PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Nyeri merupakan salah satu gejala dari penyakit ataupun kerusakan jaringan atau
organ tubuh yang paling sering terjadi. Kerusakan jaringan ataupun terjadinya
gangguan pada jaringan dapat menimbulkan rasa nyeri. Impuls nyeri bisa terjadi
karena adanya rangsangan yang menyebabkan sel-sel melepaskan enzim proteolitik
(enzim pengurai protein) dan polipeptida yang merangsang ujung saraf. Prostaglandin
dapat bereaksi dengan senyawa kimia untuk membuat ujung saraf menjadi sensitif
terhadap rangsangan nyeri oleh polipeptida.
Apabila seseorang merasa nyeri, maka akan segara meminum obat penghilang
rasa nyeri. Obat-obat penghilang rasa nyeri ini sering disebut obat-obat analgetik.
Obat analgesik adalah obat yang mempunyai efek menghilangkan atau mengurangi
nyeri tanpa disertai hilangnya kesadaran atau fungsi sensorik lainnya. Obat analgesik
bekerja dengan meningkatkan ambang nyeri, mempengaruhi emosi (sehingga
mempengaruhi persepsi nyeri), menimbulkan sedasi atau sopor (sehingga nilai
ambang nyeri naik) atau mengubah persepsi modalitas nyeri.Obat analgesik akan
merubah persepsi dan interpretasi nyeri dengan jalan mendepresi sistem saraf pusat
pada thalamus dan korteks cerebri. Analgesik akan lebih efektif diberikan sebelum
klien merasa nyeri yang berat dibandingkan setelah mengeluh nyeri.
Tanaman obat tradisional merupakan salah satu modal dasar pembangunan
kesehatan nasional. Di Indonesia disamping pelayanan kesehatan formal, pengobatan
dengan cara tradisional dan pemakaian obat tradisional masih banyak dilakukan oleh
masyarakat secara luas, baik di daerah pedesaan maupun daerah perkotaan.
Temu kunci (Kaempferia pandurata Roxb.) yang biasanya digunakan oleh
masyarakat sebagai penyedap pada masakan tradisional, dipercaya juga merupakan
obat tradisional yang dapat digunakan sebagai obat analgesik. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui apakah ekstrak seduhan rimpang temu kunci memiliki efek
analgesik, yaitu mengurangi rasa nyeri.
B. PERMASALAHAN
2. Apakah pemberian infusa rimpang temu kunci per oral dapat mengurangi
jumlah geliat mencit betina galur Swiss yang diinduksi asam asetat?
C. MANFAAT
D. TUJUAN
PENELAHAAN PUSTAKA
A. SISTEMATIKA TANAMAN
Kerajaan:Plantae
Divisi:Magnoliophyta
Kelas:Liliopsida
Ordo:Zingiberales
Famili:Zingiberaceae
Genus:Boesenbergia
Spesies: B. rotunda
(Plantus, 2008).
3. Morfologi tanaman
Temu kunci berperawakan herba rendah, merayap di dalam tanah. Dalam
satu tahun pertumbuhannya 0,3-0,9 cm. Batangnya merupakan batang asli di
dalam tanah sebagai rimpang, berwarna kuning coklat, aromatik, menebal,
berukuran 5-30 x 0,5-2 cm. Batang di atas tanah berupa batang semu (pelepah
daun). Daun tanaman ini pada umumnya 2-7 helai, daun bawah berupa pelepah
daun berwarna merah tanpa helaian daun. Tangkai daun tanaman ini beralur,
tidak berambut, panjangnya 7-16 cm, lidah-lidah berbentuk segitiga melebar,
menyerupai selaput, panjang 1-1,5 cm, pelepah daun sering sama panjang
dengan tangkai daun; helai daunnya tegak, bentuk lanset lebar atau agak jorong,
ujung daun runcing, permukaan halus tetapi bagian bawah agak berambut
terutama sepanjang pertulangan, warna helai daun hijau muda, lebarnya 5-11
cm (Plantus, 2008).
Bunga tanaman ini berupa susunan bulir tidak berbatas, di ketiak daun,
dilindungi oleh 2 spatha, panjang tangkai 41 cm, umumnya tangkai
tersembunyi dalam 2 helai daun terujung. Kelopak bunganya 3 buah lepas,
runcing. Mahkota bunganya 3 buah, warnanya merah muda atau kuning-putih,
berbentuk tabung 50-52 mm, bagian atas tajuk berbelah-belah, berbentuk lanset
dengan lebar 4 mm dan panjang 18 mm. Benang sarinya 1 fertil besar, kepala
sarinya bentuk garis membuka secara memanjang. Lainnya berupa bibir-bibiran
(staminodia) bulat telur terbalik tumpul, merah muda atau kuning lemon,
gundul, 6 pertulangan, dan ukurannya 25×7 cm. Putik bunganya berupa bakal
buah 3 ruang, banyak biji dalam setiap ruang (Plantus, 2008).
4. Kandungan kimia
Rimpang temu kunci mengandung minyak atsiri, saponin, flavonoid,
kurkumin, tannin, d-burneol, d-pinen sesquiterpen (Plantus, 2008).
5. Manfaat
Rimpang temu kunci memiliki manfaat sebagai peluruh dahak atau untuk
menanggulangi batuk, peluruh kentut, penambah nafsu makan, menyembuhkan
sariawan, bumbu masak, dan pemacu keluarnya Air Susu Ibu (ASI), Perasan
dan infusa rimpang temu kunci memiliki daya analgetik dan antipiretik
(Plantus, 2008)..
B. OBAT TRADISIONAL
Obat tradisional adalah obat yang berasal dari bahan tumbuh-tumbuhan, hewan,
mineral dan atau persediaan galeniknya atau campuran dari bahan-bahan tersebut
yang belum mempunyai data klinis dan dipergunakan dalam usaha pengobatan
berdasarkan pengalaman (Anonim, 1983).
Penggunaan bahan alam sebagai obat cenderung mengalami peningkatan
dengan adanya isu back to nature dan krisis berkepanjangan yang mengakibatkan
turunnya daya beli masyarakat terhadap obat-obat modern yang relatif lebih mahal
harganya. Obat bahan alam juga dianggap hampir tidak memiliki efek samping yang
membahayakan. Pendapat itu belum tentu benar karena untuk mengetahui manfaat
dan efek samping obat tersebut secara pasti perlu dilakukan penelitian dan uji
praklinis dan uji klinis. Obat bahan alam Indonesia dapat dikelompokkan menjadi
tiga yaitu jamu yang merupakan ramuan tradisional yang belum teruji secara klinis,
obat herbal yaitu obat bahan alam yang sudah melewati tahap uji praklinis,
sedangkan fitofarmaka adalah obat bahan alam yang sudah melewati uji praklinis dan
klinis (SK Kepala BPOM No. HK.00.05.4.2411 tanggal 17 Mei 2004) ( Gunawan dan
Mulyani, 2004).
Di samping keunggulannya, obat bahan alam juga memiliki beberapa
kelemahan yang juga merupakan kendala dalam pengembangan obat tradisional
antara lain: efek farmakologisnya lemah, bahan baku belum terstandar dan bersifat
higroskopis serta volumines, belum dilakukan uji klinik dan mudah tercemar berbagai
mikroorganisme. Upaya-upaya pengembangan obat tradisional dapat ditempuh
dengan berbagai cara dengan pendekatan-pendekatan tertentu, sehingga ditemukan
bentuk obat tradisional yang telah teruji khasiat dan keamanannya, bisa
dipertanggungjawabkan secara ilmiah serta memenuhi indikasi medis, yaitu
kelompok obat fitoterapi atau fitofarmaka. Untuk mendapatkan produk fitofarmaka
harus melalui beberapa tahap (uji farmakologi, toksisitas dan uji klinik) hingga bisa
menjawab dan mengatasi kelemahan tersebut ( Gunawan dan Mulyani, 2004).
Hingga saat ini, obat-obat tradisional dianggap dan diharapkan berperan dalam
usaha-usaha pencegahan dan pengobatan penyakit, serta peningkatan taraf kesehatan
masyarakat. Penggunaan hingga saat ini didasarkan pada dugaan-dugaan hasil
pengalaman atau pengetahuan yang diteruskan secara turun-temurun, dan belum
didasarkan pada hasil penelitian dan hasil percobaan yang seksama. Sesuai dengan
rencana pemerintah untuk memperluas dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
kepada masyarakat, maka penanganan persoalan obat tradisional serta
pengembangannya seharusnya dapat menolong pemerintah. Pengembangan obat
tradisional harus didasarkan pada kepentingan masyarakat, ini berarti bahwa
penggunaan obat tradisional untuk pengobatan harus punya dasar-dasar yang kuat,
sehingga penggunaan dan anjuran untuk menggunakannya harus benar-benar dapat
dipertanggungjawabkan (Husin, 1983).
C. NYERI
Nyeri sebenarnya sebagai tanda adanya penyakit atau kelainan dalam tubuh dan
merupakan bagian dari prosese penyembuhan (inflamasi). Nyeri perlu dihilangkan
jika sudah mengganggu aktifitas tubuh, analgetik merupakan obat yang digunakan
untuk menghilangkan nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (Priyanto, 2008).
Rasa nyeri hanya merupakan suatu gejala yang fungsinya memberi tanda
tentang adanya gangguan-gangguan di tubuh seperti peradangan, infeksi kuman atau
kejang otot. Rasa nyeri disebabkan oleh rangsangan mekanisme atau kimiawi, kalor
atau listrik yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan dan melepaskan zat yang
disebut mediator nyeri (Tjay dan Rahardja, 2002).
Rasa nyeri diterima oleh reseptor khusus, yang merupakan ujung syaraf bebas.
Secara fungsional di bedakan menjadi 2 jenis reseptor:
1. Mekanoreseptor
2. Termoreseptor
(Mutschler,1991).
D. ANALGETIKA
Analgetika adalah senyawa yang dalam dosis terapetik meringankan atau
menekan rasa nyeri, tanpa memiliki kerja anestesi umum. Berdasarkan potensi kerja,
mekanisme kerja dan efek samping analgetika dibedakan dalam 2 kelompok yaitu
analgetika yang berkhasiat kuat, bekerja pada pusat (hipoanalgetik, kelompok Opiat)
dan analgetika yang bersifat lemah (sampai sedang) bekerja terutama pada perifer
(Mutschler, 1991).
Efek sedasi merupakan efek samping beberapa golongan obat yang tidak
termasuk golongan depresan SSP. Walaupun golongan tersebut memperkuat efek
penekanan SSP, secara mandiri tidak dapat menginduksi anestesi umum. Golongan
tersebut umumnya telah mengahasilkan efek terapi yang lebih spesifikasi pada kadar
yang lebih kecil dari pada yang dibutuhkan untuk depresi SSP secara umum
(Ganiswara, 1995).
Analgetik dibedakan menjadi dua golongan besar :
1. Analgetik Narkotik.
Efek obat dari golongan non narkotik jauh lebih rendah dibandingkan obat
golongan narkotik. Namun obat ini tidak menimbulkan ketagihan dan efek samping
sentral yang merugikan seperti golongan narkotik. Adapun beberapa efek samping
yang timbul sesudah pemakaian analgetik non narkotik yaitu kerusakan lambung,
usus,kerusakan darah seperti leukopenia, agranulositosis, kerusakan hati dan
kerusakan gunjal. Contoh obat analgetik golongan non narkotik yaitu aspirin,
asetosal, asam mefenamat, parasetamol, ibuprofen fenil butason, pirosikam, dan asam
salisilat (Mutschler, 1991).
F. ASAM ASETAT
Asam asetat mempunyai rumus molekul CH3COOH. Asam asetat mengandung
tidak kurang dari 36,0% dan tidak lebih dari 37,0%b/b C2H4O2. Pemerian berupa
cairan jernih, tidak berwarna, berbau khas, rasa asam yang tajam (Anonim, 1995).
Dalam pengujian efek analgesik menggunakan metode rangsang kimia, dapat
digunakan asam asetat glasial 0.1 % sebagai rangsang sakit. Dosis asam asetat glasial
0.1 % untuk pengunaan tersebut adalah 0,5ml/20 g BB (Hardoko dan Eleison, 1999).
G. PENYARIAN
Penyarian merupakan pemindahan masa zat aktif yang semula berada di dalam
sel, ditarik oleh cairan penyari, sehingga terjadi larutan zat aktif dalam cairan penyari
tersebut. Penyarian akan bertambah bila permukaan serbuk simplisia yang
bersentuhan dengan cairan penyari makin luas (Anonim, 1986).
Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi harus dipilih berdasarkan
kemampuannya dalam melarutkan kandungan zat aktif yang maksimal dan seminimal
mugkin bagi :
1. Simplisia
Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain, berupa bahan
yang telah dikeringkan. Simplisia nabati adalah simplisia berupa tanaman utuh,
bagian tanaman, dan eksudat tanaman. Simplisia hewani adalah simplisia
berupa hewan utuh, bagian hewan, atau zat yang dihasilkan hewan yang masih
belum berupa zat kimia murni (Anonim, 1979).
2. Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan yang dapat berupa kering, kental, dan cair yang dibuat
dengan menyari simplisia nabati atau simplisia hewani dengan cara yang sesuai,
diluar pengaruh sinar matahari langsung (Anonim, 1979).
Pembuatan sediaan ekstrak dimaksudkan agar zat berkhasiat yang terdapat
disimplisia terdapat dalam bentuk yang mempunyai kadar yang tinggi (Anief,
1987).
Ekstraksi merupakan metode penyarian yang digunakan tergantung pada jenis
zat aktif dan kandungan yang akan disari. Metode dasar, penyarian adalah
maserasi, perkolasi dan soxhletasi. Pemilihan terhadap ketiga cara di atas
disesuaikan dengan kepentingan dalam memperoleh sari (Harborne, 1987).
3. Infusa/ Infus
Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati dengan
air pada suhu 90o selama 15 menit. Pembuatan infus dengan cara mencampur
simplisia dengan derajat halus yang cocok dalam panci dengan air secukupnya,
panaskan diatas tangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai 90o
sambil sekali- sekali diaduk. Serkai selagi panas melalui kain flanel, tambahkan
air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infus yang
dikehendaki (Anonim,1979).
4. Aquadest
Aquadest merupakan singkatan dari Aqua Destilata yang dikenal sebagai air
suling. Aquadest dibuat dengan cara menyuling air yang dapat diminum.
Pemerian aquadest; merupakan cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan
tidak mempunyai rasa. Penyimpanan aquadest di dalam wadah tertutup baik
(Anonim,1979).
H. UJI ANALGETIKA
Berdasarkan jenis analgesiknya dibagi menjadi 2,yaitu :
1. Golongan Analgesik Non-narkotik
a. Metode Rangsang Kimia
Dalam metode ini, rangsang nyeri yang timbul berasal dari rangsang kimia
yang disebabkan zat kimia yang diberikan secara i.p. pada hewan uji. Beberapa
zat yag sering digunakan untuk metode ini yaitu asam asetat. Metode ini cukup
peka untuk pengujian senyawa yang mengandung daya analgesik lemah.
Pemberian analgesik akan mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dengan
jumlah geliat terkurang sampai hilang sama sekali tergantung pada senyawa
yang digunakan (Turner, 1995).
b. Metode Pedodolorimeter
Metode ini menggunakan aliran listrik untuk mengukur besarnya daya
analgesik. Alas kandang tikus terbuat dari metal yang biasa mengalirkan listrik.
Respon ditandai dengan teriakan dari tikus tersebut (Turner, 1995).
c. Metode Rektodolorimeter
Tikus diletakkan dalam sebuah kandang yang dibuat khusus dengan tembaga
yang dihubungkan dengan silinder elektroda tembaga. Sebuah voltmeter yang
sensitive untuk mengubah 0,1 volt dihubungkan dengan konduktor yang berada
pada gulungan di atas. Tegangan yang sering digunakan untuk menimbulkan
teriakan menjerit adalah 1-2 volt (Turner, 1995).
I. LANDASAN TEORI
Analgetika adalah obat atau senyawa yang bertujuan untuk mengurangi atau
melenyapkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Analgetik dibagi menjadi
dua golongan besar :
a. Analgetika yang berkhasiat kuat, bekerja pada pusat (hipnoanalgetika, kelompok
opiat). Ini disebut dengan analgetika narkotika atau opiodia.
b. Analgetika yang berkhasiat lemah (sampai sedang), bekerja terutama pada perifer
dengan sifat antiretika, kebanyakan juga mempunyai sifat antiinflamasi dan
antireumatik. Ini disebut dengan analgetik non narkotika.
Salah satu metode pengujian daya analfesik non narkotika adalah metode
rangsang kimia. Metode rangsang kimia yaitu dilakukan dengan memberikan zat
kimia secara p.o. pada hewan uji sehingga menimbulkan rangsangan nyeri. Zat kimia
yang sering dipakai pada metode ini adalah asam asetat. Adapun contoh beberapa
obat analgetik non narkotik antara lain asetosal, aspirin, asam mefenamat,
paracetamol dan asma salisilat. Metode ini cukup pekat untuk pengujian senyawa
yang mengandung daya analgetik rendah.
Asam asetat memberi efek nyeri melalui suatu mekanisme kerja dalam
memeberi suasana asam dengan adanya ion hidrogen. Ion hidrogen akan
menyebabkan pH pada sam lambung makin rendah sehingga menimbulkan rasa nyeri
dan peningkatan ion hidrogen.
J. HIPOTESIS
Ada efek analgetik yang ditimbulkan oleh seduhan ekstrak rimpang temu kunci
pada hewan uji mencit.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
B. METODE PENELITIAN
Metode pengujian efek analgesik yang digunakan pada penelitian ini adalah
metode rangsang kimia. Pada metode ini rasa nyeri yang timbul berasal dari rangsang
kimia yang disebabkan oleh zat kimia yaitu asam asetat 0.1% yang disuntikan pada
hewan uji secara intraperitonial.
Penelitian ini menggunakan asam asetat sebagai rangsang kimia yang diberikan
secara intraperitonial pada mencit yang telah dipuasakan selama 8 jam tidak diberi
makan tapi diberi minum sepuasnya dan diberi senyawa uji secara per oral pada 10
menit sebelumnya. Respon nyeri pada mencit yang diamati adalah geliat berupa
kontraksi perut disertai tarikan kedua kaki belakang dan perut menempel pada lantai.
Geliat diamati dan dihitung setiap 5 menit selama 1 jam. Pemberian senyawa
analgesik akan mengurangi rasa nyeri sehingga jumlah geliat yang terjadi akan
berkurang.
2. Variabel Tergantung : jumlah geliat mencit (jumlah gerakan kedua pasang kaki
ke depan dan ke belakang, serta perut menekan lantai kandang)
3. Definisi Operasional
Dilihat dari junlah geliat mencit yang diinduksi dengan asam asetat
c. Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari 10 gram serbuk
rimpang temu kunci dengan 100 ml air pada suhu 90oC selama 15 menit
kemudian diserkai setelah dingin, bila diperoleh volume kurang dari 100 ml
maka ditambahkan aquadest melalui ampas sampai diperoleh volume 100
ml.
Bahan yang digunakan dalam penelitian daya analgesik infusa rimpang temu
kunci adalah :
Rimpang temu kunci yang dibeli di Pasar Beringharjo, Yogyakarta, Jawa Tengah.
Rimpang yang dikumpulkan adalah rimpang dengan keadaan yang masih segar.
2. Hewan uji :
Mencit betina galur Swiss, dengan usia 2-3 bulan, dengan berat badan 20-30 gram
yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi, Univesitas
Sanata Dharma, Yogyakarta.
3. Spuit injeksi
4. Panci infusa
5. Penangas air
1. Determinasi
2. Pengumpulan bahan
Rimpang temu kunci yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Pasar
Beringharjo, Yogyakarta, Jawa Tengah. Rimpang yang digunakan adalah rimpang
dalam keadaan segar.
Hewan uji yang dibutuhkan adalah sebanyak 15 ekor mencit betina galur
Swiss. 25 ekor mencit betina ini kemudian dibagi menjadi 5 kelompok masing-
masing terdiri dari 5 ekor mencit. Kelompok I sebagai kontrol negatif, kelompok
II sebagai kontrol positif, dan kelompok III, IV, dan V sebagai kelompok
perlakuan diberi infusa rimpang temu kunci. Sebelum digunakan, mencit-mencit
dipuasakan selama 8 jam tidak diberi makan tetapi diberi minum sepuasnya.
8. Penetapan dosis
a. Aspirin
Lima belas ekor hewan uji dibagi menjadi tiga kelompok, tiap kelompok
diberi perlakuan secara peroral dengan dosis 0,7 mg/gr BB, 1,4 mg/gr BB, dan
2,8 mg/gr BB.
G. Analisis Hasil
Disusun oleh:
PRAKTIKAN KELOMPOK A
KELAS FST A