NIM : P0 7534019221
Mata Kuliah : Toksikologi Klinik
Dosen : Sri Bulan Nasution, ST, M.Kes
Kelas : A RPL III
Sianida adalah senyawa kimia yang mengandung gugus siano C ≡ N, dengan atom
karbon terikat-tiga ke atom nitrogen. Pada sianida anorganik, seperti natrium sianida dan
kalium sianida, gugus CN ada sebagai ion sianida poliatomik yang bermuatan negatif (CN−);
senyawa ini, yang merupakan garam dari asam sianida, adalah senyawa yang sangat beracun.
[2]
Ion sianida bersifat isoelektronik dengan karbon monoksida dan nitrogen molekuler.
Sianida organik umumnya disebut nitril; gugus CN terhubung melalui ikatan kovalen dengan
gugus bermuatan karbon, seperti metil (-CH3) pada metil sianida (asetonitril). Karena tidak
melepas ion sianida, maka nitril umumnya lebih tidak beracun, atau seperti pada polimer
tidak larut seperti serat akrilik, maka sama sekali tidak beracun kecuali jika dibakar.
Asam sianida (HCN) adalah senyawa berbentuk cairan yang mudah menguap, biasa
digunakan dalam pembuatan asetonitril yang kemudian digunakan untuk produksi serat
akrilik, karet sintetis, dan plastik. Sianida juga digunakan dalam berbagai proses kimia,
seperti fumigasi, pengerasan besi dan baja, elektroplating, dan pemurnian bijih. Di alam,
bahan – bahan yang mengandung sianida terdapat dalam beberapa biji buah, seperti lubang
ceri dan biji apel. Sangat mudah untuk mengasumsikan bahwa kata “sianida” selalu identik
dengan racun yang mematikan. Dalam pandangan Kimia, sianida menggambarkan ikatan
rangkap tiga antara atom karbon dan nitrogen.
Asam sianida banyak ditemukan pada setiap produk yang sering kita gunakan namun
dalam dosis rendah atau sedikit seperti pada rokok, asap bermotor, dan sayuran seperti
bayam,bambu,kacang,tepug tapioka dan singkong dan juga ditemukan pada sintetik pada
industri serti pembuatan garam. Dan militer NATO (North American Treaty Organization)
adalah yang jenis cair yaitu asam hidrosianik (HCN). Oleh karena itu takaran sianida itu perlu
diketahui sehingga tidak menimbulkan dampak yang tidak diinginkan sianida tetapi jika dosis
sianida tinggi dapat mengakibatkan efek negatif dan juga bisa menimbulkan pada kematian.
Dalam beberapa kasus pembunuhan, racun sianida dipakai karena bisa memicu
kematian dalam hitungan menit. Jantung dan otak adalah 2 organ yang paling cepat
mengalami kematian dalam keracunan sianida, karena keduanya paling banyak membutuhkan
oksigen agar dapat berfungsi.
Keracunan sianida melalui saluran cerna kerap ditandai dengan perdarahan pada mukosa
(lapisan terluar) lambung. Darah berwarna pink atau cherry-red juga bisa mengindikasikan
keracunan sianida. Warna tersebut muncul karena oksigen tidak terserap oleh sel melainkan
menumpuk di darah.
Pada dosis yang lebih rendah, kehilangan kesadaran seseorang mungkin didahului
oleh kelemahan umum, pusing, sakit kepala, vertigo, kebingungan, dan kesulitan bernafas.
Pada tahap pertama dari ketidaksadaran, pernapasan seringkali cukup atau bahkan cepat,
meskipun keadaan korban berlangsung menuju koma, kadang disertai edema paru, dan pada
akhirnya menyerang jantung. Biasanya, konsumsi akut akan memiliki dramatis, onset yang
cepat, mempengaruhi jantung dengan cepat dan dapat menghentikan detak jantung secara
tiba-tiba. Keracunan sianida juga dapat langsung mempengaruhi otak dan menyebabkan
kejang atau koma. Jika sianida yang dihirup menyebabkan koma dengan kejang, apnea, dan
serangan jantung, kematian sudah dalam hitungan detik. Sianida tidak langsung
menyebabkan sianosis. Dosis fatal bagi manusia bisa terjadi mulai dari 1,5 mg / kg berat
badan. Berat tubuh sekitar 50 kg mungkin bisa mengalami kematian jika menelan minimum
75 mg sianida.
Kulit orang yang terkena racun sianida sianida kadang-kadang bisa menjadi sangat
merah muda atau merah ceri, dan berubah menjadi gelap, yang disebabkan oksigen yang
tertinggal di dalam darah dan tidak masuk ke dalam sel. Penderita mungkin juga bernapas
sangat cepat dan memiliki detak jantung sangat cepat atau sangat lambat. Terkadang napas
seorang yang keracunan bisa berbau seperti almond pahit, meskipun ini mungkin sulit
dideteksi.
Jalur masuk sianida atau bahan kimia umumnya ke dalam tubuh berbeda menurut situasi
paparan. Metode kontak dengan racun secara umum melalui cara berikut:
Sebagian keracunan terjadi melalui jalur ini anak-anak sering menelan racun secara tidak
sengaja dan orang dewasa terkadang bunuh diri dengan menelan racun. Saat racun tertelan
dan mulai mencapai lambung, racun dapat melewati dinding usus dan masuk
kedalam pembuluh darah, semakin lama racun tinggal di dalam usus maka jumlah yang
masuk ke pembuluh darah juga semakin besar dan keracunan yan terjadi semakin parah
(Henry, 1997).
b. Melalui paru-paru karena terhirup melalui mulut atau hidung (inhalasi)
Racun yang berbentuk gas, uap, debu, asap atau spray dapat terhirup melalui mulut dan
hidung dan masuk ke paru-paru. Hanya partikel-partikel yang sangat kecil yang dapat
melewati paru-paru. Partikel-partikel yang lebih besar akan tertahan dimulut, tenggorokan
dan hidung dan mungkin dapat tertelan. (Henry, 1997).
Orang yang bekerja dengan zatzat kimia seperti pestisida dapat teracuni jika zat kimia
tersemprot atau terciprat ke kulit mereka atau jika pakaian yang mereka pakai terkena
pestisida. Kulit merupakan barier yang melindungi tubuh dari racun, meskipun beberapa
racun dapat masuk melalui kulit (Henry, 1997).
Mekanisme dalam tubuh
Sianida bereaksi melalui hubungan dengan atom besi ferri dari sitokrom oksidase
sehingga mencegah pengambilan oksigen untuk pernafasan sel. Sianida tidak dapat disatukan
langsung dengan hemoglobin, tapi dapat disatukan oleh intermediary compound
methemoglobin. Apabila methemoglobin tidak dapat mengangkut cukup oksigen maka
molekul hemoglobin menjadi tidak berfungsi. Produksi methemoglobinemia lebih dari 50%
dapat berpotensi fatal. Methemoglobinemia yang berlebih dapat dibalikkan dengan metilen
biru, terapi yang digunakan pada methemoglobinemia, dapat menyebabkan terlepasnya
kembali ion sianida mengakibatkan keracunan sianida (Gambar 1). Sianida bergabung
dengan methemoglobin membentuk sianmethemoglobin. Sianmethemoglobin berwarna
merah cerah, berlawanan dengan methemoglobin yang berwarna coklat (Meredith, 1993).
Sianida memiliki afinitas tinggi terhadap ion besi pada sitokrom oksidase, metalloenzim
respirasi oksidatif akhir pada mitokondria. Fungsinya dalam rantai transport elektron dalam
mitokondria, mengubah produk katabolisme glukosa menjadi ATP. Enzim ini merupakan
katalis utama yang berperan pada penggunaan oksigen di jaringan. Sianida menyebabkan
hipoksida seluler dengan menghambat sitokrom oksidase pada bagan sitokrom a 3 dari rantai
transport elektron. Ion hidrogen yang secara normal akan bergabung dengan oksigen pada
ujung rantai tidak lagi tergabung (incorporated). Hasilnya, selain persediaan oksigen kurang,
oksigen tidak bisa digunakan, dan molekul ATP tidak lagi dibentuk. Ion hidrogen
incorporated terakumulasi sehingga menyebabkan acidemia (Meredith, 1993). Berikut skema
pengmabilan elektron, misalnya hidrogen (electron robbing) dan kerusakan oleh radikal
bebasnya.
Sianida dapat menyebabkan sesak pada bagian dada, mekanismenya yaitu berikatan
dengan sitokrom oksidase, dan kemudian memblok penggunaan oksigen secara aerob.
Sianida yang tidak berikatan akan didetoksifikasi melalui metabolisme menjadi tiosianat yang
merupakan senyawa yang lebih nontoksik yang akan diekskresikan melalui urin (Olson,
2007). Hiperlaktamia terjadi pada keracunan sianida karena kegagalan metabolisme energi
aerob. Selama kondisi aerob, ketika rantai transport elektron berfungsi, laktat diubah menjadi
piruvat oleh laktat dehidrogenase mitokondria. Fungsi utama mitokondria adalah
memproduksi energi kimia dalam bentuk molekul ATP yang akan dipergunakan sel-sel
tubuh.
Bila komponen kunci rantai respirasi dalam mitokondria hilang atau rusak maka akan terjadi
proses berkelanjutan yang tidak terkendali. Beberapa sindrom mitokondrial dapat disebabkan
oleh berbagai perubahan tingkat molekuler yang dapat berupa mutasi dan delesi dari DNA
mitokondria.
Pada proses ini, laktat menyumbangkan gugus hidrogen yang akan mereduksi nikotinamid
adenin dinukleotida (NAD) menjadi NADH. Piruvat kemudian masuk dalam siklus asam
trikarboksilat dengan menghasilkan ATP. Ketika sitokrom a 3 dalam rantai transport elektron
dihambat oleh sianida, terdapat kekurangan relatif NAD dan dominasi NADH, menunjukkan
reaksi balik, sebagai contoh : piruvat dirubah menjadi laktat (Meredith, 1993).
Sebenarnya asam sianida yang kadang disebut asam biru. Walaupun sianida dapat
mengikat dan menginaktifkan beberapa enzim, tetapi yang mengakibatkan timbulnya
kematian atau timbulnya histotoxic anoxia adalah karena sianida mengikat bagian aktif dari
enzim sitokrom oksidase sehingga akan mengakibatkan terhentinya metabolisme sel secara
aerobik. Sebagai akibatnya hanya dalam waktu beberapa menit akan mengganggu transmisi
neuronal, tetapi kematian yang disebabkan oleh sianida jarang ditemukan pada orang-orang
yang bekerja dalam laboratorium kimia yang memiliki akses dengan potassium atau sodium
sianida. Dosis minimum yang dapat menyebabkan kematian berkisar 200 mg dari potasium
atau sodum sianida.
Gas hidrogen sianida adalah berada dalam keadaan fatal secara berkala pada keadaaan
konsentrasi atmosfer 270 ppm. Sianida secara normal ditemukan dalam tekanan darah yang
rendah, yaitu 0,016 mg/L bagi yang tidak merokok dan 0,041 mg/L bagi perokok. Tes darah
untuk memeriksa kadar sianida harus dilakukan sesegera mungkin ketika tingkat sianida
meningkat atau menurun tergantung pada metode reserpasi dan atau penyimpanan dan waktu
pengumpulannya (Nita dkk, 2005)
Penanganan :