Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN KASUS

SINDROM DISPEPSIA
Fokus Pada Tatalaksana

OLEH :
dr. A.A.A. Karina Damayanti

PENDAMPING :
dr. Anak Agung Raka Wirawan
dr. Made Ary Puspitasari

DALAM RANGKA MENGIKUTI PROGRAM INTERNSIP


RUMAH SAKIT KASIH IBU TABANAN
PROVINSI BALI
2018

1
BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Nama : An. FNI


Usia : 12 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Perum Bakisan Cluster No. 12, Denbantas, Tabanan
Suku : Jawa
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Pekerjaan : Pelajar
No. RM : 49409
MRS : 29-10-2018

II. SUBYEKTIF

Keluhan Utama : Sakit perut

Riwayat Penyakit Sekarang :

 Pasien datang sadar dengan keluhan sakit perut sejak 7 hari SMRS. Keluhan dirasakan
pada perut bagian atas, terutama pada ulu hati. Pasien mengeluh seperti perut terasa
penuh dan kembung, dirasakan hilang timbul kurang lebih sejak seminggu yang lalu.
Keluhan muncul saat telat makan dan dikatakan membaik setelah meminum promaag.
Pasien juga mengeluhkan mual dan sakit kepala. Keluhan lain seperti muntah, demam,
dan mencret disangkal. Keluhan rasa terbakar di dada, sendawa, dan lidah terasa asam
juga disangkal. Riwayat muntah darah dan BAB hitam dikatakan tidak ada.
 Nafsu makan dan minum dikatakan normal seperti biasa oleh pasien. Menurut ayah
pasien dikatakan kebiasaan pasien kadang sering susah makan, hanya makan sedikit dan
kadang telat makan. Aktivitas buang air kecil dan buang air besar dikatakan normal
seperti biasa. Pasien buang air kecil sebanyak 3-4 kali per hari, berwarna kuning. Pasien

2
buang air besar dikatakan 1 kali per hari, terakhir buang air besar kemarin, berwarna
kuning, konsistensi padat.

Riwayat Penyakit Dahulu:

 Pasien menyangkal pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya.


 Riwayat kanker lambung disangkal.
 Riwayat tekanan darah tinggi atau penyakit jantung, asma atau penyakit paru, penyakit
ginjal, penyakit tulang/sendi dan diabetes melitus disangkal pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga :

 Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan serupa seperti pasien.
 Riwayat kanker lambung pada keluarga disangkal.
 Riwayat tekanan darah tinggi atau penyakit jantung, asma atau penyakit paru,penyakit
ginjal, penyakit tulang/sendi dan diabetes melitus dalam keluarga disangkal.

Riwayat Pribadi dan Sosial :

 Pasien merupakan seorang pelajar.


 Kebiasaan makan tidak teratur, kadang pasien sering telat makan dan hanya makan
sedikit.
 Kebiasaan minum kopi dan teh disangkal.
 Kebiasaan sering makan makanan yang pedas disangkal.
 Riwayat merokok dan kebiasaan minum alkohol disangkal.
 Pasien tinggal di lingkungan dengan higienitas yang cukup baik.

Riwayat Pengobatan :

 Pasien meminum promag yang dibeli sendiri sebelum ke rumah sakit. Riwayat
penggunaan obat-obatan steroid/OAINS disangkal.

Riwayat Alergi:

 Riwayat alergi makanan maupun obat-obatan disangkal.

3
III. OBYEKTIF
Status Generalis
 Keadaan Umum : cukup
 Kesadaran : compos mentis
 GCS : E4V5M6
 Status Gizi
Berat Badan : 49 kg
Tinggi Badan : 160 cm
BMI : 19.14 (normal)
 Vital Sign
Tekanan Darah : 110/70 mmHg (posisi baring)
Nadi : 76 x/menit, regular, kuat angkat (posisi baring)
Frekuensi Nafas : 20 x/menit, regular, tipe torakoabdominal
Suhu aksiler : 36,5ºC

Status Lokalis
Kepala:
 Ekspresi wajah : normal
 Bentuk dan ukuran : normal
 Rambut : rontok (-)
 Edema : (-)
 Malar rash : (-)
 Parese N. VII : (-)
 Nyeri tekan kepala : (-)
 Massa : (-)

Mata:
 Simetris
 Alis : normal
 Exopthalmus (-/-)
4
 Ptosis (-/-)
 Edema palpebra (-/-)
 Konjungtiva: anemis (-/-), hiperemia (-/-)
 Sclera : icterus (-/-)
 Pupil : isokor, bulat, refleks pupil (+/+)
 Kornea : normal
 Lensa : katarak (-/-)
 Pergerakan bola mata ke segala arah : normal
 Nyeri tekan retroorbita (-)

Telinga:
 Bentuk : normal simetris antara kiri dan kanan
 Lubang telinga : normal, secret (-/-)
 Nyeri tekan tragus (-/-)
 Peradangan pada telinga (-)
 Pendengaran : kesan normal

Hidung:
 Simetris, deviasi septum (-/-)
 Napas cuping hidung (-/-)
 Perdarahan (-/-), secret (-/-)
 Penghidu normal

Mulut:
 Simetris
 Bibir : sianosis (-), stomatitis angularis (-), pursed lips breathing (-)
 Gusi : hiperemia (-), perdarahan (-)
 Lidah: glositis (-), atropi papil lidah (-), lidah berselaput (-), kemerahan di pinggir (-),
tremor (-), lidah kotor (-)
 Gigi : dalam batas normal

5
 Mukosa : Normal

Leher:
 Simetris
 Kaku kuduk (-)
 Pembesaran KGB (-)
 JVP : 5 + 2 (tidak meningkat)
 Pembesaran otot SCM (-)
 Otot bantu nafas SCM tidak aktif
 Pembesaran kelenjar thyroid (-)
Thoraks:
1. Inspeksi:
 Bentuk & ukuran: normal, simetris, barrel chest (-)
 Pergerakan dinding dada: normal, simetris
 Permukaan dada: ikterik (-), papula (-), petechiae (-), purpura (-), ekimosis (-),
spider naevi (-), vena kolateral (-), massa (-)
 Penggunaan otot bantu nafas: SCM tidak aktif
 Iga dan sela iga: simetris, pelebaran ICS (-)
 Fossa supraclavicularis, fossa infraclavicularis: cekung, simetris kiri dan kanan
 Fossa jugularis: tidak tampak deviasi
 Tipe pernapasan: torakoabdominal
 Ictus cordis : tidak tampak
2. Palpasi:
 Posisi mediastinum: deviasi trakea (-)
 Nyeri tekan (-), benjolan (-), krepitasi (-)
 Pergerakan dinding dada simetris
 Fremitus vocal:
Normal Normal

Normal Normal

Normal Normal

6
 Ictus cordis teraba pada ICS V linea midclavicula sinistra, thrill (-).

3. Perkusi:
 Densitas
Sonor Sonor

Sonor Sonor

Sonor Sonor

 Batas paru-hepar:
o Inspirasi : ICS VI
Ekskursi 2 ICS
o Ekspirasi : ICS IV
4. Auskultasi:
 Cor : S1S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-).
 Pulmo :
- Vesikuler :
+ +
+ +
- + + Rhonki basah :
- -
- -
- -

- Wheezing :
- -
- -
- -
Abdomen:
1. Inspeksi:
 Distensi (-)
 Umbilicus: masuk merata
 Permukaan kulit: ikterik (-), vena collateral (-), massa (-), caput medusae (-), spider
naevi (-), scar (-), striae (-), ruam (-)

7
2. Auskultasi:
 Bising usus (+) normal, frekuensi 8 x/menit
 Metallic sound (-)
 Bising aorta (-)
3. Perkusi:
 Orientasi : Normal (suara timpani)
 Organomegali : kesan tidak ada
 Nyeri ketok (-)
4. Palpasi:
 Nyeri tekan ringan dan dalam (+) di regio epigastrium, massa (-), defans muskular
(-)
 Hepar , renal, dan lien : Normal, tidak teraba pembesaran.
 Nyeri kontra lateral (-), nyeri tekan lepas (-)

Ekstremitas:

 Akral hangat : + +  Sianosis : - -


+ + - -

 Edema :  Clubbing : - -
- -
finger
- - - -

 Deformitas : - -  Ikterik : - -
- - - -

Genitourinaria: Tidak dievaluasi

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tidak Ada

V. ASESSMENT
Diagnosis : Sindrom dispepsia et causa suspek gastritis
DD :

8
- GERD
- Ulkus peptikum

VI. PLANNING

Terapi:
Medikamentosa:
 Injeksi Ranitidine 50 mg
 Injeksi Ondansentrone 4 mg
 Paracetamol forte tab 1
 BPL :
o Obat promag lanjut
o Ranitidine tab 2x1
o Paracetamol forte tab 3x1 k/p

Monitoring
 Keluhan
 Tanda vital

KIE

 Penjelasan mengenai sindrom dispepsia, terapi, dan komplikasinya.


 Makan teratur 3 kali sehari tepat waktu, bila tidak bisa makan sedikit-sedikit tapi
sering.
 Hindari makanan yang meningkatkan asam lambung seperti kopi, teh, dan makanan
pedas.
 Kontrol kembali jika keluhan berulang, keluhan semakin berat, atau ada keluhan lain.

Prognosis
 Ad Vitam : Bonam
 Ad Functionam : Bonam
 Ad Sanationam : Bonam

9
VII. RESUME
Pasien perempuan usia 12 tahun datang ke UGD RS Kasih Ibu Tabanan diantar
oleh ayahnya dengan keluhan sakit perut. Sakit perut dirasakan sejak 7 hari SMRS
terutama pada bagian ulu hati. Sakit perut dirasakan seperti perut terasa penuh dan
kembung, dirasakan hilang timbul. Pasien juga mengeluhkan mual dan sakit kepala.
Keluhan lain seperti muntah, demam, dan mencret disangkal. Riwayat muntah darah
dan BAB hitam juga disangkal. Makan minum dikatakan normal seperti biasa. Buang
air kecil dan buang air besar dikatakan seperti biasa.
Pasien memiliki kebiasaan makan tidak teratur, kadang telat makan dan hanya
makan sedikit. Pasien sempat membeli obat promag sendiri, dan dikatakan membaik
setelah meminum promag. Pemeriksaan fisik yang didapatkan keadaan umum cukup,
kesadaran compos mentis. Tekanan darah 110/70 mmHg, nadi radialis 76x/menit,
pernapasan 20x/menit, suhu aksila 36,5ºC. Pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri
tekan pada regio epigastrium. Pasien di-assess mengalami sindrom dyspepsia ec
suspek gastritis dengan diagnosis banding GERD dan ulkus peptikum.
Pasien diberikan terapi injeksi ranitidine, injeksi ondansentrone, dan paracetamol
tablet di UGD. Pasien membaik dan boleh pulang diberikan obat pulang ranitidine
tablet 2x1, paracetamol tablet 3x1, obat promag lanjut. Pasien dijelaskan mengenai
sindrom dispepsia, terapi, dan komplikasinya. Pasien juga disarankan untuk menjaga
pola makan teratur, bila tidak bisa makan sedikit-sedikit tapi sering. Pasien juga
disarankan untuk menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung,
seperti kopi, teh, dan makanan pedas. Kontrol kembali jika ada keluhan berulang,
semakin berat, atau ada keluhan lain.

BAB II

PEMBAHASAN

10
Sindrom dispepsia adalah suatu kumpulan gejala atau keluhan yang terdiri dari nyeri
atau rasa tidak nyaman di ulu hati (daerah lambung), kembung, mual, muntah, sendawa,
rasa cepat kenyang, perut terasa penuh, dan rasa terbakar di dada. Keluhan ini tidak selalu
ada pada setiap penderita. Bahkan pada seorang penderita, keluhan tersebut dapat berganti
atau bervariasi, baik dari segi jenis keluhan maupun kualitas keluhan. 1 Hal tersebut sesuai
dengan yang dialami pasien Anak FNI, perempuan, 12 tahun dari anamnesis didapatkan
pasien memiliki keluhan perut bagian atas, terutama ulu hati terasa penuh dan kembung.
Pasien juga mengeluh mual dan pusing. Pada pemeriksaan fisik juga didapatkan nyeri tekan
epigastrium pada pasien.

Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko sindrom dispepsia diantaranya faktor
diet atau makanan yang dimakan, seperti makanan dibakar, cepat saji, berlemak, pedas,
kopi, dan teh dapat meningkatkan risiko. Selain itu, pola hidup seperti pola makan tidak
teratur, merokok, kebiasaan minum alkohol, penggunaan obat NSAID/aspirin dalam waktu
lama, stress, dan kurang olahraga juga dapat berkontribusi pada dispepsia. Rokok dianggap
menurunkan efek perlindungan mukosa lambung, sedangkan alkohol, minuman berkafein,
dan obat antiinflamasi berperan meningkatkan produksi asam lambung. 2,3 Pada pasien
didapatkan faktor risiko yang dapat menyebabkan dispepsia yaitu adanya kebiasaan makan
yang tidak teratur, terkadang terlambat makan dan hanya makan sedikit. Hal ini dapat
menyebabkan sekresi asam lambung yang meningkat tidak dibarengi dengan adanya
makanan yang masuk menyebabkan keluhan dispepsia muncul.

Sindrom dispepsia secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu dispepsia
organik (struktural) dan dispepsia fungsional (non-organik). Pada dispepsia organik
terdapat penyebab yang mendasari, seperti penyakit gastritis, ulkus peptikum, GERD
(GastroEsophageal Reflux Disease), kanker, penggunaan alkohol atau obat kronis.
Dispepsia non-organik (fungsional) ditandai dengan nyeri atau tidak nyaman perut bagian
atas yang kronis atau berulang, tanpa abnormalitas pada pemeriksaan fisik dan endoskopi. 2
Pada pasien ini masih harus dilihat lebih lanjut kemungkinan dispepsia yang dialami,
karena keluhan baru muncul pertama kali, sebelumnya belum pernah seperti ini. Pada
pasien kecurigaan mengarah pada dyspepsia et causa suspek gastritis dilihat dari klinis dan
faktor risiko yang dimiliki pasien. Dalam membedakan dispepsia organik dan fungsional

11
secara definitif juga harus dilakukan pemeriksaan endoskopi untuk melihat secara pasti
apakah terdapat kelainan struktural saluran cerna, apabila keluhan terus berulang dan tidak
membaik dengan obat-obatan.

Penanganan pasein dengan sindrom dispepsia dapat dilakukan dengan mengubah pola
makan dan obat-obatan. Diet atau pola makan mempunyai peran yang sangat penting, dasar
diet pada pasien dengan sindrom dispepsia adalah makan sedikit berulang kali, makanan
harus mudah dicerna, tidak merangsang peningkatan asam lambung, dan bisa menetralisir
asam lambung. Obat-obatan untuk mengatasi dispepsia dapat digunakan antasida, antagonis
reseptor H2, penghambat pompa asam (proton pump inhibitor= PPI), sitoprotektif,
prokinetik, dan kadang dibutuhkan psikoterapi, atau psikofarma (obat anti depresi atau
cemas) untuk penderita yang berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas, dan
depresi.2,3,4 Pada pasien ini diterapi menggunakan promag dan ranitidine untuk mengobati
dispepsia, dimana promag mengandung zat aktif yang berfungsi sebagai antasida dan
ranitidine termasuk obat golongan antagonis reseptor H2. Kedua obat ini dapat digunakan
untuk mengurangi asam lambung dan gas yang berlebihan pada saluran pencernaan. Pasien
juga diberikan paracetamol forte tab untuk keluhan sakit kepalanya. Selama di UGD pasien
sempat diberikan injeksi ranitine 50 mg dan injeksi ondansentrone 4 mg untuk mengurangi
keluhan tidak nyaman di bagian ulu hati dan mual yang dirasakan oleh pasien.

Pasien juga diedukasi untuk menjaga pola makan teratur tepat waktu, jumlah, dan
jenisnya, bila tidak bisa sedikit-sedikit tapi sering, serta menghindari makanan yang dapat
meningkatkan asam lambung agar tidak dikonsumsi secara berlebihan. Selain itu, pasien
juga diedukasi agar kontrol kembali apabila keluhan berulang, tidak membaik dengan
pengobatan, maupun keluhan semakin memberat. Prognosis pada pasien ini bisa dikatakan
baik. Menurut teori, prognosis sebagian besar penderita dispepsia fungsional bersifat
kronis dan berulang, dengan periode asimptomatik diikuti episode relaps. Berdasarkan
studi populasi pasien dispepsia fungsional, 15-20% mengalami gejala persisten, 50%
mengalami perbaikan gejala, dan 30-35% mengalami gejala fluktuatif. Penelitian lain
menemukan bahwa pasien dispepsia fungsional memiliki prognosis kualitas hidup lebih
rendah dibandingkan dengan individu dengan dispepsia organik. Meskipun dispepsia

12
fungsional berlangsung kronis dan mempengaruhi kualitas hidup, tetapi tak terbukti
menurunkan harapan hidup.1,2

BAB III

PENUTUP

13
Sindrom dispepsia adalah kumpulan gejala yang mencakup salah satu atau lebih
gejala-gejala berikut ini: perasaan perut penuh, kembung, cepat kenyang, nyeri pada ulu
hati, atau rasa terbakar di ulu hati. Sindrom dispepsia banyak dialami dan mengganggu
kualitas hidup penderita. Klasifikasi dispepsia berdasarkan ada tidaknya gangguan organik
atau struktural pada saluran pencernaan yang dapat diketahui dari anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Faktor risiko sindrom dispepsia sangat beragam dari
faktor makanan, pola makan, penggunaan obat-obatan, hingga stres serta kurang olahraga
dapat meningkatkan risiko dispepsia. Direkomendasikan menghindari faktor risiko
pencetus dan terapi farmakologis bagi penderita dispepsia. Terapi dan penanganan
dispepsia harus dilakukan dengan tepat, bila tidak dapat menimbulkan komplikasi yang
serius. Sehingga sangat penting mendeteksi tanda-tanda bahaya (alarm sign) pada pasien
dengan dispepsia, untuk menentukan pengelolaan selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

14
1. Abdullah M, Gunawan J. Dispepsia. CDK-197.39:9.2012. Jakarta: Divisi
Gastroenterologi, Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UI. p 647-51.

2. Purnamasari L. Faktor Risiko, Klasifikasi, dan Terapi Sindrom Dispepsia. CDK-


259.44:12.2017. Jakarta: RS Elisabeth Semarang, Indonesia. p 870-73.

3. Anonim. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan


Primer. Edisi Revisi Tahun 2014. p 98-100.

4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S. Buku Ajar Ilmu


Penyakit Dalam. Ed 5 Vol I. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FK UI. 2006.p 529-33.

15

Anda mungkin juga menyukai