Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Dosen Pengampu:
Oleh:
2141312027
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian
Leukorrhea atau keputihan adalah keluarnya cairan selain darah dari liang
vagina di luar kebiasaan, baik berbau ataupun tidak, serta disertai rasa gatal setempat
(Kusmiran, 2012). Leukorrhea atau fluor albus atau keputihan adalah cairan yang
keluar berlebihan dari vagina dan bukan darah. Keputihan adalah gejala penyakit yang
ditandai oleh keluarnya cairan dari organ reproduksi dan bukan berupa darah.
Keputihan yang berbahaya adalah keputihan yang tidak normal (Blankast, 2008).
Leukorrhea dibedakan menjadi dua macam, yaitu leukhorrea normal dan
leukorrhea abnormal (Sibagariang, 2010). Keputihan normal dapat terjadi pada masa
menjelang dan sesudah menstruasi, pada sekitar fase sekresi antara hari ke 10-16
menstruasi dan juga melalui rangsangan seksual. sedangkan keputihan abnormal
dapat terjadi pada semua infeksi alat kelamin (infeksi bibir kemaluan, liang senggama,
mulut rahim, dan jaringan penyangga juga penyakit karena hubungan kelamin)
(Manuaba, 2009).
B. Penyebab
1. Fisiologis
a) Pengaruh sisa estrogen dari plasenta terhadap uterus dan vagina janin sehingga
bayi baru lahir sampai umur 10 hari mengeluarkan keputihan.
b) Pengaruh estrogen yang meningkat pada saat menarche.
c) Rangsangan saat koitus sehingga menjelang persetubuhan seksual
menghasilkan sekret, yang merupakan akibat adanya pelebaran pembuluh
darah vagina atau vulva, sekresi kelenjar sekviks yang bertambah sehingga
terjadi pengeluaran transudasi dari dinding vagina. Hal ini diperlukan untuk
melancarkan persetubuhan dan koitus.
d) Adanya peningkatan produksi kelenjar-kelenjar pada mulut rahim saat masa
ovulasi.
e) Mukus serviks yang padat pada masa kehamilan sehingga menutup lumen
serviks yang berfungsi mencegah kuman masuk ke rongga uterus.
2. Patologis
a) Jamur
Umumnya disebabkan oleh jamur candida albicans yang
menyebabkan rasa gatal di sekitar vulva / vagina. Infeksi ini berupa warnanya
putih susu, kental, berbau agak keras, disertai rasa gatal pada kemaluan.
Akibatnya, mulut vagina menjadi kemerahan dan meradang. Biasanya terjadi
pada saat kehamilan, penyakit kencing manis, pemakaian pil KB, dan
rendahnya daya tahan tubuh menjadi pemicu. Bayi yang baru lahir juga bisa
tertular keputihan akibat Candida karena saat persalinan tanpa sengaja
menelan cairan ibunya yang menderita penyakit tersebut.
b) Parasit
Parasit trichomonas vaginalis yang menular dari hubungan seks
ditularkan lewat hubungan seks, perlengkapan mandi, pinjam- meninjam
pakaian dalam, atau bibir kloset. Cairan keputihan sangat kental, berbuih,
berwarna kuning atau kehijauan dengan bau anyir. Keputihan karena parasit
tidak menyebabkan gatal, tapi liang vagina nyeri bila ditekan.
c) Bakteri
Bakteri gardnerella dan pada keputihan disebut bacterial vaginosis.
Infeksi ini menyebabkan rasa gatal dan mengganggu. Warna cairan keabuan,
berair, berbuih, dan berbau amis. Beberapa jenis bakteri lain juga memicu
munculnya penyakit kelamin seperti sifilis dan gonorrhoea. bakteri biasanya
muncul saat kehamilan, gonta-ganti pasangan, penggunaan alat kb spiral atau
iud.
d) Virus
Keputihan akibat infeksi virus juga sering ditimbulkan penyakit
kelamin, seperti condyloma, herpes, HIV/AIDS. Condyloma ditandai
tumbuhnya kutil-kutil yang sangat banyak disertai cairan berbau. Ini sering
pula menjangkiti wanita hamil. Sedang virus herpes ditularkan lewat
hubungan badan. Bentuknya seperti luka melepuh, terdapat di sekeliling liang
vagina, mengeluarkan cairan gatal, dan terasa panas. Gejala keputihan akibat
virus juga bisa menjadi faktor pemicu kanker rahim.
C. Klasifikasi
1. Keputihan Normal
Keputihan fisiologis terdiri atas cairan yang kadang-kadang berupa mukus
yang mengandung banyak epitel dengan leukosit yang jarang. Keputihan nomal
dapat terjadi pada masa menjelang dan sesudah menstruasi, saat terangsang, hamil,
kelelahan, stress, dan sedang mengkonsumsi obat-obat hormonal seperti pil KB.
Keputihan normal memiliki ciri-ciri seperti tidak berwarna atau jernih, tidak
berbau dan tidak menimbulkan rasa gatal (Sibagariang, 2010).
Cairan keputihan dapat berfungsi sebagai sistem pelindung alami saat terjadi
gesekan di dinding vagina saat berjalan dan melakukan hubungan seksual.
Keputihan juga merupakan salah satu mekanisme pertahanan tubuh dari bakteri
yang menjaga kadar keasaman pH wanita. Cairan ini selalu berada di dalam alat
genetalia tersebut. Keasaman pada vagina wanita harus berkisar antara 3,8 – 4,2,
maka sebagian besar bakteri adalah bakteri menguntungkan. Bakteri
menguntungkan ini hampir mencapai 95 % sedangkan yang lain adalah bakteri
merugikan dan menimbulkan penyakit (patogen).
Pada keadaan normal, jenis flora normal pada vagina antara lain, Doderleins,
Lactobacillus, E.Coli, Enterobacter Aerogenes, Stafilokokus, Streptokokus, Yeast
(ragi), Vellonella, Neiseria Sicca (Tim Mikrobiologi Universitas Brawijaya,
2003).
2. Keputihan Abnormal
Merupakan cairan eksudat dan cairan ini mengandung banyak leukosit.
Eksudat eksudat terjadi akibat reaksi tubuh terhadap adanya jejas (luka). Jejas ini
dapat diakibatkan oleh infeksi mikroorganisme, benda asing, neoplasma jinak,
lesi, prakanker dan neoplasma ganas. Kuman yang menginfeksi vagina seperti
jamur kandida albikan, parasit tricomonas, E.coli, Staphylokokus, Treponema
Pallidum, Kondiloma Aquminata dan Herpes, serta luka di daerah vagina, benda
asing yag tidak sengaja atau sengaja masuk ke vagina dan kelainan serviks.
Akibatnya timbul gejala-gejala yang sangat mengganggu, seperti berubahnya
cairan yang berwarna jernih menjadi kekuningan sampai kehijauan, jumlahnya
berlebihan, kental, berbau tak sedap, terasa gatal atau panas dan menimbulkan luka
di daerah kewanitaan.
D. Patofisiologi
Keputihan yang fisiologis terjadi karena pengaruh hormon estrogen dan
progesterone yang berubah keadaannya terutama pada saat siklus haid, sehingga
jumlah dan konsistensi sekresi vagina berbeda. Sekresi meningkat pada saat ovulasi
atau sebelum haid. Bakteri dalam vagina telah menyesuaikan diri dengan perubahan
ini dan biasanya tidak terjadi gangguan. Laktobasili mengubah glikogen dalam cairan
vagina menjadi asam laktat. Asam laktat ini mempertahankan ke-asaman vagina dan
mencegah pertumbuhan bakteri yang merugikan. Bila kadar salah satu atau kedua
hormone berubah secara dramatis, keseimbangan pH yang ketat ini akan terganggu.
Laktobasili tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya sehingga mudah terjadi
infeksi.
Proses infeksi dimulai dengan perlekatan candida pada sel epitel vagina.
Kemampuan melekat ini lebih baik pada candida albizans daripada spesies candida
lainnya. Kemudian candida mensekresikan enzim proteolitik yang mengakibatkan
kerusakan ikatan protein sel penjamu sehingga memudahkan proses invasi. Selain itu
candida juga mengeluarkan mikro-toksisn diantaranya glikotoksis yang mampu
menghambat aktivitas fagositosis dan menekan system imun lokal. Terbentuknya
kolonisasi candida memudahkan proses imunisasi tersebut berlangsung sehingga
menimbulkan gejala pada penjamu (Kusmiran, 2012).
F. Komplikasi
1. Penyebaran infeksi ke daerah organ kewanitaan lain
Sebut saja infeksi mulanya berasal dari dinding vagina. Bila infeksi belum
diatasi, maka infeksi dapat menyebar ke mulut rahim dan menyebabkan radang
mulut rahim sehingga menimbulkan komplikasi keputihan.
2. Infertilitas
Bila pengobatan keputihan tidak dilakukan, maka infeksi berlanjut lagi ke
rahim, saluran telur atau mencapai indung telur hingga menimbulkan
kemungkinan terjadinya infertilitas.
3. Gagal ginjal
Pada kasus rembetan infeksi yang agak ekstreme, infeksi dapat menyebar ke
ginjal hingga kemungkinan terburuknya dapat terjadi gagal ginjal.
4. Penyakit radang panggul (pelvic inflammatory disease [PID])
Pada trikomoniasis dan klamidia, sering kali tejadi perluasan infeksi ke daerah
panggul. Perluasan infeksi ini dikenal dengan nama penyakit radang panggul
(PID). PID dapat menyebabkan kerusakan pada indung telur, saluran telur, dan
struktur organ reproduksi lainnya. Kerusakan ini dapat mengakibatkan terjadinya
nyeri panggul kronis, kehamilan ektopik, hingga infertilitas.
5. Sepsis
Infeksi yang semakin meluas juga dapat menyebabkan infeksi seluruh tubuh
apabila kuman berhasil masuk hingga sistem peredaran darah atau kelenjar getah
bening.
6. Depresi dan masalah seksual
Karena keputihan akibat infeksi biasanya menimbulkan rasa tidak nyaman
pada daerah kewanitaan, beberapa perempuan akan merasa malu, menyalahkan
diri sendiri dan berujung pada depresi. Masalah seksual juga dapat terjadi akibat
depresi maupun hilangnya minat pasangan akibat adanya keputihan maupun bau
tidak sedap yang biasa menyertai adanya keputihan ini.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan biokimia dan urinalisis.
Dari pemeriksaan darah juga bisa diketahui apakah penderita terinfeksi oleh
penyakit kelamin seperti melalui pemeriksaan Venereal Desease Research of
Laboratory (VDRL) dan Trephonema Pallidum Hemaglutination Test (TPHA)
(Dalimartha, 2002).
2. Kultur urin untuk menyingkirkan infeksi bakteri pada traktusurinarius.
3. Sitologi vagina.
4. Kultur sekret vagina.
5. Radiologi untuk memeriksa uterus dan pelvis.
6. Ultrasonografi (USG) abdomen.
7. Vaginoskopi.
8. Sitologi dan biopsy jaringan abnormal.
9. Tes serologis untuk Brucellosis dan herpes.
10. Pemeriksaan PH vagina.
11. Penilaian swab untuk pemeriksaan dengan larutan garam fisiologisdan KOH
10%.
12. Pulasan dengan pewarnaan gram.
13. Pap smear.
14. Biopsi.
Untuk melakukan pemeriksaan lanjutan, bisa dilakukan tindakan biopsi, yaitu
dengan cara mengambil sel-sel lepas. Proses pengambilan ini dilakukan dengan
cara mengeroknya dari selaput lendir rahim kemudian hasil biopsi tersebut
diperiksa oleh ahli patologi anatomi. Tujuannya adalah mengetahui adanya
kemungkinan kanker atau infeksi yang terjadi hanya merupakan infeksi biasa
(Bahari, 2012).
15. Test biru metilen.
H. Penatalaksanaan
Untuk menghindari komplikasi yang serius dari keputihan, sebaiknya
penatalaksanaan dilakukan sedini mungkin sekaligus untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya penyebab lain seperti kanker leher rahim, yang juga
memberikan gejala keputihan berupa sekret encer, berwarna merah muda, coklat
mengandung darah atau hitam serta berbau busuk.
Penatalaksanaan keputihan tergantung dari penyebab infeksi seperti jamur,
bakteri atau parasit. Umumnya diberikan obat-obatan untuk mengatasi keluhan dan
menghentikan proses infeksi ssuai dengan penyebabnya. Obat-obatan yang digunakan
dalam mengatasi keputihan biasanya berasal dari golongan flukonazol untuk
mengatasi candida dan golongan metronidazol untuk mengatasi infeksi bakteri dan
parasit. Sediaan obat dapat berupa sediaan oral yaitu tablet, kapsul (Indriani, 2012).
Tindakan pencegahan secara non farmakologi atau dapat digunakan sebagai
pencegahan keputihan menurut Oxorn dan Forte (2010) adalah sebagai berikut:
1. Lendir normal tidak perlu diobati, tetapi dengan menjaga kebersihan dan
mencegah kelemaban yang berlebihan pada daerah organ kelamin terutana saat
terjadi peninkatan jumlah lendir normal. Bersihkan diri sebaik-baiknya setiap kali
selesai buang air besar dan cebok dengan arah muka ke belakang. Basuhlah secara
secara rutin daerah kewanitaan ketika mandi.
2. Menggunakan antiseptik yang sesuai dengan petunjuk dokter untuk
membersihkan vulva dari lendir keputihan yang berlebihan.
3. Melakukan perawatan pemeriksaan kesehatan organ intim 6 bulan sekali pada
wanita yang pernah melakukan hubungan seksual.
4. Melakukan deteksi dini kemungkinan adanya kanker serviks dengan tes pap
smear.
I. Asuhan Keperawatan
2.1 Pengkajian
2.1.1 Subjektif
2.1.1.1 Identitas
2.1.1.2 Keluhan Utama :
2.1.1.3 Riwayat Perkawinan
2.1.1.4 Riwayat Menstruasi
2.1.1.5 Riwayat Kehamilan, Persalianan dan Nifas Yang Lalu
2.1.1.6 Riwayat kontrasepsi yang digunakan
2.1.1.7 Riwayat kesehatan
2.1.1.8 Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari
2.1.1.9 Keadaan Psiko Sosial Spritual
2.1.2 Objektif
2.1.2.1 Pemeriksaan umum
2.1.2.2 Pemeriksaan fisik
2.1.2.3 Pemeriksaan dalam/ Ginekologis :
2.1.2.4 Pemeriksaan penunjang :
2.2 Diagnosa Yang Sering Muncul
Diagnosa 1 : Perubahan kenyamanan b/d infeksi pada system reproduksi
2.2.1 Definisi :
Keadaan dimana individu mengalami sensasi yang tidak
menyenangkan dalam berespons terhadap suatu rangsangan yang
berbahaya.
2.2.2 Batasan karakteristik
2.2.2.1 Laporan secara verbal atau non verbal
2.2.2.2 Fakta dari observasi
2.2.2.3 Posisi antalgic untuk menghindari nyeri
2.2.2.4 Gerakan melindungi
2.2.2.5 Tingkah laku berhati-hati
2.2.2.6 Muka topeng
2.2.2.7 Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau
gerakan kacau, menyeringai)
2.2.2.8 Terfokus pada diri sendiri
2.3 Perencanaan
Diagnosa 1 : Perubahan kenyamanan b/d infeksi pada system reproduksi
2.3.1 Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)
2.3.1.1 Tujuan :
.Menghilangknagkan rasa tidak nyaman
2.3.1.2 Kriteria hasil :
Memperhatikan bahwa nyeri ini ada mengidentifikasi aktivitas
yang meningkatkan dan menurunkan nyeri dapat mengidentifikasi
dan menurunan sumber-sumber nyeri
Manuaba, Ida bagus Gde, (2009). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
berencana untuk Pendidikan Bidan. EGC. Jakarta.