EPIDEMIOLOGI DESKRIPTIF
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Untuk mendapatkan kebenaran yang berdasarkan pada fakta kegiatan penelitian ilmiah
memerlukan tahap-tahap yang sistematis. Kegiatan penelitian harus sesuai aturan tertentu, logis
sesuai dengan penalaran. Penelitian adalah sebagai satu cara untuk memperoleh kebenaran ilmu
pengetahuan atau pemecahan suatu masalah. Salah satu metode ilmiah untuk memecahkan dan
mengetahui kebenaran suatu masalah adalah dengan studi penelitian deskriptif (Beaglehole, 2007).
Penelitian epidemiologi mempunyai tujuan untuk menjelaskan etiologi dari suatu penyakit
atau sekelompok penyakit, gangguan, efek, kondisi, sindrom, ketidakmampuan, atau kematian
melalui analisis pada data medis serta epidemiologi dengan memakai manajemen informasi serta
informasi yang bersumber dari setiap bidang atau disiplin ilmu yang benar, termasuk ilmu sosial atau
perilaku. Salah satu metode ilmiah yang digunakan untuk memecahkan dan mengetahui kebenaran
suatu masalah adalah dengan studi penelitian deksriptif.
B. Tujuan
C. Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
Epidemiologi deskriptif adalah epidemiologi yang hanya mempelajari tentang frekuensi dan
penyebaran suatu masalah kesehatan saja. Banyak manfaat yang dapat diperoleh dengan
mempelajari epidemiologi deskriptif, antara lain dapat mengetahui frekuensi dan distribusi masalah
kesehatan atau penyakit menurut keadaan tertentu. Keadaan tertentu yang dimaksud disini adalah
menurut variable orang, variable tempat dan variable waktu. Dengan mengetahui varibel orang,
variable tempat dan variable waktu dapat digunakan sebagai dasar untuk mengetahui factor
penyebab terjadinya suatu masalah kesehatan pada suatu tempat. (Azwar, 2001)
Epidemiologi Deskriptif terutama menganalisis masalah yang ada dalam suatu populasi
tertentu serta menerangkan keadaan dan sifat masalah tersebut, termasuk berbagai faktor yang
erat hubungannya dengan timbulnya masalah. Bentuk kegiatan ini dapat memberikan gambaran
tentang adanya masalah dalam populasi tertentu dengan membandingkan populasi tersebut
terhadap populasi lainnya, atau dengan populasi yang sama pada waktu yang berbeda. Bentuk ini
banyak digunakan dalam mencari keterangan tenteng keadaan derajat kesehatan maupun masalkah
kesehatan dalam suatu populasi tertentu pada waktu dan tempat yang tertentu pula.
Disamping itu, epidemiologi deskriptif dapat pula memberikan gambaran tentang faktor
yang mempengaruhi timbulnya penyakit atau gangguan kesehatan pada suatu populasi tertentu
dengan menggunakan analisis data epidemiologi dan data informasi lain yang bersumber dari
berbagai disiplin seperti data genetika, biokimia, lingkungan hidup, mikrobiologi, sosial ekonomi dan
sumber keterangan lainnya. Sebagai contoh penggunaan epidemiologi deskriptif antara lain pada
usaha penanggulangan berbagai wabah penyakit menular yang timbul dalam masyarakat. Selain itu,
penggunaan epidemiologi deskriptif lebih sering kita lihat pada analisis masalah kesehatan,
penyusunan program kesehatan masyarakat dan penilaian hasil usaha dibidang kesehatan
masyarakat, serta bidang lain yang berkaitan erat dengan kesehatan seperti bidang kependudukan,
keluarga dan gizi (Noor,2008).
3) Untuk dapat memperhitungkan besarnya masalah kesehatan sebagai basis perencanaan dan
evaluasi program;
4) Untuk identifikasi masalah kesehatan yg nantinya dilanjutkan dengan penelitian analitik untuk uji
hipotesa;
Epidemiologi deskriptif juga merupakan studi epidemiologi yang bertujuan menggambarkan pola
distribusi penyakit dan determinan penyakit menurut orang, tempat, dan waktu (Rajab, 2009).
1. Manusia
Variabel adalah sesuatu yang dapat diamati dan dapat dihitung secara statistik. Variabel
orang dalam epidemiologi adalah karakteristik indvidu yang ada hubungannya dengan keterpapanan
atau kerentanan terhadap suatu penyakit (Rajab, 2009).
Setiap orang pasti mempunyai karakteristik yang berbeda. Perbedaan karakteristik individu
secara tidak langsung dapat memberi perbedaan pada sifat keterpaparan maupun derajat risk dan
reaksi individu terhadap keterpaparan. Perbedaan ini dapat dipengaruhi oleh faktor genetis bersifat
tetap, seperti jenis kelamin, ras, dan data kelahiran, faktor biologis yaitu yang berhubungan erat
dengan kehidupan biologis, seperti umur, status gizi, dan kehamilan, dan faktor perilaku, seperti
mobilitas, status perkawinan, tingkat pendidikan, daerah tempat tinggal dan sebagainya.
a. Umur
Umur merupakan variabel yang sangat penting dalam epidemiologi deskriptif karena cukup
banyak penyakit ditemukan dengan berbagai variasi frekuensi yang disebabkan oleh umur (Noor,
2008).
Hubungan antara frekuensi penyakit dengan umur dinyatakan dalam bentuk age specific
incidencemaupun prevalence (angka kejadadian umur khusus), yakni jumlah kejadian suatu penyakit
pada kelompok umur tertentu. Umur mempunyai hubungan yang erat dengan keterpaparan dan
mempunyai hubungan yang dengan besar risiko penyakit dan sifat resistensi pada berbagai
kelompok umur tertentu.
Dengan demikian, adanya perbedaan pengalaman terhadap penyakit menurut umur sangat
mempunyai kemaknaan (pengaruh) yang berhubungan dengan adanya perbedaan tingkat
keterpaparan dan kerentanan menurut umur, adanya perbedaan dalam proses kejadian
patogenesis, maupun adanya perbedaan pengalaman terhadap penyakit tertentu (Noor, 2008).
Persoalan yang dihadapi adalah apakah umur yang dilaporkan tepat, apakah panjangnya
interval di dalam pengelompokan cukup untuk tidak menyembunyikan peranan umur pada pola
esakitan atau kematian, dan apakah pengolompokan umur dapat dibandingkan dengan
pengelompokan umur pada penelitian orang lain. Untuk keperluar perbandingan maka WHO
menganjurkan pembagian-pembagian umur sebagai berikut :
2) Interval 5 Tahun :
Kurang dari 1 tahun,
1 – 4,
5 – 9,
0 – 4 Bulan
5 – 10 Bulan
11 – 23 Bulan
2 – 4 Tahun
5 – 9 Tahun
Insiden campak berdasarkan kelompok umur di Cirebon tahun 2004, 2007, 2008, dan 2010
insiden campak tertinggi terjadi pada kelompok umur < 1 tahun, dan tahun 2005 dan 2006 insiden
campak tertinggi pada kelompok umur 1-4 tahun. Sedangakan tahun 2009 dan 2011 insiden campak
tertinggi pada kelompok umur 5-9 tahun. Insiden kasus campak terendah tahun 2004 sampai 2011
pada kelompok > 15 tahun ( Dian et al,2012 ).
b. Jenis Kelamin
Perbedaan frekuensi penyakit antara jenis kelamin wanita dan pria tergantung pada
berbagai faktor seperti perbedaan fisiologis, genetik, faktor risiko luar, tekanan emosional, kebiasaan
individu, dan pelayanan medik (Lapau,2011).
Jenis kelamin mempunyai hubungan tersendiri yang cukup erat dengan sifat keterpaparan
dan tingkat kerentanan terhadap penyakit tertentu. Pertama, adanya penyakit yang hanya dijumpai
pada jenis kelamin tertentu terutama yang berhubungan dengan alat reproduksi atau yang secara
genetis berperan dalam perbedaan jenis kelamin, misalnya pada hipertrofi prostat pada pria atau
karsinoma payudara pada wanita. Kedua, penyakit yang mempunyai kecenderungan hanya pada
jenis kelamin tertentu atau lebih sering dijumpai pada jenis kelamin tertentu seperti hipertiroidisme,
batu kandung empedu yang lebih sering pada wanita. Ketiga, kemungkinan timbulnya perubahan
frekuensi penyakit dari jenis kelamin tertentu ke jenis kelamin lainnya (Noor, 2008).
c. Kelompok Etnik
1) Ras
Ada tiga ras utama yang dikenal di dunia yakni ras Kaukasia (kulit putih), Neroid (kulit hitam)
dan Mongoloid (kulit cokelat). Cukup banyak studi epidemiologi yang telah dilakukan tentang
perbandingan kejadian penyakit menurut ras tersebut (Noor, 2008).
Misalnya ras Negro yang secara genetik mempunyai sel darah merah yang berbentuk oval
sehingga ras Negro tersebut menderita “sickle cell anemia”. Ras Negro secara sosio-ekonomis
termasuk golongan berpendapatan rendah sehingga mereka rentan untuk menderita penyakit
infeksi, misalnya penyakit TBC (Lapau, 2011).
Dalam menganalisis penyakit yang berkaitan dengan ras penduduk, harus diperhatikan
beberapa yang mungkin berpengaruh antara lain :
a) Adanya penyakit tertentu yang secara genetis berhubungan erat dengan ras, seperti
anemia sickle sel ;
b) Adanya penyakit tertentu yang tampaknya mempunyai perbedaan frekuensi terhadap ras, tetapi
lebih dipengaruhi oleh lingkungan dan kebiasaan hidup ;
c) Adanya suku terasing dengan pengalaman penyakit tertentu seperti penyakit kuru pada penduduk
asli di Irian Jaya, begitu pula adanya kelompok penduduk dengan ras tertentu yang memiliki sosial
ekonomi serta kehidupan kultural yang ketat dan dapat mempengaruhi frekuensi penyakit tertentu
(Noor, 2008).
2) Kelompok Etnik
Kelompok etnik lebih didasarkan pada perbedaan adat, kebiaaan hidup, keadaan sosial
ekonomi dan lingkungan hidup, jenis pekerjaan utama, dan lainnya. Dengan demikian, maka
tingginya angka risiko dan timbulnya perbedaan frekuensi kejadian penyakit dan kematian erat
hubungannya dengan perbedaan sifat – sifat tertentu (Noor, 2008).
d. Agama
Agama dapat memberikan keterangan tentang pengalaman dan keadaan penyakit tertentu.
Hal ini disebabkan karena adanya berbagai faktor yang erat hubungannya dengan agama, misalnya
perbedaan makanan yang dinyatakan terlarang oleh agama atau ritual khusus keagamaan akan
menghindarkan mereka dari penyakit tertentu dan tingkat risiko terhadap penyakit tertentu. Selain
itu kemungkinan adanya isolasi sosial terhadap agama tertentu, terutama agama minoritas di
wilayah tertentu dapat mempengaruhi proses timbulnya penyakit infeksi dan manifestasi setempat
(Noor, 2008).
Mereka yang beragama non–Islam biasanya memakan babi sehingga ada kemungkinan
terserang trichiniasis, yaitu penyakit pada seseorang yang terinfeksi trichinella spiralis. Wanita yang
suaminya non–Yahudi dan non–Islam bisanya tidak disunat sehingga berhubungan seksual yang
non–higienis dapat menimbulkan kanker leher rahim (Lapau, 2011).
e. Struktur Keluarga
Struktur keluarga dapat mempunyai pengaruh terhadap kesakitan (penyakit menular dan
gangguan gizi) dan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Suatu keluarga besar karena besarnya
tanggungan secara relatif mungkin harus tinggal berdesak-desakan di dalam rumah yang luasnya
terbatas. Sehingga memudahkan penularan penyakit menular di kalangan anggotanya. Keluarga
yang besar, juga mungkin pula tidak dapat membeli cukup makanan yang bernilai gizi atau tidak
dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedia dan sebagainya (Notoatmodjo, 2011)
f. Jenis Pekerjaan
a) Adanya faktor-faktor lingkungan yang langsung dapat menimbulkan kesakitan seperti bahan-bahan
kimia, gas beracun, radiasi, benda-benda fisik yang dapat menimbulkan kecelakaan, dan sebagainya.
b) Situasi pekerjaan yang penuh dengan stress (yang telah dikenal sebagai faktor yang berperan pada
timbulnya hipertensi, dan ulkus lambung).
d) Karena berkerumuh dalam satu tempat yang relatif sempit maka terjadi proses penularan penyakit
antar para pekera.
e) Penyakit karena cacing tambang telah lama diketahui terkait pekerjaan di tambang.
Penelitian mengenai hubungan jenis pekerjaan dan pola kesakitan banyak dikerjakan di
indonesia terutama pola penyakit kronis, misalnya penyakit jantung koroner, tekanan darahtinggi,
dan kanker (Notoatmodjo, 2011).
g. Status Perkawinan
Status perkawinan mempunyai peranan yang cukup penting, terhadap derajat keterpaparan
maupun dalam hal besarnya risiko dan pada derajat kerentanan. Dalam hal ini keterangan tentang
kawin/tidak kawin, cerai/janda/duda merupakan variabel dalam penentuan status perkawinan.
Variabel status perkawinan tersebut erat hubungannya dengan lingkungan sosisal, kebiasaan hidup
dan ketentuan hukum yang berlaku, yang berhubungan dengan status Perkawinan, seperti boleh
tidaknya berpoligami, mudah tidaknya terjadi perceraian serta kebiasaan dan pandangan
masyarakat terhadap hidup sendiri (single) bagi laki-laki maupun bagi wanita. Dalam hal ini, faktor
agama dan faktor adat kebiasaan sangat erat hubungannya dengan variabel status perkawinan,
termasuk usia perkawinan. Variabel status perkawinan sangat erat hubungannya dengan tingkat
fertilitas dan dengan sifat reproduksi (Noor, 2008).
Kelas sosial adalah variabel yang sering dilihat hubungannya dengan kesakitan atau
kematian, variabel ini menggambarkan tigkat kehidupan seseorang (Notoatmodjo, 2011).
Status sosial ekonomi sangat erat hubungannya dengan pekerjaan dan jenis pekerjaan serta
tempat tinggal, kebiasaan hidup keluarga termasuk kebiasaan makan, dan sebagainya. Selain itu,
erat pula hubungannya pada faktor psikologi individu dan keluarga dalam masyarakat (Noor, 2008).
i. Pendidikan
Tingkat pendidikan dengan penyebaran penyakit dan kematian. Kelompok masyarakat dengan
pendidikan yang berpendidikan tinggi cenderung lebih mengetahui cara-caramencegah penyakit
(Notoatmodjo, 2011).
j. Penghasilan
Seseorang kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada mungkin oleh karena tidak
mempunyai cukup uang untuk membeli obat, membayar transpor, dan sebagainya (Notoatmodjo,
2011).
Jenis kelamin juga mempengaruhi penyebaran suatu masalah kesehatan. Ada masalah
kesehatan yang lebih banyak ditemukan pada kelompok wanita saja, dan adapula masalah
kesehatan yang lebih banyak ditemukan pada kelompok pria saja. Adanya perbedaan penyebaran
yang seperti ini dapat disebabkan oleh bebrapa hal, yakni karena terdapatnya perbedaan anatomi
dan fisiologi antara wanita dengan pria, perbedaan kebiasaan hidup, tingkat kesadaran berobat,
kemampuan atau kriteria diagnostik beberapa penyakit, macam pekerjaan (Azwar, 2001).
Tinggi proporsi penderita TB paru pada laki-laki dibanding perempuan, salah satunya
disebabkan oleh karena terdapatnya perbedaan kebiasaan hidup antara laki-laki dan perempuan.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa 32,3% penderita TB paru belum/tidak bekerja dan
30,6% penderita TB paru bekerja sebagai wiraswasta.Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Prihantana (2016) tentang hubungan antara pengetahuan dengan tingkat
kepatuhan pengobatan pada pasien tuberkulosis di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen, bahwa
27,5% penderita TB paru tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga, dan persentase terbesar
kedua adalah 22,5% penderita TB paru bekerja disektor swasta atau wiraswasta.
Hubungan antara pekerjaan dengan masalah kesehatan, pada dasarnya hubungan yang
terjadi disebabkan oleh adanya risiko pekerjaan, seleksi alamiah dalam memilih pekerjaan,
perbedaan status sosial ekonomi (Azwar, 2001). Perbedaan macam pekerjaan yang dimiliki
seseorang, menyebabkan terdapatnya pula perbedaan status sosial ekonomi yang dimiliki. Adanya
perbedaan yang seperti ini menyebabkan terdapatnya perbedaan penyakit yang dideritanya. (Azwar,
2001).
2. Variabel Tempat
Menurut Noor (2008), keterangan tempat dapat bersifat : (1) keadaaan geografi umpamanya
daerah pegunungan, pantai, serta dataran rendah; (2) batas adminitratif/politik umpamanya batas
negara,provinsi,kabupaten,kecamatan. Kejadian penyakit maupun gangguan kesehatan lainnya
mempunyai kecenderungan ditemukan pada tempat-tempat tertentu. Umpamanya penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD) lebih sering ditemukan di daerah perkotaan yang berpenduduk
padat, dan hal ini erat hubungannya dengan sifat vektor dan lingkungan.
Sedangkan penyakit leptospirosis lebih sering terjadi di daerah pertanian terutama daerah
pertanian campur peternakan. Dalam analisis epidemiologi maka adanya perbedaan keadaan atau
frekuensi penyakit dalam masyarakat berdasarkan tempat dapat timbul karena berbagai hal
tertentu. Hal tersebut antara lain:
b. Perbedaan tersebut timbul karena unit ruang lingkup di mana variabel internak akan bertambah
pada ruang lingkup yang lebih luas.
c. Perbedaan dan standar diagnosis yang digunakan maupun perbedaan sistem pelaporan yang berlaku
setempat, serta perbedaan situasi geografis dan demografis pada pembagian administratif di
berbagai tingkatan.
Faktor tempat dan pengaruh lingkungan yang ada di dalamnya meliputi lingkungan biologis,
kimiawi, fisik dan sosial sangat penting artinya dalam analisis faktor tempat (Noor, 2008).
a. Lingkungan biologis
Gambaram tempat sebagai penyebab penyakit yang paling mudah dimengerti adalah ciri iklim
dan ekologi yang menentukan jenis flora dan fauna yang terdapat di tempat tersebut. Ciri tersebut
dapat mempengaruhi pola penyakit dengan melalui suhu,kelembaban dan kondisi lain yang sesuai
untuk hidupnya parasit penyebab penyakit yang hidup di luar tubuh manusia.
Sebagai lingkungan kimiawi terdapat dua jenis bahan kimia utama yaitu air dan udara. Air
merupakan faktor yang dapat mempngaruhi terjadinya penyakit seperti kandungan mineralnya
( yodium, fluor, tembaga dan seng). Kekurangan zat yodium dalam air minum dapat menimbulkan
penyakit gondok endemis. Lingkungan fisik yang berpengaruh terutama pada suhu udara di
ketinggian suatu tempat mempengaruhi tekanan oksigen setempat.
c. Lingkungan Sosial
Kemajuan kehidupan sosial di suatu lingkungan sosial merupakan faktor penentu utama
terhadap lingkungan biologis, kimiawi, fisik, yang menimbulkan pemaparan terhadap penduduk.
Lingkungan sosial merupakan penentu sifat dan jumlah fauna dan flora yang ada di lingkungan
tersebut, adanya reservoir serta vektor yang menyebarkan penyakit, adanya pencemaran serta jenis
dan tingkat pencemaran fisik dan kimiawi pada udara dan air. Dengan demikian, sifat kehidupan
sosial masyarakat pada suatu daerah tertentu dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan yang
berhubungan dengan status kesehatan dan pola penyakit setempat.
3. Variabel waktu
Waktu sebagai elemen dasar dalam ukuran epidemiologi dan sebagai pertimbangan
dasar dalam investigasi digunakan untuk mengetahui penyebab penyakit (etiologi), ketidakmampuan
dan kondisi. Suatu episode penyakit dapat dialokasikan berdasarkan dimana terjadinya (tempat) dan
berdasarkan waktu terjadinya dan keduanya sama pentingnya. Jika elemen tempat dan waktu
berpadu dalam suatu KLB penyakit, perpaduan itu akan sangat berguna untuk memperlihatkan
hubungan etiologis (Timmreck, 2004).
Perubahan berbagai faktor dari waktu ke waktu seperti perubahan jumlah dan komposisi umur
penduduk, perubahan lingkungan, baik lingkungan fisik, biologis dan sosial, perubahan kriteria
penyakit dan alat diagnosis yang semakin canggih dan kemajuan cara pengobatan maupun berbagai
teknologi kedokteran (Noor,2008).
Keadaan epidemi dapat bersifat singkat yang biasanya disebut common source atau point
epidemic yakni keadaan timbulnya wabah secara mendadak ynag terfokus pada limit waktu sesuai
masa tunas terpanjang penyakittersebut, dengan titik awal pada saat penyebab timbul atau
mulainya keterpaparan. Hal tersebut biasanya ditemukan pada gangguan kesehatan yang berkaitan
dengan pemaparan organisme biologis atau unsur kimiawi melalui udara, makanan, air atau kontak
kulit.
Perubahan secara periodik yang biasanya merupakan variasi siklis pada frekuensi penyakit
sangat penting dalam analisis epidemiologi. Fluktuasi penyakit menurut musim erat hubungannya
dengan keadaan musimann flora dan fauna di lingungan sekitar, dan mempunyzi pengaruh dan efek
yang cukup besar pada penyakit tertentu. Hal ini telah banyak diamati dan diteliti dalam upaya
menerangkan adanya perubahan secara periodik dari rate berbagai penyakit tersebut.seperti halnya
pada penyakit demam berdarah dengue yang berkaitan dengan populasi nyamuk pada perubahan
musim serta penyakit asma yang mengalami perubahan pada musim tertentu.
Menurut Noor (2008), terdapat beberapa kegunaan dari karakteristik waktu anatara lain:
1) Dapat digunakan dalam menentukan masa tunas penyakit menular tertentudan masa penularan
rata-rata penyakit tersebut (period of communicability).
2) Dapat memberikan gambaran tentang waktu kejadian dan waktu keterpaparan serta peristiwa yang
mempengaruhi tingakat kerentanan khusus suatu penyakit tertentu, umpamanya kegiatan
tonsilektomi yang erat hubungannya dengan terjadinya wabah polio dalam masyarakat.
3) Efek dari koho kelahiran dalam masa yang relatif singkat yang mempengaruhi keadaan penyakit
dalam masyarakat (umpamanya pengaruh imunisasi terhadap perubahan pola penyakit polio).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Epidemiologi deskriptif mempelajari kejadian dan distribusi penyakit. Kejadian penyakit dapat
dipelajari melalui riwayat alamiah penyakit. Dalam epidemiologi deskriptif, distribusi penyakitnya
menurut variabel variabel orang, waktu dan tempat.
2. Epidemiologi deskriptif juga merupakan studi epidemiologi yang bertujuan menggambarkan pola
distribusi penyakit dan determinan penyakit menurut orang, tempat, dan waktu.
3. Variabel manusia meliputi; umur, jenis kelamin, kelompok etnik, agama, struktur keluarga, jenis
pekerjaan, status perkawinan, status ekonomi sosial, dan penghasilan.
4. Variabel tempat meliputi; lingkungan biologis, lingukngan kimiawi, lingkungan fisik dan lingkungan
sosial.
5. Variabel waktu meliputi; perubahan dalam waktu singkat, perubahan secara periodik, dan
perubahan secara sekular.
B. Saran
Bahwa penulis menyadari dalam makalah ini masih banyak kekurangan, maka kritik dan
saran membangun sangat penulis harapkan agar lebih baik ke depannya.
DAFTAR PUSTAKA
Prihantana,Anna Silvia. Sri Saptuti Wahyuningsih. (2016). Hubungan Antara Pengetahuan dengan Tingkat
Kepatuhan Pengobatan pada Pasien Tuberkolusis di RSUD dr. Soehadi Prijonegiri Sragen. Jurnal
Farmasi Sains dan Praktis, Volume II Nomor 1
Timmreck, T. C. 2004. Epidemiologi Suatu Pengantar Edisi Kedua (Mulyana Fauziah dkk, Penerjemah). Jakarta:
EGC.
Share on Whatsapp :
Google Facebook Twitter More
SUBSCRIBE TO OUR NEWSLETTER
RELATED POSTS
Makalah Demam Berdarah Dengue (DBD) Lengkap!
Makalah Renang LENGKAP!
Essai Tri Dharma Perguruan Tinggi
SELECT CATEGORY
ARTIKELBAHASA INDONESIAEKSPLANASIILMUWANINFOISLAMPENJASKESSEJARAHSTORYTOKOHTRAVELTUGASTUTORIAL
BLOG ARCHIVE
► 2021 (2)
► 2020 (1)
▼ 2019 (19)
o ► November (2)
o ► September (1)
o ► March (5)
o ▼ February (11)
Makalah dan Materi Epidemiologi Deskriptif
Materi Keluarga Berencana Terbaru!
Dampak Donor Darah yang Harus Anda Ketahui
Tokoh Filsuf Abad Modern (Kontemporer) Terbaru!
Filsuf Abad Pencerahan Lengkap!
Tokoh Filsuf Zaman Sebelum Masehi Lengkap!
Rangkuman Etika Civitas Akademika Lengkap
Rangkuman Wawasan Kebangsaan Lengkap!
Pedoman Pengelolaan Diri
Makalah P-Process Lengkap
Makalah Lengkap Psikologi Kesehatan Tunanetra
► 2017 (17)
SEARCH THIS BLOG
Home
About
Contact
SUBSCRIBE US
RECENT POSTS
NEW LINE
About
Contact
Disclaimer
Sitemap
WEB TOOLS
CSS Minifier
HTML Converter
Privacy Policy
Terms of Service
NEWSLETTER
Contact