Anda di halaman 1dari 11

TUGAS

MAKALAH VIKTIMOLOGI

TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN TERHADAP WANITA ASAL SUBANG


DI TUKAD BATANGHARI DENPASAR (PASAL 340 KUHP)

Oleh:

NAMA : Kadek Didin Ady Natha


NIM : 20190110118
KELAS : VA2
DOSEN : Dewa Made Rasta, SH., MH

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NGURAH RAI
DENPASAR
2021
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembunuhan dengan sengaja dalam hukum pidana yang diatur dalam Pasal
340 adalah “Barangsiapa dengan sengaja membunuh nyawa orang lain,
pembunuhan dengan rencana dengan pidana mati (Moord), atau dengan pidana
penjara seumur hidup pada waktu tertentu. Hingga 20 tahun." Pembunuhan yang
disengaja dibayangkan oleh badan legislatif sebagai bentuk pembunuhan yang
diperburuk, yang formulasinya mungkin dalam bentuk "pembunuhan yang
dilakukan dengan sengaja untuk pembunuhan yang disengaja." Dengan rumusan
dalam Pasal 340 KUHP ini, legislatif sengaja melakukannya dengan maksud
merumuskan sebagai delik yang berdiri sendiri.
Pembunuhan terencana memiliki dua komponen: subjektif dan objektif.
Faktor subjektif: sengaja, rencana ke depan. Elemen objektif adalah tindakan
(mengambil nyawa) dan tujuan (kehidupan orang lain). Pembunuhan dengan
sengaja merupakan pembunuhan biasa, seperti Pasal 338 KUHP, tetapi
dilakukan secara terencana. Rencana awal (voorbedachte rade) sama dengan
rencana antara niat membunuh dan pelaksanaannya, tetapi pembuatnya masih
punya waktu untuk berpikir dengan tenang, misalnya bagaimana melakukan
pembunuhan. Perbedaan antara pembunuhan berencana dan pembunuhan
berencana adalah, dalam pengertian Pasal 338, pembunuhan dilakukan segera
setelah niat dibuat, pembunuhan berencana dihentikan setelah niat dibuat, dan
mengatur perencanaan bagaimana pembunuhan itu dilakukan. Itu adalah buatlah
surat wasiat.
Perbedaan lainnya adalah apa yang terjadi di dalam diri pelaku sebelum
eksekusi merampas jiwanya (kondisi pelaku). Untuk membunuh 4.444 orang
secara sistematis, kita perlu berpikir tenang tentang pelakunya. Dalam
pembunuhan biasa, keputusan untuk membunuh seseorang dan
mengeksekusinya adalah satu kesatuan, tetapi dalam pembunuhan, dua hal
sengaja dipisahkan oleh dua titik. Pemasangan. Direncanakan sebelumnya
bahwa keputusan untuk menghilangkan jiwa orang lain akan terjadi pada
seseorang dalam situasi yang disebabkan oleh hasratnya, dan di bawah pengaruh
hasrat itu, persiapan juga dibuat untuk pelaksanaannya.
Hukuman yang tepat bagi pelaku pembunuhan berencana adalah hukuman
mati, yang merupakan sanksi terberat dari peraturan apa pun. Ketentuan
perundang-undangan hukum pidana (KUHP) mengatur salah satunya untuk
pembunuhan, yang termuat dalam pasal 338-350. Ancaman paling serius
terhadap kehidupan adalah pembunuhan yang disengaja berdasarkan Pasal 340
KUHP. Dari pasal ini jelas bahwa hukuman maksimal adalah hukuman mati dan
hukuman minimum adalah jangka waktu yang ditentukan hingga 20 tahun, tetapi
dalam kenyataannya tidak dilaksanakan sesuai aturan. Kebencian sebelumnya
juga merupakan masalah hukum dan membutuhkan penyelidikan yang cermat.
Pertanggungjawaban pidana atas pembunuhan seseorang adalah sesuatu yang
harus dilakukan oleh orang tersebut sebagai akibat dari perbuatannya menurut
hukum yang berlaku.
Karena unsur intensionalisme yang penting adalah niat pelaku sendiri, maka
kesalahan pelaku berkaitan dengan psikologi, yang lebih erat kaitannya dengan
perbuatan yang dilarang. Ancaman pidana kegagalan lebih berat daripada
kelalaian atau kelalaian (Kalpa). Bahkan ada perbuatan-perbuatan tertentu yang
bukan merupakan tindak pidana jika dilakukan karena kelalaian, melainkan
tindak pidana jika dilakukan dengan sengaja. Kesediaan untuk bertindak yang
dilarang atau diperintahkan oleh undang-undang sengaja dipahami.
Hukum dalam fungsi mengatur seluruh aspek kehidupan berbangsa dan
bernegara dapat memberikan kontribusinya secara maksimal kepada
pelaksanaan pembangunan jika aparat hukum dan seluruh lapisan masyarakat
tunduk dan taat terhadap norma hukum, tetapi dalam kenyataannya tidak semua
unsur dalam lapisan masyarakat siap dan bersiap tunduk kepada aturan yang ada.
Oleh karena itu timbul perbuatan yang melanggar hukum seperti kejahatan
pembunuhan dan penganiayaan. Sebenarnya yang menjadi masalah adalah
faktor pendidikan di mana kurangnya pendidikan yang dimiliki pelaku kejahatan
juga menjadi salah satu faktor pendukung pelaku dalam melakukan kejahatan.
Kurangnya pendidikan yang dimiliki pelaku membuat pelaku menjadi tidak
berfikir terlebih dahulu akan akibat dari tindakannya kemudian. Dalam hal
penegakan hukum, walaupun apparat penegak hukum telah melakukan usaha
pencegahan dan penanggulangannya, namun dalam kenyataannya masih saja
tetap terjadi dan bahkan beberapa tahun terakhir ini nampak bahwa laju
perkembangan kejahatan pembunuhan di Indonesia pada umumnya dan di kota-
kota lain pada khususnya cenderung meningkat baik dari segi kuantitas maupus
dari segi kualitas dengan modus operandi yang berbeda.
Terjadinya pembunuhan juga tidak terlepas dari kontrol sosial masyarakat,
baik terhadap pelaku maupun terhadap korban pembunuhan sehingga tidak
memberi peluang untuk berkembangnya kejahatan ini. Apalagi terhadap
pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu, ancaman hukumannya lebih
berat dari pembunuhan biasa karena adanya unsur yang direncanakan terlebih
dahulu (Pasal 340 KUHP). Masalah pembunuhan berencana inipun setiap
tahunnya selalu mengalami peningkatan yang diakibatkan oleh tingkat
pendidikan, moral, akhlak dan agama yang tidak berfungsi lagi terhadap sesama
manusia. Ada hal yang perlu dicermati bahwa sistem peradilan kita masih belum
dapat menjamin sebuah proses peradilan yang jujur dan adil. Dimana kadangkala
masih terdapat hukuman yang kurang adil atau kesalahan dalam penanganan
perkara. Berkaitan dengan hal tersebut, maka penulis akan membahas
pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana
pembunuhan berencana yang dilakukan secara bersama-sama dan juga
membahas dakwaan dan tuntutan dari jaksa melalui tinjauan yuridis, tentu saja
dengan mengaitkan peraturan perundang- undangan yang berlaku di Negara kita.
Agar kita mengetahui apakah sudah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang ada.
Penerapan hukum pidana materiil terhadap kasus pembunuhan berencana ini
yakni pasal 340 KUHP telah sesuai dengan fakta-fakta hukum baik keterangan
para sanksi, keterangan ahli dan keterangan terdakwa, Hanya saja Pertimbangan
hukum yang dijatuhkan oleh hakim terhadap terdakwa dalam kasus tersebut
untuk sebagian telah sesuai dengan teori hukum pemidanaan tetapi untuk bagian
lainnya masih terdapat kelemahan yaitu dalam menjatuhkan sanksi pidana hakim
harus mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan yang memberatkan
bagi para terdakwa, tidak lazim dalam suatu putusan tidak mencantumkan
pertimbangan menyangkut hal-hal yang meringankan terdakwa, dimana dalam
perkara ini hanya hal-hal yang memberatkan yang menjadi dasar pertimbangan
hakim.
Pembunuhan berencana adalah suatu tindak pidana yang dipandang sebagai
salah satu tindak pidana berat, karena tindak pidana ini telah menghilangkan
nyawa orang lain. Perbuatan pembunuhan berencana yang dijatuhi hukuman
seumur hidup dipandang sebagian orang sebagai suatu hukuman yang setimpal,
tetapi banyak juga yang memandang bahwa pidana seumur hidup adalah
hukuman yang cukup berat bagi pelaku pembunuhan berencana. Pembunuhan
berencana atau moord merupakan salah satu bentuk dari kejahatan terhadap
nyawa yang diatur dalam Pasal 340 KUHP. Delik pembunuhan berencana
merupakan delik yang berdiri sendiri sebagaimana dengan delik pembunuhan
biasa yang diatur dalam Pasal 338 KUHP. Rumusan yang terdapat dalam delik
pembunuhan berencana merupakan pengulangan dari delik pembunuhan dalam
Pasal 338 KUHP, kemudian ditambah satu unsur lagi yakni “dengan rencana
lebih dahulu”. Hal ini berbeda dengan pembunuhan dengan pemberatan
sebagaimana diatur dalam Pasal 339 KUHP yang menggunakan pengertian dari
pembunuhan secara langsung dari delik pembunuhan. Pada umumnya delik-
delik yang dimuat dalam KUHP ditujukan pada subjek hukum “orang”, sebagai
contoh subjek delik dalam Pasal 340 KUHP yakni “barangsiapa”. Telah jelas
yang dimaksud “barangsiapa” adalah orang dan orang ini hanya satu. Pada
kenyataannya kejahatan tidak melulu dilakukan oleh satu orang. Terkadang,
suatu kejahatan juga dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk menyelesaikan
suatu delik. Dalam ajaran hukum pidana dimana suatu delik dilakukan oleh satu
orang atau lebih yang setiap orang melakukan wujud-wujud perbuatan tertentu,
dan dari tingkah laku-tingkah laku itulah lahirlah suatu tindak pidana yang
disebut dengan penyertaan atau deelneming.
Berdasarkan latar belakang tersebut, jurnal ini akan mengangkat kasus
pembunuhan wanita asal subang di Jalan Tukad Batanghari, Panjer, Denpasar.
B. Rumusan Masalah
1. Faktor apa yang menyebabkan si korban menjadi korban tindak pidana
pembunuhan?
2. Bagaimana perlindungan terhadap si korban tindak pidana pembunuhan?
II. PEMBAHASAN
1. Faktor yang menyebabkan Dwi Farica Lestari menjadi korban pembunuhan.
Pembunuhan Dwi Farika Restari, wanita cantik asal Subang, Jawa Barat,
yang telanjang dan berdarah di sebuah penginapan di Denpasar, Bali, telah
dimulai. Pelaku diketahui mengenal korban melalui aplikasi prostitusi online.
Penjahat
itu juga didakwa dengan pasal pidana tentang pembunuhan berencana untuk
menguasai properti seorang gadis berusia 23 tahun. Pertemuan dimulai dengan
kencan tentang aplikasi prostitusi online untuk berhubungan seks di sebuah
penginapan. Aksi pelaku menjadi viral melalui rekaman CCTV pada akhir
Januari lalu.
Peristiwa itu terungkap setelah Polda Bali menangkap seorang residivis
bernama Wahyu Dwi Setyawan, yang berusia 24 tahun. Pelaku ditangkap pada
Jumat, 12 Februari 2021 pukul 20.00 WITA saat bersembunyi di rumah
mertuanya di Desa Kraton, Jember, Jawa Timur.
"Pembunuhan ini direncanakan oleh pelaku. Dalam kasus ini, pelaku juga
menyiapkan pisau kerambit untuk membawa barang-barang milik korban," kata
Kompol Juhandani R. Pro, Bali, Senin di Bali, saat konferensi pers di Denpasar.
Hal itu terlihat saat Setyawan awalnya berniat dikorbankan dengan senjata api.
Ia pun mendatangi korban untuk membawa barang-barang miliknya.
Setyawan adalah pelaku pencurian berulang dan telah dipenjara selama
sembilan bulan. Pencurian itu terjadi di sebuah konter ponsel di Jember, Jawa
Timur pada awal 2016. Oleh karena itu, motif pelaku membunuh korban dapat
ditelusuri kembali ke faktor ekonomi.
Puro mengaku bekerja di bengkel konstruksi saat Setyawan berada di Bali.
Belakangan pelaku juga tercatat sebagai ojek online, namun dalam kasus ini
pelaku tidak ada kaitannya dengan ojek online.
"Pelaku mengenal korban melalui pesan tentang aplikasi prostitusi online.
Dari pemberitahuan tersebut, pelaku menemukan bahwa barang yang digunakan
korban berharga dan menimbulkan niat untuk mencuri," jelasnya.
Setyawan diketahui telah lama melakukan pembunuhan di homestay Jalan
Tukad Batanghari di Denpasar pada Sabtu, 16 Januari 2021. Dia datang ke TKP
dengan sepeda motor, dan sesampainya di sana, penjahat itu langsung menuju
kamar di lantai dua tempat korban telah setuju untuk berhubungan seks.
Saat itu, ia membawa ponsel dan dompet korban, namun begitu ketahuan,
korban langsung berteriak minta tolong dan langsung mencekik korban dari
belakang.
Selanjutnya, tangan kanannya mengeluarkan senjata tajam Karambit dari
saku celana tempat tidurnya. Akibatnya, korban mengalami luka tusuk di sekujur
tubuhnya dan meninggal dunia. Berdasarkan laporan tersebut, polisi langsung
melakukan penyelidikan terhadap pelaku kejahatan di Jawa Timur tersebut.
Pelaku datang ke TKP dengan mobil Honda Vario 125DK 5326EF warna
putih. Setibanya di TKP, pelaku langsung menuju kamar di lantai dua tempat
tinggal korban. Kemudian mereka berhubungan seks.
Pekerja konstruksi membawa ponsel dan dompet korban alih-alih
memberikan uang kepada korban. Korban, berdiri telanjang di samping tempat
tidur, mengetahui bahwa barang-barangnya telah diambil dari penjahat dan
berteriak minta tolong.
Jeritan para korban membuat marah para pelaku. Pelaku langsung mencekik
korban dari belakang dengan tangan kirinya. Tangan kanannya kemudian
mengeluarkan senjata tajam Karambit dari saku celananya di tempat tidur. Tanpa
pikir panjang, pelaku langsung menikam leher korban.
"Semua luka leher disebabkan oleh senjata tajam. Ada 3 luka sudut di leher
sebelah kiri dan kanan, 1 luka sudut leher tengah dan luka di leher kanan
memotong pembuluh nadi besar yang menyebabkan kematian korban,” ujar dia.
“Pembunuhan ini sudah direncanakan oleh pelaku. Dimana pelaku sudah
menyiapkan pisau jenis Kerambit untuk menguasai barangbarang milik korban,”
sambungnya.
Usai menghabisi nyawa korban, pelaku membawa Hp dan dompet milik
korban lalu kabur lewat balkon belakang kamar. Dalam perjalanan menuju kos
tempat tinggalnya, pelaku membuang Hp dan dompet di sungai dekat Jalan
Pulau Kawe Denpasar Selatan.
Direktur Reserse Kriminal mengumumkan bahwa dia telah dipenjara selama
sembilan bulan sebelumnya karena penjahat itu terlibat dalam kasus pencurian.
“Motivasi pelaku merampok dan membunuh korban adalah karena faktor
ekonomi. Pelakunya adalah pencurian berulang. Pada awal 2016, mereka
mencuri konter handphone di kawasan Jember,” ujarnya.
2. Perlindungan terhadap si korban tindak pidana pembunuhan.
Pengaturan mengenai Tindak Pidana Pembunuhan Berencana diatur dalam
kitab undang-undang hukum pidana. Pembunuhan berencana ialah Pembunuhan
dengan rencana lebih dahulu dengan ancaman pidana yang terberat dari beberapa
jenis kejahatan terhadap nyawa manusia yang diatur dalam kitab undang-undang
hukum pidana.
Unsur dalam konteks tindak pidana pembunuhan dengan berencana terdiri
dari 2 (dua) macam, yaitu:
a. Unsur Subyektif
• Dengan sengaja;
• Dan dengan dipikirkan (rencana) terlebih dahulu;
b. Unsur Obyektif
• Perbuatan menghilangkan nyawa;
• Obyeknya nyawa orang lain.
Unsur 340 dalam KUHP dijabarkan dengan mengulang kembali isi seluruh
unsur dalam pasal
338 KUHP, dan ditambah dengan satu unsur dengan rencana terlebih dahulu.
Karena dalam pasal 340 KUHP mengulang seluruh unsur pasal 338 KUHP, jadi
dapat disimpulkan pembunuhan berencana dianggap sebagai pembunuhan yang
berbeda dan lain dengan pembunuhan biasa atau bentuk pokok (338).
Pengertian direncanakan terlebih dahulu (voorbedachte raad) menurut Prof.
Simons berpendapat sebagai berikut.
Orang hanya bisa berbicara tentang mengenai perencanaan lebih dahulu, bila
buat melakukan sesuatu tindak pidana itu dimana pelaku sudah menyusun
keputusannya dengan mempertimbangkannya secara tenang, demikian juga
sudah mempertimbangkan mengenai kemungkinan- kemungkinan mengenai
dampak berdasarkan tindakannya. Antara saat seorang pelaku menyusun
rencananya dengan waktu pelaksanaan dari rencana tersebut selalu harus
terdapat suatu jangka waktu tertentu, dalam hal seorang pelaku dengan segera
melaksanakan apa yang dia maksud untuk dilakukan kiranya sulit untuk
berbicara tentang adanya suatu perencanaan lebih dahulu.
Mengenai unsur dengan rencana terlebih dahulu, pada dasarnya mengandung
3 syarat yaitu
a. Memutuskan kehendak pada suasana tenang.
b. Tersedia waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak sampai
dengan pelaksanaan kehendak.
c. Pelaksanaan kehendak pada suasana tenang.
Unsur dari dengan rencana terlebih dahulu, terbentuknya syarat pertama dan
syarat kedua, dalam sudut pandang hukum pidana (Pasal 340) sepanjang
kehendak dengan berencana itu belum diwujudkan dalam pelaksanaannya hal
ini hanya dianggap membuktikan adanya rencana. Dalam hal ini syarat ketiga
dipandang terpenting yaitu sebagai syarat untuk membuktikan telah terjadinya
pembunuhan berencana.
Ketentuan Undang-Undang No.48 Tahun 2009 mengenai Kekuasaan
Kehakiman, dalam pasal 50 menentukan bahwa segala putusan pengadilan harus
memuat alasan-alasan dan dasar-dasar putusan dan mencantumkan pasal-pasal
peraturan perundang-undangan tertentu yang bersangkutan dengan perkara yang
diputus atau berdasarkan hukum tak tertulis maupun yurisprudensi atau doktrin
hukum.
Bertitik tolak dari ketentuan pasal-pasal yang dikemukakan tersebut, putusan
pengadilan yang tidak cukup pertimbangan hukum, yaitu mengemukakan dasar
alasan-alasan yang jelas dan terperinci berarti mengandung cacat hukum.
Akibatnya, putusan yang seperti itu, dapat dibatalkan pada tingkat banding atau
kasasi.
Berdasarkan segala pertimbangan yang dijadikan alasan majelis hakim
dalam menjatuhkan putusan berupa pidana terhadap terdakwa, penulis
berpendapat tidaklah tepat dalam menjatuhkan hukuman pembunuhan
berencana pada putusan nomor 1474/Pid.B/2019.Dps karena dimana
berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan, berdasarkan kronologis kasus,
keterangan saksisaksi, keterangan terdakwa serta dihubungkan visum et
repertum dan barang-barang bukti yang diajukan dipersidangan.
Hal tersebut dapat dilihat dalam posisi kasus tidak terpenuhinya unsur-unsur
pasal 340 KUHP. Padahal jika dikaji dan cermati pada posisi kasus yang
dimaksud dengan pembunuhan berencana menurut Memorie Van Toelichting
sebagaimana dikutip oleh Adami Chazawi, dalam konteks pasal 340 KUHP
Mengenai unsur dengan rencana terlebih dahulu, pada dasarnya mengandung 3
syarat yaitu:
a. Memutuskan kehendak pada suasana tenang.
b. Tersedia waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak sampai
dengan pelaksanaan kehendak.
c. Pelaksanaan kehendak dalam suasana tenang.
III. PENUTUP
1. Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, ada beberapa simpulan yang
dapat dibuat, yaitu:pertama, pengaturan tentang pembunuhan berencana
diatur dalam pasal 340 kitab undang-undang hukum pidana. Selain itu,
pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku
tindak pidana pembunuhan berencana yaitu majelis hakim dalam
menjatuhkan putusan terhadap terdakwa berdasarkan fakta yang terungkap
di persidangan, keterangan dari saksi-saksi, keterangan dari terdakwa serta
dihubungkan visum et repertum dan barang-barang bukti yang ada diajukan
di dalam persidangan. Pemerintah khususnya lembaga yudikatif disarankan
mengawasi, membina proses peradilan dalam menerapkan hukuman.
2. Ada juga beberapa saran yang perlu disampaikan berdasarkan hasil dan
pembahasan penelitian ini, yaitu: pertama, hakim harus memperhatikan dan
menyusun pertimbangan sehingga hakim dalam membuat putusan, memuat
dasar, dan alasan-alasan yang jelas serta terperinci agar setiap putusan
memenuhi ketentuan peraturan perundang- undangan terkait. Kedua,
pemerintah khususnya lembaga yudikatif harus mengawasi dan membina
proses peradilan terutama hakim agar setiap putusanya tidak menjadi
keputusan yang kontroversial yang tidak salah dalam menerapkan hukuman
terhadap terdakwa

Anda mungkin juga menyukai