Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Kurikulum sebagai sebuah rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang


sangat strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya peranan
kurikulum di dalam pendidikan dan dalam perkembangan kehidupan manusia, maka dalam
penyusunan kurikulum tidak bisa dilakukan tanpa menggunakan landasan yang kokoh dan
kuat.
Landasan pengembangan kurikulum tidak hanya diperlukan bagi para penyusun
kurikulum atau kurikulum tertulis yang sering disebut juga sebagai kurikulum ideal, akan
tetapi terutama harus dipahami dan dijadikan dasar pertimbangan oleh para pelaksana
kurikulum yaitu para pengawas pendidikan dan para guru serta pihak-pihak lain yang terkait
dengan tugas-tugas pengelolaan pendidikan, sebagai bahan untuk dijadikan instrumen dalam
melakukan pembinaan terhadap implementasi kurikulum di setiap jenjang pendidikan.
Penyusunan dan pengembangan kurikulum tidak bisa dilakukan secara sembarangan.
Dibutuhkan berbagai landasan yang kuat agar mampu dijadikan dasar pijakan dalam
melakukan proses penyelenggaraan pendidikan, sehingga dapat memfasilitasi tercapainya
sasaran pendidikan dan pembelajaran secara lebih efektif dan efisien.

TUJUAN
Melalui pemaparan topik ini mahasiswa diharapkan:

 Setelah membaca makalah ini kita hendaknya dapat mengetahui apa-apa saja
landasan yang di buat dalam menetapkan sebuah kurikulum.
 Mengidentifikasi beberapa landasan kurikulum yang harus dijadikan dasar
pijakan dalam mengembangkan kurikulum oleh berbagai pihak terkait,
seperti para pembuat kebijakan pendidikan, baik di tingkat pusat maupun
daerah dalam melakukan program perencanaan pendidikan maupun dalam
melakukan pembinaan.
 Memiliki sikap yang positif bahwa setiap landasan pengembangan kurikulum
harus dijadikan dasar pertimbangan oleh para guru, kepala sekolah terutama
dalam mengembangkan isi maupun dalam melaksanakan proses
pembelajaran, sehingga program pendidikan/kurikulum yang diterapkan
memiliki nilai manfaat yang optimal bagi siswa, masyarakat, bangsa, dan
negara.
BAB II
LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM

Suatu bangunan kurikulum memiliki empat komponen yaitu komponen tujuan,


isi/materi, proses pembelajaran, dan komponen evaluasi, maka agar setiap komponen bisa
menjalankan fungsinya secara tepat dan bersinergi, maka perlu ditopang oleh sejumlah
landasan yaitu landasan filosofis sebagai landasan utama, masyarakat dan kebudayaan,
individu (peserta didik), dan teori-teori belajar (psikologis).

LANDASAN FILOSOFIS

Landasan filosofis dalam pengembangan kurikulum ialah rumusan yang didapatkan


dari hasil berpikir secara mendalam, analisis, logis, sistematis dalam merencanakan,
melaksanakan, membina dan mengembangkan kurikulum baik dalam bentuk kurikulum
sebagai rencana (tertulis), terlebih kurikulum dalam bentuk pelaksanaan di sekolah.

1. Filsafat Pendidikan

Filsafat berupaya mengkaji berbagai permasalahan yang dihadapai manusia,


termasuk masalah pendidikan. Pendidikan sebagai ilmu terapan, tentu saja memerlukan ilmu-
ilmu lain sebagai penunjang, di antaranya filsafat. Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah
penerapan dan pemikiran-pemikiran filosofis untuk memecahkan masalah-masalah
pendidikan. Menurut Redja Mudyahardjo (1989), terdapat tiga sistem pemikiran filsafat yang
sangat besar pengaruhnya dalam pemikiran pendidikan pada umumnya dan pendidikan di
Indonesia pada khususnya, yaitu : filsafat idealisme, realisme dan filsafat fragmatisme.

2. Filsafat dan Tujuan Pendidikan

Bidang telaahan filsafat pada awalnya mempersoalkan siapa manusia itu? Kajian
terhadap persoalan ini berupaya untuk menelusuri hakikat manusia, sehingga muncul
beberapa asumsi tentang manusia. Misalnya manusia adalah makhluk religius, makhluk
sosial, makhluk yang berbudaya, dan lain sebagainya. Dari beberapa telaahan tersebut filsafat
mencoba menelaah tentang tiga pokok persoalan, yaitu hakikat benar-salah (logika), hakikat
baik-buruk (etika), dan hakikat indah-jelek (estetika). Oleh karena itu maka ketiga pandangan
tersebut sangat dibutuhkan dalam pendidikan. Terutama dalam menentukan arah dan tujuan
pendidikan. Artinya ke mana pendidikan akan dibawa, terlebih dahulu harus ada kejelasan
pandangan hidup manusia atau tentang hidup dan eksistensinya.
Filsafat akan menentukan arah kemana peserta didik akan dibawa, filsafat merupakan
perangkat nilai-nilai yang melandasi dan membimbing ke arah pencapaian tujuan pendidikan.
Oleh karena itu, filsafat yang dianut oleh suatu bangsa atau kelompok masyarakat tertentu
atau bahkan yang dianut oleh perorangan akan sangat mempengaruhi terhadap tujuan
pendidikan yang ingin dicapai.
Tujuan pendidikan nasional di Indonesia tentu saja bersumber pada pandangan dan
cara hidup manusia Indonesia, yakni Pancasila. Hal ini berarti bahwa pendidikan di Indonesia
harus membawa peserta didik agar menjadi manusia yang berPancasila. Dengan kata lain,
landasan dan arah yang ingin diwujudkan oleh pendidikan di Indonesia adalah yang sesuai
dengan kandungan falsafah Pancasila itu sendiri.
Sebagai implikasi dari nilai-nilai filsafat Pancasila yang dianut bangsa Indonesia,
dicerminkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional seperti terdapat dalam UU No.20
Tahun 2003, yaitu : Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadimanusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga yang demokratis serta
bertanggung jawab (Pasal 2 dan 3). Dalam rumusan tujuan pendidikan nasional tersebut,
tersurat dan tersirat nilai-nilai yang terkandung dalam rumusan Pancasila.
Melalui rumusan tujuan pendidikan nasional di atas, sudah jelas tergambar bahwa peserta
didikyang ingin dihasilkan oleh sistem pendidikan kita antara lain adalah untuk melahirkan
manusia yang beriman, bertaqwa, berilmu dan beramal dalam kondisi yang serasi, selaras dan
seimbang. Di sinilah pentingnya filsafat sebagai pandangan hidup manusia dalam
hubunganya dengan pendidikan dan pembelajaran.

3. Manfaat Filsafat Pendidikan

Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah penerapan dari pemikiran-pemikiran filsafat


untuk memecahkan permasalahn pendidikan. Dengan demikian tentu saja bahwa filsafat
memiliki manfaat dan memberikan kontribusi yang besar terutama dalam memberikan kajian
sistematis berkenaan dengan kepentingan pendidikan.
Menurut Nasution (1982) mengidentifikasi beberapa manfaat filsafat pendidikan, yaitu:

Filsafat pendidikan dapat menentukan arah akan dibawa ke mana anak-anak melalui
pendidikan di sekolah? Sekolah adalah suatu lembaga yang didirikan untuk
mendidik anak-anak ke arah yang dicita-citakan oleh masyarakat, bangsa dan
negara. Dengan adanya tujuan pendidikan yang diwarnai oleh filsafat yang dianut,
kita mendapat hamparan yang jelas tentang hasil yang harus dicapai.
Filsafat dan tujuan pendidikan memberi kesatuan yang bulat kepada segala usaha
pendidikan.
Tujuan pendidikan memungkinkan si penduduk menilai usahanya, hingga manakah
tujuan itu tercapai.
Tujuan pendidikan memberikan motivasi atau dorongan bagi kegiatan-lkegiatan
pendidikan.

4. Kurikulum dan Filsafat Pendidikan

Kurikulum pada hakikatnya adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan, karena
tujuan pendidikan sangat dipengaruhi oleh filsafat atau pandangan hidup suatu bangsa, maka
tentu saja kurikulum yang dikembangkan juga akan mencerminkan falsafah/pandangan hidup
yang dianut oleh bangsa tersebut oleh karena itu terdapat hubungan yang sangat erat antara
kurikulum pendidikan di suatu negara dengan filsafat negara yang dianutnya. Sebagai contoh,
Indonesia pada masa penjajahan Belanda, kurikulum yang dianut pada masa itu sangat
berorientasi pada kepentingan politik Belanda. Demikian pula pada saat negara kita dijajah
Jepang, maka orientasi kurikulum berpindah yaitu disesuaikan dengan kepentingan dan
sistem nilai yang dianut oleh negara Matahari Terbit itu. Setelah Indonesia mencapai
kemerdekaannya, dan secara bulat dan utuh menggunakan pancasila sebagai dasar dan
falsafah dalam berbangsa dan bernegara, maka kurikulum pendidikan pun disesuaikan
dengan nilai-nilai pancasila itu sendiri.
Pengembangan kurikulum walaupun pada tahap awal sangat dipengaruhi oleh filsafat
dan ideologi negara, namun tidak berarti bahwa kurikulum bersifat statis, melainkan
senantiasa memerluka pengembangan, pembaharuan dan penyempurnaan disesuaikan dengan
kebutuhan dan tuntutan dan perkembangan zaman yang senantiasa cepat berubah.

LANDASAN PSIKOLOGIS

Penerapan landasan psikologi dalam pengembangan kurikulum, tiada lain agar upaya
pendidikan yang dilakukan dapat menyesuaikan dari segi materi atau bahan yang harus
disampaikan, penyesuaian dari segi proses penyampaian atau pembelajarannya, dan
penyesuaian dari unsur-unsur upaya pendidikan lainnya.

1. Perkembangan Peserta Didik dan Kurikulum

Anak sejak dilahirkan sudah memperlihatkan keunikan-keunikan, seperti pernyataan


dirinya dalam bentuk tangisan atau gerakan-gerakan tertentu. Hal ini memberikan gambaran
bahwa sebenarnya sejak lahir anak telah memiliki potensi untuk berkembang. Bagi aliran
yang sangat percaya dengan kondisi tersebut sering menganggap anak sebagai orang dewasa
dalam bentuk kecil. J.J.Rousseau, seorang ahli pendidikan bangsa Perancis, termasuk yang
fanatik berpandangan seperti itu. Dewasa dalam bentuk kecil mengandung makna bahwa
anak itu belum sepenuhya memiliki potensi yang diperlukan bagi penyesuaian diri terhadap
lingkungannya, ia masih memerlukan bantuan untuk berkembang ke arah kedewasaan yang
sempurna, Rousseau memberi tekanan kepada kebebasan berkembang secara mulus menjadi
orang dewasa yang diharapkan.
Pendapat lain mengatakan bahwa perkembangan anak itu adalah hasil dari pengaruh
lingkungan. Anak dianggap sebagai kertas putih, di mana orang-orang di sekelilingnya dapat
bebas menulis kertas tersebut. Pandangan ini bertentangan dengan pandangan di atas, di
mana justru aspek-aspek di luar anak/lingkungannya lebih banyak mempengaruhi
perkembangan anak menjadi individu yang dewasa. Pandangan ini sering disebut teori
Tabularasa dengan tokohnya yaitu John Locke.
Selain kedua pandangan tersebut, terdapat pandangan yang menyebutkan bahwa
perkembangan anak itu merupakan hasil perpaduan antara pembawaan dan lingkungan.
Aliran ini mengakui akan kodrat manusia yang memiliki potensi sejak lahir, namun potensi
ini akan berkembang menjadi baik dan sempurna berkat pengaruh lingkungan. Aliran ini
disebut aliran konvergensi dengan tokohnya yaitu William Stern. Pandangan yang terakhir ini
dikembangkan lagi oleh Havighurst dengan teorinya tentang tugas-tugas perkembangan
(developmental tasks). Tugas-tugas perkembangan yang dimaksud adalah tugas yang secara
nyata harus dipenuhi oleh setiap anak/individu sesuai dengan taraf/tingkat perkembangan
yang dituntut oleh lingkungannya. Apabila tugas-tugas itu tidak terpenuhi, maka pada taraf
perkembangan berikutnya anak/individu tersebut akan mengalami masalah.
Melalui tugas-tugas ini, anak akan berkembang dengan baik dan beroperasi secara
kumulatif dari yang sederhana menuju ke arah yang lebih kompleks. Namun demikian, objek
penelitian yang dilakukan oleh Havighurst adalah anak-anak Amerika, jadi kebenarannya
masih perlu diteliti dan dikaji dengan cermat disesuaikan dengan anak-anak Indonesia yang
memiliki kondisi lingkungan yang berbeda. Pandangan tentang anak sebagai makhluk yang
unik sangat berpengaruh terhadap pengembangan kurikulum pendidikan. Setiap anak
merupakan pribadi tersendiri, memiliki perbedaan disamping persamaannya.

Implikasi dari hal tersebut terhadap pengembangan kurikulum yaitu :


Setiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat dan
kebutuhannya.
Di samping disediakan pelajaran yang sifatnya umum (program inti) yang wajib
dipelajari setiap anak di sekolah, disediakan pula pelajaran pilihan yang sesuai
dengan minat anak.
Kurikulum disamping menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga
menyediakan bahan ajar yang bersifat akademik. Bagi anak yang berbakat di bidang
akademik diberi kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan
berikutnya.
Kurikulum memuat tujuan-tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai/sikap, dan
keterampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan batin.
Implikasi lain dari pengetahuan tentang anak terhadap proses pembelajaran (actual
curriculum) dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara operasional selalu berpusat kepada


perubahan Stingkah laku peserta didik.
b. Bahan/materi yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan, minat dan perhatian
anak, bahan tersebut mudah diterima oleh anak.
c. Strategi belajar mengajar yang digunakan harus sesuai dengan taraf perkembangan
anak.
d. Media yang dipakai senantiasa dapat menarik perhatian dan minat anak.
e. Sistem evaluasi berpadu dalam satu kesatuan yang menyekuruh dan
berkesinambungan dari satu tahap ke tahap yang lainnya dan dijalankan secara terus
menerus.

2. Psikologi Belajar dan Kurikulum

Psikologi belajar merupakan suatu cabang bagaimana individu belajar. Belajar bisa
diartikan sebagai perubahan perilaku yang terjadi melalui pengalaman. Segala perubahan
perilaku baik yang berbentuk kognitif, afektif, maupun psikomotor dan terjadi karena
prosespengalaman dapat dikategorikan sebagai perilaku belajar. Perubahan-perubahan
perilaku yang terjadi secara insting atau terjadi karena kematangan, atau perilaku yang terjadi
secara kebetulan, tidak termasuk belajar. Mengetahui tentang psikologi/teori belajar
merupakan bekal bagi para guru dalam tugas pokoknya yaitu pembelajaran anak.
Psikologi atau teori belajar yang berkembang pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam
tiga rumpun, yaitu : Teori Disiplin Mental atau Teori Daya (Faculty Theory), Behaviorisme,
dan Organismik atau kognitif Gestalt Field.

1. Menurut Teori Daya (Disiplin Mental)


Menurut teori ini, sejak kelahirannya anak/individu telah memiliki otensi-potensi
atau daya-daya tertentu (faculties) yang masing-masing memiliki fungsi tertentu, seperti
potensi/daya mengingat, daya berfikir, daya mencurahkan pendapat, daya mengamati, daya
memecahkan masalah, dan daya-daya lainnya. Daya-daya tersebut dapat dilatih agar dapat
berfungsi dengan baik. Daya-daya yang telah terlatih dapat dipindahkan dalam pembentukan
daya-daya lain. Pemindahan (transfer) ini mutlak dilakukan melalui latihan (drill), karena itu
pengertian mengajar menurut teori ini adalah melatih peserta didik dalam daya-daya itu, cara
mempelajarinya pada umumnya melalui hapalan dan latihan.

2. Teori Behaviorisme
Rumpun teori ini mencakup tiga teori, yaitu koneksionisme atau teori asosiasi, teori
kondisioning, dan teori reinforcement (operant conditioning). Behaviorisme berangkat dari
asumsi bahwa individu tidak membawa potensi sejak lahir. Perkembangan individu
ditentukan oleh lingkungan (keluarga, sekolah, masyarakat). Teori ini tidak mengakui sesuatu
yang sifatnya mental, perkembangan anak menyangkut hal-hal nyata yang dapat dilihat dan
diamati. Teori Asosiasi adalah teori yang awal dari rumpun Behaviorisme. Menurut teori ini
kehidupan tunduk kepada hokum stimulus-respon atau aksi-reaksi. Belajar merupakan upaya
untuk membentuk hubungan stimulus-respon sebanyak-banyaknya.

3. Teori Organismik (Gestalt)


Teori ini mengacu pada pengertian bahwa keseluruhan lebih bermakna daripada
bagian-bagian, keseluruhan bukan kumpulan dari bagian-bagian. Manusia dianggap sebagai
makhluk organism yang melakukan hubungan timbale balik dengan lingkungan secara
keseluruhan, hubungan ini dijalin oleh stimulus dan respon. Menurut teori ini, Stimulus yang
hadir itu diseleksi menurut tujuannya, kemudian individu melakukan interaksi dengannya dan
seterusnya terjadi perbuatan belajar. Disini peran guru adalah sebagai pembimbing bukan
penyampai pengetahuan, siswa berperan sebagai pengelola bahan pelajaran.
Belajar menurut teori ini bukanlah menghapal akan tetapi memecahkan masalah, dan
metoda belajar yang dipakai adalah metoda ilmiah dengan cara anak dihadapkan pada
berbagai permasalahan, merumuskan hipotesis atau praduga, mengumpulkan data yang
diperlukan untuk memecahkan masalah, menguji hipotesis yang telah dirumuskan, dan pada
akhirnya para siswa dibimbing untuk menarik kesimpulan-kesimpulan. Teori ini banyak
mempengaruhi praktek pengajaran di sekolah karena memiliki prinsip sebagai berikut :

Belajar berdasarkan keseluruhan


Belajar adalah pembentukan kepribadian
Belajar berkat pemahaman
Belajar berdasarkan Pengalaman
Belajar adalah suatu proses perkembangan
Belajar adalah proses berkelanjutan
LANDASAN SOSIOLOGIS

Landasan sosiologis menyangkut kekuatan-kekuatan sosial di masyarakat. Kekuatan-


kekuatan itu berkembang dan selalu berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman.
Kekuatan itu dapat berupa kekuatan yang nyata maupun yang potensial, yang berpengaruh
dalam perkembangan kebudayaan seirama dengan dinamika masyarakat.

Perkembangan Peserta Didik dan Kurikulum

Faktor kebudayaan merupakan bagian yang penting dalam pengembangan kurikulum dengan
pertimbangan :
1. Individu lahir tak berbudaya, baik dalam hal kebiasaan, cita-cita, sikap, pengetahuan,
keterampilan, dan lain sebagainya.
2. Kurikulum dalam suatu masyarakat pada dasarnya merupakan refleksi dari cara
orang berpikir, berasa, bercita-cita, atau kebiasaan-kebiasaan.
3. Seluruh nilai yang telah disepakati masyarakat dapat pula disebut kebudayaan.
Kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa, karsa manusia yang diwujudkan dalam tiga
gejala, yaitu:Ide, konsep, gagasan, nilai, norma, peraturan, dan lain-lain.Kegiatan,
yaitu tindakan berpola dari manusia dalam bermasyarakat.Benda hasil karya
manusia.

Masyarakat dan Kurikulum


Mayarakat adalah suatu kelompok individu yang diorganisasikan mereka sendiri ke
dalam kelompok-kelompok berbeda. Kebudayaan hendaknya dibedakan dengan istilah
masyarakat yang mempunyai arti suatu kelompok individu yang terorganisir yang berpikir
tentang dirinya sebagai suatu yang berbeda dengan kelompok atau masyarakat lainnya. Tiap
masyarakat mempunyai kebudayaan sendiri-sendiri, dengan demikian yang membedakan
masyarakat yang satu dengan masyarakat lainnya adalah kebudayaan. Hal ini mempunyai
implikasi bahwa apa yang menjadi keyakinan pemikiran seseorang, reaksi terhadap
perangsang sangat tergantung kepada kebudayaan di mana ia dibesarkan..
Perubahan sosial budaya dalam suatu masyarakat akan mengubah pula kebutuhan
masyarakat. Kebutuhan masyarakat juga dipenuhi oleh kondisi dari masyarakat itu sendiri.
Adanya perbedaan antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya sebagian besar
disebabkan oleh kualitas individu-individu yang menjadi anggota masyarakat tersebut. Di sisi
lain kebutuhan masyarakat pada umumnya juga berpengaruh terhadap individu-individu
sebagai sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum yang hanya
berdasarkan pada keterampilan dasar saja tidak akan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat
modern yang bersifat teknologis dan mengglobal.
Pengembangan kurikulum juga harus ditekankan pada pengembangan individu yang
mencakup keterkaitannya dengan lingkungan sosial setempat. Lingkungan sosial budaya
merupakan sumber daya yang mencakup kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Berdasarkan uraian di atas, sangatlah penting memperhatikan faktor kebutuhan masyarakat
dalam pengembangan kurikulum. Perkembangan masyarakat menuntut tersedianya proses
pendidikan yang relevan. Untuk terciptanya proses pendidikan yang sesuai dengan
perkembangan masyarakat maka diperlukan rancangan berupa kurikulum yang landasan
pengembangannya memperhatikan faktor perkembangan masyarakat.

LANDASAN LAIN

1. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)

Pendidikan merupakan usaha menyiapkan subjek didik (siswa) menghadapi


lingkungan hidup yang mengalami perubahan yang semakin pesat. Pendidikan adalah usaha
sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau
latihan bagi perannya di masa yang akan datang. Teknologi adalah aplikasi dari ilmu
pengetahuan ilmiah dan ilmu-ilmu lainnya untuk memecahkan masalah-masalah praktis. Ilmu
dan teknologi tak dapat dipisahkan. Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang teramat
pesat seiring lajunya perkembangan masyarakat.
Untuk mencapai tujuan dan kemampuan- kemampuan tersebut, maka ada hal-hal yang
dijadikan sebagai dasar, yakni:
Pembangunan IPTEK harus berada dalam keseimbangan yang dinamis dan efektif
dengan pembinaan sumber daya manusia, pengembangan sarana dan prasarana iptek,
pelaksanaan dan penelitian dan pengembangan serta rekayasa dan produksi barang
dan jasa.
Pembangunan IPTEK tertuju pada peningkatan kualitas, yakni untuk meningkatkan
kualitas kesejahteraan dan kehidupan bangsa.
Pembangunan IPTEK harus selaras (relevan) dengan nilai-nilai agama, nilai luhur
budaya bangsa, kondisi sosial budaya, dan lingkungan hidup.
Pembangunan IPTEK harus berpijak pada upaya peningkatan produktivitas, efesiensi
dan efektivitas penelitian dan pengembangan yang lebih tinggi.
Pembangunan IPTEK berdasarkan pada asas pemanfaatannya yang memberikan nilai
tambah dan memberikan pemecahan masalah konkret dalam pembangunan.

Penguasaan, pemanfaatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi


dilaksanakan oleh berbagai pihak, yakni:
Pemerintah, yang mengembangkan dan memanfaatkan IPTEK untuk menunjang
pembangunan dalam segala bidang.
Masyarakat, yang memanfaatkan IPTEK itu pengembangan masyarakat dan
mengembangakannya secara swadaya.
Akademisi terutama di lingkungan perguruan tinggi, mengembangkan IPTEK untuk
disumbangkan kepada pembangunan.
Pengusaha, untuk meningkatkan produktivitas
Mengingat pendidikan merupakan upaya menyiapkan siswa menghadapi masa depan
dan perubahan masyarakat yang semakin pesat termasuk di dalamnya perubahan ilmu
pengetahuan dan teknologi, maka pengembangan kurikulum haruslah berlandaskan ilmu
pengetahuan dan teknologi.

2. Landasan Historis

Landasan Historis berkaitan dengan formulasi program-program sekolah pada waktu


lampau yang masih hidup sampai sekarang, atau yang pengaruhnya masih besar pada
kurikulum saat ini (Johnson, 1968). Oleh karena kurikulum selalu perlu disesuaikan dengan
kebutuhan-kebutuhan dan perkembangan zaman, maka perkembangan kurikulum pada suatu
saat tertentu diadakan untuk memenuhi tuntutan dan perkembangan pada waktu tertentu.
Kurikulum yang dikembangkan pada saat ini, perlu mempertimbangkan apa yang
telah dilakukan dan apa yang telah kita capai melalui kurikulum sebelumnya. Begitu pula
selanjutnya, kita perlu mempertimbangkan kurikulum yang yang ada sekarang waktu
mengembangkan kurikulum di masa depan, karena apa yang telah kita lakukan sekarang akan
berpengaruh terhadap kurikulum yang akan dikembangkan di masa depan.

3. Landasan Yuridis

Kurikulum pada dasaranya adalah produk yuridis yang ditetapkan melalui keputusan
menteri Pendidikan Nasional RI. Sebagai pengejawantahan dari kebijakan pendidikan yang
ditetapkan oleh lembaga legislatif yang mestinya mendasarkan pada konstitusi/UUD. Dengan
demikian landasan yuridis pengembangan kurikulum di NKRI ini adalah UUD 1945
(pembukaan alinia IV dan pasal 31), peraturan-peraturan perundangan seperti: UU tentang
pendidikan (UU No.20 Tahun 2003), UU Otonomi Daerah, Surat Keputusan dari Menteri
Pendidikan, Surat Keputusan dari Dirjen Dikti, peraturan-peraturan daerah dan sebagainya.

BAB III
KESIMPULAN
Kurikulum baik pada tahap kurikulum sebagai ide, rencana, pengalaman maupun
kurikulum sebagai hasil dalam pengembangannya harus mengacu atau menggunakan
landasan yang kuat dan kokoh, agar kurikulum tersebut dapat berfungsi serta berperan sesuai
dengan tuntutan pendidikan yang ingin dihasilkan seperti tercantum dalam rumusan tujuan
pendidikan nasional yang telah digariskan dalam UU No.20 Tahun 2003.

Kurikulum yang di buat tersebut hendaknya berlandaskan landasan filosofis dan


psikologis, karena apabila seandainya pengembangan kurikulum di Negara kita tidak
mengacu kepada hal tersebut maka pengembangan kurikulum tidak sesuai dengan filosofis
Negara Indonesia serta psikologis para peserta didik. Untuk dapat mencapai semua itu maka
seharusnya setiap komponen yang mempegaruhi perkembangan kurikulum tersebut dapat di
sesuaikan dengan kebutuhan dan keseimbangan baik dari peserta didik, guru maupun unsure-
unsur pendukung lain.

DAFTAR PUSTAKA
Sudjana, Nana. 1996. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung : Sinar
Baru Algerindo.

Ansyar, Mohammad dan Nurtei. 1993. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Bandung :
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan & Dirjen Dikti.

Karyadi, Benny dan Ibrahim. 1996. Pengembangan Inovasi dan Kurikulum Modul 1 – 6.
Jakarta : Universitas Terbuka, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Tim Pengembangan MKDP Kurikulum dan Pembelajaran Jurusan Kurikulum dan Teknologi
Pendidikan. 1996. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung : Universitas
Pendidikan Indonesia.

Undang-Undang Republik Indonesia No.XX Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan


Nasional.

Anda mungkin juga menyukai