Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PENDAHULUAN SIROSIS HEPATIS

Oleh
Tri Wulandari

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS dr. SOEBANDI JEMBER
2021/2022

\
A. Konsep Serosis Hepatis
1. Pengertian
Sirosis hepatis adalah penyakit kronis pada hati dengan inflamasi dan
fibrosis yang mengakibatkan distorsi struktur dan hilangnya sebagian
besar hepar. Perubahan besar yang terjadi karena sirosis adalah kematian
sel-sel hepar, terbentuknya sel-sel fibrotik (sel mast), regenerasi sel dan
jaringan parut yang menggantikan sel-sel normal. (Baradero, 2008).
Sirosis Hepatis merupakan penyakit hati menahun ditandai adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan proses
peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan
usaha regenerasi nodul, sehingga menimbulkan perubahan sirkulasi mikro
dan makro sel hepar tidak teratur (Nugroho, 2011).

Sirosis adalah penyakit kronis yang dicirikan dengan penggantian jaringan


hati normal dengan fibrosis yang menyebar, yang mengganggu struktur
dan fungsi hati. Sirosis, atau jaringan parut pada hati, dibagi menjadi tiga
jenis: alkoholik, paling sering disebabkan oleh alkoholisme kronis, dan
jenis sirosis yang paling umum,; paskanekrotik, akibat hepatitis virus akut
sebelumnya; dan bilierm akibat obstruksi bilier kronis dan infeksi (jenis
sirosis yang paling jarang terjadi) (Brunnerd & Suddart, 2013).

Menurut Black & Hawks tahun 2009, Sirosis hepatis adalah penyakit
kronis progresif dicirikan dengan fibrosis luas (jaringan parut) dan
pembentukan nodul. Sirosis terjadi ketika aliran normal darah, empedu dan
metabolism hepatic diubah oleh fibrosis dan perubahan di dalam hepatosit,
duktus empedu, jalur vaskuler dan sel retikuler.

Jadi dapat disimpulkan bahwa sirosis hepatis adalah penyakit kronis pada
hepar yang ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat dan
pembentukan nodul.

2. Etiologi dan Faktor Risiko Sirosis Hepatis


Penyebab sirosis hepatis belum teridentifikasi dengan jelas, meskipun
demikian, Menurut Black & Hawks, 2009 ada beberapa faktor yang
menyebabkan sirosis hepatis yaitu:
a. Sirosis Pascanekrosis (Makronodular)
Merupakan bentuk paling umum di seluruh dunia.Kehilangan masif sel
hati, dengan pola regenerasi sel tidak teratur. Faktor yang
menyebabkan sirosis ini pasca- akut hepatitis virus (tipe B dan C).
b. Sirosis Billier
Merupakan turunnya aliran empedu bersamaan dengan kerusakan sel
hepatosit disekitar duktus empedu seperti dengan kolestasis atau
obstruksi duktus empedu.
c. Sirosis Kardiak
Merupakan penyakit hati kronis terkait dengan gagal jantung sisi
kanan jangka panjang, seperti atrioventrikular perikarditis konstriktif
lama.
d. Sirosis Alkoholik (mikronodular Laenec)
Merupakan bentuk nodul kecil akibat beberapa agen yang melukai
terus-menerus, terkait dengan penyalahgunaan alcohol.

3. Patofisiologi Sirosis Hepatis


Menurut Black & Hawks tahun 2009 sirosis adalah tahap akhir pada
banyak tipe cedera hati. Sirosis hati biasanya memiliki konsistensi
noduler, dengan berkas fibrosis (jaringan parut) dan daerah kecil jaringan
regenerasi. Terdapat kerusakan luas hepatosit. Perubahan bentuk hati
merubah aliran sistem vaskuler dan limfatik serta jalur duktus empedu.
Periode eksaserbasi ditandai dengan stasis empedu, endapan jauundis.

Menurut Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson, (2012), gangguan


hematologik yang sering terjadi pada sirosis adalah kecendrungan
perdarahan, anemia, leukopenia, dan trombositopenia. Penderita sering
mengalami perdarahan hidung, gusi, menstruasi berat, dan mudah memar.
Masa protrombin dapat memanjang. Manifestasi ini terjadi akibat
berkurangnya pembentukan faktor-faktor pembekuan oleh hati. Anemia,
leukopenia, dan trombositopenia diduga terjadi akibat hipersplenisme.
Limpa tidak hanya membesar (spelenomegali) tetapi juga lebih aktif
menghancurkan sel-sel darah dari sirkulasi. Mekanisme lain yang
menimbulkan anemia adalah defisiensi folat, vitamin B 12, dan besi yang
terjadi sekunder akibat kehilangan darah dan peningkatan hemolisis
eritrosit. Penderita juga lebih mudah terserang infeksi.

Kerusakan hepatoseluler mengurangi kemampuan hati mensintesis normal


sejumlah albumin. Penurunan sintesis albumin mengarah pada
hipoalbuminemia, yang dieksaserbasi oleh kebocoran protein ke dalam
ruang peritonium. Volume darah sirkulasi menurun dari kehilangan
tekanan osmotik koloid. Sekresi aldosteron meningkat lalu merangsang
ginjal untuk menahan natrium dan air. Sebagai akibat kerusakan
hepatoseluler, hati tidak mampu menginaktifkan aldosteron. Sehingga
retensi natrium dan air berlanjut. Lebih banyak cairan tertahan, volume
cairan asites meningkat.

Hipertensi vena porta berkembang pada sirosis berat. Vena porta


menerima darah dari usus limpa. Jadi peningkatan di dalam tekanan vena
porta menyebabkan: (1) aliran balik meningkat pada tekanan reistan dan
pelebaran vena esofagus, umbilikus, dan vena rektus superior, yang
mengakibatkan perdarahan varises (2) asites (akibat pergesaran
hidrostastik atau osmotik mengarah pada akumulasi cairan di dalam
peritoneum) dan (3) bersihan sampah metabolik protein tidak tuntas
dengan akibat meningkat amonia, selanjutnya mengarah kepada
esefalopati hepatikum.

Kelanjutan proses sebagai akibat penyebab tidak diketahui atau


penyalahgunaan alkohol biasanya mengakibatkan kematian dari
ensefalopati hepatikum, infeksi bakteri (gram negatif) peritonitis (bakteri),
hepatoma (tumor hati), atau komplikasi hipertensi porta.
Gangguan endokrin sering terjadi pada sirosis. Hormon korteks adrenal,
testis dan ovarium, dimetabolisme dan diinaktifkan oleh hati normal.
Atrofi testis, ginekomastia, alopesia, pada dada dan aksila, serta eritema
palmaris (telapak tangan merah), semuanya diduga disebabkan oleh
kelebihan esterogen, dalam sirkulasi. Peningkatan pigmentasi kulit diduga
aktivitas hormon perangsang melanosit yang bekerja secara berlebihan.
4. WOC SIROSIS HEPATIS

Infeksi hepatitis kronis B/C hepatitis Kerusakan Perubahan aliran darah


Inflamasi hati Nekrosis hati Pembentukan jaringan ikat parut
kronik aktif hepatosit dan limfe dan modul2 pada parenkim hati
Penyalahgunaan alkohol/malnutrisi
Obstruksi Biliaris Gagal jantung sisi kanan jangka panjang
MK: Hipertermi, Resiko SIROSIS HEPATIS
Infeksi

Gagal Hati
Ggn. Metabolisme Penurunan absorpsi Ggn. Metabolisme Penururnan Penurunan metabolisme Perubahan aliran
karbohidrat dan lemak protein androgen & bilirubin dan/ kerusakan Ketidakmampuan metabolisme
Vit.K darah limfe
aldosteron bilier/ obstruksi amonia menjadi ureum
Sintesa albumin detoksifikasi Splenomegali
Penyimpanan glikogen MK:Resiko Perdarahan Hipertensi porta Ensefalopati
menurun Hiperbilirubinemia
hipoalbumin
Hepatikum
Penurunanan ADH Eritema palmaris, tak terkonjugasi Asites/ Asteriksis, perubahan
Anemia,
Hipoglikemia dan aldosteron atrofi testis, spider Edema Trombositopenia, pola tidur, nafas
detoksifikasi Penurunan Tek. buruk, Asidosis
angioma, Jaundis Leukopenia MK: Ketidakefektifan
Osmotik koloid Respiratorik
MK: Resiko Ketidakstabilan gula darah ginekomastia, perfusi jaringan
rambut rontokk, Gatal Varises Hemoroid Varises cerebral
Eksudat cairan Bingung
Esofagus Abdomen
MK: Kelebihan Volume Cairan perubahan
Superfisialis sampai koma
Sel kekurangan energi Asites/edema menstruasi Penurunan empedu,
MK: Resiko MK: Resiko
di dalam saluran GI Cidera
Perdarahan
Penurunan MK: Resiko dan penigkatan
Peningkatan Penyembuhan luka
MK: Ketidakseimbangan kekuatan otot pada Kerusakan Kematian
tekanan pada urobilinogen lambat
nutrisi kurang dari kebutuhan tungkai Integritas Kulit
diagframa
tubuh MK:
MK: Resiko
Feses bewarna
Infeksi Ketidakefektifan
MK: Gangguan MK: Ketidakefektifan seperti pucat, urine Perfusi Jaringan
MK: Kelelahan mobilitas fisik pola nafas bewarna gelap
Perifer

MK: Intoleransi Aktivitas

Sumber: BlackPoltekkes
& Hawks (2009) yang telah diolah kembali
Kemenkes
4. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis
a. Manifestasi Klinis
1) Sirosis terkompensasi: biasanya ditemukan secara sekunder dari
pemeriksaan fisik rutin, gejala samar.
2) Sirosis terdekompensasi: gejala penurunan protein, faktor
pembekuan dan zat lain serta manifestasi hipertensi porta.
3) Pembesaran hati di awal penyakit (hati berlemak) pada penyakit
lanjut, ukuran hati berkurang akibat jaringan parut.
4) Obstruksi asites portal: organ menjadi tempat bagi kongesti pasif
kronis terjadi dyspepsia dan perubahan fungsi usus.
5) Infeksi dan peritonit: tanda klinis mungkin tidak ada, diperlukan
tindakan parasentesis untuk menegakkan diagnosis.
6) Varises Gastrointestinal: pembuluh darah abdomen terdistensi dan
menonjol pembuluh darah disepanjang saluran GI terdistensi
varises hemoroid hemoragi dari lambung.
7) Edema.
8) Defisiensi vitamin (A, C dan K) dan anemia
9) Perburukan mental diikuti dengan ensefalopati hepatic dan koma
hepatik (Brunner & Suddart, 2013).
10) Eritema Palmaris
11) Spider Angioma
12) Jaundis (Black & Hawks 2009)

b. Komplikasi
Menurut Black & Hawks tahun 2009, komplikasi dari serosis hepatis
adalah sebagai berikut:
1) Hipertnsi Porta
Hipertensi porta terjadi ketika tekanan darah meningkat menetap
pada sistem vena porta hal tersebut sebagai akibat peningkatan
resistansi dan obstruksi aliran darah melalui sistem vena porta ke
dalam hati.
a) Etiologi dan faktor risiko
Vena porta kemungkinan tersumbat oleh thrombus tumor adalah
penyebab paling sering berikutnya. Faktor yang mungkin
menyebabkan hipertensi porta peningkatan resistensi terhadap
aliran, sirosis, hepatitis alkoholik, dll.
b) Patofisiologi
Aliran darah normal untuk dan dari hati bergantung pada fungsi
vena porta yang baik (70 % aliran masuk), arteri hepatik (30 %
aliran masuk), dan vena hepatik (aliran keluar) proses penyakit
yang merusak hati atau pembuluh darah utamanya atau perubahan
aliran darah melalui struktur ini bertanggung jawab bagi
perkembangan hipertensi porta. Hipertensi porta akibat dari
peningkatan aliran darah pada vena porta maupun peningkatan
resistansi terhadap aliran di dalam sistem vena porta.
c) Manifestasi Klinis
Pada klien dengan hipertensi porta, ketika pengkajian di dapatkan
jaringan pembuluh darah epigastrik sedikit berliku-liku yang
bercabang akhir pada daerah umbilikus serta kearah kedepan
sternum dan tulang rusuk, pelebaran, dan asites yang tipikal
tampak ketika penyakit ahati bersamaan.

2) Asites
a) Etiologi dan Faktor Resiko
Asites adalah akumulasi cairan di dalam ruang peritoneum akibat
interaksi beberapa perubahan patofisiologi. Hipertensi porta,
penurunan tekanan plasma osmotik koloid dan retensi natrium
semua berkontribusi terhadap kondisi ini.
b) Patofisiologi
Sebuah proses yang mengeblok aliran darah melalui sinusoid hati
ke vena hepatik dan vena cava menyebabkan peningkatan tekanan
hidrostatik di dalam sistem vena porta. Sebagaimana tekanan
porta meningkat, plasma bocor langsung dari kapsul hati dan vena
porta kongesti ke dalam ruang peritoneum. Kongesti saluran limfa
terjadi, mengarah pada kebocoran lebih plasma ke dalam ruang
peritoneum. Kehilangan protein plasma ke dalam cairan asites
dari sistem vena porta mengurangi tekanan onkotik di dalam
kompratemen pembuluh darah. Penurunan tekanan onkotik
membatasi kemampuan sistem pembuluh darah menahan atau
mengumpulkan air.
c) Manifestasi Klinis
Cairan asites secara tipikal menyebabkan distensi perut, panggul
menonjol, serta umbilikus yang menonjol keluar dan ke bawah.
Meskipun akumulasi cairan asites banyak dan nyata, namun jika
jumlah kecil atau sedang lebih sulit untuk mendeteksi.

3) Ensefalopati Hepatikum
Ensefalopati Hepatikum merupakan gangguan SSP. Gangguan
mungkin tampak bersamaan dengan cedera hati berat atau gagal hati
atau setelah pembedahan puntasan portosistemik. Penyebab
gangguan ini adalah ketidakmampuan untuk memetabolisme
ammonia untuk membentuk ureum sehingga ini dapat diekresikan.
a) Patofisiologi
Penyebabab spesifik ensefalopati hepatikum tidak diketahui, tapi
hal ini dirincikan oleh peningkatan kadar amonia dalam darah dan
cairan serebrospinal. Amonia dihasilkan dalam usus ketika
protein dipecah oleh bakteri, oleh hai dan dalam jumlah yang
lebih kecil, oleh getah lambung dan metabolisme jaringan perifer.
Ginjal adalah sumber amona lain di dalam adanya hipokalemia.
Implikasi lebih terkini penyebab ensefalopati adalah
neurotransmiter palsu, naiknya kadar mercaptan (kimia organik
yang mengandung radikal sulfhidril, terbentuk ketika molekul
oksigen dan alkohol diganti oleh sulfur ), fenol dan rantai pendek
asam lemak.
Secara normal, hati amonia ke dalam glutamin, yang disimpan
dalam hati dan kemudian diubah menjadi ureum dan diekresikan
melalui ginjal. Kadar amonia darah meningkat ketika sel hati
tidak mampu membentuk fungsi ini mungkin dikarenakan sel hati
rusak dan nekrosis. Ini juga mungkin akibat dari pintasan darah
dari sistem vena porta secara langsung kedalam sirkulasi vena
sistemik (pintasan hati). Pada kasus lain, sebagaimana kadar
amonia darah naik, banyak bahan tidak biasanya mulai terbentuk.
Beberapa bahan ini (misal oktopamn) tampak bertindak sebagai
neurotransmiter palsu di dalam SSP. Amonia juga adalah toksin
SSP, memengaruhi sel glia dan saraf, ini mengarah kepada
perubahan metabolisme dan fungsi SSP.
Sebuah proses yang meningkatkan protein di dalam intestinal,
seperti meningkatkan diet protein atau perdarahan GI,
menyebabkan peningkatan kadar amonia darah dan kemungkinan
gejala ensefalopati hepatikum pada klien dengan gagal
hepatoseluler atau yang telah menjalani pembedahan pintasan
portosistemik.
b) Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis ensefalopati hepatikum adalah secara primer
neurologis dan rentang dari kebingungan mental ringan sampai
koma dalam. Perubhan neurologis terjadi dengan akumulasi
amonia serebral atau perdarahan GI. Ensefalopati hepatikum
mengganggu memori, perhatian, konsentrasi, dan kecepatan
respons.
Pola terbalik sering terjadi, klien terbangun malam hari dan
mengantuk pada siang hari. Menulis dan ucapan menunjukkan
perubahansignifikan seperti terjadi penyimpangan intelektual.
Asteriksis mungkin ada. Pada beberapa klien dengan ensefalopati
hepatikum, hiperventilasi dengan alkalosis respiratorik
berkembang karena kadar amnia tinggi merangsang pusat
pernafasan. Adanya methylmercaptan menyebabkan bau
karakteristik pada pernafan yang disebut fetorhepaticus.
Sebagaiman perkembangan sindrom, tingkat kesadaran klien
perlahan berkurang, dan kebingungan menjadi lebih berat, namun,
tingkat depresi SSP umunya fluktasi. Koma akhirnya terjadi, yang
mendalam sampai tidak ada respons nyeri dan refleks kornea,
benar-benar tidak ada.
Berikut stadium ensefalopati hepatikum:
(a) Stadium 1
(1) Letih
(2) Gelisah
(3) Iritabel
(4) Penurunan tampilan intelektual
(5) Penurunan rentang perhatian
(6) Berkurangnya ingatan jangka pendek
(7) Perubahan kepribadian
(8) Pola tidur terbalik
(b) Stadium 2
(1) Penyimpangan dalam menulis
(2) Asteriksis
(3) Gngguan status mental
(4) Bingung
(5) Lemah
(6) Fetor hepaticus
(c) Stadium 3
(1) Bingung berat
(2) Ketidakmampuan mengikuti perintah
(3) Samnolen dalam, tapi dapat bangun
(d) Stadium 4
(1) Koma
(2) Tidak respons terhadap rangsangan nyeri
(3) Kemungkinan sikap tubuh dekortikasi atau deserebasi

Hasil laboratorium mnunukkan naiknya amonia darah dan kadag


glutamin cairan serebrospinal. Meskipun temuan ini membantu
mengomfirmasi diagnosis ensefalopati, tapi tidak spesifik.
Memantau kadar serum amonia, kadar elektrolit, gas darah, hasil
tes fungsi hati (bilirubin, albumin, protrombin, dan enzim)
keseluruhan perjalanan penyakit. Temuan ini membantu
menentukan tingkat ketidakseimbangan dan tingkat cedera
hepatik.

c) Prognosis
Meskipun intervensi biasanya mengurangi ensefalopati
hepatikum, klien mungkin meninggal karena komplikasi sirkulasi
atau respirasi, infeksi, atau delirium dan kejang. Kematian terjadi
pada klien yang berkembang kerah koma dengan gagal hati.
Langkah-langkah dramatis mungkin dibutuhkan untuk
mengurangi kadar toksik amonia dalam darah. Cara tersebut
termasuk hemodialisis dan transfusi tukar, yang melibatkan
pembuangan pergantian sekitar 80% darah klien. Transplatasi hati
dilakukan pada kasus gagal hati fulminan.

5. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis pada sirosis hepatis yaitu:
1) Terapi mencakup antasid, Suplemen vitamin dan nutrisi, diet
seimbang; diuretik penghemat kalium (untuk asites) hindari alkohol
Brunner & Suddart, (2013).
2) Dokter biasanya meresepkan multivitamin untuk menjaga kesehtan.
Sering kali vitamin K diberikan untuk memperbaik faktor
pembekuan (Black & Hawks, 2009).
3) Dokter mungkin juga meresepkan pemberian albumin IV untuk
menjaga volume plasma (Black & Hawks, 2009).

Sedangkan menurut Lyndon Saputra (2014), penatalaksanaan medis


pada sirosis hepatis yaitu sebagai berikut:

1) Memberikan oksigen
2) Memberikan cairan infus
3) Memasang NGT (pada perdarahan)
4) Terapi transfusi: platelet, packed red cells, fresh frozen plasma
(FFP)
5) Diuretik: spironolakton (Aldactone), Furosemid (lasix)
6) Sedatif: fenobarbital (Luminal)
7) Pelunak feses : dekusat
8) Detoksikan Amonia: Laktulosa
9) Vitamin: zink
10) Analgetik: Oksikodon
11) Antihistamin: difenhidramin (Benadryl)
12) Endoskopik skleroterapi: entonolamin
13) Temponade balloon varises: pipa Sengstaken-Blakemore (pada
perdarah aktif)
14) Profilaksis trombosis vena provunda : stocking kompresi
sekuensial.

b. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Black & Hawks (2009), penatalaksaan keperawatan sebagai
berikut:
1) Mencegah dan memantau perdarahan
Pantau klien untuk perdarahan gusu, purpura, melena, hematuria,
dan hematemesis.Periksa tanda vital sebagai pemeriksa tanda syok.
Selain itu untuk menceah perdarahan, lindungi klien dari cedera
fisik jatuh atau abrasi, dan diberikan suntikan hanya ketika benar-
benar diperlukan, menggunakan jarum sintik yang kecil.
Instruksikan klien untuk menghindari nafas hidung dengan kuat
dan mengejan saat BAB. Terkadang pelunak fases diresepkan
untuk mencegah mengejan dan pecahnya varises.
2) Meningkatkan status nutrisi
Modifikasi diet: diet tinggi proten untuk membangun kembali
jaringan dan juga cukup karbohidrat untuk menjaga BB dan
menghemat protein. Berikan suplemen vitamin biasanya pasien
diberikan multivitamin untuk menjaga kesehatan dan diberikan
injeksi Vit K untuk memperbaiki faktor bekuan.
3) Meningkatkan pola pernapasan efektif
Edema dalam bentuk asites, disamping menekan hati dan
memengaruhi fungsinya, mungki juga menyebabkan nafas dangkal
dan kegagalan pertukaran gas, berakibat dalam bahaya pernafasan.
Oksigen diperlukan dan pemeriksaan AGD arteri. Posisi semi
fowler, juga pengkuran lingkar perut setiap hari perlu dilakukan
oleh perawat.
4) Menjaga keseimbangan volume cairan
Dengan adanya asites dan edema pembatasan asupan cairan klien
harus dipantau ketat. Memantau asupan dan keluaran, juga
mengukur lingkar perut.
5) Menjaga integritas kulit
Ketika tedapat edema, mempunyai resiko untuk berkembang
kemungkinan lesi kulit terinfeksi. Jika jaundis terlihat, mandi
hangat-hangat kuku dengan pemakai sabun non-alkalin dan
penggunaan lotion.
6) Mencegah Infeksi
Pencegahan infeksi diikuti dengan istirahat adekuat, diet tepat,
memonitor gejala infeksi dan memberikan antibiotik sesuai resep.

B. Asuhan Keperawatan Teoritis Kasus


Proses keperawatan adalah penerapan pemecahan masalah keperawatan secara
ilmiah yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah- masalah pasien,
merencanakan secara sistematis dan melaksanakannya serta mengevaluasi
hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan (Nasrul Effendy dalam
Andra, dkk. 2013).
1. Pengkajian
a. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab)
Biasanya identitas klien/ penanggung jawab dapat meliputi : nama,
umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku, bangsa, pendidikan,
pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis, nomor
registrasi, hubungan klien dengan penanggung jawab.
b. Keluhan Utama:
Pada awal sirosis hepatis biasaya orang dengan sirosis sering
terungkap kondisinya secara tidak sengaja ketika mencari pelayanan
kesehatan untuk masalah lain. Beberapa kondisi menjadi alasan
masuk pasien yaitu dengan keluhan Nyeri abdomen bagian atas
sebelah kanan, mual, muntah, dan demam. Sedangkan pada tahap
lanjut dengan keluhan adanya ikterus, melena, muntah berdarah.
(Black & Hawks, 2009)
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada saat perawat melakukan pengkajian biasanya akan diperoleh
komplikasi berat dengan dasar fisiologis; asites disebabkan malnutrisi,
GI muncul dari varises esofagus (pembesaran vena), sehingga pasien
mengeluhkan bengkak pada tungkai, keletihan, anoreksia. (Black &
Hawks, 2009)
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya adanya riwayat Hepatitis, pascaintoksikasi dengan kimia
industri, sirosis bilier dan yang paling sering ditemukan dengan
riwayat mengonsumsi alkohol.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Sirosis Hepatis merupakan penyakit yang menular, jadi jika ada
keluarga yang menderita hepatitis maka akan menjadi faktor resiko.
f. Pola aktivitas sehari-hari
1) Nutrisi
Biasanya nafsu makan pasien akan berkurang, karena adanya
mual, muntah.
2) Eliminasi
BAB : biasanya berwarna hitam
(melena) BAK : biasanya urine berwarna
gelap
3) Personal Hygiene
Biasanya pasien mengalami defisit perawatan diri karena
kelelahan
4) Pola Istirahat dan tidur
Biasanya pada ensefalopati pola tidur terbalik, malam hari
terbangun dan siang hari tertidur
5) Pola aktivitas
Biasanya aktivitas dibantu keluarga dan perawat karena adanya
kelelahan
g. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum dan Tanda-tanda vital
Biasanya pada diperiksa tingkat kesadaran, bila pada ensefalopati
hepatikum akan terjadi penururnan kesadaran, Tanda- tanda vital
juga diperiksa untuk mengetahui keadaan umum pasien
2) Kepala
Biasanya akan tampak kotor karena pase mengalami defisit
perawatan diri
3) Wajah
Wajah biasanya tampak pucat
4) Mata
Biasanya sklera ampak ikterik dan konjungtiva tampak anemis
5) Hidung
Biasanya tampak kotor
6) Mulut
Adanya bau karateristik pernapasan yaitu fetor hepaticus
7) Telinga
Biasanya tampak kotor kaena defisit perawatan diri
8) Paru
a) Inspeksi : pasien terlihat sesak
b) Palpasi : fremitus seimbang bila tidak ada komplikasi
c) Perkusi : bila terdapat efusi pleura maka bunyinya
hipersonor
d) Auskultasi : secara umum normal, akan ada stridor bila ada
akumulasi sekret.
9) Jantung
a) Inspeksi : anemis, terdapat tanda gejala perdarahan.
b) Palpasi : peningkatan denyut nadi.
c) Auskultasi : biasanya normal
10) Abdomen
a) Inspeksi : perut terlihat membuncit karena terdapat asites.
b) Palpasi : terdapat nyeri tekan pada perut kuadran kanan
atas, hepar teraba membesar, terdapat shifting dullnes atau
gelombang cairan
c) Perkusi : Redup
d) Auskultasi : penurunan bising usus
11) Ekstremitas
Biasanya Terdapat udem tungkai, penurunan kekuatan otot,
Eritema Palmaris pada tangan, Jaundis dan CRT >2 detik
12) Genitalia
Biasanya pada wanita menstruasi tidak teratur
h. Pemeriksaan Diagnostik
1) Hemoglobin biasanya rendah
2) Leukosit biasnya meningkat
3) Trombosit biasanya meningkat
4) Kolesterol biasanya rendah
5) SGOT dan SGPT biasanya meningkat
6) Albumin biasanya rendah
7) Pemerikaan CHE (koloneterase): penting dalam menilai sel hati.
Bila terjadi kerusakan sel hati, kadar CHE akan turun, pada
perbaikan terjadi kenaikan CHE menuju nilai normal.
8) Pemeriksaan kadar elektrolit dalam penggunaan diuretik dan
pembatasan garam dalam diet (Diyono dan Sri Mulyanti, 2013)
9) Uji fungsi hati (misalnya fosatase alkali serum, aspartat
aminotransferase [AST], [tranaminase glutamate oksaloasetat
serum (SGOT)], alanin aminotransferase [ALT],
[transaminasenglutamat piruvat serum (SGPT)], GGT,
kolinesterase serum dan bilirubin), masa protrombin, gas darah
arteri, biopsy.
10) Pemidaian ultrasonografi
11) Pemindaian CT
12) MRI
13) Pemindaian hati
radioisotope (Brunner &
Suddart, 2013)

2. Kemungkinan diagnosa yang muncul


a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan Peningkatan tekanan
pada diaframa.
b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan tekanan
osmotik koloid.
c. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer berhubungan dengan Kurang
pengetahuan dengan faktor pemberat
d. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
e. Hipertermi berhubungan dengan inflamasi hati
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan absorbsi vitamin, karbohidrat dan lemak.
g. Resiko perdarahan
h. Resiko cidera
i. Resiko ketidakstabilan gula darah
j. Resiko Infeksi
k. Resiko kerusakan integritas kulit
l. Kelelahan berhungan produksi energi menurun.
m. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan.
n. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan edema tungkai.

(NANDA, 2015)
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan yang dapat diterapkan pada pasien dengan Sirosis
Hepatis adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1
Intervensi Keperawatan pada Kasus Sirosis Hepatis

N Diagnosa NOC NIC


o Keperawatan
1. Ketidakefektifan a. Status Pernafasan : Manajemen Jalan Nafas
pola napas Ventilasi a. Posisikan pasien untuk
berhubungan Indikator : memaksimalkan
dengan Peningkatan 1) Respiratory rate ventilasi; posisi semi
tekanan pada dalam rentang fowler.
diaframa. normal b. Auskultasi bunyi
2) Tidak ada retraksi napas, catat jika
dinding dada adanya bunyinapas
3) Tidak mengalami tambahan.
dispnea saat c. Atur intake cairan
istirahat untuk mengoptimalkan
4) Tidak ditemukan keseimbangan.
orthopnea d. monitor adanya
5) Tidak ditemukan kecemasan pasien
atelektasis terhadap oksigenasi.
b. Status Pernafasan :
Kepatenan Jalan Terapi Oksigen
Nafas a. Bersihkan mulut,
Indikator : hidung, dan sisa
1) Respiratory rate sekresi
dalam rentang b. Siapkan peralatan
normal oksigen dan siapkan
2) Pasien tidak cemas humadifier
3) Menunjukkan jalan c. Monitor aliran oksigen
nafas yang paten d. Pastikan penggantian
masker atau kanul
sesuai kebutuhan
e. Sediakan oksigen
ketika pasien dibawa
atau dipindahkan
f. Amati tanda-tanda
hipoventilasi

Monitor TTV
a. Monitor vital sign.
b. Identifikasi perubahan
status vital sign.
c. Monitor frekuensi
nafas dan irama
pernapasan.

Manajemen Cairan
a. Monitor indikasi dari
kelebihan volume
cairan (edema, asites).
b. Nilai luas dan lokasi
edema.
c. Monitor vital sign.
d. Monitor hasil labor
yang sesuai dengan
retensi cairan (BUN,
Hb, Ht, osmolalitas).

Monitor Cairan
Tentukan kemungkinan
faktor resiko dari
ketidakseimbangan cairan
(terapi diuretik, disfungsi
hati, muntah).
2. Kelebihan volume a. Keseimbangan Manajemen Cairan
cairan berhubungan Elektrolit dan a. Pertahankan catatan
dengan penurunan Asam Basa intake dan output yang
tekanan osmotik Indikator : akurat
koloid. 1) Serum albumin, b. Pasang urin kateter jika
kreatinin, diperlukan
hematokrit, c. Monitor hasil Hb yang
Blood Urea sesuai dengan retensi
Nitrogen cairan (BUN, Hmt,
(BUN), dalam osmolaritas urin)
rentang normal. d. Monitor vital sign
2) pH urine, urine e. Monitor indikasi
sodium, urine retensi / kelebihan
creatinin,urine cairan
osmolarity, f. Kaji luas dan lokasi
dalam rentang edema
normal. g. Monitor masukan
3) tidak terjadi makanan / cairan dan
kelemahan otot. hitung intake kalori
4) tidak terjadi h. Monitor status nutrisi
disritmia. i. Kolaborasi pemberian
diuretik sesuai
interuksi
b. Keseimbangan j. Kolaborasikan dokter
Cairan jika tanda cairan
Indikator : berlebih muncul
1) Tidak terjadi memburuk
asites
2) Ekstremitas Monitor Cairan
tidak edema a. Tentukan riwayat
3) Tidak terjadi jumlah dan tipe intake
distensi vena cairan dan eliminasi
jugularis b. Tentukan
kemungkinan faktor
resiko dari
ketidakseimbangan
cairan
c. Monitor berat badan
d. Monitor TD, HR dan
RR
e. Monitor perubahan
irama jantung
f. Catat secara akurat
intake dan output
g. Monitor tanda dan
gejala edema
h. Beri cairan sesuai
keperluan
i. Kolaborasi dalam
pemberian obat yang
dapat meningkatkan
output urin
3. Ketidakeektifan a. Status Sirkulasi Manajemen asam basa
Perfusi Jaringan Indikator : a. Pertahankan kepatenan
Perifer berhubungan 1) Systolic blood akses selang IV
dengan Anemia pressure dalam b. Monitor gas darah
rentang normal arteri
2) Diastolic blood c. Monitor adanya
pressure dalam kegagalan pernafasan
rentang normal d. Monitor status
3) Pulse pressure hemodinamik
dalam rentang e. Monitor kehilangan
normal asam misalnya muntah,
4) CVP dalam retang pengeluaran NGT
normal f. Monitor status
5) MAP dalam neurologi
rentang normal g. Berikan terapi oksigen
6) Saturasi O2 dalam dengan tepat
rentang normal
7) Tidak asites
b. Perfusi Jaringan : Perawatan sirkulasi
Perifer a. Lakukan penilaian
Indikator : sirkulasi perifer (nadi,
1) CRT (jari edema, CRT ,warna
tangan dan dan suhu ekstermitas)
kaki) dalam b. Berikan agen inotropik
batas normal yang sesuai
2) Suhu kulit c. Berikan tranfusi darah
ekstremitas yang sesuai
dalam rentang d. Monitor nilai elektrolit,
normal BUN, dan kreatinin
3) Kekuatan setiap hari
denyut nadi
(karotis kanan Manajemen sensasi
dan kiri;brachial perifer
kanan dan kiri; a. Monitor sensasi panas
femur kanan dan dingin
dan kiri, radialis b. Monitor adanya
kanan dan kiri) parasthesia
dalam rentang c. Intruksikan pasien dan
normal keluarga memeriksa
4) Blood pressure adanya kerusakan kulit
dan MAP dalam d. Monitor tromboemboli
rentang normal dan tromboplebitis
pada vena

Managemen
Hipovolemia
a. Monitor adanya
hipotensi ortotastik dan
pusing saat berdiri
b. Monitor asupan dan
keluaran
c. Monitor adanya bukti
laboratorium terkait
dengan kehilangan
darah (misalnya
hemoglobin,
hematokrit).
d. Berikan cairan
hipotonik IV yang
diresepkan (misal
sodium klorida,
dektrose 5%)
e. Berikan coloid
suspensions yang
diresepkan (misalnya
albumin).
4. Resiko a. Status Sirkulasi Terapi Oksigen
ketidakefektifan Indikator: a. Periksa mulut, hidung,
perfusi jaringan 1) Tekanan sistole dan sekret trakea
serebral dan diastoleb. Pertahankan jalan
dalam rentang napas yang paten
yang diharapkan c. Atur peralatan
2) Tidak ada oksigenasi
tanda-tanda d. Monitor aliran oksigen
peningkatan e. Pertahankan posisi
tekanan pasien
intrakranial f. Observasi tanda-tanda
hipoventilasi
b. Perfusi jaringan: g. Monitor adanya
serebral kecemasan pasien
Indikator: terhadap oksigenasi
1) Mempertahanka
n tekanan Monitoring Peningkatan
intrakranial Intrakranial
2) Tekanan darah a. Monitor tekanan
dalam rentang perfusi serebral
normal b. Catat respon pasien
3) Tidak ada nyeri terhadap stimulasi
kepala c. Monitor tekanan
4) Tidak ada intrakranial pasien dan
muntah respon neurologi
5) Memonitor terhadap aktifitas
tingkat d. Monitor intake dan
kesadaran output cairan
e. Kolaborasi dalam
pemberian antibiotik
f. Posisikan pasien pada
posisi semi fowler
g. Minimalkan stimulasi
dari lingkungan

Vital Sign Monitoring


a. Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
b. Monitor vital sign saat
pasien berbaring,
duduk, dan berdiri
c. Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
d. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
e. Monitor kualitas dari
nadi
f. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
g. Monitor pola
pernapasan abnormal
h. Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
i. Monitor sianosis
perifer
j. Monitor adanya
cushling triad (tekanan
nadi yang melebar,
bradikardi,
peningkatan sistolik)
k. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign
5. Kebutuhan nutrisi a. Status Nutrisi Manajemen Nutrisi
kurang dari Indikator : a. Kaji adanya alergi
kebutuhan tubuh 1) Intake nutrisi makanan
berhubungan dalam rentang b. Kolaborasi dengan ahli
dengan penurunan normal gizi untuk menentukan
absorbsi vitamin, 2) Intake makanan jumlah kalori dan
karbohidrat dan dalam rentang nutrisi yang
lemak. normal dibutuhkan pasien
3) Intake minuman c. Anjurkan pasien untuk
dalam rentang meningkatkan Fe
normal d. Anjurkan pasien untuk
4) Rasio BB/TB meningkatkan protein
dalam rentang dan vitamin C
normal e. Yakinkan diet yang
dimakan mengandung
b. Status Nutrisi : tinggi serat untuk
Asupan Makanan mencegah konstipasi
dan Cairan f. Monitor jumlah nutrisi
Indikator : dan kandungan kalori
1) Asupan kalori,g. Kaji kemampuan
vitamin, mineral pasien untuk
2) Asupan protein, mendapatkan nutrisi
lemak, yang dibutuhkan
3) Asupan serat,
kalsium, sodium Manajemen Mual
4) Asupan a. Ajarkan pasien untuk
karbohidrat, asupan memonitor
zat besi pengalaman mualnya
c. Kontrol BB b. Ajarkan pasien untuk
Indikator : mempelajari strategi-
1) Adanya strategi untuk
peningkatan berat mengatur mualnya
badan sesuai c. Lakukan pengkajian
dengan tujuan lengkap terkait mual,
2) Berat badan ideal meliputi frekuensi,
sesuai dengan durasi, dan faktor
tinggi badan presipitasi.
3) Mampu d. Evaluasi pengalaman-
mengidentifikasi pengalaman mual
kebutuhan nutrisi pasien sebelumnya
4) Tidak ada tanda – e. Identifikasi faktor-
tanda malnutrisi faktor yang
5) Menunjukkan menyebabkan mual
peningkatan fungsi pasien sebelumnya
pengecapan dari f. Kolaborasi
menelan memberikan terapi anti
6) Tidak terjadi emetik yang diberikan
penurunan berat untuk menghindari
badan yang berarti terjadinya mual
g. Ajarkan teknik-teknik
nonfarmakologi,
seperti relaksasi, terpi
musik, distraksi,
acupressure untuk
mengatur mual yang
dirasakan oleh pasien

Nutrition monitoring
a. BB pasien dalam batas
normal
b. Monitor adanya
penurunan berat badan
c. Monitor tipe dan
jumlah aktivitas yang
biasa dilakukan
d. Monitor lingkungan
selama makan.
e. Jadwalkan pengobatan
dan tindakan tidak
selama jam makan
f. Monitor kulit kering
dan perubahan
pigmentasi
g. Monitor turgor kulit
h. Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan
mudah patah
i. Monitor mual dan
muntah
j. Monitor kadar
albumin, total protein,
Hb, dan kadar Ht
k. Monitor pertumbuhan
dan perkembangan
l. Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva.
m. Monitor kalori dan
intake nutrisi
n. Catat adanya edema

Konseling Nutrisi
a. Bina hubungan
terapeutik berdasarkan
kepercayaan dan
respek pada pasien
b. Tentukan intake
makanan dan
kebiasaan makan
pasien
c. Sediakan informasi
tentang kebutuhan
kesehatan untuk
modifikasi diit :
penurunan berat badan,
peningkatan berat
badan, kekurangan
cairan
d. Bantu pasien untuk
mencatat kebiasaan
makannya tiap 24 jam
6. Resiko perdarahan Blood coagulation Bleeding precaution
Indikator : a. Catat Hb/ Ht sebelum
a. Hemoglobin dan sesudah
dalam rentang perdarahan.
normal b. Monitor hasil
b. Hematocrit koagulasi, termasuk PT
dalam rentang (prothombin time),
normal PTT (pertial
c. Hematemesis thromboplastin time),
dalam rentang fibrinogen, jumlah
normal trombosit.
d. Blood in stool c. Pertahankan bedrest
dalam rentang selama perdarahan.
normal d. Gunakan sikat gigi
yang lembut untuk oral
hygiene.
e. Koordinasikan waktu
tindakan invasive
plasma darah/
trombosit, jika
diperlukan.
f. Instruksikan pasien
untuk meningkatkan
makanan kaya vitamin
K.
g. Instruksikan kepada
pasien dan atau
keluarga jika ada tanda
perdarahan, laporkan
segera ke perawat.
7. Resiko cidera a. Risk Kontrol Environment
Indikator: Management
a. Klien terbebas a. Sediakan lingkungan
dari cidera yang aman untuk
b. Klien mampu pasien
menjelaskan b. Identifikasi kebutuhan
cara atau keamanan pasien
metode untuk sesuai dengan kondisi
mencegah fisik
cidera c. Dan fungsi kognitif
c. Klien mampu pasien dan riwayat
menjelaskan penyakit dahulu
faktor resiko pasien
dari lingkungan d. Memasang side rail
d. Menggunakan tempat tidur
fasilitas e. Menyediakan tempat
kesehatan yang tidur yang aman dan
ada bersih
e. Mampu f. Membatasi
mengenali pengunjunng
perubahan status g. Memberikan
kesehatan penerangan yang
cukup
b. Kejadian jatuh h. Berikan penjelasan
Indikator: pada pasien dan
a. Klien tidak keluarga atau
terjatuh ketika pengunjung adanya
transfer perubahan status
kesehatan dan
penyebab penyakit.
b. Klien tidak
terjatuh dari
tempat tidur

8. Resiko Blood glucose level Hyperglikemi


ketidakstabilan gula Indikator : management
darah a. Blood glucose a. Monitor kadar glukosa
dalam rentang darah.
normal b. Monitor tanda dan
gejala hiperglikemi
(seperti : poliuria,
polidipsi, poliphagia,
keletihan, latergi,
malaise, sakit kepala).
c. Atur cairan oral/ atur
pemasukan cairan
melalui oral.
d. Monitor status cairan
(intake dan output)
dengan tepat.
e. Bantu pasien
menafsirkan kadar
glukosa darah.

Management
Hypoglikemi
a. Monitor kadar gukosa
gula darah sesuai
dengan indikasi
b. Monitor tanda dan
gejala hipoglikemia
(misalnya; gemetar,
sempoyongan,
berkeringat, jantung
berdebar-debar,
takikardi, menggigil,
pucat, mual, sakit
kepala, kelelahan,
kelemahan, dll)
c. Berikan sumber
karbohidrat sederhana,
sesuai indikasi
d. Berikan glukosa secara
intrvena sesuai indikasi
e. Instruksikan pasien
untuk selalu
menyediakan sumber
karbohidrat sederhana.
9. Resiko infeksi a. Immune status Infection Control
Indikator : (Kontrol Infeksi)
1) Suhu tubuh a. Bersihkan lingkungan
dalam batas setelah dipakai pasien
normal lain
2) Leukosit dalam b. Batasi pengunjung
batas normal bila perlu
c. Instruksikan kepada
b. Nutrition Status pengunjung untuk
Indikator mencuci tangan saat
1) Asupan berkunjung dan
makanan setelah berkunjung
meningkat meninggalkan pasien
d. Gunakan sabun
c. Risk control antimikroba untuk
Indikator: mencuci tangan
1) Klien bebas dari e. Cuci tangan setiap
tanda dan gejala sebelum dan setelah
infeksi melakukan tindakan
2) Mendeskripsika f. Gunakan baju, sarung
n proses tangan sebagai alat
penularan pelindung
penyakit g. Pertahankan
3) Menunjukkan lingkungan aseptik
kemampuan selama pemasangan
untuk mencegah alat
timbulnya h. Berikan terapi
infeksi antibiotik bila perlu
4) Menunjukkan i. Monitor tanda dan
perilaku hidup gejala infeksi sistemik
sehat dan lokal
j. Monitor kerentanan
terhadap infeksi
k. Berikan perawatan
kulit pada daerah
epidema
l. Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
m. Dorong masukan
nutrisi yang cukup
n. Dorong istirahat
o. Ajarkan cara
menghindari infeksi
p. Laporkan kecurigaan
infeksi
Monitor Nutrisi
c. Monitor diet dan
asupan kalori
d. Monitor tugor kulit
e. Monitor berat badan
10 Resiko kerusakan a. Tissue integrity : Pressure Management
integritas kulit Skin and Mucous a. Anjurkan pasien untuk
Membranes menggunakan pakaian
Indikator : yang longgar
1) Integritas kulit b. Hindari kerutan pada
yang baik bisa tempat tidur
dipertahankan c. Jaga kebersihan kulit
(sensasi, elastic agar tetap bersih dan
sitas, temperature, kering
hidrasi, pig d. Mobilisasi pasien
mentasi) (ubah posisi pasien
2) Tidak ada luka/ lesi setiap dua jam sekali)
pada kulit e. Monitor kulit akan
3) Perfusi jaringan danya kemerahan
baik f. Oleskan lotion atau
4) Menunjukkan minyak baby/baby oil
pemahaman dalam pada daerah yang
proses perbaikan tertekan
kulit dan mencegah g. Monitor aktivitas dan
terjadinyacedera mobilisasi pasien
berulang h. Monitor status nutrisi
5) Mampu melindungi pasien
kulit dan i. Memandikan pasien
mempertahankan dengan sabun dan air
kelembaban kulit hangat
dan perawatan
alami Perawatan Tirah Baring
a. Jelaskan alasan
diperlukannya tirah
baring.
b. Ajarkan latihan
ditempat tidur dengan
cara yang tepat.
c. Aplikasikan papan
unuk kaki di tempat
tidur.

Pengecekan kulit
a. Amati warna,
kehangatan, bengkak,
tekstur, edema.
b. Monitor warna dan
suhu kulit.
c. Monitor kulit adanya
ruam dan lecet.
d. Monitor sumber
tekanan dan gesekan
e. Monitor infeksi
terutama di daerah
edema
11 Intoleransi aktifitas a. Energy conservation Energy Management
. berhubungan Indikator : a. Tentukan keterbatasan
dengan kelelahan. 1) Menunjukkan pasien terhadap
keseimbangan aktivitas
antara aktivitas b. Tentukan penyebab
dengan istirahat lain dari kelelahan
2) Menggunakan c. Dorong pasien untuk
teknik mengungkapkan
3) Mengenali perasaan tentang
keterbatasan keterbatasannya
energi d. Observasi nutrisi
4) Menyesuaikan sebagai sumber energi
gaya hidup sesuai yang adekuat
tingkat energi e. Observasi respon
5) Mempertahankan jantung-paru terhadap
gizi yang cukup aktivitas (misalnya
6) Melaporkan takikardia, disritmia,
aktivitas yang dispnea, pucat, dan
sesuai dengan frekuensi pernafasan)
energi f. Batasi stimulus
lingkungan (misalnya
b. Activity tolerance
pencahayaan, dan
Indikator :
kegaduhan)
1) Saturasi oksigen
g. Dorong untuk lakukan
saat melakukan
periode aktivitas saat
aktivitas
pasien memiliki
membaik/dalam
banyak tenaga.
rentang normal
h. Rencanakan periode
2) nadi saat
aktivitas saat pasien
melakukan
memiliki banyak
aktivitas dalam
tenaga
rentang normal
i. Hindari aktivitas
3) tidak sesak napas
selama periode
saat melakukan
istirahat
aktivitas
j. Dorong pasien untuk
4) tekanan darah saat
melakukan aktivitas
melakukan
sesuai sumebr energi
aktivitas dalam
k. Instruksikan pasien
rentang normal
atau keluarga untuk
5) mudah melakukan
mengenal tanda dan
ADL
gejala kelelahan yang
c. Self Care : ADLs memerlukan
Indikator : pengurangan aktivitas.
1) Mampu melakukan l. Bantu pasien atau
ADL secara keluargauntuk
mandiri (seperti menentukan tujuan
makan, memakai akhir yang realistis
baju,toileting, m. Evaluasi program
mandi, berdandan, peningkatan tingkat
menjaga aktivitas
kebersihan, oral
hygiene, berjalan, Activity Therapy
berpindah tempat) a. Kolaborasikan dengan
Tenaga Rehabilitasi
Medik dalam
merencakan program
terapi yang tepat

b. Bantu klien untuk


mengidentifikasi
aktivitas yang mampu
dilakukan
c. Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten
yang sesuai dengan
kemampuan fisik,
psikologi dan social
d. Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk
aktivitas yang
diinginkan
e. Bantu untuk
mendapatkan alat
bantuan aktivasi
seperti kursi roda
f. Bantu untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
g. Bantu klien untuk
membuat jadwal
latihan diwaktu luang
h. Bantu pasien atau
keluarga untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
i. Sediakan penguat
positif bagi yang aktif
beraktifitas
j. Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
k. Monitor respon fisik,
emosi, sosial dan
spiritual
12 Gangguan mobilitas a. Toleransi Aktivitas Exercise Therapy:
. fisik berhubungan 1) TTV dalam ambulation
dengan edema retang normal a. Monitoring vital sign
tungkai. 2) Kekuatan tubuh sebelum dan sesudah
bagian bawah latihan dan lihat
b. Berat Badan: Masa respon pasien saat
tubuh latihan
Indikator : b. Konsultasikan dengan
1) Berat badan terapi fisik tentang
dalam rentang rencana ambulasi
normal sesuai dengan
kebutuhan
c. Partisipasi latihan c. Kaji kemapuan pasien
1) Mempertahan dalam mobilisasi
keseimbangan d. Latih pasien dalam
cairan pemenuhan kbeutuhan
2) Ikut serta dalam ADLs secara mandiri
latihan untuk sesuai kemampuan
mempertahanka pasien
n keseimbangan e. Dampingi dan bantu
pasien saat mobilisasi
f. Berikan alat bantu jika
klien memerlukan
g. Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika
diperlukan
(Sumber: NOC. 2013; NIC. 2013)
4. Intervensi Keperawatan
Perencanaan tindakan keperawatan disusun berdasarkan masalah
keperawatan yang ditemukan yaitu Ketidakefektifan pola napas
berhubungan dengan penurunan ekspansi paru. Kelebihan volume cairan
berhubungan dengan penurunan tekanan osmotik koloid.

5. Implementasi Keperawatan
Implementasi yang dilakukan untuk menegakaan suatu diagnosa. Dan
bertujuan untuk menyesuaikan dengan asuhan keperawatan sehingga
dalam melakukan suatu asuhan keperawatan bisa menyeluruh.

6. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan membahasa tentang semua ehasil observasi dalam
melakukan suatu asuhan keperawatan. Sehingga kita dapat monitoring
perkembangan pasien dengan lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA

Agustin, Destina. 2013. Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan


Masyarakat Perkotaan pada pasien dengan Sirosis Hepatis di Ruang Pu 6
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Jakarta Pusat. Fakultas
Ilmu Keperawatan. Universitas ndonesia, diakses dalam: http//:lib.ui.ac.id,
Pada tanggal 8 januari 2017
Baradero, Mary. 2008. Klien dengan Gangguan Hati. Jakarta: EGC
Black Joyce M & Jane Hokanson Hawks. 2009. Keperawatan Medikal
Bedah Managemen Klinis untuk Hasil yang diharapkan. Jakarta: Salemba
Medika
Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, Ed.12. Jakarta: EGC.
Bulecheck, Gloria, et.al. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC), Ed. 6.
Missouri: Elseiver Mosby.
Burmalis, Vina. 2016. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Sirosis
Hepatis di RSUP.Dr. M. Djamil Padang. Pustaka Poltekkes Kemenkes
Padang
Digiulio, Mary & Donna Jackson. 2014. Keperawatan Medikal Bedah.
Yogyakarta: Rapha Publishing.
Diyono & Sri Mulyanti. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan.
Jakarta: Kencana
Fitriani, Kattria. 2013. Gambaran Pemberian Informasi Kesehatan tentang
Managemen Sirosis Hepatis pada Pasien di Rumah Sakit Umum Kota
Banda Aceh. Fakultas Keperawatan. Universitas Syiah Kuala, diakses
dalam: http://etd.unsyiah.ac.id/index.php?p=show_detail&id=2102 , pada
tanggal 8 januari 2017
Ika. 2015. Sirosis Hati Masih Menjadi Persoalan Kesehatan dunia, diakses dalam:
https://ugm.ac.id/id/berita/10339-
sirosis.hati.masih.menjadi.persoalan.kesehatan.dunia, pada tanggal 11 April
2017
Laporan Tahunan Dinas Kesehatan Kota. (2013). Padang: Kemenkes RI
Lovena, Angela. 2015. Karakteristik Pasien dengan Sirosis Hepatis di RSUP. DR.
M. Djamil Padang.Diploma Thesis. UPT, Perpus Universitas Andalas,
diakses dalam:
http://scholar.unand.ac.id/view/creators/ANGELA=3ALOVENA=3A=3A.ht
ml, pada tanggal 8 januari 2017
Moorhead, Sue., dkk. 2013. Nursing Outcome Classification (NOC). Singapore :
Elsevier Global Rights.
NANDA. (2015). Diagnosis Keperawatan: Defenisi Dan Klasifikasi 2015-2017,
ahli bahasa: Budi Anna Keliat, dkk, Jakarta:EGC
Nugroho, Taufan. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Penyakit Dalam.
Yogyakarta: Nuha Medika
Nurarif, Amin Huda dan Hardi Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC - NOC. Yogyakarta :
Mediaction Jogja.
Nursalam. 2015. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan Praktis
Ed. 3. Jakarta : Salemba Medika
Perhimpunan Penelitian Hati Indonesia. 2013
Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. 2014
Rahayu, Hesti. 2013. Analisis Praktik Profesi Keperawatan Kesehatan
Masyarakat Perkotaan pada Pasien dengan Sirosis Hepatis di Ruang
Perawatan Umum Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto
Jakarta Pusat. Fakultas Ilmu Keperawatan. Universitas ndonesia diakses
dalam: http//:lib.ui.ac.id, pada tanggal 8 januari 2017
Riris, Elida. 2014. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Sirosis Hepatis
dalam Konteks Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan di RSUPN.
DR. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Fakultas Ilmu Keperawatan. Universitas
ndonesia, diakses dalam: http//:lib.ui.ac.id, pada tanggal 8 januari 2017
Riset Kesehatan Dasar. (2013). Jakarta: Kemenkes RI
RS TK.III Dr. Reksodiwiryo, 2016. Laporan Rekam Medik Sirosis Hepatis
Padang: Bagian Rekam Medik
Saputra, Lyndon. 2014. Buku Saku Keperawatan, Klien dengan Gangguan Fungsi
Gastrointestinal, Medikal Bedah.Tanggerang: Binarupa Aksara Publiser

Sitompul, Esahayati.2012. Karakteristik Penderita Sirosis Hati Yang Rawat


Inap di Rumah Sakit Santa Elisabet Medan. Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Suatera Utara,
diakses dalam:
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=438166&val=4108&titl
e=KARAKTERISTIK%20PENDERITA%20SIROSIS%20HATI%20YAN
G%20DIRAWAT%20INAP%20DI%20RUMAH%20SAKIT%20SANTA%
20ELISABET%20MEDAN%20%20TAHUN%202012-2014, pada tanggal
8 januari 2017
Stiphany, dkk. 2010-2011. Karakteristik Penderita Sirosis Hati Yang Rawat Inap
di RSUD. DR. Pirngadi Medan. Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Universitas Suatera Utara, diakses dalam:
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:DWyUSFh9JogJ:d
ownload.portalgaruda.org/article.php%3Farticle%3D51529%26val%3D410
8+&cd=1&hl=en&ct=clnk&client=firefox-b, pada tanggal 8 januari 2017
Sibuea, Na. 2014. Karakteristik Penderita Sirosis Hati di Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik Medan. Universitas Sumatera Utara, diakses dalam:
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/40666, pada tanggal 8 januari
2017
Sugiyono, dkk. (2012). Memahami Penelitian Kulitatif. Bandung : Alfabeta.
Sujarweni. W. 2014. Metodologi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta: Gava
Media.
WHO. 2015. The World Health Report 2009, diakses dalam:
hhtp://www.who.int/.whr/2015/en/index.html, pada tanggal 11 April 2017
Poltekkes Kemenkes Padang

Anda mungkin juga menyukai