Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Batang otak (brainstem) adalah struktur padat dengan nuklei saraf kranial,
fasikula saraf dan traktus asenden dan desenden yang sama-sama saling
berdampingan. Bahkan suatu lesi tunggal relatif kecilpun hampir selalu merusak
beberapa nukleus, pusat refleks, traktus atau jaras.

Batang otak berada di bagian paling kaudal otak dan terletak pada tulang
tengkorak yang memanjang sampai ke tulang punggung atau sum-sum tulang
belakang. Bagian ini mengatur fungsi dasar manusia seperti mengatur pernapasan,
denyut jantung, pencernaan, insting terhadap bahaya dan sebagainya. 1

Batang otak terbagi menjadi beberapa bagian yakni:

a) Mesensefalon : fungsi untuk mengontrol otak besar dan otak kecil,


berfungsi mengatur penglihatan seperti lensa mata, pupil mata dan kornea.
b) Pons : fungsi untuk mengontrol apakah kita sedang
terjaga atau tertidur.
c) Medulla oblongata : fungsi untuk mengatur sirkulasi darah, denyut
jantung, pernapasan dan pencernaan.

Batang otak mengandung banyak jaras serabut, termasuk semua jaras


asendens dan desendens yang menghubungkan otak dengan perifer. Beberapa
jaras ini menyilang garis tengah ketika melewati batang otak dan beberapa di
antaranya membentuk sinaps sebelum melanjutkan perjalanan di sepanjang
jarasnya. Terdapat banyak nuklei di batang otak yaitu:

 Nuklei nervus III – nervus XII


 Nukleus ruber dan substansia nigra mesensefalon; nuklei pontis dan
nuklei olivarius medulla yang berperan pada sirkuit regulasi motorik.
 Nuklei lamina quadrigemina mesensefali yang merupakan stasiun jaras
visual dan auditorik

1
Hampir seluruh batang otak diliputi jaringan difus neuron yang tersusun
padat (formasio retikularis) yang mengandung pusat regulasi otonomik yang
penting untuk berbagai fungsi tubuh vital, termasuk aktivitas jantung, sirkulasi
dan respirasi. Formasio retikularis juga mengirimkan impuls pengaktivasi ke
korteks serebri yang dibutuhkan untuk mempertahankan kesadaran. Jaras
desendens dari formasio retikularis mempengaruhi aktivitas neuron motorik
spinal. Karena batang otak mengandung berbagai macam nuklei dan jaras saraf
pada ruang yang sangat padat, bahkan lesi yang kecil pada batang otak dapat
menimbulkan berbagai tipe defisit neurologis secara simultan (seperti pada
berbagai sindroma vaskular batang-otak).1

SINDROMA SINDROMA PONS SINDROMA


MESENSEFALON MEDULLA
OBLONGATA
 Sindrom Weber  Sindrom Foville-  Sindrom
 Sindrom Benedict Millard Gubler Lateralis/
 Tegmentum pontis Wallenberg
kaudale  Sindrom Dejerine
 Tegmentum pontis
orale
 Basis pontis
kaudalis
 Basis pontis bagian
tengah

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 SINDROM BATANG OTAK

2.1.1 Sindrom Weber (Sindrom Pedunkulus Serebri)

Sindrom Weber merupakan suatu kumpulan gejala klinis dan tanda yang
meliputi kelumpuhan nervus okulomotorius (N.III) ipsilateral, hemiparesis spastik
kontralateral, rigiditas parkinsonism kontralateral (substansia nigra), distaksia
kontralateral (traktus kortikopontis) serta adanya defisit saraf kranialis yang
kemungkinan disebabkan adanya gangguan pada persarafan supranuklear pada
nervus VII, IX, X dan XII.3

Etiologi:

a) Penyumbatan pada pembuluh darah cabang samping yang berinduk pada


ramus perforantes medialis arteria basilaris. Oklusi ramus
interpendikularis arteri serebri posterior dan arteri khoroidalis posterior.
b) Insufisiensi perdarahan yang mengakibatkan lesi pada batang otak.
c) Lesi yang disebabkan oleh proses neoplasmatik sebagai akibat invasi dari
thalamus atau serebelum. Lesi neoplasmatik sukar sekali memperlihatkan
keseragaman oleh karena prosesnya berupa pinealoma, glioblastoma dan
spongioblastoma dari serebelum. Penyebab yang jarang adalah tumor
(glioma).
d) Lesi yang merusak bagian medial pedunkulus serebri.
e) Stroke (hemoragik atau infark) di pedunkulus serebri.
f) Hematoma epiduralis.

Manifestasi Klinis:

Lesi ini biasanya bersifat unilateral dan mempengaruhi beberapa struktur dalam
otak tengah.3,4

Tabel 1. Kerusakan struktur batang otak dan efeknya.

3
KERUSAKAN STRUKTUR EFEK
Substansia nigra Kontralteral parkinsonism
Serabut kortikospinalis Kontralateral hemiparesis
Traktus kortikobulbaris Kerusakah pada otot-otot wajah bagian
bawah yang kontralateral dan fungsi
nervus hipoglosus (N.XII)
Serabut nervus okulomotorius (N.III) Kelumpuhan nervus okulomotorius
ipsilateral yang menyebabkan kelopak
mata terkulai dan pupil yang melebar.
Hal ini menyebabkan diplopia.

Lesi yang disebabkan oleh proses neoplasmatik dapat merusak bangunan-


bangunan mesensefalon sebagai akibat invasi dari thalamus atau serebelum, maka
tiap corakan kerusakan dapat terjadi, sehingga lesi neoplasmatik sukar sekalai
memperlihatkan suatu keseragaman. Lesi unilateral di mesensefalon
mengakibatkan timbulnya hemiparesis atau hemiparesis kontralateral. Lesi yang
merusak bagian medial pedunkulus serebri akan menimbulkan hemiparesis yang
disertai paresis nervus okulomotorius ipsilateral dengan pupil yang berdilatasi dan
terfiksasi. Kombinasi kedua jenis kelumpuhan ini dikenal dengan nama
hemiparesis alternans nervus okulomotorius atau sindroma dari Weber. Lesi pada
daerah fasikulus longitudinalis medialis akan mengakibatkan timbulnya
hemiparesis alternans nervus okulomotorius (N.III) yang diiringi juga dengan
gejala yang dinamakan oftalmoplegia internuklearis.3

Diagnosa :

Diagnosa Sindrom Weber dapat ditegakkan dengan melakukan anmnesis


tentang riwayat penyakit, termasuk juga riwayat keluhan berapa lama keluhan
sudah dirasakan dan apakah keluhan tersebut terjadi pada satu sisi atau dua sisi.
Pemeriksaan saraf biasanya dapat dilakukan dan sangat membantu untuk
menentukan adanya Sindrom Weber. Pemeriksaan nervus okulomotorius (nervus
III) biasanya dilakukan bersama-sama dengan pemeriksaan nervus troklearis
(nervus IV) dan nervus abdusen (nervus VI).3

Pemeriksaan tersebut terdiri atas:

4
a) Pemeriksaan celah kelopak mata
Pasien diminta untuk memandang lurus ke depan, kemudian dinilai
kedudukan kelopak mata terhadap pupil dan iris.
b) Pemeriksaan pupil, yang perlu diperiksa adalah:
 Ukuran: apakah normal diameternya, miosis, midriasis, pin-point pupil
 Bentuk: apakah normal, isokor, anisokor
 Posisi: apakah sentral atau eksentrik
 Refleks pupil

Refleks cahaya langsung cahaya diarahkan pada satu pupil; reaksi yang
→ tampa adalah kontraksi pupil homolateral

Refleks cahaya tidak langsung cahaya diarahkan pada satu pupil; reaksi yang
→ dilihat adalah
Refleks akomodasi- Pasien diminta melihat jauh kemudian melihat
konvergensi → ke tangan pemeriksan yang diletakkan 30cm di
depan hidung pasien. Pada saat melihat tangan
pemeriksa, kedua bola mata pasien bergerak
secara konvergensi (kearah nasal) dan tampak
pupil mengecil. Refleks ini negatif pada
kerusakan saraf simpatikus leher.
Refles siliospinal (refleks Refleksi reaksi nyeri dilakukan dalam ruangan
nyeri) → dengan penerangan yang samar-samar. Dengan
cara merangsang nyeri pada daerah leher dan
sebagai reaksi pupil akan melebar pada sisi
ipsilateral. Refleks ini terjadi bila ada benda
asing pada kornea atau intraokuler atau pada
cedera mata/ pelipis.
Refleks nyeri ini adalah terjadinya konstriksi
Refleks okulosensorik atau dilatasi disusul konstriksi, sebagai respons
→ rangsang nyeri di daerah mata atau sekitarnya.
c) Gerakan bola mata
Dinilai dengan gerakan bola mata keenam arah yaitu lateral, medial, lateral
atas, medial atas dan medial bawah untuk mengetahui fungsi otot-otot

5
ekstrinsik bola mata, dengan cara: pasien menghadap ke depan dan bola
mata digerakkan menurut perintah atau mengikuti arah objek di depan
pasien.

2.1.2 Sindrom Benedickt

Sindrom Benedickt merupakan sindrom neurologi paralisis nervus


okulomotorius (N.III) karena trauma pada N.III dan nukleus ruber. Hal ini terjadi
disebabkan tersumbatnya cabang-cabang interpedunkularis dari arteri basilaris
atau serebralis posterior atau keduanya pada otak tengah. Ini digambarkan sebagai
suatu kelumpuhan n. okulomorius ipsilateral yang disertai oleh tremor berirama
atau ritmik pada tangan kanan atau kaki bagian kontralateral yang ditingkatkan
oleh adanya gerakan mendadak atau tanpa disengaja, dan menghilang ketika
istirahat. Yang merupakan akibat dari kerusakan pada nukleus ruber yang menuju
keluar dari sisi yang berlawanan ada hemisfer serebelum. Bisa juga terdapat
hiperestesia kontralateral. Selain itu, adanya gangguan sensasi raba, posisi, getar
kontralateral serta diskriminasi dua titik (keterlibatan lemniskus medialis);
hiperkinesia kontralateral (tremor, korea, atetosis) akibat keterlibatan pada
nukleus ruber; rigiditas kontralateral (substansia nigra). 1,2

Etiologi

Adanya lesi pada nukleus ruber dan nervus okulomotorius karena oklusi
pada ramus interpedunkularis arteri basilaris atau arteri serebri posterior atau
keduanya pada otak tengah, trauma atau tumor. 1,2
Manifestasi klinis

 Kelumpuhan nervus III ipsilateral dengan midrasis dan terfiksasi


(gangguan serabut radiks nervus III)
 Gangguan sensasi raba, posisi dan getar kontralateral
 Gangguan diskriminasi dua titik (keterlibatan lemnikus medialis dan
traktus spino talamikus)4
 Hiperkinesia kontralateral (tremor, khorea, atetosis), akinesia kontralateral
 Rigiditas kontralateral (substansia nigra)

6
Tabel 4. Kerusakan struktur batang dan efek yang terjadi3 :

Struktur yang terlibat Efek klinis

Lemnikus medialis Gangguan sensasi raba, posisi dan getar


kontralateral.

Nukleus ruber Hiperkinesia kontralateral (korea atetosis)

Substansia nigra Akinesia (parkinsomnisme) kontralateral

Radiks n. okulomotorius Kelumpuhan n. okulomotorius ipsilateral dengan


pupil yang berdilatasi dan terfiksasi

Gambar 4. Letak lesi pada sindrom Weber dan Benedict.

2.1.3 Sindrom Foville-Millard Gubler (Sindrom basis pontis kaudalis)


Hemiplegia alternans akibat lesi di pons adalah selamanya kelumpuhan
UMN yang melibatkan belahan tubuh sisi kontralateral, yang berada dibawah
tingkat lesi yang berkombinasi dengan kelumpuhan LMN pada otot-otot yang
disarafi oleh nervus VI atau nervus VII.1,2
Etiologi

Sindrom ini terjadi disebabkan oklusi ramus interpedunkularis arteri basilaris


dan arteri serebri posterior. Sindrom Millard Gubler dan sindrom Foville termasuk
juga ke dalam bagian dari sindrom hemiplegia alternans pons. Sindrom ini
disebabkan akibat terbentuknya suatu lesi vaskuler yang bersifat unilateral. Selaras

7
dengan pola percabangan arteri-arteri, maka lesi vaskular di pons dapat dibagi ke
dalam:

 Lesi paramedian akibat penyumbatan salah satu cabang dari rami


perforantes medialis a.
basilaris
 Lesi lateral, yang sesuai dengan kawasan perdarahan cabang sirkumferens
yang pendek
 Lesi di tegmentum bagian rostral pons akibat penyumbatan a. serebeli
superior
 Lesi di tegmentum bagian kaudal pons, yang seesuai dengan kawasan
perdarahan sirkumferens yang panjang.

Penyumbatan parsial terhadap salah satu cabang dari rami perforantes medialis
arteri basilaris sering disusul oleh terjadinya lesi-lesi paramedian. Jika lesi
paramedian itu bersifat unilateral dan luas adanya, maka jaras kortikobulbar atau
kortikospinal berikut dengan inti-inti pes pontis serta serabut-serabut
pontoserebelar akan terusak. Tegmentum pontis tidak terlibat dalam lesi
tersebut.1,2,4
Manifestasi klinik

Tabel 5. Pada sindrom Foville, lesi mengenai bagian dorsal pons sehingga
menyebabkan:
Struktur yang terlibat Efek klinis

Lemnikus medialis Gangguan sensasi raba, posisi dan getar


kontralateral.

Lemnikus lateralis Tuli

Nucleus n. fasialis Kelumpuhan n. fasialis perifer ipsilateral

Traktus spinitalamikus Analgesia dan termanestesia setengah tubuh


lateralis kontralateral

Traktus piramidalis Hemiplegia spastic kontralateral

N. abdusens Kelumpuhan n. abdusens perifer ipsilateral

8
Tabel 6. Pada sindrom Millard- Gubler, lesi mengenai bagian ventral pons dan
menyebabkan:
Struktur yang terlibat Efek klinis

Traktus kortikospinalis Hemiplegia kontralateral

N. fasialis Kelumpuhan wajah ipsilateral

N. abdusens Kelumpuhan melirik ke lateral ipsilateral

Gambar 5: Sindrom Foville- Millard Gubler

Manifestasi berupa penyumbatan parsial terhadap cabang dari rami


perforantes medialis arteri basilaris seperti itu akan menimbulkan gejala berupa
hemiplegia yang bersifat kontralateral, yang pada lengan bersifat lebih berat
ketimbang pada tungkai. Jika lesi paramedian itu terjadi secara bilateral, maka
kelumpuhan seperti yang telah diuraikan tadi akan terjadi pada kedua sisi bagian
tubuh. Namun jika lesi paramedian terletak pada bagian kaudal pons, maka akar
nervus abdusens juga akan ikut terlibat. Maka dari itu pada sisi lesi terdapat
kelumpuhan LMN musculus rektus lateralis, yang membangkitkan strabismus
konvergens ipsilateral dan kelumpuhan UMN yang melanda belahan tubuh
kontralateral, yang mencakup lengan tungkai sisi kontralteral berikut dengan otot-
otot yang disarafi oleh nervus VII, nervus IX, nervus X, nervus XI dan nervus XII
sisi kontralateral. Gambaran penyakit inilah yang dikenal sebagai sindrom
hemiplegi alternans nervus abdusens.
Selain itu dapat juga terjadi suatu lesi unilateral di pes pontis yang meluas
ke samping, sehingga melibatkan juga daerah yang dilalui n.fasialis. Sindrom
hemiplegia alternans padamana pada sisi ipsilateral terdapat kelupuhan LMN,
yang melanda otot-otot yang disarafi n.abdusens dan n.fasialis yang disebut
sebagai Sindrom Millard Gubler. Jika serabut-serabut kortikobulbar untuk
nukleus n.VI ikut terlibat dalam lesi, maka ‘deviation conjugee’ mengiringi
sindrom Millard Gubler. Kelumpuhan bola mata yang konjugat itu dikenal juga
sebagai Sindrom Foville, sehingga hemiplegia alternans nervus abdusens et

9
fasialis yang disertai sindrom Foville itu disebut sebagai Sindrom Foville –
Millard Gubler.1,2,4
2.1.4 Sindrom tegmentum pontis kaudale
Etiologi
Sindrom ini terjadi disebabkan oleh oklusi cabang arteri basilaris (ramus
sirkumferensialis longus dan brevis).4

Gambaran klinis yang dapat ditemukan adalah kelumpuhan nuclear


abdusen dan fasialis ipsilateral, nistagmus (fasikulus longitudinalis medialis),
paresis tatapan kearah sisi lesi; hemiataksia dan asinergia ipsilateral (pedunkulus
serebralis medialis); analgesia dan termanestesia kontralateral (traktus
spinotalamikus lateralis); hipestesia dan gangguan sensasi posisi dan getar sisi
kontralateral (lemniskus medialis); mioritmia palatum dan faring ipsilateral
(traktus tegmentalis sentralis).

Sindrom tegmentum pontis kaudale

Manifestasi klinis

Tabel 7. Kerusakan struktur batang dan efek yang terjadi:

Kerusakan struktur Efek

Lemnikus medialis Gangguan sensasi raba, posisi, dan getar


kontralateral

Lemnikus lateralis Tuli

Nukleus n. fasialis Kelumpuhan n. VII perifer ipsilateral

Traktus spinotalamikus Analgesia dan termanestesia setengah tubuh

10
lateralis kontralateral

Traktus piramidalis Hemiplagia spastic kontralateral

N. abdusen Kelumpuhan n. VI perifer ipsilateral

2.1.5 Sindrom tegmentum pontis orale


Etiologi

Sindrom ini terjadi disebabkan oklusi ramus sirkumferensialis longus


arteri basilaris dan arteri serebelaris superior.4
Gambaran klinis yang dapat ditemukan adalah hilangnya sensasi wajah
ipsilateral (gangguan semua serabut nervus trigeminus) dan paralisis otot-otot
pengunyah (nucleus motorius nervus trigeminus), hemiataksia, intention tremor,
adiadokokinesia (pedunkulus serebelaris superior); gangguan semua modalitas
sensorik kontralateral.
Gambar 7. Sindrom tegmentum pontis orale

Tabel 8. Kerusakan struktur batang dan efek yang terjadi:

Kerusakan struktur Efek

Pedunkulus serebelaris  Hemiataksia


superior  Intention tremor
 Adiadokokinesi
 Disarteria serebelar
Nukleus prinsipalis sensorik Gangguan sensasi epikritik wajah ipsilateral
n. trigeminus

Nukleus traktus spinalis n. Analgesia dan termanestesia wajah ipsilateral


trigeminus

11
Nucleus motorik n. . Paralisis flaksid (nuklear) otot-otot pengunyah
trigeminus ipsislateral

Traktus tegmentalis sentralis Mioritmia palatum dan faring

Traktus tektospinalis Hilangnya reflex kedip

Traktus spinotalamikus Analgesia dan termanestesia separuh tubuh


lateral kontralateral

Lemnikus lateralis Tuli

Lemnikus medialis  Gangguan sensasi raba, getar, dan posisi


separuh tubuh kontralateral
 Ataksia
Traktus kortikonuklearis Kelumpuhan n. fasialis, n. glosofaringeus, n.
vagus, n. hipoglosus
(serabut yang keluar)

2.1.6 Sindrom basis pontis bagian tengah


Etiologi

Sindrom ini muncul akibat dari oklusi ramus sirkumferensialis longus


arteri basilaris dan arteri serebelaris superior. 1,2
Manifestasi klinis

Gambaran klinis adalah hemianestesi semua modalitas sensorik ipsilateral,


paralisis flasid otot pengunyah ipsilateral, hemiataksia, intention termor,
adiadokokinesi, disatria sereblar dan hemiparesis spastik kontralateral.4

12
Gambar 8. Sindrom basis pontis bagian tengah

Tabel 9. Kerusakan struktur batang dan efek yang terjadi:

Struktur yang terlibat Efek klinis

Radiks n. trigeminus  Hemianestesia semua modalitas sensorik


ipsilateral

 Paralisis flaksid otot pengunyah ipsilateral

Pedunkulus serebelaris Hemiataksia dan asinergia ipsilateral


medial

Traktus kortikospinalis Hemiparesis spastik kontralateral

Nuclei pontis Diktaksia ipsilateral

2.1.7 Sindrom Wallenberg (Sindrom Medularis Dorsolateralis)


Sindroma Wallenberg atau memiliki nama lain Sindroma medula lateral
atau Sindroma arteri cerebelar posterior inferior (PICA syndrome) merupakan
suatu penyakit dimana pasien memiliki gejala neurologis dengan onset yang
mendadak disebabkan oklusi atau embolisme di teritori arteria inferior posterior
atau arteria vertebralis. Adanya oklusi ini menyebabkan terjadinya infark pada
bagian lateral dari medula oblongata. Oklusi sering berasal dari arteri vertebralis
yang merupakan ibu cabang dari arteri serebeli posterior inferior. Hal ini sering
disebabkan oleh trauma pada leher, contoh kegiatan ciropractic, yoga dan trauma
kepala leher. Arteri vertebralis melintas di sepanjang leher sebelum masuk ke
dalam kepala dan bercabang menjadi arteri cerebeli posterior inferior. 6,7

13
Gambar 9. Bagian medula oblongata yang terkena

Manifestasi klinik

Gejala dan tanda klinis yang muncul pada sindrom ini tergantung pada
tempat lesi yang terkena. Gejala klinis pada sindroma Wallenberg terbentuk
karena adanya trombosis yang membentuk plak ateromatosa di bagian a.
Vertebralis. Hanya sekitar 25 % sindroma ini yang berasal benar-benar oklusi dari
arteri cerebeli posterior inferior. 4

Tabel 10. Struktur batang otak yang terlibat dan efek klinis pada Sindroma
Wallenberg3 :

Struktur yang terlibat Efek klinis

Nistagmus dan kecenderungan jatuh ke sisi


Nucleus vestibularis inferior
ipsilateral.

Nucleus dorsalis n. vagus Takikardia dan dispnea

Pedunkulus serebelaris inferior Ataksia dan asinergia ipsilateral

14
Nucleus traktus solitaries Ageusia (kehilangan rasa)

Paresis palatum, laring dan faring ipsilateral;


Nucleus ambigus
suara serak

Nucleus n. kokhlearis Tuli

Nucleus traktus spinalis n. Analgesi dan termanestesia wajah ipsilateral;


trigeminus reflex kornea menghilang

Sindrom Horner; hipohidrosis; vasodilator


Jaras simpatis sentral
wajah ipsilateral

Traktus spinoserebelaris
Ataksia; hipotonia ipsilateral
anterior

Traktus spinotalamikus Analgesi dan teranestesi setengah tubuh


lateralis kontralateral

Traktus tegmentalis sentralis Mioritma palatum dan faring

Formasio retikularis Cegukan (singultus)

Pengobatan

Tidak ada pengobatan yang khas dalam menangani kasus ini melainkan terapi
secara simptomatis seperti menghilangkan gejala dan melakukan rehabilitasi aktif
untuk memulihkan kegitan sehari-hari pada mereka yang diserang stroke. ada
pasien yang sulit menelan, sangat dianjurkan untuk memasang selang makanan
yang dimasukkan melalui mulut atau gastrostomy mengingat risiko aspirasi
pneumonia bisa terjadi. Dalam beberapa kasus, pengobatan mungkin digunakan
untuk mengurangi atau menghilangkan rasa sakit. Beberapa dokter melaporkan
bahwa anti-epilepsi yaitu obat gabapentin tampaknya menjadi obat yang efektif
untuk individu dengan nyeri kronis. Baclofen mungkin efektif dalam mengobati
cegukan persisten. 8

2.1.8 Sindrom Dejerin (Sindrom medularis medialis)


Sindrom Dejerin ini terjadi akibat oklusi ramus paramedianus arteria
vertebralis atau arteria basilaris, umumnya bilateral. 1,2,4

15
Manifestasi Klinis

Gambar 11. Sindrom Dejerin


Tabel 11. Kerusakan struktur batang dan efek yang terjadi: 1

Struktur yang terlibat Efek klinis

Fasikulus longitudinalis Nistagmus

Gangguan sensasi raba, getar, dan posisi


Lemnikus medialis
kontralateral

Oliva Mioritmia palatum dan posisi kontralateral

Nervus hipoglosus (nervus Kelumpuhan flasid nervus XII dengan


XII) hemiatrofi lidah

Hemiplagia kontralateral (bukan spastik) tetapi


Traktus piramidalis
terdapat refleks Babinski

2.1.9 Tabel. Perbandingan Sindrom Batang Otak


Sindrom Letak lesi Penyebab Gejala
Sindrom Mesensefalon Oklusi ramus  Kelumpuhan N. III
Weber interpedukularis ipsilateral
arteri serebri  Hemiparesis spastik
posterior dan arteri kontralateral
khoroidalis posterior  Rigiditas
parkinsonisme
kontralateral
 Distaksia

16
kontralateral
 Defisit saraf
kranialis
kemungkinan
akibat gangguan
persarafan
supranuklear pada
n. VII, IX, X dan
XII
 Kelumpuhan n. III
ipsilateral dengan
midrasis
Oklusi ramus  Gangguan sensasi
interpedukularis raba, posisi, dan
Sindrom
Mesensefalon arteri basilaris dan getar kontralateral
Benedikt
arteri serebri  Gangguan
posterior diskriminasi dua
titik
 Rigiditas
kontralateral
 Kelumpuhan nervus
VI (perifer) dan n.
VII (nuklear)
ipsilateral
Sindrom Oklusi ramus  Hemiplagia
Foville sirkumferensialis kontralateral
Pons
Millard- arteri basilaris,  Analgesia
Gubler tumor, abses  Termanestesia
 Gangguan sensasi
raba, posisi, serta
getar sisi
kontralateral
Sindrom Pons Oklusi cabang arteri  Kelumpuhan

17
nuklear N. VI dan
n. VII ipsilateral
 Nistagmus
 Paresis melirik ke
lateral ipsilateral
 Hemiataksia dan
basilaris (ramus
tegmentum asinergia ipsilateral
sirkumferensialis
pontis kaudale  Hipestesia dan
longus dan brevis)
gangguan sensasi
posisi dan getar sisi
kontralateral
 Mioritmia palatum
dan faring
ipsilateral
 Hilangnya sensasi
wajah ipsilateral
 Paralisis otot-otot
Oklusi ramus
pengunyah
Sindrom sirkumferensialis
 Hemiataksia
tegmentum Pons longus arteri
 Intention tremor
pontis orale basilaris dan arteri
 Adiadokokinesia
serebelaris superior
 Gangguan semua
modalitas sensorik
kontralateral
Sindrom basis Pons Oklusi ramus  Paresis flasid otot-
pontis bagian sirkuferensialis otot pengunyah
tengah brevis dan ramus ipsilateral
paramedianus arteri  Hipestesia,
basilaris analgesia, dan
termanestesia wajah
 Hemiataksia dan
asinergia ipsilateral

18
 Hemiparesis spastic
kontralateral
 Vertigo

Oklusia atau emboli  Nistagmus


di teritori arteri  Nausea
Sindrom Medulla
serebeli inferior  Muntah
Wallenberg oblongata
posterior atau arteri  Disartria
vertebralis  Disfonia
 Singultus (cegukan)
 Kelumpuhan flasid
N. XII ipsilateral
 Hemiplagia
Oklusia ramus
kontralateral dan
Sindrom Medulla paramedianus arteri
tanda babinski
Dejerine oblogata vertebralis atau arteri
 Hipestesia kolumna
basilaris
posterior
kontralateral
 Nistagmus
 Miosis
Sindrom Sistem saraf Kerusakan dari  Ptosis
Horner simpatis sistem saraf simpatis  Anhidrosis
 Enoftalmus
 Oftalmoplegia
 Eksoftalmus
Sindrom Sinus Sinus Gangguan pada N  Sindrom Horner
Kavernosus karvenosus III, IV, VI  Chemosis
 Hilang sensori dari
trigeminal
Bell’s palsy Nervus Kerusakan saraf  Paralisis satu sisi
fasialis fasialis wajah
menyebabkan
simetri wajah serta
gangguan fungsi

19
menutup mata dan
makan.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Batang otak terletak paling kaudal, terbagi menjadi medulla oblongata,


pons dan mesensefalon. Secara anatomi batang otak termasuk struktur yang
kompleks dengan fungsi yang beragam dan penting secara klinis, sehingga jika
terdapat lesi, tunggal dan sekecil apapun, lesi itu hampir selalu merusak beberapa
nukleus, pusat refleks, traktus ataupun jaras yang terletak di batang otak. Lesi
tersebut seringkali bersifat vascular degeneratif atau demielinasi dapat juga
merusak batang otak. Kumpulan dari gejala-gejala yang khas dan bersifat
alternans pada batang otak tersebut membentuk suatu sindroma yang kemudian
dikenal dengan sebutan sindrom batang otak.

Sindroma batang otak merupakan sekumpulan gejala yang ditandai dengan


terganggunya satu atau beberapa fungsi dari saraf kranial maupun jejas saraf
simpatis baik melalui proses mekanik berupa invasi maupun trauma ataupun
akibat adanya suatu gangguan vaskularisasi. Sindroma ini ditandai gejala-gejala
yang khas dan bersifat alternans. Dengan mengetahui berbagai sindrom tersebut
diharapkan bagi seorang klinisi untuk membantu menentukan letak lesi yang
terjadi berdasarkan gejala-gejala klinis yang tampak. Prognosis dari berbagai
sindrom tersebut sangat tergantung dari penyebab yang mendasari gangguan
tersebut sehingga dalam penatalaksanaanya juga didasarkan pada gangguan atau
lesi primer yang menyebabkan fungsi sebagian atau beberapa saraf kranial
tersebut.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Duus P, Baehr M, Frotscher M. Duus’ Topical Diagnosis in Neurology:


Anatomy, Physiology, Signs, Symptoms. Ed 4th. EGC, Jakarta. 2005; p198 –
212.

2. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Penerbit PT. Dian Rakyat.


Jakarta; 2008. h31 – 156.

3. Sindroma Weber, diunduh dari


http://dokmud.wordpress.com/2009/10/23/syndrome-weber/, 2009.

4. Joyce L, Anisa B, Katia C. Crash Course: Neurology. United Kingdom.

5. Sindroma Horner diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/279394-


overview, 2009.

6. Etiologi Sindroma Horner, diunduh dari:


hhtp://emedicine.medscape.com/article/1220091-overview, 2009.

7. Adriani D. Sindroma Sinus Kavernosus. Departemen Neurologi FKUI.


Jakarta; 2008. h1–10.

8. Dewanto G, Suwono W.J, Riyanto B et all. Diagnosis & Tatalaksana Penyakit


Saraf : Bell’s Palsy. Cetakan I. EGC, Jakarta. 2009 : h137-41.

21
22

Anda mungkin juga menyukai