Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN CA COLORECTAL

Oleh
Novi Dian Aries Sukma

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS dr. SOEBANDI JEMBER
2021/2022
A. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi

Kanker kolon merupakan kanker yang menyerang bagian usus

besar, yakni bagian akhir dari sistem pencernaan. Sebagian besar

kasus kanker kolorektal dimulai dari sebuah benjolan/polip kecil, dan

kemudian membesar menjadi tumor (Yayasan Kanker Indonesia,

2018).

Kanker kolon adalah keganasan yang berasal dari jaringan usus

besar, terdiri dari kolon (bagian terpanjang dari usus besar) (Komite

Penanggulangan Kanker Nasional, 2015).

2. Anatomi Fisiologi

Usus besar memanjang dari ujung akhir dari ileum sampai

anus. Panjangnya bervariasi sekitar 1.5 m. Ukuran Usus besar

berbentuk tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 1.5 m

(5 kaki) yang terbentang dari saekum hingga kanalis ani. Diameter

usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil, yaitu sekitar

6.5 cm (2.5 inci). Makin dekat anus diameternya akan semakin kecil.

Usus besar terdiri dari bagian yaitu caecum, kolon asenden, kolon

transversum, kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum.


Gambar 2.1 Anatomi Fisiologi

Struktur usus besar:

a. Caecum

Merupakan kantong yang terletak di bawah muara ileum

pada usus besar. Panjang dan lebarnya kurang lebih 6 cm dan 7,5

cm. Saekum terletak pada fossa iliakakanan di atas setengah

bagian lateralis ligamentum inguinale. Biasanya saekum

seluruhnya dibungkus oleh peritoneum sehingga dapat bergerak

bebas, tetapi tidak mempunyai mesenterium. Terdapat perlekatan

ke fossa iliaka di sebelah medial dan lateral melalui lipatan

peritoneum yaitu plika caecalis, menghasilkan suatu kantong

peritoneum kecil, recessus retrocaecalis.


b. Kolon asenden

Bagian ini memanjang dari saekum ke fossa iliaka kanan

sampai ke sebelah kanan abdomen. Panjangnya 13 cm, terletak di

bawah abdomen sebelah kanan dan di hati membelok ke kiri.

Lengkungan ini disebut fleksura hepatika (fleksura coli dextra)

dan dilanjutkan dengan kolon transversum.

c. Kolon Transversum

Merupakan bagian usus besar yang paling besar dan paling

dapat bergerak bebas karena tergantung pada mesokolon, yang

ikut membentuk omentum majus.Panjangnya antara 45-50 cm,

berjalan menyilang abdomen dari fleksura coli dekstra sinistra

yang letaknya lebih tinggi dan lebih ke lateralis.Letaknya tidak

tepat melintang (transversal) tetapi sedikit melengkung ke bawah

sehingga terletak di regio umbilikus.

d. Kolon desenden

Panjangnya lebih kurang 25 cm, terletak di bawah

abdomen bagian kiri, dari atas ke bawah, dari depan fleksura

lienalis sampai di depan ileum kiri, bersambung dengan sigmoid,

dan dibelakang peritoneum.

e. Kolon sigmoid

Sering disebut juga kolon pelvinum. Panjangnya kurang

lebih 40 cm dan berbentuk lengkungan huruf S. Terbentang mulai

dari apertura pelvis superior (pelvic brim) sampai peralihan


menjadi rektum di depan vertebra S-3. Tempat peralihan ini

ditandai dengan berakhirnya ketiga teniae coli dan terletak +

15 cm di atas anus. Kolon sigmoid tergantung oleh mesokolon

sigmoideum pada dinding belakang pelvis sehingga dapat sedikit

bergerak bebas (mobile).

f. Rektum

Bagian ini merupakan lanjutan dari usus besar, yaitu kolon

sigmoid dengan panjang sekitar 15 cm. Rektum memiliki tiga

kurva lateral serta kurva dorsoventral. Mukosa rektum lebih halus

dibandingkan dengan usus besar. Rektum memiliki 3 buah

valvula: superior kiri, medial kanan dan inferior kiri. 2/3 bagian

distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksir, sedangkan

1/3 bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif

mobile.Kedua bagian ini dipisahkan oleh peritoneum reflektum

dimana bagian anterior lebih panjang dibanding bagian posterior.

Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari usus,

berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih

proksimal, dikelilingi oleh spinkter ani (eksternal dan internal )

serta otot-otot yang mengatur pasase isi rektum kedunia luar.

Spinkter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas, medial dan depan.

3. Etiologi

Sebagian orang memang memiliki risiko tinggi terkena kanker

kolorektal. Beberapa faktor risiko tersebut ada yang tidak bisa diubah,
seperti usia lebih dari 50 tahun, riwayat menderita polip, riwayat

menderita infeksi usus besar (colitis ulcerative atau penyakit Chron),

dan memiliki anggota keluarga yang mempunyai riwayat polip atau

kanker usus besar. Faktor risiko lain adalah pola hidup yang tidak

sehat yang dapat meningkatkan risiko kanker kolorektal di usia muda

dibawah 40 tahun. Salah satunya adalah mengonsumsi daging merah

dan daging olahan secara berlebihan.

Oleh sebab itu, untuk mencegah timbulnya kanker kolorektal,

batasi makanan tinggi lemak termasuk daging merah. Merokok juga

merupakan faktor risiko terjadinya kanker kolorektal. Diperkirakan,

satu dari lima kasus kanker usus besar di Amerika Serikat

dihubungkan dengan rokok. Merokok berhubungan dengan kenaikan

risiko terbentuknya adenoma dan peningkatan risiko perubahan

adenoma menjadi kanker usus besar. Faktor risiko tinggi lain adalah

pengonsumsian alkohol. Usus mengubah alkohol menjadi asetildehida

yang meningkatkan risiko kanker kolorektal. Lebih baik konsumsi

buah dan sayur yang mengandung probiotik, karena kandungan

seratnya akan mengikat sisa makanan dan membuat feses lebih berat

sehingga mudah dibuang (Kemenkes RI, 2019).

4. Patofisiologi

Umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang

berkembang dari polip adenoma. Insidensi tumor dari kolon kanan

meningkat, meskipun umumnya masih terjadi di rektum dan kolon


sigmoid. Polip tumbuh dengan lambat, sebagian besar tumbuh dalam

waktu 5-10 tahun atau lebih untuk menjadi ganas. Ketika polip

membesar, polip membesar di dalam lumen dan mulai menginvasi

dinding usus. Tumor di usus kanan cenderung menjadi tebal dan besar,

serta menyebabkan nekrosis dan ulkus. Sedangkat tumor pada usus kiri

bermula sebagai massa kecil yang menyebabkan ulkus pada suplai

darah (Black & Hawks, 2014).

Pada saat timbul gejala, penyakit mungkin sudah menyebar ke

dalam lapisan lebih dalam dari jaringan usus dan organ-organ yang

berdekatan. Kanker kolorektal menyebar dengan perluasan langsung

ke sekeliling permukaan usus, submukosa, dan dinding luar usus.

Struktur yang berdekatan, seperti hepar, kurvatura mayor lambung,

duodenum, usus halus, pankreas, limpa, saluran genitourinary, dan

dinding abdominal juga dapat dikenai oleh perluasan. Metastasis ke

kelenjar getah bening regional sering berasal dari penyebaran tumor.

Tanda ini tidak selalu terjadi, bisa saja kelenjar yang jauh sudah

dikenai namun kelenjar regional masih normal. Sel-sel kanker dari

tumor primer dapat juga menyebar melalui sistem limpatik atau sistem

sirkulasi ke area sekunder seperti hepar, paru-paru, otak, tulang, dan

ginjal. “Penyemaian” dari tumor ke area lain dari rongga peritoneal

dapat terjadi bila tumor meluas melalui serosa atau selama pemotongan

pembedahan (Black & Hawks, 2014).


Sebagian besar tumor maligna (minimal 50%) terjadi pada area

rektal dan 20–30 % terjadi di sigmoid dan kolon desending. Kanker

kolorektal terutama adenocarcinoma (muncul dari lapisan epitel usus)

sebanyak 95%. Tumor pada kolon asenden lebih banyak ditemukan

daripada pada transversum (dua kali lebih banyak). Tumor bowel

maligna menyebar dengan cara (Black & Hawks, 2014):

1) Menyebar secara langsung pada daerah disekitar tumor secara

langsung misalnya ke abdomen dari kolon transversum.

Penyebaran secara langsung juga dapat mengenai bladder, ureter

dan organ reproduksi.

2) Melalui saluran limfa dan hematogen biasanya ke hati, juga bisa

mengenai paru-paru, ginjal dan tulang.

3) Tertanam ke rongga abdomen.


5. Bagan 2.1 Pathway Ca Colon

Faktor Resiko
Kanker Kolon

Pola gaya
Faktor Genetik Faktor Kolitis ulsreatif hidup tidak
Usia Penyakit crohn
sehat
at,
Merokok Rendahmerah,
daging ser
Riwayat Minum an
Usia >50 daging olahan
keluarga beralkohol
menderita tahun Radang Zat nikotin
penyakit kanker kronis pada sebagai
sumber Masuk kedalam Feses tidak
usus besar
karsinogen tubuh lembut,
Mutasi sel-
membentuk menjadi zat
sel dalam
asetaldehida (zat karsinogen
tubuh
kimia beracun )
Masuk ke
dalam saluran
pernapasan Menumpuk
Pembelahan
Merusak didalam
sel tidak
DNA di usus
sempurna
Menuju dalam sel
kolon induk
Obstruksi usus,
menempel di
Menumpuk Mengubah dinding usus
dalam kolon perilaku
sel
Perubahan
abnormal pada
Meningkatkan
dinding usus
sel
karsinogen

Kanker Kolon
Invasi jaringan dan
efek kompresi
tumor

Intervensi
Intervensi
pembedahan
kemoterapi

Pasca Intra Post


Perubahan Pre
Kolostomi kemoterapi kemoterapi
bedah intake kemoterapi
sementara
nutrisi
atau
Adanya filtrasi Efek
permanen
Luka obat di pemberian
pasca MK : jaringan sekitar obat
bedah Asupan Ansietas kemoterapi
MK : nutrisi tidak
Kerusakan
Gangguan adekuat
Citra Tubuh jaringan MK :
Dilakukan
Perawat an progresif Nausea
pemasangan
luka tidak irreversibel
Kerusakan infus
intensif MK :
jaringan Menyerang
lunak pasca Defisit sel-sel yang
M unculn ya
bedah Nutrisi tumbuh cepat
tanda-tan da
Port d e MK : ekstravasasi
entree Resiko
Infeksi Sel-sel
Respon folikel
MK : Resiko
serabut rambut
Gangguan
MK : lokal
Integritas Kulit
Resiko
Infeksi
Tidak mamp u Kerontokan
MK : menelan
Nyeri makanan
MK :
Gangguan
MK : Resiko Citra Tubuh
Defisit Nutrisi

Sumber : (Wahyuningsih, 2018 dan PPNI, 2017)


6. Manisfestasi Klinis

Manifestasi kanker kolon menurut (Yayasan Kanker Indonesia, 2018):

1) Perubahan pada pola buang air besar termasuk diare, atau

konstipasi atau perubahan pada lamanya saat buang air besar,

dimana pola ini berlangsung selama beberapa minggu hingga

bulan. Kadang-kadang perubahan pola itu terjadi sebagai

perubahan bentuk dari feses atau kotoran dari hari ke hari (kadang-

kadang keras, lalu lunak, dan seterusnya)

2) Pendarahan pada buang air besar atau ditemukannya darah di

feses, seringkali hanya dapat dideteksi di laboratorium

3) Rasa tidak nyaman pada bagian abdomen atau perut seperti keram,

gas atau rasa sakit yang berulang

4) Perasaan bahwa usus besar belum seluruhnya kosong sesudah

buang air besar

5) Rasa cepat lelah, lesu lemah atau letih

6) Turunnya berat badan secara drastis dan tidak dapat dijelaskan

sebabnya

7. Klasifikasi

Klasifikasi ca colon menurut American Joint Committee on Cancer

2010 dalam (Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2015)


1) Tabel 2.1 Penilaian tumor primer (T) pada ca colon

T Penilaian Tumor

TX Tumor primer tidak dapat dinilai

T0 Tidak ada ditemukan tumor primer

Tis Carsinoma in situ : intraepitelial atau invasi lamina propria

T1 Tumor invasi sub mukosa

T2 Tumor invasi muscularis propria

T3 Tumor invasi sepanjang muscularis propria hingga

jaringan perikolorektal

T4a Tumor penetrasi ke permukaan peritoneum visceral

Tumor secara langsung menginvasi atau melengket ke


T4b
organ lain

2) Tabel 2.2 Penilaian penyebaran kelenjar getah bening (N)

pada ca colon

N Kelenjar Getah Bening

NX Kelenjar Getah Bening regional tidak dapat dinilai

N0 Tidak ada metastasis KGB

N1 Metastasis pada 1 – 3 KGB regional

N1a Metastasis pada 1 KGB regional


N1b Metastasis pada 2 – 3 KGB regional

N1c Deposit tumor pada subserosa, mesentrium, atau pericolic non

peritoneal atau jaringan perirektal tanpa metastasis KGB

N2 Metastasis pada ≥4 KGB regional

Metastasis pada 4 – 6 KGB


N2a
regional

N2b Metastasis pada ≥7 KGB regional

3) Tabel 2.3 Penilaian metastasis jauh (M) pada ca colon

M Penilaian Metastasis

M0 Tidak ada metastasis jauh

M1 Metastasis jauh

Metastasis terjadi pada satu organ atau sisi (hati, paru, ovarium,
M1a
KGB non regional)

M1b Metastasis terjadi pada >1 organ / sisi atau di peritoneum

4) Tabel 2.4 Stadium ca colon


Stadium T N M Keterangan

0 Tis N0 M0 Tis: Tumor terbatas pada mukosa

I T1 N0 M0 T1: Tumor menyerang

T2 N0 M0 submukosa T1: Tumor

menyerang submukosa
IIA T3 N0 M0 T3: Tumor menyerang subserosa atau lebih (tanpa

melibatkan organ lain)


IIB T4a N0 M0 T4a: Tumor melubangi peritoneum visceral

IIC T4b N0 M0 T4b: Tumor menyerang organ yang berdekatan

IIIA T1-T2 N1/N1c M0 N1: Sel-sel tumor dalam 1 sampai 3 kelenjar getah

T1 N2a M0 bening regional. T1 atau T2

N2a: Sel-sel tumor dalam 4 sampai 6 kelenjar getah

bening regional. T1

IIIB T3-T4a N1/N1c M0 N1: Sel-sel tumor dalam 1 sampai 3 kelenjar getah

T2-T3 N2a M0 bening regional. T3 atau T4

T1-T2 N2b M0 N2a: Sel-sel tumor dalam 4 sampai 6 kelenjar getah

bening regional. T2 atau T3

N2b: Sel-sel tumor di 7 atau lebih kelenjar getah

bening regional. T1 atau 2

IIIC T4a N2a M0 N2a: Sel-sel tumor dalam 4 sampai 6 kelenjar getah

T3-T4a N2b M0 bening regional. T4a

T4b N1-N2 M0 N2b: Sel-sel tumor di 7 atau lebih kelenjar getah

bening regional. T3-4a

N1-2: Sel tumor di setidaknya satu kelenjar getah

bening regional. T4b

IVA Semua Any N M1a M1a: Metastasis ke 1 bagian tubuh lain di luar usus

T besar, dubur atau kelenjar getah bening regional. T apa

saja, sembarang N.

IVB Semua Any N M1b M1b: Metastasis ke lebih dari 1 bagian tubuh lain di

T luar usus besar, dubur atau kelenjar getah bening

regional. T apa saja, sembarang N.


Gambar 2.1 (contoh penyebaran stadium kanker kolon)

8. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan kanker

kolorektal adalah sebagai berikut (Sayuti & Nouva, 2018)

1) Pemeriksaan laboratorium klinis

Pemeriksaan laboratorium terhadap karsinoma kolorektal bisa

untuk menegakkan diagnosa maupun monitoring perkembangan

atau kekambuhannya. Pemeriksaan terhadap kanker ini antara lain

pemeriksaan darah, Hb, elektrolit, dan pemeriksaan tinja yang

merupakan pemeriksaan rutin. Anemia dan hipokalemia

kemungkinan ditemukan oleh karena adanya perdarahan kecil.

Perdarahan tersembunyi dapat dilihat dari pemeriksaan tinja. Selain


pemeriksaan rutin diatas, dalam menegakkan diagnosa

karsinoma kolorektal dilakukan juga skrining CEA (Carcinoma

Embrionic Antigen). Carcinoma Embrionic Antigen merupakan

pertanda serum terhadap adanya karsinoma kolon dan rektum.

Carcinoma Embrionic Antigen adalah sebuah glikoprotein yang

terdapat pada permukaan sel yang masuk ke dalam peredaran

darah, dan digunakan sebagai marker serologi untuk memonitor

status kanker kolorektal dan untuk mendeteksi rekurensi dini dan

metastase ke hepar. Carcinoma Embrionic Antigen terlalu

insensitif dan nonspesifik untuk bisa digunakan sebagai skrining

kanker kolorektal. Meningkatnya nilai CEA serum,

bagaimanapun berhubungan dengan beberapa parameter.

Tingginya nilai CEA berhubungan dengan tumor grade 1 dan 2,

stadium lanjut dari penyakit dan adanya metastase ke organ

dalam. Meskipun konsentrasi CEA serum merupakan faktor

prognostik independen. Nilai CEA serum baru dapat dikatakan

bermakna pada monitoring berkelanjutan setelah pembedahan.

2) Pemeriksaan laboratorium Patologi Anatomi

Pemeriksaan Laboratorium Patologi Anatomi pada kanker

kolorektal adalah terhadap bahan yang berasal dari tindakan biopsi

saat kolonoskopi maupun reseksi usus. Hasil pemeriksaan ini

adalah hasil histopatologi yang merupakan diagnosa definitif. Dari


pemeriksaan histopatologi inilah dapat diperoleh karakteristik

berbagai jenis kanker maupun karsinoma di kolorektal ini.

3) Radiologi

Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan yaitu foto polos

abdomen atau menggunakan kontras. Teknik yang sering

digunakan adalah dengan memakai double kontras barium enema,

yang sensitifitasnya mencapai 90% dalam mendeteksi polip yang

berukuran >1 cm. Teknik ini jika digunakan bersama-sama

sigmoidoskopi, merupakan cara yang hemat biaya sebagai

alternatif pengganti kolonoskopi untuk pasien yang tidak

dapat mentoleransi kolonoskopi, atau digunakan sebagai

pemantauan jangka panjang pada pasien yang mempunyai riwayat

polip atau kanker yang telah di eksisi. Risiko perforasi dengan

menggunakan barium enema sangat rendah, yaitu sebesar 0,02 %.

Jika terdapat kemungkinan perforasi, maka sebuah kontras larut air

harus digunakan daripada barium enema. Computerised

Tomography (CT) scan, Magnetic Resonance Imaging (MRI),

Endoscopic Ultrasound (EUS) merupakan bagian dari teknik

pencitraan yang digunakan untuk evaluasi, staging dan tindak

lanjut pasien dengan kanker kolon, tetapi teknik ini bukan

merupakan skrining tes.


4) Kolonoskopi

Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran

seluruh mukosa kolon dan rektum. Prosedur kolonoskopi dilakukan

saluran pencernaan dengan menggunakan alat kolonoskopi, yaitu

selang lentur berdiameter kurang lebih 1,5 cm dan dilengkapi

dengan kamera. Kolonoskopi merupakan cara yang paling akurat

untuk dapat menunjukkan polip dengan ukuran kurang dari 1 cm

dan keakuratan dari pemeriksaan kolonoskopi sebesar 94%, lebih

baik daripada barium enema yang keakuratannya hanya sebesar

67%. Kolonoskopi juga dapat digunakan untuk biopsi,

polipektomi, mengontrol perdarahan dan dilatasi dari striktur.

Kolonoskopi merupakan prosedur yang sangat aman dimana

komplikasi utama (perdarahan, komplikasi anestesi dan perforasi)

hanya muncul kurang dari 0,2% pada pasien. Kolonoskopi

merupakan cara yang sangat berguna untuk mendiagnosis dan

manajemen dari inflammatory bowel disease, non akut

divertikulitis, sigmoid volvulus, gastrointestinal bleeding,

megakolon non toksik, striktur kolon dan neoplasma. Komplikasi

lebih sering terjadi pada kolonoskopi terapi daripada diagnostik

kolonoskopi, perdarahan merupakan komplikasi utama dari

kolonoskopi terapeutik, sedangkan perforasi merupakan

komplikasi utama dari kolonoskopi diagnostik.


9. Penatalaksanaan

Prinsip tatalaksana kanker kolon pada tabel 2.5 adalah:

(Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2015)

Stadium Terapi

 Eksisi lokal atau polipektomi sederhana


Stadium 0
 Reseksi en-bloc segmental untuk lesi yang tidak
(TisN0M0)
memenuhi syarat eksisi lokal

Stadium I  Wide surgical resection dengan anastomosis

(T1-2N0M0) tanpa kemoterapi adjuvan

Stadium II  Wide surgical resection dengan anastomosis

(T3N0M0,  Terapi adjuvan setelah pembedahan pada

T4a-bN0M0) pasien dengan risiko tinggi

Stadium III
 Wide surgical resection dengan anastomosis
(T apapun N1-2
 Terapi adjuvan setelah pembedahan
M0)

 Reseksi tumor primer pada kasus kanker

Stadium IV kolorektal metastasis yang dapat direseksi

(T apapun, N  Kemoterapi sistemik pada kasus kanker

apapun, M1) kolorektal dengan metastasis yang tidak dapat

direseksi dan tanpa gejala


10. Kemoterapi

Kemoterapi adalah salah satu tipe terapi kanker yang menggunakan

obat untuk mematikan sel-sel kanker. Kemoterapi bekerja dengan

menghentikan atau memerlambat perkembangan sel-sel kanker, yang

berkembang dan memecah belah secara cepat. Namun, terapi tersebut

juga dapat merusak sel-sel sehat yang memecah belah secara cepat,

seperti sel pada mulut dan usus atau menyebabkan gangguan

pertumbuhan rambut. Kerusakan terhadap sel-sel sehat merupakan

efek samping dari terapi ini. Seringkali, efek samping tersebut

membaik atau menghilang setelah proses kemoterapi telah selesai

(National Cancer Institute, 2015).

11. Komplikasi

Komplikasi awal yang dapat terjadi adalah sumbatan

(obstruksi) saluran cerna. Sumbatan tersebut tentu diakibatkan tumor

yang memenuhi saluran usus. Adanya sumbatan tersebut

menyebabkan penderitanya mengalami konstipasi dan nyeri perut.

Selain obstruksi, tumor juga dapat menyebabkan usus mengalami

kebocoran (perforasi). Perforasi usus dapat menimbulkan gejala yang

berat seperti nyeri perut hebat, perut terlihat membesar dan tegang,

muntah, serta infeksi berat.


Tak berhenti di situ, kanker usus juga dapat menimbulkan

perdarahan. Hal tersebut dapat terjadi bila tumor berada di sekitar

rektum, salah satu bagian terakhir usus besar. Perdarahan tumor dapat

menyebabkan penderitanya kehilangan darah yang cukup banyak,

sehingga menimbulkan anemia (kekurangan sel darah merah).

Komplikasi lain dari kanker usus adalah penyebaran sel tumor

ke organ yang lain. Proses yang disebut metastasis ini lazim terjadi

pada berbagai jenis kanker, terutama yang sifatnya ganas. Organ

tubuh yang paling sering menjadi sasaran metastasis sel kanker usus

adalah kelenjar getah bening, paru, dan selaput rongga perut.

Metastasis dapat menimbulkan gejala sesuai organ yang terkena,

misalnya benjolan di sekitar leher, sesak napas, dan nyeri perut serta

perut yang semakin membesar (Timurtini, 2019)

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian keperawatan merupakan catatan tentang hasil

pengkajian yang dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari

pasien, membuat data dasar tentang pasien, dan membuat catatan tentang

respons kesehatan pasien. Pengkajian yang komprehensif atau

menyeluruh, sistematis yang logis akan mengarah dan mendukung pada

identifikasi masalah-masalah pasien. Pengumpulan data dapat diperoleh

dari data subyektif melalui wawancara dan dari data obyektif melalui

observasi, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (Dinarti & Yuli

Muryanti, 2017):
1) Pengumpulan Data

a) Identitas pasien : Meliputi nama, umur, jenis kelamin,

pekerjaan, alamat, tempat tinggal

b) Riwayat penyakit sekarang : Pada pengkajian ini yang perlu

dikaji adanya keluhan pada area abdomen terjadi pembesaran

c) Riwayat penyakit dahulu : Adakah riwayat penyakit dahulu

yang diderita pasien dengan timbulnya kanker kolon.

d) Riwayat penyakit keluarga : Adakah anggota keluarga yang

mengalami penyakit seperti yang dialami pasien, adakah

anggota keluarga yang mengalami penyakit kronis lainnya

e) Riwayat psikososial dan spiritual : Bagaimana hubungan pasien

dengan anggota keluarga yang lain dan lingkungan sekitar

sebelum maupun saat sakit, apakah pasien mengalami

kecemasan, rasa sakit, karena penyakit yang dideritanya, dan

bagaimana pasien menggunakan koping mekanisme untuk

menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

2) Riwayat bio- psiko- sosial- spiritual

a) Pola Nutrisi

Bagaimana kebiasaan makan, minum sehari- hari, jenis makanan

apa saja yang sering di konsumsi, makanan yang paling disukai,

frekwensi makanannya

b) Pola Eliminasi
Kebiasaan BAB, BAK, frekwensi, warna BAB, BAK, adakah

keluar darah atau tidak, keras, lembek, cair ?

c) Pola personal hygiene

Kebiasaan dalam pola hidup bersih, mandi, menggunakan sabun

atau tidak, menyikat gigi.

d) Pola istirahat dan tidur

Kebiasaan istirahat tidur berapa jam ?

Kebiasaan – kebiasaan sebelum tidur apa saja yang dilakukan?

e) Pola aktivitas dan latihan

Kegiatan sehari-hari, olaraga yang sering dilakukan, aktivitas

diluar kegiatan olaraga, misalnya mengurusi urusan adat di

kampung dan sekitarnya.

f) Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan

Kebiasaan merokok, mengkonsumsi minum-minuman keras,

ketergantungan dengan obat-obatan ( narkoba ).

g) Hubungan peran

Hubungan dengan keluarga harmonis, dengan tetangga, teman-

teman sekitar lingkungan rumah, aktif dalam kegiatan adat ?

h) Pola persepsi dan konsep diri

Pandangan terhadap image diri pribadi, kecintaan terhadap

keluarga, kebersamaan dengan keluarga.


i) Pola nilai kepercayaan

Kepercayaan terhadapTuhan Yang Maha Esa, keyakinan

terhadap agama yang dianut, mengerjakan perintah agama yang

di anut dan patuh terhadap perintah dan larangan-Nya.

j) Pola reproduksi dan seksual

Hubungan dengan keluarga harmonis, bahagia, hubungan

dengan keluarga besarnya dan lingkungan sekitar.

3) Riwayat pengkajian nyeri

P : Provokatus paliatif: Apa yang menyebabkan gejala? Apa yang

biasa memperberat dan mengurangi nyeri ?

Q : QuaLity-quantity: Bagaimana gejala dirasakan, sejauh mana

gejala dirasakan ?

R : Region – radiasi: Dimana gejala dirasakan dan apakah gejala

yang dirasakan menyebar?

S : Skala – severity: Berapa tingkat keparahan dirasakan?

T : Time: Kapan gejala mulai timbul? Seberapa sering gejala

dirasakan?

4) Pemeriksaan fisik

a) Kepala dan leher : Dengan tehnik inspeksi dan palpasi

b) Rambut dan kulit kepala : Pendarahan, pengelupasan, perlukaan,

penekanan

c) Telinga : Perlukaan, darah, cairan, bau ?


d) Mata : Perlukaan, pembengkakan, replek pupil, kondisi kelopak

mata, adanya benda asing, skelera putih ?

e) Hidung : Perlukaan, darah, cairan, nafas cuping, kelainan

anatomi akibat trauma ?

f) Mulut : Benda asing, gigi, sianosis, kering ?

g) Bibir : Perlukaan, pendarahan, sianosis, kering ?

h) Rahang : Perlukaan, stabilitas ?

i) Leher : Bendungan vena, deviasi trakea, pembesaran kelenjar

tiroid

5) Pemeriksaan dada

a) Inspeksi : Bentuk simetris kanan kiri, inspirasi dan ekspirasi

pernapasan, irama, gerakkan cuping hidung, terdengar suara

napas tambahan.

b) Palpasi : Pergerakkan simetris kanan kiri, taktil premitus sama

antara kanan kiri dinding dada.

c) Perkusi : Adanya suara-suara sonor pada kedua paru, suara

redup pada batas paru dan hepar.

d) Auskultasi : Terdengar adanya suara visikoler di kedua lapisan

paru, suara ronchi dan wheezing

6) Kardiovaskuler

a) Inspeksi: Bentuk dada simetris

b) Palpasi: Frekuensi nadi,

c) Parkusi: Suara pekak


d) Auskultasi: Irama regular, systole/ murmur

7) System pencernaan / abdomen

a) Inspeksi : Pada inspeksi perlu diperliatkan, apakah abdomen

membuncit atau datar, tapi perut menonjol atau tidak, lembilikus

menonjol atau tidak, apakah ada benjolan benjolan / massa.

b) Palpasi : Adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa (

tumor, teses) turgor kulit perut untuk mengetahui derajat bildrasi

pasien, apakah tupar teraba, apakah lien teraba?

c) Perkusi : Abdomen normal tympanik, adanya massa padat

atau cair akan menimbulkan suara pekak ( hepar, asites, vesika

urinaria, tumor).

d) Auskultasi : Secara peristaltic usus dimana nilai normalnya 5-

35 kali permenit.

8) Pemeriksaan extremitas atas dan bawah meliputi:

a) Warna dan suhu kulit

b) Perabaan nadi distal

c) Depornitas extremitas alus

d) Gerakan extremitas secara aktif dan pasif

e) Gerakan extremitas yang tak wajar adanya krapitasi

f) Derajat nyeri bagian yang cidera

g) Edema tidak ada, jari-jari lengkap dan utuh

h) Reflek patella

9) Pemeriksaan pelvis/genitalia
a) Kebersihan, pertumbuhan rambut

b) Kebersihan, pertumbuhan rambut pubis, terpasang kateter,

terdapat lesi atau tidak.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis mengenai seseorang,

keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau

proses kehidupan yang aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan

merupakan dasar dalam penyusunan rencana tindakan asuhan keperawatan

(Dinarti & Yuli Muryanti, 2017). Diagnosa yang mungkin muncul

menurut (PPNI, 2017):

1) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional


2) Risiko Infeksi ditandai dengan efek prosedur invasif
3) Risiko Gangguan integritas kulit ditandai dengan bahan kimia iritatif
4) Nausea berhubungan dengan efek agen farmakologis
5) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan efek tindakan atau pengobatan (misal.
Pembedahan, kemoterapi dan radioterapi)
6) Resiko defisit nutrisi ditandai dengan ketidakmampuan menelan makanan
3. Intervensi Keperawatan

Intervensi atau perencanaan keperawatan adalah rencana tindakan

untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan pasien.

Perencanaan keperawatan adalah suatu rangkaian kegiatan penentuan

langkah-langkah pemecahan masalah dan prioritasnya, perumusan tujuan,

rencana tindakan dan penilaian asuhan keperawatan pada pasien

berdasarkan analisis data dan diagnosa keperawatan (Dinarti & Yuli

Muryanti, 2017).

Pasien 1 Pasien 2
No Hari/ Hari/
Diagnosa Diagnosa
Urut Tanggal Tanggal
Keperawatan (Kode Keperawatan (Kode
ditemukan ditemuka
SDKI) n SDKI)
1. Gangguan Pola Tidur Nyeri akut b.d Agen
b.d kurang kontrol pencedera fisik
tidur (D.0055) (D.0077)
Batasan karakteristik Batasan karakteristik
(kriteria mayor dan (kriteria mayor dan
minor) : minor) :
a. Subjektif : a. Subjektif :
Pasien Pasien
- Mengeluh
- Mengeluh
sulit tidur nyeri
- Mengeluh
b. Objektif :
sering
- Tampak
terjaga meringis
- Mengeluh - Gelisah
tidak puas - Sulit tidur
tidur - KU : sedang,
b. Objektif : kesadaran :
- KU : compos
Sedang, mentis
kesadaran - TD :
compos 140/80
mentis mmHg
- TD : - Nadi :
130/70 90x/menit
mmHg - Suhu : 36,0
- Nadi : o
C
69x/menit - RR :
- Suhu : 20x/menit
36,5oC
- RR:20x/men
it
2. Rabu, 16 Defisit perawatan diri Selasa, 22 Risiko infeksi d.d
Oktober b.d penurunan Oktober Efek prosedur invasif
2019 motivasi/minat. 2019 (D.0142)
(D.0109) Batasan karakteristik
Batasan karakteristik (factor risiko) :
(kriteria mayor dan a. Subjektif :
minor) : - Pasien
a. Subjektif : mengatakan
- Pasien ia telah
mengatakan dilakukan
badannya tindakan
gatal operasi pada
- Pasien tanggal 24
mengatakan Juli 2019
belum b. Objektif :
mandi sejak - Tampak
awal masuk luka operasi
karena - Warna luka
cuaca dingin kemerahan
- Luka
b. Objektif : panjang
- Minat kurang lebih
melakukan 20 cm
perawatan
diri kurang

Pasien 1 pasien 2
No
Hari/ Diagnosa Hari/ Diagnosa
Urut
Tanggal Keperawatan Tanggal Keperawatan (Kode
ditemukan (Kode SDKI) ditemukan SDKI)
1. Nausea efek agen Gangguan pola tidur
farmakologis b.d hambatan
(D.0076) lingkungan (D.0055)
Batasan Batasan karakteristik
karakteristik (kriteria mayor dan
(kriteria mayor minor) :
dan minor) : a. Subjektif :
a. Subjektif : - Pasien
Pasien mengatakan
mengatakan sulit tidur
mual pada - Mengatakan
saat kemo sering
di hari terjaga
pertama - Mengeluh
kemampuan
b. Objektif : beraktivitas
- Tampak menurun
mual
b. Objektif :
- Pasien
tampak tidak
bisa tidur
- Tampak
kantung
mata di
area
sekeliling
mata
4. Implementasi

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang

dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status

kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang

menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter & Perry, 2011).

Komponen tahap implementasi :

1) Tindakan keperawatan mandiri

2) Tindakan keperawatan kolaboratif

3) Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan

keperawatan.

5. Evaluasi

Evaluasi, yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil

menentukan seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari

tindakan. Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap

tahapan proses mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan,

dan evaluasi itu sendiri (Ali, 2009). Evaluasi adalah membandingkan

secara sistematik dan terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan

yang telah ditetapkan dengan kenyataan yang ada pada pasien, dilakukan

dengan cara bersinambungan dengan melibatkan psien dan tenaga

kesehatan lainnya. Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari

rangkaian proses keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan

keperawatan yang telah dilakukan tercapai (Dinarti & Yuli Muryanti,

2017). Evaluasi disusun menggunakan SOAP yaitu (Suprajitno dalam

Wardani, 2013):

S: Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif

oleh keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.

O : Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat


menggunakan pengamatan yang objektif.

A: Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.

P: Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.


DAFTAR PUSTAKA

Astuti, N. S. A., Rafli, R., & Zeffira, L. (2019). Profil dan Kesintasan Penderita
Kanker Kolorektal di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Health & Medical
Journal, 1(1), 45–49. https://doi.org/10.33854/heme.v1i1.218

Bishehsari, F., Engen, P. A., Voigt, R. M., Swanson, G., Shaikh, M., Wilber, S.,
… Khazaie, K. (2019). Abnormal Eating Patterns Cause Circadian
Disruption and Promote Alcohol-Associated Colon Carcinogenesis. CMGH
Cellular and Molecular Gastroenterology and Hepatology, (November).
https://doi.org/10.1016/j.jcmgh.2019.10.011

Controversies, B., & Obstetrics, I. N. (2013). Prinsip Dasar Kemoterapi.

Dinar, dr. A. (2017). Telapak tangan dan kaki kebas setelah kemoterapi.

Dinarti & Yuli Muryanti. (2017). Bahan Ajar Keperawatan: Dokumentasi


Keperawatan. 1–172.

Firdaus, Y. (2017). Penatalaksanaan Pada Setiap Stadium Kanker Kolon.

Fitriatuzzakiyyah, Sinuraya, & Puspitasari. (2017). Cancer Therapy with


Radiation: The Basic Concept of Radiotherapy and Its Development in
Indonesia. Indonesian Journal of Clinical Pharmacy, 6(4), 311–320.
https://doi.org/10.15416/ijcp.2017.6.4.311

Ilham, R., Mohammad, S., & Yusuf, M. N. S. (2019). Hubungan Tingkat


Pengetahuan Dengan Sikap Perawat Tentang Perawatan Paliatif. Jambura
Nursing Journal, 1(2), 96–102.

Kemenkes RI. (2019a). Faktor Risiko Kanker. 21(1), 1–9.

Kemenkes RI. (2019b). Kategori Batas Ambang Indeks Massa Tubuh (IMT) untuk
Indonesia. Retrieved from http://www.p2ptm.kemkes.go.id/infographic-
p2ptm/obesitas/tabel-batas-ambang-indeks-massa-tubuh-imt

Komite Penanggulangan Kanker Nasional. (2015). Panduan Penatalaksanaan


Kanker kolorektal. Panduan Penatalaksanaan Kanker Kolorektal, 76.

Lubis, M. yamin, Abdullah, M., Hasan, I., & Suwarto, S. (2015). Probabilitas
Temuan Kanker Kolorektal pada Pasien Simtomatik Berdasarkan Unsur-
Unsur ϔ ( APCS ). 2(2), 90–95.

National Cancer Institute. (2015). Kemoterapi dan Anda.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia. (2017). Standar Diagnosis. 103.

Potter, & Perry. (2011). Implementasi keperawatan.


PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi
dan Indikator Diagnostik (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Samsarga, G. W., Affandi, Y., Utami, N. M. S., Nugraha, I. M. S. S., I.B, &
WibawaManuaba, T. (2015). Persepsi Negatif Pasien Kanker Payudara dan
Kolorektal Terhadap Kemoterapi Dan Radioterapi Di Rumah Sakit di Kota
Denpasar, Bali. Onkologi, 9.

Sari, M. I., Wahid, I., & Suchitra, A. (2019). Kemoterapi Adjuvan pada Kanker
Kolorektal. Jurnal Kesehatan Andalas, 8(1), 51–57. Retrieved from
http://jurnal.fk.unand.ac.id

Sayuti, M., & Nouva. (2018). Kanker Kolorektal. Yayasan Kanker Indonesia,
2(April), 60.

Simanullang, P. (2019). Pengaruh Progressive Muscle Relaxation ( PMR )


Terhadap Kecemasan Pada Pasien Kanker Yang Menjalani Kemoterapi Di
Rsu Martha Friska Brayan Medan. V(April), 1–8.

Susanti, E., & Kholisoh, N. (2018). Konstruksi Makna Kualitas Hidup Sehat
(Studi Fenomenologi pada Anggota Komunitas Herbalife Klub Sehat
Ersanddi Jakarta). LUGAS Jurnal Komunikasi, 2(1), 1–12.
https://doi.org/10.31334/jl.v2i1.117

Tim pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia :


Definisi dan Idikator Diagnostik (Cetakan II). Jakarta.

Timurtini, S. (2019). Komplikasi Kanker Kolon.

Usolin, D. N., Falah, F., & Dasong, S. (2018a). Pada Pasien Kanker Di Rs Ibnu
Sina Makassar. 12(2012), 146–152.

Usolin, D. N., Falah, F., & Dasong, S. (2018b). Persepsi Perawat Pelaksana
Tentang Manajeman Kemoterapi Pada Pasien Kanker Di Rs Ibnu Sina
Makassar. 12(2012), 146–152.

Wahyuningsih, A. (2018). Pathway Ca Colon.

Yayasan Kanker Indonesia. (2018). Harapan Terpadu World Cancer Day 2018.
Buletin YKI, 2(April), 1–54.

Yusra, D. F. (2018). Efek Samping Kemoterapi Pada Pasien Kanker.

Anda mungkin juga menyukai