Anda di halaman 1dari 15

PENGUASAAN HAK ATAS TANAH

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tanah merupakan tempat manusia menjalankan aktivitas dan menjalani kehidupan
keseharian. Semenjak jaman dahulu tanah, kerap menjadi objek yang menarik
untuk dikaji dari waktu-kewaktu. Tidak dipungkiri, tanah memiliki posisi
strategis, baik bagi perorangan (individu), badan, maupun negara, sehingga pada
saat tertentu, terkadang memuncukan konflik kepentingan antara satu individu,
dengan individu lainnya. Sehubungan dengan hal ini, maka perlu untuk ditetapkan
aturan yang jelas mengenai status penguasaan dan pemanfaatannya.
Penguasaan dan pemanfaatan tanah, memasuki babak baru pada era globalisasi
dan perdagangan bebas. Setiap negara berupaya menawarkan berbagai kemudahan
untuk menarik investasi dari luar negeri, termasuk salah satunya, paket tawaran
penguasaan hak atas tanah
Dengan mulai berlakunya UUPA (Undang-undang Pokok Agraria) terjadi
perubahan fundamental pada Hukum Agraria di Indonesia, terutama hukum
dibidang pertanahan, yang sering kita sebut sebagi Hukum Pertanahan yang
dikalangan pemerintahan dan umum juga dikenal sebagai Hukum Agraria.
UUPA bukan hanya memuat ketentuan-ketentuan mengenai perombakan hukum
agraria. sesuai dengan namanya Peraturan dasar pokok-pokok Agraria, UUPA
memuat juga lain-lain pokok persoalan agrarian serta penyelesaiannya.
Ruang lingkup bumi menurut UUPA adalah permukaan bumi dan tubuh bumu
dibawahnya serta yang berada dibawah air. permukaan bumi sebagai bagian dari
bumi juga disebut tanah. Tanah yang dimaksudkan disini bukan mengatur tanah
dalam segala aspeknya, melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu
tanah dalam pengertian yuridis yang disebut hak-hak penguasaan atas tanah.
Dan melalui makalah ini kami akan membahas lebih lanjut mengenai Hak
Penguasaan atas Tanah.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari penguasaan dan menguasai?
2. Bagaimana Pengaturan dan macam hak penguasaan atas tanah?
3. Bagaimana penguasaan atas tanah sebagai lembaga hukum dan hubungan
hukum yang konkret?

1.3 Tujuan
1. Memahami pengertian dari penguasaan dan menguasai
2. Mengetahui pengaturan dan pembagian-Pembagian Hak-Hak penguasaan
atas tanah
BAB II : PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Penguasaan dan Menguasai

Pengertian “penguasaan” dan “menguasai dapat dipakai dalam arti fisik, juga
dalam arti yuridis. Juga beraspek perdata dan beraspek publik. Penguasaan dalam
arti yuridis adalah penguasaan yang dilandasi hak, yang dilindungi oleh hukum
dan pada umumnya memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai
secara fisik tanah yang dihaki, misalnya pemilik tanah mempergunakan atau
mengambil manfaat dari tanah yang dihaki, tidak diserahkan kepada pihak lain.
Ada penguasaan yuridis, biarpun memberi kewenangan untuk menguasai tanah
yang dihaki secara fisik, pada kenyataannya penguasaan fisik dilakukan oleh
pihak lain. Misalnya, seseorang memiliki tanah tidak mempergunakan tanahnya
sendiri melainkan disewakan kepada pihak lain, dalam hal ini secara yuridis tanah
tersebut dimiliki oleh pemilik tanah, akan tetapi secara fisik dilakukan oleh
penyewa tanah. Ada juga penguasaan secara yuridis yang tidak memberi
kewenangan untuk menguasai tanah yang bersangkutan secara fisik. Misalnya,
kreditor (bank) memgang jaminan atas tanah mempunyai hak penguasaan yuridis
atas tanah yang dijadikan agunan (jaminan), akan tetapi secara fisik penguasaan
tanahnya tetap ada pada pemegang hak atas tanah. Penguasaan yuridis dan fisik
atas tanah ini dipakai dalam aspek privat, sedangkan penguasaan yuridis yang
beraspek publik, yaitu penguasaan atas tanah sebagaimana yang disebutkan
dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan Pasal 2 UUPA

2.2 Pengaturan Hak-hak Penguasaan Atas Tanah


Dalam tiap hukum tanah terdapat pengaturan mengenai berbagai hak penguasaan
atas tanah. Dalam UUPA misalnya diatur dan sekaligus ditetapkan tata jenjang
atau hierarki hak-hak penguasaan atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional kita,
Yaitu :

1. Hak Penguasaan Bangsa


Hak ini merupakan hak penguasaan atas tanah yang tertinggi dan meliputi semua
tanah yang ada dalam wilayah Negara, yang merupakan tanah bersama, bersifat
abadi dan menjadi induk bagi hak-hak penguasaan yang lain atas tanah.
pengaturan ini termuat dalam Pasal 1 ayat (1)-(3) UUPA.
Hak Bangsa Indonesia atas tanah mempunyai sifat komunalistik, artinya semua
tanah yang ada dalam wilayah NKRI merupakan tanah bersama rakyat Indonesia,
yang telah bersatu sebagai Bangsa Indonesia (Pasal 1 ayat (1) UUPA). selain itu
juga mempunyai sifat religius, artinya seluruh tanah yang ada dalam wilayah
NKRI merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa (Pasal 1 ayat (2) UUPA).
Hubungan antara Bangsa Indonesia dengan tanah bersifat abadi, atinya selama
rakyat Indonesia masih bersatu sebagai Bangsa Indonesia dan selama tanah
tersebut masih ada pula, dalam keadaan yang bagaimanapun tidak ada sesuatu
kekuasaan yang akan dapat memutuskan atau meniadakan hubungan tersebut
(Pasal 1 ayat (3).
Dalam UUPA ditetapkan jenjang atau hirarki hak-hak penguasaan atas tanah
dalam hukum tanah materil:
1. Hak Bangsa
2. Hak menguasai dari Negara
3. Hak ulayat masyarakat hukum adat
4. Hak-hak perorangan/individual yaitu:
Hak atas tanah sebagai individu yang semuanya secara langsung ataupun tidak
langsung bersumber pada hak bangsa (pasal 16 dan 53 UUPA).
Mengenai Hak-hak atas tanah tercermin dalam Pasal 4 ayat 1 “Atas dasar hak
menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya
macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat
diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-
sama dengan orang lain serta badan-badan hukum”.
Pasal 4 ayat 2 “Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini memberi
wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh
bumi dan air serta ruang angkasa yang ada diatasnya sekedar diperlukan untuk
kepentingan yang langsung berhubungan dengan penguasaan tanah itu dalam
batas-batas menurut undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang
lebih tinggi”.
a. Menurut Hukum Adat
Hukum tanah materil (UUPA) berdasarkan pada hukum adat. Hukum Tanah Adat
mengatur mengenai hak-hak atas tanah. Hak atas tanah adat antara lain : hak
ulayat, hak milik adat, hak golongan dan hak menikmati. Hukum tanah adat
bersifat komunal yang mewujudkan semangat gotong royong dan kekeluargaan
yang diliputi suasana religius. Hak milik adat, hak golongan dan hak-hak lain
yang sejenis berdasarkan Pasal II Ketentuan Konvensi menjadi Hak Milik (pasal
20 UUPA). Untuk Hak Ulayat tetap dipertahankan dengan syarat-syarat-syarat
tertentu sebagaimana dinyatakan dalam pasal 3 UUPA “...pelaksana Hak Ulayat
dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang
menurut kenyataan masih ada, harus demikian rupa sehingga sesuai dengan
kepentingan nasional dan negara yang berdasarkan atas persatua bangsa serta
tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain
yang lebih tinggi”.
b. Menurut UUPA
Hak Menguasai Negara dan Pengaturannya
Setiap hukum tanah mempunyai pengauturan mengenai berbagai hak-hak
penguasaan tanah. UUPA menetapkan tingkatan hak-hak penguasaan atas tanah
yaitu :
1. Hak Bangsa
2. Hak menguasai dari Negara
3. Hak ulayat masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataan masih
ada.
4. Hak perorangan:
a. Hak-hak atas tanah (pasal 4)
Hak primer: Hak Milik, HGU, HGB; yang diberikan oleh negara dan Hak Pakai
yang diberikan oleh negara (pasal 16).
Hak Skunder: HGB dan Hak Pakai yang diberikan oleh pemilik tanah, hak gadai,
hak usaha bagi hasil, hak menumpang, hak sewa dan sebagianya (pasal 37, 41 dan
53).
b. Wakaf (pasal 49), wakaf tidak hanya terhadap barang/benda tetap, akan
tetapi bisa juga barang-barang yang bernilai ekonomi sebagaiman UU No.41
tahun 2004 tentang Wakaf pasal 16 “Harta benda wakaf terdiri atas benda
bergerak dan tidak bergerak”.
c. Hak milik atas satuan rumah susun (UU No.16 tahun 1985)
d. Hak jaminan atas tanah; hak tanbggungan (pasal 23, 33, 39, 51) dan Fidusia
(UU No.16 tahun 1985).
2. Pemberian Hak atas Tanah
Hak penguasaan atas tanah berisi kewenangan, kewajiban atau larangan
bagi pemegang haknya. Misalnya hak atas tanah yang disebut dalam pasal 28
dibatasi jangka waktu penggunaan tanahnya. HGB, Hak Tanggungan sebagai hak
penguasaan atas tanah berisi kewenangan bagi kreditor untuk berbuat sesuatu
mengenai tanah yang dijadikan agunan. Hak penguasaan atas tanah oleh kreditur
bukan untuk dikuasai secara fisik dan digunakan, melainkan untuk menjualnya
jika debitur cidera janji dan mengambil dari hasil seluruhnya atau sebagian
sebagai pembayaran lunas hutang debitur.
Pasal 4 ayat 1 Jo. Pasal 16, Jo. Pasal 53 bahwa atas dasar hak menguasai
dari negara ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi,yang
disebut tanah yanga dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang/badan
hukum:
a. Hak milki
b. Hak guna usaha
c. Hak guna bangunan
d. Hak pakai
e. Hak sewa
f. Hak membuka tanah
g. Hak memungut hasil hutan
h. Hak-hak yang tidak termasuk diatas yang akan ditetapkan dengan undang-
undang serta hak-hak yang sifatnya sementara (pasal 53) yaitu: hak gadai, hak
usaha bagi hasil, hak menumpang dan hak sewa tanah pertanian.
3. Hak Milik
Hak milik adalah hak yang turun temurun terkuat terpenuh yang dapat dipunyai
orang atas tanah dan memberi kewenangan untuk menggunakannya bagi segala
macam keperluan selama waktu yang tidak terbatas sepanjang tidak ada larangan
khusus untuk itu.
Yang dapat mempunyai hak milik (pasal 21 UUPA):
1. Warga negara Indonesia
2. Badan hukum yang ditetapkan pemerintah dengan syarat-syaratnya
3. Orang asing, karena :
- Pewarisan tanpa wasiat
- Percampuran harta karena perkawinan
- Kehilangan kewarganegaraan
- Dwi kewarganegaraan
Wajib melepaskan haknya dalam jangka waktu 1 tahun sejak diperolehnya hak
tersebut atau hilangnya kewarganegaraan.
a. Badan hukum yang ditetapkan pemerintah dapat mempunyai hak milik atas
tanah dengan syarat-syarat:
Dasar Hukumnya (pasal 21 ayat 2 UUPA, PP 38 tahun 1963 : penunjukan badan-
badan hukum dapat mempunyai hak milik atas tanah) :
1) Bank-bank yang didirikan oleh negara (Bank Negara)
- Untuk tempat bangunan yang diperlukan guna menunaikan tugasnya serta
untuk perumahan bagi pegawai-pegawainya.
- Berasal dari pembelian dalam pelelangan umum dan dalam waktu 1 tahun
sejak diperolehnya wajib dialihkan kepada pihak yang dapat mempunyai hak
milik.
2) Perkumpulan koperasi pertanian atas dasar undang-undang atas tanah
pertanian yang luasnya tidak lebiih dari batas maksimum.
3) Badan-badan keagamaan yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria
setelah mendengar Menteri Agama.
4) Badan-badan sosial yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria setelah
mendengar Menteri Kesejahteraan sosial :
- Untuk keperluan yang langsung berhubungan denga usaha keagamaan dan
sosial.
Ø Terjadinya Hak Milik
1. Terjadinya hak milik dalam hukum adat diatur dalam PP
2. Penetapan pemerintah menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan
dengan PP.
3. Ketentuan UU
Ø Hapusnya Hak Milik:
1. Karena pencabutan hak untuk kepentingan umum, bangsa dan negara
dengan memberikan ganti rugi (UU No.20/1961)
2. Karena penyerahan suka rela oleh pemiliknya
3. Karena ditelantarkan
4. Karena orang asing atau badan hukum yang tidak ada pewaris atau tidak ada
wasiat atau karena sebab-sebab peralihan lainnya dalam jangka waktu 1 tahun
sejak diperolehnya hak tidak mengalihkan kepada yang boleh mempunyai hak
milik.
5. Tanahnya musnah

4. Hak Guna Usaha


Hak guna usaha adalah hak mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh
negara guna perusahaan pertanian, perikanan dan peternakan. Subjek guna usaha
adalah Warga negara Indonesia dan Badan hukum yang didirikan menurut hukum
Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Pemegang HGU tidak lagi memenuhi syarat dalam jangka waktu 1 tahun
wajib melepaskan atau mengalihkan HGU kepada yang memenuhi syarat, jika
tidak dilepaskan maka HGU tersebut hapus dan tanahnya menjadi tanah negara.

Ø Objek guna usaha:


a. Tanah negara
b. Apabila tanah negara dalam bentuk hutan, maka pemberian HGU diberikan
setelah tanahnya dikeluarkan dari statusnya sebagai kawasan hutan.
c. Apabila tanah telah dikuasai dengan hak-hak tertentu, pelaksanaan
ketentuan HGU dapat dilaksanakan setelah selesai pelepasan hak sesuai dengan
tata cara yang diatur dalam UU.
d. Apabila diatas tanah tersebut ada tanaman atau bangunan milik pihak lain
yang sah, pemilik bangunan dan tanaman diberi ganti rugi yang dibebankan pada
pemegang HGU.
Ø Luas Tanah:
a. Luas tanah minimum 5 Ha.
b. Luas maksimum yang dapat diberikan pada perorangan 25 Ha.
c. Dapat diperbaharui setelah jangka waktu perpanjang berakhir.
d. Permohonan perpanjangan/pembaharuan hak diajukan 2 tahun sebelum
berakhirnya hak.
5. Hak Guna Bangunan (HGB)
Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-
bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dalam jangka waktu paling
lama 30 tahun dan dapat diperpanjang sampai dengan 20 tahun lagi, dapat beralih
dan dialihkan kepada pihak lain. Hak guna banguna dalam UUPA diatur mulai
dari pasal 35 – 39.
Dasar hukumnya :
1. UUPA ditentukan dalam pasal 35-40 dan pasal 50 – 52 dan pasal 55, serta
ketentuan-ketentuan konvensi pasal II, III, V dan pasal VIII.
2. PP No.40 tahun 1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai atas tanah, sebagai
ketentuan pelaksanaan dari pasal-pasal UUPA mengenai HGU, HGB dan hak
pakai atas tanah yang mulai berlaku tanggal 17 Juni 1996. Pasal yang mengatur
secara rinci mengenai HGB dalam PP No.40 tahun 1996, dari pasal 19-38 tentang
subjek hukum guna bangunan dan hal yang berkaitan dengan pengelolaan dan
penggunaan HGB.
Sesuai dengan Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 yang dapat
menjadi pemengang HGU adalah Warga Negara Indonesia, Badan Hukum yang
didirikan menurut hokum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Sedangkan
Badan Hukum yang didirikan menurut ketentuan Hukum Indonesia tetapi tidak
berkedudukan di Indonesia tidak mungkin memiliki HGU atau Badan Hukum
yang tidak didirikan menurut ketentuan Hukum Indonesia, tetapi berkedudukan di
Indonesia juga tidak memiliki HGu. Dalam kaitannya sebagai subjek hak, HGU
sebagai tersebut di atas, maka sesuai dengan Pasal 20 PP No. 40 Tahun 1996
ditententukan bahwa Ayat (1) : “ pemengang Hak Guna Bangunan yang tidak lagi
memenuhi syarat sebagaimana yang dimakasud dalam pasal 19 dalam jangka
waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan Hak Atas Tanah tersebut
kepada pihak lain yang memenuhi syarat ”.
Ayat (2) : ” Apabila dalam jangka waktu sebagaimana yang dimaksud dalam Ayat
(1) haknya tidak dilepaskan atau tidak di alihkan, hak tersebut hapus karena
hukum.
Ø Objek Hak Guna Bangunan
Objek dari Hak Guna Bangunan adalah tanah yang telah diberikan hak utuk
digunakan mendirikan bangunan diatasnya dengan diberikan batas waktu
pengunaan tanah jangka waktunya adalah 30 Tahun dan dapat diperpanjang 20
tahun lagi. Menurut Pasal 21 PP No. 40 Tahun 1996 jenis tanah yang dapat
diberikan dengan HGU adalah :
a. Tanah Negara
b. Tanah Hak Pengelolaan
c. Tanah Hak Milik
Ø Terjadinya Hak Guna Bangunan
Mengacu pada Pasal 23 PP No. 40 Tahun 1996 terjadinya Hak Guna Bangunan
adalah :
a. Pemberian HGU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 didaftar dalam
buku tanah pada Kantor Pertanahan.
b. HGU atas tanah Negara atau atas tanah hak pengelolaan terjadi sejak di
daftar oleh kantor pertanahan.
c. Sebagai tanda bukti hak kepada pemegang Hak Guna Bangunan diberikan
sertipikat hak atas tanah.
6. Hak Pakai
Hak pakai adalah hak untuk mengunakan atau memungut hasil dari tanah yang
dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi
wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya.
Ø Subjek hak pakai :
a. WNI
b. Badan Hukum yang didirikan menurut Hukum Indonesia dan berkedudukan
di Indonesia
c. Departemen, lembaga permerintahan non departemen dan Pemerintah
daerah.
d. Badan – Badan keagamaan dan sosial
e. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia
f. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
g. Perwakilan Negara asing dan perwakilan badan Internasional
Ø Objek Hak Pakai :
1. Tanah Negara
2. Tanah Hak Pengelolaan
3. Tanah Hak Miliki
Ø Jangka waktu :
1. Paling Lama 25 Tahun
2. Dapat diperpanjang untuk jangka 20 tahun
3. Untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama dipergunakan untuk
keperluan tertentu oleh :
a. Departemen, lembaga permerintahan non departemen dan Pemerintah
daerah.
b. Badan – Badan keagamaan dan sosial
c. Perwakilan Negara asing dan perwakilan badan Internasional
4. Dapat diperbaharui setelah jangka waktu perpanjangan berakhir.
i. Permohonan perpanjangan/pembaharuan hak diajukan dua Tahun sebelum
berakhirnya Hak
ii. Hak di atas HM tidak dapat diperpanjang, hanya dapat diperbaharui dengan
pemberian HP baru dengan AKTA yang dibuat oleh pejabat pembuat AKTA
tanah.
Ø Terjadinya Hak Pakai.
a. Hak pakai atas tanah Negara : keputusan pemberian hak oleh pejabat yang
berwenang.
b. HP atas Tanah HPL : keputusan pemberian hak oleh pejabat yang
berwenang atas usul pemegang HPL.
c. HP atas hak milik : pemberian oleh pemengang HM dengan AKTA yang
dibuat oleh pejabat pembuat AKTA tanah.
Ø Hapusnya Hak Pakai :
a. Jangka waktunya berakhir
b. Dibatalkan haknya oleh pejabat yang berwenang, pemengang HPL atau
pemengang HM sebelum jangka waktu berakhir karena :
1. Tidak dipenuhi kewajiban – kewajiban pemegang hak dan/atau dilanggarnya
ketentuan – ketentuan pememberian HGU
2. Tidak dipenuhinya syarat – syarat atau kewajiban- kewajiban yang tertuang
dalam perjanjian pemberian HP antara dengan pemengang HM atau HPL
3. Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
c. Dilepaskan secara suka rela sebelum jangka waktu berakhir.
d. Dicabut berdasarkan undang –undang No. 20 Th 1961.
e. Ditelantarkan
f. Tanahnya musnah
g. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai pemegang HP dan dalam jangka waktu
satu tahun tidak melepaskan atau mengalihkan kepada yang memenuhi syarat.

7. Hak Ulayat
Tanah ulayat merupakan kepunyaan bersama diyakini sebagai karunia suatu
kekuatan gaib atau peninggalan nenek moyang kepada kelompok yang merupakan
masyarakat hukum adat sebagai unsure penghidupanya sepanjang masa. Disinilah
unsur religious atau keagamaanya, hubungan hokum antara masyarakat adat
dengan Ulayat nya. Kelompok tersebut bisa merupakan masyarakat hokum adat
yang territorial (desa, marga, Nagari, Huta) bisa juga merupakan yang Genealogik
atau keluarga ( seperti suku, kamu Minangkabau).
UUPA Pasal 3 menentukan Hak Ulayat sebagai berikut : dengan
mengingat ketentuan – ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan Hak Ulayat
dan Hak –Hak yang serupa dari masyarakat Hukum adat, sepanjang menurut
kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa, sehinga sesuai dengan
kepentinggan Nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan Bangsa serta
tidak boleh bertentangan dengan undang –undang peraturan- peraturan yang lebih
tinggi

Hak Ulayat sebutan yang dikenal dalam kepustakaan hokum adat dan
dikalangan masyarakat hokum adat diberbagai daerah dikenal nama yang berbeda
merupakan hak penguasaan tertinggi atas tanah dalam hukum adat yang meliputi
semua tanah yang termasuk dalam lingkungan wilayah suatu masyarakat hukum
adat tertentu, yang merupakan tanah kepunyaan bersama parawarganya. Hak
ulayat mengandung 2 unsur :
1. Unsur hukum perdata yaitu sebagai hak kepunyaan bersama para warga
masyarakat hokum adat yang bersangkutan atas tanah ulayat yang dipercayai
berasal dari peningalan nenek moyang mereka.
2. Unsur hukum publik yaitu sebagai kewenangan untuk mengelola dan
mengatur peruntukan, penggunaan tanah ulayat tersebut baik dalam hubungan
dengan orang-orang bukan warga atau orang luar, yang pelaksanaanya diserahkan
kepada kepala adat atau bersama para tetua adat.
Ø Pemegang Hak Ulayat
Pemegang hak ulayat adalah masyarakat hokum adat, baik yang
merupakan persekutuan hokum yang didasarkan pada kesamaan tempat tinggal
(teritorial), maupun yang didasarkan pada turunan (Geneologis) yang dikenal
dengan berbagai nama yang khas didaerah bersangkutan seperti suku, marga,
kaum, dati, dusun, nagari dan sebagainya.
Ø Objek Hak Wilayah
Objek Hak Wilayah adalah semua tanah dalam wilayah masyarakat hokum
adat yang territorial yang bersangkutan.
Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat.
Guna penyelesaian masalah hak ulayat pemerintah telah mengeluarkan
pedoman dengan PMNA/KBPN No. 5 Th 1999. Peraturan ini memuat kebijakan,
memperjelas prinsip pengakuan terhadap hak ulayat dan hak –hak yang serupa
dari masyarakat hokum adat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 UUPA.
Kebijakan tersebut meliputi :
a. Penyamaan persepsi mengenai hak ulayat (Pasal 1)
b. Kriteria dan penentuan masih adanya hak ulayat dan hak-hak yang serupa
dari masyarakat hukum adat (Pasal 2 dan 5)
c. Kewenangan masyarakat hokum adat terhadap tanah ulayatnya (Pasal 3 dan
4).
Pelaksanaan hak ulayat pada kenyataanya masih ada dilakukan oleh masyarakat
hokum adat setempat
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pengertian “penguasaan” dan “menguasai dapat dipakai dalam arti fisik, juga
dalam arti yuridis. Juga beraspek perdata dan beraspek publik. Penguasaan dalam
arti yuridis adalah penguasaan yang dilandasi hak, yang dilindungi oleh hukum
dan pada umumnya memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai
secara fisik tanah yang dihaki, misalnya pemilik tanah mempergunakan atau
mengambil manfaat dari tanah yang dihaki, tidak diserahkan kepada pihak lain.
Dalam UUPA diatur dan sekaligus ditetapkan tata jenjang atau hierarki hak-hak
penguasaan atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional kita, Yaitu:
1. Hak Bangsa Indonesia atas tanah
2. Hak menguasai dari Negara atas tanah
3. Hak ulayat masyarakat hukum adat.
4. Hak Perorangan atas tanah
Hak-hak penguasaan atas tanah yaitu sebagai berikut :
1. Hak Penguasaan Bangsa
2. Hak Milik
3. Hak Guna Usaha
4. Hak Guna Bangunan (HGB)
5. Hak Pakai (HP)
6. Hak Ulayat
DAFTAR PUSTAKA

Cut Asmaul Husna TR, S.H.,M.Kn. 2010. Diktat Hukum Agraria.

http://leafmyallif.blogspot.com/2012/10/hak-penguasaan-atas-tanah.html
Penguasaan hak-hak atas tanah (diakses tanggal 16 April 2013)

Anda mungkin juga menyukai