Anda di halaman 1dari 8

PENILAIAN STATUS GIZI

PENILAIAN STATUS GIZI

PENGERTIAN STATUS GIZI


 Status Gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk tertentu atau
perwujudan dari nutriture dalam bentuk variable tertentu. Contoh: Gondok merupakan
keadaan tidak seimbangnya pemasukan dan pengeluaran yodium dalam tubuh (Supariasa.
IDN, 2002: 18).

 Status Gizi merupakan ekspresi satu aspek atau lebih dari nutriture seorang individu dalam
suatu variabel (Hadi, 2002).

 Status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara zat
gizi yang masuk ke dalam tubuh dan utilisasinya (Gibson, 1990).

FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI


 Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi status gizi seseorang adalah lingkungan fisik,
biologis, budaya, sosial, ekonomi, dan politik (Achmadi, 2009).

1. Kondisi fisik yang dapat mempengaruhi terhadap status pangan dan gizi suatu daerah adalah
cuaca, iklim, kondisi tanah, sistem bercocok tanam, dan kesehatan lingkungan.

2. Faktor lingkungan biologi misalnya adanya rekayasa genetika terhadap tanaman dan produk
pangan. Kondisi ini berpengaruh terhadap pangan dan gizi. Selain itu adanya interaksi
sinergis antara malnutrisi dengan penyakit infeksi yaitu infeksi akan mempengaruhi status
gizi dan mempercepat malnutrisi.

3. Lingkungan ekonomi. Kondisi ekonomi seseorang sangat menentukan dalam penyediaan


pangan dan kualitas gizi. Apabila tingkat perekonomian seseorang baik maka status gizinya
akan baik. Golongan ekonomi yang rendah lebih banyak menderita gizi kurang dibandingkan
golongan menengah ke atas.

4. Faktor lingkungan budaya. Dalam hal sikap terhadap makanan, masih banyak terdapat
pantangan, takhayul, tabu dalam masyarakat yang menyebabkan konsumsi makanan
menjadi rendah. Di samping itu jarak kelahiran anak yang terlalu dekat dan jumlah anak yang
terlalu banyak akan mempengaruhi asupan zat gizi dalam keluarga.

5. Lingkungan sosial. Kondisi lingkungan sosial berkaitan dengan kondisi ekonomi di suatu
daerah dan menentukan pola konsumsi pangan dan gizi yang dilakukan oleh masyarakat.
Misalnya kondisi sosial di pedesaan dan perkotaan yang memiliki pola konsumsi pangan dan
gizi yang berbeda. Selain status gizi juga dipengaruhi oleh kepadatan penduduk, ketegangan
dan tekanan sosial dalam masyarakat.

6. Lingkungan politik. Ideologi politik suatu negara akan mempengaruhi kebijakan dalam hal
produksi, distribusi, dan ketersediaan pangan
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMBANTU TERCAPAINYA STATUS GIZI YANG BAIK
 Ada beberapa faktor yang membantu tercapainya status gizi yang baik, antara lain (Barasi,
M.E, 2007: 90) :

1. Aktivitas fisik

 Aspek ini mempertahankan kebutuhan energi dan nafsu makan, menjamin asupan makanan
yang adekuat, serta mempertahankan massa otot, yang menunjang hidup mandiri dan
kemampuan menyediakan makanannya sendiri.

2. Interaksi sosial

 Hal ini mendorong orang untuk makan dan mempertahankan minat mereka terhadap
makanan.

3. Pemilihan makanan

 Pemilihan makanan dari berbagai macam jenis, yang mencakup semua kelompok makanan
dalam jumlah yang sesuai.

METODE PENILAIAN STATUS GIZI


 Penilaian status gizi ada 2 macam, yaitu penilaian status gizi secara langsung dan penilaian
status gizi secara tidak langsung ( Supariasa. IDN, 2002: 18).

I.Penilaian Status Gizi secara Langsung


Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian, yaitu:

A. Antropometri

B. Klinis

C. Biokimia

D.Biofisik

A. Antropometri
1. Pengertian

 Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia, ditinjau dari sudut pandang gizi,
maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh
dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.

2. Penggunaan

 Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein


dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi
jaringan tubuh, seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.

3. Indeks Antropometri

 Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi antara
beberapa parameter disebut indeks antropometri. Beberapa indeks antropometri yang
sering digunakan yaitu:
a. Berat Badan Menurut Umur (BB/U)

 Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Berat
badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, dimana
keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan gizi terjamin,
maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Mengingat karakteristik berat
badan yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini
(Current Nutrirional Status).

b. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)

 Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan


skeletal. Pada keadaan normal tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur.

c. Berat badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)

 Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal,
perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan
kecepatan tertentu.

d. Lingkar Lengan Atas Menurut Umur (LLA/U)

 Lingkar lengan atas memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak
bawah kulit. Lingkar lengan atas berkolerasi dengan indeks BB/U maupun BB/TB.

e. Indeks Massa Tubuh (IMT)

 IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa yang
berumur diatas 18 tahun khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat
badan. IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan.
Disamping itu pula IMT tidak bisa diterapkan pada keadaan khusus (penyakit) lainnya,
seperti adanya edema, asites dan hepatomegali.

 IMT dapat digunakan untuk orang dewasa

Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut:

Berat Badan (kg), tinggi dalam meter

IMT = Barat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m).


Batas ambang IMT ditentukan dengan merujuk ketentuan FAO/WHO, yang membedakan batas
ambang untuk laki-laki dan perempuan. 

Batas ambang normal laki-laki adalah 20,1-25,0 dan untuk perempuan adalah 18,7-23,8.

Batas ambang IMT untuk Indonesia, adalah sebagai berikut:

1. IMT < 17,0: keadaan orang tersebut disebut kurus dengan kekurangan berat badan tingkat
berat atau Kurang Energi Kronis (KEK) berat. 
2. IMT 17,0-18,4: keadaan orang tersebut disebut kurus dengan Kekurangan Berat Badan
tingkat ringan atau KEK ringan. 
3. IMT 18,5-25,0: keadaan orang tersebut termasuk kategori normal. 
4. IMT 25,1-27,0: keadaan orang tersebut disebut gemuk dengan kelebihan berat badan tingkat
ringan. 
5. IMT > 27,0: keadaan orang tersebut disebut gemuk dengan kelebihan berat badan tingkat
berat

f. Tebal Lemak Bawah Kulit Menurut Umur

 Pengukuran lemak tubuh melalui pengukuran ketebalan lemak bawah kulit dilakukan pada
beberapa bagian tubuh, misalnya pada bagian lengan atas, lengan bawah, di tengah garis
ketiak, sisi dada, perut, paha, tempurung lutut, dan pertengahan tungkai bawah.

g. Rasio Lingkar Pinggang dengan Pinggul

 Rasio Lingkar Pinggang dengan Pinggul digunakan untuk melihat perubahan metabolisme
yang memberikan gambaran tentang pemeriksaan penyakit yang berhubungan dengan
perbedaan distribusi lemak tubuh.

 Dari berbagai jenis indeks tersebut di atas, untuk menginterpretasikannya dibutuhkan


ambang batas. Ambang batas dapat disajikan kedalam 3 cara yaitu: persen terhadap median,
persentil, dan standar deviasi unit.

1). Persen terhadap Median

 Median adalah nilai tengah dari suatu populasi. Dalam antropometri gizi, median sama
dengan persentil 50. Nilai median dinyatakan sama dengan 100% (untuk standar). Setelah
itu dihitung persentase terhadap nilai median untuk mendapatkan ambang batas.

Tabel 2.2 Klasifikasi Status Gizi Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI Tahun 1999

Kategori
Cut of point*)
Gizi Lebih >120%
Gizi Baik 80% - 120%
Gizi Sedang 70% - 79,9%
Gizi Kurang 60% - 69,9%
Gizi Buruk <60%
Persen dinyatakan terhadap Median BB/U baku WHO-NCHS, 1983

*) Laki-laki dan perempuan sama

Sumber: supariasa. IDN, 2002: 76

2). Persentil

 Cara lain untuk menentukan ambang batas selain persen terhadap median adalah persentil.
Persentil 50 sama dengan Median atau nilai tengah dari jumlah populasi berada diatasnya
dan setengahnya berada dibawahnya. NCHS merekomendasikan persentil ke 5 sebagai batas
gizi buruk dan kurang, serta persentil 95 sebagai batas gizi lebih dan gizi baik.

3). Standar Deviasi Unit (SDU)

 Standar Deviasi Unit disebut juga Z-skor. WHO menyarankan menggunakan cara ini untuk
meneliti dan untuk memantau pertumbuhan.

B. Klinis
1. Pengertian

 Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat.
Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan
ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut,
dan organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.

2. Penggunaan

 Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat. Survei ini dirancang
untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau
lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang
dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda dan gejala atau riwayat penyakit.

C. Biokimia
1. Pengertian

 Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara
laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh, antara lain: darah, urine,
tinja, dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.

2. Penggunaan

 Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan
malnutrisi yang lebih parah lagi.

D.Biofisik
1. Pengertian

 Merupakan metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya
jaringan) dan melihat perubahan struktur dan jaringan.

2. Penggunaan

 Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja endemik. Cara
yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.

PENILAIAN STATUS GIZI SECARA TIDAK LANGSUNG


Dapat dibagi menjadi 3, yaitu:

A.Survei Konsumsi Makanan

B.Statistik Vital

C.Faktor Ekologi

A. Survei Konsumsi Makanan


1. Pengertian
 Merupakan metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan
jenis zat gizi yang dikonsumsi.

2. Penggunaan

 Dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga,
dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi

B.Statistik Vital
1. Pengertian

 Pengukuran status gizi dengan menganalisis data beberapa statistic kesehatan seperti angka
kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan
data lainnya yang berhubungan dengan gizi.

2. Penggunaan

 Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran


status gizi masyarakat.

C.Faktor Ekologi
1. Pengertian

 Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis,
dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan
ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dan lain-lain.

2. Penggunaan

 Untuk mengetahui penyebab malnutrisi disuatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan
program intervensi gizi.

FAKTOR PEMILIHAN METODE PENILAIAN STATUS GIZI


Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih dan menggunakan metode adalah sebagai
berikut (Supariasa. IDN, 2002: 22):

1). Tujuan

 Tujuan pengukuran sangat perlu diperhatikan dalam memilih metode, seperti tujuan ingin
melihat fisik seseorang, maka metode yang digunakan adalah antropometri. Apabila ingin
melihat status vitamin dan mineral dalam tubuh sebaiknya menggunakan metode biokimia.

2). Unit Sampel yang Akan Diukur

 Berbagai jenis unit sampel yang akan diukur sangat mempengaruhi penggunaan metode
penilaian status gizi. Jenis unit sampel yang akan diukur meliputi individual, rumah
tangga/keluarga dan kelompok rawan gizi.

3). Jenis Informasi yang Dibutuhkan

 Pemilihan metode penilaian status gizi sangat tergantung pula dari jenis informasi yang
diberikan. Jenis informasi itu antara lain: asupan makanan, berat dan tinggi badan, tingkatan
hemoglobin dan situasi sosial ekonomi. Apabila menginginkan informasi tentang asupan
makanan , maka metode yang digunakan adalah survei konsumsi. Dilain pihak apabila ingin
mengetahui tingkat hemoglobin maka metode yang digunakan adalah biokimia. Jika ingin
membutuhkan informasi tentang keadaan fisik seperti berat badan dan tinggi badan,
sebaiknya menggunakan metode antropometri. Begitu pula apabila membutuhkan informasi
tentang situasi sosial ekonomi sebaiknya menggunakan pengukuran faktor ekologi.

4). Tingkat Realiabilitas dan Akurasi yang Dibutuhkan

 Masing-masing metode penilaian status gizi mempunyai tingkat reliabilitas dan akurasi yang
berbeda-beda. Contoh penggunaan metode klinis dalam menilai tingkatan pembesaran
kelenjar gondok adalah sangat subjektif sekali. Penilaian ini membutuhkan tenaga medis dan
paramedis yang sangat terlatih dan mempunyai pengalaman yang cukup dalam bidang ini.
Berbeda dengan penilaian secara biokimia yang mempunyai reliabilitas dan akurasi yang
sangat tinggi. Oleh karena itu apabila ada biaya, tenaga dan sarana-sarana lain yang
mendukung, maka penilaian status gizi dengan biokimia sangat dianjurkan.

5). Tersedianya Fasilitas dan Peralatan

 Berbagai jenis fasilitas dan peralatan yang dibutuhkan dalam penilaian status gizi. Fasilitas
tersebut ada yang mudah didapat dan ada pula yang sangat sulit diperoleh. Pada umumnya
fasilitas dan peralatan yang dibutuhkan dalam penilaian status gizi secara antropometri
relatif lebih mudah didapat dibanding dengan peralatan penentuan status gizi dengan
biokimia.

6). Tenaga

 Ketersediaan tenaga, baik jumlah maupun mutunya sangat mempengaruhi penggunaan


metode penilaian status gizi. Jenis tenaga yang digunakan dalam pengumpulan dara status
gizi antara lain: ahli gizi, dokter, ahli kimia, dan tenaga lain. Penilaian status gizi secara
biokimia memerlukan tenaga ahli kimia atau analisis kimia, karena menyangkut berbagai
jenis bahan dan reaksi kimia yang harus dikuasai. Berbeda dengan penilaian status gizi
secara antropometri, tidak memerlukan tenags ahli, tetapi tenaga tersebut cukup dilatih
beberapa hari saja sudah dapat menjalankan tugasnya.

7). Waktu

 Ketersediaan waktu dalam pengukuran status gizi sangat mempengaruhi metode yang akan
digunakan. Waktu yang ada bisa dalam mingguan, bulanan, dan tahunan. Apabila kita ingin
menilai status gizi disuatu masyarakat dan waktu yang tersedia relatif singkat, sebaiknya
dengan menggunakan metode antropometri.

8). Dana

 Masalah dana sangat mempengaruhi jenis metode yang akan digunakan untuk menilai
status gizi. Umumnya penggunaan metode biokimia relatif mahal dibanding dengan metode
lainnya. Penggunaan metode disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penilaian
status gizi.

Disarikan dari Dr. Suparyanto, M.Kes

DAFTAR PUSTAKA

1. Achmadi. (2009), Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Status Gizi, Ketersediaan dan
Produksi Pangan. http:/ anianaharani.blogspot.com diakses pada 17 Pebruari 2011
2. Andrews, G, (2010), Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Wanita: EGC. Jakarta

3. Arisman. (2010), Gizi Dalam Daur Kehidupan: EGC. Jakarta

4. Barasi, M. E, (2007), At A Glance Ilmu Gizi: Erlangga. Surabaya

5. Baziad, Ali. (2003), Menopause dan Andropause: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta

6. Baziad, Ali. (2010), Waspadai Menopause Dini. http://m.okezone.com diakses pada 7


Pebruari 2011

7. Gibson. (1990). Pengertian Status Gizi. http:/www.rajawana.com diakses pada 15 Pebruari


2011

8. Hadi. (2002). Pengertian Status Gizi. http:/www.rajawana.com diakses pada 15 Pebruari


2011

9. Hanafiah. (1990). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Wanita Menghadapi Pre Menopause.


http://www.bascommetro.com diakses pada 25 Pebruari 2011

10. Lestari, D. (2010), Seluk Beluk Menopause: Gara Ilmu. Jogjakarta

11. Notoatmodjo, S. (2010), Metodologi Penelitian Kesehatan: Rineka Cipta. Jakarta

12. Nursalam. (2008), Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan:
Salemba Medika. Jakarta

13. Paath, E. F. (2005), Gizi Dalam Kespro: EGC. Jakarta

14. Prasetyo, Iin. (2008), Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Menopause Dini di Desa
Kuncen, Kecamatan Ungaran, Kabupaten Semarang. http://digilib.unimus.ac.id diakses pada
tanggal 7 Pebruari 2011

15. Prawirohardjo, S. (2005), Ilmu Kandungan: Yayasan Bina Pustaka, Jakarta

16. Purwantyastuti. (2008). Menopause Dini. http:/mimi-breastfriend.blogspot.com diakses


pada 17 Pebruari 2011

17. Sugiyono. (2007), Statistika Untuk Penelitian: Alfabeta. Bandung

18. Supariasa, I.D.N. (2002), Penilaian Status Gizi: EGC. Jakarta

19. Tirtawinata, T.C. (2006), Makanan Dalam Prespektif Al Qur’an dan Ilmu Gizi: FKUI. Jakarta

20. Utama, H. (2006), Gizi Sehat Untuk Perempuan: FKUI. Jakarta

21. Varney, H. (2007), Buku Ajar Asuhan Kebidanan: EGC. Jakarta

22. (2009), Kehidupan Seksual Wanita Saat Memasuki Usia Menopause.


http://psks.lppm.uns.ac.id diakses pada 17 Pebruari 2011

Anda mungkin juga menyukai