendala bagi petani ketika tongkol jagung
manis telah hampir siap panen, karena musang akan memakan tongkol
tersebut. Beberapa petani menggunakan perangkap untuk mengatasi hama
musang. Hama belalang dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Hama belalang yang menyerang tanaman jagung manis

Penyakit yang sering menyerang tanaman jagung manis adalah penyakit bulai.
Penyakit ini belum ada obatnya dan dapat menular ke tanaman lainnya apabila
tanaman yang terserang tidak segera dicabut. Tanaman yang terserang
penyakit bulai harus segera dicabut dan dibakar atau dibuang di tempat yang
jaraknya jauh dari lokasi penanaman. Tanaman jagung manis yang terserang
penyakit bulai akan berwarna kuning dan menyebabkan tanaman tidak dapat
tumbuh dengan baik.

Panen
Jagung manis dapat dipanen pada umur 75-80 hari setelah tanam. Ciri-ciri
tanaman jagung manis yang telah siap panen yaitu bijinya menguning, rambut
jagung mengering dan menghitam, dan bunga sudah kering (Aldila 2013). Namun,
sebelum dilakukan pemanenan jagung manis, 15-20 hari sebelumnya dapat
dilakukan pemanenan jagung muda (semi). Jagung semi merupakan tongkol
jagung manis yang berusia sangat muda, yang umumnya digunakan sebagai
sayuran. Dalam satu tanaman jagung manis umumnya terdapat dua tongkol. Pada
usia tanaman 55-60 hari setelah tanam, tongkol jagung yang tumbuh harus
disisakan satu tongkol untuk dipanen sebagai jagung manis. Hal ini dilakukan agar
tongkol jagung manis tersebut dapat memperoleh nutrisi yang optimal sehingga
hasilnya menjadi lebih baik.
Pemanenan jagung semi maupun jagung manis dilakukan dengan cara
memetik dengan menggunakan tangan atau ditebas dengan menggunakan sabit,
kemudian dimasukkan ke dalam karung. Pemanenan dilakukan pada pagi hari
agar kondisi jagung manis tetap segar. Jagung manis yang telah dipanen akan
dipisahkan antara jagung manis yang memiliki kualitas yang kurang baik dengan
jagung manis yang memiliki kualitas yang baik. Jagung manis hasil panen yang
memiliki kualitas kurang baik umumnya akan dikonsumsi sendiri, dibuang, atau
digunakan untuk pakan ternak, sedangkan jagung manis yang memiliki kualitas
yang baik akan langsung dijual dan diangkut ke pasar. Pemanenan jagung manis
tidak boleh lebih dari 80 hari karena jagung akan mengering, keriput, dan rasa
manisnya akan semakin berkurang.
47

Hasil panen jagung manis yang diperoleh petani bervariasi, mulai dari 3.2
ton/ha sampai dengan 10 ton/ha. Rata-rata hasil panen jagung manis petani
responden yaitu sebesar 6.03 ton/ha. Produktivitas jagung manis tersebut masih
dibawah potensial produksi jagung manis yang mencapai 15 ton/ha (Aldila 2013).
Harga jual jagung manis berkisar antara Rp800/kg – Rp3 000/kg. Rata-rata harga
jagung manis yang diterima petani pada musim tanam 2012-2013 sebesar Rp1
490.00/kg. Hasil panen jagung semi yang diperoleh petani bervariasi, mulai dari
166.67 kg/ha sampai dengan 1 800 kg/ha. Rata-rata hasil panen jagung semi
petani responden yaitu sebesar 626.15 kg/ha dengan rata-rata harga jual jagung
semi yang diterima petani sebesar Rp1 477.14/kg.

Penggunaan Input Produksi


Input produksi yang digunakan dalam usahatani jagung manis yaitu lahan,
benih, pupuk kimia (urea, TSP, dan phonska), pupuk kandang, obat-obatan
(pestisida cair dan pestisida padat), tenaga kerja (dalam dan luar keluarga), dan
peralatan usahatani.

Penggunaan Lahan
Luas lahan yang digunakan oleh petani untuk melakukan budidaya jagung
manis berbeda-beda. Luas lahan terkecil yang digunakan oleh petani untuk
melakukan budidaya jagung manis seluas 1 000 m2, sedangkan luas lahan tertinggi
mencapai 11 000 m2. Rata-rata penggunaan lahan petani sebesar 3.25 hektar atau
sebesar 3 250 m2. Berdasarkan rata-rata luas lahan yang digunakan oleh petani
responden untuk melakukan budidaya jagung manis, maka dapat disimpulkan
bahwa usahatani petani di Desa Gunung Malang masih tergolong skala kecil
karena penggunaan lahan yang masih di bawah 0.5 hektar. Status kepemilikan
lahan petani terbagi menjadi tiga, yaitu lahan milik sendiri, lahan sewa, dan lahan
sakap atau bagi hasil.

Penggunaan Benih
Penggunaan benih diantara masing-masing petani bervariasi. Adanya
perbedaan dalam penggunaan benih disesuaikan dengan luas lahan dan pola tanam
yang digunakan untuk melakukan budidaya jagung manis. Petani menggunakan
benih antara 3-13 kilogram per hektar dengan rata-rata benih yang digunakan oleh
petani responden sebesar 6.98 kg/ha. Adanya perbedaan jumlah penggunaan benih
yang digunakan oleh petani disesuaikan dengan varietas, jarak tanam, dan pola
tanam yang dilakukan oleh petani.
Petani menggunakan benih jagung manis hibrida varietas Hawai, Talenta,
dan Sweet Boy. Sebagian besar petani menggunakan benih jagung manis varietas
Hawai karena harga benih yang lebih murah dan lebih mudah ditemukan di pasar
dibandingkan dengan benih varietas lainnya. Selain itu, varietas Hawai dianggap
lebih sesuai dengan kondisi alam di Desa Gunung Malang. Sedangkan alasan
petani menggunakan benih Talenta dan Sweet Boy yaitu karena adanya pengaruh
dari pihak lain dan adanya keinginan dari petani untuk mencoba benih baru yang
dapat memberikan hasil yang lebih baik dari varietas Hawai.
Harga benih varietas Talenta dan Sweet Boy lebih mahal daripada harga
benih varietas Hawai. Harga benih varietas Hawai berkisar antara Rp50 000 –
Rp90 000 per kilogram. Harga benih varietas Talenta yaitu Rp280 000/kg dan
48

Sweet Boy Rp80 000/kg. Sebagian besar petani memperoleh benih jagung manis
dari toko pertanian yang berada di Pasar Anyar, Kota Bogor, yaitu Toko Tani
Jaya. Selain itu, beberapa petani lainnya memperoleh benih dari penyuluh
pertanian dan tengkulak.

Gambar 10 Benih jagung manis varietas Talenta dan Jambore

Penggunaan Pupuk Kimia


Pupuk kimia yang digunakan oleh petani yaitu pupuk urea, TSP, dan
phonska. Ketiga jenis pupuk tersebut banyak digunakan oleh petani karena
tersedia di kios-kios pupuk dan harganya yang relatif lebih terjangkau
dibandingkan dengan pupuk majemuk mutiara NPK. Rata-rata penggunaan pupuk
kimia mencapai 495.67 kg/ha dengan rata-rata penggunaan pupuk urea sebesar
228.22 kg/ha, rata-rata penggunaan pupuk TSP sebesar 162.05 kg/ha, rata-rata
penggunaan pupuk phonska sebesar 97.36 kg/ha, dan rata-rata penggunaan pupuk
KCl sebesar 8.05 kg/ha.
Harga pupuk urea berkisar antara Rp1 600 – Rp2 500/kg dengan rata-rata
harga yang diterima oleh petani yaitu Rp2 075.71/kg. Harga pupuk TSP berkisar
antara Rp2 000 – Rp3 000/kg dengan harga rata-rata sebesar Rp2 386.86/kg.
Harga pupuk phonska berkisar antara Rp2 060 – Rp3 000/kg dengan harga rata-
rata sebesar Rp2 402.86/kg. Harga pupuk KCl berkisar antara Rp2 300 – Rp3
500/kg dengan harga rata-rata sebesar Rp251.43/kg.

Penggunaan Pupuk Kandang


Pupuk kandang yang digunakan adalah pupuk kotoran ayam yang terdiri
dari dua jenis, yaitu pupuk sekam dan pupuk blokbok. Pupuk kandang digunakan
sebagai pupuk dasar yang hanya diberikan satu kali pada saat persiapan lahan.
Sebagian besar petani menggunakan pupuk sekam karena harganya murah dan
mudah didapatkan. Rata-rata jumlah pupuk kandang yang digunakan oleh petani
tergantung pada luas lahan dan modal yang dimiliki. Petani mendapatkan pupuk
kandang dari penampung pupuk yang berada di desa atau memesan dari peternak
ayam. Rata-rata penggunaan pupuk kandang petani responden mencapai 3.02
ton/ha dengan rata-rata harga pupuk kandang yang diterima oleh petani sebesar
Rp310.71/kg.
49

Penggunaan Pestisida
Pestisida yang digunakan oleh petani dalam budidaya jagung manis yaitu
pestisida padat dan pestisida cair. Petani dapat memperoleh kedua pestisida
tersebut dengan mudah karena banyak tersedia di toko-toko pertanian. Namun
terdapat beberapa petani responden yang tidak menggunakan pestisida sama sekali
di dalam melakukan budidaya jagung manis, karena memiliki prinsip bahwa
penggunaan pestisida hanya akan dilakukan ketika ada hama dan penyakit yang
menyerang.
Pestisida padat yang digunakan oleh petani yaitu furadan. Furadan yang
digunakan adalah Furadan 3GR. Penggunaan furadan dilakukan sebanyak dua kali
yaitu pada saat tanam dan pada saat tanaman berumur 7-15 HST. Pemberian
furadan pada saat tanam bertujuan agar benih jagung manis yang ditanam tidak
dimakan semut. Sedangkan pemberian furadan pada usia 7-15 HST digunakan
sebagai pestisida untuk membunuh ulat dan belalang. Dari 35 total responden,
hanya 1 orang petani yang tidak menggunakan furadan karena keterbatasan modal
dan lebih memilih untuk menggunakan pestisida cair.
Rata-rata penggunaan furadan oleh petani responden mencapai 12.83
kg/ha. Harga furadan berkisar antara Rp10 000/kg – Rp16 000/kg dengan rata-rata
harga yang diterima oleh petani sebesar Rp11 842.86/kg. Selain pestisida padat,
umumnya petani juga menggunakan pestisida cair. Pestisida cair yang digunakan
oleh petani yaitu Decis, Matador, Ripcord, Sidamentrin, Gandasil-D, Antracol,
Curacron, dan Alami. Seluruh pestisida cair tersebut digunakan untuk
mengendalikan hama serangga pada tanaman sayuran. Decis merupakan pestisida
yang paling banyak digunakan oleh petani responden. Pestisida cair ini umumnya
digunakan dengan takaran 1 loki atau sekitar satu tutup botol (20 ml) untuk satu
kali penyemprotan yang dicampur dengan air sebanyak 14 liter, sesuai dengan
ukuran tangki semprot. Pestisida padat yang digunakan oleh petani responden
dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Furadan 3R

Penggunaan Tenaga Kerja


Tenaga kerja manusia digunakan untuk setiap proses kegiatan budidaya
jagung manis, mulai dari kegiatan pengolahan tanah hingga pemanenan. Tenaga
kerja manusia yang digunakan yaitu tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan
tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Penggunaan tenaga kerja manusia ini dihitung
dengan menggunakan satuan HOK dengan asumsi 1 HOK adalah 8 jam. Rata-rata
50

penggunaan tenaga kerja petani mencapai 75.13 HOK/ha untuk tenaga kerja di
luar keluarga dan 47.27 HOK/ha untuk tenaga kerja dalam keluarga. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar petani masih banyak menggunakan tenaga
kerja dari luar keluarga untuk melakukan budidaya jagung manis. Secara
keseluruhan, total penggunaan tenaga kerja rata-rata mencapai 122.41 HOK/ha.
Petani di Desa Gunung Malang bekerja selama 5 jam per hari dan
memiliki istilah dugcir (habis bedug ngacir) atau dapat diartikan bahwa kegiatan
petani berakhir pada waktu shalat dzuhur. Umumnya petani mulai bekerja dari
jam tujuh pagi hingga jam dua belas siang. Buruh laki-laki memperoleh upah rata-
rata sebesar Rp27 285.71 per hari, sedangkan buruh perempuan memperoleh upah
rata-rata sebesar Rp16 185.71 per hari untuk 5 jam kerja.
Pembayaran upah tenaga kerja untuk aktivitas pemanenan berbeda dengan
pembayaran upah tenaga kerja untuk aktivitas budidaya lainnya. Sistem
pembayaran upah tenaga kerja untuk aktivitas pemanenan dihitung berdasarkan
hasil panen yang diperoleh petani. Upah untuk kegiatan pemanenan berkisar
antara Rp100/kg - Rp150/kg. Biaya panen yang dikeluarkan oleh petani responden
untuk melakukan kegiatan pemanenan jagung semi sebesar Rp21 857.14,
sedangkan biaya panen untuk jagung manis sebesar Rp214 000.00. Tenaga kerja
yang digunakan merupakan masyarakat sekitar yang tinggal di Desa Gunung
Malang, yang pada umumnya memiliki pengalaman dalam melakukan budidaya
tanaman jagung manis. Penggunaan tenaga kerja dalam usahatani jagung manis
dari petani responden dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16 Penggunaan tenaga kerja dalam usahatani jagung manis petani


responden per hektar pada periode tanam tahun 2012-2013 di Desa
Gunung Malang
HOK/Ha
No. Aktivitas Dalam Keluarga Luar Keluarga
Pria Wanita Pria Wanita
1. Pengolahan Lahan 11.68 1.76 38.75 0.18
2. Penanaman 3.81 1.28 1.21 5.14
3. Pemupukan 1 3.53 0.85 3.68 -
4. Pemupukan 2 3.35 0.85 3.50 -
5. Pemupukan 3 0.89 0.08 1.90 -
6. Penyiangan dan Pembumbunan 7.25 1.28 13.72 3.35
7. Pemberian Furadan 1 3.44 0.51 1.71 -
8. Pemberian Furadan 2 1.09 - 1.07 -
9. Penyemprotan 1 2.80 0.21 0.72 -
10. Penyemprotan 2 1.59 0.11 0.15 -
11. Penyemprotan 3 0.81 0.11 0.05 -
Jumlah 47.27 75.13
51

Penggunaan Peralatan Usahatani


Peralatan yang digunakan dalam melakukan budidaya jagung manis cukup
sederhana, karena hanya memerlukan cangkul, kored, dan hand sprayer. Cangkul
digunakan untuk kegiatan mengolah tanah, membuat bedengan, dan melakukan
aktivitas pembumbunan. Kored digunakan oleh petani untuk menyiangi rumput-
rumput kecil atau gulma, sedangkan hand sprayer digunakan untuk melakukan
aktivitas penyemprotan. Kapasitas dari hand sprayer yang dimiliki oleh petani
sebesar 14 liter. Secara lebih terperinci, besarnya penyusutan peralatan dapat
dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17 Nilai penyusutan peralatan pada usahatani jagung manis petani


responden pada periode tanam tahun 2012-2013 di Desa Gunung
Malang
Penyusutan
Umur Penyusutan
Harga per Total Biaya per periode
Jenis Peralatan Jumlah Teknis per tahun
satuan (Rp) (Rp) tanam
(tahun) (Rp/tahun)
(Rp/periode)
Cangkul 2 45 857.14 91 714.29 3 30 571.43 7 642.86
Kored 2 23 228.57 46 457.14 3 15 485.71 3 871.43
Hand sprayer 1 283 142.86 283 142.86 4 70 785.71 17 696.43
Total Penyusutan 116 842.86 29 210.71

Rata-rata petani responden memiliki cangkul sebanyak 2 unit, kored


sebanyak 2 unit, dan hand sprayer sebanyak 1 unit. Petani membeli cangkul
dengan harga rata-rata sebesar Rp45 857.14 per unit, harga kored rata-rata sebesar
Rp23 228.57 per unit, dan harga hand sprayer rata-rata sebesar Rp283 142.86 per
unit. Berdasarkan umur teknis, cangkul dan kored rata-rata hanya dapat bertahan
hingga tiga tahun, sedangkan hand sprayer rata-rata dapat bertahan hingga empat
tahun. Cangkul dan kored memiliki umur teknis yang lebih cepat karena banyak
digunakan untuk setiap kegiatan budidaya jagung manis. Oleh karena itu, cangkul
dan kored lebih cepat rusak daripada hand sprayer. Rata-rata penyusutan
peralatan selama setahun mencapai Rp116 842.86. Dalam satu tahun, petani dapat
melakukan penanaman sebanyak empat kali sehingga total penyusutan per periode
tanam sebesar Rp29 210.71.

Pendapatan Usahatani Jagung Manis

Pendapatan usahatani yang diperoleh petani dapat dijadikan sebagai salah


satu indikator keberhasilan usahatani. Pendapatan usahatani yang tinggi
menunjukkan bahwa kegiatan usahatani tersebut menguntungkan. Pendapatan
usahatani diukur dengan menghitung total penerimaan usahatani dikurangi dengan
total pengeluaran usahatani. Penerimaan usahatani diperoleh dari hasil perkalian
antara jumlah produksi yang dihasilkan dengan harga jual dari produk tersebut.
Pengeluaran usahatani diperoleh dari jumlah pengeluaran yang dikeluarkan untuk
membeli input usahatani, baik input tetap maupun input variabel. Pendapatan
52

usahatani dapat dilihat dari dua sisi, yaitu pendapatan usahatani atas biaya tunai
dan pendapatan usahatani atas biaya total. Pendapatan usahatani atas biaya tunai
merupakan pendapatan usahatani dari seluruh biaya yang benar-benar dikeluarkan
secara tunai oleh petani, sedangkan pendapatan usahatani atas biaya total
merupakan pendapatan usahatani dari seluruh biaya, baik biaya tunai maupun
biaya yang diperhitungkan.

Penerimaan Usahatani Jagung Manis


Penerimaan usahatani jagung manis terdiri dari penerimaan tunai dan
penerimaan yang diperhitungkan, yang dihitung berdasarkan rata-rata luasan lahan
petani responden yang dikonversi dalam satuan hektar pada satu musim tanam.
Penerimaan tunai merupakan nilai yang diterima oleh petani dalam bentuk uang
tunai dari hasil penjualan jagung manis. Nilai yang diterima oleh petani tersebut
diperoleh dari hasil perkalian antara jumlah produksi jagung manis per hektar per
musim tanam dengan harga jual jagung manis yang diterima oleh petani.
Penerimaan tunai dari usahatani jagung manis diperoleh dari hasil penjualan
jagung manis dan jagung semi (baby corn). Sedangkan penerimaan yang
diperhitungkan merupakan penerimaan yang diperoleh petani namun tidak dalam
bentuk uang tunai karena digunakan untuk konsumsi atau untuk dijadikan bibit.
Seluruh petani responden menggunakan jagung manis hasil panen untuk konsumsi
pribadi, tidak ada petani yang menggunakannya untuk dijadikan bibit.
Jumlah produksi dan harga yang diterima oleh petani akan menentukan
tingkat penerimaan dari masing-masing petani. Usahatani jagung manis petani
responden di Desa Gunung Malang memiliki jumlah produksi jagung manis rata-
rata sebesar 6 026.06 kg/ha dan jumlah produksi jagung semi rata-rata sebesar
626.15 kg/ha. Rendahnya tingkat produksi dari petani responden disebabkan oleh
adanya pengaruh iklim yang tidak menentu dan adanya serangan penyakit bulai
yang sampai saat ini belum ada obatnya. Rata-rata penerimaan usahatani jagung
manis petani responden dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18 Rata-rata penerimaan usahatani jagung manis petani responden per


hektar pada musim tanam tahun 2012-2013 di Desa Gunung Malang
Komponen Penerimaan Fisik (kg) Harga (Rp/kg) Penerimaan (Rp)
Penerimaan Tunai Jagung
6 026.06 1 490.00 8 978 826.93
Manis
Penerimaan Tunai Jagung Semi 626.15 1 477.14 924 908.16
Penerimaan yang diambil untuk
141.19 1 490.00 210 367.16
konsumsi
Total Penerimaan 10 114 102.25

Harga jagung manis yang diterima oleh petani pada musim tanam 2012-
2013 bervariasi, mulai dari Rp800.00/kg hingga Rp3 000/kg. Harga jagung manis
rata-rata yang diperoleh petani sebesar Rp1 490.00/kg dan harga jagung semi rata-
rata sebesar Rp1 477.14/kg. Perbedaan harga yang diterima oleh petani tergantung
pada sistem pemasaran yang dilakukan. Sistem pemasaran yang dilakukan oleh
53

petani terbagi menjadi dua, yaitu dengan menjual langsung ke pasar atau dengan
menjual ke tengkulak. Harga yang diterima oleh petani yang menjual langsung ke
pasar akan berbeda dengan harga yang diterima oleh petani yang menjual hasil
panennya ke tengkulak, meskipun harga yang diterima oleh petani yang menjual
hasil panennya kepada tengkulak juga bervariasi. Hal ini dapat terjadi karena
petani menjual jagung manis pada tengkulak yang berbeda-beda dan pada waktu
yang juga berbeda.
Jumlah produksi jagung manis rata-rata yang digunakan untuk konsumsi
oleh petani responden pada musim tanam 2012-2013 sebesar 141.19 kg/ha.
Umumnya petani mengambil hasil panennya untuk digunakan sebagai konsumsi
pribadi dan untuk dibagikan kepada warga-warga yang berada disekitarnya. Rata-
rata penerimaan tunai yang diperoleh petani dari hasil penjualan jagung manis dan
jagung semi sebesar Rp9 903 735.09, dengan penerimaan yang diperhitungkan
sebesar Rp210 367.16. Rata-rata total penerimaan usahatani jagung manis petani
responden yaitu Rp10 114 102.25.
Berdasarkan Tabel 15 terlihat bahwa rata-rata produktivitas jagung manis
dari petani responden sebesar 6.17 ton/ha. Rata-rata produktivitas jagung manis
tersebut masih di bawah produktivitas potensial jagung manis secara umum di
Indonesia, yaitu sebesar 12-14 ton/ha. Hal ini menunjukkan bahwa petani di Desa
Gunung Malang belum mencapai produktivitas potensialnya.

Pengeluaran Usahatani Jagung Manis


Pengeluaran usahatani jagung manis terdiri dari biaya tunai dan biaya yang
diperhitungkan. Biaya tunai merupakan biaya yang dikeluarkan oleh petani secara
tunai untuk membeli input produksi, seperti biaya pembelian benih, pupuk kimia
(urea, TSP, dan phonska), pupuk kandang, pestisida cair, pestisida padat
(furadan), upah tenaga kerja di luar keluarga, pajak lahan, dan sewa lahan.
Sedangkan biaya yang diperhitungkan merupakan biaya yang tidak secara tunai
dikeluarkan oleh petani, seperti biaya penyusutan peralatan, upah tenaga kerja
dalam keluarga, dan biaya sewa lahan yang diperhitungkan.
Biaya tunai dalam usahatani jagung manis mengambil proporsi terbesar
terhadap total biaya apabila dibandingkan dengan biaya yang diperhitungkan,
yaitu sebesar 71.77%. Biaya tunai terbesar yang dikeluarkan oleh petani adalah
biaya tenaga kerja luar keluaga (TKLK). Penelitian Aldila (2013), Putra (2011),
dan Suroso (2006) juga menunjukkan bahwa pengeluaran terbesar dari total biaya
tunai usahatani jagung manis adalah biaya tenaga kerja dari luar keluarga.
Tingginya biaya tenaga kerja luar keluarga disebabkan oleh kurangnya partisipasi
dari anggota keluarga petani dalam membantu aktivitas usahatani, sehingga petani
harus membayar tenaga kerja dari luar keluarga. Selain itu, beberapa aktivitas
usahatani seperti pengolahan lahan membutuhkan banyak tenaga kerja dan tidak
mungkin dipenuhi dari tenaga kerja dalam keluarga, karena jumlah anggota
keluarga yang terbatas (Aldila 2013).
Biaya tunai rata-rata yang dikeluarkan oleh petani untuk tenaga kerja luar
keluarga mencapai Rp3 280 165.77 atau sebesar 32.73% dari total biaya. Jumlah
hari kerja dari tenaga kerja luar keluarga adalah 75.13 HOK/ha dengan upah rata-
rata sebesar Rp43 657.14.
Biaya tunai lainnya yang mengambil proporsi terbesar terhadap total biaya,
yaitu biaya pembelian pupuk kimia. Biaya yang dikeluarkan untuk pembelian
54

pupuk kimia mencapai Rp1 096 458.15 atau sebesar 10.94% terhadap total biaya.
Komponen biaya pemupukan terdiri dari biaya pupuk urea, TSP, Phonska, dan
KCl. Biaya pembelian pupuk kimia terbesar adalah untuk pembelian pupuk urea,
yaitu sebesar Rp473 719.67 (4.73%). Biaya pemupukan lainnya secara berturut-
turut dari persentase biaya terbesar yaitu TSP (3.86%), Phonska (2.33%), dan KCl
(0.02%). Adapun besarnya rata-rata pengeluaran usahatani jagung manis dari
petani responden dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19 Rata-rata pengeluaran usahatani jagung manis petani responden per


hektar pada musim tanam tahun 2012-2013 di Desa Gunung Malang
Jumlah Harga Pengeluaran
No. Jumlah Satuan
(satuan) (Rp/satuan) (Rp)
A. Biaya Tunai
1 Pembelian Benih Kg 6.98 108 000.00 753 404.50
2 Pupuk Kimia
Urea Kg 228.22 2 075.71 473 719.67
TSP Kg 162.05 2 386.86 386 783.61
KCl Kg 8.05 251.43 2 023.40
Phonska (NPK) Kg 97.36 2 402.86 233 931.47
3 Pupuk Kandang Kg 3 016.07 310.71 937 135.67
4 Pestisida Cair Rp 267 346.41
Pestisida Padat
5 Kg 12.83 11 842.86 151 933.00
(Furadan)
6 TKLK HOK 75.13 43 657.14 3 280 165.77
Biaya Panen
7 Rp 21 857.14
Jagung Semi
Biaya Panen
8 Rp 214 000.00
Jagung Manis
9 Pajak Lahan Rp 49 223.81
10 Sewa Lahan Rp 420 399.74
Total Biaya Tunai 7 191 924.19
Biaya
B.
Diperhitungkan
1 Penyusutan Rp 29 210.71
2 TKDK HOK 47.27 43 657.14 2 063 706.55
3 Sewa Lahan Rp 735 714.29
Total Biaya
2 828 631.55
Diperhitungkan
Total Biaya 10 020 555.74

Biaya tunai lainnya yang mengambil proporsi terbesar ketiga terhadap


total biaya yaitu biaya pupuk kandang. Rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk
55

pembelian pupuk kandang cukup besar, yaitu mencapai Rp937 135.67 atau
sebesar 9.35% atas total biaya. Komponen biaya tunai lainnya yaitu biaya
pembelian benih. Biaya pembelian benih rata-rata mencapai Rp753 404.50 atau
sebesar 7.52% dari total biaya.
Biaya sewa lahan per hektar untuk satu musim tanam rata-rata mencapai
Rp420 399.74 dengan proporsi sebesar 4.20% atas total biaya. Selain itu,
komponen biaya tunai lainnya yaitu biaya yang dikeluarkan untuk pembelian
pestisida cair rata-rata senilai Rp267 346.41 atau sebesar 2.67% atas total biaya
dan rata-rata biaya untuk pembelian pestisida padat senilai Rp151 933.00 atau
sebesar 1.52% dari biaya total. Pestisida padat yang digunakan adalah Furadan,
yang digunakan untuk mengusir hama ulat dan cacing dengan rata-rata
penggunaan sebesar 12.83 Kg/Ha dengan harga rata-rata sebesar Rp11 842.86/Kg.
Komponen biaya lain dari total biaya selain biaya tunai yaitu biaya yang
diperhitungkan. Biaya yang diperhitungkan pada usahatani jagung manis terdiri
dari biaya penyusutan, upah tenaga kerja dalam keluarga, dan sewa lahan yang
diperhitungkan. Persentase pengeluaran terbesar pada biaya yang diperhitungkan
terhadap total biaya, yaitu pengeluaran terhadap tenaga kerja dalam keluarga.
Total biaya rata-rata untuk tenaga kerja dalam keluarga mencapai Rp2 063 706.55
atau sebesar 20.59% dari total biaya. Penelitian Aldila (2013) dan Putra (2011)
juga menunjukkan bahwa pengeluaran terbesar dari biaya diperhitungkan adalah
biaya tenaga kerja dalam keluarga.
Jumlah hari kerja dari tenaga kerja dalam keluarga pada usahatani jagung
manis sebesar 47.27 HOK/Ha. Tenaga kerja dalam keluarga umumnya melakukan
aktivitas usahatani yang bersifat pemeliharaan, seperti pemupukan, penyiangan,
dan pengendalian hama penyakit. Biaya tenaga kerja dalam keluarga merupakan
biaya yang diperhitungkan karena secara tunai petani tidak mengeluarkan biaya
untuk upah tenaga kerja dalam keluarga, namun tetap perlu diperhitungkan karena
tenaga kerja dalam keluarga juga berhak mendapatkan imbalan dari hasil kerja
mereka.
Biaya diperhitungkan yang memiliki persentase terbesar kedua, yaitu biaya
sewa lahan. Biaya sewa lahan yang diperhitungkan merupakan opportunity cost
yang dapat diterima oleh petani pemilik lahan apabila lahan milik petani tersebut
disewakan. Biaya rata-rata dari sewa lahan yang diperhitungkan per hektar untuk
satu musim tanam di Desa Gunung Malang, yaitu Rp735 714.29 atau sebesar
7.34% dari total biaya.
Biaya diperhitungkan lainnya yaitu biaya penyusutan. Biaya penyusutan
merupakan biaya penyusutan rata-rata dari peralatan usahatani yang digunakan
oleh petani responden. Biaya penyusutan dihitung dengan menggunakan metode
garis lurus dengan asumsi nilai sisa nol. Rata-rata biaya penyusutan peralatan dari
petani responden sebesar 0.29% atau senilai Rp29 210.71. Total biaya
diperhitungkan dari ketiga komponen tersebut mencapai Rp2 828 631.55 atau
sebesar 28.23% dari total biaya. Rata-rata total biaya usahatani jagung manis
petani responden per hektar pada musim tanam tahun 2012-2013 di Desa Gunung
Malang sebesar Rp10 020 555.74.

Pendapatan Usahatani Jagung Manis


Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan usahatani
dengan pengeluaran usahatani. Suatu usahatani dikatakan menguntungkan jika
56

selisih antara penerimaan dan pengeluaran bernilai positif. Pendapatan usahatani


terdiri dari pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total.
Pendapatan atas biaya tunai merupakan selisih dari total penerimaan dengan
pengeluaran tunai, sedangkan pendapatan atas biaya total merupakan selisih dari
total penerimaan dengan total pengeluaran.
Rata-rata total penerimaan usahatani jagung manis petani responden
sebesar Rp10 114 102.25. Rata-rata pengeluaran tunai usahatani jagung manis
yang dikeluarkan oleh petani responden sebesar Rp7 191 924.19 dan rata-rata total
pengeluaran usahatani jagung manis sebesar Rp10 020 555.74. Rata-rata
pendapatan atas biaya tunai pada usahatani jagung manis per hektar per musim
tanam yaitu Rp2 922 178.06, sedangkan rata-rata pendapatan atas biaya total pada
usahatani jagung manis sebesar Rp93 546.51. Pendapatan atas biaya tunai per
hektar per musim tanam jauh lebih besar daripada pendapatan atas biaya total. Hal
ini disebabkan oleh tingginya biaya yang diperhitungkan, sehingga biaya total
yang dikeluarkan oleh petani menjadi tinggi.
Rata-rata pendapatan atas biaya tunai dan rata-rata pendapatan atas biaya
total pada usahatani jagung manis menghasilkan nilai yang lebih besar dari nol.
Hal ini menunjukkan bahwa usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang
memberikan keuntungan sebesar Rp2 922 178.06 bagi petani atas biaya tunai yang
dikeluarkannya dalam memproduksi jagung manis seluas satu hektar pada satu
musim tanam. Selain itu, usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang juga
memberikan keuntungan sebesar Rp93 546.51 bagi petani atas biaya total yang
dikeluarkannya dalam memproduksi jagung manis seluas satu hektar pada satu
musim tanam. Rata-rata pendapatan usahatani jagung manis petani responden per
hektar per musim tanam secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20 Rata-rata pendapatan usahatani jagung manis petani responden per


hektar pada musim tanam tahun 2012-2013 di Desa Gunung Malang
No. Komponen Jumlah (Rp)
A. Penerimaan Tunai 9 903 735.09
B. Penerimaan yang Diperhitungkan 210 367.16
C. Total Penerimaan (A+B) 10 114 102.25
D. Pengeluaran Tunai 7 191 924.19
E. Pengeluaran yang Diperhitungkan 2 828 631.55
F. Total Pengeluaran (D+E) 10 020 555.74
G. Pendapatan atas Biaya Tunai 2 922 178.06
H. Pendapatan atas Biaya Total 93 546.51
I. R/C atas Biaya Tunai (C/D) 1.41
J. R/C atas Biaya Total (C/F) 1.01

Pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh petani responden berbeda-


beda. Terdapat beberapa petani yang mengalami kerugian mulai dari Rp72 788.57
hingga Rp9 922 590.48. Sedangkan beberapa petani responden lainnya justru
57

memperoleh keuntungan dari usahatani jagung manisnya, mulai dari Rp21 400.00
hingga Rp10 891 542.86.
Berdasarkan hasil perhitungan pada pendapatan atas biaya tunai dan biaya
total, maka usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang menguntungkan
untuk diusahakan. Usahatani jagung manis yang dilakukan oleh petani
memberikan keuntungan meskipun pendapatan yang diperoleh atas biaya total
memiliki nilai yang relatif kecil, tetapi usahatani jagung manis masih dapat
dilaksanakan untuk penanaman musim tanam selanjutnya. Hal ini dikarenakan
biaya tunai yang dikeluarkan untuk sarana produksi masih dapat dipenuhi oleh
penerimaan tunai usahatani. Variasi harga input maupun output dapat merugikan
petani karena akan mempengaruhi tingkat produksi yang dihasilkan dan
pendapatan usahatani yang diperoleh.

Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C)

Analisis R/C digunakan untuk menunjukan perbandingan antara


penerimaan dan biaya, sehingga dapat diketahui apakah usahatani yang
diusahakan menguntungkan atau tidak menguntungkan. Nilai R/C atas biaya tunai
pada usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang sebesar 1.41, yang berarti
bahwa setiap Rp1 000.00 biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam kegiatan
produksi jagung manis akan memperoleh penerimaan sebesar Rp1 410.00.
Usahatani jagung manis memiliki nilai R/C atas biaya tunai yang lebih dari satu.
Nilai R/C atas biaya total sebesar 1.01. Hal ini menunjukkan bahwa setiap Rp1
000.00 biaya total yang dikeluarkan oleh petani dalam kegiatan produksi jagung
manis akan memperoleh penerimaan sebesar Rp1 001.00. Berdasarkan nilai R/C
tersebut, maka usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang menguntungkan
untuk diusahakan meskipun keuntungan yang diperoleh tidak cukup besar karena
nilai R/C atas biaya total menunjukkan angka yang masih mendekati satu.
Penelitian yang dilakukan oleh Aldila (2013) menunjukan hal yang serupa,
bahwa usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang pada musim kemarau
menguntungkan untuk diusahakan apabila dilihat dari pendapatan atas biaya tunai,
akan tetapi usahatani jagung manis tersebut menjadi tidak menguntungkan apabila
dilihat dari pendapatan atas biaya total. Hasil penelitian Aldila menunjukan nilai
R/C atas biaya tunai sebesar 1.20 dan R/C atas biaya total sebesar 0.96. Penelitian
yang dilakukan oleh Putra (2011) juga menunjukkan perbedaan antara nilai R/C
atas biaya tunai dengan nilai R/C atas biaya total dalam usahatani jagung manis
yang diusahakan oleh petani penyewa.
Nilai R/C atas biaya total mendekati satu karena tingginya biaya tenaga
kerja dalam keluarga dan biaya sewa lahan yang diperhitungkan. Usahatani
jagung manis yang dilakukan oleh petani menunjukkan keuntungan yang relatif
kecil apabila dilihat dari nilai R/C atas biaya totalnya, namun usahatani jagung
manis tersebut masih dapat dilakukan untuk penanaman pada musim tanam
berikutnya. Hal ini dapat terjadi karena biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani
untuk membeli sarana produksi masih tertutupi oleh penerimaan usahatani. Secara
keseluruhan, berdasarkan analisis pendapatan dan analisis R/C dapat disimpulkan
bahwa usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang menguntungkan untuk
diusahakan.
58

Balas Jasa dalam Usahatani Jagung Manis

Balas jasa dalam usahatani perlu diperhitungkan, seperti balas jasa


terhadap seluruh modal, balas jasa terhadap lahan, serta balas jasa terhadap tenaga
kerja keluarga. Balas jasa terhadap seluruh modal (return to total capital)
dipengaruhi oleh pendapatan bersih usahatani (net farm income) dan nilai tenaga
kerja keluarga. Pendapatan bersih yang diperoleh petani responden sebesar Rp2
157 253.06. Nilai ini diperoleh dari selisih antara nilai pendapatan kotor dari
usahatani jagung manis sebesar Rp10 114 102.25 dan nilai pengeluaran total dari
usahatani jagung manis sebesar Rp7 956 849.19.
Pendapatan bersih usahatani (net farm income) merupakan ukuran yang
diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor produksi kerja, modal (sendiri
dan pinjaman), dan pengelolaan. Pendapatan kotor (gross farm income) dalam
usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang merupakan nilai produk total
usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun dikonsumsi oleh
petani responden. Sedangkan pengeluaran total usahatani (total farm expenses)
merupakan nilai semua masukan yang habis dipakai, baik tunai maupun tidak
tunai. Dalam perhitungan balas jasa terhadap seluruh modal (return to total
capital), nilai dari tenaga kerja dalam keluarga tidak dimasukkan ke dalam
perhitungan pengeluaran total usahatani. Perhitungan dari return to total capital
pada usahatani jagung manis petani responden dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21 Return to total capital dari usahatani jagung manis petani responden per
hektar pada musim tanam tahun 2012-2013 di Desa Gunung Malang
No. Keterangan Nilai (Rp)
1. Pendapatan kotor usahatani 10 114 102.25
2. Pengeluaran total usahatani (tanpa TKDK) 7 956 849.19
3. Net farm income 2 157 253.06
4. Nilai tenaga kerja keluarga 2 063 706.55
5. Return to total capital 93 546.51

Rata-rata imbalan terhadap seluruh modal (return to total capital) yang


diperoleh petani responden bernilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa petani
mendapatkan keuntungan atas seluruh modal yang dikeluarkan, baik tunai maupun
tidak tunai. Rata-rata imbalan terhadap seluruh modal dari usahatani jagung manis
petani responden memiliki nilai yang relatif kecil karena tingginya nilai rata-rata
tenaga kerja keluarga yang digunakan untuk melakukan kegiatan usahatani jagung
manis. Apabila dilihat dari nilai pendapatan bersih usahatani (net farm income),
maka petani responden masih dapat melakukan kegiatan usahatani untuk musim
tanam selanjutnya karena memiliki pendapatan bersih yang bernilai positif.
Selain balas jasa terhadap seluruh modal, balas jasa terhadap lahan juga
perlu diperhitungkan untuk melihat imbalan yang diperoleh petani atas lahan yang
digunakan untuk melakukan kegiatan usahatani. Selain itu, balas jasa terhadap
lahan yang digunakan untuk melakukan kegiatan usahatani perlu diperhitungkan
untuk melihat apakah sebaiknya lahan disewakan atau tetap digunakan untuk
59

melakukan kegiatan usahatani. Secara lebih rinci, perhitungan return to land pada
usahatani jagung manis petani responden dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22 Return to land dari usahatani jagung manis petani responden per hektar
pada musim tanam tahun 2012-2013 di Desa Gunung Malang
No. Keterangan Nilai (Rp)
1. Pendapatan kotor usahatani 10 114 102.25
2. Pengeluaran total usahatani (tanpa sewa lahan) 8 864 441.72
3. Net farm income 1 249 660.53
4. Bunga modal Pinjaman 24 610.71
5. Net farm earnings 1 225 049.82
6. Nilai sewa lahan 420 399.74
7. Return to land 804 650.08

Penghasilan bersih usahatani (net farm earnings) merupakan ukuran


imbalan kepada sumberdaya milik keluarga yang dipakai dalam melakukan
kegiatan usahatani. Untuk perhitungan balas jasa terhadap lahan, nilai dari seluruh
komponen sewa lahan tidak dimasukkan ke dalam perhitungan pengeluaran total
usahatani (total farm expenses). Komponen-komponen yang mempengaruhi
penghasilan bersih usahatani yaitu pendapatan bersih usahatani dan bunga modal
pinjaman. Nilai rata-rata penghasilan bersih usahatani yang diperoleh petani
responden sebesar Rp1 225 049.82, sedangkan rata-rata bunga modal pinjaman
yang harus dibayar oleh petani responden yang melakukan pinjaman yaitu sebesar
Rp24 610.71.
Pinjaman dalam usahatani tidak hanya dalam bentuk uang, namun dapat
pula dalam bentuk natura atau barang, seperti pinjaman dalam bentuk pemberian
benih dan pupuk kimia. Rata-rata besarnya pinjaman petani responden sebesar
Rp231 071.43. Umumnya petani dibebankan bunga antara 10%-15% dari total
pinjaman. Pinjaman tersebut dibayar oleh petani responden pada saat panen.
Rata-rata balas jasa terhadap lahan (return to land) yang digunakan oleh
petani responden untuk melakukan kegiatan usahatani bernilai positif, yaitu
sebesar Rp804 650.08 (Tabel 19). Imbalan terhadap lahan tersebut memiliki nilai
yang lebih kecil daripada nilai sewa lahan yang berlaku di Desa Gunung Malang.
Hal ini menunjukkan bahwa lahan yang digunakan oleh petani responden untuk
melakukan kegiatan usahatani kurang produktif. Sewa lahan di Desa Gunung
Malang berkisar antara Rp5 000 000.00 per hektar per tahun sampai Rp10 000
000.00 per hektar per tahun. Rendahnya nilai rata-rata balas jasa terhadap lahan
menunjukkan bahwa secara ekonomi, lahan tersebut akan lebih menguntungkan
apabila disewakan oleh petani responden daripada digunakan untuk melakukan
kegiatan usahatani. Namun pada kenyataannya, petani respoden tidak
menyewakan lahannya dan terus menggunakan lahannya untuk melakukan
kegiatan usahatani.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi petani responden untuk
tidak menyewakan lahannya, seperti status sosial, kepuasan, dan lain-lain. Hal
60

tersebut dianggap sebagai manfaat atau keuntungan tambahan yang diperoleh


petani dari kepemilikan lahan selain keuntungan secara ekonomi yang diperoleh.
Balas jasa terhadap faktor produksi lainnya yang perlu diperhitungkan
yaitu balas jasa terhadap tenaga kerja keluarga. Balas jasa terhadap tenaga kerja
keluarga (return to family labor) diperhitungkan untuk melihat apakah sebaiknya
petani menjadi buruh atau tetap mengusahakan kegiatan usahatani. Rata-rata balas
jasa terhadap tenaga kerja keluarga (return to family labor) dari usahatani jagung
manis petani respoden dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23 Return to family labor dari usahatani jagung manis petani responden per
hektar pada musim tanam tahun 2012-2013 di Desa Gunung Malang
No. Keterangan Nilai (Rp)
1. Net farm income 2 157 253.06
2. Bunga modal pinjaman 24 610.71
3. Net farm earnings 2 132 642.35
4. Bunga modal petani 741 379.23
5. Return to family labor 1 391 263.12

Nilai rata-rata balas jasa terhadap tenaga kerja keluarga (return to family
labor) dari usahatani jagung manis petani responden sebesar Rp1 391 263.12. Hal
ini menunjukkan bahwa petani responden mendapatkan rata-rata imbalan atau
balas jasa sebesar Rp1 391 263.12 atas dirinya sendiri dan anggota keluarga
lainnya yang ikut membantu dalam kegiatan usahatani jagung manis.
Nilai rata-rata balas jasa terhadap tenaga kerja keluarga yang diperoleh
petani responden cukup besar. Namun apabila dibandingkan dengan upah
minimum yang berlaku di Kabupaten Bogor, maka nilai rata-rata balas jasa
terhadap tenaga kerja keluarga tersebut menjadi kecil. Upah minimum yang
berlaku di Kabupaten Bogor pada tahun 2013 sebesar Rp2 002 000.00. Tingginya
upah minimum yang berlaku di Kabupaten Bogor secara tidak langsung
mempengaruhi tingkat upah buruh tani di Desa Gunung Malang.
Perbedaan nilai yang cukup tinggi antara rata-rata balas jasa terhadap
tenaga kerja keluarga dengan upah minimum yang berlaku di Kabupaten Bogor
dapat meningkatkan keinginan petani untuk meninggalkan kegiatan usahatani dan
beralih untuk bekerja di luar usahatani. Akan tetapi, terdapat beberapa faktor
penentu lainnya yang membuat petani tetap melakukan kegiatan usahatani
meskipun mengalami kerugian. Kebiasaan (tradisi turun-temurun) yang kuat telah
melekat dalam diri petani sehingga keputusan petani menjadi tidak mudah goyah
ketika mengalami kerugian dalam kegiatan usahataninya.
Tingkat pendidikan dari petani responden juga merupakan salah satu
alasan tidak beralihnya petani ke sektor lain di luar usahatani. Tingkat pendidikan
petani responden di Desa Gunung Malang sebagian besar adalah lulusan sekolah
dasar yaitu sebesar 54.29% dari total responden. Sebagian besar petani dan
masyarakat di Desa Gunung Malang hanya mengenyam pendidikan sekolah dasar
dan tidak melanjutkan ke jenjang selanjutnya. Rendahnya tingkat pendidikan
membatasi petani untuk masuk ke dalam sektor lain di luar usahatani. Nilai rata-
61

rata balas jasa terhadap tenaga kerja keluarga (return to family labor) yang rendah
merupakan salah satu penyebab rendahnya produktivitas usahatani jagung manis
petani responden di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten
Bogor.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Teknik budidaya jagung manis terdiri dari persiapan lahan, penanaman,


pemupukan, penyiangan, pembumbunan, pengendalian hama dan penyakit, dan
pemanenan. Input yang digunakan dalam usahatani jagung manis terdiri dari
lahan, benih, pupuk kimia (urea, TSP, phonska, dan KCl), pupuk kandang, obat-
obatan (pestisida cair dan pestisida padat), tenaga kerja (dalam dan luar keluarga),
dan peralatan usahatani. Input produksi yang penggunaannya di atas standar yaitu
pupuk kimia. Rata-rata produktivitas jagung manis di Desa Gunung Malang masih
di bawah produktivitas potensial jagung manis secara umum di Indonesia. Hal ini
menunjukkan bahwa petani di Desa Gunung Malang belum mencapai
produktivitas potensialnya.
Rata-rata pendapatan atas biaya tunai dan rata-rata pendapatan atas biaya
total per hektar per musim tanam yang diterima dari usahatani jagung manis
bernilai positif. Berdasarkan nilai R/C atas biaya tunai dan nilai R/C atas biaya
total yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa usahatani jagung manis di Desa
Gunung Malang menguntungkan untuk diusahakan.
Balas jasa dalam usahatani perlu diperhitungkan, seperti balas jasa
terhadap seluruh modal, balas jasa terhadap lahan, serta balas jasa terhadap tenaga
kerja keluarga. Rata-rata imbalan terhadap seluruh modal (return to total capital)
yang diperoleh petani responden bernilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa
petani memperoleh keuntungan atas seluruh modal yang dikeluarkan, baik tunai
maupun tidak tunai. Selain itu, rata-rata balas jasa terhadap lahan yang digunakan
oleh petani responden untuk melakukan kegiatan usahatani (return to land) juga
bernilai positif meskipun imbalan terhadap lahan tersebut memiliki nilai yang
lebih kecil daripada nilai sewa lahan yang berlaku di Desa Gunung Malang. Hal
ini menunjukkan bahwa lahan yang digunakan oleh petani responden untuk
melakukan kegiatan usahatani kurang produktif. Nilai rata-rata balas jasa terhadap
lahan tersebut menunjukkan bahwa secara ekonomi, lahan tersebut akan lebih
menguntungkan apabila disewakan oleh petani responden. Namun pada
kenyataannya, petani respoden tidak menyewakan lahannya dan terus
menggunakan lahannya untuk kegiatan usahatani.
Nilai rata-rata balas jasa terhadap tenaga kerja keluarga (return to family
labor) dari usahatani jagung manis petani responden juga menunjukkan nilai
positif. Hal ini menunjukkan bahwa petani responden mendapatkan imbalan atau
balas jasa atas dirinya sendiri dan anggota keluarga lainnya yang ikut membantu
dalam kegiatan usahatani jagung manis. Namun nilai rata-rata balas jasa terhadap
tenaga kerja keluarga dari petani responden tersebut masih lebih rendah daripada
upah minimum yang berlaku di Kabupaten Bogor. Rendahnya nilai rata-rata balas
62

jasa terhadap tenaga kerja keluarga merupakan salah satu penyebab rendahnya
produktivitas usahatani jagung manis petani responden di Desa Gunung Malang,
Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.

Saran

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk pengembangan agribisnis jagung


manis di Desa Gunung Malang, Kabupaten Tenjolaya, yaitu:
1. Untuk meningkatkan produktivitas, sebaiknya penggunaan input produksi
yang berlebih seperti pupuk kimia, dapat dikurangi penggunaannya.
2. Petani jagung manis di Desa Gunung Malang menghadapi risiko produksi dan
risiko harga. Untuk mengatasi hal tersebut, maka kegiatan rotasi tanaman yang
telah dilakukan oleh petani harus tetap dipertahankan untuk mengurangi
dampak dari kedua risiko tersebut.
3. Peran pemerintah dibutuhkan dalam meningkatkan keberhasilan usahatani
jagung manis. Pemerintah diharapkan dapat memberikan penyuluhan
mengenai teknik budidaya secara rutin kepada petani dan terus berinovasi
dengan meluncurkan varietas unggul yang memiliki harga yang dapat
dijangkau oleh petani sehingga dapat membantu petani untuk meningkatkan
pendapatan dan produktivitas dari usahatani jagung manis yang dilakukan.
4. Penelitian mengenai jagung manis dan analisis balas jasa terhadap faktor-
faktor produksi dalam usahatani masih terbatas. Oleh karena itu, diharapkan
adanya penelitian lebih lanjut mengenai jagung manis dan analisis balas jasa
terhadap faktor-faktor produksi dalam usahatani.

DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto T, Widyastuti YE. 2000. Meningkatkan Produksi Jagung di Lahan


Kering, Sawah, dan Pasang Surut. Jakarta: Penebar Swadaya.
Aldila HF. 2013. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi
Jagung Manis (Zea mays saccharata) di Desa Gunung Malang Kecamatan
Tenjolaya Kabupaten Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Badan Litbang Pertanian. 2010. Analisis Penawaran dan Permintaan Jagung untuk
Pakan di Indonesia. Jakarta (ID): Badan Litbang Pertanian.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai (Angka
Tetap 2011 dan Angka Ramalan I 2012). Jakarta (ID): Badan Pusat
Statistik.
[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. 2012. Produksi Jagung di Lima
Provinsi Sentra Jagung Indonesia Tahun 2008-2011. Bogor (ID): BPS
Kabupaten Bogor.
________________________________. 2011. Luas Panen Tanaman Jagung
Menurut Kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun 2008 - 2010. Bogor (ID):
BPS Kabupaten Bogor.
63

________________________________. 2010. Luas Panen, Produksi, dan


Produktivitas Jagung di Kecamatan Tamansari Tahun 2009. Bogor (ID):
BPS Kabupaten Bogor.
Balai Penelitian Tanaman Serealia. 2002. Kinerja Usahatani dan Pemasaran
Jagung di Sentra Produksi. Jurnal Litbang Pertanian, 21 (2).
Desa Gunung Malang. 2010. Data Profil Desa dan Kelurahan. Bogor (ID): Desa
Gunung Malang.
[Dipertajabarprov] Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat. 2012.
Luas Tanam, Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Jagung Menurut
Kabupaten di Jawa Barat Tahun 2011. Dinas Pertanian Tanaman Pangan
Provinsi Jawa Barat.
_______________________________. 2012. Luas Tanam, Luas Panen, Produksi,
dan Produktivitas Jagung di Kabupaten Bogor Tahun 2007 - 2011. Dinas
Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat.
FAO Statistics Division. 2012. Perkembangan Populasi, Produksi, Ekspor, dan
Impor Jagung di Indonesia Tahun 2008 – 2012.
Hernanto F. 1996. Ilmu Usahatani. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Kay RD, Edwards WM, Duffy PA. 2005. Farm Management. Singapura (SG):
McGraw-Hill.
Kementerian Pertanian. 2012. Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun
2011. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian.
Khaerizal H. 2008. Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor Produksi Usahatani
Komoditi Jagung Hibrida dan Bersari Bebas (Lokal) (Kasus: Desa
Saguling, Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat)
[Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor.
Minarsih. 2000. Evaluasi Penampilan Beberapa Genotipa Jagung Manis (Zea
mays saccharata Sturt.) [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Nasution PH. 2010. Analisis Usahatani Jamur Tiram Putih (Kasus di Komunitas
Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten
Bogor) [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor.
Purwono, Hartono R. 2005. Bertanam Jagung Unggul. Jakarta: Penebar Swadaya.
Putra IW. 2011. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan
Usahatani Jagung Manis di Desa Sukajadi Kecamatan Taman Sari
Kabupaten Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Rachmawati I. 1995. Pelaksanaan Kerjasama antara Petani dan Pemasok, serta
Strategi Bauran Pemasaran Jagung Manis (Sweet Corn) (Studi Kasus
Kelompok Tani Jagung Manis (KTJM), Kecamatan Ciawi, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat) [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Sekretariat Negara. 2010. Peran Teknologi Pertanian dalam Meningkatkan
Produktivitas Tanaman Jagung.
http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=
4360&Itemid=29. [Diakses Tanggal 8 Desember 2012].
64

Setiyanto A. 2008. Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usahatani Jagung


(Studi Kasus di Desa Beketel, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati, Provinsi
Jawa Tengah [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Shinta A. 2011. Ilmu Usahatani. Malang (ID): Universitas Brawijaya Press.
Soekartawi. 2006. Analisis Usahatani. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press.
Suratiyah K. 2011. Ilmu Usahatani. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Suroso. 2006. Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Usahatani Jagung (Kasus Desa Ukirsari, Kecamatan Grabag, Kabupaten
Purworejo, Propinsi Jawa Tengah) [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Tim Karya Tani Mandiri. 2010. Pedoman Bertanam Jagung. Bandung (ID):
Nuansa Aulia.
Wardhana W. 2010. Pengaruh Waktu Tanam terhadap Pertumbuhan dan Produksi
pada Sistem Tanam Tumpangsari Ubijalar dan Jagung Manis [Skripsi].
Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Widiyanti. 2000. Analisis Produksi dan Efisiensi Ekonomi Relatif Usahatani
Jagung Manis (Kasus di Desa Titisan, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten
Sukabumi, Propinsi Jawa Barat) [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
65

Lampiran 1 Analisis pendapatan usahatani jagung manis petani responden per


hektar pada periode tanam tahun 2012-2013 di Desa Gunung
Malang
Jumlah Harga per Presentase
No. Uraian Satuan Fisik Unit Nilai (Rp) terhadap Total
(Satuan) (Rp/satuan) Biaya (%)
1. Penerimaan

A. Penerimaan Tunai
Jagung Manis Kg 6 026.06 1 490.00 8 978 826.93
Jagung Semi Kg 626.15 1 477.14 924 908.16
Penerimaan yang
B.
Diperhitungkan
Penerimaan yang
Kg 141.19 1 490.00 210 367.16
diambil untuk Konsumsi
Total Penerimaan Rp 10 114 102.25
2. Pengeluaran

A. Biaya Tunai
a. Pembelian Benih Kg 6.98 108 000.00 753 404.50 7.52%
b. Pupuk Kimia
Urea Kg 228.22 2 075.71 473 719.67 4.73%
TSP Kg 162.05 2 386.86 386 783.61 3.86%
KCl Kg 8.05 251.43 2 023.40 0.02%
Phonska (NPK) Kg 97.36 2 402.86 233 931.47 2.33%
c. Pupuk Kandang Kg 3 016.07 310.71 937 135.67 9.35%
d. Pestisida Cair Rp 267 346.41 2.67%
Pestisida Padat
e. Kg 12.83 11 842.86 151 933.00 1.52%
(Furadan)
f. TKLK HOK 75.13 43 657.14 3 280 165.77 32.73%
Biaya Panen Jagung
g. Rp 21 857.14 0.22%
Semi
Biaya Panen Jagung
h. Rp 214 000.00 2.14%
Manis
i. Pajak Lahan Rp 49 223.81 0.49%
j. Sewa Lahan Rp 420 399.74 4.20%
Total Biaya Tunai Rp 7 191 924.19 71.77%
B. Biaya Diperhitungkan
a. Penyusutan Rp 29 210.71 0.29%
b. TKDK HOK 47.27 43 657.14 2 063 706.55 20.59%
c. Sewa Lahan Rp 735 714.29 7.34%
Total Biaya
Rp 2 828 631.55 28.23%
Diperhitungkan
Total Biaya Rp 10 020 555.74 100.00%

3. Pendapatan
Pendapatan atas Biaya
A. Rp 2 922 178.06
Tunai
Pendapatan atas Biaya
B. Rp 93 546.51
Total
R/C atas Biaya Tunai 1.41

R/C atas Biaya Total 1.01


66

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 26 Maret 1991 dari ayah Rito
Prasetyo dan ibu Ester Utami. Penulis adalah anak kedua dari 3 bersaudara. Kakak
penulis Reddy Dwiki Kumara dan adik penulis Kevin Pradipta. Penulis lulus dari
SMA Negeri 71 Jakarta Timur pada tahun 2009. Pada tahun yang sama, penulis
lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Penelusuran
Minat dan Kemampuan (PMDK) pada program Mayor Agribisnis di Departemen
Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Selain itu, penulis juga
mengambil program Minor Komunikasi di Departemen Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB.
Selama mengikuti pendidikan di IPB, penulis menerima beasiswa dari
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
pada tahun ketiga. Penulis juga aktif mengikuti kegiatan kepanitiaan pada
organisasi kemahasiswaan di IPB seperti Agrination FEM IPB tahun 2011,
Extravaganza FEM IPB tahun 2011, FEMily Day tahun 2011, dan sekretaris pada
acara fieldtrip Departemen Agribisnis angkatan 46 tahun 2012. Selain itu penulis
juga tercatat sebagai volunteer dalam kegiatan The 19th Tri-U International Joint
Seminar and Symposium 2012 serta aktif di berbagai kepanitiaan dan kegiatan
lainnya di IPB. Penulis juga mengikuti pelatihan bahasa mandarin pada Unit
Pelatihan Bahasa IPB tahun 2012.

Anda mungkin juga menyukai