Anda di halaman 1dari 116

KAJIAN HUKUM TERHADAP PENGGUNAAN PAYLATER DALAM

PEMBAYARAN TRANSAKSI ANTARA KONSUMEN DENGAN


TRAVELOKA DITINJAU DARI POJK NOMOR 77/POJK.01/2016

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh


Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara

Oleh

YUDA FUADI
NIM: 140200136

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Yuda Fuadi*)
Bismar Nasution **)
Mahmul Siregar***)

Banyak permasalahan yang timbul dalam penggunaan PayLater dalam transaksi


konsumen misalnya mengenai kedudukan PayLater dalam pembayaran antara konsumen
dengan Traveloka, hubungan hukum antara konsumen pengguna Traveloka PayLater dengan
Traveloka serta praktik pembayaran dengan fasilitas Traveloka PayLater. Atas dasar itulah
kemudian dirasa perlu dilakukan penelitian mengenai penggunaan PayLater dalam transaksi
konsumen dengan Traveloka. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah:
bagaimanakah kedudukan hukum Paylater dalam pembayaran antara konsumen dengan
Traveloka menurut hukum di Indonesia, bagaimanakah hubungan hukum antara konsumen
pengguna Traveloka Paylater dengan Traveloka, bagaimanakah praktik pembayaran dengan
fasilitas Traveloka Paylater ditinjau berdasarkan PJOK Nomor 77/POJK.01/2016.
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif. Peneliti menggunakan
alat pengumpulan data berupa Studi Kepustakaan atau Studi Dokumen (Documentary Study)
dengan meneliti Peraturan OJK Nomor 77/POJK.01/2016.
Kedudukan Traveloka dalam pelaksanaan PayLater dapat dilihat dalam tiga aspek
yaitu: Dalam transaksi elektronik, yaitu sebagai issuer (Pasal 1 angka 6). Seperti yang telah
disampaikan sebelumnya bahwa penerbit merupakan bank dan lembaga selain bank.
Financial Technology, Traveloka PayLater menyediakan perjanjian online dengan
konsumennya. Pembiayaan Konsumen, yaitu sebagai kreditur yang menyediakan pembiayaan
kepada debitur dalam hal ini adalah konsumennya. Dalam pelaksanaan PayLater, hubungan
hukum yang terjalin antara Traveloka dengan pengguna adalah: Hubungan hukum perjanjian,
dimana Traveloka adalah sebagai pemberi dana, sedangkan pengguna adalah pihak yang
menggunakan dana dengan perjanjian pembayaran dilakukan secara kredit. Hubungan hukum
pembiayaan, yaitu Traveloka sebagai perusahaan pembiayaan dan pengguna adalah
nasabahnya. Hubungan antara antara pelaku usaha, dimana Traveloka sebagai pelaku usaha
yang berhak menerima haknya melalui perjanjian usaha yang dilakukan dengan pengguna.
Pelaksanaan transaksi dengan Traveloka PayLater harus memenuhi beberapa aspek, di
antaranya: Legalitas, apabila dikaitkan dengan Traveloka PayLater, dapat dikaji
keabsahannya yaitu pertama dari segi penyelenggara yang diatur dalam Pasal 2 POJK Nomor
77 Tahun 2016 dinyatakan sebagai Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. Untuk merespon
permasalahan fintech saat ini OJK telah membentuk Satuan Tugas Pengembangan Inovasi
Digital Ekonomi dan Keuangan untuk mengawasi pelaku fintech dan pada akhir tahun 2016
tepatnya tanggal 29 Desember 2016, akhirnya OJK mengeluarkan pengaturan mengenai
fintech yaitu Peraturan OJK Nomor 77/ POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam
Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI). POJK tersebut memuat aturan mengenai
penyediaan, pengelolaan, dan pengoperasian Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis
Teknologi Informasi

Kata kunci: PayLater, Traveloka, POJK

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


** Dosen Pembimbing I
*** Dosen Pembimbing II

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRACT
Yuda Fuadi*)
Bismar Nasution **)
Mahmul Siregar***)

Many problems arise in the use of PayLater in consumer transactions, for example
regarding the position of PayLater in payments between consumers and Traveloka, the legal
relationship between consumers of Traveloka PayLater users and Traveloka and payment
practices with Traveloka PayLater facilities. For this reason, it is felt that research on the use
of PayLater in consumer transactions with Traveloka is necessary. The problems in this study
are: how is the legal position of Paylater in payment between consumers and Traveloka
according to law in Indonesia, how is the legal relationship between consumers of Traveloka
Paylater users and Traveloka, how is the practice of payment with the Traveloka Paylater
facility reviewed based on PJOK Number 77 / POJK.01 / 2016.
The research conducted is normative legal research. Researchers used a data
collection tool in the form of a Literary Study or Documentary Study by examining OJK
Regulation Number 77 / POJK.01 / 2016.
Traveloka's position in the implementation of PayLater can be seen in three aspects,
namely: In electronic transactions, namely as an issuer (Article 1 number 6). As stated earlier,
issuers are banks and institutions other than banks. Financial Technology, Traveloka
PayLater provides online agreements with consumers. Consumer Financing, namely as a
creditor who provides financing to the debtor in this case is the consumer. In the
implementation of PayLater, the legal relationship established between Traveloka and the
user is: Legal relationship agreement, where Traveloka is the funder, while the user is the
party who uses the funds with a payment agreement made on credit. The legal relationship in
financing, namely Traveloka as a finance company and users are its customers. The
relationship between business actors, where Traveloka as a business actor is entitled to
receive their rights through a business agreement entered into with the user. The
implementation of a transaction with Traveloka PayLater must meet several aspects,
including: Legality, if it is associated with Traveloka PayLater, its validity can be assessed
first, in terms of organizers regulated in Article 2 POJK Number 77 of 2016 declared as
Other Financial Services Institutions. To respond to the current fintech issues, the OJK has
formed the Digital Economy and Finance Innovation Development Task Force to oversee the
fintech actors and at the end of 2016, precisely on December 29, 2016, the OJK finally issued
a regulation regarding fintech namely OJK Regulation Number 77 / POJK.01 / 2016
concerning Information Technology Based Lending and Borrowing Services (LPMUBTI).
The POJK contains rules regarding the provision, management and operation of Information
Technology-Based Money Lending and Borrowing Services.

Keywords: PayLater, Traveloka, POJK


* University of North Sumatra Faculty of Law students
** 1st Thesis Adviser of Law University of North Sumatera
*** 2nd Thesis Adviser of Law University of North Sumatera

ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugerah, kasih

karunia, hikmat dan sukacita sehingga penulis dapat menyelsaikan skripsi ini

dengan judul “Kajian Hukum Terhadap Penggunaan Paylater Dalam Pembayaran

Transaksi Antara Konsumen Dengan Traveloka Ditinjau Dari POJK Nomor

77/POJK.01/2016.” sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Hukum

(S-1) pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak sekali mendapatkan

bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung yang

telah membantu menyelesaikan skripsi ini.

1. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum Selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

2. Prof. Dr. OK. Saidin, S.H., M.HumSelaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

3. Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum Selaku Wakil Dekan II Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara

4. Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum Selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

5. Prof. Dr. Bismar Nasution,SH.,M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum

Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan sekaligus

Dosen Pembimbing I.

6. Ibu Tri Murti,SH.,MH selaku Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7. Dr. Mahmul Siregar, SH,M.Hum Selaku Dosen Pembimbing II yang telah

banyak membantu dan membimbing hingga terselesaikannya skripsi ini

tepat waktu

8. Terima kasih kepada rekan- rekan di Fakutas Hukum USU yang telah

membantu selama pengerjaan skripsi ini.

Mudah- mudahan skripsi ini dapat bermanfaat khususnya dalam hal

pengembangan ilmu pengetahuan dan berguna bagi masyarakat.

Medan, Januari 2020

Penulis

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

ABSTRAK ................................................................................................................ i

KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii

DAFTAR ISI .............................................................................................................. iv

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................. 1


B. Perumusan Masalah ......................................................................... 4
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ........................................................ 5
D. Keaslian Penulisan ........................................................................... 6
E. Tinjauan Kepustakaan ...................................................................... 8
F. Metode Penelitian ............................................................................ 17
G. Sistematika Penulisan ...................................................................... 21
BAB II : KEDUDUKAN HUKUM PAYLATER DALAM PEMBAYARAN
ANTARA KONSUMEN DENGAN TRAVELOKA MENURUT
HUKUM DI INDONESIA

A. Tinjauan Umum tentang Traveloka PayLater .................................. 24


1. Pengertian dan Dasar Hukum PayLater .................................... 24
2. Manfaat Penggunaan Traveloka PayLater ................................. 31
3. Syarat dan Ketentuan Penggunaan Traveloka PayLater ............ 39
B. Kedudukan Hukum Traveloka PayLater dalam Pembayaran
Transaksi Antara Konsumen dengan Traveloka Menurut Hukum di
Indonesia ........................................................................................... 50
1. Pembayaran dengan Traveloka PayLater Didasarkan Pada
Asas Kebebasan Berkontrak ....................................................... 50
2. Kedudukan PayLater Sebagai Uang Elektronik ......................... 51
3. Traveloka PayLater Sebagai Financial Technology ................... 58
4. Fasilitas Traveloka PayLater Sebagai Bentuk Pembiayaan
Konsumen ................................................................................... 59

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


v

BAB III : HUBUNGAN HUKUM ANTARA KONSUMEN PENGGUNA


TRAVELOKA PAYLATER DENGAN TRAVELOKA

A. Hubungan Hukum Antara Konsumen dan Traveloka dalam


Persepektif Hukum Pembiayaan Konsumen ..................................... 64
1. Tinjauan Umum Tentang Hukum Pembiayaan di Indonesia ...... 64
2. Hak dan Kewajiban Konsumen Sebagai Penerima Pembiayaan
(borrower) ................................................................................... 67
3. Hak dan Kewajiban Traveloka Sebagai Pemberi Pembiayaan ... 68
B. Hubungan Hukum Antara Konsumen dan Traveloka dalam
Perspektif Hukum Perjanjian ............................................................ 69
1. Tinjauan Umum tentang Hukum Perjanjian ............................... 69
2. Keabsahan Perjanjian Pinjaman Traveloka PayLater................. 74
3. Prestasi dan Wanprestasi dalam Perjanjian Pinjaman
Traveloka PayLater .................................................................... 82
C. Hubungan Hukum dalam Praktik Financial Technology ................. 89
1. Tinjauan Umum tentang Financial Technology Berdasarkan
Hukum di Indonesia .................................................................... 89
2. Hak dan Kewajiban Traveloka dalam Melaksanakan Kegiatan
Financial Technology ................................................................. 90
BAB IV : PRAKTIK PEMBAYARAN DENGAN FASILITAS
TRAVELOKA PAYLATER DITINJAU BERDASARKAN PJOK
NOMOR 77/POJK.01/2016

A. Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi


Berdasarkan PJOK Nomor 77/POJK.01/2016 .................................. 92
1. Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis
Teknologi Informasi ................................................................... 92
2. Pengguna Jasa Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis
Teknologi Informasi ................................................................... 94
3. Perjanjian Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis
Teknologi Informasi ................................................................... 95

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


vi

B. Praktik Pembayaran dengan Fasilitas Traveloka PayLater Ditinjau


Berdasarkan POJK Nomor 77/POJK.01/2016 .................................. 96
1. Legalitas Traveloka PayLater Berdasarkan POJK Nomor
77/POJK.01/2016 ........................................................................ 96
2. Perlindungan Terhadap Konsumen Penggunan Traveloka
PayLater...................................................................................... 97
3. Pengawasan Oleh Otoritas Jasa Keuangan ................................. 99
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 101
B. Saran ................................................................................................ 103
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 104
LAMPIRAN

vi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada awalnya sistem pembayaran pertama kali menggunakan sistem barter

yaitu pertukaran suatu barang/komoditi dengan komoditi lain secara langsung

sesuai dengan kebutuhan yang bersangkutan, akan tetapi sistem ini mempunyai

keterbatasan-keterbatasan seperti tidak efisien dan tidak adanya kesepakatan

standar mengenai nilai suatu barang. Dengan adanya keterbatasan-keterbatasan

tersebut dan semakin berkembangnya perekonomian, maka diperlukanlah suatu

benda yang disebut uang, yang dapat digunakan sebagai alat tukar, akan tetapi

mempunyai nilai tetap dan dapat diterima masyarakat luas. 1

Uang bukan hal yang baru bagi masyarakat, karena semua tingkatan

masyarakat telah mengenali dan memahami benar bahwa uang merupakan alat

yang digunakan dalam pertukaran dan pembayaran pada setiap transaksi ekonomi

yang dilakukan. 2 Sistem pembayaran merupakan suatu sistem yang mencakup

seperangkat aturan, lembaga dan mekanisme, yang digunakan untuk

melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul

dari suatu kegiatan ekonomi.3

1
Vietzhal Rivai, dkk, Bank and Financial Institution Management, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2001), hal. 4.
2
Julius R. Latumaerissa, Bank dan Lembaga Keuanagan Lainnya, (Jakarta: Selemba
Empat, 2011), hal. 3
3
Gatot Supramono, Hukum Uang di Indonesia, (Bekasi: Gramata Publishing, 2014), hal.
52

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2

Uang merupakan alat tukar yang diterima oleh masyarakat sebagai alat

pembayaran yang sah atas kesatuan hitungnya. 4 Disamping berfungsi sebagai alat

tukar dan alat pembayaran yang sah, uang juga berfungsi sebagai alat penyimpan

nilai, satuan hitung, ukuran pembayaran yang tertunda, serta alat ukuran umum

dalam menilai sesuatu.5

Perkembangan teknologi dan informasi di era globalisasi saat ini telah

mempengaruhi bahkan mengubah seluruh aspek kegiatan kehidupan manusia

salah satunya pola interaksi antar anggota masyarakat. Perkembangan teknologi

dan informasi saat ini, juga sedikit banyak telah diterapkan dalam dunia

perbankan yang bertujuan untuk mempermudah dan meningkatkan kesejahteraan

masyarakat yang nantinya diharapkan dapat berdampak pada kemakmuran

masyarakat Indonesia apabila dimanfaatkan secara tepat sebagaimana yang

dimaksud dalam Pasal 4 Undang- undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun

1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang- undang

Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998.6

Pertumbuhan alat pembayaran telah meningkat begitu pesat, seiring

dengan pengembangan teknologi dalam sistim pembayaran yang sedang

berkembang saat ini. Penggunaan teknologi moderen sebagai instrumen

pembayaran non-cash, baik secara domestik maupun secara internasional, telah

4
Tri Kunawangsih Pracoyo dan Antyo Pracoyo, Aspek Dasar Ekonomi Mikro, (Jakarta:
Grasindo, 2006, hal. 27
5
Ibid., hal. 28
6
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia Edisi 2, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2012), hal. 174

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

berkembang pesat disertai dengan berbagai inovasi yang mengarah pada

penggunaannya yang semakin efisien, aman, cepat dan nyaman.7

Pesatnya perkembangan teknologi dan keinginan untuk memberikan nilai

tambah pada debitur membuat bergesernya sistem pelayanan bank. Bank dalam

melakukan kegiatan usaha atau memberikan layanan kepada debitur, telah

berevolusi dari model konvensional face to face dan didasarkan pada paper

document ke model layanan dengan model non face to face dan digital. 8

Perkembangan sistem pembayaran yang berbasis elektronik telah memberikan

dampak munculnya inovasi-inovasi baru dalam sistem pembayaran yang

diharapkan dapat memberikan kemudahan, fleksibilitas, efisiensi dan

kesederhanaan dalam melakukan transaksi. Oleh karena itu, Bank Indonesia

mengadaptasi suatu alat pembayaran yang dapat mengakomodasi aspek-aspek

tersebut, yang dikenal dengan uang elektronik (selanjutnya disebut e-money).9

Uang elektronik tersebut dalam penyelenggaraannya dilakukan oleh

beberapa bentuk. Salah satu bentuknya adalah PayLater yang digunakan sebagai

alat transaksi antara konsumen dengan Traveloka. Traveloka secara resmi

mengumumkan peluncuran layanan terbarunya, PayLater. Ini adalah fitur

pembayaran yang didukung oleh PT Pasar Dana Pinjaman (Danamas) sebagai

salah satu pemegang lisensi peer-to-peer lending yang terdaftar dan diawasi oleh

Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

7
Burhanuddin Abdullah, Paper Seminar Internasional Toward a Less Cash Society in
Indonesia, (Jakarta: Direktorat Akunting dan Sistim Pembayaran Bank Indonesia, 2006), hal. 9
8
Rachmadi Usman, Karakteristik Uang Elektronik Dalam Sistem Pembayaran, Yuridika:
Volume 32 No. 1, Januari 2017, hal. 135.
9
Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

Dengan PayLater, pengguna dapat membayar di kemudian hari; mirip

seperti ketika Anda membayar dengan kartu kredit. Jangka waktu pembayaran

adalah 30 hari setelah transaksi. Anda juga bisa membayar secara menyicil

dengan durasi 1-12 bulan dengan bunga yang ringan. Saat ini, fitur ini dapat

diakses melalui situs web Traveloka (hanya jika digunakan untuk produk Tiket

Pesawat dan Hotel), serta Traveloka App versi 2.19 ke atas jika digunakan untuk

produk dan layanan Traveloka pada umumnya, termasuk Tiket Pesawat, Hotel,

Pesawat dan Hotel, Tiket Kereta Api, Tiket Bus dan Travel serta Aktivitas &

Rekreasi.

Pada kenyataannya penyelenggaraan tersebut ternyata mengalami kendala

yang merugikan konsumen. Banyak permasalahan yang timbul dalam penggunaan

PayLater dalam transaksi konsumen misalnya mengenai kedudukan PayLater

dalam pembayaran antara konsumen dengan Traveloka, hubungan hukum antara

konsumen pengguna Traveloka PayLater dengan Traveloka serta praktik

pembayaran dengan fasilitas Traveloka PayLater. Atas dasar itulah kemudian

dirasa perlu dilakukan penelitian mengenai penggunaan PayLater dalam transaksi

konsumen dengan Traveloka. Adapun penelitian ini dituangkan dalam bentuk

tulisan skripsi dengan judul: “Kajian Hukum Terhadap Penggunaan Paylater

Dalam Pembayaran Transaksi Antara Konsumen Dengan Traveloka Ditinjau Dari

POJK Nomor 77/POJK.01/2016.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, kemudian disusun rumusan

permasalahan sebagai berikut:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

1. Bagaimanakah kedudukan hukum Paylater dalam pembayaran antara

konsumen dengan Traveloka menurut hukum di Indonesia?

2. Bagaimanakah hubungan hukum antara konsumen pengguna Traveloka

Paylater dengan Traveloka?

3. Bagaimanakah praktik pembayaran dengan fasilitas Traveloka Paylater

ditinjau berdasarkan PJOK Nomor 77/POJK.01/2016?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Untuk mengetahui kedudukan hukum Paylater dalam pembayaran antara

konsumen dengan Traveloka menurut hukum di Indonesia.

2. Untuk mengetahui hubungan hukum antara konsumen pengguna

Traveloka Paylater dengan Traveloka.

3. Untuk mengetahui praktik pembayaran dengan fasilitas Traveloka

Paylater ditinjau berdasarkan PJOK Nomor 77/POJK.01/2016.

Manfaat bagi penelitian baik dalam segi praktis maupun segi teoritis,

yaitu:

1. Secara teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi

perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu hukum yang berkaitan

dengan aspek hukum penggunaan PayLater dalam transaksi konsumen dengan

Traveloka.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

2. Secara praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran berkaitan dengan aspek

hukum penggunaan PayLater dalam transaksi konsumen dengan Traveloka

sebagai alat transaksi.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelusuran pada perpustakaan Universitas Sumatera Utara

dan beberapa Universitas yang ada di Indonesia baik secara fisik maupun online

khususnya Fakultas Hukum, tidak dapati bahwa judul skripsi “Kajian Hukum

Terhadap Penggunaan Paylater Dalam Pembayaran Transaksi Antara Konsumen

Dengan Traveloka Ditinjau Dari POJK Nomor 77/POJK.01/2016.” Namun ada

beberapa judul penelitian yang berkaitan dengan penggunaan uang elektronik,

antara lain:

1. Mintarsih (2013) Fakultas Hukum Sekolah Tinggi Hukum Bandung,

dengan judul penelitian Perlindungan Konsumen Pemegang Uang

Elektronik (e-money) Dihubungan Dengan Undang- undang Nomor 8

Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Adapun permasalahan

dalam penelitian ini adalah :

a. Kekuatan mengikat syarat-syarat baru yang ditetapkan sepihak oleh pelaku

usaha pada saat pengajuan klaim ganti rugi dihubungkan Dengan Undang-

undang Perlindungan Konsumen.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7

b. Ketentuan tentang standar kualitas chip pada kartu e-money untuk

menjamin kualitas produk agar hak-hak konsumen menurut Undang-

undang Perlindungan Konsumen tidak dirugikan

2. Ivan Ferdinandus Halawa (2015). Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara, dengan judul penelitian Tanggung Jawab Penerbit Uang Elektronik

Terhadap Penyalahgunaan Uang Elektronik Yang Merugikan Pengguna

Uang Elektronik. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah

a. Kedudukan hukum penerbit uang elektronik dalam sistem

penyelenggaraan uang elektronik di Indonesia.

b. Bentuk penyalahgunaan uang elektronik yang merugikan pengguna uang

elektronik.

c. Tanggung jawab penerbit uang elektronik apabila terjadi penyalahgunaan

uang elektronik yang merugikan pengguna uang elektronik

3. Haikal Ramadhan (2016). Fakultas Hukum Universitas Diponegori dengan

judul penelitian Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Uang

Elektronik Dalam Melakukan Transaksi Ditinjau dari Peraturan Bank

Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014 Tentang Uang Elektronik (e-money).

Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah :

a. Bentuk pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia terhadap

penyelenggaraan sistem pembayaran uang elektronik.

b. Perlindungan hukum terhadap pengguna uang elektronik (e-money)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8

Adapun perbedaan dalam penelitian ini yaitu:

1. Pengaturan PayLater sebagai alat pembayaran dalam transaksi konsumen

dengan Traveloka.

2. Bentuk perlindungan hukum yang diberikan terhadap pemegang kartu

PayLater yang mengalami kehilangan kartu.

3. Bentuk tanggung jawab penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran

terhadap penggunaan PayLater dalam transaksi antara konsumen dengan

Traveloka.

Penelitian dilakukan saat ini berjudul “Kajian Hukum Terhadap

Penggunaan Paylater Dalam Pembayaran Transaksi Antara Konsumen Dengan

Traveloka Ditinjau Dari POJK Nomor 77/POJK.01/2016.” Penggunaan PayLater

dalam melakukan transaksi antara konsumen dengan Traveloka ditinjau

berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang

Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.

Dengan demikian, jika dilihat kepada permasalahan yang ada dalam

penelitian ini, maka dapat dikatakan bahwa penelitian ini merupakan karya ilmiah

yang asli, dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah maupun akademik.

E. Tinjauan Pustaka

1. Mata Uang

Uang merupakan alat untuk memenuhi kebutuhan manusia. Kebutuhan

menghendaki adanya alat pembayaran yang memudahkan pertukaran barang agar

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


9

pekerjaan dapat lebih mudah. Uang merupakan sesuatu yang sangat penting dalam

kehidupan manusia ditegaskan oleh Iswardono sebagai berikut:

“Perjalanan sejarah peradaban manusia menunjukkan bahwa uang


merupakan bagian yang integral dari kehidupan sehari-hari, bahkan ada
yang berpandangan bahwa uang merupakan darahnya suatu perekonomian,
mengingat di dalam masyarakat modern, di mana mekanisme
perekonomian berdasarkan pada lalu lintas barang dan jasa, semua
kegiatan-kegiatan ekonomi yang dilakukan akan memerlukan uang
sebagai alat pelancar guna mencapai tujuannya.” 10

Mata uang merupakan uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan

Republik Indonesia.11 Sedemikian pentingnya uang menyebabkan sebagian orang

berusaha untuk memiliki uang sebanyak-banyaknya, walaupun dengan cara yang

melawan hukum. Wujud dari cara-cara yang melawan hukum itu dapat berupa

kejahatan terhadap mata uang itu sendiri, salah satunya tindakan pemalsuan mata

uang. Kejahatan meniru atau memalsukan mata uang merupakan penyerangan

terhadap kepentingan hukum atas kepercayaan terhadap uang sebagai alat

pembayaran yang sah.

Uang berkembang dan berevolusi mengikuti perjalanan sejarah. Dari

perkembangan inilah, uang kemudian bisa dikategorikan dalam tiga jenis, yaitu

uang barang, uang kertas, dan uang giral atau uang kredit.12

a. Uang Barang (commodity money)

Uang barang adalah alat tukar yang memiliki nilai komoditas atau bisa

diperjualbelikan apabila barang tersebut digunakan bukan sebagai uang. Namun

10
Iswardono S.P., Uang dan Bank, (Yogyakarta: BPFE, 2004), hal. 3
11
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, Pasal 1 angka 2
12
Perry Warjiyo, Bank Indonesia Bank Sentral Republik Indonesia, (Jakarta: Pusat
Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, 2004), hal. 210

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

tidak semua barang bisa menjadi uang, diperlukan kondisi utama, agar suatu

barang bisa dijadikan uang, antara lain:

1) Kelangkaan (scarcity), yaitu persediaan barang tersebut harus terbatas.

2) Daya tahan (durability), yaitu barang tersebut harus bertahan lama.

3) Nilai tinggi, maksudnya barang yang dijadikan uang harus bernilai

tinggi, sehingga tidak memerlukan jumlah yang banyak dalam

melakukan transaksi.

b. Uang Tanda/Kertas (token money)

Ketika uang logam masih digunakan sebagai uang resmi dunia, ada

beberapa pihak yang melihat peluang meraih keuntungan dari kepemilikan mereka

atas emas dan perak. Pihak-pihak ini nadalah bank, orang yang meminjamkan

uang dan pandai emas (goldsmith) atau toko-toko perhiasan. mereka melihat bukti

peminjaman, penyimpanan atau penitipan emas dan perak ditempat mereka juga

bisa diterima dipasar.

Berdasarkan hal ini, pandai emas dan bank mengeluarkan surat (uang

kertas) dengan nilai yang besar dari emas atau perak yang dimilikinya. Karena

kertas ini didukung oleh kepemilikan atas emas dan perak, masyarakat umum

menerima uang kertas ini sebagai alat tukar. Jadi aspek penerimaan masyarakat

secara umum dan luas berlaku, sehingga menjadikan uang kertas sebagai alat

tukar yang sah.

Ini kemudian berlanjut sampai uang kertas menjadi alat tukar yang

dominan, dan semua sistem perekonomian menggunakannya sebagai alat tukar

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

utama. Malahan sekarang, uang yang dikeluarkan oleh bank sentral tidak lagi

didukung oleh cadangan emas. Ada beberapa keuntungan penggunaan uang

kertas, diantaranya biaya pembuatan rendah, pengirimannya mudah, penambahan

dan pengurangan lebih mudah dan cepat, serta dapat dipecah-pecahkan dalam

jumlah berapapun. Namun kekurangan uang kertas inipun cukup signifikan,

antara lain uang kertas ini tidak bisa dibawa kemana-mana dalam jumlah yang

banyak dan karena dibuat dari kertas, sangat mudah rusak.

c. Uang Giral

Uang giral adalah uang yang dikeluarkan oleh bank-bank komersial

melalui pengeluaran cek dan alat pembayaran giro lainnya. Uang giral ini

merupakan simpanan nasabah di bank yang dapat diambil setiap saat dan dapat

dipindahkan kepada orang lain untuk melakukan pembayaran. Artinya, cek dan

giro yang dikeluarkan oleh bank manapun bisa digunakan sebagai alat

pembayaran barang, jasa dan utang. Kelebihan uang giral sebagai alat pembayaran

adalah:

1) Kalau hilang dapat dilacak kembali sehingga tidak bisa diuangkan oleh

yang tidak berhak.

2) Tidak dapat dipindahtangankan dengan cepat dan ongkos yang rendah.

3) Tidak diperlukan uang kembali sebab cek dapat ditulis sesuai dengan

nilai transaksi.

Namun dibalik kelebihan sistem ini, sesungguhnya tersimpan bahaya

besar. Kemudahan perbankan menciptakan uang giral ditambah dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

instrument bunga bank membuka peluang terjadinya uangh beredar yang lebih

besar daripada transaksi riilnya. Inilah yang kemudian menjadi pertumbuhan

ekonomi yang semu (bubble economy).

2. Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi

yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat

agar mereka dapat menikmati semua hak- hak yang diberikan oleh hukum atau

dengan kata lain perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum yang harus

diberikan oleh aparat penegak hukum hak yang diberikan oleh hukum untuk

memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan

berbagai ancaman dari pihak manapun.13

Seperti dikemukakan dalam buku Nashriana, perlindungan hukum

merupakan kegiatan untuk melindungi individu dengan menyerasikan hubungan

nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam

menciptakan adanya ketertiban dalam pergaulan hidup antar sesama manusia. 14

Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subyek-

subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan

dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Perlindungan hukum dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu:15

1) Perlindungan Hukum Preventif

13
Ishaq, Dasar- dasar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009) hal. 43
14
Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana, (Jakarta: Rajawali, 2016) hal. 17
15
Ibid, hal. 20

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk

mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan

perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta

memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan sutu kewajiban.

2) Perlindungan Hukum Represif

Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi

seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah

terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.

Menurut Philipus M. Hadjon, bahwa sarana perlindungan Hukum ada dua

macam, yaitu :16

1) Sarana Perlindungan Hukum Preventif

Pada perlindungan hukum preventif ini, subyek hukum diberikan

kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu

keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Tujuannya adalah

mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan hukum preventif sangat besar artinya

bagi tindak pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena

dengan adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk

bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi. Di

Indonesia belum ada pengaturan khusus mengenai perlindungan hukum preventif.

2) Sarana Perlindungan Hukum Represif

16
Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia (Introduction to the
Indonesian Administrative Law), (Yogyakarta : Penerbit Gajah Mada University Press, 1993), hal.
111

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan

sengketa. Penanganan perlindungan hukum oleh Pengadilan Umum dan

Pengadilan Administrasi di Indonesia termasuk kategori perlindungan hukum ini.

Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah bertumpu dan

bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak

asasi manusia karena menurut sejarah dari barat, lahirnya konsep-konsep tentang

pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan kepada

pembatasanpembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah.

Prinsip kedua yang mendasari perlindungan hukum terhadap tindak pemerintahan

adalah prinsip negara hukum. Dikaitkan dengan pengakuan dan perlindungan

terhadap hak-hak asasi manusia, pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak

asasi manusia mendapat tempat utama dan dapat dikaitkan dengan tujuan dari

negara hukum.

Pengertian perlindungan menurut ketentuan Pasal 1 butir 6 Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban

menentukan bahwa perlindungan adalah segala upaya pemenuhan hak dan

pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada Saksi dan/atau Korban

yang wajib dilaksanakan oleh LPSK atau lembaga lainnya sesuai dengan

ketentuan Undang-Undang ini.

3. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

Peraturan OJK adalah peraturan yang ditetapkan oleh lembaga Otoritas

Jasa Keuangan yang dibuat dalam rangka melaksanakan tugas Otoritas Jasa

Keuangan. Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga Negara yang dibentuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

berdasarkan Undang- undang Nomor 21 Tahun 2011 yang berfungsi

menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap

keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan baik sektor penbankan, pasar

modal, dan sektor jasa keuangan non- bank seperti Asuransi, Dana Pensiun,
17
Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya.

Otoritas Jasa Keuangan sendiri merupakan lembaga independen dan bebas

dari campur tangan pihak lain yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang

pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan sebagaimana dimaksud

dalam Undang- undang Nomor 21 Tahun 2011 tersebut. Ini artinya, dalam

membuat atau mengeluarkan dan menetapkan sebuah peraturan, Otoritas Jasa

Keuangan tidak dapat diintervensi, melainkan melihat secara langsung fenomena

atau permasalahan dalam sektor jasa keuangan yang dianggap perlu untuk dibuat

peraturannya. Tugas pengawasan industri keuangan non- bank dan pasar modal

secara resmi beralih dari Kementerian Keuangan dan Bapepam- LK ke Otoritas

Jasa Keuangan pada tanggal 31 Desember 2012. Sedangkan pengawasan sektor

penbankan beralih dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan pada 31

Desember 2013 dan Lembaga Keuangan Mikro pada 2015.

4. Konsumen

Konsumen secara umum adalah pihak yang mengkonsumsi suatu produk.

Istilah konsumen berasal dari bahasa asing, consumer (Inggris); dan consumenten

(Belanda). Menurut kamus hukum Dictionary of Law Complete Edition konsumen

17
Website Resmi OJK. http://www.ojk.go.id/Pages/FAQ-Otoritas-Jasa-Keuangan.aspx
diakses pada 23 November 2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

merupakan pihak yang memakai atau menggunakan barang dan jasa, baik untuk

kepentingan diri sendiri maupun untuk kepentingan orang lain.18

Sementara pengertian konsumen dalam KBBI adalah: 1) pemakai barang

hasil produksi (bahan pakaian, makanan, dan sebagainya): kepentingan -- pun

harus diperhatikan; 2) penerima pesan iklan; 3) pemakai jasa (pelanggan dan

sebagainya).

Menurut Inosentius Samsul menyebutkan konsumen adalah pengguna atau

pemakai akhir suatu produk, baik sebagai pembeli maupun diperoleh cara lain,

seperti pemberian, hadiah dan undangan. Mariam Darus Badrul Zaman

memberikan definisi dengan cara mengambil alih pengertian yang digunakan oleh

kepustakaan Belanda, bahwa konsumen adalah Semua individu yang

menggunakan barang dan jasa secara konkret dan riil.19

Selanjutnya, Az. Nasution membagi pengertian konsumen dilihat dari

tujuan penggunaan barang dan/atau jasa, yaitu:

a. Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa

yang digunakan untuk tujuan tertentu;

b. Konsumen antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/

atau jasa untuk digunakan dengan tujuan membuat barang dan/ atau

jasa lain untuk diperdagangkan (tujuan komersil); bagi konsumen

antara, barang atau jasa itu adalah barang atau jasa kapital yang berupa

bahan baku, bahan penolong atau komponen dari produk lain yang

18
M. Marwan dan Jimmy. P, Kamus Hukum, (Surabaya: Reality Publisher, 2009) hal. 378
19
Dalam Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2012) hal. 16

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

akan diproduksinya (produsen). Konsumen antara ini mendapatkan

barang atau jasa di pasar industri atau pasar produsen.

c. Konsumen akhir adalah setiap orang yang mendapat dan menggunakan

barang dan/ atau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan hidupnya

pribadi, keluarga dan/ atau rumah tangga dan tidak untuk

diperdagangkan kembali (non komersial).

Sementara pengertian konsumen secara yuridis formal dimuat dalam Pasal

1 angka 2 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, ”Konsumen

adalah setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam

masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun

makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini merupakan

penelitian hukum normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara
20
meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder. Adapun alasan peneliti

menggunakan hukum normatif, dikarenakan guna mengetahui kedudukan hukum

penggunaan PayLater secara hukum dan menghasilkan sebuah kesimpulan

direlevansikan dengan teori-teori hukum yang ada.

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif. Penelitian bersifat deskriptif yaitu

merupakan penelitian yang bertujuan menggambarkan secara cermat karakteristik


20
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2006), hal. 118

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

dari fakta-fakta (individu, kelompok atau keadaan) dan untuk menentukan

frekuensi sesuatu terjadi. 21 Analisis yang dimaksudkan berdasarkan gambaran

penggunaan PayLater dalam transaksi konsumen dengan Traveloka, fakta yang

diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat untuk menjawab penelitian.22

3. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan pendekatan

Undang- undang (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua Undang-

undang dan regulasi berkaitan dengan aspek hukum Penggunaan PayLater dalam

melakukan transaksi antara konsumen dengan Traveloka ditinjau berdasarkan

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan

Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.23

4. Data penelitian

Data dalam penulisan ini adalah data sekunder, yaitu bahan pustaka yang

mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku perpustakaan, peraturan

perundang- undangan, karya ilmiah, artikel-artikel, serta dokumen yang berkaitan

dengan materi penelitian.24

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang terbagi atas:

a. Bahan hukum primer yaitu berbagai bahan hukum yang bersifat mengikat

yang terdiri dari:

21
Rianto Adi, Metode Penelitian Sosial dan Hukum, (Jakarta : Granit, 2000), hal. 58
22
Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Indonesia pada Akhir ke-20, (Bandung : Alumni,
1994), hal. 10
23
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Prenanda Media Group, 2013),
hal. 7
24
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan
Singkat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), hal. 12.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

1) Undang- undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2) Undang- undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas

Undang- undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

3) Undang- undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas

UndangUndang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

4) Undang- undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2011 Tentang

Mata Uang

5) Undang- undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang

Perubahan Atas Undang- undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik.

6) Undang- undang Nomor 8 tahun 199 tentang Perlindungan Konsumen.

7) Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang

Elektronik

8) SE BI Nomor 16/11/DKSP/2014 tentang Penyelenggaraan Uang

Elektronik, SE BI No. 16/12/DPAU tentang Penyelenggaraan Layanan

Keuangan Digital (LKD)

9) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang

Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.

b. Bahan-bahan hukum sekunder, adalah juga seluruh informasi tentang

hukum yang berlaku atau yang pernah berlaku di suatu negeri. Namun,

berbeda dengan bahanbahan hukum primer, bahan-bahan hukum yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

sekunder ini, secara formal tidak dapat dikatakan sebagai hukum positif.25

Bahan-bahan hukum sekunder dapat membantu menganalisa, memahami,

dan menjelaskan bahan hukum primer, antara lain berupa;Buku-buku

literatur. Tulisan-tulisan ilmiah berupa jurnal, makalah, maupun artikel-

artikel ilmiah yang berkaitan dengan penelitian ini. Tulisan-tulisan ilmiah

berupa jurnal, skripsi, tesis, makalah, maupun artikel-artikel ilmiah yang

berkaitan dengan penelitian ini.26

c. Bahan hukum tertier yaitu berbagai bahan yang memberikan penjelasan

terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti Kamus Hukum,

Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Inggris, serta ensiklopedia.

5. Teknik Pengumpulan Data

Jenis data dalam penelitian ini meliputi data sekunder. Teknik

pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan

cara studi kepustakaan (library research). Studi kepustakaan (library research)

dilakukan untuk mengumpulkan data melalui pengkajian terhadap peraturan

perUndang- undangan, literatur, tulisan-tulisan para ahli hukum, putusan-putusan

hakim yang berkaitan dengan judul penelitian ini.27

6. Analisis Data

Analisis data merupakan kegiatan dalam penelitian yang berupa

melakukan kajian atau telaah terhadap hasil pengolahan data yang dibantu dengan

25
Soetanyo Wignjosoebroto, Hukum, Konsep dan Metode, (Malang: Setara Press, 2013),
hal. 68-69.
26
Ibid.
27
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, (Jakarta:Rajawali Press. 2013), hal. 15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

teori-teori yang telah didapatkan sebelumnya. Secara sederhana analisis data ini

disebut sebagai kegiatan memberikan telaah, yang dapat berarti menentang,

mengkritik, mendukung. Menambah atau memberi komentar dan kemudian

membuat suatu kesimpulan terhadap hasil penelitian dengan pikiran sendiri dan

bantuan teori yang telah dikuasainya. 28

Hasil suatu penelitian hukum normatif agar lebih baik nilainya atau untuk

lebih tepatnya penelaahan dalam penelitian tersebut, peneliti perlu menggunakan

pendekatan dalam setiap analisisnya. Pendekatan ini bahkan akan dapat

menentukan nilai dari hasil penelitian tersebut. Hal ini dapat dilihat jika

pendekatan yang digunakan dalam analisis tersebut tidak tepat, maka dipastikan

bahwa bobot penelitian ini akan rendah, tidak akurat dan kebenarannya pun

diragukan atau dapat dipertanyakan. Oleh karena itu, pemilihan pendekatan dalam

melakukan analisis hasil penelitian menjadi sangat penting. Pendekatan dalam

penelitian hukum normatif dimaksudnya adalah bahan untuk mengawali sebagai

dasar sudut pandang dan kerangka berpikir seorang peneliti untuk melakukan

analisis.29

G. Sistematika Penulisan

Keseluruhan sistematika dalam penulisan skripsi ini adalah satu kesatuan

yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya dan tidak terpisahkan.

Sistematika penulisan adalah sebagai berikut:

28
Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif &
Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), hal. 180
29
Ibid., hal. 184.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

Bab I, merupakan pendahuluan, yang berisikan latar belakang, perumusan

masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka dan

metode penelitian serta sistematika penulisan.

Bab II, KEDUDUKAN HUKUM PAYLATER DALAM PEMBAYARAN

ANTARA KONSUMEN DENGAN TRAVELOKA MENURUT HUKUM DI

INDONESIA. Bab ini berisikan Tinjauan Umum tentang Traveloka PayLater

yang memuat tentang: Pengertian dan Dasar Hukum PayLater, Manfaat

Penggunaan Traveloka PayLater dan Syarat dan Ketentuan Penggunaan

Traveloka PayLater . Kemudian selanjutnya mengenai Kedudukan Hukum

Traveloka PayLater dalam Pembayaran Transaksi Antara Konsumen dengan

Traveloka Menurut Hukum di Indonesia yang memuat tentang: Pembayaran

dengan Traveloka PayLater Didasarkan Pada Asas Kebebasan Berkontrak,

Kedudukan PayLater Sebagai Uang Elektronik, Traveloka PayLater Sebagai

Financial Technology dan Fasilitas Traveloka PayLater Sebagai Bentuk

Pembiayaan Konsumen.

Bab III, HUBUNGAN HUKUM ANTARA KONSUMEN PENGGUNA

TRAVELOKA PAYLATER DENGAN TRAVELOKA. Bab ini berisikan

Hubungan Hukum Antara Konsumen dan Traveloka dalam Persepektif Hukum

yang memuat tentang: Tinjauan Umum Tentang Hukum Pembiayaan di Indonesia,

Hak dan Kewajiban Konsumen Sebagai Penerima Pembiayaan (borrower) dan

Hak dan Kewajiban Traveloka Sebagai Pemberi Pembiayaan. Kemudian

selanjutnya dibahas mengenai Hubungan Hukum Antara Konsumen dan

Traveloka dalam Perspektif Hukum Perjanjian yang memuat tentang: Tinjauan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

Umum tentang Hukum Perjanjian, Keabsahan Perjanjian Pinjaman Traveloka

PayLater dan Prestasi dan Wanprestasi dalam Perjanjian Pinjaman Traveloka

PayLater. Pada poin terakhir dibahas tentang Hubungan Hukum dalam Praktik

Financial Technology yang memuat tentang: Tinjauan Umum tentang Financial

Technology Berdasarkan Hukum di Indonesia serta Hak dan Kewajiban Traveloka

dalam Melaksanakan Kegiatan Financial Technology.

Bab IV, PRAKTIK PEMBAYARAN DENGAN FASILITAS

TRAVELOKA PAYLATER DITINJAU BERDASARKAN PJOK NOMOR

77/POJK.01/2016. Bab ini berisikan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis

Teknologi Informasi Berdasarkan PJOK Nomor 77/POJK.01/2016 yang memuat

tentang: Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi

Informasi, Pengguna Jasa Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi

Informasi, Perjanjian Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi

Informasi serta Edukasi dan Perlindungan Pengguna Layanan Pinjam Meminjam

Uang Berbasis Teknologi Informasi. Kemudian dibahas mengenai Praktik

Pembayaran dengan Fasilitas Traveloka PayLater Ditinjau Berdasarkan POJK

Nomor 77/POJK.01/2016 yang memuat tentang: Legalitas Traveloka PayLater

Berdasarkan POJK Nomor 77/POJK.01/2016, Permasalahan yang Timbul dalam

Penggunaan Traveloka PayLater, Perlindungan Terhadap Konsumen Penggunan

Traveloka PayLater dan Pengawasan Oleh Otoritas Jasa Keuangan .

Bab V, Kesimpulan dan Saran merupakan penutup dalam penulisan skripsi

ini, dalam hal ini penulis menyimpulkan pembahasan- pembahasan sebelumnya

dan dilengkapi dengan saran- saran.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB II

KEDUDUKAN HUKUM PAYLATER DALAM PEMBAYARAN ANTARA


KONSUMEN DENGAN TRAVELOKA MENURUT
HUKUM DI INDONESIA

A. Tinjauan Umum tentang Traveloka PayLater

1. Pengertian dan Dasar Hukum PayLater

Seperti telah diketahui bahwa PayLater merupakan alat pembayaran yang

digunakan konsumen dengan Traveloka. Jenis alat pembayaran ini sama seperti

penggunaan uang elektronik dikarenakan PayLater merupakan salah satu uang

elektronik. Sedangkan penggunaannya sama seperti penggunaan kartu kredit,

dimana konsumen dapat melakukan pembayaran yang dibiayai terlebih dahulu

oleh Traveloka, kemudian pada waktunya konsumen melakukan pembayaran

kepada Traveloka.

PayLater adalah fasilitas keuangan dari Traveloka yang memungkinkan

metode pembayaran dengan cicilan tanpa kartu kredit atau yang umum dikenal

dengan Kredit Online. Metode pembayaran ini berlaku untuk semua produk yang

tersedia di Traveloka, kecuali untuk beberapa produk Pembayaran Tagihan dan

top-up Pulsa.59

Aplikasi cicilan online ini dapat membantu pelanggan mewujudkan

liburan dadakan dengan nyaman dan bebas ribet. Setiap pengguna aplikasi dapat

beli tiket dan produk-produk lainnya tanpa bayar dulu. Proses pendaftaran yang

59
Situs Traveloka, https://www.traveloka.com/id-id/travelokapay/paylater diakses pada
19 Desember 2019

24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

cepat dan mudah juga menjadi kelebihan PayLater Traveloka. Serta tidak ada

biaya tambahan, seperti biaya tahunan dan uang muka.

PayLater dapat dikategorikan sebagai e-money disebabkan penggunaan

dan prosedur pendaftarannya dilaksanakan secara online. Penggunaan uang

elektronik pada PayLater hanya dapat digunakan untuk transaksi pada aplikasi

Traveloka. Transaksi pada Traveloka dianggap sah apabila telah memenuhi segala

persyaratan yang ditentukan oleh pihak Traveloka.

Secara umum, e-money dalam bahasa Inggris e-money, merupakan sebuah

alat pembayaran yang menggantikan uang konvensional, dapat digunakan dan

didisribusikan sebagai alat tukar, yang disimpan dalam format digital di sebuah

komputer atau micro chip dalam sebuah kartu.60

Bank for International Settlement (BIS) dalam salah satu publikasinya

pada bulan Oktober 1996 memberikan definisi e-money sebagai

“stored-value or prepaid products in which a record of the funds or value


available to a consumer is stored on an electronic device in the
consumer’s possession” (produk stored-value atau prepaid di mana
sejumlah nilai uang disimpan dalam suatu media elektronis yang dimiliki
seseorang).61

Menurut Hidayati e-money mengacu pada definisi yang dikeluarkan

oleh Bank for International Settlement (BIS) dalam salah satu publikasinya pada

bulan Oktober 1996 mendefinisikan uang elektronik sebagai

“stored value or prepaid products in which a record of the funds or value


available to a consumer is stored on an electronic device in the
consumer’s possession” (produk stored-value atau prepaid dimana

60
Bank for Internatonal Settlements, Implications for Central Banks of the Development
of Electronic Money, (Basle, 1996), hal. 1
61
Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

sejumlah uang disimpan dalm suatu media elektronik yang dimiliki


seseorang).62

Pengertian e-money mengacu pada definisi yang dikeluarkan oleh Bank for

International Settlement (BIS) dalam salah satu publikasinya pada bulan Oktober

1996.63 Dalam publikasi tersebut e-money didefinisikan sebagai

“stored-value or prepaid products in which a record of the funds or value


available to a consumer is stored on an electronic device in the
consumer’s possession” (produk stored-value atau prepaid di mana
sejumlah nilai uang disimpan dalam suatu media elektronis yang di mana
sejumlah nilai uang disimpan dalam suatu media elektronik yang dimiliki
seseorang).

Lebih lanjut dijelaskan bahwa nilai uang dalam e-money akan berkurang

pada saat konsumen menggunakannya untuk pembayaran. Disamping itu e-money

yang dimaksudkan disini berbeda dengan “single-purpose prepaid card” lainnya

seperti kartu telepon, sebab e-money yang dimaksudkan di sini dapat digunakan

untuk berbagai macam jenis pembayaran (multipurposed).64

Ada banyak jenis-jenis transaksi yang dapat ditempuh dengan

menggunakan e-money, jenis-jenis transaksi, antara lain:65

1. Penerbitan dan pengisian ulang uang elektonik, Sebelum penerbit

menerbitkan uang elektronik, penerbit akan mengisi nilai uang terlebih

dulu ke dalam media elektronik yang akan digunakan sebagai e-money.

Kemudian apabila nilai e-money yang dipegang oleh pemegang sudah

habis, pemegang dapat melakukan pengisian uang (top up).

62
Siti Hidayati. Operasional E-Money. (Jakarta: Bank Indonesia,2006), hal. 4
63
Siti Hidayati, dkk, Kajian Operasional E-money, (Jakarta: Bank Indonesia, 2006), hal.
4
64
Ibid.
65
Afif Muamar dan Ari Salman Alparisi. Electronic money (e-money) dalam perspektif
maqashid syariah, Muamar,Journal of Islamic Economics Lariba. Vol. 3, 2017, hal. 3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

2. Transaksi pembayaran dengan e-money pada prinsipnya dilakukan

melalui penukaran nilai uang yang ada di dalam e-money dengan

barang atau jasa antara pemegang dengan penjual dengan

menggunakan protocol yang telah ditetapkan sebelumnya.

3. Transfer. Transfer dalam fasilitas e-money merupakan fasilitas

pengiriman nilai e-money antar pemegang e-money melalui terminal-

terminal yang telah dilengkapi perlengkapan khusus oleh penerbit.

4. Tarik tunai yaitu fasilitas penarikan uang atas nilai e-money yang

tercatat dalam media e-money yang dimiliki pemegang yang dapat

dilakukakan setiap saat oleh pemegang.

5. Refund/Redeem yakni penukaran kembali nilai e-money kepada

penerbit, baik dilakukan pada saat nilai e-money tidak terpakai atau

masih tersisa pada saat pemegang mengakhiri penggunaan e-money

dan atau masa berlaku media e-money telah berakhir, ataupun yang

dilakukan oleh pedagang pada saat penukaran nilai e-money yang

diperoleh pedagang dari pemegang atas transaksi jual beli barang.

Beberapa manfaat atau kelebihan dari penggunaan e-money dibandingkan

dengan uang tunai maupun alat pembayaran non-tunai lainnya, antara lain: 66

1. Lebih cepat dan nyaman dibandingkan dengan uang tunai, khususnya untuk

transaksi yang bernilai kecil (micro payment), disebabkan debitur tidak perlu

menyediakan sejumlah uang pas untuk suatu transaksi atau harus menyimpan

66
Afif Muamar dan Ari Salman Alparisi. loc.cit.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

uang kembalian. Selain itu, kesalahan dalam menghitung uang kembalian dari

suatu transaksi tidak terjadi apabila menggunakan e-money.

2. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu transaksi dengan e-money

dapat dilakukan jauh lebih singkat dibandingkan transaksi dengan kartu kredit

atau kartu debit, karena tidak harus memerlukan proses otorisasi online, tanda

tangan maupun PIN. Disamping itu, dengan transaksi off-line, maka biaya

komunikasi dapat dikurangi.

3. Electronic value dapat diisi ulang kedalam kartu e-money melalui berbagai

sarana yang disediakan oleh issuer.

Berdasarkan medianya e-money dibagi menjadi dua, yaitu e-money yang

nilai uangnya selain dicatat pada media elektronik yang dikelola oleh penerbit

juga dicatat dalam media elektronik yang dikelola oleh pemegang. 67e-money yang

nilai e-moneynya hanya dicatat pada media elektronik yang dikelola oleh penerbit.

Berdasarkan masa berlakunya e-money dibedakan menjadi dua yaitu reloadable

merupakan e-money yang dapat dilakukan pengisian ulang (top-up), dan tidak

dapat diisi ulang (disposablee-money).68 Berdasarkan jangkauan penggunaanya e-

money dibedakan menjadi dua, yaitu Single-Purpose merupakan e-money yang

hanya dapat digunakan untuk transaksi pembayaran atas kewajiban yang timbul

dari satu jenis transaksi ekonomi, dan Multi-Purpose adalah e-money yang dapat

digunakan untuk berbagai jenis transaksi ekonomi.69

67
Ibid.
68
Rivai, V., Veithzal, A. P., dan Idroes, F. N, Bank and Financial Institution
Management, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 1367–1368.
69
Ibid

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

Berdasarkan tercatat atau tidaknya identitas pemegang e-money dibedakan

menjadi dua yaitu Registered merupakan uang elektronik yang terdaftar dan

tercatat identitas pemegangnya, dan Unregistered adalah uang elektronik yang

tidak terdaftar dan tidak tercatat identitas pemegangnya. Batas maksimal nilai e-

moneyunregistered seberar 1 juta Rupiah.70

Perkembangan sistem pembayaran yang berbasis elektronik telah

memberikan dampak munculnya inovasi-inovasi baru dalam sistem pembayaran

yang diharapkan dapat memberikan kemudahan, fleksibilitas, efisiensi, dan

kesederhanaan dalam melakukan transaksi. Oleh karena itu, Bank Indonesia

mengadaptasi suatu alat pembayaran yang dapat mengakomodasi aspek-aspek

tersebut, yang dikenal dengan e-money.71

Pesatnya perkembangan teknologi dan keinginan untuk memberikan nilai

tambah pada debitur membuat bergesernya sistem pelayanan bank. Bank dalam

melakukan kegiatan usaha atau memberikan layanan kepada debitur, telah

berevolusi dari model konvensional face to face dan didasarkan pada paper

document ke model layanan dengan model non face to face dan digital. 72

Perkembangan sistem pembayaran yang berbasis elektronik telah memberikan

dampak munculnya inovasi-inovasi baru dalam sistem pembayaran yang

diharapkan dapat memberikan kemudahan, fleksibilitas, efisiensi dan


70
Afif Muamar dan Ari Salman Alparisi. loc.cit.
71
Mintarsih. Perlindungan Konsumen Pemegang Uang Elektronik (E-Money)
Dihubungan Dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 29 No. 02 September 2013, hal. 896
72
Ronald Waas, Pencegahan Dan Penanganan Kejahatan Pada Layanan Perbankan
Elektronik, Makalah disampaikan pada Seminar Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia:
Pencegahan dan Penanganan Kejahatan pada Layanan Perbankan Elektronik di Jakarta, 2012, hal.
2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

kesederhanaan dalam melakukan transaksi. Oleh karena itu, Bank Indonesia

mengadaptasi suatu alat pembayaran yang dapat mengakomodasi aspek-aspek

tersebut, yang dikenal dengan e-money.73

Meskipun kehadiran alat pembayaran ini masih relatif baru, namun e-

money cukup mendapat tempat di masyarakat. Selama kurang lebih satu setengah

tahun sejak pertama terbit pada April 2007, jumlah e-money telah mencapai 430

ribu. Berbeda pada awal penerbitannya, e-money saat ini tidak hanya diterbitkan

dalam bentuk chip yang tertanam pada kartu atau media lainnya (chip based),

namun juga telah diterbitkan dalam media lain yaitu suatu media yang saat

digunakan untuk bertransaksi akan terkoneksi terlebih dulu dengan server penerbit

(server based). Begitu pula dari sisi penggunaannya, hampir dari seluruh e-money

yang diterbitkan tidak lagi bersifat single purpose namun sudah multi purpose,

sehingga dapat diterima di banyak merchant yang berbeda.74

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa PayLater

merupakan bagian dari e-money dengan mengacu pada Peraturan Bank Indonesia

Nomor PBI. No. 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik. Kedudukan PayLater

sebagai e-money dikarenakan pada pelaksanaannya cara pembayaran atau

transaksi dilakukan secara online dan menggunakan media teknologi. Dengan

demikian jelas bahwa PayLater merupakan bagian dari uang elektronik atau e-

money.

73
Mintarsih, op.cit., hal. 896
74
Laporan dan Sistem Pembayaran dan Peredaran Uang Tahun 2008, Bank Indonesia,
2008, hal. 14

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

2. Manfaat Penggunaan Traveloka PayLater

Manfaat atau keuntungan yang dapat didapatkan melalui PayLater

Traveloka adalah sebagai berikut: 75

1) Kemudahan untuk membeli produk-produk Traveloka tanpa harus

membayarnya di hari yang bersamaan;

2) Pembelian pada produk Traveloka dapat dilakukan dengan cicilan tanpa

menggunakan kartu kredit;

3) Selain pembelian tiket pesawat, PayLater juga dapat digunakan untuk

membeli reservasi hotel tanpa kartu kredit, selain itu juga dapat digunakan

untuk membeli tiket kereta api dan tiket rekreasi;

4) Traveloka PayLater juga dapat membantu pengguna membatasi

pengeluarannya. Traveloka PayLater memberikan program pinjaman

mulai 1-12 bulan dengan limit Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

Telah dijelaskan di atas bahwa PayLater Traveloka merupakan bagian dari

e-money. E-money yang diterbitkan saat ini ada yang berbasis chip (chip base)

seperti kartu prabayar dan ada pula yang berbasis server (server base) seperti e-

money yang dapat diakses melalui telepon seluler (handphone).76 Saat ini e-money

baru diterbitkan oleh 11 (sebelas) penerbit yang terdiri dari satu Bank

75
Situs Traveloka, https://www.traveloka.com/id-id/travelokapay/paylater diakses pada
19 Desember 2019
76
Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


32

Pembangunan Daerah (BPD), lima Bank Umum dan lima Lembaga Selain Bank

(perusahaan telekomunikasi). Penerbit-penerbit uang elektronik tersebut yaitu :77

1. Bank DKI Jakarta (Jak Card)

2. Bank Central Asia Tbk (Flazz)

3. Bank Mandiri (Persero) Tbk (Indomaret Card; Gaz Card; dan E-Toll Card)

4. Bank Mega Tbk (Studio Pass Card dan Smart Card)

5. Bank BNI (Persero) Tbk (Java Jazz Card dan Kartuku)

6. Bank BRI (Persero) Tbk (BRIZZI)

7. PT. Indosat (Dompetku)

8. PT. Skye Sab Indonesia (Skye Card)

9. PT. Telkom (Persero) (Flexy Cash dan i-Vas Card)

10. PT. Telkomsel (T-Cash)

11. PT. XL Axiata Tbk (XL Tunai)

12. Traveloka

13. Gojek Indonesia

14. OVO

Pada periode 2013 sampai dengan 2014, nilai transaksi e-money di

Indonesia mengalami kenaikan 14,17 persen di mana nilai pada tahun 2014

mencapai Rp. 2.907.432 juta lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2013. Tren

selama periode 2010-2014 mengalami pertumbuhan positif sebesar 52,47 persen.

Total jumlah nilai transaksi e-money kurun lima tahun terakhir berjumlah Rp.

77
Kemneterian Perdagangan Republik Indonesia, Jurnal Pusdiklat Perdagangan, Volume
1 Nomor 1 tahun 2015, hal. 106

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


33

9.873.242 milyar, hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia selama kurun

lima tahun terakhir ini, mulai antusias dalam penerapan transaksi e-money. 78

Bank Indonesia pertama kali menerbitkan izin e-money pada tahun 2009

melalui PBI. No. 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik. Data Bank Indonesia

mencatat, jumlah e-money yang beredar pada tahun 2016 sebesar 51.204.580

kartu dan pada September 2017 sejumlah 71.783.618 kartu. Sementara volume

transaksi melalui e-money hingga September 2017 mencapai 547.021.304

transaksi dengan nominal Rp 7,5 Triliun. 79

Dalam PBI Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik, Pihak yang

mengajukan izin sebagai Penyelenggara UE harus memenuhi persyaratan:

1) warga negara Indonesia; dan/atau

2) badan hukum Indonesia.

Dalam hal terdapat kepemilikan asing pada Lembaga Selain Bank tersebut

maka perhitungan porsi kepemilikan asing tersebut meliputi kepemilikan secara

langsung maupun kepemilikan secara tidak langsung sesuai dengan penilaian

Bank Indonesia. Pihak yang dimaksud dalam hal ini adalah Traveloka yang

merupakan badan hukum. Pihak yang mengajukan izin sebagai Penyelenggara UE

harus memenuhi persyaratan:

1) aspek umum, yaitu entitas berupa Bank atau Lembaga Selain Bank

(LSB) yang berbentuk perseroan terbatas; dan

78
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, Jurnal Pusdiklat Perdagangan, Volume
1 Nomor 1 tahun 2015, hal. 106
79
Pranoto. Eksistensi Kartu Kredit Dengan Adanya Electronic Money (E-Money) Sebagai
Alat Pembayaran Yang Sah, Privat Law Vol: 6 No: 1 2018, hal. 29

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

2) aspek kelayakan, yang meliputi aspek kelembagaan dan hukum, aspek

kelayakan bisnis dan kesiapan operasional, aspek tata kelola, risiko,

dan pengendalian.

Selain itu, Penyelenggara UE harus menyampaikan surat pernyataan dan

jaminan (representations and warranties). Penyelenggara UE yang telah

memperoleh izin dan akan melakukan pengembangan produk, aktivitas UE,

dan/atau melakukan kerja sama dengan pihak lain, wajib terlebih dahulu

memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia.

Jumlah, transaksi, dan volume, e-money terus mengalami peningkatan dari

tahun ke tahun. Pertumbuhan ini jauh dibandingkan pertumbuhan kartu kredit dan

ATM yang pertumbuhannya cenderung stagnan. Menurut data Bank Indonesia e-

money menjadi salah satu alat pembayaran non-tunai yang amat potensial untuk

meningkatkan perekonomian Indonesia. Kenaikan transaksi e-money terdorong

karena dua hal, yaitu elektronifikasi jalan tol dan bantuan sosial. Elektronifikasi

jalan tol pada akhir Oktober 2017 diprediksi akan meningkatkan transaksi e-

money. Layanan e-money dikeluarkan oleh berbagai bank, operator, maupun

perusahaan jasa. Namun dalam perkembangannya e-money di Indonesia belum

sebesar negara lain seperti Taiwan dan Hongkong. Perbankan Indonesia yang

paling banyak menerbitkan e-money merupakan Bank Central Asia (BCA) dengan

label BCA Flazz sebanyak 13.5 juta kartu per September 2017. Selanjutnya Bank

Mandiri yang telah mengedarkan e-money per September 2017 sebanyak 11 juta

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

kartu. Mayoritas penggunaan e-money ada di jalan tol dengan porsi 70% dari total

transaksi.80

Permasalahan utama dari penerapan penggunaa e-money yaitu kesadaran

masyarakat untuk menggunakan e-money yang masih rendah, disebabkan masih

kurangnya pemahaman masyarakat mengenai perbedaan antara uang elektronik,

kartu kredit, dan kartu debit. Di samping itu kedua infrastuktur penunjang e-

money yang masih minim yang disebabkan oleh dua hal, yaitu mahalnya mesin

Electonic Data Capture (selanjutnya disebut EDC) untuk disediakan di banyak

tempat oleh penerbit dan masih banyak merchant yang enggan bekerja sama

dengan penerbit e-money untuk menerima pembayaran menggunakan e-money

serta belum terintegrasinya mesin-mesin EDC yang tersedia di merchant,

sehingga bertransaksi dengan menggunakan e-money harus sesuai dengan

merchant yang bekerja sama dengan penerbit yang digunakan.81

e-money dalam pengaplikasiannya merupakan sebuah alat pembayaran

lebih dikenal dengan sebutan sebagai kartu prabayar yang dibedakan dengan alat

pembayaran menggunakan kartu seperti kartu kredit, kartu ATM dan/atau kartu

debit), karena metode penggunaannya yang berbeda dengan kartu kredit dan kartu

ATM/Debit. e-money merupakan suatu kegiatan prabayar antara pemegang kartu

dan penerbit, di mana pemegang kartu mendepositkan terlebih dahulu sejumlah

dana kepada server penerbit sebelum menggunakan kartu e-money tersebut,

80
Ibid.
81
Richard Matias Sumolang. Analisis Permintaan Uang Elektronik (E-Money) di
Indonesia, Skripsi. Universitas Hasanuddin Makasar, 2015, hal. 40-41

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


36

karena sifatnya yang demikian, maka pengaturan mengenai e-money dipisahkan

dari pengaturan alat pembayaran menggunakan kartu lainnya. 82

Sesuai dengan PBI. No. 11/12/PBI/2009 tentang uang elektronik, maka

dapat dilihat pihak-pihak dalam transaksi uang elektronik ini, meliputi:83

1. Prinsipal

Bank atau lembaga selain bank yang bertanggung jawab atas pengelolaan

sistem dan/atau jaringan antar anggotanya yang berperan sebagai penerbit

dan/atau acquirer, dalam transaksi e-money yang kerja sama dengan

anggotanya didasarkan atas suatu perjanjian tertulis.

2. Penerbit

Bank atau lembaga selain bank yang menerbitkan e-money

3. Acquirer

Bank atau lembaga selain bank yang :

a. Melakukan kerja sama dengan pedagang sehingga pedagang mampu

memproses transaksi dari e-money yang diterbitkan oleh pihak selain

acquirer yang bersangkutan.

b. Bertanggungjawab atas penyelesaian pembayaran kepada pedagang. 84

4. Pemegang

Pihak yang menggunakan e-money.

5. Pedagang (merchant)

82
Ibid.
83
Ibid
84
Haikal Ramadhan. Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Uang Elektronik Dalam
Melakukan Transaksi Ditinjau Dari Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014 Tentang
Uang Elektronik (e-money), Diponegoro Law Review Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016, hal. 9

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


37

Penjual barang dan/atau jasa yang menerima transaksi pembayaran dari

pemegang.

6. Penyelenggara kliring

Bank atau lembaga selain bank yang melakukan perhitungan hak dan

kewajiban keuangan masing-masing penerbit dan/atau acquirer dalam rangka

transaksi e-money.

7. Penyelenggara penyelesaian akhir

Bank atau lembaga selain bank yang melakukan dan bertanggung jawab

terhadap penyelesaian akhir atas hak dan kewajiban keuangan masingmasing

penerbit dan/atau acquirer dalam rangka teransaksi e-money berdasarkan hasil

perhitungan dari penyelenggara kliring.

8. Agen LKD (Layanan Keuangan Digital)

Pihak ketiga yang bekerjasama dengan Penerbit dan bertindak untuk dan atas

nama Penerbit dalam memberikan LKD.

Apabila dikaitkan pad Traveloka PayLater maka pihak-pihak yang terlibat

dalam pelaksanaannya adalah sebagai berikut:

1. Penerbit: yaitu Traveloka yang menerbitkan uang elektronik PayLAter

sebagai alat transaksi elektronik.

2. Acquirer : Traveloka melakukan kerjasama dengan para pedagang

yang telah melakukan kerjasama dengan Traveloka. Misalnya pihak

agen travel tiket pesawat dan lain sebagainya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


38

3. Pedagang (merchant): Pihak yang melakukan penjualan kepada pihak

pemegang melalui kerjasama dengan pihak Traveloka.

4. Pemegang: Nasabah PayLater yang sebelumnya telah memenuhi

segala persyaratan yang ditetapkan oleh Traveloka.

Bank yang dimaksud adalah Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat

sebagaimana dimaksud dalam Undang- undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perbankan, termasuk kantor cabang bank asing di Indonesia dan Bank Umum

Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagaimana dalam Undang-

undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Lembaga Selain Bank

merupakan badan usaha bukan bank yang berbadan hukum dan didirikan

berdasarkan Hukum Indonesia.85

Bank atau lembaga selain bank yang mengajukan permohonan izin untuk

menjadi prinsipal, penerbit maupun Acquirer wajib memperoleh izin dari Bank

Indonesia. Permohonan tersebut diajukan secara tertulis sesuai dengan SE BI No

11/11/DASP tentang Uang Elektronik, untuk prinsipal harus memuat informasi

berupa jenis kegiatan e-money yang akan diseleenggarakan; rencana waktu

dimulainya kegiatan; dan nama jaringan yang akan digunakan. Untuk menjadi

penerbit, harus memuat informasi berupa jenis kegiatan e-money yang akan

diselenggarakan; rencana waktu dimulainya kegiatan; dan nama produk yang akan

digunakan. Permohonan izin sebagai acquirer memuat informasi rencana waktu

dimulainyakegiatan; nama dan jumlah prinsipal, penerbit, penyelenggara kliring,

85
Ni Nyoman Anita Candrawati, op.cit. hal 83

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


39

penyelenggara penyelesaian akhir, dan/atau pihak lain yang bekerjasama; dan

nama dan jumlah Pedagang yang akan bekerjasama. Permohonan izin sebagai

Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir memuat

informasi rencana waktu dimulainya kegiatan sebagai Penyelenggara Kliring

dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir; nama dan jumlah Prinsipal, Penerbit,

Acquirer dan/atau pihak lain yang akan bekerjasama; serta nama atau merek

dagang yang akan digunakan.86

Hubungan antara penerbit, pemegang dan pedagang (merchant)

merupakan hubungan terpenting dalam transaksi e-money. Nilai elektronik dapat

diperoleh dengan menukarkan sejumlah uang tunai atau melalui pendebetan

rekening pada bank penerbit untuk kemudian disimpan dalam bentuk uang

elektronik. Pemindahan nilai secara elektronik terjadi apabila ada transaksi

pembayaran yang dilakukan pada pedagang (merchant) melalui suatu mesin

khusus untuk katu (card reader).87

3. Syarat dan Ketentuan Penggunaan Traveloka PayLater

Syarat dan ketentuan penggunaan PayLAter merupakan kunci atau sesuatu

yang harus dipenuhi dalam penggunaan PayLater. Persyaratan dan ketentuan

penggunaan PayLater adalah sebagai berikut:

1) Ketentuan-Ketentuan Pembayaran Angsuran

a. Dalam setiap Pembayaran Angsuran, Penerima Pembiayaan wajib

membayar secara tepat waktu sesuai dengan jumlah yang terdapat di dalam

86
Ibid., hal. 84
87
Ibid

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

Jadwal dan Rincian Pembayaran Angsuran sebagaimana terdapat dalam

Lampiran I Perjanjian Pinjaman. Jumlah dan ketentuan dari setiap

Pembayaran Angsuran tidak dapat diubah tanpa persetujuan tertulis

terlebih dahulu dari Pemberi Pembiayaan.

b. Semua Pembayaran Angsuran harus dibayar penuh tanpa perjumpaan

hutang (kompensasi), atau pemotongan apapun, dan untuk maksud ini

Penerima Pembiayaan melepaskan ketentuan dalam Pasal 1425 sampai

dengan 1435 dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

c. Setiap Pembayaran Angsuran dilakukan dalam mata uang Indonesia

Rupiah.

d. Pembayaran Angsuran (dengan cara apapun) dianggap telah dibayar

apabila pembayaran tersebut sudah diterima oleh Pemberi Pembiayaan.

2) Biaya Keterlambatan

Jika Penerima Pembiayaan lalai membayar suatu jumlah yang telah jatuh

tempo dalam Pembayaran Angsuran (karena sebab apapun juga), maka

Pembayaran Angsuran harus dibayarkan berikut bunga yang akan berlaku dan

terus bertambah sejak tanggal jatuh tempo dengan perhitungan Biaya

Keterlambatan (sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.10 Perjanjian Pinjaman)

sampai dengan tanggal pelunasan oleh Penerima Pembiayaan, tetapi sama sekali

tidak ada dalam satu ayat pun dalam Pasal 3 ini yang menyebabkan atau menjadi

alasan untuk membebaskan Pemberi Pembiayaan untuk menggunakan hak

alternatif lainnya sebagaimana tercantum dalam Pasal 9 Syarat-Syarat Umum

(SSU).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


41

3) Pengalihan Perjanjian Pinjaman Kepada Pihak Lain

a. Penerima Pembiayaan tidak diperkenankan untuk menyerahkan atau

memindahkan, baik sebagian maupun seluruh hak dan kewajibannya

berdasarkan Perjanjian Pinjaman tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu

dari Pemberi Pembiayaan.

b. Pemberi Pembiayaan, pada setiap waktu, secara tertulis kepada Penerima

Pembiayaan namun tanpa memerlukan ijin atau persetujuan dari Penerima

Pembiayaan, dapat menjual atau dengan kata lain mengalihkan atau

memindahkan kepada pihak ketiga manapun, sebagian maupun seluruh

hak dan/atau kewajibannya dalam Perjanjian Pinjaman ini.

4) Pembayaran Lebih Awal

Dengan tunduk pada persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Pemberi

Pembiayaan, Penerima Pembiayaan dapat mengakhiri Perjanjian Pinjaman ini

secara lebih awal dari Jangka Waktu Pembiayaan sebagaimana tercantum dalam

Pasal 2.6 Perjanjian Pinjaman in dengan cara melakukan pembayaran lebih awal

atas seluruh Pembayaran Angsuran yang masih terhutang sebagaimana diatur

dalam Jadwal dan Rincial Pembayaran Angsuran pada Lampiran I Perjanjian

Pinjaman ini. Dalam hal ini, ketentuan-ketentuan sebagai berikut akan berlaku:

a. Penerima Pembiayaan harus memberitahukan maksudnya secara tertulis

kepada Pemberi Pembiayaan untuk melakukan Pembayaran Lebih Awal,

sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) hari sebelum Penerima Pembiayaan

bermaksud untuk melakukan Pembayaran Lebih Awal. Untuk menghindari

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


42

segala keraguan, pemberitahuan tersebut dapat dilakukan melalui situs

dan/atau aplikasi milik Penyedia Produk.

b. Penerima Pembiayaan harus melakukan pembayaran yang tidak dapat

ditarik kembali pada saat tanggal Pembayaran Lebih Awal

Beberapa syarat dan ketentuan yang terdapat dalam pelaksanaan Traveloka

PayLater adalah sebagai berikut: 88

1) Pendaftaran

Untuk mendaftar PayLater, Anda harus berusia antara 21–70 tahun,

merupakan warga Indonesia, dan memiliki KTP yang valid.

2) Pembelian

Untuk melakukan pembelian dengan PayLater, jumlah transaksi Anda

harus Rp50.000 ke atas.

3) Pembayaran

Harap bayar pembelian PayLater Anda sebelum batas pembayaran untuk

menghindari denda keterlambatan.

Selain itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama, PayLater

adalah metode pembayaran dengan menggunakan dana talangan dari perusahaan

aplikasi terkait, kemudian pengguna membayar tagihannya ke perusahaan

aplikasi. Fitur PayLater memberikan konsumen kesempatan untuk memanfaatkan

jasa dan layanan, sementara mereka membayar di akhir sesuai batas waktu yang

diberikan.

88
Situs Traveloka, Op.Cit

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


43

Kedua, prinsip dasarnya, PayLater adalah fitur dan produk yang netral dan

bermanfaat bagi pengguna pada khususnya. Misalnya, pengguna yang ingin

membeli barang atau melakukan perjalanan, tetapi tidak memiliki uang tunai,

dapat menggunakan fitur ini, sehingga transaksinya bisa dilakukan secara online.

Apabila kebutuhan tersebut adalah kebaikan, kehadiran fitur ini memudahkan

orang untuk menunaikan kebaikan.

Ketiga, penerbit tidak memberikan fasilitas untuk transaksi yang

bertentangan dengan syariah. Di antaranya, jasa atau barang yang dijual oleh toko

melalui fitur paylater, halal dan legal. Begitu pula tidak mendorong konsumerisme

dengan cara, antara lain, menetapkan pagu maksimal pembelanjaan. Pengguna

fitur juga memiliki kemampuan finansial untuk melunasi pada waktunya.

Keempat, terhindar dari transaksi ribawi dan transaksi terlarang lainnya.

Oleh karena itu, penerbit paylater tidak menjadi kreditor yang mendapatkan

keuntungan berupa bunga atas pinjaman kepada pengguna. Di antaranya dengan

mengubah fungsi penerbit aplikasi dari kreditor menjadi penjual barang atau jasa.

Singkatnya, keuntungan perusahaan adalah fee jasa atau margin jual beli dan

bukan bunga atas pinjaman (qardh).

Misalnya, membeli makanan berdasarkan pesanan dengan harga tertentu,

kemudian dijual dengan harga lebih tinggi secara tidak tunai. Atau, membeli tiket

berdasarkan pesanan konsumen dengan harga tertentu dan dijual secara tidak tunai

dengan harga lebih tinggi, sehingga keuntungan penjual tersebut adalah margin

yang halal dari transaksi tidak tunai.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


44

Di antaranya, dengan mengenakan fee penjaminan penerbit terhadap toko

atas semua kewajiban bayar yang timbul dari transaksi antara konsumen dengan

toko. Atas pemberian kafalah, penerbit dapat menerima fee.

Kelima, sesuai dengan peraturan perundangan, di antaranya, mendapatkan

penegasan kesesuaian syariah dari regulator serta otoritas fatwa di Indonesia

(DSN MUI), sehingga memberikan kenyamanan kepada konsumen karena telah

mendapatkan legitimasi.

Prosedur dalam menggunakan PayLater sama halnya dengan prosedur

penggunaan kartu kredit. Hanya saja, kartu kredit diajukan melalui lembaga

perbankan, sedangkan pada PayLater diajukan melalui lembaga pembiayaan

Traveloka. Selain itu, perbandingan lainnya adalah pada kartu kredit harus

menggunakan kartu sebagai alat transaksi, sedangkan PayLater tidak

membutuhkan kartu sebagai alat transaksi. Fitur PayLater, dimana fitur ini

memberikan kemudahan untuk membeli segala macam kebutuhan seperti

misalnya tiket pesawat maupun pemesanan hotel, kemudian dapat membayarnya

kemudian, dengan kata lain, fitur ini selayaknya kartu kredit, namun ini khusus

dibuat untuk pemilik akun Traveloka yang terverifikasi.

Kartu kredit dan PayLater memiliki kesamaan dan perbedaan masing-

masing. Kartu kredit atau yang disebut dengan credit card adalah bukan lagi

barang mewah di Indonesia. Pemakaian kartu kredit sudah cukup meluas di

Indonesia. Hal tersebut dapat diketahui dari jumlah kartu kredit yang beredar di

Indonesia yang mencapai angka 25.979.352 kartu pada Bulan November tahun

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


45

2017. 89 Kartu Kredit terdiri dari dua kata yaitu kartu dan kredit. Kartu adalah

kertas tebal yang tidak berapa besar biasanya persegi panjang untuk berbagai

keperluan, sedangkan kredit menurut Purwodarminto adalah menjual/membeli

dengan tidak membayar tunai.90

Kartu kredit merupakan suatu kartu yang umumnya terbuat dari bahan

plastik yang terdapat identitas dari pemegang dan penerbitnya, yang memberikan

hak terhadap siapa kartu kredit diisukan untuk menandatangani tanda pelunasan

pembayaran harga dari jasa atau barang yang dibeli di tempat-tempat tertentu

seperti toko, hotel, restoran, penjualan tingkat pengangkutan dan lain-lain.

Berbeda dengan PayLater yang hanya menggunakan aplikasi sebagai alat

transaksinya.

Kemudian, pihak penerbit kartu kredit dibebani kewajiban untuk melunasi

harga barang atau jasa tersebut ketika ditagih oleh pihak penjual barang atau jasa.

Selanjutnya pihak penerbit kartu kredit diberikan hak untuk menagih kembali

pelunasan hak tersebut kepada pihak pemegang kartu kredit ditambah dengan

biaya-biaya lainnya seperti bunga, biaya tahunan, uang pangkal, denda dan

sebagainya.91 Dalam hal ini keduanya memiliki kesamaan yaitu penerbit dibebani

kewajiban melunasi harga atau jasa yang dibeli oleh pengguna atau nasabah.

Berdasarkan Pasal 1 angka 4 Peraturan Bank Indonesia Nomor

14/2/PBI/2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor

11/11/PBI/2009 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan

89
http://www.akki.or.id/index.php/cr
90
Departmen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta,
BalaiPustaka, 1985), hal. 395 -396
91
Munir Fuady, Hukum Tentang Pembiayaan Dalam Teori dan Praktek, Jakarta, PT.
CitraAditya Bakti,2002), hal. 174

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


46

Menggunakan Kartu, kartu kredit adalah APMK yang dapat digunakan untuk

melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi,

termasuk transaksi pembelanjaan dan/atau untuk melakukan penarikan tunai,

dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh

acquirer atau penerbit, dan pemegang kartu berkewajiban untuk melakukan

pembayaran pada waktu yang disepakati baik dengan pelunasan secara sekaligus

(charge card) ataupun dengan pembayaran secara angsuran.

Menurut Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati, kartu kredit adalah

alat pembayaran melalui jasa bank/perusahaan pembiayaan dalam transaksi jual

beli barang/jasa atau alat untuk menarik uang tunai dari bank/perusahaan

pembiayaan.92

Suryohadibroto dan Prakoso memberikan pengertian kartu kredit sebagai

alat pembayaran pengganti uang tunai yang sewaktu-waktu dapat digunakan

konsumen untuk ditukarkan dengan produk barang dan jasa yang diinginkan pada

tempat-tempat yang menerima kartu kredit atau digunakan konsumen untuk

menguangkan kepada bank penerbit atau jaringannya. 93

Penerbitan kartu kredit merupakan satu pemberian fasilitas kredit oleh

suatu bank penerbit kepada pemegang kartu yang tidak berdasarkan akte-akte

otentik melainkan hanya dengan akte-akte di bawah tangan dan tidak mutlak

harus ada jaminan kredit, namun harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang

sangat selektif yang ditentukan oleh penerbit.94

92
Sunaryo, Op. Cit, hal. 115
93
Kasmir, op. cit, hal. 30
94
Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum Dalam Bisnis, (Jakarta, PT Rineka Cipta,
2007), hal. 126.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


47

Pembayaran dalam suatu transaksi jual beli barang dan/atau jasa dapat

menggunakan beberapa metode pembayaran yang sudah dikenal dan dilakukan

oleh masyarakat. Metode pembayaran tersebut yaitu 95 :

a. Metode Pembayaran Tunai Seketika

Metode pembayaran ini berupa penyerahan harga barang seluruhnya sekaligus

pada saat diserahkannya barang objek jual beli kepada pembeli.

b. Metode Pembayaran dengan Cicilan/Kredit

Metode pembayaran dengan cicilan berarti pembayaran dilakukan dalam

beberapa termin, sementara penyerahan barang kepada pembeli dilakukan

sekaligus di muka meskipun pada saat itu pembayaran belum dilunasi.

c. Metode Pembayaran dengan Memakai Kartu Kredit

Dalam hal ini, ketika barang diterima oleh pihak pembeli, pembeli cukup

menandatangani suatu resi dan menunjuk kartu kredit kepada penjual

Kemudian penjual mengkonfirmasikan dana yang tersedia untuk mencukupi

harga pembelian tersebut. Jika konfirmasi diterima dan resi ditandantangani,

maka barang baru diserahkan dan selanjutnya penjual menagih uang harga

pembelian kepada bank-bank tertentu.

d. Metode Pembayaran dengan Memakai Kartu Debit

Dengan memakai kartu debit, pihak penjual menyediakan alat untuk menekan

atau memasukkan kode rahasia katu debit oleh pembeli, maka rekening pihak

pembeli langsung didebit oleh bank dan mengkreditkannya ke rekening

penjual.

95
Munir Fuady, Op. Cit., hal. 26.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


48

e. Metode Pembayaran dengan Memakai Cek

Pihak pembayar cukup memberikan sepucuk cek kepada pembeli, cek

dikeluarkan oleh bank yang terdapat rekening dari pihak pembayar. Kemudian

cek tersebut diserahkan kepada penerimanya yang dapat menguangkan cek

tersebut ke bank.

f. Metode Pembayaran Terlebih Dahulu

Dengan metode ini, pihak penjual baru mengirim barangnya jika dia telah

menerima seluruh pembayaran terhadap harga barang tersebut.

g. Metode Pembayaran Secara Open Account

Dengan metode ini, pihak pembeli baru membayar atau mengirim pembayaran

uang harga pembelian setelah dia menerima barangnya secara utuh.

h. Metode Pembayaran atas Dasar Konsinyasi

Dalam metode pembayaran atas konsinyasi, harga baru dibayar setelah pihak

pembeli menjual lagi barang tersebut kepada pihak ketiga dan setelah

pembayaran oleh pihak ketiga tersebut dilakukan.

i. Metode Pembayaran Secara Documentary Collection

Metode pembayaran secara documentary collection merupakan cara

pembayaran dengan menggunakan bills of exchange. Dalam hal ini, harga

baru dibayar jika dokumen-dokumen pengiriman barang tiba di bank yang

terdapat rekening dari importir. Tanpa membayar harga barang, dokumen-

dokumen tersebut tidak akan diberikan oleh bank dan tanpa dokumen-

dokumen tersebut, barang yang bersangkutan tidka bisa diambil oleh pihak

pembeli.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


49

j. Metode Pembayaran Secara Documentary Credit

Metode pembayaran secara documentary credit dilakukan dengan

menggunakan instrument yang disebut dengan letter of credits (L/C).

pembayaran dengan L/C merupakan jalan tengah diantara kepentingan pihak

penjual yang menginginkan harga segera dibayar sebelum barang dikirim,

sedangkan kepentingan pihak pembeli adalah agar harga baru dibayar jika

barang sudah sampai di tangannya. Jaminan pembayaran telah ada setelah L/C

diterbitkan dan pembayarn dilakukan via bank perantara tanpa menunggu

tibanya barang.

Keuntungan dari penggunaan pembayaran dengan cara kredit tanpa kartu


96
yaitu:

a. Lebih aman dan praktis, karena tidak perlu membawa uang tunai dalam

jumlah besar;

b. Leluasa, karena pembayaran dilakukan dengan cara online tanpa media

kartu;

c. Sistem pembayaran yang fleksibel. Pembayaran atas tagihan dapat

diangsur (credit card) atau beberapa waktu (charge card);

d. Program merchandising, yaitu kesempatan membeli barang-barang dengan

mengangsur tanpa bunga;

e. Bantuan-bantuan perjalanan, terutama ke luar negeri, misalnya referensi,

dokter, rumah sakit dan bantuan hukum;

96
Richard Burton Simatupang, Op. Cit. hal. 125.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


50

f. Purchase protection plan, yaitu asuransi perlindungan pembelian barang

yang diberikan secara otomatis.

B. Kedudukan Hukum Traveloka PayLater dalam Pembayaran Transaksi

Antara Konsumen dengan Traveloka Menurut Hukum di Indonesia

1. Pembayaran dengan Traveloka PayLater Didasarkan Pada Asas

Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangat penting

dalam hukum perjanjian. Kebebasan berkontrak ini oleh sebagian sarjana hukum

biasanya didasarkan pada Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menentukan bahwa:

“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi

mereka yang membuatnya.” Apabila dicermati Pasal 1338 ayat (1) di atas, pada

kalimat “semua perjanjian yang dibuat secara sah” menunjukkan adanya pokok

(asas) kebebasan berkontrak yang terkandung di dalamnya.

Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang

untuk secara bebas dalam beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian. Asas

kebebasan berkontrak merupakan suatu dasar yang menjamin kebebasan orang

dalam melakukan perjanjian. Hal ini tidak terlepas juga dari sifat Buku III KUH

Perdata yang hanya merupakan hukum yang mengatur sehingga para pihak dapat

menyimpanginya (mengesampingkannya), kecuali terhadap pasal-pasal tertentu

yang sifatnya memaksa.

Apabila dikaitkan dengan sistem pembayaran PayLater, yang mana dalam

hal ini pembayaran dilakukan setelah konsumen menggunakan haknya, tentu tidak

bertentangan dengan asas kebebasan berkontrak. Sebab pelaksanaan ini tidak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


51

melanggar dengan hukum dalam hal ini berkaitan dengan undang-undang

perbankan dan juga tidak melanggar kesusilaan. Artinya sepanjang pembayaran

dilakukan sesuai dengan waktu yang diperjanjikan, maka tidak ada pertentangan

dengan asas kebebasan berkontrak.

2. Kedudukan PayLater Sebagai Uang Elektronik

Seperti telah dijelaskan di atas, bahwa PayLater adalah bagian dari uang

elektronik. Uang elektronik merupakan sistem pembayaran dengan berbasis

teknologi. Berdasarkan ketentuan PBI Nomor 16/8/PBI/2014 tentang Perubahan

atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang

Elektronik,97maka dapat dilihat pihak-pihak yang termasuk sebagai penyelenggara

kegiatan alat pembayaran e-money yaitu:

1. Prinsipal (Pasal 1 angka 5) Bank atau Lembaga selain bank yang bertanggung

jawab atas pengelolaan sistem dan/atau jaringan antar anggotanya, baik yang

berperan sebagai penerbit dan/atau acquirer, dalam transaksi e-money yang

kerjasama dengan anggotanya didasarkan atas suatu perjanjian tertulis.

2. Penerbit atau issuer (Pasal 1 angka 6). Seperti yang telah disampaikan

sebelumnya bahwa penerbit e-money merupakan bank dan lembaga selain

bank. Sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 1 angka (1) PBI No.

16/8/PBI/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia

No.11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik yang menyatakan “Bank

merupakan bank sebagaimana dimaksud dalam Undang- undang yang

97
R. Serfianto, dkk, Untung Dengan Kartu Kredit, Kartu ATM-Debit, & Uang Elektronik,
(Jakarta: Visi Media, 2012), hlm. 98.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


52

mengatur mengenai perbankan, dan bank syariah sebagaimana yang dimaksud

dalam Undang- undang yang mengatur mengenai perbankan syariah.”

Sedangkan, yang dimaksud dengan lembaga selain bank berdasarkan Pasal 1

angka (2) PBI No. 16/8/PBI/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Bank

Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik menyatakan

“Lembaga Selain Bank adalah badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan

Bank.”98

Kedudukan Traveloka dalam pelaksanaan PayLater sebagai alat transaksi

di Traveloka adalah sebagai penerbit. Hal ini dapat ditentukan dengan melihat

keberadaan Traveloka yang merupakan lembaga selain bank yang mana Traveloka

hanya memberikan transaksi pada Traveloka dengan cara kredit PayLater namun

tidak berkewajiban bertanggungjawab pengelolaan sistem dan/atau jaringan antar

anggotanya, baik yang berperan sebagai penerbit dan/atau acquirer, dalam

transaksi e-money yang kerjasama dengan anggotanya didasarkan atas suatu

perjanjian.

Penyelenggaraan e-money dapat dilakukan oleh bank dan lembaga selain

bank, yaitu99

1. Bank

Bank merupakan Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana

dimaksud dalam Undang- undang nomor 10 tahun 1998, atas perubahan Undang-

undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan termasuk kantor cabang bank
98
Ibid.
99
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009, tentang Uang Elektronik, Pasal 1
ayat 5,6,7,13, dan 14, Pasal 2 ayat 1, Pasal 8 ayat 1, Pasal 5 ayat 1, dan Pasal 6 ayat 1.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


53

asing di Indonesia dan Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat

Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang- undang nomor 21 tahun 2008

tentang Perbankan Syariah.100

2. Lembaga selain bank

Lembaga selain bank yaitu badan usaha bukan bank yang melakukan

kegiatan sebagai penyelenggara e-money yang beroperasi di wilayah Republik

Indonesia dengan berbadan hukum dalam bentuk Perseroan Terbatas dan

didirikan berdasarkan hukum Indonesia, seperti perusahaan penyedia jasa

telekomunikasi (operator seluler) yang menerbitkan e-money dalam bentuk

pulsa.101

Penyelenggaraan kegiatan e-money yang dilakukan oleh bank maupun

LSB berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 Tentang

Uang Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 65,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5001; untuk selanjutnya

disebut PBI No. 11/12/PBI/2009), yang kemudian diubah dengan PBI No.

16/8/PBI/2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor

11/12/PBI/2009 Tentang Uang Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2014 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

5524; untuk selanjutnya disebut PBI No. 16/8/PBI/2014). 102

Menurut ketentuan ini, e-money pada hakikatnya sebagai pengganti uang

tunai, penerbitannya atas dasar nilai uang yang disetor yang saldonya tersimpan
100
Ibid., Pasal 1 ayat 1.
101
Ibid, Pasal 1 ayat 2 dan Pasal 10
102
Rachmadi Usman., op. cit., hlm 137

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


54

pada suatu media server atau chip. e-money tersebut dapat digunakan sebagai alat

pembayaran pada merchant-merchant retail tertentu yang mengadakan kerjasama

dengan penerbit e-money. Penggunaan e-money tersebut pun sangat mudah dan

praktis, pemegang e-money cukup menempelkan kartu e-money yang

bersangkutan pada reader saat melakukan transaksi pembayaran. Dengan kata lain

e-money merupakan instrumen pembayaran tanpa uang fisik (cashless money)

bagi transaksi keuangan yang bernilai kecil. Fungsi e-money tidak jauh berbeda

dengan fungsi uang tunai. Oleh karena itu, perlu dianalisis karakteristik e-money

sebagai alat pembayaran non tunai dan status e-money dalam produk

perbankan.103

Proses penerbitan dan pengisian ulang e-money dilakukan baik melalui

penerbit secara langsung maupun melalui agen penerbit dengan cara menyetorkan

uang baik secara tunai (cash) maupun melalui transfer rekening dengan

menggunakan satuan mata uang Rupiah.104

Guna melihat dampak e-money perlu dibedakan dari sudut pandang

penerbitnya yaitu bank dan non bank

1. Penerbitan e-money oleh bank

a. Penerbitan e-money atau prepaid card yang dibeli oleh masyarakat dengan

setoran uang tunai (currency outside bank) akan menyebabkan

menurunnya COB dan meningkatnya float e-money di sisi kewajiban bank.

Menurunnya COB akan menyebabkan penurunan base money. Namun


103
Ibid
104
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009, tentang Uang Elektronik, Pasal 20
ayat 1 dan 2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


55

demikian penurunan base money belum tentu sebesar penurunan COB.

Terdapat beberapa skenario bagaimana kemungkinan dampak e-money

pada base money.105

1) Skenario 1: dalam hal float dikategorikan dalam kewajiban yang

dikenakan GWM, maka penurunan COB akan diikuti dengan kenaikan

reserve bank di bank sentral sebesar ketentuan GWM. Dengan

demikian base money turun sebesar selisih COB dengan besarnya saldo

reserve yang diperoleh dari giro wajib minimum untuk float.

2) Skenario 2: Jika seluruh float ditempatkan oleh bank dalam bentuk kas

(cash in vault), maka penurunan COB akan di offset dengan kenaikan

cash in vault di bank sentral sehingga penerbitan e-money berpengaruh

netral terhadap base money.

3) Skenario 3: Jika float yang ada dipergunakan oleh bank untuk membeli

SBI atau obligasi pemerintah guna memperoleh keuntungan. Hal ini

akan menyebabkan COB turun sebesar float e-money yang

dipergunakan oleh bank untuk membeli surat berharga tersebut. COB

yang menurun akan menyebabkan base money juga menurun.

Sementara itu, jika float digunakan untuk menyalurkan kredit, maka

akan berpotensi meningkatkan permintaan agregat yang dapat

mendorong terjadinya kenaikan harga. Sepanjang float tidak

diperhitungkan sebagai bagian dari besaran moneter, maka terdapat

105
Ahmad Hidayat, op.cit., hlm 34

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


56

potensi kesalahan atau kesulitan dalam perumusan kebijakan moneter

dalam mengendalikan inflasi.106

b. Apabila customer melakukan pembelian e-money atas beban rekening

gironya pada bank umum (D), maka penerbitan e-money akan

menyebabkan penurunan M1 akibat penurunan D menjadi float. Jika

customer melakukan pengisian (loading) e-money atas beban rekening

tabungan (S) dan simpanan berjangkanya (T) pada bank umum, maka

penerbitan e-money menyebabkan penurunan M2 akibat penurunan S dan

T menjadi float.

2. Penerbitan e-money oleh non -bank

a. Penerbitan e-money atau prepaid card oleh lembaga non bank yang dibeli

oleh masyarakat dengan setoran uang tunai (currency outside bank) akan

menyebabkan menurunnya COB dan meningkatnya float e-money pada

sisi kewajiban lembaga non bank. Menurunnya COB berpotensi

menyebabkan penurunan base money. Terdapat beberapa kemungkinan

skenario dampak penerbitan e-money terhadap penurunan base money

akibat penurunan COB.

1) Skenario 1: Apabila seluruh float e-money (100%) ditempatkan

kembali oleh issuer non-bank ke dalam sistem perbankan dalam

bentuk simpanan, baik Giro, Tabungan, maupun Deposito, maka

penurunan COB akan diikuti dengan kenaikan reserve bank di bank

106
Ibid

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


57

sentral sebesar ketentuan GWM. Dengan demikian base money turun

sebesar selisih COB dengan besarnya saldo reserve yang berasal dari

giro wajib minimum untuk float. Jika sisa float yang ditempatkan di

bank tersebut tidak dipergunakan oleh bank untuk menyalurkan kredit

atau membeli aset lainnya dan tetap dalam bentuk kas (cash in vault)

maka penurunan COB akan di offset dengan kenaikan cash in vault di

bank sentral sehingga penerbitan e-money berpengaruh netral terhadap

base money.

2) Skenario 2: Apabila float e-money tidak ditempatkan kembali oleh

issuer non-bank ke dalam sistem perbankan melainkan dipergunakan

untuk aktivitas usahanya dan kemudian diasumsikan dana tersebut

tidak pernah kembali lagi ke sektor perbankan melainkan masuk

kedalam neraca moneter (misalnya akibat dibelikan valas atau

dibelikan SBI dan atau obligasi pemerintah) maka penerbitan e-money

oleh lembaga non bank akan mengurangi base money sebesar

penurunan COB.107

b. Apabila customer melakukan pembelian e-money atas beban rekening

gironya pada bank umum (D), maka penerbitan e-money akan

menyebabkan penurunan M1 akibat penurunan D menjadi Float di

lembaga non bank. Jika customer melakukan pengisian (loading) e-money

atas beban rekening tabungan (S) dan simpanan berjangkanya(T) 19 pada

107
Ibid

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


58

bank umum, maka penerbitan e-money menyebabkan penurunan M2

akibat penurunan S dan T menjadi float.

3. Traveloka PayLater Sebagai Financial Technology

Traveloka PayLater dikategorikan sebagai Financial Technology

dikarenakan Traveloka PayLater menyediakan perjanjian online dengan

konsumennya. Perjanjian online ini dilakukan dengan melakukan verifikasi antara

konsumen dengan pihak Traveloka.

Seiring dengan adanya globalisasi yang menghadirkan internet dengan

berbagai fasilitas serta keunggulan yang dimilikinya melahirkan

perjanjianperjanjian online atau berbasis Teknologi Informasi dalam sektor

layanan jasa keuangan. Perjanjian online secara sepintas adalah perjanjian yang

seluruhnya lahir atau sebagian lahir dengan bantuan dan fasilitasi di atas jaringan

komputer yang saling terhubung. Dimana perjanjian tersebut termuat dalam

dokumen elektronik dan media elektronik lainnya. 108

Hubungan hukum di dalam fintech berdasarkan POJK No.

77/POJK.01/201 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi

Informasi (LPMUBT) timbul karena perjanjian pinjam meminjam uang. Pinjam

meminjam menurut Pasal 1754 KUH Perdata adalah suatu perjanjian dengan

mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu

barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang

108
Ernama, Budiharto, Hendro, “Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap
Financial Technology (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016)”,
Diponegoro Law Journal, Vol. 6, No. 3, (2017), hal. 5

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


59

terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang

sama pula.

Subjek dalam perjanjian pinjam meminjam uang adalah pemberi pinjaman

(kreditur) dan penerima pinjaman (debitur). Sementara objek dalam perjanjian

pinjam meminjam uang adalah semua barang-barang yang habis dipakai dengan

syarat barang tersebut harus tidak bertentangan dengan undang-undang,

kesusilaan dan ketertiban umum Perjanjian pinjam meminjam uang online atau

dikenal juga dengan nama Peer to Peer Lending (P2P Lending) pada dasarnya

sama seperti perjanjian pinjam meminjam uang konvensional, hanya saja yang

membedakan adalah para pihak tidak bertemu langsung, para pihak tidak perlu

saling mengenal karena terdapat penyelenggara yang akan mempertemukan para

pihak dan pelaksanan perjanjian dilakukan secara online. 109

4. Fasilitas Traveloka PayLater Sebagai Bentuk Pembiayaan Konsumen

Pembiayaan konsumen dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah

(consumer finance). Pembiayaan konsumen ini tidak lain dari sejenis kredit

konsumsi (consumer credit). Hanya saja, jika pembiayaan konsumen dilakukan

oleh perusahaan pembiayaan, sementara kredit konsumen diberikan oleh bank.

Adapun yang dimaksud dengan pembiayaan konsumen menurut Pasal 1

angka (7) Pepres No. 9 Tahun 2009 tentang lembaga pembiayaan (consumer

finance) adalah “kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan

kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran.”

109
Ibid, hal. 6

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


60

Lahirnya pemberian kredit dengan sistem pembiayaan konsumen ini bukan

akibat dari pengadopsian secara langsung dari pranata hukum dari luar negeri.

Ada beberapa hal yang menjadi latar belakang dari lahirnya pembiayaan

konsumen di Indonesia, antara lain:110

a. Bank-bank kurang tertarik/tidak cukup dalam menyediakan kredit kepada

konsumen, yang umumnya merupakan kredit-kredit berukuran kecil.

Padahal jika dilihat dari fakta di masyarakat, sebagian besar dari

masyarakat Indonesia membutuhkan pembiayaan untuk hal-hal yang

menyangkut kebutuhan dalam rumah tangga, hal ini disebabkan

pendapatan sebagian besar masyarakat yang terbatas sehingga tidak

mampu untuk membeli barang ekonomis secara lunas dan tunai.

b. Sumber dana yang formal lainnya banyak keterbatasan atau sistemnya

yang kurang fleksibel atau tidak sesuai dengan kebutuhan. Misalnya apa

yang dilakukan oleh Perum Pegadaian, disamping daya jangkauannya

yang terbatas, tetapi juga mengharuskan penyerahan sesuatu sebagai

jaminan. Ini sangat memberatkan bagi masyarakat.

Sama halnya dengan pelaksanaan PayLater dalam transaksi Traveloka,

dimana konsumen dapat membeli fitur Traveloka dengan cara mengajukan kredit

pembiayaan. Maka berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa PayLater

merupakan bagian dari pembiayaan konsumen untuk pengadaan barang

berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran.

110
Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum Dalam Bisnis, (Jakarta : Rineka Cipta,
2003), hal. 117

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


61

Dalam Pasal 1 angka 3 POJK No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan

Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBT), bahwa

layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi didefinisikan

sebagai penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi

pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam

meminjam dalam mata uang rupiah secara lansung melalui sistem elektronik

dengan menggunakan jaringan internet.

Namun, pada Traveloka PayLater sistem pinjam meminjam online yang

dimaksud dalam hal ini berbeda. Dalam Traveloka PayLater sistemnya adalah

sama dengan sistem kartu kredit atau pembiayaan konsumen. Hanya saja,

perbedaannya terdapat pada sistem pembayaran. Pada kartu kredit, biasanya

dilakukan dengan sistem tunai, sedangkan pada sistem Traveloka PayLater

dilakukan secara online.

Dalam perjanjian layanan pinjam meminjam uang yang diatur di dalam

fintech berdasarkan POJK No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam

Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBT). Diatur bahwa dalam

Pasal 18 POJK, Perjanjian pelaksanaan layanan pinjam meminjam uang berbasis

teknologi informasi meliputi:

1. Perjanjian antara penyelenggara dengan pemberi pinjaman; dan

2. Perjanjian antara pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman.

Bahwa selanjutnya dalam Pasal 19, dijelaskan bahwa Perjanjian

penyelenggaraan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


62

antara penyelenggara dengan pemberi pinjaman dituangkan dalam dokumen

elektronik.

Dokumen elektronik dalam Pasal 1 angka 12 POJK, didefinisikan sebagai

setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau

disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya,

yang dapat dilihat, ditampilkan, dan atau didengar melalui komputer atau sistem

elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta

rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau

perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang

mampu memahaminya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 11

tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) wajib

paling sedikit memuat:

1. nomor perjanjian;

2. tanggal perjanjian;

3. identitas para pihak;

4. ketentuan mengenai hak dan kewajiban para pihak;

5. jumlah pinjaman;

6. suku bunga pinjaman;

7. besarnya komisi;

8. jangka waktu;

9. rincian biaya terkait;

10. ketentuan mengenai denda (jika ada);

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


63

11. mekanisme penyelesaian sengketa; dan

12. mekanisme penyelesaian dalam hal penyelenggara tidak dapat

melanjutkan kegiatan operasionalnya.

Penyelenggara wajib menyediakan akses informasi kepada Pemberi

Pinjaman atas penggunaan dananya. Akses informasi tidak termasuk informasi

terkait identitas Penerima Pinjaman. Informasi penggunaan dana paling sedikit

memuat:

1. jumlah dana yang dipinjamkan kepada Penerima Pinjaman;

2. tujuan pemanfaatan dana oleh Penerima Pinjaman;

3. besaran bunga pinjaman; dan

4. jangka waktu pinjaman.

Penyelenggara wajib menyediakan akses informasi kepada Penerima

Pinjaman atas posisi pinjaman yang diterima. Akses informasi tidak termasuk

informasi terkait identitas Pemberi Pinjaman. Dijelaskan dalam Pasal 23, bahwa

Penyelenggara wajib menggunakan escrow account dan virtual account dalam

rangka Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.

Penyelenggara wajib menyediakan virtual account bagi setiap Pemberi Pinjaman.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB III

HUBUNGAN HUKUM ANTARA KONSUMEN PENGGUNA

TRAVELOKA PAYLATER DENGAN TRAVELOKA

A. Hubungan Hukum Antara Konsumen dan Traveloka dalam Persepektif

Hukum Pembiayaan Konsumen

1. Tinjauan Umum Tentang Hukum Pembiayaan di Indonesia

Lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang dilakukan kegiatan

pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau modal dengan tidak menarik

dana secara langsung dari masyarakat. Dari pengertian tersebut di atas terdapat

beberapa unsur-unsur:163

a. Badan usaha, yaitu perusahaan pembiayaan yang khusus didirikan

untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga

pembiayaan.

b. Kegiatan pembiayaan, yaitu melakukan kegiatan atau aktivitas dengan

cara membiayai pada pihak-pihak atau sektor usaha yang

membutuhkan.

c. Penyediaan dana, yaitu perbuatan menyediakan dana untuk suatu

keperluan.

d. Barang modal, yaitu barang yang dipakai untuk menghasilkan sesuatu.

e. Tidak menarik dana secara langsung.

f. Masyarakat, yaitu sejumlah orang yang hidup bersama di suatu tempat.

163
Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan,Edisi Kedua, (Jakarta: Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, 2001), hal. 281.

64

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


65

Menurut Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga

Pembiayaan, lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan

pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal.

Lembaga pembiayaan mempunyai peranan yang penting, yaitu sebagi

salah satu lembaga sumber pembiayaan alternatif yang potensial untuk menunjang

pertumbuhan perekonomian nasional disamping peran tersebut di atas, lembaga

pembiayaan juga mempunyai peran penting dalam hal pembangunan yaitu

menampung dan menyalurkan aspirasi dan minat masyarakat, berperan aktif

dalam pembangunan dimana lembaga pembiayaan ini diharapkan masyarakat atau

pelaku usaha dapat mengatasi salah satu faktor yang umum dialami yaitu faktor

permodalan.164

Menurut Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009, Pembiayaan Konsumen

(Consumers Finance) adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang

berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran. Selain itu

pengertian lainnya, pembiayaan konsumen adalah suatu pinjaman atau kredit yang

diberikan oleh suatu perusahaan kepada debitur untuk pembelian barang dan jasa

yang akan langsung dikonsumsikan oleh konsumen, dan bukan untuk tujuan

produksi atau distribusi. Perusahaan yang memberikan pembiayaan diatas, disebut

perusahaan pembiayaan konsumen (Customer Finance Company).165

Adapun jenis pembiayaan konsumen berdasarkan kepemilikannya:

164
Siti Ismijati Jenie, Beberapa Perjanjian Yang Berkenaan Dengan Kegiatan
Pembiayaan, (Yogyakarta: Bahan Penataran Dosen Hukum Perdata, Fakultas Hukum UGM,
1996), hal. 1.
165
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta : Rajawali Pers, 2008),
hal.23

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


66

a. Perusahaan pembiayaan konsumen yang merupakan anak perusahaan

dari pemasok.

b. Perusahaan pembiayaan konsumen yang merupakan satu group usaha

dengan pemasok.

c. Perusahaan pembiayaan konsumen yang tidak mempunyai kaitan

kepemilikan dengan pemasok.

Pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pembiayaan konsumen

adalah sebagai berikut:

1) . Perusahaan Pembiayaan Konsumen (Kreditur)

Perusahaan pembiayaan konsumen adalah badan usaha berbentuk PT

atau koperasi yang melakukan kegiatan pembiayaan untuk pengadaan

barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan sistem pembayaran

angsuran atau berkala oleh konsumen. Perusahaan tersebut

menyediakan jasa kepada konsumen dalam bentuk pembayaran harga

barang secara tunai kepada supplier. Antara perusahaan dan konsumen

harus ada terlebih dahulu kontrak pembiayaan konsumen yang sifatnya

pemberian kredit. Dalam kontrak tersebut, perusahaan wajib

menyediakan kredit sejumlah uang kepada konsumen sebagai harga

barang yang dibelinya dari supplier, sedangkan pihak konsumen wajib

membayar kembali kredit secara angsuran kepada perusahaan tersebut.

2) Konsumen

Konsumen adalah pihak pembeli barang dari supplier atas pembayaran

oleh pihak ketiga, yaitu perusahaan pembiayaan konsumen. konsumen

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


67

tersebut dapat berstatus perorangan dapat pula badan hukum. . Dalam

hal ini ada 2 (dua) hubungan kontraktual yaitu Perjanjian pembiayaan

yang bersifat kredit antara perusahaan dan konsumen, serta Perjanjian

jual beli antara supplier dan konsumen yang bersifat tunai

2. Hak dan Kewajiban Konsumen Sebagai Penerima Pembiayaan

(borrower)

Dengan tidak mengesampingkan hak-hak lain yang diatur dalam Perjanjian

Pinjaman ini, hak-hak dari Penerima Pembiayaan adalah sebagai berikut:

a. Menerima Fasilitas dari Pemberi Pembiayaan berdasarkan Perjanjian

Pinjaman ini; dan

b. Meminta dan menerima informasi sehubungan dengan Fasilitas,

termasuk namun tidak terbatas pada informasi sehubungan dengan

pembayaran kembali Fasilitas Pembiayaan.

Dengan tidak mengesampingkan kewajiban-kewajiban lain yang diatur

dalam Perjanjian Pinjaman ini, kewajiban-kewajiban dari Pemberi Pembiayaan

adalah sebagai berikut:

a. Membayar secara penuh seluruh kewajiban pembayaran yang timbul

dari atau sebagai akibat dari Perjanjian Pinjaman termasuk Angsuran,

Bunga, Biaya Keterlambatan Pembayaran dan biaya-biaya lain

berdasarkan Perjanjian Pinjaman;

b. Memberitahukan secara tertulis dengan cara sebagaimana diatur dalam

Pasal 7 Perjanjian Pinjaman ini atas setiap terjadinya perubahan data

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


68

Penerima Pembiayaan sebagaimana disebutkan dalam Perjanjian

Pinjaman; dan

c. Melaksanakan seluruh ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian Pinjaman

ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan itikad baik

dan penuh tanggung jawab.

3. Hak dan Kewajiban Traveloka Sebagai Pemberi Pembiayaan


Dengan tidak mengesampingkan hak-hak lain yang diatur dalam Perjanjian

Pinjaman ini, hak-hak dari Pemberi Pembiayaan adalah sebagai berikut:

a. Menerima pembayaran secara penuh atas kewajiban pembayaran

Penerima Pembiayaan yang timbul akibat dari Perjanjian Pinjaman ini,

termasuk namun tidak terbatas pada Fasilitas, Bunga, Biaya

Keterlambatan Pembayaran, serta biaya-biaya lain berdasarkan

Perjanjian Pinjaman;

b. Melaksanakan proses penagihan atas seluruh kewajiban yang harus

dibayarkan oleh Penerima Pembiayaan berdasarkan Perjanjian

Pinjaman ini melalui internal Pemberi Pembiayaan atau pihak ketiga

lainnya yang ditunjuk oleh Pemberi Pembiayaan; dan

c. Mendapatkan informasi sehubungan dengan data-data Penerima

Pembiayaan (berikut perubahannya) sebagaimana disebutkan dalam

Pasal 7 Perjanjian Pinjaman.

Dengan tidak mengesampingkan kewajiban-kewajiban lain yang diatur

dalam Perjanjian Pinjaman ini, kewajiban-kewajiban dari Pemberi Pembiayaan

adalah sebagai berikut:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


69

a. Menyediakan Fasilitas kepada Penerima Pembiayaan berdasarkan

Perjanjian Pinjaman;

b. Memberi tahu Penerima Pembiayaan tentang perubahan terhadap

Perjanjian Pinjaman ini atau SSU Perjanjian Pinjaman ini, termasuk

namun tidak terbatas pada biaya-biaya sehubungan dengan Fasilitas;

dan

c. Melaksanakan seluruh ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian Pinjaman

sehubungan dengan pemberian Fasilitas.

B. Hubungan Hukum Antara Konsumen dan Traveloka dalam Perspektif

Hukum Perjanjian

1. Tinjauan Umum tentang Hukum Perjanjian

Didalam kehidupan sehari-hari, istilah dari perjanjian sangat sering

didengar dan juga sangat sering dilakukan oleh masyarakat misalnya: perjanjian

jual beli, perjanjian sewa-menyewa, perjanjian simpan-pinjam, perjanjian tukar-

menukar, dan jenis perjanjian lainnya. 166 Pelaksanaan sebuah perjanjian, bentuk

perjanjian-perjanjian yang dibuat ini pada dasarnya berbentuk bebas. Dapat

diadakan secara lisan, dan dapat pula di terapkan dalam bentuk tulisan. Namun

perjanjian yang diterapkan dalam bentuk tulisan biasanya digunakan hanya

sebagai alat bukti semata.167

Pembuktian dengan adanya perjanjian tertulis tentu akan membantu dari

aspek legalitas. Sebab dalam perkara perdata, bukti surat menjadi sebuah

pertimbangan hakim dalam memutus sebuah perkara perdata di lembaga


166
. Novia Andrina, Op.Cit., hal.21
167
Wan Sadjaruddin, Beberapa Sendi Hukum Perikatan, (Medan: USU Press, 1992),
hal. 24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


70

peradilan. Sehingga dapat dikatakan bahwa perjanjian dalam bentuk tertulis

sebagai langkah antisipasi terhadap kemungkinan- kemungkinan terjadinya

sengketa di kemudian hari.

Apabila melihat ketentuan dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata yang berisi mengenai peraturan perikatan. Pada pasal 1233 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena

persetujuan, baik karena Undang-Undang BW (KUHPerdata) sebagai Undang-

Undang mulai berlaku atau diumumkan secara resmi pada tanggal 30 April 1847

(St. No. 23/1847). Dari tahun pengundanganya jelas dapat kita ketahui, BW yang

dalam Buku III mengatur hukum perjanjian adalah Undang-Undang produk

kolinial Belanda.168

Agar suatu perjanjian oleh hukum dianggap sah sehingga mengikat kedua

belah pihak, maka perjanjian tersebut haruslah memenuhi syaratsyarat tertentu.

Mengenai syarat sahnya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata,

yang isinya sebagai berikut:

“Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat:

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

c. Sesuatu hal tertentu

d. Sesuatu yang halal.”

Dari keempat syarat sahnya suatu perjanjian dapat dibedakan atas adanya

syarat-syarat subjektif yang merupakan syarat yang berkenaan dengan orang atau

168
M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, (Bandung: Alumni, 1986), hal 3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


71

subjek yang mengadakan perjanjian, dan adanya syarat-syarat objektif yang

berkenaan dengan objek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu. Yang

merupakan konsekuensi hukum dari tidak terpenuhinya salah satu atau lebih dari

syarat-syarat sahnya perjanjian tersebut bervariasi mengikuti syarat mana yang

dilanggar.

Perjanjian mulai berlaku sejak dimulai kata sepakat antara pihak.

Perjanjian ini akan berlaku sampai kedua belah pihak menyatakan telah

mengakhiri perjanjian. Cara hapusnya perjanjian berbeda dengan cara hapusnya

perikatan. Hapusnya perikatan belum tentu menghapuskan suatu perjanjian.

Kecuali semua perikatan-perikatan yang ada pada perjanjian tersebut sudah hapus.

Sebaliknya jika perjanjian berakhir atau hapus, maka perikatan yang bersumber

dari perjanjian tersebut juga menjadi berakhir atau hapus.

Perjanjian dapat dimaknai sebagai pelaksanaan dari sebuah kesepakatan

antara dua pihak atau lebih. Untuk mengetahui arti sebenarnya dari suatu

perjanjian tidaklah mudah karena banyak pendapat para ahli hukum di dalam

memberikan rumusan perjanjian tersebut. Dengan adanya berbagai pendapat

tentang rumusan dari perjanjian tersebut. Penulis merasa perlu memberikan

beberapa pengertian perjanjian menurut para sarjana.

Buku III KUH Perdata berbicara tentang perikatan (van verbibtenissen)

yang memiliki sifat terbuka artinya isinya dapat ditentukan oleh para pihak

dengan beberapa syarat yaitu tidak bertentangan dengan ketertiban umum,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


72

kesusilaan dan Undang-Undang. 169 Dalam pasal 1313 Kitab Undang-Undang

Hukum Peradata menyebutkan bahwa “Perjanjian adalah suatu perbuatan yang

satu atau orang lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”

Pengertian perjanjian menurut Wrijono Prodjodikoro Perjanjian adalah:

“Sebagai suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak,

dalam mana suatu pihak berjanji atau di anggap berjanji untuk melakukan suatu

hal, sedang pihak lain berhak menuntut janji itu.”170

Pendapat yang hampir sama juga disebutkan oleh Mariam Darus

Badrulzaman: perjanjian ialah suatu hubungan yang terjadi antara dua orang atau

lebih, yag terletak dalam bidang harta kekayaan, dengan mana pihak yang satu

berhak atau prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu.171

Sedangkan menurut para Sarjana, antara lain Abdul Kadir Muhammad,

bahwa rumusan perjanjian dalam KUHPerdata itu kurang memuaskan, karena

mengandung beberapa kelemahannya yaitu:

a. Hanya menyangkut sepihak saja

Hal ini diketahui dari perumusan “satu orang atau lebih mengikatkan

dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya.” Kata kerja “mengikatkan” sifatnya

hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak. Seharusnya

perumusan itu “Saling mengikatkan diri”, jadi ada konsensus antara pihak-pihak.

b. Kata perbuatan mencakup juga tanpa konsesus

169
Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia,
2009), hal. 39
170
Wirjono Prodjodikoro, Azas-asas Hukum Perjanjian, (Bandung: Mandar Maju, 2000),
hal.7
171
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, (Bandung: Alumni, 1994), hal. 3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


73

Dalam pengertian “Perbuatan” termasuk juga tindakan melaksanakan

tugas tanpa kuasa (Zaakwaarneming), tindakkan melawan hukum atau

(onrechtmatige daad) yang tidak mengandung konsesus. Seharusnya dipakai kata

“Persetujuan”.

c. Pengertian perjanjian terlalu luas

Pengertian perjanjian dalam pasal tersebut di atas terlalu luas, karena

mencakup juga pelangsungan perkawinan, janji kawin, yang diatur dalam

lapangan hukum keluarga. Padahal yang dimaksud adalah hubungan antara

debitur dan kreditur dalam lapangan harta kekayaan saja. Perjanjian yang

dikehendaki oleh Buku Ketiga KUH Perdata sebenarnya hanyalah perjanjian yang

bersifat kebendaan bukan perjanjian yang bersifat personal.

d. Tanpa menyebut tujuan

Dalam perumusan pasal itu tidak disebutkan tujuan mengadakan

perjanjian, sehingga pihak-pihak mengikatkan diri tidak jelas untuk apa.172

Sudikno Mertokusumo mengatakan bahwa perjanjian adalah “Hubungan

antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan

hukum”.173

Subekti mengatakan bahwa: “Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa

dimana seseorang berjanji kepada seseorang lain atau dimana dua orang itu saling

berjanji utnuk melaksankan suatu hal”.174

172
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, (Bandung: Alumni, 1982), hal. 78
173
Sudiksno Mertokusumo, Mengenai Hukum, (Yogyakarta: Liberty, 1998_, hal. 97
174
Johannnes Ibrahim, Kartu Kredit-Dilematis Antara Kontrak Dan Kejahatan,
(Bandung: Refika Aditama, 2004), hal. 30

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


74

Menurut Tan Kamello, “Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara

dua orang atau lebih yang didasarkan pada kata sepakat mengenai sesuatu hal

dengan tujuan untuk menimbulkan akibat hukum. Hubungan hukum yang

dimaksud disini adalah suatu perbuatan hukum yang bersegi dua.”

Secara harafiah kata “verbintenis” yang merupakan pengambil alihan dari

kata “obligation” dalam code civil prancis dengan demikian berarti perikatan

adalah kewajiban pada salah satu pihak dalam hubungan hukum perikatan

tersebut.

Dari bebarapa pengertian perjanjian yang telah dikemukakan diatas dapat

disimpulkan bahwa wujud pengertian perjanjian itu sendiri yaitu, hubungan

hukum antara dua orang atau lebih yang memberi hak pada satu pihak dan

kewajiban dipihak laim untuk memenuhi suatu hal (prestasi) yang telah

disepakati. Perjanjian harus menjadi perbuatan kedua belah pihak yang berjanji

untuk memenuhi prestasi kepada pihak lainnya, begitu pula pihak lainnya harus

memperoleh pemenuhan prestasi yang telah dijanjikan oleh pihak lainnya itu. 175

2. Keabsahan Perjanjian Pinjaman Traveloka PayLater

Bentuk-bentuk perjanjian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu

tertulis dan tidak tertulis. Perjanjian tertulis adalah perjanjian yang dibuat oleh

para pihak dalam bentuk tulisan. Sedangkan perjanjian lisan suatu perjanjian yang

dibuat oleh para pihak dalam wujud lisan (cukup kesepakatan para pihak).

Pada perjanjian yang dilakukan oleh nasabah dengan pihak Traveloka

PayLater, perjanjian dilakukan secara elektronik atau virtual dengan melakukan

175
Aquila Siregar, Aspek Perjanjian Kerjasama Pengangkutan Limbah B3 Pada
Perusahaan pengangkutan, (Medan: USU, 2016), hal. 15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


75

beberapa verifikasi data dan kesepakatan kontrak. Apabila pengguna atau nasabah

menyatakan sepakat, maka perjanjian tersebut akan sah dan berlaku mengikat bagi

kedua belah pihak. Dengan kata lain, perjanjian antara nasabah dan Traveloka

akan berlaku sebagai undang-undang bagi kedua belah pihak.

Agar suatu perjanjian oleh hukum dianggap sah sehingga mengikat kedua

belah pihak, maka perjanjian tersebut haruslah memenuhi syaratsyarat tertentu.

Mengenai syarat sahnya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata,

yang isinya sebagai berikut:

“Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat:

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

c. Sesuatu hal tertentu

d. Sesuatu yang halal.”

Dari keempat syarat sahnya suatu perjanjian dapat dibedakan atas adanya

syarat-syarat subjektif yang merupakan syarat yang berkenaan dengan orang atau

subjek yang mengadakan perjanjian, dan adanya syarat-syarat objektif yang

berkenaan dengan objek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu. Yang

merupakan konsekuensi hukum dari tidak terpenuhinya salah satu atau lebih dari

syarat-syarat sahnya perjanjian tersebut bervariasi mengikuti syarat mana yang

dilanggar

Pada pelaksanaan PayLater Traveloka, perjanjian dilakukan dengan

kontrak elektronik (e-contract) yaitu kontrak/ perjanjian yang dibuat oleh para

pihak melalui sistem elektronik, dimana para pihak tidak bertemu secara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


76

langsung. Hal ini berbeda dengan kontrak konvensional yang dibuat di atas kertas

dan disepakati dengan cara berhadapan langsung.

Menurut Cita Yustisia Serfiani, kontrak elektronik dibuat melalui sistem

elektronik. Sistem elektronik yang dimaksud adalah serangkaian perangkat dan

prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah,

menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/

atau menyebarkan informasi elektronik. 176

Informasi elektronik adalah salah satu atau sekumpulan data elektronik,

termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto,

electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail) telegram,

teleks, atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi

yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu

memahaminya. 177

Edmon Makarim menggunakan istilah kontrak online (online contract)

bagi kontrak elektronik (e-contract) dan mendefenisikan kontrak online sebagai

perikatan atau hubungan hukum yang dilakukan secara elektronik dengan

memadukan jaringan (networking) dari sistem informasi berbasis komputer

(computer based information system) dengan sistem komunikasi yang berdasarkan

atas jaringan dan jasa telekomunikasi (telecommunication based), yang

176
Cita Yustisia Sefiani, Buku Pintar Bisnis Online dan Transaksi Elektronik, Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2013 hal. 99
177
Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


77

selanjutnya difasilitasi oleh keberadaan jaringan global internet (network of

network). 178

Kontrak elektronik menggunakan data digital sebagai pengganti kertas.

Penggunaan data digital akan memberikan efisiensi yang besar terutama bagi

perusahaan yang menjalankan bisnis online melalui jaringan internet. Di dalam

kontrak elektronik, para pihak tidak perlu bertatap muka secara langsung bahkan

tidak akan perlu untuk bertemu sama sekali.179 Berdasarkan definisi di atas, maka

dapat disimpulkan bahwa kontrak perdagangan yang umumnya digunakan dalam

pelaksanaan kegiatan e-commerce adalah menggunakan kontrak elektronik.

Kontrak elektronik juga dapat disimpulkan sebagai perjanjian antara dua pihak

atau lebih yang dilakukan dengan menggunakan media komputer, gadget atau alat

komunikasi lainnya melalui jaringan internet.

Jenis kontrak elektronik (e-contract) dapat dibagi menjadi dua kategori,

yaitu:

a. Kontrak elektronik yang memiliki objek transaksi berupa barang/ jasa

yang bersifat fisik atau bersifat nyata, contoh barang berupa bukum

atau jasa les privat. Kontrak jenis ini, para pihak (penjual dan pembeli)

melakukan komunikasi pembuatan kontrak melalui jaringan internet.

Jika telah terjadi kesepakatan, pihak penjual akan mengirimkan

barang/ jasa yang dijadikan objek kontrak secara langsung ke alamat

pembeli. Dalam hal jual beli, biasanya penjual akan mengirimkan

barang setelah dilakukan verifikasi pembayaran.


178
Sylvia Christina Aswin, Tesis, Keabsahan Kontrak dalam Transaksi Komersial
Elektronik, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, Semarang, 2016
179
Cita Yustisia Sefiani, Op.Cit, hal.101

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


78

b. Kontrak elektronik yang memiliki objek transaksi berupa informasi/

jasa non fisik. Pada kontrak jenis ini, para pihak pada awalnya akan

berkomunikasi melalui jaringan internet untuk kemudian membuat

kontrak elektronik. Jika kontrak telah disepakati, pihak penjual akan

mengirimkan informasi/ jasa yang dijadikan objek kontrak melalui

jaringan internet (cyber delivery). 180

Kontrak elektronik juga memiliki beberapa bentuk. Bentuk- bentuk

kontrak elektronik dapat dilihat sebagai berikut:

1) Kontrak melalui electronic mail (e-mail) adalah suatu kontrak yang

dibuat secara sah melalui komunikasi e-mail. Penawaran dan

penerimaan dapat dipertukarkan melalui e-mail atau dikombinasi

dengan komunikasi elektronika lainnya, dokumen tertulis atau faks.

2) Suatu kontrak dapat juga dibuat melalui website dan jasa online

lainnya, yaitu suatu website menawarkan penjualan barang dan jasa,

kemudian konsumen dapat menerima penawaran dengan mengisi suatu

formulir yang terpampang pada layar monitor dan

mentransmisikannya.

3) Kontrak yang mencakup direct online transfer dari informasi dan jasa.

Website digunakan sebagai media komunikasi.

4) Kontrak yang berisi elecetronic data interchange (EDI), suatu

pertukaran informasi bisnis melalui komputer milik para mitra dagang

(trading partners).

180
Salim HS, Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta: Sinar
Grafika, 2006 hal. 9

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


79

5) Kontrak melalui internet yang disertai dengan lisensi click wrap dan

shrink wrap. Software yang didownload melalui internet lazimnya

dijual dengan suatu lisensi click wrap. Lisensi tersebut muncul pada

monitor pembeli saat pertama kali akan dipasang dan calon pembeli

ditanya tentang kesediaannya menerima persyaratan lisensi tersebut. 181

Sementara itu menurut Cita Yustisia Serfiani bentuk kontrak elektronik

adalah:

a) Kontrak melalui komunikasi e-mail. Penawaran dan penerimaan

dilakukan melalui e-mail atau dikombinasikan dengan komunikasi

elektronik lainnya.

b) Kontrak melalui web yang menawarkan penjualan barang dan jasa

dimana konsumen dapat menerima tawaran dengan cara mengisi

formulir di halaman website.

c) Kontrak melalui chatting dan video conference. 182

Kontrak elektronik juga berisi tentang transaksi elektronik yang sudah

memperoleh kesepakatan dari masing- masing pihak (Pasal 18 ayat (1) Undang-

Undang Informasi dan Transaksi Elektronik). Kemudian juga kejelasan tentang

hukum yang akan berlaku dan dianut dalam kontrak ini (choice of law). Mengenai

kapan adanya waktu penawaran dan permintaan Undang-Undang Informasi dan

Transaksi Elektronik memberikan ketentuan yang bersifat mengatur. Selain tidak

181
Mentari Agustina, Kontrak Elektronik, Blogspot.http://metarivision
.blogspot.com/2011/11/kontrak-elektronik.html diakses pada 6 Desember 2018
182
Cita Yustisia Sefiani, Buku Pintar Bisnis Online dan Transaksi Elektronik, Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2013 hal.104

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


80

diperjanjikan lain oleh kedua belah pihak maka waktu pengiriman adalah saat

informasi itu telah dikirim ke alamat tujuan (Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang

Informasi dan Transaksi Elektronik). Sedangkan waktu penerimaan informasi

elektronik adalah saat informasi tersbut memasuki sistem informasi di bawah

kendali si penerima. Dari hal ini dapat kita simpulkan bahwa adanya perbedaan

waktu pengiriman dan penerimaan adalah hal yang bisa terjadi dalam proses

transaksi elektronik. Hanya saja, Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang Informasi dan

Transaksi Elektronik memberikan tanggung jawab kepada si penerima informasi

untuk melakukan inisiatif pengawasan sistem atas sistem elektroniknya apakah

sudah diterima atau belum.

Kontrak elektronik merupakan suatu wujud perjanjian yang dibuat oleh

para pihak- pihak secara elektronik menggunakan media internet. Baik Kitab

Hukum Perdata maupun Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik

telah memberikan dasar yang jelas bagi keabasahan kontrak elektronik. Peraturan

undang- undang baik BW dan Undang- undang Informasi dan Transaksi

Elektronik telah memberikan syarat- syarat sahnya perjanjian dan juga dilandasi

itikad baik. KUHPerdata dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik

juga disebutkan prinsip- prinsip dalam melakukan transaksi elektronik.

Perjanjian mulai berlaku sejak dimulai kata sepakat antara pihak.

Perjanjian ini akan berlaku sampai kedua belah pihak menyatakan telah

mengakhiri perjanjian. Cara hapusnya perjanjian berbeda dengan cara hapusnya

perikatan. Hapusnya perikatan belum tentu menghapuskan suatu perjanjian.

Kecuali semua perikatan-perikatan yang ada pada perjanjian tersebut sudah hapus.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


81

Sebaliknya jika perjanjian berakhir atau hapus, maka perikatan yang bersumber

dari perjanjian tersebut juga menjadi berakhir atau hapus.

Apabila dikaitkan dengan syarat-syarat perjanjian Traveloka PayLater,

misalnya:

1. Dalam setiap Pembayaran Angsuran, Penerima Pembiayaan wajib

membayar secara tepat waktu sesuai dengan jumlah yang terdapat di

dalam Jadwal dan Rincian Pembayaran Angsuran sebagaimana

terdapat dalam Lampiran I Perjanjian Pinjaman. Jumlah dan ketentuan

dari setiap Pembayaran Angsuran tidak dapat diubah tanpa persetujuan

tertulis terlebih dahulu dari Pemberi Pembiayaan.

2. Semua Pembayaran Angsuran harus dibayar penuh tanpa perjumpaan

hutang (kompensasi), atau pemotongan apapun, dan untuk maksud ini

Penerima Pembiayaan melepaskan ketentuan dalam Pasal 1425 sampai

dengan 1435 dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

3. Setiap Pembayaran Angsuran dilakukan dalam mata uang Indonesia

Rupiah.

4. Pembayaran Angsuran (dengan cara apapun) dianggap telah dibayar

apabila pembayaran tersebut sudah diterima oleh Pemberi Pembiayaan.

Apabila mengacu pada syarat sahnya perjanjian, maka syarat yang

diberlakukan dalam PayLater Traveloka telah sesuai dengan syarat-syarat sahnya

perjanjian. Selain itu, apabila dikaji dalam hal kontrak elektronik yang dilakukan

juga telah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11

Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


82

3. Prestasi dan Wanprestasi dalam Perjanjian Pinjaman Traveloka

PayLater

Keabsahan perjanjian dalam perdata akan terpenuhi apabila tidak

bertentangan dengan syarat sahnya perjanjian. Syarat sahnya perjanjian diatur

dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Pasal 1320 KUH Perdata menentukan empat

syarat sahnya perjanjian, antara lain:

a. Adanya kesepakatan kedua belah pihak;

b. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum;

c. Adanya objek, dan;

d. Adanya kausa yang halal.

Keempat hal itu, dikemukakan berikut ini:

1. Kesepakatan (Toesteming/Izin) Kedua Belah Pihak

Syarat yang pertama sahnya kontrak adalah kesepakatan atau konsensus para

pihak. Kesepakatan ini diatur dalam Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata. Yang

dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak

antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Yang sesuai itu adalah

pernyataannya, karena kehendak itu tidak dapat dilihat/diketahui orang lain.

Ada lima cara terjadinya persesuaian pernyataan kehendak, yaitu dengan:

a. Bahasa yang sempurna dan tertulis;

b. Bahasa yang sempurna secara lisan;

c. Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan. Karena

dalam kenyataannya seringkali seseorang menyampaikan dengan bahasa

yang tidak sempurna tetapi dimengerti oleh pihak lawannya;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


83

d. Bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawannya;

e. Diam atau membisu, tetapi asal dipahami atau diterima pihak lawan.

Pada dasarnya, cara yang paling banyak dilakukan oleh para pihak, yaitu

dengan bahasa yang sempurna secara lisan dan secara tertulis. Tujuan pembuatan

perjanjian secara tertulis adalah agar memberikan kepastian hukum bagi para

pihak dan sebagai alat bukti yang sempurna, di kala timbul sengketa di kemudian

hari. Pada perjanjian kerjasama pada penelitian ini, T. Tarmizi dan Haryono

Wong sepakat untuk melakukan investasi dalam pembangunan perumahan.

Perjanjian dilakukan secara lisan dengan bahasa yang jelas.

2. Kecakapan Bertindak

Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan

perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan menimbulkan

akibat hukum. Orang-orang yang akan mengadakan perjanjian haruslah orang-

orang yang cakap dan mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum,

sebagaimana yang ditentukan oleh UndangUndang. Orang yang cakap dan

berwenang untuk melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa.

Ukuran kedewasaan adalah telah berumur 21 tahun dan atau sudah kawin. Syarat

ini telah terpenuhi dalam perjanjian antara T. Tarmizi dan Haryono Wong, karena

keduanya telah di atas 21 tahun.

3. Adanya Objek Perjanjian (Onderwerp der Overeenskomst)

Objek perjanjian adalah prestasi (pokok perjanjian). Prestasi adalah apa

yang menjadi kewajiban debitur dan apa yang menjadi hak kreditur. Prestasi ini

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


84

terdiri dari perbuatan positif dan negatif. Menurut Pasal 1234 KUH Perdata,

Prestasi terdiri dari memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat

sesuatu. 183

Suatu objek tertentu atau prestasi tertentu merupakan objek perjanjian,

prestasi yang wajib dipenuhi. Prestasi itu harus tertentu atau sekurang-kurangnya

dapat ditentukan. Kejelasan mengenai objek perjanjian adalah untuk

memungkinkan pelaksanaan hak dan kewajiban pihak-pihak. Jika objek perjanjian

atau prestasi itu kabur, tidak jelas, sulit, bahkan tidak mungkin dilaksanakan,

perjanjian itu batal (nietig, void).184

Pada perjanjian antara kedua belah pihak dalam penelitian ini, objeknya

adalah tentang investasi pembangunan perumahan dengan bunga Rp. 5.000.000,-

(lima juta rupiah/ bulan). Maka dengan demikian syarat ini telah dipenuhi sebagai

objek perjanjian.

4. Adanya Causa yang Halal (Geoorloofde Oorzaak)

Dalam Pasal 1320 KUH Perdata tidak dijelaskan pengertian orzaak (causa

yang halal). Di dalam Pasal 1337 KUH Perdata hanya disebutkan causa yang

terlarang. Suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan

UndangUndang, kesusilaan dan ketertiban umum.

Causa yang halal dalam hal ini dapat ditafsirkan bahwa perjanjian tidak

bertentangan dengan peraturan yang berlaku. Misalnya saja perjanjian tentang

utang judi. Hal ini tentu tidak dapat dibenarkan sebagai sebuah perjanjian yang

sah. Namun pada perjanjian antara T. Tarmizi dan juga Haryono Wong, perjanjian

183
Salim HS, Op.Cit, hal. 34
184
Muhammad Abdulkadir, Op.Cit, hal. 302

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


85

memuat tentang kerjasama investasi yang tidak bertentangan dengan peraturan

yang berlaku sehingga dapat dikategorikan sebagai causa yang halal.

Syarat yang pertama dan kedua disebut syarat subjektif, karena

menyangkut pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Sedangkan syarat ketiga

dan keempat disebut syarat objektif, karena menyangkut objek perjanjian. Apabila

syarat pertama dan kedua tidak terpenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan.

Artinya, bahwa salah satu pihak dapat mengajukan kepada pengadilan untuk

membatalkan perjanjian yang disepakatinya. Tetapi apabila para pihak tidak ada

yang keberatan maka perjanjian itu tetap dianggap sah. Syarat ketiga dan keempat

tidak terpenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum. Artinya, bahwa dari semula

perjanjian itu dianggap tidak ada.185

Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban

sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan

debitur. Wanprestasi atau tidak dipenuhinya janji dapat terjadi baik karena

disengaja maupun tidak disengaja. 186

Seorang debitur dikatakan lalai, apabila ia tidak memenuhi kewajibannya

atau terlambat memenuhinya tetapi tidak seperti yang telah diperjanjikan. 187

Wanprestasi terdapat dalam Pasal 1243 KUH Perdata, yang menyatakan

bahwa:188

“penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu


perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah
dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika
sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau

185
Salim HS, Op.Cit, hal. 35
186
Salim HS, Op.Cit, hal. 180
187
Ahmadi Miru, Op.Cit, hal. 74
188
Subekti, Op.Cit, hal. 146

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


86

dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang
telah dilampaukannya”.

Kata lain wanprestasi juga dapat diartikan suatu perbuatan ingkar janji

yang dilakukan oleh salah satu pihak yang tidak melaksanakan isi perjanjian, isi

ataupun melaksanakan tetapi terlambat atau melakukan apa yang sesungguhnya

tidak boleh dilakukannya.

Mengenai pengertian dari wanprestasi, menurut Ahmadi Miru wanprestasi

itu dapat berupa perbuatan:189

1. Sama sekali tidak memenuhi prestasi.

2. Prestasi yang dilakukan tidak sempurna.

3. Terlambat memenuhi prestasi.

4. Melakukan apa yang dalam perjanjian dilarang untuk dilakukan

Sedangkan menurut A. Qirom Syamsudin Meliala wanprestasi itu dapat

berupa:190

1. Tidak memenuhi prestasi sama sekali

Sehubungan dengan debitur yang tidak memenuhi prestasi maka

dikatakan debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali.

2. Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya

Apabila prestasi debitur masih dapat diharapkan pemenuhannya, maka

debitur dianggap memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktu, sehingga

dapat dikatakan wanprestasi.

3. Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru

189
Ibid.
190
A. Qirom Syamsuddin Meliala, Pokok-pokok Hukum Perjanjian, Yogyakarta, Liberty,
1985, hal.26

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


87

Debitur yang memenuhi prestasi tapi keliru, apabila prestasi yang

keliru tersebut tidak dapat diperbaiki lagi maka debitur dikatakan tidak

memenuhi prestasi sama sekali.

Abdul kadir Muhammad, menyatakan wanprestasi terjadi dikarenakan

adanya 2 (dua) kemungkinan yaitu:

1. Keadaan memaksa (overmach / force mejeur).

2. Karena kesalahan debitur, baik karena kesengajaan maupun lalai.

Overmach adalah suatu keadaan atau kejadian yang tidak dapat diduga-

duga terjadinya, sehingga menghalangi seorang debitur untuk melakukan

prestasinya sebelum ia lalai untuk apa dan keadaan mana tidak dapat

dipersalahkan kepadanya. Overmacht di bagi dua yaitu:

1. Overmacht mutlak adalah apabila prestasi sama sekali tidak dapat

dilaksanakan oleh siapapun.

2. Overmacht yang tidak mutlak adalah pelaksanaan prestasi masih

dimungkinkan, hanya memerlukan pengorbanan dari debitur.

Kesengajaan maupun lalai, kedua hal tersebut menimbulkan akibat yang

berbeda, dimana akibat akibat adanya kesengajaan, sidebitur harus lebih banyak

mengganti kerugian dari pada akibat adanya kelalaian. Surat peringatan yang

menyatakan debitur telah melakukan wanprestasi disebut dengan somasi. Somasi

adalah pemberitahuan atau pernyataan dari kreditur kepada debitur yang berisi

ketentuan bahwa kreditur menghendaki pemenuhan prestasi seketika atau dalam

jangka waktu seperti yang ditentukan dalam pemberitahuan itu.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


88

Dari ketentuan Pasal 1238 KUH Perdata dapat dikatakan bahwa debitur

dinyatakan apabila sudah ada somasi (in grebeke stelling). Somasi itu bermacam

bentuk, seperti menurut Pasal 1238 KUH Perdata adalah:

1. Surat perintah

Surat perintah tersebut berasal dari hakim yang biasanya berbentuk

penetapan. Dengan surat penetpan ini juru sita memberitahukan secara

lisan kepada debitur kapan selambat-lambatnya dia harus bprestasi.

Hal ini biasa disebut “exploit juru sita”

2. Akta sejenis

Akta ini dapat berupa akta dibawah tangan maupun akta notaris.

3. Tersimpul dalam perikatan itu sendiri.

Maksudnya sejak pembuatan perjanjian, kreditur sudah menentukan

saat adanya wanprestasi.

Menurut Sri Soedewi Mascjhun Sofwan, debitur dinyatakan wanprestasi

apabila memenuhi 3 (tiga) unsur, yaitu:191

1. Perbuatan yang dilakukan debitur tersebut dalam disesalkan.

2. Akibatnya dapat diduga lebih dahulu baik dalam arti yang objektif

yaitu orang yang normal dapat menduga bahwa keadaan itu akan

timbul. Maupun dalam arti yang subjektif, yaitu sebagai orang yang

ahli dapat menduga keadaan demikian akan timbul.

3. Dapat diminta untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya, artinya

bukan orang gila atau lemah ingatan.

191
Sri Soedewi Masyohen Sofwan, Hukum Acara Perdata Indonesia dalam Teori dan
Praktek, Yogyakarta, Liberty, 1981, hal.15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


89

Apabila seorang dalam keadaan-keadaan tertentu beranggapan bahwa

perbuatan debiturnya akan merugikan, maka ia dapat minta pembatalan perikatan.

Menurut pendapat yang paling banyak dianut, bukanlah kelalaian debitur yang

menyebabkan batal, tetapi putusan hakim yang membatalkan perjanjian, sehingga

putusan itu bersifat “constitutief” dan tidak “declaratoir”. Malahan hakim itu

mempunyai suatu kekuasaan “discretionair” artinya ia berwenang menilai

wanprestasi debitur. Apabila kelalaian itu dianggapnya terlalu kecil hakim

berwenang untuk menolak pembatalan perjanjian, meskipun ganti rugi yang

diminta harus diluluskan. 192

C. Hubungan Hukum dalam Praktik Financial Technology

1. Tinjauan Umum tentang Financial Technology Berdasarkan Hukum di

Indonesia

Produk dan layanan finance technology sangat terjangkau dan efesien,

terutama bagi konsumen yang tinggal di lokasi atau daerah yang tidak memiliki

struktur ekonomi modern. Finance Technology tidak hanya dapat membuat

produk dan layanan finansial ini terjangkau, finance technology juga dapat

membuat biaya yang berkaitan dengan kedua hal tersebut menjadi lebih rendah.

Menggabungkan finance technology dengan telepon dan jaringan seluler

yang memadai akan memerluas jaringan finansial di seluruh dunia, sehingga tidak

ada lagi konsumen yang berada di luar jangkauan sistem keuangan satu ini. Meski

demikian, perangkat digital seperti ini seringkali dapat mengganggu model bisnis

192
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Balai Pustaka, 1986, hal. 246-247

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


90

yang telah ada sebelumnya dengan membuat layanan baru yang lebih efisien

dalam memberikan pelayanan yang berkaitan dengan keuangan.

Ada banyak sekali produk finance technology di Indonesia, terutama yang

masih berupa startup. Hal ini dikarenakan keperluan finansial yang berkembang

pesat di tanah air sebagai alternatif pilihan bagi masyarakat, terutama untuk

memenuhi kebutuhan berbagai kelas yang ada.

2. Hak dan Kewajiban Traveloka dalam Melaksanakan Kegiatan Financial

Technology

Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi

Informasi yang selanjutnya disebut Penyelenggara menurut Pasal 1 Angka 6

POJK Nomor 77/POJK.01/2016 adalah badan hukum Indonesia yang

menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan Layanan Pinjam Meminjam Uang

Berbasis Teknologi. Penyelenggara dalam pelaksanaan perjanjian pinjam

meminjam uang online ini sebagai Lembaga Jasa Keuangan Lainnya yang

berbentuk badan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi. Badan hukum

yang menjadi penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis Teknologi

Informasi tersebut wajib mengajukan pendaftaran dan perizinan kepada OJK.

Penerima pinjaman menurut Pasal 1 Angka 7 POJK Nomor

77/POJK.01/2016 adalah orang dan/atau badan hukum yang mempunyai utang

karena perjanjian layanan pinjam meminjam uang berbasis Teknologi Informasi.

Penerima pinjaman dana yang kemudian dipertemukan oleh penyelenggara

dengan pemberi pinjaman. Ketentuan penerima pinjaman menurut POJK Nomor

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


91

77/POJK.01/2016 adalah orang perseorangan Warga Negara Indonesia atau badan

hukum Indonesia. Ketentuan mengenai syarat- syarat penerima pinjaman

merupakan kebijakan masing-masing penyelenggara.

Antara pihak penyelenggara dengan penerima pinjaman, terjadi suatu

hubungan hukum dalam bentuk perjanjian. Namun, perjanjian antara

penyelenggara dan penerima pinjaman berupa perjanjian pengguna layanan

pinjam peminjam uang berbasis Teknologi Informasi. Perjanjian tersebut lahir

ketika penerima pinjaman telah melakukan penerimaan terkait dengan segala

ketentuan penggunaan yang ditetapkan oleh penyelenggara dan kemudian

mengajukan permohonan peminjaman berdasarkan syarat-syarat yang telah

ditentukan pula oleh penyelenggara.193

193
Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB IV

PRAKTIK PEMBAYARAN DENGAN FASILITAS TRAVELOKA

PAYLATER DITINJAU BERDASARKAN PJOK NOMOR 77/POJK.01/2016

A. Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi

Berdasarkan PJOK Nomor 77/POJK.01/2016

1. Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi

Informasi

Penyeelanggara layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi dalam

hal ini adalah Traveloka. Antara penyelenggara dengan pemberi pinjaman terjadi

suatu hubungan hukum dalam bentuk perjanjian penyelenggaraan layanan pinjam

meminjam uang berbasis Teknologi Informasi. Perjanjian tersebut lahir karena

pemberi pinjaman mengikatkan diri pada penyelenggara untuk memberikan

pinjaman/pendanaan terhadap tawaran pinjaman dari penerima pinjaman yang

diajukan melalui penyelenggara. Perjanjian penyelenggaraan ini dianggap sebagai

permulaan dari perjanjian pinjam meminjam yang akan terjadi. 225

Adapun syarat penyelenggara dalam POJK Nomor 77/ POJK.01/2016

terdapat dalam Pasal 3 sampai Pasal 5. Pasal 3 menyebutkan bahwa:

(1) Penyelenggara berbentuk badan hukum perseroan terbatas

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, dapat didirikan

dan dimiliki oleh: a. warga negara Indonesia dan/atau badan hukum

Indonesia; dan/atau b. warga negara asing dan/atau badan hukum

asing.

225
Hermansyah, SH.M.Hum, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Fajar
Interpratama Mandiri, 2005), hal. 57

92

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


93

(2) Kepemilikan saham Penyelenggara oleh warga negara asing dan/atau

badan hukum asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, baik

secara langsung maupun tidak langsung paling banyak 85% (delapan

puluh lima persen)

Pasal 4:

(1) Penyelenggara berbentuk badan hukum perseroan terbatas wajib

memiliki modal disetor paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar

rupiah) pada saat pendaftaran.

(2) Penyelenggara berbentuk badan hukum koperasi wajib memiliki modal

sendiri paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) pada

saat pendaftaran.

(3) Penyelenggara wajib memiliki modal disetor sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) atau modal sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

paling sedikit Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah)

pada saat mengajukan permohonan perizinan.

Pasal 5:

(1) Penyelenggara menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan Layanan

Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi dari pihak

Pemberi Pinjaman kepada pihak Penerima Pinjaman yang sumber

dananya berasal dari pihak Pemberi Pinjaman.

(2) Penyelenggara dapat bekerja sama dengan penyelenggara layanan jasa

keuangan berbasis teknologi informasi sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


94

Karena penjanjian pinjam meminjam baru akan terjadi ketika pemberi

pinjaman setuju untuk melakukan pendanaan. Namun, keikutsertaan

penyelenggara dalam perjanjian yang akan terjadi antara penerima pinjaman dan

penerima pinjaman hanya sebagai perantara yang mempertemukan kedua belah

pihak. Perjanjian penyelenggaraan tersebut diperkuat dengan adanya konfirmasi

terhadap penyelenggara terkait dengan persetujuan untuk melakukan pendanaan

terhadap tawaran yang diajukan. Konfirmasi tersebut ditandai dengan dikirimnya

formulir pendanaan oleh pemberi pinjaman.

Perjanjian penyelenggaran tersebut tentu menimbulkan hak dan kewajiban

bagi penyelenggara dan pemberi pinjaman. Kewajiban penyelenggara salah

satunya adalah wajib menyediakan akses informasi kepada pemberi pinjaman atas

penggunaan dananya dan informasi penerima pinjaman. Informasi penggunaan

dana yang diberikan oleh penyelenggara paling sedikit harus memuat: 226

a. jumlah dana yang dipinjamkan kepada penerima pinjaman;

b. tujuan pemanfaatan dana oleh penerima pinjaman;

c. besaran bunga pinjaman; dan

d. jangka waktu pinjaman.

Sedangkan kewajiban pemberi pinjaman salah satunya adalah melakukan

pendanaan sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan sebelumnya dalam

formulir pendanaan yang telah diajukan pada penyelenggara.

2. Pengguna Jasa Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi

Informasi

226
Adrian Sutedi, Hukum Hak Tanggungan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hal. 12

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


95

Penerima pinjaman menurut Pasal 1 Angka 7 POJK Nomor

77/POJK.01/2016 adalah orang dan/atau badan hukum yang mempunyai utang

karena perjanjian layanan pinjam meminjam uang berbasis Teknologi Informasi.

Penerima pinjaman dana yang kemudian dipertemukan oleh penyelenggara

dengan pemberi pinjaman. Ketentuan penerima pinjaman menurut POJK Nomor

77/POJK.01/2016 adalah orang perseorangan Warga Negara Indonesia atau badan

hukum Indonesia. Ketentuan mengenai syarat- syarat penerima pinjaman

merupakan kebijakan masing-masing penyelenggara.

3. Perjanjian Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi

Informasi

Antara pemberi pinjaman dan penerima pinjaman terdapat hubungan

hukum dalam bentuk perjanjian pemberian pinjaman/perjanjian pinjam meminjam

uang. Pinjam meminjam menurut Pasal 1754 KUH Perdata adalah suatu

perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain

suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat

bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis

dan mutu yang sama pula.

Objek dalam perjanjian pinjam meminjam ini adalah uang. Pelaksanaan

perjanjian meminjam uang ini juga dilaksanakan online. Terjadinya perjanjian

pinjam meminjam uang diawali dengan pengajuan permohonan peminjaman oleh

penerima pinjaman melalui fasilitas formulir yang disediakan oleh penyelenggara.

Kemudian aplikasi permohonan tersebut dianalisis dan dinilai oleh penyelenggara

yang bertindak sebagai perantara/wadah (marketplace) untuk kemudian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


96

ditawarkan pada pemberi pinjaman. Ketika dalam hal ini pemberi pinjaman setuju

untuk melakukan pendanaan, pemberi pinjaman memberikan konfirmasi melalui

formulir yang telah disediakan pula oleh penyelenggara. Setelah proses tersebut

perjanjian pinjam meminjam uang barulah terjadi antara penerima pinjaman dan

pemberi pinjaman.

B. Praktik Pembayaran dengan Fasilitas Traveloka PayLater Ditinjau

Berdasarkan POJK Nomor 77/POJK.01/2016

1. Legalitas Traveloka PayLater Berdasarkan POJK Nomor

77/POJK.01/2016

Fintech berasal dari istilah financial technology atau teknologi finansial.

Menurut The National Digital Research Centre (NDRC), di Dublin, Irlandia,

mendefinisikan fintech sebagai “innovation in financial services” atau “inovasi

dalam layanan keuangan fintech” yang merupakan suatu inovasi pada sektor

finansial yang mendapat sentuhan teknologi modern. Transaksi keuangan melalui

fintech ini meliputi pembayaran, investasi, peminjaman uang, transfer, rencana

keuangan dan pembanding produk keuangan. Saat ini terdapat 142 perusahaan

yang bergerak di bidang fintech yang teridentifikasi beroperasi di Indonesia.

Beberapa perusahaan fintech yang telah ada di Indonesia saat ini, misalnya Cek

Aja, UangTeman, Pinjam, CekPremi, Bareksa, Kejora, Doku, Veritrans, Kartuku.

Palam Pasal 19 POJK, dijelaskan bahwa Perjanjian penyelenggaraan

layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi antara

penyelenggara dengan pemberi pinjaman dituangkan dalam dokumen elektronik.

Dokumen elektronik dalam Pasal 1 angka 12 POJK, didefinisikan sebagai setiap

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


97

informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan

dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang

dapat dilihat, ditampilkan, dan atau didengar melalui komputer atau sistem

elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta

rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau

perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang

mampu memahaminya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 11

tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Apabila dikaitkan dengan Traveloka PayLater, dapat dikaji keabsahannya

yaitu pertama dari segi penyelenggara yang diatur dalam Pasal 2 POJK Nomor 77

Tahun 2016 dinyatakan sebagai Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. Badan hukum

Penyelenggara berbentuk: Perseroan Terbatas atau koperasi. Dalam hal ini

Traveloka berbentuk perseroan terbatas. Kemudian pada Pasal 5 disebutkan

bahwa Penyelenggara menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan Layanan

Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi dari pihak Pemberi

Pinjaman kepada pihak Penerima Pinjaman yang sumber dananya berasal dari

pihak Pemberi Pinjaman. Penyelenggara dapat bekerja sama dengan

penyelenggara layanan jasa keuangan berbasis teknologi informasi sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan. Maka dapat dilihat bahwa dari segi

legalitas, PayLater telah memenuhi ketentuan yang diatur dalam POJK.

2. Perlindungan Terhadap Konsumen Penggunan Traveloka PayLater

Hukum perlindungan konsumen dewasa ini mendapat cukup perhatian

karena menyangkut aturan-aturan guna mensejahterakan masyarakat, bukan saja

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


98

masyarakat selaku konsumen saja yang mendapat perlindungan, namun pelaku

usaha juga mempunyai hak yang sama untuk mendapat perlindungan hak dan

kewajiban. Pemerintah berperan mengatur, mengawasi dan mengontrol, sehingga

tercipta sistem yang kondusif saling berkaitan satu dengan yang lain dengan

demikan tujuan mensejahterakan masyarakat secara luas dapat tercapai.

Disamping Undang-Undang Perlindungan Konsumen, hukum konsumen

ditemukan dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku, untuk

membela kepentingan konsumen dan memuat berbagai kaidah yang menyangkut

hubungan dan masalah konsumen. Sekalipun peraturan perundang-undangan itu

tidak khusus diterbitkan untuk konsumen atau perlindungan konsumen,

setidaknya perundang-undangan juga merupakan sumber dari hukum konsumen

dan/atau hukum perlindungan konsumen.

Dalam upaya melindungi konsumen PayLater, Traveloka memberikan

akses jejak digital terhadap transaksi yang dilakukan oleh nasabah. Hal ini tentu

sebagai langkah terhadap terjadinya permasalahan di kemudian hari. Selain itu,

Traveloka juga memberikan jaminan keamanan menyediakan sistem pengamanan

yang mencakup prosedur, sistem pencegahan, dan penanggulangan terhadap

ancaman dan serangan yang menimbulkan gangguan, kegagalan, dan kerugian.

Pemberian jaminan keamanan ini dilakukan Traveloka dengan cara wajib

menampilkan kembali Dokumen Elektronik secara utuh sesuai dengan format dan

masa retensi yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


99

3. Pengawasan Oleh Otoritas Jasa Keuangan

Seiring dengan perkembangan fintech yang terus menggeliat hingga saat

ini, tentu harus diimbangi juga dengan hadirnya regulasi dan pengawasan yang

jelas terhadap berjalannya bisnis tersebut. Berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang

Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menyatakan

bahwa OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang

terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Lebih

jelas Pasal 6 menyatakan bahwa OJK melaksanakan tugas pengaturan dan

pengawasan terhadap :

a. kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;

b. kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan

c. kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun,

Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.

Apabila mengacu pada kedua pasal tersebut, OJK adalah instansi yang

melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap tumbuh kembangnya fintech.

Fintech startup termasuk bagian sektor jasa keuangan baik Industri Keuangan

Bank (IKB) maupun Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) yang diawasi oleh

OJK.

Pengaturan dan pengawasan menjadi sangat penting bagi keberlangsungan

Fintech yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan legalitas dari bisnis yang

dijalankan karena pada pelaksanaannya pengembangan fintech memiliki potensi

risiko yakni berkaitan dengan perlindungan konsumen, stabilitas sistem keuangan,

sistem pembayaran dan stabilitas ekonom. Tujuan pengaturan dan pengawasan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


100

oleh OJK adalah untuk meminimalisir risiko tersebut dan menunjang

pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan stabil.

Untuk merespon permasalahan fintech saat ini OJK telah membentuk

Satuan Tugas Pengembangan Inovasi Digital Ekonomi dan Keuangan untuk

mengawasi pelaku fintech dan pada akhir tahun 2016 tepatnya tanggal 29

Desember 2016, akhirnya OJK mengeluarkan pengaturan mengenai fintech yaitu

Peraturan OJK Nomor 77/ POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam

Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI). POJK tersebut memuat aturan

mengenai penyediaan, pengelolaan, dan pengoperasian Layanan Pinjam

Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. 227 Danamas, perusahaan yang

mendukung layanan PayLater Traveloka, bukan hanya sudah terdaftar, tapi juga

sudah mendapatkan izin dari OJK untuk menjalani bisnis semacam ini di

Indonesia.

227
Ernama, Budiharto, Hendro, “Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Financial
Technology (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016)”, Diponegoro Law
Journal, hal. 3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian di atas, ditarik kesimpulan-kesimpulan seperti

di bawah ini:

1. Kedudukan Traveloka dalam pelaksanaan PayLater dapat dilihat

dalam tiga aspek yaitu:

a. Dalam transaksi elektronik, yaitu sebagai issuer (Pasal 1 angka 6).

Seperti yang telah disampaikan sebelumnya bahwa penerbit

merupakan bank dan lembaga selain bank. Sebagaimana yang telah

diatur dalam Pasal 1 angka (1) PBI No. 16/8/PBI/2014 tentang

Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No.11/12/PBI/2009

tentang Uang Elektronik.

b. Financial Technology, Traveloka PayLater menyediakan

perjanjian online dengan konsumennya. Perjanjian online ini

dilakukan dengan melakukan verifikasi antara konsumen dengan

pihak Traveloka.

c. Pembiayaan Konsumen, yaitu sebagai kreditur yang menyediakan

pembiayaan kepada debitur dalam hal ini adalah konsumennya.

2. Dalam pelaksanaan PayLater, hubungan hukum yang terjalin antara

Traveloka dengan pengguna adalah:

a. Hubungan hukum perjanjian, dimana Traveloka adalah sebagai

pemberi dana, sedangkan pengguna adalah pihak yang

101

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


102

menggunakan dana dengan perjanjian pembayaran dilakukan

secara kredit.

b. Hubungan hukum pembiayaan, yaitu Traveloka sebagai perusahaan

pembiayaan dan pengguna adalah nasabahnya.

c. Hubungan antara antara pelaku usaha, dimana Traveloka sebagai

pelaku usaha yang berhak menerima haknya melalui perjanjian

usaha yang dilakukan dengan pengguna.

3. Pelaksanaan transaksi dengan Traveloka PayLater harus memenuhi

beberapa aspek, di antaranya:

a. Legalitas, apabila dikaitkan dengan Traveloka PayLater, dapat


dikaji keabsahannya yaitu pertama dari segi penyelenggara yang
diatur dalam Pasal 2 POJK Nomor 77 Tahun 2016 dinyatakan
sebagai Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. Badan hukum
Penyelenggara berbentuk: Perseroan Terbatas atau koperasi. Dalam
hal ini Traveloka berbentuk perseroan terbatas. Kemudian pada
Pasal 5 disebutkan bahwa Penyelenggara menyediakan, mengelola,
dan mengoperasikan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis
Teknologi Informasi dari pihak Pemberi Pinjaman kepada pihak
Penerima Pinjaman yang sumber dananya berasal dari pihak
Pemberi Pinjaman.
b. Perlindungan konsumen, Dalam upaya melindungi konsumen
PayLater, Traveloka memberikan akses jejak digital terhadap
transaksi yang dilakukan oleh nasabah. Hal ini tentu sebagai
langkah terhadap terjadinya permasalahan di kemudian hari. Selain
itu, Traveloka juga memberikan jaminan keamanan menyediakan
sistem pengamanan yang mencakup prosedur, sistem pencegahan,
dan penanggulangan terhadap ancaman dan serangan yang
menimbulkan gangguan, kegagalan, dan kerugian.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


103

c. Pengawasan OJK, Untuk merespon permasalahan fintech saat ini


OJK telah membentuk Satuan Tugas Pengembangan Inovasi
Digital Ekonomi dan Keuangan untuk mengawasi pelaku fintech
dan pada akhir tahun 2016 tepatnya tanggal 29 Desember 2016,
akhirnya OJK mengeluarkan pengaturan mengenai fintech yaitu
Peraturan OJK Nomor 77/ POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI).
POJK tersebut memuat aturan mengenai penyediaan, pengelolaan,
dan pengoperasian Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis
Teknologi Informasi.
B. Saran

Berdasarkan kesimpulan- kesimpulan di atas, diberikan saran- saran

sebagai berikut:

1. Hendaknya pengawasan terhadap perkembangan fintech lebih

dilakukan secara keseluruhan dan lebih rutin.

2. Perlu adanya instrumen hukum yang membedakan antara kartu kredit

dengan PayLater.

3. Perlunya perlindungan hukum yang diberikan kepada para konsumen

atas adanya risiko peretasan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abdul Wahab, Solichin. Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Malang: UPT

Universitas Muhammadiyah Malang, 2008

Amiruddindan Zainal, Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta :

Raja Grafindo Persada, 2006

Gazali, S dan Djoni dan Rachmadi Usman. Hukum Perbankan, Jakarta: Sinar

Grafika, 2012

Hidayat, Ahmad. Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai

Melalui Pengembangan E-Money. Working Paper, 2006

Hidayati, Siti, dkk. Kajian Operasional E-money, Jakarta: Bank Indonesia, 2006

Iswardono S.P. Uang dan Bank, Yogyakarta: BPFE, 2004

Latumaerissa, Julius R. Bank dan Lembaga Keuanagan Lainnya, Jakarta: Selemba

Empat, 2011

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum Jakarta: Prenanda Media Group, 2013

Rivai, Vietzhal, dkk. Bank and Financial Institution Management, Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2001

R. Serfianto, dkk. Untung Dengan Kartu Kredit, Kartu ATM Debit, & Uang

Elektronik, Jakarta: Visi Media, 2012

Soekanto, Soerjonodan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat, Jakarta:Rajawali Press. 2013

Sri Hartono, Rejeki. Hukum Perlindungan Konsumen, Bandung: Mandar Maju,

2000

104

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


105

Suharno, Edi. Analisis Kebijakan Publik, Bandung: Alfabeta, 2008

Supramono, Gatot. Hukum Uang di Indonesia, Bekasi: Gramata Publishing, 2014.

T, Yeremias Keban. Enam Dimensi Strategi Administrasi Publik : Konsep, Teori

dan Isu, Yogyakarta: Gava Media, 2004

Warjiyo, Perry. Bank Indonesia Bank Sentral Republik Indonesia, Jakarta: Pusat

Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, 2004.

Wignjosoebroto, Soetanyo. Hukum, Konsep dan Metode, Malang: Setara Press,

2013

B. Perundang- undangan

Undang- undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang- undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang- undang

Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

Undang- undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang- undang

Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

Undang- undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang

Undang- undang Nomor 8 tahun 199 tentang Perlindungan Konsumen.

Undang- undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-

undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik

SE BI Nomor 16/11/DKSP/2014 tentang Penyelenggaraan Uang Elektronik, SE

BI No. 16/12/DPAU tentang Penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital

(LKD)

Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/11/DASP tentang Uang Elektronik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


106

C. Jurnal/ Artikel/ Makalah

Aprianiza Humaerah, AnalisisYuridisMekanismePelaksanaanProdukPerbankan:

E-Toll Card Bank Mandiri, Artikel Fakultas Hukum Universitas Indonesia,

2013

Afif Muamar dan Ari Salman Alparisi, Electronic money (e-money) dalam

perspektif maqashidsyariah, Muamar, Journal of Islamic Economics

Lariba.vol. 3, 2017

Bank for Internatonal Settlements, Implications for Central Banks of the

Development of Electronic Money, Basle, 1996.

Didin Elok Parastiti, Analisis Penggunaan Uang Elektronik Pada Mahasiswa

Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang (StudiKasus: Uang Elektronik

Brizzi), JESP- Volume 7, No 1 Maret 2015

Dandy DwiRamdan, dkk, TRIPLE C (Centralize and Comprehensive Concept)

Sebagai Usaha Strategis Penerapan E-Money Indonesia, Artikel Universitas

Indonesia, 2015

Haikal Ramadhan, Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Uang Elektronik

Dalam Melakukan Transaksi Ditinjau Dari Peraturan Bank Indonesia Nomor

16/8/PBI/2014 Tentang Uang Elektronik (e-money), Diponegoro Law Review

Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016

Kaputera Waspada, Percepatan Adopsi Sistem Transaksi Teknologi Informasi

Untuk Meningkatkan Aksesibilitas Layanan Jasa Perbankan, Jurnal

Keuangan dan Perbankan, Volume 16, No.1 Januari 2012

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


107

Kemneterian Perdagangan Republik Indonesia, Jurnal Pusdiklat Perdagangan,

Volume 1 Nomor 1 tahun 2015

Laporan dan Sistem Pembayaran dan Peredaran Uang Tahun 2008, Bank

Indonesia, 2008

Mintarsih, Perlindungan Konsumen Pemegang Uang Elektronik (E-Money)

Dihubungan Dengan Undang- undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen, Jurnal Wawasan Hukum, Volume 29 No. 02

September 2013

Ni Nyoman Anita Candrawati, Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Uang

Elektronik Dalam Melakukan Transaksi E-Money, Tesis, Pascasarjana

Universitas Udayana Denpasar 2013

Pranoto, Eksistensi Kartu Kredit Dengan Adanya Electronic Money (E-Money)

Sebagai Alat Pembayaran Yang Sah, Privat Law Volume 6 No: 1 2018.

Richard Matias Sumolang, Analisis Permintaan Uang Elektronik (E-Money) di

Indonesia, Skripsi.Universitas Hasanuddin Makasar, 2015

Rachmadi Usman, Karakteristik Uang Elektronik Dalam Sistem

Pembayaran,Yuridika: Volume 32 No. 1, Januari 2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai