Anda di halaman 1dari 79

PESAN MORAL KISAH NABI LŪTH DAN KAUMNYA

(Kajian Surah al-A’rāf ayat 80-84)

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)

Disusun oleh:
Fitrah Amaliah
NIM. 11150340000278

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020 M/1441 H
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
PESAN MORAL DARI KISAH NABI LŪTH DAN KAUMNYA
(Kajian Surah Al-A’rāf Aya 80-84)

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Strata Satu (S1)

Oleh:
Fitrah Amaliah
NIM: 11150340000278

Dosen Pembimbing

Drs. Ahmad Rifqi Muchtar, MA


NIP: 196908221997031002

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1442 H/2020

i
LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul “Pesan Moral dari Kisah Nabi Lūth dan Kaumnya
(Kajian Surat Al-A’rāf Ayat 80-84)” telah diajukan dalam sidang munaqasyah
Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 09
Juni 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana strata satu (S1) pada program studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.

Jakarta, 22 September 2020

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Dr. Eva Nugraha, MA Fahrizal Mahdi, Lc., MIRKH


NIP. 19710217 199803 1 002 NIP. 19820816 201503 1 004

Anggota,

Penguji I, Penguji II

Moh. Anwar Syarifuddin, MA Syahrullah, MA


NIP. 19720518 199803 1 003 NIP. 19780818 200901 1 016

Pembimbing,

Drs. Ahmad Rifqi Muchtar, MA


NIP. 19690822 199703 1 002

ii
iii
ABSTRAK
Fitrah Amaliah, NIM 11150340000278
Pesan Moral dari Kisah Nabi Lūth dan Kaumnya (Kajian Surah al-
A’rāf Ayat 80-84)
Banyak sekali kisah-kisah menarik yang diceritakan di dalam al-Qur’an
di antaranya adalah kisah-kisah para nabi a.s. tentunya di dalam kisah-
kisah tersebut banyak sekali hikmah dan pelajaran yang dapat dipetik
sebagai acuan untuk kehidupan kita agar lebih baik. Dan penulis
mengambil fokus pembahasan hanya kepada kisah Nabi Lūth a.s. saja.
Kisah Nabi Lūth a.s. dalam al-Qur’an disebutkan sebanyak delapan kali
pada surah yang berbeda, Namun penulis memfokuskan hanya pada surah
al-A’rāf ayat 80-84.
Berdasarkan ayat di atas diceritakan bahwa kaum Nabi Lūth melakukan
perbuatan keji yang bahkan belum pernah dilakukan oleh siapa pun
kecuali mereka yaitu perbuatan homoseksual selain homseks mereka juga
melakukan kejahatan-kejahatan lainnya seperti merampok dan mencuri.
Akibat perbuatan buruknya Allah SWT. menurunkan ażab berupa hujan
batu yang terbakar api. Dan istri Nabi Lūth a.s. juga menjadi bagian dari
timpahan ażab Allah SWT. karena kedurhakaannya kepada Nabi Lūth a.s.
suaminya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan
menggunakan teknik library research (kepustakaan) yaitu mengumpulkan
data-data yang diperoleh dari beberapa referensi dengan cara membaca,
mendeskripsikan, lalu menganalisis kemudian mengambil kesimpulan
yang sesuai dengan pokok permasalahan. Metode yang digunakan adalah
metode maudhu’i atau tematik, dengan menggunkan pendekatan sosial-
histori yaitu menekankan pentingnya memahami kondisis aktual dan
harfiyah, lalu membuat gambaran kepada situasi di masa kini kemudian
membawa fenomena social ke dalam naungan tujuan-tujuan al-Qur’an.
Terdapat beberapa hasil penelitian yang penulis dapatkan yaitu berupa
pesan yang dapat dijadikan pelajaran untuk kehidupan di masa mendatang,
di antaranya. Teguh dalam kebenaran, memuliakan lawan jenis kelamin
sebagai pasangan,optimis terhadap pertolongan Allah, kebinasaan bagi
penentang syari’at Islam, dan manusia bertanggung jawab atas pilihannya.
Kata Kunci: Pesan, Moral, Kisah, Nabi Lūth dan Kaumnya.

iv
KATA PENGANTAR
Bismillāhirrahmānirrahīm
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT. yang telah menurunkan al-
Qur’an dengan aneka ayat yang menyeru manusia untuk saling mengajak
dan mengingatkan kepada jalan ketaatan. Lantaran Qarunia-Nyalah
penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pesan Moral
dari Kisah Nabi Lūth dan Kaumnya (Kajian Surah Al-A’rāf Ayat 80-
84)”.
Begitupun curahan shalawat serta salam kepada baginda Nabi
Muḥammad Saw. penyampai risalah dan penebar rahmat Allah bagi
semesta alam. Revolusioner agung yang keteladanan hidupnya merebak
wangi hingga kini.
Selanjutnya, penulis ucapkan banyak-banyak terima kasih kepada
semua pihak yang sudah membantu, memotivasi, dan mensupport dalam
menyusun skripsi ini, sehingga proses penulisan ini berjalan dengan baik
dan lancar.
1. Ibu Prof. Dr. H. Amany Lubis, MA., Rektor Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Yusuf Rahman, MA., Dekan Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. Eva Nugraha, MA., dan bapak Fahrizal Mahdi, Lc.
MIRKH. Selaku Ketua dan Sekretaris program studi Ilmu Alquran
dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin.
4. Bapak Dasrizal, M.Si., selaku dosen Pembimbing Akademik.
Segenap Bapak dan Ibu Dosen Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, yang
telah begitu banyak membekali ilmu dan pengetahuan. Juga tak
lupa saya haturkan terima kasih kepada para karyawan
Ushuluddin, yang sedikit banyak sudah mempermudah segala

v
vi

urusan akademik kampus yang berkaitan dengan saya maupun


skripsi saya.
5. Bapak Drs. Ahmad Rifqi Muchtar, MA., sebagai dosen
pembimbing dalam menulis skripsi ini yang selalu ada dan
meluangkan waktunya untuk penulis. Terima kasih tak terhingga
atas kesabaran dan keikhlasannya dalam membimbing penulis
sampai pada rampungnya penulisan ini. Atas segala perhatian yang
telah Bapak berikan tersebut saya hanya mampu membalasnya
dengan do’a, semoga kesehatan, kemudahan, dan keberkahan dari
Allah senantiasa mengiringi setiap langkah perjalanan hidup
Bapak.
6. Tak lupa saya ucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya kepada
sang motivator terbaik, yaitu Ibunda tercinta Sholihah, dan
ayahanda tercinta Aef Suhaefi, yang saya panggil mereka dengan
sebutan Emi dan Apa. Dengan ketegasan, kedisiplinan, do’a, kasih
sayang dan cintanya lah penulis dapat menyelesaikan tugas ini
dengan sebaik mungkin. Tiada yang bisa penulis ucapkan selain
kata terimakasih yang tak terhingga atas segala usaha dan do’a-
do’a yang tidak pernah putus untuk kesuksesan anak-anaknya. Dan
penulis juga haturkan maaf yang sebesar-besarnya atas
keterlambatan penulis dalam menyelesaikan tugas ini. Mudah-
mudaha Allah selalu memberi mereka kesehatan, umur panjang,
dilancarkan rezeki, dan di permudah segala urusan. Aamiin Yaa
Robbal ‘Alamiin.
7. Untuk kedua kakak saya tersayang beserta istri. Aka Arul dan Istri
Teh Ayu. Aka Aril dan Istri Teh Aeni. Terimakasih untuk do’a,
motivasi, dorongan, dan segalanya baik moril maupun materil.
Mudah-mudahan Allah selalu melancarkan segala urusan dan
vii

rezeki mereka. Aamiin Yaa Robbal ‘Alamiin. Dan juga tak lupa
untuk keponakan saya tersayang dan tercinta Arkan Ulul Azmi.
Dengan tingkah lucunya lah yang selalu membuat saya termotivasi
untuk segera menyelesaikan tugas ini.
8. Teman-teman seperjuangan Ayi Syahfitri, Nabilah Bulqois, Winda
Ayu Pertiwi, Munirah Humayirah Imran, Nada Silvia Ady Sanusi,
Kholisoh Qotrunnada, Siti Nafisah, Ulfa Fauziah, Fiza Intan
Naumi, dan Kakak Leni Karlina. Terimakasih untuk cinta dan
kebersamaan kita selama ini. Terimakasih telah mengukir hari-hari
indah selama kurang lebih empat tahun ini. Mudah-mudahan
silaturahmi kita akan terus terjalin. Dan teman-teman IAT
angkatan 2015 yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu. Tanpa
mengurangi rasa terimakasih saya.
9. Teman-teman dan keluarga KKN Sepatanovator 71. Satu bulan
kita bersama dalam merajut asa. Walaupun kita dari sudut yang
berbeda. Terimakasih banyak untuk semuanya, dari kalian saya
bisa belajar tentang banyak hal. Mudah-mudahan silaturahmi kita
akan terus terjalin hingga seterusnya.
10. Keluarga Cemara atau keluarga sepersepupuan, R.Tursi Family.
Terimakasih banyak untuk dukungan dan motivasi yang tiada
henti. Mudah-mudahan Allah lancarkan semua hajat dan cita-cita
kita semuanya.
11. Keluarga RA. Al-Muzaki, terimakasih sebanyak-banyaknya atas
segala pengertian, do’a dan dukungan yang tidak pernah putus.
Mudah-mudahan Allah membalas semuanya dengan yang lebih
baik.
12. Segenap pimpinan dan karyawa perpustakaan yang penulis
kunjungi khususnya Perpustakaan Utama UIN Jakarta yang telah
viii

melayani penulis dalam menggunakan referensi-referensi dari


buku-buku, artikel, jurnal, skripsi, dan yang lainnya.
Semoga segala bantuan yang diberikan merupakan amal sholeh yang
senantian mendapat berkah dan ridho dari Allah SWT. sehingga skripsi
yang penulis susun ini dapat bermanfaat baik bagi penulis, para akademisi,
maupun masyarakat umum.

Jakarta, Mei 2020

Fitrah Amalia
ix

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri P dan K Nomor: 158


Tahun 1987-Nomor: 054 b/u 198

No Huruf Huruf
Keterangan
Arab Latin
1. ‫ا‬ Tidak dilambangkan
2. ‫ب‬ B Be
3. ‫ت‬ T Te
4. ‫ث‬ Ṡ Es dengan titik atas
5. ‫ج‬ J Je
6. ‫ح‬ Ḥ h dengan titik bawah
7. ‫خ‬ Kh ka dan ha
8. ‫د‬ D De
9. ‫ذ‬ Ż Z dengan titik atas
10. ‫ر‬ R Er
11. ‫ز‬ Z Zet
12. ‫س‬ S Es
13. ‫ش‬ Sy es dan ya
14. ‫ص‬ Ṣ es dengan titik di bawah
15. ‫ض‬ Ḍ de dengan titik di bawah
16. ‫ط‬ Ṭ te dengan titik di bawah
17. ‫ظ‬ Ẓ zet dengan titik di bawah
18. ‫ع‬ ̒ koma terbalik di atas hadap kanan
19. ‫غ‬ Gh Ge dan Ha
20. ‫ف‬ F Ef
21. ‫ق‬ Q Ki
22. ‫ك‬ K Ka
23. ‫ل‬ L El
24. ‫م‬ M Em
25. ‫ن‬ N En
26. ‫و‬ W We
27. ‫ه‬ H Ha
28. ‫ء‬ ˋ Apostrof
29. ‫ي‬ Y Ye
x

2. Vokal
Vokal adalah bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal
tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal,
ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
َ A Fatḥah
َ I Kasrah
َ U Ḍammah
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya ada sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

‫اي‬ Ai Fatḥah dan ya


‫او‬ Au Fatḥah dan wau

3. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa dilambangkan
dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Tanda Vokal Latin Keterangan
Arab
‫با‬ Ā a dengan garis di atas
‫بي‬ Ī i dengan garis di atas
‫بو‬ Ū u dengan garis di atas

4. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf,
yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiah maupun
huruf kamariah. Contoh: al-rijāl bukan ar-rijāl, al-dīwān bukan ad- dāwān.
5. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah atau tasydìd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan
sebuah tanda tasydìd )َ) dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu
dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini
tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata
xi

sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah. Misalnya, kata (‫ )الضرورة‬tidak


ditulis ad-ḏarūrah melainkan al-ḏarūrah, demikian seterusnya.
6. Ta Marbūṯah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûṯah terdapat pada kata
yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat
contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûah tersebut diikuti
oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta marbûṯah tersebut
diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/
(lihat contoh 3).
No Kata Arab Alih Aksara

1 ‫طريقة‬ Ṯarīqah

2 ‫اجلامعة اإلسالمية‬ al-Jāmi‘ah al-Islāmiyyah

3 ‫وحدة الوجود‬ Wahdat al-wujūd

7. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf tidak dikenal, dalam alih aksara ini
huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang berlaku
dalam Ejan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain untuk menuliskan permulaan
kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Jika nama
diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf capital tetap
huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh:
Abū Hāmid al-Ghazālī bukan Abū Hāmid Al-Ghazālī, al-Kindi bukan Al-Kindi.
Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat diterapkan dalam
alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic) atau
cetak tebal (bold). Jika menurut EBI, judul buku itu ditulis dengan cetak miring,
maka demikian halnya dalam alih aksaranya, demikian seterusnya.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal dari
dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar katanya
berasal dari bahasa Arab. Mislanya ditulis Abdussamad al-Palimbani, tidak ‘Abd
al-Samad al-Palimbani: Nuruddin al-Raniri, tidak Nūr al-Dīn al-Rānīrī.
xii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .........................................i


LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………….ii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ................................................iii
ABSTRAK.................................................................................................iv
KATA PENGANTAR................................................................................v
PEDOMAN TRANSLITERASI .............................................................ix
DAFTAR ISI ..........................................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ………………………………………… 1
B. Identifikasi, Batasan dan Rumusan Masalah ………………..…. 11
C. Tujuan Manfaat Penelitian …..…………………………………. 11
D. Metode Penelitian ….……………………………………..……. 12
E. Tinjauan Pustaka …………………………………………...…... 13
F. Sistematika Penulisan ……………………………………….…. 17
Bab II : Tinjauan Umum Tentang Kisah Dalam Al-Qur’an
A. Pengertian Kisah …………………………................................. 19
B. Macam-Macam Kisah dalam Al-Qur’an ………………………. 23
C. Tujuan Kisah dalam Al-Qur’an ………………………………... 24
D. Kisah dalam Al-Qur’an antara Fakta dan Fiksi ………………... 28
Bab III : Nabi Lūth dan Kisahnya dalam Buku-Buku Kisah
A. Biografi dan Silsilah Nabi Lūth a.s. ……………………………..
32
B. Kisah Nabi Lūth a.s.
a. Kepergian Nabi Lūth Ke Kota Sodom ………..……………. 35
b. Kerusuhan Kaum Nabi Lūth ……………………………….. 36
c. Kedatangan Malaikat Ke Kediaman Nabi Lūth ……………. 37
d. Kehancuran Kaum Sodom …………………….…………… 40
xiii

Bab IV : Analisis Pesan Moral yang Terkandung dalam Kisah Nabi


Lūth
A. Profil Surah Al-A’raf ayat 80-84
1. Teks Ayat dan Terjemahannya ………………………….…. 43
2. Keterkaitannya dengan Surah Al-A’raf Secara Keseluruhan
.………………………………………………...……………. 44
3. Munaṣābahnya dengan Ayat-Ayat Sebelumnya ………...…. 44
4. Tafsiran Globalnya ……………………………………...….. 46
B. Analisis Pesan Moral dari Kisah Nabi Lūth a.s.
a. Teguh Dalam Kebenaran ……………………………...…… 47
b. Memuliakan Lawan Jenis Kelamin Sebagai Pasangan …….. 50
c. Kesepakatan Dalam Kemungkaran Penyebab Murka Allah .. 53
d. Manusia Bertanggung Jawab Atas Pilihannya ………...…… 54
e. Optimisme Terhadap Pertolongan Allah ………....…...…… 57
Bab V : Penutup
1. Kesimpulan …………………………………..…………….…. 61
2. Saran………………………………………..………….…….... 62
Daftar Pustaka ………………………………………………………... 63
Lampiran-Lampiran ………………………………………...…….…. 68
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan pedoman dan petunjuk bagi umat Islam, yang di
dalamnya terdapat pelajaran dan hikmah yang dapat dipetik kemudian
diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Al-Qur’an adalah wahyu yang
diturunkan Allah SWT. melalui Nabi Muḥammad Saw. dan menjadi bukti
risalah kenabian Nabi Muḥammad Saw. al-Qur’an hadir di tengah-tengah
kehidupan umat manusia yaitu untuk pedoman dan petunjuk agar
kehidupan umat manusia menjadi lebih baik dan terarah. Untuk menjadi
petunjuk al-Qur’an membutuhkan pendamping yaitu kajian tafsir, dengan
adanya kajian tafsir maka petunjuk yang terkandung dalam al-Qur’an akan
semakin terarah.1
Kisah adalah salah satu komponen al-Qur’an yang dengannya Allah
menjabarkan pelajaran untuk diberikan kepada orang-orang yang beriman.
Kisah yang digunakan Allah dalam al-Qur’an untuk memberikan ‘ibrah
(pelajaran) dari setiap kejadian masa lampau yang dijabarkan Allah dalam
al-Qur’an, sebagaimana firman Allah dalam surah Yūsuf ayat 111 dan
surah Hūd ayat 120 :

‫اب ما كان حديثًا يُّفت ٰرى و ٰلكن‬


ِۗ ‫لقد كان في قصصهم عبرةٌ اِّلولى اِّللب‬
‫تصديق الَّذي بين يديه وتفصيل كلا شيء َّوهدًى َّورحمةً لاقوم يُّؤمنون‬
١١١ ࣖ
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi
orang-orang yang mempunyai akal. Al Qur’an itu bukanlah cerita yang
dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya
dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi
kaum yang beriman”. (Q.S. Yūsuf: 111)

1
Ulummudin, “Kisah Lūth dalam Al-Qur’an (Pendekatan Semiotik Roland Barthes)”
(Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2013), 19.
1
2

‫و ك ًّل ن َّ ق صُّ ع ل ي ك م ن ا ْۢن ب ۤا ء ال ُّر س ل م ا ن ث ب ات ب ٖه ف ؤ اد ك‬


١٢١ ‫ق و م و ع ظ ة ٌ َّو ذ ك ٰر ى ل ل م ؤ م ن ي ن‬ ُّ ‫و ج ۤا ء ك ف ي ٰه ذ ه ال ح‬
“Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah
kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surah
ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan
bagi orang-orang yang beriman”. (Q.S. Hūd: 120)

Kisah dalam al-Qur’an terbagi menjadi beberapa jenis, di antaranya


:Pertama, kisah tentang para nabi, biasanya dalam kisah ini menceritakan
tentang kemukjizatan nabi, sikap orang yang menentang mereka, dan
perjalanan dakwahnya. Dan kisah tersebut salah satunya seperti kisah Nabi
Lūth ini dan nabi-nabi yang lainnya. Kedua, kisah mengenai peristiwa
yang terjadi di masa lalu, tetapi bukan cerita para nabi yaitu seperti cerita
Qabil dan Habil, Qorun, Maryam, dan lain sebagainya. Ketiga, kisah yang
terjadi di masa Nabi Muḥammad Saw. seperti perang badar, perang uhud,
Isrā’ Mi’raj, dan lain sebagainya. Jika ditelaah lebih dalam mengenai
kisah-kisah yang disebutkan di atas maka sudah jelas bahwa kisah-kisah
tersebut bertujuan memberikan pelajaran kepada umat manusia agar
hidupnya berkah dan selamat dunia dan akhirat.2
Al-Qur’an menceritakan beberapa kisah nabi dan kaumnya, bahwa
Allah SWT. menghancurkan atau menurunkan ażab pada suatu negeri
akibat peduduk negeri tersebut durhaka kepada nabi yang telah diutus
Allah SWT. mereka mendustakan dan meremehkan ancaman Allah SWT.
yang dikirimkan kepada mereka melalui nabi yang diutus-Nya. Kejadian-
kejadian tersebut diceritakan Allah di dalam al-Qur’an sebagai acuan dan
pelajaran bagi umat muslim.
Terdapat sebuah kisah dalam al-Qur’an yang menceritakan tentang
negeri yang penduduknya melakukan perbuatan keji yaitu homoseksual.

2
Mohamad Ilham Hidayat, “Nabi-Nabi dalam Al-Qur’an Surah Al-Anbiya’” (Skripsi
S1., UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015), 20-22.
3

Homoseksual merupakan perbuatan asusila yang sangat keji dan


menggambarkan bahwa seseorang telah mengalami penyimpangan
psikologi yang tidak normal. Selain dianggap tidak normal juga hukumnya
haram dalam agama Islam.
Homoseksual adalah ketertarikan seseorang terhadap sesama jenis.
Hubungan homoseks juga melibatkan ketertarikan emosional dan kasih
sayang tetapi tanpa berhubungan fisik. Perilaku homoseksual hanya
didasarkan nafsu dan kepuasan semata bukan bertujuan untuk
mendapatkan keturunan seperti halnya hubungan seks normal pada
umumnya.
Homoseks dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terdapat empat
pengertian, ialah, pertama Homoseks adalahhubungan seks dengan
pasangan sejenis, kedua Homoseksual adalah keadaan tertarik kepada
orang dari jenis kelamin yang sama, ketiga Homoseksualisme adalah
paham homoseksual dan homoseksualisme adalah kecenderungan untuk
tertarik kepada orang yang sejenis. Dalam istilah lain yang sering
digunakan homoseks adalah sodomi.3
Berbicara mengenai homoseksual, kondisi tersebut sudah sangat
memprihatinkan di negera-negara luar. Terlebih sekarang bahwa virus
homoseksual sudah mewabah atau menyebar ke Indonesia.4 Hal ini
menjadi sesuatu yang sangat memprihatinkan dan menjadi hal sangat
harus kita jauhi khususnya sebagai umat muslim.
Allah SWT. berfirman dalam al-Qur’an surah al-Rūm ayat 21 :

‫ومن ٰا ٰيت ٖ ٖٓه ان خلق لكم امن انفسكم ازواجًا لاتسكن ٖٓوا اليها وجعل بينكم‬
٢١ ‫َّمو َّدةً َّورحمةً ِۗا َّن في ٰذلك ِّٰل ٰيت لاقوم يَّتف َّكرون‬

3
Faizah Ali Syobromalisi, “Homoseksual, Gays, dan Lesbian dalam Perspektif Al-
Qur’an” (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah), 1.
4
Siti Maimunah, “Pandangan Al-Qur’an Tentang Homoseksualitas (Kajian Tafsir
Tematik)” (Skripi S1., Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018), 6.
4

“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan


pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu
cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan Dia menjadikan di
antaramu rasa kasih sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-
benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir”.
(Q.S. Rūm: 21)

Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa sesungguhnya Allah SWT. telah


menciptakan manusia dengan berpasang-pasangan yakni laki-laki dan
perempuan. Dengan penciptaan tersebut tentunya Allah memiliki alasan
dan tujuan tersendiri, yaitu agar manusia dapat mempertahankan
spesiesnya di muka bumi ini, melalui keterurunan-keturunan yang
membuat manusia berkembang.5 Bahkan binatang pun diciptakan Allah
swt. untuk berpasang-pasangan dan mendapatkan keturunan.
Pernikahan dalam kehidupan manusia adalah sesuatu yang dianggap
sakral. Di mana pernikahan adalah mengikatkan hubungan antara dua
manusia yang berlainan jenis yaitu laki-laki dan perempuan. Dengan cara
demikian regenerasi manusia di muka bumi ini akan terus berlanjut dan
berkembang. Hal tersebut juga merupakan salah satu tujuan pernikahan
yaitu mendapatkan keturunan yang sah.6
Manusia diciptakan dimulai dengan bercampurnya sperma laki-laki
dengan ovum dalam rahim perempuan ketika mereka melakukan
hubungan suami-istri.
Al-Qur’an mengistilahkan percampuran antara sperma laki-aki dan
sperma perempuan dengan istilah al-nuthfāh al-amsyāj, yaitu sperma yang
bercampur (zigot). Demikianlah istilah ilmiah yang dapat memperkuat
untuk menggambarkan proses pembentukan janin melalaui percampuran
sperma laki-laki dan perempuan. Makna demikian lalu dikuatkan oleh

Siti Maimunah, “Pandangan Al-Qur’an Tentang Homoseksualitas,” 2


5

Ridwan, “Perilaku Seksual Kaum Menyimpang Nabi Lūth dalam Al-Qur’an (Kajian
6

Tafsir Muadhu’i)” (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, 2018): 1
5

sunnah Rasulullah Saw. diriwayakan oleh Imam Ahmad dari Abdullah bin
Mas’ud ra. Yang menuturkn bahwa seorang Yahudi menemui Rasulullah
Saw. yang sedang berbicara di hadapan para sahabatnya, dan seketika
Quraisy berkata, “Wahai Yahudi, inilah orang yang mengaku nabi itu”.
Orang Yahudi berkata: “Aku akan bertanya kepadamu tentang sesuatu
yang tidak diketahui oleh siapapun kecuali nabi.”
Ibn Mas’ud menuturkan bahwa Yahudi itu kemudian mendatangi
Rasulullah saw, duduk didekatnya lalu berkata, “Hai Muḥammad, dari
apakah manusia diciptakan?”
Rasulullah Saw. kemudian menjawab, “Hai Yahudi, manusia
diciptakan dari sperma laki-laki dan sel telur perempuan”.7
Allah SWT. berfirman dalam Q.S. ‘Abasa 17-19 :

‫ من نُّطف ِۗة خلقه فق َّدر ِۗه‬١١ ‫ي شيء خلق ِۗه‬


‫ من ا ا‬١١ ‫قتل اِّلنسان مآٖ اكفر ِۗه‬
١١
“Celakalah manusia! Alangkah kufurnya dia! Dari apakah Allah
menciptakannya? Dari setetes mani, Dia menciptakannya lalu
menentukannya”. (Q.S. ‘Abasa: 17-19)
Mengenai ayat ini Hamka menjelaskan makna kata “nuthfāh” yaiu
segumpal air yang telah menjadi kental, gabungan gabungan yang keluar
dari shulbi ayah dengan yang keluar dari taraib. Dari situlah asal mula
manusia dijadikan.8 Maka ketika manusia melakukan hubungan
homoseksual tidak akan membentuk sebuah gumpalan air yang menjadi
kental karena kelamin mereka berjenis sama. Dan itu artinya mereka tidak
akan mempunyai keturunan.
Fitrah manusia dalam hubungan seks adalah mencintai lawan jenisnya,
yaitu laki-laki mencintai terhadap perempuan demikian sebaliknya. Maka
7
Zaghlul al-Najjar, Buku Induk Mukjizat Ilmiah Hadis Nabi, Penerjemah: Yodi
Indrayadi, dkk,al-I’Jaz al-‘Ilmi fi al-Sunnah al-Nabawiyyah (Kairo : Nahdet Misr, 2007),
170
8
Sudirman Tebba, Tafsir Al-Qur’an: Ayat-Ayat Seks (Jakarta: Pustaka IrVan, 2000),
11 & 14
6

ketika seseorang melakukan kesalahan dalam hal tersebut itu artinya


mereka bertentangan dengan fitrah manusia. Setiap pelanggaran yang
dilakukan manusia terhadap fitrahnya akan mendapatkan sanksi fitrah.
Dalam hal ini pelanggaran terhadap fitrah seksual sanksinya adalah
penyakit yang dikenal sekarang ini yaitu AIDS. Penyebab utama penyakit
tersebut adalah tidak normalnya hubungan seks manusia inilah yang
disebut “fahisyah” (keji) dalam al-Qur’an.9
Allah swt. menyatakan bahwa semua ciptaan-Nya dibuat berpasang-
pasangan termasuk apa yang tidak diketahui manusia pada saat al-Qur’an
diturunkan. Salah satu kemungkaran yang dilakukan manusia adalah salah
dalam memilih pasangan hidup yaitu dengan melakukan homoseksual.10
Perlakuan keji tersebut tenyata terjadi pada saat zaman Nabi Lūth,
Allah SWT. mengutus Nabi Lūth untuk menyeru kepada penduduk negeri
Sodom yang sangat durhaka kepada Allah SWT. akhlak dan budi perkerti
kaum Nabi Lūth sangat amat tercela. Bahkan yang dilakukan kaum
tersebut bukan hanya perbuatan homoseks, akan tetapi mereka juga
melakukan perbuatan-perbuatan jahat lainnya seperti mencuri dan
merampok. Namun kedatangan Nabi Lūth dan pengikutnya ke negeri
tersebut (Sodom) merupakan hal sangat tidak diinginkan oleh para
penduduk negeri di dalamnya. Berikut ayat yang memberikan keterangan
mengenai kisah tersebut dalam Q.S. Al-A’rāf ayat 80-84 :

‫ولوطًا اذ قال لقوم ٖ ٖٓه اتأتون الفاحشة ما سبقكم بها من احد امن ال ٰعلمين‬
١١ ‫ انَّكم لتأتون الراجال شهوةً امن دون الناس ۤا ِۗء بل انتم قو ٌم ُّمسرفون‬١١
ٌ‫ِّل ان قال ٖٓوا اخرجوهم امن قريتك ْۚم انَّهم اناس‬ٖٓ َّ ‫وما كان جواب قوم ٖ ٖٓه ا‬
‫ وامطرنا‬١٨ ‫ فانجي ٰنه واهل ٖٓه ا َِّّل امراته كانت من ال ٰغبرين‬١٢ ‫يَّتطهَّرون‬
١٨ ࣖ ‫عليهم َّمطر ًِۗا فانظر كيف كان عاقبة المجرمين‬

Sudirman Tebba, Tafsir Al-Qur’an: Ayat-Ayat Seks, 125 & 126


9
10
Ridwan Abdullah Sani, Sains Berbasis Al-Qur’an (Jakarta: Bumi Aksara, 2015), 84
& 87
7

“Dan (Kami telah mengutus) Lut, ketika dia berkata pada kaumnya,
‘Mengapa kamu melakukan perbuatan keji, yang belum pernah
dilakukan oleh seorang pun sebeum kamu (di dunia ini). Sungguh,
kamu telah melampiaskan syahwatmu kepada sesame lelaki bukan
kepada perempuan. Kamu benar-benar kaum yang melampauin
batas’.Dan jawaban kaumnya tidak lain hanya berkata, “Usirlah mereka
(Lut dan pengikutnya) dari negerimu ini, mereka adalah orang yang
menganggap dirinya suci”.Kemudian kami selaatkan dia dan
pengikutnya, kecuali istrinya. Dia (istrinya) termasuk orang-orang ang
tertinggal.Dan kami hujani mereka dengan huujan (batu). Maka,
perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang berbuat dosa itu”.
(Q.S. Al-A’rāf: 80-84)

Berdasarkan ayat di atas dapat kita ketahui bahwa Nabi Lūth diutus
oleh Allah SWT. untuk mengajak kuamnya agar mereka beriman kepada
Allah SWT. serta menyuruh mereka berbuat kebaikan dan mencegah
kemungkaran khususnya perbuatan keji yang mereka lakukan dan belum
pernah dilakukan siapapun didunia ini yaitu hubungan badan antara kaum
laki-laki dengan laiki-laki (homoseksual). Namun mereka sama sekali
tidak memperdulikan perkataan Nabi Lūth bahkan mereka ingin mengusir
Nabi Lūth dan pengikutnya dari negeri mereka. Maka Allah SWT.
mengeluarkan Nabi Lūth dan pengikutnya dari negeri tersebut lalu Allah
menghancurkan mereka dalam keadaan hina. Allah SWT. menghancurkan
kaum Nabi Lūth tersebut karena Nabi Lūth berdo’a kepada-Nya.
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam al-Qur’an surah al-‘Ankabūt
ayat 30:

٨١ ࣖ ‫قال ربا انصرني على القوم المفسدين‬


“Lūth berdo’a: “Ya Tuhanku, tolonglah aku (dengan menimpakan
ażab) atas kaum yang berbuat kerusakan ini”. (Q.S. Al-‘Ankabūt: 30)

Do’a Nabi Lūth itu pun Allah kabulkan. Seseorang yang dizalimi tanpa
dosa dan kesalahan hanya karena mempertahankan kebenaran tiada lagi
yang bisa dimintai pertolongan kecuali hanyalah Allah SWT. Karena
8

Allah telah berjanji bahwa Dia pasti akan menolong orang-orang yang
didzalimi walaupun dalam waktu yang lama.11
Telah dipaparkan di atas bahwa kaum Nabi Lūth adalah kaum di mana
Allah telah menurunkan ażab yang sangat pedih melalui beberapa
malaikat yang diutus-Nya. Ażab tersebut Allah turunkan karena kaum
Nabi Lūth telah melakukan perbuatan yang sangat dilarang oleh Syari’at
Islam bahkan perbuatan yang belum pernah dilakukan oleh satu orang pun
pada kala itu, yakni homoseksual.
Kaum Nabi Lūth termasuk ke dalam kaum Homoseksual, yang artinya
mereka cenderung menyukai sesama lawan jenis. Disini laki-laki lebih
sering mengawini laki-laki dari pada wanita. Mereka memutuskan
hubungan perkawinan antara laki-laki dengan wanita itu berarti kaum
tersebut telah menghentikan perkembangan keturunan manusia.12 Hal ini
dibuktikan ketika para malaikat utusan Allah datang menemui Nabi Lūth
dengan sosok pemuda yang sangat tampan, para malaikat tersebut
membawa kabar bahwa kaum Nabi Lūth akan dihancurkan.13Kedatangan
para malaikat tersebut pun membuat kaum Nabi Lūth berbondong-
bondong mendatangi rumahnya lalu mereka memaksa Nabi Lūth untuk
menyerahkan pemuda tampan tersebut (malaikat) kepada mereka sebegai
pemuas kesenangan mereka yang keji itu.14 Nabi Lūth sendiri pun
terheran mengapa kaumnya tersebut melakukan hal sekeji itu.
Dalam al-Qur'an, nabi atau rasul digambarkan sebagai seorang tokoh
yang berjuang memperbaharui bangunan sosial bangsanya dengan
menyuguhkan berbagai gagasan dan pemikiran serta memperbaharui pola

11
Ahsin Sakho Muhammad, Oase Al-Qur’an Penyejuk Kehidupan, cet. III, (Penerbit
Qaf, 2017), 265.
12
Hanafi, Kisah 25 Nabi dan Rasul (Jakarta: Bintang Indonesia), 54
13
Ibn Kāṡīr, Kisah Para Nabi, Penerjemah: M. Abdul Ghoffar, Cet.16 (Jakara :
Pustaka Azzam, 2013), 226
14
Hanafi, Kisah 25 Nabi dan Rasul, 56
9

pikir umat. Mereka digambarkan sebagai tokoh yang menyeimbangkan


kebutuhan bangsanya dengan kebutuhan zaman. Para nabi digambarkan
oleh Allah sebagai pahlawan pendobrak yang menyiapkan bangsanya
untuk maju dan melepaskan mereka dari tradisi keterbelakangan. Para nabi
diturunkan kepada masyarakat yang mengalami krisis jiwa untuk
mengajak mereka bergerak maju.15
Banyak ayat-ayat al-Qur’an yang menceritakan mengenai kisah-kisah
Nabī, khususnya Nabi Lūth dan kaumnya ini dari berbagai segi. Maka dari
itu, kita sebagai umat muslim wajib mengambil hikmah, manfaat atau
pesan moral yang dapat kita jadikan pelajaran dan acuan untuk kehidupan
kita sehari-hari khususnya dalam beribadah kepada Allah SWT. dan
umumnya untuk menghadapi tantangan zaman yang semakin berkembang
ini.
Kisah-kisah yang terjadi pada zaman dahulu yang kemudian
diceritakan dalam al-Qur’an juga menimbulkan banyak penafsiran dari
kalangan para mufassir khususnya tafsir kontemporer, seperti tafsir Al-
Azhar dan tafsir Al-Misbah karya M. Quraish Shihab. Kedua tafsir
tersebut sama-sama memaparkan ayat dengan konteks atau kondisi yang
terjadi di masa kini dan berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat.
Selain kedua tafsir tersebut, penulis juga merujuk kepada tafsir yang
bercorak Adabi Ijimā’i lainnya, seperti kitab tafsīr Al-Manār karya Rasyīd
Riḍā, tafsīr al-Mārāghi karya Aḥmad Muṣṭafā al-Marāgī, dan tafsīr
wakhawāżir al-Imām karya Muḥammad Mutawallī al-Syā’rāwī. Dalam hal
ini tentunya yang berkaitan dengan fokus permasalahan. Sehingga
penelitian ini bisa lebih dalam mengkaji tentang ayat kisah Nabi Lūth
dalam segi sosial.

15
Dwi Ratnasari, “Sejarah Nabi-Nabi dalam Al-Qur’an” (Skripsi S1., Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta)
10

Melalui permasalahan yang terjadi di atas, maka penulis akan mencoba


mengambil pesan dari kisah Nabi Lūth dan Kaumnya dengan
menggunakan kajian ayat surah Al-A’rāf ayat 80-84. Mengapa penulis
berfokus hanya kepada kisah Nabi Lūth saja, kerana problem yang terjadi
pada masa Nabi Lūth itu terjadi pula di zaman sekarang khususnya di
Inonesia umumnya di Negara-negara luar. Maka dengan demikian penulis
merasa bahwa pesan yang terkandung didalam kisah Nabi Lūth ini akan
sangat bermanfaat untuk kehidupan kita dimasa sekarang dan dimasa yang
akan datang. Judul yang penulis ambil yaitu “Pesan Moral dari Kisah
Nabi Lūth dan Kaumnya (Kajian Surah Al-A’rāf Ayat 80-84)”.

B. Identifikasi, Batasan dan Rumusan Masalah


1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahn di atas, penulis
mengidentifikasi beberapa permasalahan, di antaranya :
1. Bagaimana tanggapan penduduk Sodom terhadap Nabi Lūth?
2. Apa saja berbuatan buruk yang dilakukan kaum Nabi Lūth?
3. Apakah berbuatan buruk kaum Nabi Lūth terjadi pula di masa
sekarang?
4. Apa saja pesan moral yang dapat di ambil dari kisah Nabi Lūth dan
kaumnya?
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembahasan tersebut, maka penulis merumuskan masalah
dalam penelitian ini yaitu : Apakah pesan moral yang terkandung dalam
Kisah Nabi Lūth dan Kaumnya menurut kajian al-Qur’an surah al-A’rāf
ayat 80-84?
11

3. Batasan Masalah
Agar pembahasan yang akan penulis tulis dalam penelitian ini tidak
melebar maka penulis secara khusus memfokuskan penelitian hanya
kepada pesan moral yang terkandung dalam kisah Nabi Lūth dan kaumnya
saja.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penelitian ini
adalah :
1. Untuk mengetahui Kisah Nabi Lūth secara mendalam
2. Untuk mengambil pesan moral apa yang terkandung dalam Kisah
Nabi Lūth
3. Untuk memenuhi tugas akhir perkuliahan guna mendapatkan gelas
Sarjana Agama (S.Ag) di Fakultas Ushuluuddin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Manfaat penelitian terbagi menjadi dua :
1. Secara Teoritis
Untuk menambah khazanah keilmuan terhadap Kisah-kisah Nabi
2. Secara Praktis
Dapat menjadi recomendasi atau rujukan untuk para peneliti
selanjutnya di kemudian hari
D. Metode Penelitian
Dalam penyelesaian skripsi ini, tentunnya penuls menempuh metode
tertentu, adapun di antaranya :
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian jenis kualitatif yang
menggunakan data-data kepustakaan (library research), yaitu suatu
metode dengan mengumpulkan dan menggunakan data-data yang
diperoleh dari beberapa referensi dengan cara membaca,
12

mendeskripsikan dan kemudian menganalisis secara propesional. Lalu


diambil kesimpulan yang berhubungan dengan pokok permasalahan
skripsi ini.
2. Sumber Data
a. Data Primer
Data yang dijadikan sumber data primer dalam penelitian ini
adalah: Al-Qur’an dan Tafsir. Sementara sumber sekunder yang
dapat mendukung dan memperkua data primer dalam kajian ini
penulis merujuk pada buku-buku yang berkaitan dengan
permasalahan yang dikaji dalam skripsi ini.
b. Data Sekunder
Sementara data sekunder yang digunakan penulis dalam
penelitian ini adalah kitab-kitab tafsir yang bercorak Adabi Ijtima’i,
buku-buku kisah nabi, skripsi, tesis, artikel, disertasi, serta jurnal
dan sumber-sumber lainnya yang sangat mendukung yang berkaitan
dengan pokok permasalahan. Untuk panduan penulisan skripsi ini
berdasarkan pada Pedoman Akademik Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017 Program Strata 1,
yang diterbikan oleh biro Administrasi Akademik dan
Kemhasiswaan Univrsitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Analisis Data
Setelah data terkumpul untuk kemudian diolah, langkah selanjunya
adalah menganalisa data tersebut. Dalam proses menganalisis data
penulis menggunakan deskriptif-analitik.
E. Tinjauan Pustaka
13

Penulis menemukan beberapa tinjauan pustaka yang sudah ada yang


membahas topik yang sama namun dengan masalah yang berbeda, di
antaranya:
1. Arum Istiyani, skripsi, mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
2016, fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam program studi Ilmu al-
Qur’an dan Tafsir. Dengan judul “Pesan Akhlak Kisah Nabi Lūth
Menurut Penafsir Al-Qurṭūbī dan M. Quraish Shihab”.16 Dalam
penelitian ini mendeskripsikan bagaimana pesan akhlak yang
terkandung dala kisah Nabi Lūth menurut dua tokoh yaitu penafsir Al-
Qurṭūbī dan M. Quraish Shihab.
2. Tika Fitriyah, tesis, mahasiswa pascasarjana UIN Sunan Kaijaga
Yogyakarta 2015, program stud Agama dan Filsafat. Dengan judul
“Stilistika Kish Nabi Lūth dalam Al-Qur’an”.17 Dalam penelitian ini
penulis mendeskripikan kisah Nabi Lūth dalam Al-Qur’an dengan
menggunakan teori stilistika.
3. Ulummudin, mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2013,
fakultas Ushuluddin , Studi Agama, dan Pemikiran Islam, program
studi Tafsir Hadis. Dengan judul “Kisah Lūth dalam Al-Qur’an
(Pendekatan Semiotika Roland Barthes)”.18 Dalam penelitian ini
penulis mendeskripsikan kisah Nabi Lūth dengan menggunakan
semiotika Roland Barthes.
4. Dina Rahmatika Siregar, mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
2016, fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, program studi Ilmu al-
Qur’an dan Tafsir. Dengan judul “Kisah Istri Nabi Lūth dalam Al-

16
Arum Istiyani, “Pesan Akhlak Kisah Nabi Lūth Menurut Penafsir Al-Qurṭubi dan
M. Quraish Shiihab” (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta,
2016)
17
Tika Fitriyah, “Stilistika Kish Nabi Lūth dalam Al-Qur’an” (Skripsi S1., Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015)
18
Ulummudin, “Kisah Lūth dalam Al-Qur’an”.
14

Qur’an (Pesan-Pesan Moral dibalik Ketidaktaaan Istri Nabi Lūth)


Dalam penelitian ini adalah penulis mendeskripsikan bagaimana pesan
moral yang dapat dipetik dari kisah ketidaktaatan istri Nabi Lūth yang
terdapat dalam al-Qur’an.
5. Eskandhita Nur Inayah, mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
2014, fakultas Tarbiyah dan Keguruan, program studi Pendidikan
Agama Islam. Dengan judul “Nilai Pendidikan Moral dalam Kisah
Nabi Lūth dan Relevansinya Terhadap Pendidikan Agama Islam (Studi
Deskriptif Tafsir Ibn Kāṡīr)”.19 Dalam penelitian ini penulis bermaksud
untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan moral yang terkandung dalam
kisah Nabi Lūth dan apa relevansinya terhadap pendidikan agama
khususnya pada kalangan anak-anak.
6. Inayatul’aini, mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2013,
fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, Program Studi Tafsir Hadis.
Dengan judul “Kisah Homoseksual Kaum Nabi Lūth dalam Al-Qur’an
menurut Penafsiran Musdah Mulia dan Husein Muhammad”.20 Dalam
penelitian ini penulis bermaksud pada studi tokoh yaitu Musnah Mulia
dan Husein Muhammad dala memandang homoseksual, karena kedua
tokoh tersebut merupakan pemikir isam yang cukup baik dalam
mengkaji maslah tersebut.
7. Ridwan, mahasiswa UIN Alauddin Makasar 2018, fakultas Ushuluddin
Filsafat dan Politik, Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir. Dengan judul
“Perilaku Seksual Menyimpang Kaum Nabi Lūth dalam Al-Qur’an

19
Eskandhita Nur Inayah, “Nilai Pendidikan Moral dalam Kisah Nabi Lūth dan
Relevansinya Terhadap Pendidikan Agama Islam (Studi Deskriptif Tafsir Ibn Kāṡīr )”
(Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014)
20
Inayatul’aini, “Kisah Homoseksual Kaaum Nabi Lūth dalam Al-Qur’an menurut
Penafsiran Musdah Mulia dan Husein Muhammad”, (Skripsi S1., Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2013)
15

(Kajian Tafsir Maudhu’i)”.21 Dalam penelitian ini penulis mengkaji


mengenai prilaku enyimpang kaum Nabi Lūth dalam Al-Qur’an dengan
menggunakan kajian Tafsir Muadhu’i.
8. Zahra Lutfiana, mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2018,
Fakultas Ushuluddin, Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir. Dengan judul
“Hikmah dari Kisah Pelarian Nabi Mūsa Ke Kota Madyan (Studi Atas
Q.S. Al-Qaṣaṣ : 20-28)”.22 Dalam skripsi ini penulis membahas tentang
bagaimana para mufassir menjeaskan hikmah dari kisah pelarian Nabi
Musa ke Kota Madyan dalam Q.S. Al-Qaṣaṣ ayat 20-28.
9. Imalatul Nadzimah, mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2019,
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Prodi Pendidikan Agama Islam.
Dengan judul “Nilai-Nilai Pendidikan Akhak dari Kisah Nabi Ibrahim
(Kajian Tafsir Surah al-Ṣāffāt Ayat 100-111)”.23 Dalam skripsi ini
membahas tentang kandungan dari surah al-Ṡāffāt ayat 100-111 yang
berkaitan dengan kisah Nabi Ibrāhīm dan relevansinya dengan nilai-
nilai pendidikan akhlak.
10. Hasan Zaini, IAIN Batusangkar, fakultas Ushuluddin Adab dan
Dakwah 2016. Dengan judul “LGBT dalam Perspektif Hukum
Islam”.24 Dalam jurnal ini membahas bagaimana hukum islam
membahas LGBT, homoseks, dan lesbian yang sudah menyebar di
wilayah Indonesia.
11. Husnil Mardyah, mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2018,
fakultas Ushuluddin, Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir. Dengan judul
21
Ridwan, “Perialaku Seksual Menyimpang Kaum Nabi Lūth dalam Al-Qur’an”.
22
Zahra Lutfiana, “Hikmah dari Kisah Pelarian Nabi Mūsa Ke Kota Madyan (Studi
Atas Penafsiran QS. Al-Qașaș : 20-28)” (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2018)
23
Imalatul Nadzimah, “Nilai-Nilai Pendidikan Akhak dari Kisah Nabi Ibrāhīm (Kajian
Tafsir Surah al-Ṣāffāt Ayat 100-111)” (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2019)
24
Hasan Zaini, “LGBT dalam Perspektif Hukum Islam” (Skripsi S1., Batuangkar:
2016)
16

“Pesan Moral dalam Kisah Nabi Ṣāliḥ dan Kaumnya : Sebuah Kajian
Tematik”.25 Dalam skripsi ini hampir mirip dengan yang akan saya
lakukans yaitu sama-sama mencari tahu pesan moral yang terkandung
dalam kisah nabi dan kaumnya. Namun dalam setiap penelitian pasti
terdapat perbedaan, dan di sini perbedaannya adalah bahwa penulis ini
membahas tentang kisah Nabi Ṣāliḥ sedangkan penelitian yang akan
saya lakukan adalah membahas tentang Nabi Lūth.
Dari beberapa tinjaun pustaka diatas dapat disimpulkan bahwa secara
garis besar terdapat banyak kesamaan yaitu sama-sama membahas kisah
Nabi terkhusus Nabi Lūth. Namun para peneliti terdahaulu lebih banyak
memfokuskan pembahasan ke dalam suatu teori atau salah satu mufassir,
sedangkan penelitian yang saya lakukan lebih memfokuskan atau
mengerucutkan pembahasan hanya kepada beberapa ayat dalam satu surah
saja.
F. Sisitematika Penulisan
Dalam skripsi ini penulis membagi ke dalam lima sub bab, adapun di
antaranya adalah:
Bab I: Bab ini mencakup ruang lingkup penelitian. Berisikan
pendahuluan, latar belakang, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, metode penelitian, sumber data, tinjauan pustaka, dan
sistematika penulisan.
Bab II: Bab ini memaparkan secara teori mengenai pengertian kisah,
macam-macam kisah dalam al-Qur’an, hikmah pengualngan kisah dalam
al-Qur’an.
Bab III: Bab ini menggambarkan Sejarah Nabi di antaranya, nama dan
naṣāb Nabi Lūth a.s, silsilah Nabi Lūth a.s dan kisah Nabi Lūth a.s. Dalam

25
Husnil Mardyah, “Pesan Moral dalam Kisah Nabi Ṣāliḥ dan Kaumnya : Sebuah
Kajian Tematik” (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
2018)
17

kisah Nabi Lūth a..s penulis membagi ke dalam beberapa poin, diantanya:
kepergian Nabi Lūth as ke Kota Sodom, kerusuhan kaum Nabi Lūth a.s,
kedatangan Malaikat ke kediaman Nabi Lūth a.s, serta kehancuran kaum
Sodom.
Bab IV: Bab ini berisi tentang profil ayat dan surah, serta fokus
permasalahan, seperti profil surah al-A’rāf ayat 80-84. Dalam profil
penulis membagi ke dalam tiga poin, di antanya: teks ayat dan terjemah,
keterkaitan surah al-A’rāf secara keseluruhan, munāṣabah dengan ayat-
ayat sebelumnya dan tafsiran global. Lalu mengenai pesan moral penulis
membagi ke dalam lima poin di antaranya: teguh dalam kebenaran,
memuliakan lawan jenis kelamin sebagai pasangan, kesepakatan dan
kemungkaran penyebab murka Allah, dan manusia bertanggung jawab
atas pilihannya, optimisme terhadap pertolongan Allah.
Bab V: Bab ini merupakan bagian penutup dan akhir dari penulisan
skripsi ini, di mana dalam pembahasan ini terdiri dari kesimpulan, dan
saran.
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG KISAH DALAM AL-QUR’AN
A. Pengertian Kisah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kisah adalah cerita
atau kejadian dalam kehidupan seseorang.1Dalam bahasa arab kata kisah
diambil dari kata yaquṣhṣhu – qiṣhṣhan – wa qaṣhṣan – yang berarti al-
hadits (cerita).2 Kata Qaṣaṣ juga merupakan bentuk jamak dari kata qiṡas
yang berarti tatabbu’ al-aṡar (napak tilas/mengulang kembali masa lalu).
Arti ini diperoleh dari ayat al-Qur’an surah al-Kahf ayat 64 :

٤٨ ‫قال ٰذلك ما كنَّا نب ِۖغ فارت َّدا ع ٰلٖٓى ٰاثارهما قصص ًۙا‬
”Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita cari". Lalu keduanya
kembali, mengikuti jejak mereka semula”.3 (Q.S. Al-Kahf: 64)

Al-Qaṣaṣ dalam Qur’an bersifat pasti dan tidak fiktif, sebagaimana


dalam al-Qur’an surah Ali ‘Imrān ayat 62:

‫ق ْۚ وما من ا ٰله ا َِّّل ّٰللا ِۗوا َّن ّٰللا لهو العزيز الحكيم‬
ُّ ‫ا َّن ٰهذا لهو القصص الح‬
٤٢
“Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar, dan tak ada Tuhan (yang
berhak disembah) selain Allah; dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (Q.S. Ali ‘Imrān: 64)

Dalam konteks ini maka dapat dikatakan bahwa cerita yang dimuat di
dalam al-Qur’an adalah cerita yang benar-benar terjadi di masa lampau,
tidak ada unsur kebohongan, khayalan terlebih dongeng.

1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:
Balai Pustaka, 1988), 443-444
2
M. Zaenal Arifin, Khazanah Ilmu Al-Qur’an, Cet I (Tangerang: Yayasan Masjid At-
Taqwa, 2018), 275, 276
3
Rosihon Anwar, Ilmu Tafsir, Cet. III (Bandung: Pustaka Setia, 2005), 65
18
19

Qaṣaṣ berarti berita yang berurutan, firman Allah SWT.“Sungguh ini


adaah kisah yang benar …” (Q.S. Ali ‘Imrān : 11) dan “Sungguh pada
kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi yang mempunyai akal …
(Q.S. Yūsuf : 111). Sedangkan al-Qissah artinya urusan, berita, perkara
dan keadaan.
Dalam bahasa Indonesia kisah disebut juga cerpen atau novel.
Diartikan juga sebagai media unuk mengungkapkan kehidupan atau
cuplikan-cuplikannya yang berkaitan dengan suatu peristiwa atau
sejumlah peristiwa yang saling berkaitan.4
Menurut istilah kisah berarti berita mengenai suatu permasalahan
dalam masa yang saling berurutan.5Qaṣaṣ al-Qur’an adalah pemberitaan
Qur’an tentang hal ihwal umat yang telah lalu, kenabian terdahulu dan
peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang pernah terjadi. Al-Qur’an
banyak mengandung keterangan tentang kejadian pada masa lalu, sejarah
bangsa-bangsa, keadaan negeri-negeri dan jejak peninggalan. Al-Qur’an
menceritakan keadaan semuanya dengan cara menarik dan mempesona.6
Kandungan al-Qur’an tentang sejarah atau kisah-kisah disebut dengan
Qaṣaṣ al-Qur’an. Bahkan terdapat hal menarik bahwa ayat-ayat al-Qur’an
yang berisi tentang kisah ternyata lebih bayak dari pada ayat-ayat tentang
hukum, menurut hitungan A. Hanafi terdapat sekitar 1600 ayat tentang
kisah, sementara ayat mengenai hukum hanya 330 ayat. hal tersebut
mendefinisikan bahwa al-Qur’an sangat prihatin terhadap masalah kisah
yang memang di dalamnya mengantung banyak ibrah (pelajaran).7

4
Rachmat Syafe’i, Pengantar Ilmu Tafsir, Cet. II (Bandung: Pustaka Setia, 2012),
129
5
Muhammad Chirzin, Permata Al-Qur’an (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2014),
37
Mannā Khalil al-Qattān, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Penerjemah: Mudzakir AS, Cet 18
6

(Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2015), 436


7
Arham Junaidi Firman, Studi Al-Qur’an (Teori dan Aplikasinya dalam Penafsiraan
Ayat Pendidikan), Cet. I (Yogyakarta: Diandra Kreaif, 2018), 184-185
20

Dalam konteks istilah banyak pakar-pakar atau ulama-ulama yang


memberikan definisi mengenai kisah seperti, al-Siba’i al-Bajumi
mendefinisikan bahwa kisah ialah setiap tulisan yang bersifat kesusastraan
dan indah serta keluar dari seorang penulis dengan maksud untuk
menggambarkan suatu keadaan tertentu (mengenai sejarah atau
kesusastraan atau akhlak, atau susunan masyarakat dan sebagainya),
dengan suatu cara di mana penulis melepaskan diri dari perasaan
pribadinya dan fikiran yang timbul dari perasaan tersebut dan dari arah
yang dituju oleh pendapatnya itu yang sesuai dengan perasaan dan
fikirannya, sehingga pribadinya tercermin dalam penggambaran itu yang
dapat mengadakannya dari orang lain yang mempunyai tulisan yang sama.
Definisi lain juga dikatakan oleh Dr. Muhammad Khalafullah.
Menurutnya kisah adalah suatu karya kesusastraan yang merupakan hasil
khayal pembuat kisah terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi atas
seorang pelaku yang sebenarnya tidak ada atau dari seorang pelaku yang
benar-benar ada, akan tetapi peristiwa-peristiwa yang berkisar pada
dirinya yang kisah itu tidak benar-benar terjadi. Ataupun peristiwa-
peristiwa itu terjadi atas diri pelaku, tetapi dalam kisah tersebut disusun
atas dasar seni yang indah, di mana sebagian peristiwa didahulukan dan
sebagian lagi dikemudiankan, sebagiannya disebutkan dan sebagiannya
lagi dibuang. Atau terhadap peristiwa yang benar-benar terjadi itu
ditambahkan peristiwa baru yang tidak terjadi atau dilebih-lebihkan
penggambarannya, sehingga pelaku-pelaku sejarah keluar dari kebenaran
yang biasa dan sudah menjadi para pelaku khayali.8
Kisah dalam al-Qur’an merupakan dokumen sejarah yang sangat tinggi
nilainya. Tidak ada unsur keraguan dan kebohongan. Kejadian atau kisah

8
A. Hanafi, Segi-segi Ksusastraan pada Kisah-kisah Al-Qur’an, Cet I (Jakarta:
Pustaka Al-husna, 1984), 13,14
21

yang diceritakan di dalam al-Qur’an adalah kejadian realita yang benar


terjadi pada masanya. Berita ini dinyatakan sendiri oleh Allah SWT.
sebagai suatu kebenaran yang tertera dalam al-Qur’an surah Ali ‘Imrān
ayat 62.
ٰ ‫ّللا ِۗو ا َّن‬
‫ّللا‬ ٰ ‫ق ْۚ و م ا م ن ا ٰل ه ا َِّّل‬
ُّ ‫ا َّن ٰه ذ ا ل ه و ال ق ص ص ال ح‬
٤٢ ‫ل ه و ال ع ز ي ز ال ح ك ي م‬
“Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar, dan tak ada Tuhan (yang
berhak disembah) selain Allah; dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (Q.S. Ali ‘Imrān: 62)

Kisah-kisah dalam al-Qur’an memiliki karakterstik yang berbeda dari


pada kisah-kisah pada umumnya, di antaranya:
1. Kisah-kisah dalam al-Qur’an adalah kisah nyata yang benar-benar
terjadi, bukan sekedar mitos atau khayalan belaka.
2. Kisah-kisah dalam al-Qur’an memiliki keaslian dan keakuratan yang
sangat tinggi, karena hal ini diketahui setelah dilakukannya
penelitian-penelitian oleh sejarawan-sejarawan.
3. Kisah-kisah dalam al-Qur’an menjadi bukti kuat bagi umat bahwa
al-Qur’an sangat sesuai dengan kehidupa dan kondisi masyarakat.
4. Kisah-kisah dalam al-qur’an bukan hanya merupakan suatu cerita
yang hanya bernilai sastra saja, tetapi juga merupakan suatu media
untuk mewujudkan fungsi utama al-Qur’an yaitu sebagai pelajaran
dan pendidikan religius dan teologis.
B. Macam-Macam Kisah dalam Al-Qur’an
Secara umum, macam-macam kisah dalam al-Qur’an dapat dilihat dari
beberapa sudut yaitu: Pertama dari sisi tokoh atau pelaku, terdiri dari tiga
macam :9
1. Kisah para Nabī, kisah ini mengandung dakwah Nabī, mukjizat-
mukjizat mereka, tanggapan kaumnya terhadap mereka, tahapan-
9
M. Zaenal Arifin, Khazanah Ilmu Al-Qur’an, Cet I, 276
22

tahapan dakwahnya, serta akibat yang diterima kaumnya atas


tanggapan baik atau buruk kepada mereka.
2. Kisah-kisah yang terjadi di zaman dahulu lalu diceritakan di dalam
al-Qur’an untuk dijadikan pelajaran. Misalnya kisah Qarun,
Maryam, Aṣḥāb al-Kahfi, Zulkarnaen, dan sebagainya.
3. Kisah ini terjadi pada masa Rasulullah Saw. seperti Perang Badar,
Perang Uhud, Isrā’ Mi’raj, dan sebagainya.10
Kedua dari segi panjang pendeknya kisah, terdiri dari tiga macam;
1. Kisah yang panjang, seperti kisah Nabi Yūsuf a.s. Kisah Nabi Yūsuf
diceritakan di dalam Qur’an surah Yūsuf. Surah tersebut
menceritakan kehidupan Nabi Yūsuf a.s. dari kanak-kanak hingga
dewasa hingga memiliki kekuasaan.
2. Kisah yang sedang, seperti kisah Nabi Mūsa a.s., Nabi Nūh a.s., dan
nabi lainya. Ada juga kisah Maryam yang diceritakan hanya sekitar
sepuluh atau beberapa belas ayat saja.
3. Kisah yang pendek, yaitu kisah yang jumlahnya kurang dari
sepuluh ayat. Misalnya kisah Nabi Lūth a.s., Nabi Ṣāliḥ a.s., dan
lainnya.
Selain macam-macam kisah yang telah penulis sebutkan di atas,
terdapat juga unsur-unsur kisah dalam al-Qur’an, di antaranya :
1. Pelaku (al-Syāksy)
Dalam al-Qur’an, para aktor atau pemain dalam kisah tersebut
tidak hanya manusia tetapi juga malaikat jin, dan bahkan hewan
seperti semut dan burung.
2. Peristiwa (al-Ḥadīṡah)
Unsur peristiwa merupakan unsur pokok dalam sebuah cerita atau
kisah, karena tidak mungkin ada cerita jika tidak terdapat peristiwa.

10
Mannā Khalil al-Qattān, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, 437, 438
23

Mengenai peristiwa, beberapa ahli membagi menjadi tiga macam,


pertama peristiwa yang merupaakan akibat campur tangan qada dan
qadar Allah dalam suatu kisah, kedua peristiwa yang dianggap luar
biasa atau yang biasa kita sebut mukjizat sebagi tanda bukti
kebenaran, kemudian turunlah ayat-ayat Allah, namun mereka tetap
mendustaknnya lalu kemudian turunlah ażabnya, dan ketiga
peristiwa yang biasa dilakukan oleh orang-orang yang dikenal
sebagai tokoh yang baik atau buruk, baik ia ratu ataupun manusia
biasa.
3. Percakapan (Ḥiwār)
Biasanya, percakapan ini terdapat pada kisah yang banyak
pelakunya, seperti kisah Nabi Lūth, kisah Nabi Mūsa, kisah Nabi
Yūsuf, dan sebagainya. Isi percakapan tersebut biasanya
mengandung persoalan agama.11

C. Tujuan Kisah dalam Al-Qur’an


Al-Qur’an bukan teks yang hanya bernilai sastra saja, namun al-Qur’an
merupakan salah satu media untuk mewujudkan tujuan yang sebenarnya.
Tujuan-tujuan dalam al-Qur’an di antaranya :
1. Salah satu tujuan cerita ialah menerapkan adanya wahyu dan
kerasulan.
Di dalam al-Qur’an terdapat ketetapan Allah yang tidak dapat
dirubah oleh siapapun, dan di dalam al-Qur’an juga terdapat kisah-
kisah yang dapat dijadikan pelajaran untuk umat muslim. Al-Qur’an
juga untuk membuktikan dan meyakinkan kepada umat muslim

11
Arham Junaidi Firman, Studi Al-Qur’an, 193-194
24

bahwa al-Qur’an merupakan Kitabullah yang Allah turunkan kepada


Nabi Muḥammad Saw. melalui malaikat Jibril, serta untuk
meyakinkan bahwa Nabi Muḥammad Saw. adalah utusan-Nya. Hal
ini dijelaskan dalam surah Yūsūf ayat 2-3 dan al-Qaṣaṣ ayat 3:

‫ ن ح ن ن ق صُّ ع ل ي ك‬٢ ‫ا ن َّا ٖٓ ا ن ز ل ٰن ه ق ر ٰا ن ً ا ع ر ب ي ً ا ل َّع ل َّك م ت ع ق ل و ن‬


‫ا ح س ن ال ق ص ص ب م ا ٖٓ ا و ح ي ن ا ٖٓ ا ل ي ك ٰه ذ ا ال ق ر ٰا ِۖن و ا ن ك ن ت م ن‬
٨ ‫ق ب ل ٖه ل م ن ال ٰغ ف ل ي ن‬
“Sesungguhnya Kami menurunkan berupa Qur’an berbahasa Arab, agar
kamu mengerti (2) Kami menceritakan kepadamu (Muhammad) kisah
yang paling baik dengan mewahyukan Al-Qur’an ini kepadamu, dan
sesungguhnya engkau sebelum itu termasuk orang yang tidak
mengetahui (3)”.(Q.S. Yūsuf: 2-3)
‫ن ت ل و ا ع ل ي ك م ن ن َّب ا م و ٰس ى و ف ر ع و ن ب ال ح ا‬
٨ ‫ق ل ق و م ي ُّؤ م ن و ن‬
“Kami membecakan kepadamu sebagian dari kisah Musa dan Fir’aun
dengan sebenarnya untuk orang-orang yang beriman”. (Q.S. al-
Qaṣaṣ:3)
2. Menerangkan bahwa agama semuanya dari Allah SWT. dari masa
Nabi Nūh sampai dengan masa Nabi Muḥammad Saw. bahwa kaum
muslimin semuanya merupakan satu umat dan Allah yang maha Esa
adalah Tuhan dari semuanya.
Oleh sebab itu, seringkali cerita atau kisah para nabi diceritakan
di dalam al-Qur’an di dalam surah yang sama dengan alur yang
mirip, seperti dalam surah al-Anbiyā’ ayat 51-92.12
3. Menerangkan bahwa agama itu dasarnya satu yaitu dari Tuhan yang
maha Esa. Dijelaskan dalam surah al-A’rāf ayat 59 :
”Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia
berkata: "Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan
bagimu selain-Nya". Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah
Allah), aku takut kamu akan ditimpa ażab hari yang besar (kiamat)”.

12
Rachmat Syafe’i, Pengantar Ilmu Tafsir, 137
25

4. Menerangkan bahwa cara yang ditempuh nabi-nabi dalam


berdakwah itu satu, dan sambutan kaum mereka terhadap
dakwahnya juga serupa.
Sesungguhnya tujuan para nabi dalam berdakwah adalah untuk
menyeru kaumnya agar mengikuti apa yang ia ikuti. Maksudnya
agar kaumnya ikut tunduk dan patuh terhadap perintah Allah seperti
yang ia lakukan. Namun dalam proses dakwaknya para nabi tidak
selalu berjalan mulus bahkan sering kali ia mendapat perlakuan
buruk dari para kaumnya. Akan tetapi dengan segala kerendahan
hati dan kesabarannya ia tidak pernah menyerah untuk mengobarkan
agama islam sampai kaumnya mau ikut bergabung dengannya
walaupun hanya beberapa saja.
5. Menerangkan dasar yang sama antara agama yang diajarkan Nabi
Muhammad saw. dengan agama Nabi Ibrāhīm a.s. secara khusus,
dengan agama-agama bangsa Israel pada umumnya dan
menerangkan bahwa hubungan ini lebih erat dari pada hubungan
yang umum antara semua agama. Keterangan ini berulang-ulang
disebutkan dalam cerita Nabi Ibrāhīm, Mūsa, dan Isa a.s.13
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan kisah
dalam al-Qur’an bukan hanya menceritakan kisahnya saja, namun
ada beberapa poin yang di dapat di petik :
1. Untuk membuktikan kekuasaan Allah, dan meyakinkan kepada umat
bahwa Allah lah sang maha segalanya.
2. Untuk membuktikan bahwa manusia dapat berinteraksi atau
berhubungan dengan Allah melalui do’a-do’a lalu kemudian Allah
ijabah dengan kekuasaannya.

13
Muhammad Chirzin, Permata Al-Qur’an, 39-40
26

Menurut Syaltut, tujuan kisah ialah untuk menjelaskan Sunnatullah


dalam memperlakukan hamba Allah. Jika terdapat hal yang baik, maka
kita cari dan petik hikmahnya. Namun sebaliknya, jika ada yang buruk,
kita hindari lalu kita jadikan pelajaran untuk kedepannya.14
Abd al-Karīm al-Khaṭib menyimpulkan bahwa yang menjadi pusat
tujuan kisah al-Qur’an adalah sebagai bentuk ajakan kepada ajaran Allah.
Sedangkan Muḥammad Qūṭūb berpandangan bahwa kisah dalam al-
Qur’an yang disampaikan kepada Nabi Muḥammad Saw. adalah sebagai
alat pendidikan dan bimbingan.15
Tujuan kisah disini yaitu berkaitan dengan pesan moral terhadap kisah
yang diceritakan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pesan
adalah perintah, nasihat, pemintaan, dan amanat yang disampaikan oleh
orang lain. Sedangkan moral adalah ajaran tentang baik buruk yang
diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya;
akhlak; budi pekerti;.16 Jadi dapat disimpulkan bahwa pesan moral adalah
nasihat atau amanat baik yang disampaikan oleh orang lain yang berkaitan
dengan perbuatan dan budi pekerti manusia dan dapat dijadikan pelajaran
untuk kehidupan dimasa yang akan datang. Lalu kaitannya antara pesan
moral dengan ibrah dan hikmah adalah bahwa ketiganya sama-sama
dibutuhkan karena sama-sama menggali kisah terdahulu lalu dipetik
pelajaran baiknya kemudian direaalisasikan dalam kehidupan seharai-hari.
D. Kisah dalam Al-Qur’an antara Fakta dan Fiksi
Kisah yang diceritakan di dalam al-Qur’an adalah kisah yang terbaik.
Allah berfirman dalam al-Qur’an surah Yūsuf ayat 3:

Rachmat Syafe’i, Pengantar Ilmu Tafsir, 138


14

Rachmat Syafe’i, Pengantar Ilmu Tafsir, h. 137


15
16
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:
Balai Pustaka, 1988),
27

‫نحن نقصُّ عليك احسن القصص بمآٖ اوحينآٖ اليك ٰهذا القر ٰا ِۖن وان كنت‬
٨ ‫من قبل ٖه لمن ال ٰغفلين‬
“Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik . . . “. (Q.S.
Yūsuf: 3)
Maksud sebaik-baiknya kisah dalam ayat ini ialah mencakup seluruh
apa yang dikisahkan Allah dalam kitab-Nya dan itulah sebaik-baiknya
kisah.
Dalam al-Qur’an, ada satu kisah yang diceritakan berlang-ulang,
namun dalam setiap pengulangannya mengandung manfaat tersendiri yang
tidak didapatkan pada pengulangan pertama dan kedua, dan juga tidak
terdapat adanya kontradiksi antara kisah satu dan yang lainnya, karena al-
Qur’an diturunkan sebagai ibrah (pelajaran), nasehat, dan untuk
mempengaruhi pikiran dan hati dalam bentuk yang berbeda.
Menurut Mannā’ al-Qaṭṭān, kisah-kisah dalam al-Qur’an mengandung
beberapa hikmah, di antaranya:
1. Menjelaskan balaghah al-Qur’an dalam tingkat paling tinggi. Kisah
yang berulang dikemukakan disetiap tempat dengan cara yang
berbeda antara yang satu dengan yang lain serta dijelaskan dengan
pola yang berbeda pula, sehingga tidak membuat jenuh para
pembaca bahkan dapat menambah ke dalam jiwa dan hati makna-
makna baru yang tidak diperoleh dari tepat yang lain.
2. Menunjukan kehebatan al-Qur’an, karena mengemukakan atau
menjelaskan makna dalam berbagai bentuk yang berbeda dan baru
akan membuat tertarik para pembaca, tidak heran jika susunan
kalimat dalam al-Qur’an tidak dapat ditandingi oleh sastrawan arab,
hal ini menjadi bukti bahwa al-Qur’an benar-benar datang dari
Allah.
28

3. Mengandung perhatian besar terhadap kisah tersebut agar pesannya


lebih melekat dalam jiwa. Hal ini dikarenakan pengulangan
merupakan salah satu tanda betapa besarnya perhatian al-Qur’an
terhadap masalah tersebut. Misalnya kisah Nabi Mūsa dan Fir’aun,
kisah ini mengisahkan pertarungan hebat antara kebenaran dan
kebathilan.
4. Menunjukan perbedaan tujuan maka karena itu kisah tersebut
dijelaskan. Sebagian dari makna-makna nya dijelaskan disatu tempat
karena hanya itulah yang dibutuhkan, dan sebagian yang lainnya
dijelaskan di tempat lain sesuai dengan keadaan.17
Kisah di dalam al-Qur’an mengandung seni yang dikemas secara
menarik, namun tetap berorientasi pada pendidikan islam.
Selain yang dipaparkan di atas, terdapat juga hikmah atau manfaat dari
kisah dalam al-Qur’an, di antaranya pertama sebagai pelajaran bagi orang-
orang berilmu. Dipaparkan dalam al-Qur’an surah Yūsuf ayat 111:

‫اب م ا ك ان ح د ي ث ً ا‬
ِۗ ‫ل ق د ك ان ف ي ق ص ص ه م ع ب ر ة ٌ اِّل ول ى اِّل ل ب‬
‫ي ُّف ت ٰر ى و ٰل ك ن ت ص د ي ق ال َّذ ي ب ي ن ي د ي ه و ت ف ص ي ل ك ال ش ي ء‬
١١١ ࣖ ‫َّو ه دًى َّو ر ح م ة ً ل ا ق و م ي ُّؤ م ن و ن‬
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi
orang-orang yang mempunyai akal. Al-Qur’an itu bukanlah cerita yang
dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya
dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi
kaum yang beriman”.(Q.S. Yūsuf: 111)
Kedua kisah disebutkan untuk menenangkan hati Rasulullah saw.
Sebagaimana pula dalam al-Qur’an surah Hūd ayat 120.18

‫و ك ًّل ن َّ ق صُّ ع ل ي ك م ن ا ْۢن ب ۤا ء ال ُّر س ل م ا ن ث ب ات ب ٖه ف ؤ اد ك‬


١٢١ ‫ق و م و ع ظ ة ٌ َّو ذ ك ٰر ى ل ل م ؤ م ن ي ن‬ ُّ ‫و ج ۤا ء ك ف ي ٰه ذ ه ال ح‬
17
Muhammad Chirzin, Permata Al-Qur’an, 38-39
18
Sehat Sulltoni Dalimunthe, Filsafat Pendidikan Akhlak, Cet I (Yogyakarta:
Deepublish, 2016), 205
29

“Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah


kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surah
ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan
bagi orang-orang yang beriman”. (Q.S. Hūd: 120)

Selain hikmah dan manfaat, penulis juga akan sedikit memaparkan


mengenai perbedaan antara kisah di dalam al-Qur’an dengan yang lainnya.
Kisah dalam al-Qur’an adalah sejarah yang tidak dapat diragukan yang
sudah dipastikan kebenarannya karena datangnya langsung dari Allah
SWT. yang diceritakan-Nya melalui al-Qur’an. Kisah-kisah yang
disampaikan sudah pasti sesuai dengan kenyataan. Sesuai dengan firman
Allah dalam surah al-Kahf ayat 13:
‫نحن نقصُّ عليك نباهم بالح ِۗ ا‬
١٨ ‫ق انَّهم فتيةٌ ٰامنوا برباهم وزد ٰنهم هد ًِۖى‬
“Kami kisahkan kepadamu (Muḥammad) cerita ini dengan benar.
Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada
Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk”. (Q.S.
Al-Kahf: 13)

Sedangkan, sejarah atau kisah yang disampaikan manusia masih


mengandung kemungkinan benar atau salah, karena manusia memiliki
keinginan dan hawa nafsu, atau ia memiliki kepentingan lain seperti
politik dan sebagainya.
Kisah dalam al-Qur’an memiliki realitas yang diyakini kebenarannya,
termasuk peristiwa yang ada di dalamnya. Ia adalah bagian dari ayat-ayat
yang diturunkan oleh sang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana. Oleh
karena itu, tugas kita sebagai umat muslim hanyalah menerima dan
mengambil hikmah atau pelajaran dari setiap cerita atau kisah yang
diungkapkan.19

19
Anshori. Ulumul Qur’an: Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan, Cet. 3, 128-
130
BAB III
NABI LŪTH DAN KISAHNYA DALAM BUKU-BUKU KISAH
Pada bab ini akan membahas mengenai Nabi Lūth dan Kisahnya
yang ada di dalam al-Qur’an. Untuk itu, penulis akan memaparkan terlebih
dahulu mengenai biografi dan naṣāb Nabi Lūth yang kemudian
dilanjutkan dengan kisah kaumnya.
A. Biografi dan Silsilah Nabi Lūth a.s.
1. Nama dan Naṣāb Nabi Lūth
Tidak banyak riwayat yang menjelaskan mengenai nama dan naṣāb
Nabi Lūth, namun ada yang mengatakan bahwa Nabi Lūth lahir sekitar
tahun 1950-18701 di daerah tepian timur dari Selatan Irak yang dahulunya
dinamakan Babilon, lalu ia wafat di sekitar Yordan yang dahulu terkenal
dengan nama Laut Lut.2 Ia diangkat menjadi nabi pada 1900 SM.3 Lūth
adalah putera dari Haran. Haran adalah saudara kandung Ibrāhīm. Ada
yang mengatakan Haran adalah yang membangun negeri Haran. Pendapat
ini dhaif (lemah) karena berbeda dengan penjelasan ahli kitab.4
Nama Lūth dalam al-Qur’an terdapat dalam 17 tempat dan 11 surah,5
dan dalam 27 ayat, tanpa menyebutkan nama, tempat dan pelaku, selain
Lūth sendiri dan Ibrāhīm pamannya.6
Lūth bin Haran bin Azar bin Nahur bin Saruj bin Ra’u bin Falij bin
Abir bin Syalih bin Arfakhsyadz bin Sam bin Nūh.7 Ia diutus oleh Allah

1
Muhammad Xenohikari, Kisah Hikayat Nabi Lūth AS (Lot) Dalam Islam (Xenohikari
Dragon, 2016), 4
2
Milik Badan Wakaf Universitas Islam Indonesia, Al-Qur’an dan Tafsirnya
(Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1990), 478
3
Muhammad Xenohikari, Kisah Hikayat Nabi Luth AS (Lot) Dalam Islam, 4
4
Ibn Kāṡīr, Kisah Para Nabi: Sejarah Lengkap Perjalanan Hidup Para Nabi, Sejak
Adam A.S hingga Isa A.S, Penerjemah : Saefullah MS, Qaṣaṣ al- 7h7 7hAnbiyā’, 246
5
Ali Audah, Nama dan Kata dalam Qur’an : Pembahasan dan Perbandingan, Cet. I
(Bogor: Pustaka Lentera AntarNusa, 2011), 101
6
Ali Audah, Nama dan Kata dalam Qur’an: Pembahasan dan Perbandingan, 103
30
31

SWT. pada zaman Ibrāhīm, dia anak laki-laki saudaranya, sedangkan


Ibrāhīm adalah pamannya. Lūth mempercayai Ibrāhīm (pamannya), dia
memberi petunjuk dengan petunjuk Ibrāhīm. Sebagaimana dalam firman
Allah surah al-‘Ankabūt ayat 26 :

‫۞ ف ٰامن له لو ٌۘطٌ وقال اناي مهاج ٌر ا ٰلى رباي ِۗانَّه هو العزيز‬


٢٤ ‫الحكيم‬
“Maka Lūth membenarkan (kenabian)nya. Dan berkatalah Ibrāhīm:
"Sesungguhnya aku akan berpindah ke (tempat yang diperintahkan)
Tuhanku (kepadaku); sesungguhnya Dialah Yang Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana”. (Q.S. Al-‘Ankabūt: 26)

Lalu Lūth berhijrah bersama Ibrāhīm dari Irak, dalam perjalanannya,


Allah mengutus Lūth kepada kaum Sodom yang terletak di kaum Ardan.
Nabi Lūth tidak diutus kepada suatu kaum yang berkebangsaan, karena ia
bukan dari kabilah, berbeda dengan Nabi Ṣālīh a.s, Nabi Hūd a.s, dan Nabi
Syu’aib a.s, mereka berasal dari jiwa kesukuan atau suatu bangsa.8
Tanda-anda arkeologi menunjukan bahwa pada pertengahan Zaman
Perunggu (sekitar 2000-1500 PM), daerah ini pernah menjadi daerah yang
subur makmur dengan air yang melimpah ruah untuk menopang
pertanian.9 Hal ini menjadi suatu nikmat bagi Nabi Lūth karena dapat
mengembala ternak-ternaknya dengan baik di sini.
Perlu digaris bawahi bahwa Nabi Lūth bukan termasuk kaum Sodom
dan Gomorah. Oleh karena itu di dalam al-Qur’an Lūth tidak disebutkan
“akhāhum” seperti pada Nabi Hūd, Nabi Ṣālīh dan Nabi Syu’aib,
denganmenyebutkan “kaum ‘Ad”“akhāhum Hūdan,”kaum “Tsamuh”
“akhāhumSālihān” dan “kaum Madyan” “akhāhum Syu’aiban.”.
7
Sami bin Abdullah al-Maghlouth, Atlas Sejarah Para Nabi dan Rasul: Menggali
Nilai-Nilai Kehidupan Para Utusan Allah, Penerjemah: Qasim Shaleh, Dewi Kournia
Sari, Cet I (Jakarta: Almahira, 2008), 45
8
Muhammad Ali Ash Shabuniy, Kenabian dan Para Nabi (Surabaya: PT Bina Ilmu,
1993), 420-421
9
Ali Audah, Nama dan Kata dalam Qur’an: Pembahasan dan Perbandingan, Cet. I,
101
32

Lūth sudah beriman kepada Allah sejak mengikuti ajaran dan


perjuangan Ibrāhīm. Lūth tinggal di daerah Sodom semenjak berpisah
dengan Ibrāhīm. Kemudian Nabi Lūth di utus oleh Allah untuk
menyampaikan pesan Islam kepada penduduk tersebut. Akan hal ini, Nabi
Lūth menganggap kaumnya seperti saudara-saudaranya sendiri, sama
halnya seperti yang biasa dilakukan oleh Nabi lainnya.10
2. Silsilah Nabi Lūth
Silsilah lengkap Nabi Lūth adalah Lūth bin Haran bin Azara bin Nahur
bin Saruj bin Ra’u bin Falij bin ‘Abir bin Syalih bin Arfahsad bin Syam
bin Nūh. Lalu ia menikah dengan seorang gadis bernama Ado, namun
pendapat lain ada yang mengatakan istrinya bernama Walihah. Nabi Lūth
mempunyai dua anak permepuan bernama Ratsiya dan Za’rita.11 Untuk
lebih jelasnya mengenai silsilah Nabi Lūth a.s. penulis membuat gambaran
silsilah pada lampiran.12
B. Kisah Nabi Lūth
Allah menyebutkan kisah Nabi Lūth dan kaumnya dalam beberapa ayat
di dalam al-Qur’an, di antaranya surah al-A’rāf ayat 80-84, al-Hūd ayat
69-83, al-Ḥijr ayat 51-77, asy-Syu’arā’ ayat 160-175, an-Naml ayat 54-58,
al-‘Ankabūt ayat 28-35, aș-Sāffāt ayat 133-138, dan al-Qamar ayat 33-
40.13 Dalam ceritanya penulis membagi ke dalam tiga bagian:

a. Kepergian Nabi Lūth Ke Kota Sodom

Ali Audah, Nama dan Kata dalam Qur’an: Pembahasan dan Perbandingan, 103
10
11
Muhammad Xenohikari, Kisah Hikayat Nabi Luth AS (Lot) Dalam Islam, 4
12
Sami bin Abdullah al-Maghlouth, Atlas Sejarah Para Nabi dan Rasul: Menggali
Nilai-Niai Kehidupan Para Utusan Allah, 95
13
Ibn Kāṡīr, Kisah Para Nabi: Sejarah Lengkap Perjalanan Hidup Para Nabi, Sejak
Adam A.S hingga Isa A.S, Penerjemah: Saefullah MS, Qaṣaṣ al-Anbiyaa (Jakarta: Qisthi
Press, 2015), 246-250
33

Lūth a.s. pergi dari tempat tinggal pamannya yaitu Ibrāhīm a.s. atas
perintah dan izinnya menuju sebuah daerah yang dikenal dengan
Gharzaghar, kemudian singgah di kota Sadum yaitu ibukota dari negeri
Ggarzaghar pada saat itu. Berbeda dengan nabi-nabi yang lain, Nabi Lūth
tidak berpesan tentang tauhid atau keesaan Allah, beliau tidak berkata
seperti nabi-nabi sebelumnya. Hal ini bukan berarti beliau tidak mengajak
mereka kepada tauhid, tetapi ada sesuatu yang buruk yang akan dan harus
beliau luruskan yaitu kebiasaan buruk mereka dalam bidang seks.14
Mereka melakukan kemaksiatan dalam hal baru yang belum pernah
dilakukan oleh seorang pun di dunia itu yaitu homoseksual (hubungan
seks antara laki-laki dengan laki-laki).15 Hal ini dilakukan bukan karena
tidak ada wanita tetapi memang karena kaum tersebut durhaka yang
melampiaskan syahwatnya kepada yang bukan seharusnya. 16Bahkan
bukan hanya homoseks, kaum Nabi Lūth juga melakukan perbuatan buruk
lainnya, seperti merampok dan mencuri.
Nabi Lūth menegaskan kepada kaumnya bahwa apa yang mereka
lakukan itu bukan hanya melanggar fitrah manusia tapi juga dapat
memutuskan perkembangbiakan manusia. Lūth juga mengatakan bahwa
perbuatan yang dilakukan kaumnya lebih buruk dari hewan karena hewan
saja masih memerlukan jenis kelamin lain untuk memuaskan nafsu
birahinya dan keinginan untuk mempunyai keturunan. Sedangkan
homoseks hanya bermaksud untuk memuaskan birahi saja. Hingga
akhirnya Lūth mencemooh dalam artian guna mengingatkan kaumnya
akan tingkah laku yang dilakukan, dengan setiap perkataan Nabi Lūth

14
M.Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), 189
15
Ibn Kāṡīr Kisah Para Nabi, 223
16
M.Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an,
188
34

yang diucapkan kepada kaumnya diakhiri dengan ucapan “Wahai kaumku,


kamu benar-benar golongan orang-orang yang melampaui batas”.17
b. Kerusuhan Kaum Nabi Lūth
Nabi Lūth menyuruh kaumnya untuk meninggalkan perbuatan keji
tersebut dan senantiasa beribadah dan menyembah hanya kepada Allah
SWT. namun tidak ada satu orang pun yang mendengarkan seruan nabi
sedangkan penduduk di sana menginginkan nabi beserta pengikutnya
untuk pergi dari kotanya. Mereka tidak pernah merasa risih atau takut
dengan perbuatan mereka, justru mereka semakin tenggelam dan terlena
dengan perbuatan buruk yang mereka lakukan. Sekalipun pada hakikatnya
mereka sedang berada di jurang kehancuran. Tidak hanya itu saja, mereka
juga mencuri, merampok dan melakukan perbuatan maksiat di tempat
terbuka. Mereka melakukan perbuatan maksiat bagaikan binatang bahkan
lebih keji dari binatang. Mereka juga tidak menyesali perbuatan mereka
dan mereka tidak memperdulikan apa yang akan terjadi di masa
mendatang. Akal dan jiwa mereka tidak pernah puas untuk melakukan
kejahatan.
Sehingga mereka berkata dengan kesombongannya, sebagaimana yang
tertera dalam al-Qur’an surah al-‘Ankabūt ayat 29:

‫اىنَّكم لتأتون الراجال وتقطعون السَّبيل ۙە وتأتون في ناديكم المنكر ِۗفما‬


٢١ ‫الصدقين‬ ٰ ‫ِّل ان قالوا ائتنا بعذاب ّٰللا ان كنت من‬
ٖٓ َّ ‫كان جواب قوم ٖ ٖٓه ا‬
“Datangkanlah kepada kami ażab Allah jika kamu (Nūh) termasuk
orang-orang benar.”

c. Kedatangan Malaikat Ke Kediaman Nabi Lūth


Suatu ketika Nabi Lūth memohon kepada Allah untuk membantunya
dalam menyelesaikan permasalah yang terjadi pada kaumnya. 18 Kemudian

17
Milik Badan Wakaf Universitas Islam Indonesia, Al-Qur’an dan Tafsirnya, 478-
479
35

Nabi Lūth berdo’a: “Ya Tuhanku, tolonglah aku (denga menimpakan


ażab) atas kaum yang berbuat kerusakan ini:”. (Q.S. al-‘Ankabūt: 30).
Lantas, Allah SWT. pun mengutus para malaikat untuk mendatangi
kediaman Nabi Lūth. Sebelum para malaikat sampai di rumah Nabi Lūth,
malaikat terlebih dahulu menemui Nabi Ibrāhīm yang bertujuan untuk
menyampaikan kabar gembira bahwa ia akan memperoleh seorang anak
laki-laki yang suci, dan para malaikat juga membawa kabar bahwa
mereka akan pergi ke tempat Nabi Lūth untuk menimpakan ażab besar
kepada kaumnya.19Allah SWT. berfirman dalam QS. Al-‘Ankabūt ayat
31-32:

‫و ل َّم ا ج ۤا ء ت ر س ل ن ا ٖٓ ا ب ٰر ه ي م ب ال ب ش ٰر ۙى ق ال ٖٓو ا ا ن َّا م ه ل ك ٖٓو ا‬


‫ ق ال ا َّن ف ي ه ا‬٨١ ْۚ ‫ظ ل م ي ن‬ ٰ ‫ا ه ل ٰه ذ ه ال ق ر ي ة ْۚا َّن ا ه ل ه ا ك ان و ا‬
‫ل و ط ً ا ِۗق ال و ا ن ح ن ا ع ل م ب م ن ف ي ه ا ِۖ ل ن ن اج ي ن َّه و ا ه ل ه ٖٓ ا َِّّل ام ر ا ت ه‬
٨٢ ‫ك ان ت م ن ال ٰغ ب ر ي ن‬
“Dan tatkala utusan Kami (para malaikat) datang kepada Ibrahim
membawa kabar gembira, mereka mengatakan, "Sesungguhnya kami
akan menghancurkan penduduk (Sodom) ini; sesungguhnya
penduduknya adalah orang-orang yang zalim.”(31) Berkata Ibrahim,
"Sesungguhnya di kota itu ada Lut.” Para malaikat berkata, "Kami
lebih mengetahui siapa yang ada di kota itu. Kami sungguh-sungguh
akan menyelamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali istrinya.
Dia adalah termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan).”(32)
(Q.S. al-‘Ankabūt: 31-32)

Para ahli tafsir berkata: “Setelah rombongan para malaikat yang terdiri
dari Jibril, Mikail, dan Israfil berangkat meninggalkan tempat Ibrāhīm lalu
malaikat bergegas untuk pergi ke negeri Sodom dengan menyamar sebagai
laki-laki tampan, hal demikian sebagai ujian untuk para kaum Lūth. Lalu
para malaikat bertemu langsung dengan Nabi Lūth a.s. pada saat matahari
terbenam. Lūth memiliki kehawatiran atas tamunya (malaikat) tersebut,

18
Syaikh Salim bin Ied al-Hilali, Kisah Shahih Para Nabi, Penerjemah: M. Abdul
Ghoffar (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2009), 363
19
Muhammad Ali al-Ṣabuniy, Kenabian dan Para Nabi, 423
36

khawatir jika kaumnya akan berbuat yang tidak pantas kepada tamunya
tersebut dengan mengira bahwa tamunya adalah manusia biasa.
Sebagaimana yang telah dipaparkan dalam al-Qur’an surah Hūd ayat 77
berikut ini.
ً ‫و ل َّم ا ج ۤا ء ت ر س ل ن ا ل و ط ً ا س يۤ ء ب ه م و ض اق ب ه م ذ ر‬
‫ع ا َّو ق ال‬
١١ ‫ب‬ ٌ ‫ٰه ذ ا ي و ٌم ع ص ي‬
“Dan tatkala datang utusan-utusan Kami (para malaikat) itu kepada
Lūth, dia merasa susah dan merasa sempit dadanya karena kedatangan
mereka, dan dia berkata: “Ini adalah hari yang paling sulit”.(Q.S. Hūd
: 77).20

As-Sadi juga berkata : “Para malaikat tiba di tempat Nabi Lūth pada
siang hari. Sesampainya di sana mereka bertemu dengan putri Nabi Lūth
Lalu mereka berbincang, dan akhirnya putri Nabi Lūth pergi untuk
memanggil ayahnya. Seraya berkata kepada ayahnya bahwa ada beberapa
pemuda yang ingin menemui ayahnya. Kemudian para malaikat pun
datang ke rumah Lūth dan tidak ada satu orang pun kaumnya yang
mengetahui kedatangan mereka kecuali anggota keluarganya termasuk
istrinya. Akan tetapi, istri Nabi Lūth pergi keluar rumah dan mengabarkan
kepada kaumnya bahwa di rumahnya ada beberapa laki-laki tampan yang
sedang menemui suaminya (Nabi Lūth), lalu kaumnya pun bergegas pergi
ke rumah Lūth untuk bertemu dengan tamunya Lūth.21
Memang dijelaskan di dalam al-Qur’an bahwa istri Nabi Lūth adalah
termasuk ke dalam golongan orang-orang yang dibinasakan atas sikap
ketidaktaatan terhadap suaminya. Sama halnya seperti istri Nabi Nuh,
kedua istri nabi tersebut Allah hukum dengan memasukannya ke dalam
neraka.

20
Syaikh Salim bin Ied al-Hilali, Kisah Shahih Para Nabi, 365-366
Ibn Kāṡīr, Kisah Para Nabi: Sejarah Lengkap Perjalanan Hidup Para Nabi, Sejak
21

Adam A.S hingga Isa A.S, 255


37

Nabi Lūth sudah melarang kaumnya untuk masuk ke dalam rumahnya


namun kaumnya mendesak dan memaksa untuk masuk. Lūth berkata:
“Seandainya aku mempunyai kekuatan (untuk menolak kalian) atau aku
dapat berlindung kepada keluarga yang kuat (tentu aku lakukan).” (Q.S.
Hūd : 80). Dengan kekhawatiran Lūth tersebut lalu malaikat berkata:
“Wahai Lūth, sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu, sekali-
kali mereka tidak akan mengganggumu.” (Q.S. Hūd : 81).
Sesampainya kaum Lūth ke rumah Lūth, Lūth melarang kaumnya
untuk berbuat keji seperti yang biasa mereka lakukan dan Nabi Lūth pun
menjelaskan kepada tamunya bahwa di antara kaumya tidak ada seorang
pun yang berakhlak baik, mereka semua orang-orang kafir yang
menentang agama Islam.
Para ahli tafsir menjeaskan: bahwa jibril keluar rumah menemui kaum
Lūth lalu mengepakan sayapnya kepada kaum Lūth sehingga ada yang
mengatakan mata mereka menjadi buta dan akhirnya mereka kembali
pulang ke rumahnya masing-masing dengan jalan meraba-raba dinding.22
Sebagaimana yang Allah swt. perintahkan kepada malaikat Jibril untuk
menyimpan kedua sayapnya di bawah tanah yang dihuni kaum Lūth lalu
diangkatnya dari akar-akarnya hingga terbang ke langit lalu dinaikkan.
Dan jibril pun memenuhi perintah Allah SWT.23
Di situlah para malaikat menyuruh Lūth dan keluarganya untuk segera
pergi meninggalkan kota Sodom pada tengah malam kecuali istrinya,
karena ada pengecualian bahwa istrinya termasuk orang yang tertinggal.
Dan malaikat juga melarang Nabi Lūth dan keluarganya untuk menoleh

22
Ibn Kāṡīr, Kisah Para Nabi: Sejarah Lengkap Perjalanan Hidup Para Nabi, Sejak
Adam a.s. hingga Isa a.s., 257
23
Jihad Muhammad Hajjaj, Umur dan Silsilah Para Nabi, Penerjemah: Muhammad
Yusuf Shandy, 88
38

ke belakang. Kemudian para malaikat menyampaikan kabar kepada Lūth


mengenai pembinasaan terhadap kaumnya yang kafir itu.
d. Kehancuran Kaum Sodom
Setelah Lūth dan pengikutnya berhasil pergi meninggalkan kota Sodom
maka turunlah ażab Allah SWT. yang tidak dapat di hindari. Yakni, Allah
SWT. menghujani negeri itu dengan batu-batuan hingga hancur
berantakan. Di setiap batu tertulis nama maasing-masing orang yang akan
ditimpanya, baik orang itu sedang berada di negeri itu ataupun sedang
berada di luar negeri. Dalam Q.S. al-Syu’arā’ ayat 173 dijelaskan:

١١٨ ‫و ا م ط ر ن ا ع ل ي ه م َّم ط ًر ْۚا ف س ۤا ء م ط ر ال م ن ذ ر ي ن‬


“Dan kami hujani mereka dengan hujan (batu), maka sangat jelek hujan
yang menimpa orang-orang yang telah diberi peringaan itu”.24 (Q.S.
Asy-Syu’arā’: 173)

24
Syaikh Salim bin Ied al-Hilali, Kisah Shahih Para Nabi, Penerjemah : M. Abdul
Ghoffar, 374-375
BAB IV
ANALISIS PESAN MORAL DARI KISAH NABI LŪTH A.S.
Di dalam al-Qur’an banyak sekali kisah-kisah menarik yang
diceritakan terutama di dalam surah al-A’rāf, termasuk kisah Nabi Lūth ini
diceritakan pada ayat 80-84. Dalam bab ini akan di bagi ke dalam dua sub
bab. Di sub bab pertama akan dipaparkan mengenai profil surah al-A’rāf
yang disertai dengan teks ayat dan terjemah serta munāṣabah ayat. Lalu
dalam sub kedua akan dipaparkan mengenai inti permasalah dalam skripsi
ini yaitu pesan moral yang terkandung dalam kisah Nabi Lūth dan
Kaumnya. Berikut penjelasannya.
A. Profil Surah Al-A’rāf Ayat 80-84
Secara harfiah surah al-A’rāf berarti tempat-tempat tertinggi. Surah
al-A’rāf terdiri dari 206 ayat, keseluruhannya turun di Mekkah sebelum
Nabi Saw. berhijrah ke Madinah.1Surah al-A’rāf adalah surah Makkiyah.
Surah ini merupakan surah ke 7 dari urutan surah dalam al-Qur’an dan
merupakan yang ke 39 dari segi penurunannya. Ia turun sebelum surah al-
Jinn dan sesudah surah Șād.2 Tidak jauh beda dengan surah-surah yang
lain, surah Makkiyah ialah menetapkan prinsip-prinsip dakwah Islam,
pengesaan Allah SWT., penetapan wahyu, kebangkitan dan pembalasan
hari akhir. Di bagian awal surah ini memaparkan bahwa al-Qur’an
merupakan mukjizat Nabi Muḥammad yang abadi dan merupakan
kekuasaan Allah yang nyata.3

1
M.Quraish Shihab, Al-Lubab: Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-Surah al-
Qur’an, Cet I (Tangerang: Lentera Hati, 2012), 405
2
Rachmat Taufiq Hidayat, Khazanah Istilah Al-Qur’an, Cet I (Bandung: Mizan,
1989),172
3
Muhammad Ali al-Ṣabuny, Cahaya Al-Qur’an: Tafsir Tematik Surah Al-A’rāf-
Yūnus, Penerjemah: Kathur Suhardi, Cet. 1 (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2000),1
39
40

Surah al-A’rāf merupakan surah pertama yang memaparkan secara


lebar dan rinci kisah para nabi yaitu Nabi Nūh, Nabi Hūd, Nabi Ṣalīh,
Nabi Lūth, Nabi Syu’aib dan Nabi Mūsa. Di sini dijelaskan mengenai
kezhaliman, pembangkangan, pendustaan dan penganiaayaan yang para
nabi hadapi dari kaumnya, hingga Allah lah yang membantunya.4 Di
dalam surah ini juga menguraikan tentang nikmt-nikmat Allah.
Tujuan dari surah al-A’rāf adalah sebagai peringatan atau ancaman
siksa Allah terhadap ketidak taatannya manusia kepada para nabi yaitu
kepercayaan tauhid, kebajikan, dan lain sebagainya.5 Selain itu juga surah
al-A’rāf bertujuan untuk mengingatkan manusia bahwa pada hakekatnya
manusia tidak memiliki kemampuan apapun. Juga tidak memiliki
kekuatan apapun, kecuali atas bantuan Allah SWT. artinya manusia
diharuskan berserah diri kepada Allah setelah apa yang mereka lakukan
semaksimal mungkin. Dengan cara berpegang teguh kepada-Nya, agama-
Nya dan Rasul-Nya.6
1. Teks Ayat dan Terjemahannya

‫انَّكم لتأتون الراجال شهوةً امن دون الناس ۤا ِۗء بل انتم قو ٌم ُّمسرفون‬
‫ِّل ان قال ٖٓوا اخرجوهم امن قريتك ْۚم انَّهم‬
ٖٓ َّ ‫ وما كان جواب قوم ٖ ٖٓه ا‬١١
‫ فانجي ٰنه واهل ٖٓه ا َِّّل امراته كانت من ال ٰغبرين‬١٢ ‫اناسٌ يَّتطهَّرون‬
ࣖ ‫ وامطرنا عليهم َّمطر ًِۗا فانظر كيف كان عاقبة المجرمين‬١٨
١٨
“Dan (Kami juga telah mengutus) Lūth (kepada kaumnya). (Ingatlah)
tatkala dia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mengerjakan
perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun
(di dunia ini) sebelummu?" (80) Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki
untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita,

Muhammad Ali al-Ṣabuny, Cahaya Al-Qur’an : Tafsir Tematik Surah Al-A’raf-


4

Yunus, 5
5
M.Quraish Shihab, Al-Lubab: Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-Surah al-
Qur’an, 406
6
M. Quraish Shihab, Al-Qur’an dan Maknanya, Cet (Tangerang: Lentera Hati,
2010),12
41

malah kamu ini adalah kaum yang melampaui bata.s.(81) Jawab


kaumnya tidak lain hanya mengatakan: "Usirlah mereka (Lūth dan
pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; sesungguhnya mereka adalah
orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri". (82) Kemudian Kami
selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali isterinya; dia
termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan).(83) Dan Kami
turunkan kepada mereka hujan (batu); maka perhatikanlah bagaimana
kesudahan orang-orang yang berdosa itu”.(84)

2. Keterkaitannya dengan Surah Al-A’rāf Secara Keseluruhan


Surah al-A’rāf adalah surah yang merincikan persoalan yang diurai
pada surah al-An’ām., terkhusus menyangkut kisah para nabi. Beberapa
kisah nabi diuraikan di dalam surah al-A’rāf ini. Mengapa demkian,
karena untuk mengingatkan kepada kita sebagai manusia bahwa seorang
nabi dan rasul di utus oleh Allah SWT. bukan untuk didustakan melainkan
untuk diikuti dan dihormati, karena sesungguhnya Allah tidak akan
mengutus seorang Rasul jika tanpa sebab. Di dalam surah al-A’rāf ini pula
diperingatkan bahwa ancaman Allah memang nyata, baik di dunia maupun
di akhirat. Sebagimana diceritakan pada surah sebelumnya yaitu surah al-
An’ām.7
3. Munāṣabahnya dengan Ayat-Ayat Sebelumnya
Q.S. Al-A’rāf ayat 80-84 ini berkaitan dengan beberapa ayat
sebelumnya.Yaitu sama-sama menjelaskan tentang kisah para nabi a.s.
yang diperangi dan dizholimi oleh kaumnya sendiri, seperti kisah Nabi
Șḥālêh a.s. yang dijelaskan pada ayat 73-79. Kaum Nabi Șḥālêh a.s. juga
melakukan kedurhakaan dan kedzholiman, Allah titipkan kepada mereka
seekor unta melalui kemukjizatan Nabi Șḥālêh a.s., akan tetapi kaumnya
memilih untuk menyembelihnya daripada menjaganya, sekalipun Nabi
Șḥālêh a.s. telah berpesan agar tidak melakukan hal apapun terhadap unta
tersebut. Kemudian Allah musnahkan mereka dengan menurunkan ażab

7
M. Quraish Shihab, Al-Qur’an dan Maknanya, 11
42

berupa gempa yang sangat hebat yang membuat mereka mati di tempat
tinggalnya sendiri. Lalu ayat 80-84 menegaskan ulang tentang hukuman
Allah kepada kaum yang durhaka.
Kemudian setelah ayat 84 yakni ayat 85 yang dilanjutkan dengan kisah
Nabi Syu’aib a.s. hingga pada ayat 93. Kisah Nabi Syu’aib dan kaumnya
pun tidak jauh berbeda dengan kisah-kisah Nabi yang lainnya, kisah Nabi
Syu’aib juga memaparkan tentang kedurhakaan yang telah dilakukan oleh
kaumnya. Mereka menyembah kepada “Aikah” yaitu semak belukar yang
melilit pepohonan. Mereka juga melakukan kecurangan dalam
perdagangan mereka.8 Akibat perbuatan buruk tersebut, maka Allah
turunkan ażab berupa hawa udara yang sangat panas sehingga
megeringkan kerongkongan dan membakar kulit. Lalu Allah jatuhkan
percikan-percikan api di atas gumpalan awan hitam disertai petir dan
angin yang membuat mereka melayang dengan serta merta.
Sehingga, nampaklah sudah adanya keterkaitan antara ayat 80 dengan
ayat-ayat sebelumnya dan ayat 84 dengan ayat-ayat sesudahnya, di mana
pada ayat-ayat tersebut menceritakan tentang suatu kaum yang mendapat
ażab dan dimusnahkan oleh Allah SWT. atas kedurhakanan yang mereka
perbuat. Sehingga dari kisah inilah dapat dijadikan pelajaran untuk kaum
selanjutnya.
4. Tafsiran Globalnya
Ayat ini menceritakan tentang nasihat Nabi Lūth kepada kaumnya yang
melakukan perbuatan keji. Nabi Lūth mengatakan bahwa perbuatan
mereka yaitu homoseks adalah kejahatan besar yang belum pernah
dilakukan sebelumnya dalam cakupan satu masyarakat yang bisa

8
Sami bin Abdullah al-Maghlouth, Atlas Sejarah Para Nabi dan Rasul: Menggali
Nilai-Niai Kehidupan Para Utusan Allah,133
43

dikatakan sebagai sebuah tradisi. Jadi, tradisi homoseks pada kaum Nabi
Lūth adalah kaum pertama yang melakukannya.
Nabi Lūth menyebut perbuatan homoseks dengan istilah fāhisyāh yang
menunjukan bahwa itu kejahatan besar. Sedangkan pelakunya disebut
sebagai musrifūn (melampaui batas). Nasihat demi nasihat yang telah
disampaikan oleh Nabi Lūth terhadap kaumnya dibalas dengan hinaan
serta pengusiran Nabi Lūth dan orang-orag yang menyertainya. Akan hal
inilah Allah menghukum mereka dengan hujan batu sekalipun di dalam
kota itu terdapat istri nabi, yang karena sikapnya yang mendukung pelaku
homoseks. Atas adanya kisah inilah yang akan menjadi pelajaran untuk
kaum setelahnya.
B. Analisis Pesan Moral dari Kisah Nabi Lūth a.s.
Kisah Nabi Lūth a.s. adalah salah satu kisah yang diceritakan secara
terperinci di dalam al-Qur’an. Yaitu tentang seorang nabi yang diutus
Allah SWT. ke suatu negeri atau daerah untuk menyeru penduduk tersebut
agar taat dan beriman kepada Allah SWT. negeri tersebut bernama Sodom.
Namun berbeda dengan nabi-nabi lainnya, Nabi Lūth a.s. tidak
berpesan mengenai tauhid atau keesaan Allah SWT., namun bukan berarti
beliau tidak mengajak mereka kepada tauhid, akan tetapi menurutnya ada
sesuatu yang hendak dan harus beliau luruskan beserta penelusuran akidah
mereka yaitu kebiasaan buruk yang dilakukan mereka dalam bidang seks. 9
Kisah Nabi Lūth a.s. juga merupakan salah-satu kisah di mana problem
yang terjadi pada masanya terjadi pula di zaman sekarang, khususnya di
Indonesia dan umumnya di negara-negara lain.
Secara umum kaum Nabi Lūth a.s. merupakan kaum yang mengingkari
syari’at Allah, mengingkari fitrah manusia, lalu Allah buktikan ke Maha

9
Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, 189
44

Esaan-Nya kepada kaum Lūth a.s. dengan menurunkan ażab atas perbuaan
buruk yang mereka lakukan.
Terdapat beberapa pesan kehidupan yang dapat dipetik dari kisah Nabi
Lūth a.s. dan kaumnya ini di antaranya:
a. Teguh Dalam Kebenaran
Allah menjelaskan dalam Q.S. al-A’rāf ayat 82:

ٌ‫ِّل ان قال ٖٓوا اخرجوهم امن قريتك ْۚم انَّهم اناس‬


ٖٓ َّ ‫وما كان جواب قوم ٖ ٖٓه ا‬
١٢ ‫يَّتطهَّرون‬
“Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: "Usirlah mereka (Lūth
dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; sesungguhnya mereka
adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri". (Q.S. Al-
A’rāf: 82)

‫”أخرجوهم‬Usirlah mereka”. Dalam bentuk jamak. Maknanya adalah


“Usirlah Lūth dan orang-orang yang menganut agamanya dari
kampungmu”.10 Artinya ayat tersebut bermakna bukan hanya untuk Nabi
Lūth a.s. saja tetapi juga untuk para pengikut Lūth.
Ayat ini menjelaskan betapa hancurnya akhlak penduduk kaum itu.
Jawaban yang mereka lontarkan kepada Nabi Lūth adalah bentuk bahwa
mereka tidak ada niatan sedikit pun untuk meninggalkan kebiasaan buruk
mereka itu.11 Mereka tidak pernah menerima kedatangan Nabi Lūth.
Mereka menolak bahwa perbuatan yang mereka lakukan dianggap sebagai
perbuatan kotor. Maka dari itu mereka berkata yang tertera pada ayat di
atas, dan alasan mereka berkata demikian karena mereka beranggapan
bahwa Nabi Lūth dan pengikutnya hanyalah orang yang berpura-pura suci.
Mereka terbiasa hidup dengan kemaksiatan dan kekotoran akhlak
hingga tidak mau berubah. Maka dari itu mereka menolak ajakan untuk

10
Abū Ja’far Muḥammad bin Jarir Al-Ṭābāri, Tafsir al-Ṭābāri,penerjemah: Abdul
Somad, Yusuf Hamdani (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), 299
11
Hamka, Tafsir Al-Azhār, Juz VIII (Jakarta : Pustaka Panjimas, 1984), 290
45

mensucikan diri tersebut. Perumpamaan perbuatan mereka itu adalah


seperti hewan yang hidup dengan memakan kotoran, bila dipelihara dalam
lingkungan yang bersih, dia malah akan mati.12
Namun Nabi Lūth tidak pernah putus asa, beliau selalu teguh dalam
kebenaran, beliau selalu percaya bahwa kelak akan ada bukti keajaiban
Allah terhadap kaumnya, walaupun beliau sendiri tidak pernah tau
keajaiban apa yang akan terjadi di masa yang akan datang.
Nabi Lūth telah berulang kali mengingatkan dan menegur kaumnya.
Beliau menegur dengan menyebutkan dua kedurhakaan lain yang
dilakukan kaumnya tersebut di antaranya yaitu menyamun dan melakukan
kemungkaran di tempat-tempat pertemuan mereka. Lalu mereka
menjawab “Datangkanlah kepada kami siksa Allah jika engkau termasuk
dalam kelompok orang-orang yang benar”.13
Di dalam Tafsir Al-Azhar karangan Prof. Dr. Hamka dipaparkan bahwa
kaum Nabi Lūth menjawab dengan jawaban yang cukup menyedihkan hati
Nabi Lūth a.s.yaitu mereka berkata :
“Biarlah kami di negeri ini dengan perangai kami. Biarkan kami
dikatakan kotor, keji, cabul, nista, busuk, suka hati kami. Siapapun
yang ingin hidup suci, tidak mau bermain dengan sesama laki-laki,
yang ingin teguh beribadah kepada Allah, boleh segera meninggalkan
kami”.14

Jawaban tersebut membuat Nabi Lūth a.s. dan pengikutnya semakin


yakin bahwa hanya Allah lah sang maha membolak-balikan hati. Beliau
meminta pertolongan kepada Allah lalu Allah keluarkannya beserta
pengikutnya dalam keadaan selamat.

12
Syekh Muḥammad Mutawali Syā’rāwi,Tafsir Syā’rāwi, Penerjemah: Tim Safir al-
Azhar, Cet. 1. (Medan: Duta Azhar, 2006), 694
13
M.Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an,
191-192
14
Hamka, Tafsir Al-Azhār, 290.
46

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pesan moral yang dapat


dipetik dari kisah Nabi Lūth dan Kaumnya salah satunya adalah teguh
dalam kebenaran. Walaupun dalam ayat tersebut tidak dijelaskan secara
rinci mengenai keteguhan Nabi Lūth dalam kebenaran, namun dalam
dialognya sudah dapat dipahami bahwa sikap Nabi Lūth memang selalu
percaya akan kebenaran Allah. Kita juga sebagai umat manusia harus
selalu yakin bahwa kebenaran akan selalu lebih tinggi dari pada
keburukan. Dengan ke Maha Agungan-Nya Allah akan menunjukan mana
yang hak dan mata yang bathil.
Sikap teguh dalam kebenaran ini harus selalu dimiliki oleh seorang
pendakwah karena jika seorang pendakwah tidak memiliki sikap demikian
maka ia akan merasa apapun yang ia lakukan tidak akan ada hasilnya. Hal
ini tidak hanya untuk seoranag pendakwah saja, namun setiap orang juga
harus memiliki sikap tersebut, karena jika ia memiliki sikap itu maka ia
akan selalu berfikir positif terhadap apa yang akan ia lakukan demi
kebaikan di masa mendatang.
b. Memuliakan Lawan Jenis Kelamin Sebagai Pasangan
Pesan selanjutnya adalah memuliakan lawan jenis kelamin sebagai
pasangan. Karena telah dipaparkan di pembahasan-pembahasan
sebelumnya bahwa kaum Nabi Lūth adalah kaum homoseksual. Mereka
melakukan kebiasaan buruk ialah menyukai lalu menikah dengan sesama
jenis yaitu laki-laki dengan laki-laki yang biasa kita sebut dengan
homoseksual. Mereka tidak mensyusukuri apa yang sudah Allah berikan
kepada setiap manusia yaitu lawan jenis sebagai pasangan hidup. Padahal
dalam al-Qur’an surah al-Rūm ayat 21 dan surah al-Żāriyāt ayat 49 Allah
SWT. telah menjelaskan:

‫ومن ٰا ٰيت ٖ ٖٓه ان خلق لكم امن انفسكم ازواجًا لاتسكن ٖٓوا اليها وجعل بينكم‬
٢١ ‫َّمو َّدةً َّورحمةً ِۗا َّن في ٰذلك ِّٰل ٰيت لاقوم يَّتف َّكرون‬
47

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan


untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih
dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (Q.S. Al-Rūm: 21)
٨١ ‫ومن ك ال شيء خلقنا زوجين لعلَّكم تذ َّكرون‬
“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu
mengingat kebesaran Allah”. (Q.S. Al-Żāriyāt: 49)

Kedua ayat di atas menjelaskan bahwa Allah menciptakan manusia


berpasag-pasangan agar kita selalu mengingat kebesaran Allah. Allah
menciptakan laki-laki dan perempuan dengan maksud dan tujuan
tersendiri yaitu untuk melanjutkan perkembangbiakan manusia tentunya
melalui jalan pernikahan.
Namun, apa yang dilakukan kaum Lūth sangatlah tidak mencerminkan
sikap kesyukuran terhadap nikmat Allah. Mereka melanggar fitrah
manusia. Mereka menghentikan proses perkembangbiakan manusia.
Mereka melalukan sesuatu yang bahkan hewan pun tidak pernah
melakukannya, itu artinya bisa dikatakan bahwa kaum Lūth lebih buruk
dari hewan.
Nabi Lūth a.s. berkata kepada mereka dalam penggalan Q.S. al-A’rāf
ayat 80 dan 81 berikut ini.

‫ولوطًا اذ قال لقوم ٖ ٖٓه اتأتون الفاحشة ما سبقكم بها من احد امن ال ٰعلمين‬
١١
“Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah (keji) itu, yang
belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?".
(Q.S. Al-A’rāf: 80)

١١ ‫انَّكم لتأتون الرا جال شهوةً امن دون الناس ۤا ِۗء بل انتم قو ٌم ُّمسرفون‬
“Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu
(kepada mereka), bukan kepada wanita . . .”. (Q.S. Al-A’rāf: 81)
48

‫ِن تْ م‬
Bahkan dalam ayat lain Nabi Lūth a.s. berkata :ْ‫ُتْنُم ت‬ ‫ال ََٰه مؤََل نء بَْنَ نات‬
َ َ‫ق‬
‫ي‬ ‫نن‬
َ ‫فَاعل‬ Nabi Lūth a.s. berkata: "Inilah puteri-puteriku (kawinlah dengan
mereka), jika kamu hendak berbuat (secara yang halal)". (Q.S. Al-Ḥijr:71)
Nabi Lūth a.s. memberi petunjuk atau arahan kepada mereka agar
mereka menikahi kaum wanita, namun mereka menolak dengan alasan
bahwa mereka tidak berselera dengan kaum wanita. 15 Bahkan ada
sekelompok ulama berpendapat mengenai sikap kaum Nabi Lūth terhadap
wanita yaitu ketika mereka bertemu wanita maka mereka melemparnya
dengan batu-batu kerikil lalu mereka mengasingkan dan membuangnya.16

Laki-laki adalah pasangan untuk wanita, begitupun sebaliknya. Firman


Allah: “… maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka
kawin lagi dengan bakal suaminya….” (Q.S. Al-Baqarah: 232)
Sebenarnya dalam islam menyukai sesama jenis secara wajar adalah
baik bahkan dianjurkan, misalnya dalam sebuah pertemanan atau
persahabatan. Sabda Nabi saw. “Siapa yang menyukai sesama
muslim/manusia, maka hendaklah ia menyampaikan kesenangan
kepadanya.” (HR. at-Tirmidzi melalui al-Miqdad). Dan disabda lain
juga Nabi berkata: “Ada tujuh kelompok yang aka dilindungi Allah di
bawah naungan-Nya pada hari tiada naungan kecuali naungan-Nya.
Salah satu di antaranya ialah dua orang yang berkasih-kasihan karena
Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Namun beda halnya jika senangnya itu berkaitan dengan nafsu birahi.
Itulah yang termasuk ke dalam dosa besar. Karena itu bertentangan
dengan kodrat manusia yang seharusnya menyukai kepada lawan jenis.
Dan sudah jelas hal itu juga dilarang agama.17
Masing-masing adalah pasangan bagi yang lain. Laki-laki tidak
mungkin menjadi sempurna jika sendirian. Begitu juga wanita. Maka

15
Syaikh Shāfiyyūrrahmān al-Mūbārākfūri, Tafsir Ibn Kāṡīr, Jilid 3, Cet.
14,Penerjemah: Ahmad Syaikhu (Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2017), 620
16
Syaikh Imam Al-Qūrṭūbī, Tafsir Al-Qūrṭūbī, Cet. I, Penerjemah: Muhyiddin Mas
Rida &Muhammad Rana Mangela (Jakarta: Pusaka Azzam, 2009), 870
17
M. Quraish Shihab, M.Quraish Shihab Menjawab: 101 Soal Perempuan yang Patut
Anda Ketahui(Jakarta: Lentera Hati, 2010), 48-49
49

sudah seharusnya laki-laki dan wanita disatukan untuk menjadi sempurna


dan saling melengkapi. Karena ada sisi kekurangan pada diri laki-laki
yang hanya bisa dilengkapai oleh wanita. Begitu pula terdapat kekurangan
dari diri wanita yang hanya bisa dilengkapi oleh laki-laki. Selain itu juga
memang sudah kodranya manusia laki-laki berpasangan dengan wanita.18
Maka kita sebagai umat muslim patutlah bersyukur dengan apa yang
kita punya. Lakukan apa yang seharusnya dilakukan dan tinggalkan apa
yang seharusnya ditinggalkan. Karena sesungguhnya Allah maha
mengetahui.

c. Kesepakatan dalam Kemungkaran Penyebab Murka Allah


Pesan selanjutnya yaitu kesepakatan dalam kemungkaran penyebab
murka Allah.Allah SWT. telah memaparkan secara jelas di dalam al-
Qur’an perihal syari’at islam, mengenai yang hak dan yang bathil,
mengenai yang haram dan yang tidak, dan lain sebagainya. Sering kali
manusia mengabaikan apa yang sudah Allah perintahkan. Padahal selain
menjelaskan kebolehan dan ketidak bolehan dalam Islam, Allah juga
menjelaskan akibat dari apa yang sudah manusia lakukan, baik itu berupa
akibat baik maupun akibat buruk.
Dalam hal ini Allah membuktikan akibat perbuatan buruk manusia
dengan menurunkan ażab kepada kaum Nabi Lūth. Karena sesungguhnya
para nabi sudah dianugerahi bukti kebenaran yang diberikan kepada orang
yang menentang dan tidak menerima kenabiannya.19 Seperti yang sudah
kita ketahui kaum Lūth memang kaum yang sangat bertentangan dengan

18
Shalah Al-Khalidy, Kisah-Kisah Al-Qur’an: Pelajaran dari Orang-Orang Dahulu,
Cet I, Penerjemah: Setia Budi Utomo (Jakarta: Gema Insnai Press, 2000), 47-48
19
M.Quraish Shihab, Al-Lubab: Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-Surah al-
Qur’an, Cet I, 443
50

syari’at Islam. Mereka tidak mempercayai keesaan Allah. Mereka


mengabaikan nabi yang di utus Allah kepadanya. Dalam al-Qur’an Allah
berfirman dalam surah al-A’rāf ayat 84 yang berbunyi:

١٨ ࣖ ‫وامطرنا عليهم َّمطر ًِۗا فانظر كيف كان عاقبة المجرمين‬


“Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu); maka perhatikanlah
bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu”. (Q.S. Al-A’rāf:
84)
Al-Imtār (menghujankan) maksudnya adalah kami turunkan kepada
mereka hujan yang aneh yaitu batu-batu dan dengan itulah kaum Nabi
Lūth dilempari. Di dalam surah Hūd dan Ḥijr disebutkan bahwa batu-batu
tersebut berasal dari tanah terbakar yang diberikan tanda. Yaitu ditandai
dengan tanda putih kemerah-merahan.20
‫ فانظر‬lihatlah. Maksudnya ambillah pelajaran dari apapun yang kamu
lihat. Dalam kisah ini Allah menegaskan bahwa siapapun yang berbuat
jahat atau menentang syari’at Islam atau menentang apa yang disampaikan
para Rasul-Nya maka Allah akan turunkan hukuman berat kepadanya.21
Allah SWT. telah menjanjikan apapun kepada manusia baik itu
perjanjian buruk atau sebaliknya. Maka kita sebagai umat muslim patutlah
menuruti apapun yang dirintahkan oleh syari’at. Tidak akan pernah rugi
orang-orang beriman dan beramal sholeh karena sesungguhnya Allah
maka bijaksana.
d. Manusia Bertanggung Jawab Atas Pilihannya
Pesan selanjutnya yakni manusia bertanggung jawab atas pilihannya
sendiri. Pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial. Yaitu makhluk
yang tidak bisa hidup sendiri, yang selalu membutuhkan orang lain dalam
hidupnya, walaupun demikian tetap saja setiap orang atau makhluk hidup
berhak untuk menentukan sendiri roda kehidupannya. Seorang manusia
20
Ahmad Mustofā al-Mārāgī, Tafsir al-Mārāgī, Penerjemah: Bahmur Abu Bakar,
Hery Noer Aly, Anshori Umar Sitanggal, Jilid 8 (Semarang: CV Toha Putra, 1986), 365
21
Syekh Muḥammad Mutawali Syā’rāwî, Tafsir Syā’rāwī, 699
51

berhak menentukan pilihannya sendiri serta berhak memilih jalan mana


yang akan ditempuh untuk menjalani kehidupannya.
Di dalam Islam sendiri, telah dijelaskan baik itu laki-laki maupun
perempuan berhak untuk menentukan sendiri pasangan hidup mereka,
untuk masa depan dan demi keharmonisan dan kebahagiaan hidupnya.22
Dalam konteks ini adalah yang berkaitan dengan istri Nabi Lūth. Di
dalam al-Qur’an penggalan surah al-A’rāf ayat 83 disebutkan bahwa istri
Nabi Lūth termasuk orang yang tertinggal.

١٨ ‫فانجي ٰنه واهل ٖٓه ا َِّّل امراته كانت من ال ٰغبرين‬


“Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali
isterinya; dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan)”.

Maksud ayat ini yaitu Allah SWT. menyelamatkan Nabi Lūth dan para
pengikutnya dari timpahan ażab, terkecuali istrinya yang tidak beriman
kepadaNya dan tidak mengindahkan kata-kata Nabi Lūth dan memilih
bersekutu dengan kaum Nabi Lūth.
Jadi istri Nabi Lūth selalu mendukung para kaum Nabi Lūth, ia tidak
pernah menuruti arahan yang diberikan oleh suaminya, justru sebaliknya
ia malah lebih mendukung para kaum Nabi Lūth. Salah satu bukti bahwa
istri Nabi Lūth lebih mendukung Kaum Nabi Lūth dari pada suaminya
adalah ketika para rombongan malaikat mendatangi kediaman Nabi Lūth
yang menjelma menjadi laki-laki tampan dan gagah untuk
memberitahukan kabar mengenai penurunan azab Allah maka dengan
begitu semangatnya istri Nabi Lūth memberitahukan kepaada kaum Nabi
Lūth bahwa dikediamannya sedang ada rombongan laki-laki tampan dan
gagah, kemudian para Kaum Lūth pun begegas mendatangi kediaman
Nabi Lūth karena memang kaum Nabi Lūth mempunyai kebiasaan buruk
yaitu homoseks, dari cerita singkat tersebut dapat disimpulkan bahwa istri

22
Zaitunah Subhan, Al-Qur’an dan Perempuan: Menuju Kesetaraan Gender dalam
Penafsiran, Cet I (Jakarta: Kencana, 2015), 56
52

Nabi Lūth lebih mendukung kebiasaan buruk yang dilakukan kaum Nabi
Lūth dari pada mengikuti ajaran suaminya. Oleh karenanya, istri Nabi
Lūth termasuk ke dalam orang-orang binasa yang ditimpa ażab dunia dan
akhirat.23
Di dalam al-Qur’an disebutkan kisah istri Nabi Lūth berulang kali
dengan meggunakan lafal imrā’ātu Lūth. Lafal tersebut disandarkan
kepada Nabi Lūth yang artinya istrinya. Allah SWT. menjelaskan dalam
al-Qur’an surah al-Taḥrīm ayat 10:
ِۗ‫ّللا م ث ًّل ل ا ل َّذ ي ن ك ف ر وا ام ر ا ت ن و ح َّو ام ر ا ت ل و ط‬ ٰ ‫ضرب‬
‫ك ان ت ا ت ح ت ع ب د ي ن م ن ع ب اد ن ا ص ال ح ي ن ف خ ان ٰت ه م ا ف ل م ي غ ن ي ا‬
١١ ‫الد خ ل ي ن‬ ٰ ‫عنهما من‬
ٰ ‫ّللا ش ي و ًا َّو ق ي ل اد خ ّل ال ن َّ ار م د‬
“Allah membuat isteri Nūh dan isteri Lūth sebagai perumpamaan bagi
orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang
hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua isteri itu
berkhianat kepada suaminya (masing-masing), maka suaminya itu tiada
dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan
(kepada keduanya): "Masuklah ke dalam jahannam bersama orang-
orang yang masuk (jahannam)". (Q.S. Al-Taḥrīm: 10)
Maksud dari ayat di atas adalah jika istri nabi menentang ajaran
suaminya yaitu ajaran agama islam maka nabi pun tidak dapat
membelanya sekalipun itu istrinya. Istri Nabi Lūth a.s. dan Nabi Nūh a.s.
juga telah dijadikan contoh oleh Allah SWT. sebagai wanita kafir.24
Semua kisah tentang istri Nabi Lūth yang tertera dalam al-Qur’an
mengarah pada satu kesimpulaan, yaitu ia seorang istri yang
membangkang dan penuh kebohongan. Kedudukannya sama seperti itri
Nabi Nūh yaitu perempuan yang dikutuk dan dihukum Allah di dalam
neraka. Walaupun keduanya mempunyai suami seorang nabi, namun
kenyataannya kedekatan lahir dan batinnya itu tidak menjadikan mereka

Ahmad Mustofā al-Mārāgî, Tafsir al-Mārāgî, 364-365


23
24
Ainul Millah, Potret Wanita yang Diabadikan dalam Al-Qur’an, Cet. I (Solo: Tinta
Medina, 2015), 24-25
53

bisa selalu berbuat baik. Malah sebaliknya mereka menjadi seteru (musuh
pribadi) bagi suamninya.25
Allah SWT. menciptakan manusia berpasangan-pasangan adalah untuk
saling melengkapi satu sama lain, namun perlu disadari walaupun antara
suami dan istri menyatu dan mendarah daging namun tetap saja setiap
manusia mempunyai hati dan pikiran yang berbeda. Setiap orang punya
hak bahkan negera pun menetapkan undang-undang mengenai Hak Asasi
Manusia (HAM) begitu juga hak beragama.
e. Optimisme Terhadap Pertolongan Allah
Pesan yang terakhir adalah optimis terhadap pertolongan Allah.
Sebenarnya pesan ini sedikit lebih keluar dari fokus pembahasan ayat,
namun penulis merasa tidak ada salahnya jika dibahas sebagai tambahan
wawasan dan untuk lebih memperkuat pembahasan. Kemudian pesan ini
juga sebenarnya tidak jauh beda dengan pesan sebelumnya yaitu teguh
dalam kebenaran, namun di sini penulis akan lebih memaparkan mengenai
penyerahan diri Nabi Lūth kepada Allah atas apa yang dikehendaki-Nya,
memohon ampun kepada-Nya, dan memohon do’a atas segala yang terjadi
dan untuk apa yang akan terjadi.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), optimis adalah orang
yang selalu berpengharapan (berpandangan) baik dalam menghadapi
segala hal. Optimis adalah lawan kata dari pesimis. Pesimis yaitu orang
yang bersikap atau berpandangan tidak mengandung harapan baik
(khawatir kalah, rugi, celaka, dan sebagainya), atau pesimis juga bisa
dikatakan orang yang tidak punya harapan.26

25
Kaha Anwar, Bukan Perempuan Biasa, Cet I (Yogyakarta: DIVA Press, 2017), 69-
70
26
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 628&
678
54

Nabi Lūth adalah orang yang tidak pernah putus asa. Ia selalu berusaha
keras terhadap apa yang sudah Allah perintahkan kepadanya. Dalam
usahanya beliau tidak pernah putus berdo’a kepada Allah untuk
membantunya dalam dakwahnya. Salah satu bukti kekuasaan Allah lewat
do’a ialah dikabulkannya do’a Nabi Lūth yang terdapat dalam surah al-
‘Ankabūt ayat 30.

٨١ ࣖ ‫قال ربا انصرني على القوم المفسدين‬


Lūth berdoa: "Ya Tuhanku, tolonglah aku (dengan menimpakan ażab)
atas kaum yang berbuat kerusakan itu". (Q.S. Al-‘Ankabūt: 30)
Ayat di atas menjelaskan bahwa Nabi Lūth sudah tidak punya cara lain
untuk menangani sikap kaumnya. Nabi Lūth hanya bisa berdo’a dan
memohon ampun kepada Allah untuk membantunya dalam masalahnya.

Sabda Rasulullah saw.: “Tidak ada sesuatu yang lebih mulia disisi
Allah ta’ala dibandingkan do’a.”(HR. Ahmad, Bukhori, Tirmidzi, dan
Nasa’i).27

Satu hal yang menarik dari do’a Nabi Lūth di atas adalah bahwa Nabi
Lūth tidak pernah mendo’akan keburukan terhadap kaumnya karena ia
tahu betul bahwa Allah SWT. tidak akan membiarkan hamba-hamba-Nya
terus-menerus terjerumus ke dalam kezaliman. Maka dari itu Nabi Lūth
hanya berdo’a agar Allah SWT. menyelamatkannya dan keluarganya dari
orang-orang zalim itu.28
Iman adalah ketetapan hati. Maka dari itu berdo’alah dengan sepenuh
hati, penuh keimanan dan penuh keyakinan terhadap Allah29 jangan ragu

Nor Kholish Reefani, Agar Do’a Dikabulkan Allah: Menjadi Kaya, Mulia, dan
27

Masuk Surga(Jakarta: PT Elek Media Komputindo, 2013), 7


28
Syaikh Hamid AL-Ṭahir Al-Basyuni, Ensikloprdi Doa: Doa ara Nabi, Malaikat,
Sahabat, Tabi’in, dan Shalihin, Cet.I ,Penerjemah: Abdul Rosyad Siddiq (Bekasi: Darul
Falah, 2012), 69
29
Nor Kholish Reefani, Agar Do’a Dikabulkan Allah: Menjadi Kaya, Mulia, dan
Masuk Surga (Jakarta: PT Elek Media Komputindo, 2013), 7
55

akan kekuasaan Allah karena sesungguhnya Allah maha pemberi apa yang
hamba-Nya kehendaki selama hamba-Nya mau berikhtiar dan tawakal.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan penggambaran al-Qur’an mengenai kisah Nabi Lūth dan
Kaumnya yang terdapat pada beberapa surah, yang salah satunya adalah
surah al-A’rāf ayat 80-84. Penulis menyimpulkan bahwa manusia yang
baik ialah yang tetap teguh dalam kebenaran di manapun dia berada dan
tidak mudah terpengaruh oleh siapapun sekalipun oleh orang terdekatnya
(istrinya). Seperti halnya Nabi Yūsuf tetap menunjukan kebaikannya, baik
saat di penjara atau di istana.
Hal seperti itu juga bisa dilihat dari ketegasan Nabi Lūth ketika
menghadapi perbuatan kaumnya dan menilainya dengan fāḥisyah
(perbuatan keji). Nabi Lūth tidak pernah pantang menyerah dalam
menghadapi problem yang terjadi pada kaumnya, walaupun kaumnya
sendiri tidak pernah menerima kehadiranya sampai Allah SWT.
menurunkan ażab besar kepada kaumnya tersebut.
Dari kisah tersebut terdapat beberapa hikmah yang dapat dijadikan
pelajaran yang penulis bentuk ke dalam beberapa poin, di antaranya: teguh
dalam suatu tindakan yang bersifat kebenaran, memuliakan lawan jenis
kelamin sebagai pasangan, optimis terhadap pertolongan Allah, perbuatan
buruk yang pastinya akan mendatangkan akibat yang buruk pula
sebagaimana yang telah menimpa kaum terdahulu bagi penentang syari’at
Islam yang dibinasakan, dan yang terkhir adalah bahwa manusia
bertanggung jawab atas pilihannya sendiri.
Dari beberapa hikmah yang penulis simpulkan di atas adalah bahwa
semua yang dilakukan Nabi Lūth tidak pernah terlepas dari apa yang Allah
perintahkan kepadanya, berbagai tanggapan buruk yang kaumnya lakukan

56
57

terhadapnya tidak membuat Nabi Lūth berputus asa dalam mengobarkan


hukum Allah dan mengangungkan nama Allah SWT.
B. Saran
Penulis mengakui penelitian yang penulis lakukan kurang mendalam.
Maka penulis menyarankan kepada para peneliti selanjutnya yang ingin
membahas mengenai tema yang hampir sama agar melanjutkannya ke
pembahasan yang lebih mendalam seperti bagaimana pengaplikasian
pesan moral yang terkandung dalam kisah Nabi Lūth a.s. di kehidupan
sehari-hari, atau agarlebih mendetail dan tersusun rapi dengan
menggunakan kajian maudhui’. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat di
masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Lutfi, Prinsip Pendidikan Karakter dalam Al-Qur’an (Studi Atas
Kisah Nabi Musa AS dan Khidir dalam QS. Al-Kahfi: 60-
82),(Surakarta : IAIN Surakarta, 2017)

Anshori. Ulumul Qur’an : Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan,


Cet.3, Jakarta: Rajawwali Pers, 2016

Anwar, Rosihon, Ilmu Tafsir, Cet. III, Bandung: Pustaka Setia, 2005.
Al-Ṣalih, Subhi, Membahasa Ilmu-Ilmu al-Qur’an, Penerjemah : Tim
Pustaka Firdaus, Jakarta : Pustakan Firdaus, 1990.

Anwar, Kaha, Bukan Perempuan Biasa, Cet I Yogyakarta: DIVA Press,


2017

Al-Ṭābarī, Abu, Ja’far Muḥammad bin Jarir, Tafsir Al-Ṭābarī,


penerjemah: Abdul Somad, Yusuf Hamdani, Jakarta: Pustaka Azzam,
2008.

Audah, Ali, Nama dan Kata dalam Qur’an : Pembahasan dan


Perbandingan, Cet. I, Bogor: Pustaka Lentera AntarNusa, 2011.

Al-Basyuni, Syaikh Hamid Al-Ṭahir, Ensikloprdi Doa: Doa ara Nabi,


Malaikat, Sahabat, Tabi’in, dan Shalihin, Cet.I, Penerjemah: Abdul
Rosyad Siddiq, Bekasi: Darul Falah, 2012.

Chirzin, Muhammad, Permata Al-Qur’an, Jakarta: Gramedia Pustaka


Utama, 2014.
Dalimunthe, Sehat Sulltoni, Filsafat Pendidikan Akhlak, Cet I, Yogyakarta
: Deepublish, 2016.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1988.
Firman, Arham Junaidi, Studi Al-Qur’an (Teori dan Aplikasinya dalam
Penafsiraan Ayat Pendidikan), Cet. I, Yogyakarta: Diandra Kreaif,
2018.
Fitriyah, Tika, Stilistika Kish Nabi Lūth dalam Al-Qur’an, (Yogyakarta:
UIN Sunan Kalijaga, 2015)
Hajjaj, Jihad Muhammad, Umur dan Silsilah Para Nabi, Penerjemah :
Muhammad Yusuf Shandy, Jakarta : Qisthi Press, 2016.
58
59

Hanafi, Kisah 25 Nabi dan Rasul, Jakarta: Bintang Indonesia.


Hanafi, A, Segi-segi Ksusastraan pada Kisah-kisah Al-Qur’an, Cet I,
Jakarta: Pustaka Alhusna, 1984.
Hidayat, Mohamad Ilham, Nabi-Nabi dalam Al-Qur’an Surah Al-Anbiyā’,
(Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2015): h. 20,21,22
Hidayat, Tachmat Taufiq, Khazanah Istilah Al-Qur’an, Cet I, Bandung:
Mizan, 1989.
Al-Hilali, Syaikh Salim bin Ied, Kisah Shahih Para Nabi, Penerjemah : M.
Abdul Ghoffar, Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2009.
Husnil, Mardyah, Pesan Moral dalam Kisah Nabi Șḥālêh dan Kaumnya :
Sebuah Kajian Tematik”(Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2018)
Inayatul’aini, KisahHomoseksual Kaum Nabi Lūth dalam Al-Qur’an
menurut Penafsiran Musdah Mulia dan Husein Muhammad,
(Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2013).

Inayah, Eskandhita Nur, Nilai Pendidikan Moral dalam Kisah Nabi Lūth
dan Relevansinya Terhadap Pendidikan Agama Islam (Studi Deskriptif
Tafsir Ibnu Katsir), (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2014)

Istiyani, Arum, Pesan Akhlak Kisah Nabi Lūth Menurut Penafsir Al-
Qurţūbī dan M. Quraish Shihab,(Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga,
2016).

Katsir, Ibnu, Kisah Para Nabi, Penerjemah : M. Abdul Ghoffar, Cet. 16,
Jakarta : Pustaka Azzam, 2013.

Katsir, Ibnu, Kisah Para Nabi : Sejarah Lengkap Perjalanan Hidup Para
Nabi, Sejak Adam A.S hingga Isa A.S, Penerjemah : Saefullah MS,
Qaṣaṣ al-Anbiyaa, Jakarta: Qisthi Press, 2015.

Al-Khalidy, Shalah, Kisah-Kisah Al-Qur’an: Pelajaran dari Orang-Orang


Dahulu, Cet I, Penerjemah: Setia Budi Utomo, Jakarta: Gema Insnai
Press, 2000.

Lutfiana, Zahra, Hikmah dari Kisah Pelarian Nabi Mūsa Ke Kota Madyan
(Studi Atas Penafsiran QS. Al-Qaṣaṣ : 20-28), (Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah, 2018)
Maimunah, Siti, Pandangan Al-Qur’an Tentang Homoseksualitas (Kajian
Tafsir Tematik),(Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2018): 2.
60

Al-Maghlouth, Sami bin Abdullah, Atlas Sejarah Para Nabi dan Rasul:
Menggali Nilai-Niai Kehidupan Para Utusan Allah, Penerjemah:
Qasim Shaleh, Dewi Kournia Sari, Cet I, (Jakarta: Almahira, 2008), 45

Al-Marāgī, Ahmad Mustofa, Tafsir Al-Marāgī, Penerjemah: Bahmur Abu


Bakar, Hery Noer Aly, Anshori Umar Sitanggal, Jilid 8, Semarang: CV
Toha Putra, 1986.

Milik Badan Wakaf Universitas Islam Indonesia, Al-Qur’an dan


Tafsirnya, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1990.

Millah, Ainul, Potret Wanita yang Diabadikan dalam Al-Qur’an, Cet. I,


Solo: Tinta Medina, 2015.

Al-Mubarakfuri, Syaikh Shafiyyurrahman. Tafsir Ibn Kāṡīr, Jilid 3, Cet.


14,Penerjemah: Ahmad Syaikhu, Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2017.

Muhammad, Ahsin Sakho,Oase Al-Qur’an Penyejuk Kehidupan,Cet. III,


Penerbit Qaf,.

Nadzimah, Imalatul, Nilai-Nilai Pendidikan Akhak dari Kisah Nabi


Ibrāhīm (Kajian Tafsir Surah Aṣ-Ṣāffāt Ayat 100-111), (Jakarta: UIN
Syarif Hidayatullah, 2019)

Al-Najjar, Zaghlul, Buku Induk Mukjizat Ilmiah Hadis Nabi, Penerjemah :


Yodi Indrayadi, dkk, al-I’Jaz al-‘Ilmi fi al-Sunnah al-Nabawiyyah,
Kairo: Nahdet Misr, 2007

Al-Qattān, Mannā Khalil, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Penerjemah : Mudzakir


AS, Cet 18, Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2015.

Al-Qurṭubi, Syaikh Imam, Tafsir Al-Qurṭubi, Cet. I, Penerjemah:


Muhyiddin Mas Rida & Muhammad Rana Mangela, Jakarta: Pusaka
Azzam, 2009.
Ratnasari, Dwi, Sejarah Nabi-Nabi dalam Al-Qur’an,(Yogakarta: UIN
Sunan Kalijaga)

Reefani, Nor Kholish, Agar Do’a Dikabulkan Allah: Menjadi Kaya,


Mulia, dan Masuk Surga, Jakarta: PT Elek Media Komputindo, 2013.
61

Ridwan, Perilaku Seksual Menyimpang Kaum Nabi Lūth dalam Al-


Qur’an (Kajian Tafsir Maudhu’i), (Makassar: UIN Alauddin, 2018).

Sani, Ridwan Abdullah, Sains Berbasis Al-Qur’an, Jakarta: Bumi Aksara,


2015.

Al-Shabuniy, Muḥammad Ali , Kenabian dan Para Nabi, Surabaya: PT


Bina Ilmu, 1993.

Shihab, Quraish, Tafsir al-Mishbah : Pesan, Kesan, dan Keserasian al-


Qur’an, Jakarta: Lentera Hati, 2002.

Shihab, M.Quraish, Al-Lubab : Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-


Surah al-Qur’an, Cet I, Tangerang: Lentera Hati, 2012.

Shihab, M.Quraish, Al-Qur’an dan Maknanya, Cet I, Tangerang: Lentera


Hati, 2010.

Shihab, M. Quraish, M.Quraish Shihab Menjawab: 101 Soal Perempuan


yang Patut Anda Ketahui, Jakarta: Lentera Hati, 2010.

Siregar, Dina Rahtika,Kisah Istri Nabi Lūth dalam Al-Qur’an (Pesan-


Pesan Moral dibalik Ketidaktaaan Istri Nabi Lūth), (Yogyakarta: UIN
Sunan Kalijaga, 2016)

Subhan, Zaitunah, Al-Qur’an dan Perempuan: Menuju Kesetaraan


Gender dalam Penafsiran, Cet I, Jakarta: Kencana, 2015.

Suma, Muhammad Amin, Ulumul Qur’an, Cet I, Jakarta: Rajawali Pers,


2013

Syafe’I, Rachmat, Pengantar Ilmu Tafsir, Cet. II, Bandung: Pustaka Setia,
2012.

Sya’rawī, Syekh Muḥammad Mutawali, Syekh, Tafsir Sya’rawī,


Penerjemah : Tim Safir al-Azhar, Cet. 1. Medan: Duta Azhar, 2006.

Syobromalisi, Faizah Ali, Homoseksual, Gays, dan Lesbian dalam


Perspektif Al-Qur’an, UIN (Jakarta: Syarif Hidayatullah): 1

Tebba, Sudirman, Tafsir Al-Qur’an : Ayat-Ayat Seks, Jakarta: Pustaka


IrVan, 2000.
62

Ulummudin, Kisah Lut dalam Al-Qur’an (Pendekatan Semiotik Roland


Barthes), (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2013): 19

Xenohikari, Muhammad, Kisah Hikayat Nabi Lūth AS (Lot) Dalam Islam,


Xenohikari Dragon, 2016.

Zaenal Arifin, M, Khazanah Ilmu Al-Qur’an, Cet I, Tangerang: Yayasan


Masjid At-Taqwa, 2018.

Zaini, Hasan, LGBT dalam Perspektif Hukum Islam, Batuangkar: 2016.


63

Lampiran

Nuh

Sam
Nuh

Arfakhsyadz

Syalih
Sam
Nuh

Abir
Syalih
Sam
Nuh

Falij

Ra’u

Saruj

Nahur

Azar

Haran

Luth

Ratsiya Za’rita

Anda mungkin juga menyukai