Anda di halaman 1dari 44

Naskah Modul Elektronik

TEKNIK KUALITAS AIR


(TKP6206)

MODUL 1
TEKNIK PENGOLAHAN KUALITAS AIR

EMMA YULIANI, ST., MT., PhD

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Tahun 2014

i|Halaman
ii | P a g e
DAFTAR ISI

Daftar Isi.....................................................................................................................iii
Daftar Tabel................................................................................................................iv
Daftar Gambar.............................................................................................................v
Daftar Tabel................................................................................................................vi
I. Tujuan Instruksional Umum.....................................................................................1
II. Pendahuluan............................................................................................................1
Pokok Bahasan I..........................................................................................................2
A. Tujuan Instruksional Khusus...................................................................................2
B. Pengantar.................................................................................................................2
C. Materi......................................................................................................................2
1 Parameter mutu air.........................................................................................2
1.1 Standar mutu air secara fisik................................................................3
1.2 Standar mutu air secara kimia .............................................................5
1.3 Standar mutu air secara biologi .........................................................10
2 Penggolongan air sesuai peruntukannya.......................................................10
3 Metode pengukuran untuk menentukan status mutu air...............................11
3.1 Metode Storet.....................................................................................11
3.2 Metode Indeks Pencemaran...............................................................13
4 Pengolahan kualitas air................................................................................17
5 Tahapan pengolahan air bersih.....................................................................25
6 Pengolahan air minum.................................................................................30
7 Pengambilan sampel....................................................................................32
Lampiran A........................................................................................................47
Lampiran B........................................................................................................48
D. Latihan Soal..........................................................................................................50
E. Test formatif..........................................................................................................51
F. Daftar pustaka........................................................................................................51
III Penutup.................................................................................................................51

iii | P a g e
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Klasifikasi Status Mutu Air US-EPA 12


Tabel 2 .Penentuan Sistem Nilai Untuk Menentukan Status Mutu Air 13
Tabel 3 . Evaluasi terhadap nilai PI 16
Tabel 4. Tabel Standart Kualitas Air 30

DAFTAR GAMBAR
iv | P a g e
Gambar 1. Skema pembagian zat padat pada air limbah 10
Gambar 2. Pernyataan Indeks untuk suatu Peruntukan (j) 15
Gambar 3. Instalasi Pengolahan Air Sebagaian 18
Gambar 4. Instalasi Pengolahan Air Lengkap 19
Gambar 5. Broncaptering 20
Gambar 6. Bangunan Intake 21
Gambar 7. Reservoir intake 22
Gambar 8. River intake 23
Gambar 9. Lake intake 24
Gambar 10. Lake intake 24
Gambar 11. Bangunan Pengaduk Cepat 26
Gambar 12. Bangunan Flokulasi 27
Gambar 13. Bangunan Pengendap Kedua 29
Gambar 14. Contoh alat pengambil contoh gayung bertangkai panjang 32
Gambar 15. Contoh botol biasa secara langsung 33
Gambar 16. Contoh alat pengambil air Bbotol biasa dengan pemberat 33
Gambar 17. Alat pengambil contoh air otomatis 34
Gambar 18. Contoh lokasi pengambilan contoh sebelum dan setelah IPAL 38
Gambar 19. Alat pengambil contoh untuk parameter VOC Tipe Bailer 42

v|Page
PENGOLAHAN KUALITAS
AIR

I. Tujuan Instruksional Umum


Setelah menyelesaikan sub pokok bahasan pada modul ini peserta didik diharapkan mampu:
Memberikan pengetahuan tentang upaya pengadaan air baku, meliputi kegiatan perencanaan,
pengoperasian dan pengelolaan.

II. Pendahuluan
Air merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia, semua makhluk hidup
memerlukan air untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Akan tetapi tidak semua air yang ada
dapat dimanfaatkan dengan baik, bahkan sebagian besar air yang ada di muka bumi ini tidak dapat
dimanfaatkan oleh manusia secara optimal. Demikian pentingnya air untuk kehidupan manusia dan
makhluk hidup lainnya perlu adanya upaya untuk mempertahankan dan mengelola sumber air dengan
baik, karena ketersediaan air terutama air bersih saat ini telah dirasakan sangat kurang. Tidak hanya
kuantitas, tetapi kualitas air juga harus diperhatikan. Dengan adanya Peraturan Pemerintah PP RI No.
82 Tahun 2001 Pasal 8 Ayat 1, dimana pembagian kelas air sesuai dengan baku mutunya diharapkan
penyediaan air bersih disesuaikan antara baku mutu dengan pemanfaatannya.

1|Halaman
Pokok Bahasan I :
PENGOLAHAN KUALITAS
AIR

A. Tujuan Instruksional Khusus


Setelah menyelesaikan sub pokok bahasan pada modul ini peserta didik diharapkan mampu:

1. Mengetahui parameter kualitas air sesuai peruntukannya.

2. Memahami tahapan pengolahan air bersih.

3. Memahami metode pengambilan sampel laboratorium

B. Pengantar
Pengelolaan kualitas air pada dasarnya merupakan upaya pemeliharaan air sehingga tercapai
kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kualitas air tetap dalam
kondisi alamiahnya.

C. Materi
1. Parameter Mutu Air
Parameter pencemar air merupakan indikator yang memberi petunjuk terjadinya pencemar air.
Dengan adanya indikator ini pencemar dapat diatasi sedini mungkin atau paling tidak sedikit
dikurangi. Pada studi ini akan digunakan acuan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
No. 01 Tahun 2010 tentang Tata Laksana Pengendalian Pencemar Air sebagai standar baku
mutu air. Sedangkan Baku Mutu Air Limbah menggunakan acuan Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup No. 03 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Kawasan
Industri.

1.1. Standar Mutu Air Secara Fisik


Salah satu derajat kekotoran air limbah dipengaruhi oleh sifat fisik air, yang dapat dilihat
dengan mata dan dirasakan secara langsung. Dalam standar persyaratan fisik air terdapat lima
kriteria meliputi warna, kekeruhan, temperatur, bau dan rasa yang akan diperjelas sebagai
berikut :

2|Page
a) Warna
Zat terlarut dalam air limbah dapat menimbulkan warna air limbah. Berdasarkan sifat-
sifat penyebabnya, warna dalam air dibagi menjadi 2 jenis, yaitu warna sejati dan warna
semu. Warna sejati disebabkan oleh koloida-koloida organik atau zat-zat terlarut. Sedang
warna semu disebabkan oleh suspensi partikel-partikel penyebab kekeruhan.

Air yang mengandung bahan-bahan pewarna alamiah yang berasal dari rawa dan hutan,
dianggap tidak mernpunyai sifat-sifat mernbahayakan atau toksik. Meskipun demikian,
adanya bahan-bahan tersebut memberikan warna kuning-kecoklatan pada air yang kurang
disukai oleh manusia.

Warna juga digunakan untuk mengkaji kondisi umum air limbah. Jika warnanya coklat
muda berarti umur air limbah kurang dari 6 jam. Warna abu-abu muda sampai abu-abu
setengah tua menandakan air limbah mengalami pembusukan oleh bakteri dan warna
abu-abu tua sampai hitam, berarti air limbah sudah busuk akibat bakteri.

b) Kekeruhan
Air dikatakan keruh, apabila air tersebut mengandung begitu banyak partikel bahan yang
tersuspensi sehingga memberikan wama dan rupa yang berlumpur dan kotor. Bahan-
bahan yang menyebabkan kekeruhan ini meliputi: tanah liat, lumpur, bahan-bahan
organik yang tersebar secara baik dan partikel-partikel kecil yang tersuspensi lainnya.

Kekeruhan disebabkan oleh banyak faktor, antara lain adanya bahan yang tidak larut
seperti debu, tanah liat, bahan organik, anorganik dan mikroorganisme air. Kekeruhan
berakibat air menjadi tidak jenih dan kotor. Kekeruhan mengganggu penetrasi sinar
matahari, yaitu mengakibatkan terbatasnya cahaya yang masuk ke dalam air, sehingga
mengganggu fotosintesa tanaman. Hal ini terjadi karena adanya bahan terapung, lumpur
yang melayang dan lain sebagainya.

c) Temperatur
Temperatur air berbeda-beda sesuai dengan iklim dan musim. Temperatur air limbah
lebih tinggi dari temperatur air normal karena adanya penambahan panas dari aktifitas di
sumber. Temperatur merupakan parameter penting karena efeknya terhadap reaksi kimia,
kecepatan reaksi, kehidupan aquatik dan kesesuaian air untuk kepentingan tertentu.
Dampak negatifnya antara lain menyebabkan konsentrasi oksigen di badan air penerima
turun. Perubahan temperatur secara tiba-tiba dapat menyebabkan kematian organisme
perairan.

Tidak semua standar persyaratan mutu air mencantumkan temperatur sebagai salah satu
pedoman. Meski demikian, beberapa peraturan memasukkan temperatur sebagai salah
satu standar yang berfungsi untuk :
1) Menjaga penerimaan masyarakat terhadap kualitas air minum (10C - 15C).
2) Menjaga derajat toksisitas dan kelarutan bahan pencemar yang terdapat dalam air
sekecil mungkin.
3) Menjaga temperatur air agar sebisa mungkin tidak menguntungkan bagi pertumbuhan
mikroorganisme dan virus dalam air.

3|Page
d) Bau dan Rasa
Bau dan rasa biasanya terjadi bersama-sama dan disebabkan oleh adanya bahan-bahan
organik yang membusuk. Karena pengukuran bau dan rasa itu tergantung pada reaksi
individual maka hasil yang dilaporkan tidak mutlak.

Air limbah yang mengalami proses degradasi akan menghasilkan bau. Hal ini disebabkan
karena adanya zat organik terurai secara tak sempurna dalam air limbah. Selain itu juga
bau timbul karena adanya zat-zat organik yang telah berurai dalam limbah mengeluarkan
gas-gas seperti sulfida atau amoniak yang menimbulkan bau karena adanya campuran dari
nitrogen, sulfur dan fospor yang berasal dari pembusukan protein yang dikandung limbah.
Bau menunjukkan apakah air limbah masih baru atau sudah membusuk. Bau biasanya
timbul pada limbah yang sudah lama, tetapi ada juga yang muncul pada limbah baru. Hal
ini dikarenakan sumber pencemar yang berbeda.

1.2. Standar Mutu Air Secara Kimia


Kandungan bahan kimia yang ada di dalam air limbah dapat merugikan lingkungan. Bahan
kimia yang terdapat dalam air menentukan tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan.
Semakin besar jumlah zat kimia yang terkandung maka semakin terbatas pula penggunaan air
tersebut. Ada dua sifat dari bahan kimia yaitu organik dan anorganik. Bahan kimia organik di
antaranya adalah karbon (C), hidrogen (H), oksigen (0) dan nitrogen (N) atau dapat berupa
protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Sedangkan bahan kimia anorganik di antaranya
adalah besi (Fe), crom (Cr), mangan (Mn), belerang (S) dan logam berat lainnya seperti timbal
(Pb).

a) Parameter Kimia Anorganik

1. Oksigen terlarut (DO)


DO adalah banyaknya oksigen yang terkandung di dalam air dan diukur dalam satuan
miligram per liter (mg/l). Oksigen yang terlarut ini dipergunakan sebagai tanda derajat
pengotoran limbah yang ada. Semakin besar oksigen yang terlarut, maka menunjukkan
derajat pengotoran yang relatif kecil.

2. BOD (Biochemical Oxygen Demand)


BOD adalah banyaknya oksigen dalam ppm atau miligram per liter (mg/l) yang
diperlukan untuk menguraikan benda organik oleh bakteri, sehingga limbah tersebut
menjadi jernih kembali. Apabila dalam air banyak mengandung bahan-bahan organik,
akan mengakibatkan semakin banyaknya oksigen yang diperlukan oleh bakteri untuk
menguraikan bahan-bahan organik tersebut, sehingga kandungan oksigen dalam air akan
semakin menurun. Semakin besar angka BOD menunjukkan tingkat kekotoran air limbah
semakin besar. Pengukuran BOD penting, karena merupakan parameter untuk
menentukan daya cemar air limbah.

3. COD (Chemical Oxygen Demand)


COD adalah banyaknya oksigen dalam ppm atau miligram per liter (mg/l) yang
dibutuhkan dalam kondisi khusus untuk menguraikan benda organik secara kimiawi
(Sugiharto, 1987 : 6). Kebutuhan oksigen kimiawi menggambarkan jumlah total oksigen
yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi. Keberadaan bahan
4|Page
organik dapat berasal dari alam ataupun dari aktivitas rumah tangga dan industri, misalnya
industri makanan. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20
mg/liter, sedangkan pada perairan yang tercemar dapat lebih dari 200 mg/liter dan pada
limbah industri dapat mencapai 60.000 mg/liter.

4. Derajat Keasaman (pH)


pH adalah parameter yang menunjukkan konsentrasi aktivitas ion hydrogen di dalam air
dan merupakan ukuran mutu dari air. Pada air yang normal, yang tidak bersifat asam
maupun bersifat basa, mempunyai nilai pH = 7.
Adapun kadar pH yang baik adalah kadar di mana masih memungkinkan kehidupan
biologis di dalam air berjalan dengan baik (Sugiharto, 1987:31). Sebagian biota akuatik
sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7 – 8,5. Nilai pH sangat
mempengaruhi proses biokimiawi perairan.

5. Kromium
Kromium (Cr) termasuk unsur yang jarang ditemukan pada perairan alami. Kadar
maksimum yang diperkenankan bagi kepentingan air minum adalah 0,05 mg/liter. Garam-
garam kromium yang masuk ke dalam tubuh manusia akan segera dikeluarkan oleh tubuh.
Akan tetapi, jika kadar kromium tersebut cukup besar akan mengakibatkan kerusakan
pada sistem pencernaan.

6. Ammonia
Ammonia banyak digunakan dalam proses produksi urea, industri bahan kimia (asam
nitrat, ammonium, fosfat, ammonium nitrat, dan ammonium sulfat), serta industri bubur
kertas dan kertas (pulp dan paper). Kadar ammonia pada perairan alami biasanya kurang
dari 0,1 mg/liter. Kadar ammonia bebas yang tidak terionisasi (NH 3), pada perairan tawar
sebaiknya tidak lebih dari 0,02 mg/liter. Jika kadar ammonia bebas lebih dari 0,2 mg/liter,
perairan bersifat toksik bagi beberapa jenis ikan.

7. Sianida
Sianida merupakan senyawa yang sangat beracun terhadap manusia karena dalam jumlah
yang sangat kecil sudah dapat menimbulkan keracunan dan merusak organ hati
(Sugiharto, 1987 : 47).

8. Nitrit
Di perairan alami, nitrit (NO2) biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit,
lebih sedikit dari nitrat. Kadar nitrit pada perairan relatif kecil karena segera dioksidasi
menjadi nitrat. Nitrit merupakan bentuk peralihan (intermediate) antara ammonia dan
nitrat (nitrifikasi), dan antara nitrat dan gas nitrogen (denitrifikasi). Denitrifikasi
berlangsung pada kondisi anaerob (Effendi, 2003).
Nitrit beracun terhadap udang dan ikan karena mengoksidasi Fe 2+ di dalam hemoglobin.
Dalam bentuk ini, kemampuan darah untuk mengikat oksigen sangat merosot. Mekanisme
toksisitas dari nitrit adalah pengaruhnya terhadap transport oksigen dalam darah dan
kerusakan jaringan (Kordi dan Tancung, 2007).

9. Nitrat

5|Page
Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrient
utama bagi pertumbuhan tanaman dan alage. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi
sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi
ammonia menjadi nitrit dan nitrat adalah proses yang berlangsung pada kondisi aerob.
Oksidasi ammonia menjadi nitrit dilakukan oleh bakteri Nitrosomonas, sedangkan
oksidasi nitrit menjadi nitrat dilakukan oleh bakteri Nitrobacter (Effendi, 2003).
Tinja hewan merupakan faktor penyumbag besar dalam meningkatnya nitrat (Effendi,
2003).
Nitrat tidak bersifat toksik terhadap organisme akuatik. Namun, jika kadarnya terlalu
tinggi, dapat menyebabkan tumbuhnya alga yang berlebih atau biasa disebut algae bloom
(Effendi, 2003).
Apabila tidak tersedia cukup oksigen terlarut dalam air, maka nitrit tidak dapat berubah
menjadi nitrat. Sehingga, akan terjadi kelimpahan Nitrit dalam badan air (Djokosetiyanto
et.al, 2006). Sementara menurut Kawai et al. (1965) dalam Spotte (1970), proses
nitrifikasi lebih efisien pada kondisi tegangan oksigen tinggi. Namun, pengubahan
ammonia dan nitrit masih berlangsung meskipun pada kondisi kandungan oksigen rendah.

10. Total Phosphat


Total P menggambarkan jumlah total fosfor, baik berupa partikulat maupun terlarut,
anorganik, maupun organik. Fosfor banyak digunakan sebagai pupuk, sabun atau
detergen, bahan industri keramik, minyak pelumas, produk minuman dan makanan,
katalis, dan sebagainya (Effendi, 2003).
Fosfor tidak bersifat toksik bagi manusia, hewan, dan ikan. Namun, keberadaan fosfor
secara berlebihan yang disertai dengan keberadaan nitrogen dapat menstimulir ledakan
pertumbuhan algae di perairan (algae bloom). Algae yang berlimpah ini dapat membentuk
lapisan pada permukaan air, yang selanjutnya dapat menghambat penetrasi oksigen dan
cahaya matahari sehingga kurang menguntungkan bagi ekosistem perairan. Pada saat
perairan cukup mengandung fosfor, algae mengakumulasikan fosfor di dalam sel melebihi
kebutuhannya. Fenomena yang demikian dikenal dengan istilah konsumsi lebih (luxury
consumption). Kelebihan fosfor yang diserap akan dimanfaatkan pada saat perairan
mengalami defisiensi fosfor, sehingga algae masih dapat tumbuh selama beberapa waktu
selama periode kekurangan pasokan fosfor (Effendi, 2003).

11. Tembaga (Cu)


Tembaga atau copper merupakan logam berat yang dijumpai pada perairan alami.
Namun, pada jumlah tertentu tembaga dapat mengurangi pertumbuhan alga dengan
menghambat penyerapan silika oleh diatom sehingga mengganggu proses
pertumbuhannya.Tembaga juga digunakan sebagai molusida yang berfungsi untuk
membunuh moluska (Effendi, 2003). Artinya, logam tembaga tidak saja berbahaya bagi
ikan, namun dapat menyebabkan kematian juga pada hewan moluska.

12. Seng (Zn)


Seng termasuk unsur yang terdapat dalam jumlah berlimpah di alam. Silika terlarut dapat
meningkatkan kadar seng, karena Silika mengikat seng. Jika perairan bersifat asam,
kelarutan seng meningkat. Kadar seng pada perairan alami adalah kurang dari 0,05
mg/liter (Moore, 1991, dalam Effendi 2003)
6|Page
Seng dapat memengaruhi jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh darah pada ikan (Heath,
1995). Konsentrasi seng yang berlebihan dapat menurunkan penyerapan tembaga dan
besi. Seng dalam bentuk bebas sangat bersifat toksik bagi tumbuhan, organisme
invertebrata, bahkan ikan vertebrata (Eisler, 1993).

13. Timbal (Pb)


Timbal tidak termasuk unsur yang esensial bagi makhluk hidup, bahkan unsur ini bersifat
toksik bagi hewan dan manusia karena dapat terakumulasi pada tulang (Effendi, 2003).
Toksisitas timbal terhadap organisme akuatik berkurang dengan meningkatnya kesadahan
dan kadar oksigen terlarut. Timbal dapat menutupi lapisan mukosa pada organism akuatik,
dan selanjutnya dapat mengakibatkan sufokasi (Moore, 1991 dalam Effendi, 2003).

b) Parameter Kimia Organik


1. Lemak dan Minyak
Lemak dan minyak merupakan komponen utama bahan makanan yang juga banyak
didapatkan di dalam air limbah. Apabila lemak tidak dihilangkan sebelum dibuang ke
saluran air limbah dapat mempengaruhi kehidupan yang ada di permukaan air dan
menimbulkan lapisan tipis di permukaan sehingga membentuk selaput (Sugiharto, 1987 :
29).

Setiap industri memiliki parameter kunci yang dapat menunjukkan terjadinya pencemaran atau
tidak. Parameter yang menunjukkan mutu air secara fisika adalah sebagai berikut:

1. TDS (Total Dissolved Solid)


Padatan terlarut total (TDS) adalah bahan-bahan terlarut (diameter , 10 -6 mm) dan koloid
(diameter 10-6 mm – 10-3 mm) yang berupa senyawa-senyawa kimia dan bahan-bahan lain,
yang tidak tersaring pada kertas saring berdiameter 0,45 μm. TDS biasanya disebabkan
oleh bahan anorganik yang berupa ion-ion yang biasa ditemukan di perairan.
Nilai TDS perairan juga sangat dipengaruhi oleh pelapukan batuan, limpasan dari tanah,
dan pengaruh antropogenik (berupa limbah domestic dan industri). Bahan-bahan
tersuspensi dan terlarut pada perairan alami tidak bersifat toksik, akan tetapi jika
berlebihan, dapat meningkatkan nilai kekeruhan, yang akan menghambat penetrasi cahaya
matahari ke kolom air dan akhirnya berpengaruh terhadap proses fotosintesis di perairan.

2. TSS (Total Suspended Solid)


Padatan tersuspensi total (TSS) adalah bahan-bahan yang tersuspensi total (diameter >1
μm) yang tertahan pada saringan milipore dengan diameter poti 0,45 μm. TSS terdiri atas
lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik, yang terutama disebabkan oleh kikisan
tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air.

7|Page
Gambar 1. Skema pembagian zat padat pada air limbah

1.3. Standar Mutu Air Secara Mikrobiologi


Secara biologis mutu air dapat ditentukan oleh jumlah mikroorganisme patogen dan
nonpatogen. Mikroorganisme patogen bisa berwujud bakteri, virus atau spora pembawa bibit
penyakit. Sedangkan mikroorganisme nonpatogen sebaliknya, meskipun relatif tidak
berbahaya bagi kesehatan, kehadirannya akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak enak.
Pemeriksaan biologis di dalam air bertujuan untuk mengetahui adanya mikroorganisme
patogen di dalam air. Sumber utama organisme patogen berasal dari kotoran penderita dan
kotoran hewan yang dibuang melalui air limbah rumah tangga atau peternakan. Secara umum
parameter biologis dikelompokkan sebagai berikut:
 Organisme coliform, untuk menguji kemungkinan adanya bakteri patogen dan efektifitas
proses klorinisasi.
 Mikroorganisme khusus, untuk menguji kemungkinan adanya organisme khusus sehubungan
dengan instalasi dan pemakaian kembali air limbah.

2. Penggolongan Air Sesuai Peruntukannya


Klasifikasi mutu air berdasarkan PP RI No. 82 Tahun 2001 Pasal 8 Ayat 1 ditetapkan menjadi
4 (empat) kelas, yaitu:

a) Air Kelas Satu,


Yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.

b) Air Kelas Dua,


Yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air,
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.

c) Air Kelas Tiga,


Yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar,
peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
8|Page
d) Air Kelas Empat,
Yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.

3. Metode Pengukuran untuk Menentukan Status Mutu Air


Sesuai dengan peraturan perundangan PP RI No. 82 Tahun 2001, untuk menentukan status
mutu air digunakan dua cara, yaitu metode storet dan metode indeks pencemaran (PI).

3.1. Metode Storet


Metode Storet merupakan salah satu metode untuk menentukan status mutu air yang umum
digunakan. Metode Storet adalah metode yang digunakan untuk mengetahui parameter-
parameter apa saja yang telah memenuhi atau melampaui baku mutu air. Secara prinsip
metode Storet adalah membandingkan antara data mutu air dengan baku mutu air yang
disesuaikan dengan peruntukannya guna menentukan status mutu air. Melalui metode ini
dapat diketahui parameter-parameter yang telah memenuhi atau melampaui standar baku mutu
air.
Cara untuk menentukan status mutu air adalah dengan menggunakan sistem nilai dan "US-
EPA (Environmental Protection Agency)" dengan mengklasifikasikan mutu air dalam empat
kelas, yaitu :

Tabel 1 Klasifikasi Status Mutu Air US-EPA

No Kelas Kategori Skor Keterangan


1 Kelas A Baik sekali 0 Memenuhi baku mutu
2 Kelas B Baik -1 s/d -10 Tercemar ringan
3 Kelas C Sedang -11 s/d -30 Tercemar sedang
4 Kelas D Buruk ≥ -31 Tercemar berat
Sumber : US-EPA dalam Lampiran I Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No: 115 Tahun
2003

Penentuan status mutu air dengan menggunakan metode Storet dilakukan dengan langkah-
langkah sebagai berikut :
1. Mengumpulkan data mutu air dan debit air secara periodik sehingga membentuk data dari
waktu ke waktu (time series data).
2. Membandingkan data hasil pengukuran dari masing-masing parameter air derman nilai baku
mutu yang sesuai dengan kelas air.
3. Jika hasil pengukuran memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran<baku mutu) maka
diberi skor 0.
4. Jika hasil pengukuran tidak memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran > baku mutu),
maka diberi skor seperti yang ditampilkan pada table berikut ini :

Tabel 2 Penentuan Sistem Nilai Untuk Menentukan Status Mutu Air

9|Page
Jumlah Parameter
Nilai
Contoh Fisika Kimia Biologi
Maksimum -1 -2 -3
< 10 Minimum -1 -2 -3
Rata-rata -2 -6 -9
Maksimum -2 -4 -6
> 10 Minimum -2 -4 -6
Rata-rata -6 -12 -18
Slumber : Canter (1977)

5. Jumlah negatif dari seluruh parameter dihitung dan ditentukan status mutunya dari jumlah
skor yang didapat dengan menggunakan sistem nilai.

3.2. Metode Indek Pencemaran (PI)


Indeks ini memiliki konsep yang berlainan dengan Indeks Mutu Air (Water Quality Index).
Indeks Pencemaran (PI) ditentukan untuk suatu peruntukan, kemudian dapat dikembangkan
untuk beberapa peruntukan bagi seluruh bagian badan air atau sebagian dari suatu sungai.
Pengelolaan mutu air atas dasar Indeks Pencemaran (IP) dapat memberi masukan pada
pengambilan keputusan agar dapat menilai mutu badan air untuk suatu peruntukkan serta
melakukan tindakan untuk memperbaiki mutu jika terjadi penurunan mutu akibat adanya
senyawa pencemar. IP mencakup berbagai kelompok parameter mutu yang independen dan
bermakna.

Apabila Lij menyatakan konsentrasi parameter mutu air yang dicantumkan dalam Baku
Peruntukan Air (j), dan Ci menyatakan konsentrasi parameter mutu air (i) yang diperoleh dari
hasil analisis sampel air pada suatu lokasi pengambilan dari suatu alur sungai, maka PIj adalah
Indeks Pencemaran bagi peruntukan (j) yang merupakan fungsi dari Ci/Lij.

PIj = (C1/L1j, C2/L2j,… ,Ci/Lij

Tiap nilai Ci/Lij menunjukkan pencemaran relatif yang diakibatkan oleh parameter mutu air.
Nisbah ini tidak mempunyai satuan. Nilai Ci/Lij = 1,0 adalah nilai yang kritik, karena nilai ini
diharapkan untuk dipenuhi bagi suatu Baku Mutu Peruntukan Air. Jika Ci/Lij >1,0 untuk suatu
parameter, maka konsentrasi parameter ini harus dikurangi atau disisihkan, kalau badan air
digunakan untuk peruntukan (j). Jika parameter ini adalah parameter yang bermakna bagi
peruntukan, maka pengolahan mutlak hares dilakukan bagi air itu.

Pada model PI digunakan berbagai parameter mutu air, maka pada penggunaannya dibutuhkan
nilai rata-rata dari keseluruhan nilai Ci/Lij sebagai tolak-ukur pencemaran, tetapi nilai ini
tidak akan bermakna jika salah satu nilai Ci/Lij bernilai lebih besar dari 1 . Jadi indeks ini
harus mencakup nilai Ci/Lij yang maksimum

Pij = {(Ci/Lij)R,(Ci/Lij)M)

Dengan :
10 | P a g e
(Ci/Lij)R : nilai ,Ci/Lij rata-rata
(Ci/Lij)M : nilai ,Ci/Lij maksimum

Jika (Ci/Lij)R merupakan ordinat dan (Ci/Lij)M merupakan absis maka Pij merupakan titik
potong dan (Ci/Lij)R dan (Ci/Lij)M dalam bidang yang dibatasi oleh kedua sumbu tersebut,
seperti yang terlihat pada gambar berikut ini.

Gambar 1. Pernyataan Indeks untuk suatu Peruntukan (j)

Perairan akan semakin tercemar untuk suatu peruntukan (j) jika nilai (Ci/Lij )R dan atau
(Ci/Lij)M adalah lebih besar dari 1,0. Jika nilai maksimum Ci/Lij dan atau nilai rata-rata
Ci/Lij semakin besar, maka tingkat pencemaran suatu badan air akan semakin besar juga. Jadi
panjang garis dari titik asal hingga titik Pij diusulkan sebagai faktor yang memiliki makna
untuk menyatakan tingkat pencemaran.

PIj=m √ { PIj 2R , (Ci/ Lij)2M }

Dengan:
m = faktor penyeimbang
PIj R = Indekss Pencemaran bagi peruntukan rata-rata
(Ci/Lij)M = nilai,Ci/Lij maksimum

Keadaan kritik digunakan untuk menghitung nilai m


Plj = 1,0 jika nilai maksimum Ci/Lij = 1,0 dan nilai rata-rata Ci/Lij = 1,0
maka 1,0 = m (1)2 +(1)2

m = 1/ √ 2 , maka persamaan menjadi

{(Ci / Lij)2R , (Ci/ Lij)2M }


PI =m
√ 2

Dengan:
m = faktor penyeimbang
PIj = Indekss Pencemaran bagi peruntukan
(Ci/Lij)R = nilai,Ci/Lij rata-rata
(Ci/Lij)M = nilai,Ci/Lij maksimum

11 | P a g e
Metode ini dapat langsung menghubungkan tingkat pencemaran dengan dapat atau tidaknya
sungai dipakai untuk penggunaan tertentu dan dengan nilai parameter- parameter tertentu.

Tabel 3 Evaluasi terhadap nilai PI


No Nilai PIj Keterangan
1 0 ≤ PIj ≤ 1,0 Memenuhi baku mutu (kondisi baik)
2 1,0 < PIj ≤ 5,0 Tercemar Ringan
3 5,0 ≤ PIj ≤ 10 Tercemar Sedang
4 PIj > 10 Tercemar Berat
Sumber : Anonim dalam Lampiran II Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No: 115 Tahun
2003

Jika Lij menyatakan konsentrasi parameter mutu air yang dicantumkan dalam Baku Mutu
suatu Peruntukan Air (j), dan Ci menyatakan konsentrasi parameter mutu air (i) yang
diperoleh dari hasil analisis sampel air pada suatu lokasi pengambilan dari suatu alur sungai,
maka Plj adalah Indeks Pencemaran bagi peruntukan yang merupakan fungsi dari Ci/Lij.

Harga Pij ini dapat ditentukan dengan cara :


1. Memilih parameter-parameter yang j ika harga parameter rendah maka mutu air akan
membaik.
2. Memilih konsentrasi parameter baku mutu yang tidak memiliki rentang.
3. Menghitung harga Ci/Lij untuk tiap parameter pada setiap lokasi pengambilan sampel
(cuplikan).
4. Ada tiga kemungkinan:
a. Jika nilai konsentrasi parameter yang menurun menyatakan tingkat pencemaran
meningkat, misal DO. Menentukan nilai teoritik atau nilai maksimum Cim (misal
untuk DO, maka Cim merupakan nilai DO jenuh). Dalam kasus ini nilai hasil
pengukuran digantikan oleh nilai Ci/Lij hasil perhitungan, yaitu :

(C M −Ci hasil pengukuran)


(Ci /Lij)baru =
(Ci−Lij)

b. Jika nilai baku Lij memiliki rentang

Untuk Ci < Lij rata-rata

(Ci−Lj rata−rata)
(Ci /Lij)baru =
{ ( Lj ) min−( Lj ) rata−rata}

Untuk Ci > Lij rata-rata


(Ci−Lj rata−rata)
(Ci /Lij)baru =
{ ( Lj ) max−( Lj ) rata−rata }

12 | P a g e
c. Keraguan timbul jika dua nilai (Ci/Lij) berdekatan dengan nilai acuan 1,0, misal
Cl/L1j = 0,9 dan C2/L2j = 1,1 atau perbedaan yang sangat besar, misal C3/L3j = 5,0
dan C4/1,4j = 10,0. Dalam contoh ini tingkat kerusakan badan air sulit ditentukan.
Cara untuk mengatasi kesulitan ini adalah:
1) Penggunaan nilai (Ci/Lij) hasil pengukuran kalau nilai ini lebih kecil dan 1,0.
2) Penggunaan nilai (Ci/Lij)baru jika nilai (Ci/Lij) hasil pengukuran lebih besar dari
1,0. (Ci/Lij)baru = 1,0 + P. Log(Ci/Lij) hasil pengukuran P adalah konstanta dan
nilainya ditentukan dengan bebas dan disesuaikan dengan hasil pengamatan
lingkungan dan atau persyaratan yang dikehendaki untuk suatu peruntukan
(biasanya digunakan nilai 5).

5. Menentukan nilai rata-rata dan nilai maksimum dari keseluruhan Ci/Lij ((Ci/Li) R dan
(Ci/Lij)M).

6. Menentukan harga Pij


{(Ci /Lij)2R , (Ci /Lij)2 M }
Plj=m
√ 2

4. Pengolahan Kualitas Air


Pengolahan kualitas air merupakan usaha-usaha teknis yang dilakukan untuk merubah sifat-
sifat suatu zat cair. Dalam proses pengolahan air, umunya dikenal dengan dua cara :
 Pengolahan sebagian (partial treatment process) : hanya meliputi satu pengolahan saja,
misalnya pengolahan kimiawi/bakterilogik. Umumnya digunakan pada air yang
sumbernya berasal dari mata air/ air sumur.

Gambar 3. Instalasi Pengolahan Air Sebagian

 Pengolahan lengkap (complete treatment process) : pengolahan ini meliputi pengolahan


fisik, kimiawi, dan bekteriologik. Umumnya digunakan pada air yang sumbernya berasal
dari air sungai. Umumnya sistem pengolahan lengkap dibagi menjadi 3 tingkatan
pengolahan, yaitu :

13 | P a g e
1. Pengolahan fisik : suatu tingkatan pengolahan yang bertujuan untuk
mengurangi/menghilangkan kotoran-kotoran yang kasar, penyisihan lumpur dan
pasir, serta mengurangi kadar zat-zat organik yang ada dalam air yang akan diolah.
2. Pengolahan kimiawi : suatu tingkatan pengolahan yang dengan zat-zat kimia
bertujuan untuk membantu proses pengolahan selanjutnya, misalnya dengan
penambahan kapur
3. Pengolahan bakteriologis : suatu tingkat pengolahan untuk membunuh/memusnahkan
bakteri-bakteri yang terkandung dalam air minum yakni dengan cara membubuhkan
kaporit/zat desinfektan.

Gambar 4. Instalasi Pengolahan Air Lengkap

Sebelum dialirkan ke bangunan instalasi pengolahan air minum (WTP), air baku yang ada di
alam tentunya harus ditampung dahulu atau diarahkan pada suatu tempat yang diarahkan pada
suatu tempat yang dinamakan bangunan penangkap air baku. Macam dan jenis bangunan
penangkap air baku :

14 | P a g e
 Broncaptering
Merupakan bangunan penangkap air artesis yang muncul ke permukaan tanah secara alami.
Airnya ditampung sedemikian rupa dengan konstruksi bangunan yang tidak mengganggu
system pengalirannya, kemudian airnya dialirkan dengan system perpipaan/tanpa dialirkan
untuk dimanfaatkan masyarakat sebagai air minum. Fungsinya sangat penting untuk menjaga
kontinuitas pengaliran (mengontrol fluktuasi debit yg masuk) dan kualitas (menjaga dari
pencemaran). Kualitas mata air relative baik, dibandingkan dengan sumber air dari
permukaan, dan secara kuantitas jmlahnya sangat terbatas pada beberapa daerah tertentu saja.

Pengumpulan air dari sumber mata air harus menjaga kondisi tanah di sekitarnya. Air
permukaan tidak boleh meresapdan bercampur dengan mata air. Suatu dinding dibangun di
kedalaman dimana air meresap ke dalam ruang pengumpul air. Ruang pengumpul dilengkapi
dengan pipa, katup, dan manhole sesuai kebutuhan. Tangki dapat dikosongkan dengan adanya
saluran dan pipa overflow.

Gambar 5. Broncaptering

 Bangunan pengambilan air baku (intake)

Intake adalah suatu konstruksi yang berguna untuk mengambil air dari sumber air di
permukaan tanah seperti reservoir, sungai, danau, atau kanal. Konstruksi intake disesuaikan
menurut konstruksi bangunan air, dan umumnya secara kuantitas airnya cukup banyak. Lokasi
intake harus memperhatikan beberapa factor di bawah ini :

1) Berlokasi di tempat dimana tidak terdapat arus/aliran kuat yang dapat merusak intake
2) Selama banjir, air tidak boleh masuk ke dalam intake
3) sebaiknya sedekat mungkin dengan stasiun pemompaan
4) pasokan tenaga harus tersedia dan dapat digunakan
5) Angina yang menyebabkan sedimentasi harus dihindari
6) Lokasi harus mudah dijangkau dan dekat dengan tempat pengolahan sehingga
meminimalkan biaya perpipaan
7) Lokasi sebaiknya tidak berada di wilayah cekungan
8) Tanah harus stabil
15 | P a g e
9) Bangunan intake harus kedap air
10) Sebaiknya terletak agak jauh dari bahu sungai untuk mencegah kemungkinan
pencemaran
11) Pipa inlet ditempatkan di bawah permkaan sungai atau danau untuk mencegah benda-
benda yang mengapung

Gambar 6. Bangunan Intake

Bangunan intake terdiri dari empat macam, yaitu :

1) Reservoir intake (Intake Tower)


Intake tower terletak pada bagian pelimpahan atau dekat sisi bendungan. Pondasi menara
(tower) terpisah dari bendungan dan dibangun pada bagian hulu. Menara terdiri atas beberapa
inlet yang terletak pada ketinggian yang bervariasi untuk mengantisipasi fluktuasi tinggi muka
air dapat mengalir secara gravitasi ke fasilitas penjernihan air, maka intake tower tidak
diperlukan

Gambar 7. Reservoir intake

2) River intake
River intake terdiri atas sumur beton berdiameter 3-6 m yang dilengkapi 2 atau lebih pipa
besar yang disebut penstock. Pipa-pipa tersebut dilengkapi dengan katup sehingga

16 | P a g e
memungkinkan air memasuki intake secara berkala. Air yang terkumpul dalam sumur
kemudian dipompa dan dikirim kedalam instalasi pengolahan. River intake terletak pada
bagian hulu kota untuk menghindari pencemaran oleh air buangan.

Gambar 8. River intake

3) Lake intake
Lake intake terdiri atas satu atau lebih ipa bell mouthed yang dipasang di dasar danau. Bell
mouthed ditutup dengan saringan (screen). Sebagai penyangga pipa dibuat jembatan yang
menghubungkan pipa dari danau menuju tempat pengolahan.

Gambar 9. Lake intake

17 | P a g e
4) Canal intake
Canal intake terdiri atas sumur beton yang dilengkapi dengan pipa bell-mouthe yang terpasang
menghadapke atas. Terdapat saringan halus pada bagian atas untuk mencegah masuknya ikan-
ikan kecil dan benda-benda terapung. Ruangan juga dilapisi dengan saringan dari kerikil.

Gambar 10. Lake intake

Intake juga dilengkapi dengan beberapa peralatan penunjang, antara lain :


1) Pipa inlet, berfungsi untuk membawa air masuk ke dalam intake
2) Gate valve, berfungsi untuk mengatur debit yaliran air dengan jalan membuka dan
menutup aliran
3) Screen, berfungsi untuk menyaring kotoran atau suspended solid yang mungkin terbawa
dalam air
4) Overflow, berfungsi untuk mengeluarkan kelebihan air sehingga tinggi muka air dalam
bak tetap konstan
5) Ventilasi, berfungsi menjaga tekanan udara dalam intake agar selalu sama dengan
tekanan udara luar
6) Pompa, berfungsi untuk menaikkan air dari sumber
7) Drain, berfungsi untuk menguras
8) Bak mom, berfungsi untuk membubuhkan desinfektan
9) Pipa outlet, berfungsi untuk membawa air keluar dari intake
10) Ruang operator

Jenis bengunan intake sangat tergantung dari lokasi sumber air bakunya, juga factor biaya baik
konstruksi, operasional, maupun pemeliharaannya. Selain itu juga tergantung dengan tingkat
sedimentasi dari lokasi sumber air baku. Factor estetis juga bisa menjadi pertimbangan,

18 | P a g e
kombinasi dari beberapa tipe bangunan intake juga bisa dilakukan untuk mengakomodir
kondisi lapangan.

5. Tahapan pengolahan air bersih


a) Penyaringan dan Pengendapan (Bangunan Pengendap Pertama)
Penyaringan dan pengendapan bertujuan untuk memisahkan air baku dari zat-zat, seperti:
sampah, daun, rumput, pasir dan lain-lain berdasarkan berat jenis zat.

Penyaringan (filtrasi)
Penyaringan (filtrasi) adalah suatu operasi pemisahan campuran antara padatan dan cairan
dengan melewatkan umpan (padatan + cairan) melalui medium penyaring. Proses filtarsi
banyak dilakukan di industri, misalnya pada pemurnian air minum, pemisahan kristal-kristal
garam dari cairan induknya, pabrik-kertas dan lain-lain. Untuk semua proses filtrasi, umpan
mengalir disebabkan adanya tenaga dorong berupa beda tekanan, sebagai contoh adalah akibat
gravitasi atau tenaga putar. Secara umum filtrasi dilakukan bila jumlah padatan dalamsuspensi
relatif lebih kecil dibandingkan zat cairnya.
Menurut prinsip kerjanya filtrasi dapat dibedakan atas beberapa cara, yaitu:
 Pressure Filtration : Filtrasi yang dilakukan dengan menggunakan tekanan.
 Gravity Filtration : Filtrasi yang cairannya mengalir karena gaya berat.
 Vacum Filtration : Filtrasi dengan cairan yang mengalir karena prinsip hampa udara
(penghisapan).

Pengendapan (Sedimentasi)
Pengendapan (sedimentasi) berfungsi untuk mengendapkan partikel-partikel pada dari sungai
dengan gaya gravitasi. Pada proses ini tidak ada pembubuhan zat kimia. Proses pengendapan
bertujuan untuk menjaga aliran air yang masuk supaya tenang (laminer), sehingga
pengendapan dapat terjadi secara gravitasi.
Hasil pengendapan pada unit ini adalah terbentuknya lumpur endapan pada dasar bak, yang
harus dikeluarkan/digelontor pada setiap oeriode agar tidak terjadi pembusukan

b) Pembubuhan Koagulan (Koagulasi)


Koagulasi adalah proses pembubuhan bahan kimia Al2(SO4)3 (Tawas) kedalam air agar
kotoran dalam air yang berupa padatan resuspensi misalnya zat warna organik, lumpur halus,
bakteri dan lain-lain dapat menggumpal dan cepat ntuk membatu proses pengendapan
partikel-partikel kecil yang tidak bisa mengendap secara gravitasi. Koagulan dapat
dibubuhkan secara gravitasi maupun menggunakan pompa.
Di dalam pembubuhan koagulan terdapat bangunan pengaduk cepat. Unit ini berfungsi untuk
meratakan bahan/zat kimia (koagulan) agar dapat bercampur secara sempurna. Cara
pengadukan ada dua menggunakan alat mekanis dan penerjun air (dengan bantuan udara
bertekanan).

19 | P a g e
Gambar 11. Bangunan Pengaduk Cepat

c) Flokulasi
Flokulasi adalah proses pembentukan flok sebagai akibat gabungan dari koloid-koloid dalam
air baku (air sungai) dengan koagulan. Pembentukan flok akan terjadi dengan baik jika di
tambahkan koagulan kedalam air baku (air sungai) kemudian dilakukan pengadukan lambat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk floc adalah :
 Kekeruhan pada baku air
 Tipe dari padatan (suspended solid)
 pH
 Alkalinity
 Bahan koagulan yang digunakan
 Lama pengadukan

20 | P a g e
Gambar 12. Bangunan Flokulasi

d) Sedimentasi (Bangunan Pengendap Kedua)


Setelah proses koagulasi dan flokulasi, air tersebut di diamkan sampai gumpalan kotoran yang
terjadi mengendap semua. Setelah kotoran mengendap air akan tampak lebih jernih.Unit ini
berfungsi mengendapkan floc yang terbentuk pada unit bak pembentuk floc. Penanganan unit
ini sama dengan unit bak pengendap pertama
Unit terdiri dari accelator clarifier (bak pengendapan) dan pulsator clarifier (alat
pengendapan).

21 | P a g e
Gambar 13. Bangunan Pengendap Kedua

Pada proses pengendapan tidak semua gumpalan kotoran dapat diendapkan semua. Butiran
gumpalan kotoran kotoran dengan ukuran yang besar dan berat akan mengendap, sedangkan
yang berukuran kecil dan ringan masih melayang-layang dalam air. Untuk mendapatkan air
yang betul-betul jernih harus dilakukan proses penyaringan. Penyaringan dilakukan dengan
mengalirkan air yang telah diendapkan kotorannya ke bak penyaring yang terdiri dari saringan
pasir silika.

e) Desinfeksi
Pemberian desinfektan (gas khlor) pada air hasil penyaringan bertujuan agar dapat mereduksi
konsentrasi bakteri secara umum dan menghilangkan bakteri pathogen (bakteri penyebeb
penyakit). Proses disinfeksi ini adalah bertujuan untuk membunuh bakteri / virus yang masih
terdapat pada air bersih ini. Adapun yang termasuk macam proses disinfeksi adalah sebagai
berikut :
 Pembubuhan gas chlor
 Pembubuhan kaporit
 Ozonisasi
 Penyinaran ultra violet
 Memasak hingga mendidih

6. Pengolahan Air Minum


Sistem pengolahan air minum berfungsi untuk merubah kualitas air yang semula tidak
memenuhi syarat kesehatan menjadi air yang memenuhi syarat kesehatan, sehingga aman
untuk dikonsumsi manusia. Syarat kesehatan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI
No. 416/MENKES/PER/IX/1990 tanggal 3 September 1990 dan No.
907/MENKES/SK/VII/2002, tanggal 29 Juli 2002 yang boleh dikonsumsi manusia harus
memenuhi persyaratan fisik, kimia, dan mikrobiologi dengan kadar parameter tertentu.
Menurut kualitasnya air dapat digolongkan sebagai:
22 | P a g e
1. Air baku
Air yang ada di alam (air tanah, air permukaan, air hujan) yang kualitasnya mungkin
belum memenuhi standart kesehatan.
2. Air bersih
Air yang biasa dipergunakan untuk keperluan rumah tangga yang kualitasnya hampir
memenuhi syarat kesehatan dan apabila diminum harus dimasak terlebih dahulu.
3. Air minum
Air bersih yang kualitasnya sudah memenuhi syarat kesehatan dan langsung dapat
diminum tanpa harus dimasak terlebih dahulu.
Model Instalasi Pengolahan Air (IPA), sangat tergantung dari kualitas air baku yang akan
diolah, bisa berbentuk pangolahan lengkap apabila air bakunya air sungai dan bisa berbentuk
pengolahan sebagian apabila air bakunya mata air.

Tabel 4. Tabel Standart Kualitas Air


Standart Kualitas Standart Kualitas
Parameter Satuan Air Minum Air Bersih
(Permenkes RI) (Permenkes RI)
FISIKA
Bau Tidak berbau Tidak berbau
Jumlah Zat Padat Terlarut
(TDS) Mg/lt 1000 1500
Skala
Kekeruhan NTU 5 25
Rasa Tidak berasa Tidak berasa
Suhu Celcius Udara ±3 Udara ±3
Skala
Warna TCU 15 50

Kimia
Kimia Organik
Air Raksa * (Hg) Mg/lt 0,001 0,001
Alumunium (Al) Mg/lt 0,2 -
Arsen * (As) Mg/lt 0,05 0,05
Barium (Ba) Mg/lt 1 -
Besi (Fe) Mg/lt 0,3 1
Fluorida (F) Mg/lt 1,5 1,5
Kadmium *(Cd) Mg/lt 0,005 0,005
Kesadahan sebagai CaCO3 Mg/lt 500 500
Khlorida (Cl) Mg/lt 250 600
Kromium, Valensi 6 * (Cr) Mg/lt 0,05 0,05
Mangan (Mn) Mg/lt 0,1 0,5
Natrium (Na) Mg/lt 200 -
Nitrat sebagai NO3 Mg/lt 10 10
Nitrat sebagai NO2 Mg/lt 1 1
Perak * (Ag) 0,05 -
PH 6,5 - 8,5 6,5 - 9,0
Selenium * (Se) Mg/lt 0,01 0,01
Seng (Zn) Mg/lt 5 15
Sianida * (Cn) Mg/lt 0,1 0,1

23 | P a g e
Sulfat (SO4) Mg/lt 400 400
Sulfida (H2S) Mg/lt 0,05 -
Tembaga (Cu) Mg/lt 1 -
Timbal * (Pb) Mg/lt 0,05 0,05
Sisa Khlor Mg/lt 0,20 - 0,50 -

Kimia Organik
Zat Organik (KMnO4) Mg/lt 10 10
Ditergent Mg/lt 0,05 0,5

Mikrobiologi
Per 100
Koliform Tinja ml 0 -
Per 100
Total Koliform ml 0 10
Sumber : PDAM Kota Malang

7. Pengambilan Sample
a. Persyaratan alat pengambil contoh
Alat pengambil contoh harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
 terbuat dari bahan yang tidak mempengaruhi sifat contoh;
 mudah dicuci dari bekas contoh sebelumnya;
 contoh mudah dipindahkan ke dalam botol penampung tanpa ada sisa bahan tersuspensi di
dalamnya;
 mudah dan aman di bawa;
 kapasitas alat tergantung dari tujuan pengujian.

b. Jenis alat pengambil contoh


 Alat pengambil contoh sederhana
Alat pengambil contoh sederhana dapat berupa ember plastik yang dilengkapi dengan tali atau
gayung plastik yang bertangkai panjang.

CATATAN : Dalam praktiknya, alat sederhana ini paling sering digunakan dan dipakai
untuk mengambil air permukaan atau air sungai kecil yang relatif dangkal.

Gambar 14. Contoh alat pengambil contoh gayung bertangkai panjang

24 | P a g e
Gambar 15. Contoh botol biasa secara langsung

botol biasa yang diberi pemberat yang digunakan pada kedalaman tertentu.

Gambar 16. Contoh alat pengambil air Bbotol biasa dengan pemberat

 Alat pengambil contoh air otomatis


Alat pengambil contoh secara otomatis yang dilengkapi alat pengatur waktu dan volume yang
diambil, digunakan untuk contoh gabungan waktu dari air limbah, agar diperoleh kualitas air
rata-rata selama periode tertentu.

25 | P a g e
Gambar 17. Alat pengambil contoh air otomatis

c. Alat pengukur parameter lapangan


Peralatan yang perlu dibawa antara lain:
 DO meter atau peralatan untuk metode Winkler;
 pH meter;
 turbidimeter;
 konduktimeter;
 termometer; dan
 1 set alat pengukur debit.
CATATAN : Alat lapangan sebelum digunakan perlu dilakukan kalibrasi.

d. Alat pendingin
Alat ini dapat menyimpan contoh pada 4°C ± 2°C, digunakan untuk menyimpan contoh untuk
pengujian sifat fisika dan kimia.

e. Alat ekstraksi (corong pemisah)


Corong pemisah terbuat dari bahan gelas atau teflon yang tembus pandang dan mudah
memisahkan fase pelarut dari contoh.

f. Alat penyaring
Alat ini dilengkapi dengan pompa isap atau pompa tekan serta dapat menahan saringan
yang mempunyai ukuran pori 0,45 μm.

g. Persyaratan wadah contoh


Wadah yang digunakan untuk menyimpan contoh harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
 terbuat dari bahan gelas atau plastik poli etilen (PE) atau poli propilen (PP) atau teflon
 (Poli Tetra Fluoro Etilen, PTFE);
 dapat ditutup dengan kuat dan rapat;
 bersih dan bebas kontaminan;
26 | P a g e
 tidak mudah pecah;
 tidak berinteraksi dengan contoh.

h. Persiapan wadah contoh


Lakukan langkah-langkah persiapan wadah contoh, sebagai berikut:
 Untuk menghindari kontaminasi contoh di lapangan, seluruh wadah contoh harus benar--
benar dibersihkan di laboratorium sebelum dilakukan pengambilan contoh.
 Wadah yang disiapkan jumlahnya harus selalu dilebihkan dari yang dibutuhkan, untuk
jaminan mutu, pengendalian mutu dan cadangan.
 Jenis wadah contoh dan tingkat pembersihan yang diperlukan tergantung dari jenis contoh
yang akan diambil, sebagai berikut:

i. Wadah contoh untuk pengujian senyawa organik yang mudah menguap (Volatile
Organic Compound, VOC)
Siapkan wadah contoh untuk senyawa organik yang mudah menguap, dengan langkah kerja
sebagai berikut:
 cuci gelas vial, tutup dan septum dengan deterjen. Bilas dengan air biasa dan kemudian
bilas dengan air bebas analit;
 bilas dengan metanol berkualitas analisis dan dikeringkan selama 1 jam;
 keluarkan vial dan biarkan mendingin dalam posisi terbalik di atas lembaran aluminium
foil;
 setelah vial dingin, putar tutup dan septum untuk menutup vial tersebut.
CATATAN : Untuk mencegah kontaminasi saat pencucian wadah contoh yang akan
digunakan untuk analisa organik, harus dihindari penggunaan sarung tangan plastik atau karet
dan sikat.

j. Wadah contoh untuk pengujian senyawa organik yang dapat diekstraksi


Siapkan wadah contoh untuk senyawa organik yang dapat diekstraksi, dengan langkah kerja
sebagai berikut:
 cuci botol gelas dan tutup dengan deterjen. Bilas dengan air kemudian dengan air bebas
 masukkan 10 mL aseton berkualitas analisis ke dalam botol dan rapatkan tutupnya,
kemudian kocok botol dengan baik agar aseton tersebar merata dipermukaan dalam botol
serta mengenai lining teflon dalam tutup.
 buka tutup botol dan buang aseton dan biarkan botol mengering dan kemudian
kencangkan tutup botol agar tidak terjadi kontaminasi baru.

k. Wadah contoh untuk pengujian logam total dan terlarut


Siapkan wadah contoh untuk pengujian logam total dan terlarut, dengan langkah kerja sebagai
berikut:
 cuci botol gelas atau plastik dan tutupnya dengan deterjen kemudian bilas dengan air
bersih.
 bilas dengan asam nitrat (HNO3) 1:1, kemudian bilas lagi dengan air bebas analit
sebanyak 3 kali dan biarkan mengering, setelah kering tutup botol dengan rapat.

l. Wadah contoh untuk pengujian KOB, KOK dan nutrien


Siapkan wadah contoh untuk pengujian KOB, KOK dan nutrien, dengan langkah kerja
sebagai berikut:
27 | P a g e
 cuci botol dan tutup dengan deterjen bebas fosfat kemudian bilas dengan air bersih;
 cuci botol dengan asam klorida (HCl) 1:1 dan bilas lagi dengan air bebas analit sebanyak
kali dan biarkan mengering, setelah kering tutup botol dengan rapat.

m. Wadah contoh untuk anorganik non-logam


Siapkan wadah contoh untuk pengujian anorganik non-logam, dengan langkah kerja sebagai
berikut:
 cuci botol dan tutup dengan deterjen, bilas dengan air bersih kemudian bilas dengan air
bebas analit sebanyak 3 kali dan biarkan hingga mengering;
 setelah kering tutup botol dengan rapat.

n. Pencucian wadah contoh


Lakukan pencucian wadah contoh sebagai berikut:
 Peralatan harus dicuci dengan deterjen dan disikat untuk menghilangkan partikel yang
menempel di permukaan;
 Bilas peralatan dengan air bersih hingga seluruh deterjen hilang;
 Bila peralatannya terbuat dari bahan non logam, maka cuci dengan asam HNO3 1:1,
kemudian dibilas dengan air bebas analit;
 Biarkan peralatan mengering di udara terbuka;
 Peralatan yang telah dibersihkan diberi label bersih-siap untuk pengambilan contoh.

o. Volume contoh
Volume contoh yang diambil untuk keperluan pengujian di lapangan dan laboratorium
bergantung dari jenis pengujian yang diperlukan (lihat Lampiran B).

p. Tipe contoh
Beberapa tipe contoh air limbah:
 contoh sesaat (grab sample);
 contoh gabungan waktu (composite samples);
 contoh gabungan tempat (integrated samples);
 contoh gabungan waktu dan tempat.

q. Lokasi dan titik pengambilan contoh

 Pemilihan lokasi pengambilan contoh


a) Lokasi pengambilan contoh air limbah industri harus mempertimbangkan ada atau tidak
adanya Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
b) Contoh harus diambil pada lokasi yang telah mengalami pencampuran secara sempurna.

 Penentuan lokasi pengambilan contoh


Lokasi pengambilan contoh dilakukan berdasarkan pada tujuan pengujian, sebagai berikut:
Untuk keperluan evaluasi efisiensi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
a) Contoh diambil pada lokasi sebelum dan setelah IPAL dengan memperhatikan waktu
tinggal (waktu retensi).

28 | P a g e
Gambar 18. Contoh lokasi pengambilan contoh sebelum dan setelah IPAL

b) Titik lokasi pengambilan contoh pada inlet (titik 2, Gambar 17)


 Dilakukan pada titik pada aliran bertubulensi tinggi agar terjadi pencampuran dengan
baik, yaitu pada titik dimana limbah mengalir pada akhir proses produksi menuju ke
IPAL.
 Apabila tempat tidak memungkinkan untuk pengambilan contoh maka dapat ditentukan
lokasi lain yang dapat mewakili karakteristik air limbah.

c) Titik lokasi pengambilan contoh pada outlet (titik 3, Gambar 17)


Pengambilan contoh pada outlet dilakukan pada lokasi setelah IPAL atau titik dimana air
limbah yang mengalir sebelum memasuki badan air penerima (sungai).

Jika terdapat bak equalisasi


Pengambilan contoh dilakukan pada saluran sebelum masuk ke perairan penerima air limbah,
dengan cara sesaat (grab sampling).

Air limbah industri dengan proses kontinyu berasal dari beberapa saluran pembuangan

 Jika tidak terdapat bak equalisasi


 Kualitas air limbah tidak berfluktuasi dan semua saluran pembuangan limbah dari
beberapa sumber sebelum masuk perairan penerima limbah disatukan, maka
pengambilan contoh dilakukan pada saluran sebelum masuk ke perairan penerima air
limbah, dengan cara sesaat.
 Kualitas air limbah tidak berfluktuasi dan semua saluran pembuangan limbah dari
beberapa sumber sebelum masuk perairan penerima limbah tidak disatukan, maka
pengambilan contoh dilakukan pada saluran sebelum masuk ke perairan penerima air
limbah, dengan cara komposit tempat dengan mempertimbangkan debit.
29 | P a g e
 Kualitas air limbah berfluktuasi akibat proses produksi dan semua saluran pembuangan
limbah dari beberapa sumber sebelum masuk perairan penerima limbah disatukan, maka
pengambilan contoh dilakukan pada saluran sebelum masuk ke perairan penerima air
limbah, dengan cara komposit waktu.
 Kualitas air limbah berfluktuasi akibat proses produksi dan semua saluran pembuangan
limbah dari beberapa sumber sebelum masuk perairan penerima limbah tidak disatukan,
maka pengambilan contoh dilakukan pada saluran sebelum masuk ke perairan penerima
air limbah, dengan cara komposit waktu dan tempat.

 Jika terdapat bak equalisasi


Kualitas air limbah berfluktuasi atau tidak berfluktuasi akibat proses produksi, semua air
limbah dari masing-masing proses disatukan dan dibuang melalui bak equalisasi, maka
pengambilan contoh dilakukan pada saluran sebelum masuk ke perairan penerima air
limbah, dengan cara sesaat (grab sampling).

Air limbah industri dengan proses batch berasal dari beberapa saluran pembuangan

 Jika tidak terdapat bak equalisasi


 Kualitas air limbah berfluktuasi akibat proses produksi dan semua saluran pembuangan
limbah dari beberapa sumber sebelum masuk perairan penerima limbah disatukan, maka
pengambilan contoh dilakukan pada saluran sebelum masuk ke perairan penerima air
limbah, dengan cara komposit waktu.
 Kualitas air limbah berfluktuasi akibat proses produksi dan semua saluran pembuangan
limbah dari beberapa sumber sebelum masuk perairan penerima limbah tidak disatukan,
maka pengambilan contoh dilakukan pada saluran sebelum masuk ke perairan penerima
air limbah, dengan cara komposit waktu dan tempat dengan mempertimbangkan debit.

 Jika terdapat bak equalisasi


Kualitas air limbah berfluktuasi atau sangat berfluktuasi akibat proses produksi, semua air
limbah dari masing-masing proses disatukan dan dibuang melalui bak equalisasi, maka
pengambilan contoh dilakukan pada saluran sebelum masuk ke perairan penerima airlimbah,
dengan cara sesaat (grab sampling).

Untuk industri yang memiliki IPAL


Lakukan pengambilan contoh pada saluran pembuangan air limbah sebelum ke perairan
penerima (titik 3, Gambar 17).

Pengambilan Contoh
 Pengambilan contoh untuk pengujian kualitas air
 siapkan alat pengambil contoh sesuai dengan saluran pembuangan;
 bilas alat dengan contoh yang akan diambil, sebanyak 3 (tiga) kali;
 ambil contoh sesuai dengan peruntukan analisis dan campurkan dalam penampung
sementara, kemudian homogenkan;
 masukkan ke dalam wadah yang sesuai peruntukan analisis;
 lakukan segera pengujian untuk parameter suhu, kekeruhan dan daya hantar listrik, pH
dan oksigen terlarut yang dapat berubah dengan cepat dan tidak dapat diawetkan;

30 | P a g e
 hasil pengujian parameter lapangan dicatat dalam buku catatan khusus;
 pengambilan contoh untuk parameter pengujian di laboratorium dilakukan pengawetan
seperti pada Lampiran B.

CATATAN Untuk contoh yang akan di uji kandungan senyawa organiknya dan logam,
hendaknya tidak membilas alat 3 kali dengan contoh air, tetapi digunakan wadah yang bersih
dan siap pakai.

 Pengambilan contoh untuk pengujian oksigen terlarut


Pengambilan contoh dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1. Cara langsung
a) Gunakan alat DO meter.
b) Cara pengoperasian alat, lihat petunjuk kerja alat.
c) Nilai oksigen terlarut dapat langsung terbaca.
2. Cara tidak langsung
Cara umum
Pengukuran oksigen terlarut dilakukan dengan cara titrasi, sebagai berikut:
a) siapkan botol KOB yang bersih dengan volume yang diketahui serta dilengkapi dengan
tutup asah;
b) celupkan botol dengan hati-hati ke dalam air dengan posisi mulut botol searah dengan
aliran air, sehingga air masuk ke dalam botol dengan tenang, atau dapat pula dengan
menggunakan sifon;
c) isi botol sampai penuh dan hindarkan terjadinya turbulensi dan gelembung udara selama
pengisian, kemudian botol ditutup;
d) contoh siap untuk dianalisa.
Cara khusus
Tahapan pengambilan contoh dengan cara alat khusus, dilakukan sebagai berikut:
a) siapkan botol KOB yang bersih dengan volume yang diketahui serta dilengkapi dengan
tutup asah;
b) masukkan botol ke dalam alat khusus (lihat Gambar 3);
c) ikuti prosedur pemakaian alat tersebut;
d) Alat pengambil contoh untuk pengujian oksigen terlarut ini dapat ditutup segera setelah
terisi penuh.

 Pengambilan contoh untuk pengujian senyawa organik mudah menguap (Volatile


Organic Compound, VOC)
Tahapan pengambilan contoh untuk pengujian senyawa VOC, dilakukan sebagai berikut:
a) selama melakukan pengambilan contoh untuk pengujian senyawa VOC, sarung tangan
lateks harus terus dipakai, sarung tangan plastik atau sintetis tidak boleh digunakan;
b) saat mengambil contoh untuk analisa VOC, contoh tidak boleh terkocok untuk menghindari
aerasi, aerasi contoh akan menyebabkan hilangnya senyawa volatil dari dalam contoh;
c) bila menggunakan alat bailer (Gambar 18)
 jangan menyentuh bagian dalam septa, buka vial VOC 40 mL dan masukkan contoh
secara perlahan ke dalam vial hingga terbentuk convex meniscus di puncak vial;
 tutup vial secara hati-hati dan tidak boleh ada udara dalam vial;
 balikkan vial dan tahan;

31 | P a g e
 bila terlihat gelembung dalam vial, contoh harus diganti dan ambil contoh yang baru.

CATATAN Contoh VOC biasanya dibuat dalam dua atau tiga buah contoh, tergantung
kebutuhan laboratorium; ulangi pengambilan contoh bila diperlukan.

Gambar 19. Alat pengambil contoh untuk parameter VOC Tipe Bailer
d) seluruh vial diberi label yang jelas, bila menggunakan vial bening bungkus dengan
aluminium foil dan simpan dalam tempat pendingin;
e) bila air limbah mengandung residual klorin tambahkan 80 mg Na2SO3 ke dalam 1 L
contoh;
f) contoh VOC karena sifatnya yang volatil, maka pengambila contoh dilakukan secara sesaat
(grab contoh), bukan komposit.

 Pengambilan contoh untuk pengujian senyawa aromatik dan akrolein dan


akrilonitril
Tahapan pengambilan contoh untuk pengujian senyawa aromatik dan akrolein dan akrilonitril,
dilakukan sebagai berikut:
a) lakukan pengambilan contoh seperti pada butir 8.3 untuk pengujian senyawa aromatik,
tetapi vialnya hanya diisi setengah dan sisanya ditambahkan dengan asam dalam jumlah
yang diperlukan;
b) untuk pengujian senyawa akrolein dan akrilonitril contoh diatur hingga pH 4 - 5.
c) contoh akrolein dan akrilonitril harus dianalisa dalam waktu 3 hari setelah pengambilan
contoh.

 Pengambilan contoh untuk pengujian senyawa organik yang dapat diekstraksi


Tahapan pengambilan contoh untuk pengujian senyawa organik yang dapat diekstraksi,
dilakukan sebagai berikut:
a) ambil contoh dengan menggunakan bailer;
b) buka tutup botol gelas 1000 mL secara hati-hati agar tidak menyentuh bagian dalam dari
tutup;
c) isi botol hingga 1 cm dari puncak botol;
d) bila satu bailer tidak cukup untuk mengisi botol, tutup botol untuk menghindari
kontaminasi contoh dan ambil lagi contoh, dan lanjutkan pengisian botol;
32 | P a g e
e) bila contoh memerlukan analisa pestisida, pH contoh harus diatur antara pH 5 - 9 dengan
menggunakan H2SO4 atau NaOH.

 Pengambilan contoh untuk pengujian total logam dan terlarut


Tahapan pengambilan contoh untuk pengujian total logam dan terlarut, dilakukan sebagai
berikut:
a) bilas botol contoh dan tutupnya dengan contoh yang akan dianalisa;
b) buang air pembilas dan isi botol dengan sampel hingga beberapa cm di bawah puncak
botol agar masih tersedia ruang untuk menambahkan pengawet dan melakukan
pengocokan.

CATATAN Pengambilan contoh untuk pengujian logam terlarut, lakukan penyaringan


contoh.

p. Pengujian parameter lapangan


Pengujian parameter lapangan yang dapat berubah dengan cepat, dilakukan langsung setelah
pengambilan contoh. Parameter tersebut antara lain ; pH (SNI 06-6989.11-2004), suhu (SNI
06-6989.23-2005), daya hantar listrik (SNI 06-6989.1-2004), alkalinitas (SNI 06-2420-1991),
asiditas (SNI 06-2422-1991) dan oksigen terlarut (SNI 06-6989.14-2004).

q. Penyaringan contoh
Bila analisis tidak dapat segera dilakukan, maka perlu dilakukan penyaringan di lapangan
untuk pemeriksaan parameter yang terlarut. Cara penyaringan dapat dilakukan sebagai
berikut:
a) contoh yang akan disaring diambil sesuai keperluannya;
b) masukkan contoh tersebut ke dalam alat penyaring yang telah dilengkapi saringan yang
mempunyai ukuran pori 0,45 μm dan saring sampai selesai;
c) air saringan ditampung dalam wadah yang telah disiapkan sesuai keperluannya.

r. Pengawetan contoh
Pengawetan contoh dilakukan apabila pemeriksaan tidak dapat langsung dilakukan setelah
pengambilan contoh (lihat Lampiran B).

s. Jaminan mutu dan pengendalian mutu


 Jaminan mutu
a) Gunakan alat gelas bebas kontaminasi.
b) Gunakan alat ukur yang terkalibrasi.
c) Dikerjakan oleh petugas pengambil contoh yang kompeten.

 Pengendalian mutu
Untuk menjamin kelayakan pengambilan contoh maka kemampuan melacak seluruh kejadian
selama pelaksanaan pengambilan contoh harus dijamin. Kontrol akurasi dapat dilakukan
dengan beberapa cara berikut ini:

 Contoh split
a) Contoh terbelah diambil dari satu titik dan dimasukkan ke dalam wadah yang sesuai.

33 | P a g e
b) Contoh dicampur sehomogen mungkin serta dipisahkan ke dalam dua wadah yang telah
disiapkan.
c) Kedua contoh tersebut diawetkan dan mendapatkan perlakuan yang sama selama
perjalanan dan preparasi serta analisa laboratorium.

 Contoh duplikat
a) Contoh diambil dari titik yang sama pada waktu yang hampir bersamaan.
b) Bila contoh kurang dari lima, contoh duplikat tidak diperlukan.
c) Bila contoh diambil 5 contoh sampai dengan 10 contoh, satu contoh duplikat harus
diambil.
d) Bila contoh diambil lebih dari 10 contoh, contoh duplikat adalah 10% per kelompok
e) parameter matrik yang diambil.

 Contoh blanko
a) Blanko media
 Digunakan untuk medeteksi kontaminasi pada media yang digunakan dalam pengambilan
contoh (peralatan pengambilan atau wadah).
 Peralatan pengambilan, sedikitnya satu blanko peralatan harus tersedia untuk setiap
 dua puluh) contoh per kelompok parameter untuk matrik yang sama.
 Wadah, salah satu wadah yang akan digunakan diambil secara acak kemudian diisi
 dengan media bebas analit dan dibawa ke lokasi pengambilan contoh. Blanko tersebut
kemudian dibawa ke laboratorium untuk dianalisis.
b) Blanko perjalanan
 Blanko digunakan apabila contoh yang diambil bersifat mudah menguap.
 Sekurang-kurangnya satu blanko perjalanan disiapkan untuk setiap jenis contoh yang
mudah menguap.
 Berupa media bebas analit yang disiapkan di laboratorium.
 Blanko dibawa ke lokasi pengambilan, ditutup selama pengambilan contoh dan dibawa
kembali ke laboratorium.

34 | P a g e
LAMPIRAN A
(normatif)
Pelaporan

Catat pada lembar data jaminan mutu untuk setiap parameter yang diukur dan contoh yang diambil,
lembar data parameter yang diukur di lapangan harus memiliki informasi sekurang-kurangnya sebagai
berikut:
a) Identifikasi contoh.
b) Tanggal.
c) Waktu.
d) Nama Petugas Pengambil Contoh (PPC).
e) Nilai parameter yang diukur di lapangan.
f) Analisa yang diperlukan.
g) Jenis contoh (misalnya contoh, contoh split, duplikat atau blanko).
h) Komentar dan pengamatan.

35 | P a g e
LAMPIRAN B
(normatif)
Tabel pengawetan dan penyimpanan contoh air limbah

Tabel B.1 Cara pengawetan dan penyimpanan air limbah

36 | P a g e
Tabel B.1 (Lanjutan)

37 | P a g e
Tabel B.1 (Lanjutan)

D.Latihan Soal

1. Jelaskan manfaat pembagian kelas air?

Jawab : manfaat pembagian kelas air adalah menggolongkan air berdasarkan


parameternya sesuai untuk peruntukkannya, sehingga penggunaan air sesuai dengan
baku mutunya.

2. Menurut prinsip kerjanya filtrasi dapat dibedakan atas beberapa cara, yaitu pressure filtration,
gravity filtration dan vacuum viltration, jelaskan perbedaannya!

Jawab
 Pressure Filtration : Filtrasi yang dilakukan dengan menggunakan tekanan.
 Gravity Filtration : Filtrasi yang cairannya mengalir karena gaya berat.
 Vacum Filtration : Filtrasi dengan cairan yang mengalir karena prinsip hampa udara
(penghisapan).

E. Test Formatif
Jawab pertanyaan berikut dengan singkat dan jelas.

1. Apa yang dimaksud dengan status mutu air dan bagaimana metode pengukurannya?
1. Jelaskan tahapan pengolahan air bersih !
2. Jelaskan pengolaha air sebagian dan pengolahan air lengkap, dimana letak
perbedaannya ?
38 | P a g e
3. Apa perbedaan flokulasi dan koagulasi?
4. Mengapa perlu diberikan bak equalisasi [ada pengolahan air limbah?

F. Daftar Pustaka

1. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang
Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Menteri Negara Lingkungan Hidup. Jakarta.
5. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 01 Tahun 2010. Pedoman
Inventarisasi dan Identifikasi Sumber Pencemar Air. Menteri Negara Lingkungan
Hidup. Jakarta.
6. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 03 Tahun 2010 tentang Baku Mutu
Air Limbah bagi Kawasan Industri
7. PP RI No. 82 Tahun 2001 Pasal 8 Ayat 1
8. Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah. Jakarta : Penerbit
Universitas Indonesia.

III. Penutup
Modul I merupakan dasar-dasar yang harus dipahami peserta kuliah sebelum melanjutkan ke
modul II. Peserta kuliah diharapkan sudah menyelesaikan rangkaian test formatif yang tersedia
disetiap akhir sub pokok bahasan.

39 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai