Anda di halaman 1dari 5

PEDOMAN PENANGANAN

ABSES OTAK
UPF Bedah Saraf /Lab.Ilmu Bedah
RSUD Dr. Soetomo/FK Unair
Surabaya

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN
II. TUJUAN
III. PATOFISIOLOGI
IV. PEDOMAN PENANGANAN
V. KEPUSTAKAAN
I. PENDAHULUAN
Abses otak merupakan salah satu penyakit dengan tingkat kecacatan dan
kematian yang masih tinggi hingga saat ini. Penyakit ini secara ekonomis juga
merugikan karena membutuhkan biaya pengobatan yang sangat tinggi dan
menghabiskan banayak jam kerja penderita.
Kecepatan dan ketepatan dalam memilih keputusan dan bertindak sangat
menentukan nasib penderita. Pemilihan antibiotika terbaik pada infeksi susunan
saraf pusat masih merupakan pekerjaan yang sulit. Begitu juga dengan drainase
bedah untuk kantung-kantung pus pada abses otak, juga merupakan hal penting
yang tidak dapat disingkirkan begitu saja. Antibiotika saja tidak efektif untuk
penanganan abses otak, obat-obat tersebut akan bermanfaat jika digunakan
bersama-sama dengan tindakan insisi dan drainase kantung abses.
Meskipun telah banyak kemajuan yang diperoleh pada penanganan terapi
antibiotika dan tehnik pencitraan neurodiagnostik, abses otak tetap menyebabkan
morbiditas dan mortalitas yang relatif tinggi.
Dalam pedoman ini secara ringkas diketengahkan hal-hal yang mendasar
yang harus diketahui dalam penanganan penderita abses otak.

II.TUJUAN
Melakukan penanganan penderita abses otak seoptimal mungkin dengan
untuk mengurangi kecacatan, penderitaan dan kematian serta mengusahakan
seminimal mungkin terjadinya kekambuhan abses otak.

III. PATOFISIOLOGI ABSES OTAK


Beberapa kondisi dasar yang terkait dengan abses otak antara lain
perluasan fokus infeksi, penyebaran hematogen dan trauma cranial.
1. Perluasan fokus infeksi. Abses otak yang sumber primernya dari sinus
paranasalis umumnya pada lobus frontal atau parietal, sedang dari otitis sering
meluas ke lobus temporalis atau fossa posterior.
2. Penyebaran hematogen dari fokus yang lebih jauh dapat berasal dari penyakit
paru infeksi menahun, penyakit jantung sianotik dan setiap infeksi dengan fase
bakteremia.
3. Trauma cranial dapat berupa cedera kepala, luka tembus / penetrasi kepala
ataupun luka yang didapat akibat craniotomy.

Abses otak dimulai dengan suatu fokus infeksi cerebritis. Pada stadium
ini, terapi antibiotika saja bisa berhasil mencegah terbentuknya abses otak.
Dugaan diagnosanya bila ada sakit kepala yang menetap, dengan atau tanpa
tanda-tanda neurologis fokal. Diagnosa penunjangnya adalah CT scan dengan
kontras. Bila ada keradangan selaput meningeal, maka pada CT scan akan nampak
enhancement subdural yang sangat nyata.
Jika prosesnya berlangsung terus, akan terjadi pembentukan kapsul abses otak
yang akan disertai dengan gejala neurologis fokal dan peningkatan tekanan
intrakranial.

MIKROBIOLOGI
Variasi mikroorganisme penyebab abses otak sangat luas. Yang tersering
adalah streptococcus. Sedangkan yang sering diisolasi dari abses otak akibat
trauma adalah Staphylococcus, dari sinusitis atau otitis kronis adalah basil aerob
gram negatif. Basil ini dapat juga terjadi pada biakan ganda pada abses otak pasca
trauma atau pasca bedah saraf. Contoh basil ini adalah Haemophillus sp., dan
Enterobacteriaceae seperti E. coli dan Proteus. Dulu, hampir 50 % kultur abses
otak dianggap steril, sedangkan pada saat ini kultur steril tersebut mungkin positif
untuk mikroba anaerob. Basil gram negatif anaerob, terutama Bacteriodes fragilis
pada saat ini dikenal sebagai patogen penting pada abses otak.

IV. PEDOMAN PENANGANAN ABSES OTAK


Target terapi adalah :
1. Menghilangkan proses infeksi dengan operasi (aspirasi ataupun eksisi) dan
antibiotika.
2. Mengurangi efek massa akibat nekrosis jaringan otak dan edema otak di
sekitarnya. Serial CT scan dikerjakan untuk menilai hasil terapi. Enhancement
akan menghilang dalam 3 - 4 bulan, tetapi bisa hingga 8 bulan.

ANTIBIOTIKA
Antibiotika diberikan minimal selama enam minggu, dengan atau tanpa
pembedahan. Bila belum ada hasil kultur, diberikan dosis tinggi Ampisilin
(dewasa : 12 - 24 gram / hari, anak-anak 200 - 300 mg / kg) dan Metronidazole (3
x 1 gram selama lima hari). Pilihan lainnya sebelum ada hasil kultur, dapat
dipertimbangkan sesuai fokus infeksi primer, status imunologis penderita dan
riwayat alergi terhadap antibiotika.

DEXAMETHASON
- Dewasa : 10 - 12 mg bolus, lalu 4 x 4 mg, intravena atau per oral.
- Anak-anak : 0,5 mg / kg / hari. Maksimal 16 mg / hari.
- Taperring dosis dilakukan segera setelah kondisi neurologis memungkinkan.

INTERVENSI BEDAH SARAF


Syarat-syaratnya :
a. Peningkatan tekanan intrakranial yang tidak membaik dengan trial antibiotika
selama satu minggu (dibuktikan dengan kontrol CT scan). Steroid jangka
pendek dapat diberikan pada penderita dengan tekanan intrakranial yang
meningkat.
b. Accessible (tercapai secara pembedahan) dan diameter cukup besar untuk
menimbulkan efek massa.
c. Tidak didapatkan kontraindikasi pembedahan.

Macam tindakan yang dikerjakan tergantung pada kondisi umum penderita, lokasi
kantung abses, diameter kantung abses, hemisfer dominan atau tidak dan jenis
kasus : primer atau residif. Tindakan itu bisa berupa aspirasi ataupun eksisi
kantung abses. Baik aspirasi dan eksisi telah banyak dikerjakan dengan tidak ada
perbedaan tingkat mortalitas yang bermakna. Tetapi terdapat indikasi dan
kontraindikasi pada masing-masing tindakan.
ASPIRASI

Indikasi :
1. Kantung abses otak yang kecil dan dalam.
2. Kantung abses otak yang lebih besar dari 100 cc.
3. Kantung abses otak pada area yang penting.
4. Kantung abses multiloculated, kecuali bila ada probe ultrasound.
5. Keadaan umum penderita jelek, moribound, comatose.

Tehnik Operasi:
1. Dikerjakan di kamar operasi dengan kondisi steril.
2. Burrhole tepat / dekat kantung abses dengan menghindari struktur cortex /
subcortex yang penting.
3. Untuk abses yang dalam dan kecil, kadang-kadang perlu dibantu dengan
diagnostic ultrasound durante operasi (dengan probe yang kecil).
4. Menggunakan 16- gauge Cone ventricular needle atau 13- gauge Cone biopsy
needle.
5. Ujung canula / stylet harus tumpul untuk mencegah robeknya jaringan otak
dan resiko perdarahan.
6. Pada lesi yang berkapsul akan dirasakan adanya tahanan sebelum memasuki
pusat nekrose abses.
7. Penting untuk diperhatikan adalah segera menempatkan bahan aspirasi ke
dalam lingkungan aerobik dan anaerobik. Juga perlu pembiakan fungus dan
Mycobacterium tuberculosis. Terutama pada penderita dengan status
imunologis yang jelek.
8. Segera lakukan pengecatan:
- gram stain : coccus atau bacilli.
- KOH stain : hyphae fungi.
- Wright-Giemsa stain : Toxoplasma gondii.
9. Irigasi dengan antibiotika spektrum luas (misalnya Bacitracin 500 U per cc
normal saline). Irigasi ini tidak boleh dilakukan pada fase cerebritis.
10. Aspirasi berulang dilakukan bila ukuran kantung abses tidak berubah atau
bertambah besar pada kontrol CT Scan.

EKSISI

Indikasi :
1. Abses otak yang berkapsul.
2. Abses otak akibat trauma dengan benda asing .
3. Abses otak akibat jamur yang tunggal dan dapat tercapai (accessible).
4. Multiloculated abcess.

Kontraindikasi :
1. Fase cerebritis.
2. Keadaan umum penderita jelek, moribound, comatose yang tidak
memungkinkan dilakukan pembiusan umum.

Tingkat morbiditasnya (defisit neurologis) lebih besar dibandingkan dengan


tehnik aspirasi, oleh karena bagian substantia alba yang edema seringkali
tereseksi. Ini teutama perlu diperhatikan pada area bicara, cortex motorik /
sensorik ataupun subcortex dalam.

INTERVENSI PADA FOKUS PRIMER


Hal lain yang perlu diperhatikan adalah upaya menghilangkan fokus primer untuk
mengurangi kemungkinan abses otak residif. Pada kondisi demikian perlu
penanganan multi disiplin. Contohnya pada kasus abses otak akibat mastoiditis
kronis suppurativa, maka tindakan eksisi abses otak (bedah saraf) dikerjakan
terlebih dahulu sebelum tindakan mastoidectomy (THT).

Kepustakaan
1. Herring CJ, Schwarzman SW. Contemporary Neurosurgery, vol 10, Nb. 18 -
19, 1988. Central Nervous System Infection.
2. Britt RH. Brain Abscess in Wilkins RH (ed). Neurosurgery vol. III. Mc Graw
Hill Book Co, New York, 1985, pp. 1928 -56.

Anda mungkin juga menyukai