Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN

FARMAKOKINETIKA

“PEMBUATAN KURVA KALIBRASI”


Dosen pengampu:

Drs. Umar Mansur, M.Sc.


Apt. Yardi, Ph.D.
Apt. Marvel, M.Farm.
Apt Suci Ahda Novitri, S.Farm., M.Si..

Disusun oleh:

Ghina Khalidah

111710200000078

BD

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

SEPTEMBER/2020
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Dalam bidang kimia khususnya farmasi, pengukuran analitik
memiliki peranan yang sangat penting. Tujuan dari pengukuran analitik ini
adalah untuk menetukan nilai sebernarnya dari suatu para meter kuantitas
kimia, contohnya seperti: konsentrasi PH, temperatur, titik didih dan lain-
lain. Pengukuran analitik ini dapat menggunakan metode konvensional
maupun modern, baik secara kualitatif dan kuantitatif. Dalam suatu
percobaan secara umum, hasil yang diperoleh pasti tidak lepas dari
kesalahan. Faktor penyebab kesalahan dapat disebabkan oleh berbagai hal
seperti bahan kimia, peralatan dan lain-lain. Salah satu cara yang dapat
digunakan untuk mengurangi kesalahan dalam peengukuran analitik adalah
dengan proses kalibrasi.
Kalibrasi adalah suatu proses yang menghubungkan signal analitik
yang diukur dengan konsentrasi analit. Ada 3 metode yaitu kurva kalibrasi
(kurva baku), metode adisi standar dan metode standar internal. Kurva
kalibrasi adalah sejumlah larutan baku dengan variasi konsentrasi disiapkan
dan di ukur menggunakan instrumen dan respon instrumen dicatat. Larutan
baku merupakan larutan analit yang telah diketahui konsentrasinya. Kurva
kalibrasinya merupakan plot konsentrasi baku (X) versus respon instrumen
(Y) dan hubungan keduanya adalah linier. Alat yang digunakan biasanya
spektro UV-VIS.
Pengukuran menggunakan alat spektrofotometri UV-Vis ini
didasarkan pada hubungan antara berkas radiasi elektromagnetik yang
ditransmisikan (diteruskan) atau yang diabsorpsi dengan tebalnya cuplikan
dan konsentrasi dari komponen penyerap. Berdasarkan hal ini maka untuk
dapat mengetahui konsentrasi sampel berdasarkan data serapan (A) sampel,
perlu dibuat suatu kurva kalibrasi yang menyatakan hubungan antara berkas
radiasi yang diabsorpsi (A) dengan konsentrasi (C) dari serangkaian zat
standar yang telah diketahui.
Pada praktikum ini dilakukan pembuatan kurva kalibrasi dan kurva
absorpsi parasetamol. Kurva absorpsi ini digunakan untuk menentukan
panjang gelombang maksimum dari parasetamol, sedangkan kurva kalibrasi
ini digunakan untuk menentukan kadar parasetamol.

1.2 Tujuan
1. Mahasiswa dapat memahami tahap-tahap dalam pembuatan kurva
kalibrasi
2. Mahasiswa dapat menggunakan kurva kalibrasi dalam menganalisa
kadar suatu obat.
1.3 Manfaat
1. Untuk dapat memahami tahap-tahap dalam pembuatan kurva kalibrasi
2. Untuk dapat menggunakan kurva kalibrasi dalam menganalisa kadar
suatu obat.
BAB II

TEORI

Kalibrasi adalah serangkaian kegiatan yang membentuk hubungan


antara nilai yang ditunjukkan oleh instrumen ukur atau sistem pengukuran,
atau nilai yang diwakili oleh bahan ukur, dengan nilai-nilai yang sudah
diketahui yang berkaitan dari besaran yang diukur dalam kondisi tertentu.
Dengan kata lain, kalibrasi adalah kegiatan untuk menentukan kebenaran
konvensional nilai penunjukkan alat ukur dan bahan ukur dengan cara
membandingkan terhadap standar ukur yang mamputelusur (traceable) ke
standar nasional untuk satuan ukuran dan/atau internasional. (Ipqi, 2016).
Spektrofotometri merupakan suatu metoda analisa yang didasarkan
pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan
berwarna pada panjang gelombamg spesifik dengan menggunakan
monokromator prisma atau kisi difraksi dengan detektor fototube. Benda
bercahaya seperti matahari atau bohlam listrik memancarkan spektrum yang
lebar terdiri atas panjang gelombang. Panjang gelombang yang dikaitkan
dengan cahaya tampak itu mampu mempengaruhi selaput pelangi mata
manusia dan karenanya menimbulkan kesan subyektif akan ketampakan
(vision). Dalam analisis secara spektrofotometri terdapat tiga daerah
panjang gelombang elektromagnetik yang digunakan, yaitu daerah UV
(200 – 380 nm), daerah visible (380 – 700 nm), daerah inframerah (700 –
3000 nm) (Khopkar 1990)
Spektrofotometer digunakan untuk mengukur jumlah cahaya yang
diabsorbsi atau ditransmisikan oleh molekul-molekul di dalam larutan.
Ketika panjang gelombang cahaya ditransmisikan melalui larutan, sebagian
energi cahaya tersebut akan diserap (diabsorbsi). Besarnya kemampuan
molekul-molekul zat terlarut untuk mengabsorbsi cahaya pada pada panjang
gelombang tertentu dikenal dengan istilah absorbansi (A), yang setara
dengan nilai konsentrasi larutan tersebut dan panjang berkas cahaya yang
dilalui (biasanya 1 cm dalam spektrofotometer) ke suatu point dimana
persentase jumlah cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi diukur
dengan phototube. Sebuah spektrofotometer memiliki lima bagian penting
yaitu:
a) Sumber cahaya, untuk UV umumnya digunakan lampu deuterium (D2O),
untuk visible digunakan lampu tungstent xenon (Auc).
b) Monokromator, yaitu suatu alat untuk mengubah cahaya polikromatik
menjadi cahaya monokromatik
c) Sel penyerap / wadah pada sample, cell dalam spektrofotometer disebut
juga dengan
kuvet.
d) Photodetektor berfungsi untuk mengubah energi cahaya menjadi energi
listrik
e) Analyzer (pengolah data), untuk spektrofotometer modern biasanya
dilengkapi dengan
komputer.
Spektrofotometer Visible
Ketika cahaya dari panjang gelombang melalui larutan kimia yang
diujikan,sebagian cahaya tersebut akan diabsorbsi oleh larutan. Hukum
Lambert Beer’s yang dikembangkan pada tahun 1852 oleh J.Beer &
Lambert menyatakan secara kuantitatif adsorbsi ini sebagai :

Log I0 / IT = ε. L. C ...................................*)

Keterangan :
I0 = Intensitas cahaya sebelum melewati sample
IT = Intensitas cahaya setelah melewati sample
ε = Koefisien ekstingsi, yaitu konstanta yang tergantung pada sifat alami
dari senyawa
substansi dan panjang gelombang yang digunakan untuk analisis
L = Panjang atau jarak cahaya yang melewati sample
C = Konsentrasi dari larutan yang dianalisa

Hubungan I0 / IT akan lebih cepat dipahami dengan melihat


kebalikan dari perbandingan tersebut yakni IT / I0 sebagai transmitansi (T)
dari larutan. Sedangkan log (I0/IT) dikenal sebagai absorbansi (A) larutan.
Pernyataan ini akan menghasilkan persamaan A = - log T dengan A =
ε.L.C. Hal yang perlu diperhatikan disini adalah bahwa persamaan ini
menyerupai/setipe dengan persamaan garis lurus y = mx + b. Absorbansi
cahaya dari larutan secara langsung
berbanding lurus dengan konsentrasi larutan.
Beberapa aspek yang perlu diperhatikan berkaitan dengan satuan-
satuan persamaan Lambert-Beer’s di atas yakni :
1. T (transmittance), T tidak memiliki satuan karena ini merupakan rasio
intensitas
cahaya. IT dan I0 memiliki satuan yang sama oleh karenanya saling
meniadakan.
2. A (absorbance), A juga tidak memiliki satuan karena hubungannya
dengan T.
3. L (pathlength), L biasanya memiliki satuan cm berdasarkan fakta kita
menstandarkan panjang menggunakan tempat larutan yang dinamakan
kuvet, memiliki satuan dengan lebar biasanya 1,0 cm.
4. C (concentration), C memiliki satuan konsentrasi seperti M
(molaritas) memiliki
satuan mg / mL.atau ppm ( parts per million ).
5. ε, (the extinction coefficient), ε memiliki satuan yang berkebalikan
dengan C dan L, sebagai contoh cm-1 dan M-1.
Data spektra UV-Vis secara tersendiri tidak dapat digunakan untuk
identifikasi kualitatif obat atau metabolitnya. Sedangkan pada aspek
kuantitatif, suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan (larutan sampel)
dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya. Radiasi yang
diserap oleh cuplikan ditentukan dengan membandingkan intensitas sinar
BAB III

PROSEDUR KERJA
3.1 Alat dan bahan
A. Alat
1. Timabangan analitik
2. Perkamen
3. sudip
4. Labu ukur
5. Pipet
6. Gelas beaker
7. Spektrofotometer
B. Bahan
1. Air suling
2. Paracetamol
3.2 Prosedur kerja

PROSEDUR KERJA GAMBAR


Membuat larutan induk Paracetamol 1000 ppm

Timbang 100 mg PCT


Larutkan PCT 100 mg dalam labu ukur 100
ml dan di ad menggunakan aquadest sampai
tanda batas sehingga diperoleh larutan PCT
dengan konsentrasi 1000 ppm

Lakukan pengenceran terhadap larutan


induk PCT 1000 ppm dengan cara
mengambil 10 ml larutan PCT 1000 ppm
kemudian masukkan ke dalam labu ukur
100 ml dan di ad menggunakan aquades
sampai tanda batas sehingga diperoleh
larutan PCT dengan konsentrasi 100 ppm

Menentukan panjang gelombang maksimum Paracetamol

Disiapkan larutan PCT paracetamol dengan


konsentrasi 10 ppm dengan cara memipet
10 ml larutan dari larutan 100 ppm,
kemudian masukan kedalam labu ukur 100
ml dan di ad menggunakan aquadest sampai
tanda batas.

Baca intensitas serapan yang terjadi pada


spektrometer pada panjang gelombang 200-
400 nm, Plotkan serapan yang terbaca dan
tetapkan berapa panjang gelombang
maksimumnya

Membuat kurva kalibrasi


Dibuat seri konsentrasi larutan PCT dalam
aquadest dengan konsentrasi 6 ppm, 8 ppm,
10 ppm, 12 ppm, dan 14 ppm dari
larutan konsentrasi100 ppm sebelumnya.

Baca intensitas serapan yang terjadi dari


masing-masing kadar pada panjang
gelombang maksimum yang telah diperoleh

Dibuat persamaan kurva kalibrasi dengan


memplotkan nilai absorbsi pada sumbu y
dan waktu pengukuran pada sumbu x
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

MEMBUAT LARUTAN INDUK


pacacetamol 1000 ppm
100 𝑚𝑔
1000 ppm = 100 𝑚𝑙 = 0,1 g/ 100 ml = 1 g/ 1000 ml

Pengencaran larutan paracetmol 1000 ppm → 100 ppm


M1. V1 = M2 . V2
1000 ppm. V1 = 100 ppm. 100 ml
V1 = 10000 ppm. ml/1000 ppm
V1 = 10 ml
Pengencaran larutan paracetmol 100 ppm → 10 ppm
M1. V1 = M2 . V2
100 ppm. V1 = 10 ppm. 100 ml
V1 = 1000 ppm. ml/100 ppm
V1 = 10 ml
Didapatkan panjang gelombang max →242,4 nm
Dibuat seri konsentrasi 6,8,10,12 dan 14
- Pengenceran 6ppm
M1. V1 = M2 . V2
100 ppm. V1 = 6 ppm. 100 ml
V1 = 600 ml/100
V1 = 6 ml

- Pengenceran 8ppm
M1. V1 = M2 . V2
100 ppm. V1 = 8 ppm. 100 ml
V1 = 800 ml/100
V1 = 8 ml

- Pengenceran 10ppm
M1. V1 = M2 . V2
100 ppm. V1 = 10 ppm. 100 ml
V1 = 1000 ml/100
V1 = 10 ml
- Pengenceran 12ppm
M1. V1 = M2 . V2
100 ppm. V1 = 12 ppm. 100 ml
V1 = 1200 ml/100
V1 = 12 ml

- Pengenceran 14ppm
M1. V1 = M2 . V2
100 ppm. V1 = 14 ppm. 100 ml
V1 = 1400 ml/100
V1 = 14 ml

Hasil intensitas
Kosentrasi Absorbansi (A)
Rata-rata
PCT 1 2 3
6 ppm 0,325 0,324 0,325 0,325
8 ppm 0,438 0,439 0,438 0,438
10 ppm 0,545 0,545 0,544 0,545
12 ppm 0,651 0,650 0,651 0,651
14 ppm 0,753 0,752 0,752 0,752

Kurva Kalibrasi y = 0.0533x + 0.0087


R² = 0.9996
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16

Regresi linear
Y = 0.533 + 0.0087
R = 0.9996

4.2 Pembahasan
Praktikum kali ini dilakukan untuk menentukan kadar paracetamol dengan
spektrofotometri UV-Vis menggunakan kurva kalibrasi dan persamaan garis
regresi linear. Pada analisis kompenen tunggal, jika absorpsi suatu seri
konsentrasi larutan diukur pada panjang gelombang, suhu, kondisi serta pada
pelarut yang sama.
Langkah pertama membuat konsentrasi larutan pct 1000 ppm sebagai
larutan induk. Dari larutan induk tersebut, dibuat pengenceran menjadi larutan
paracetamol dengan konsentrasi 100 ppm. Sebelum dilakukan pengukuran
serapan, maka harus ditentukan panjang gelombang maksimumnya terlebih
dahulu. Pada percobaan ini diperoleh panjang gelombang maksimum untuk
parasetamol sekitar 24.2.4 nm sehingga dalam penentuan kadar parasetamol
digunakan panjang gelombang tersebut. Penentuan panjang gelombang
maksimal ini dilakukan untuk membuat kurva hubungan antara absorbansi
dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu
sehingga diperoleh kurva kalibrasi larutan standar yang dibuat dalam 5
konsentrasi yaitu dengan kadar 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm, 12 ppm, dan 14 ppm.
setelah itu diperoleh nilai regresi linear sebesar Y = 0.533 + 0.0087 dan R =
0.9996.
Spektrofotometri UV-Vis termasuk salah satu metode analisis instrumental
yang frekuensi penggunaannya paling banyak dalam laboratorium analisis.
Metode ini merupakan metode yang lahir pertama kali di lingkungan kimia
analisis. Pelaksanaan analisis dengan metode ini cepat, mudah, dan relatif murah,
termasuk juga harga instrumen yang relative murah (Tim Penyusun, 2008).
Menganalis paracetamol dapat menggunakan Spektrofotometri UV-Vis karena
pada skruktur parasetamol terdapat gugus kromofor dan gugus ausokrom yang
dapat menyerap radiasi elektromagtenik yang akan menghasilkan nilai absorspsi.
Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan karena panjang
gelombang suatu senyawa dapat berbeda bila ditentukan pada kondisi dan alat
yang berbeda. Panjang gelombang maksimum (λmaks) merupakan panjang
gelombang dimana terjadi eksitasi elektronik yang memberikan absorbansi
maksimum. Tujuan dilakukan pengukuran pada panjang gelombang maksimum
adalah perubahan absorbansi untuk setiap satuan kosentrasi adalah paling besar
pada panjang gelombang maksimum, sehingga akan diperoleh kepekaan analisis
yang maksimum (Gandjar dan Rohman, 2007).

Gambar 1
Pada Gambar 1 menunjukkan hasil pengukuran panjang gelombang
maksimum parasetamol yang diperoleh adalah 242,4 nm. Panjang gelombang
maksimum tersebut menunjukkan bahwa serapan parasetamol berada pada
daerah UV karena masuk rentang panjang gelombang 200–400 nm. Secara
teoritis serapan maksimum untuk parasetamol adalah 244 nm (Tulandi, dkk,
2015).
Setelah itu, fungsi dari kurva kalibrasi yaitu, untuk encapai tertelusuran
pengukuran. Hasil pengukuran dapat dikaitkan/ditelusur sampai ke standar yang
lebih tinggi/teliti (standar primer nasional dan / internasional), melalui rangkaian
perbandingan yang tak terputus, untuk menentukan deviasi (penyimpangan)
kebenaran nilai konvensional penunjukan suatu instrument ukur. Dan untuk
menjamin hasil-hasil pengukuran sesuai dengan standar Nasional maupun
Internasional
Nilai absorbansi yang masuk kedalam hukum lambert beer antara 0,2-0,8
(0,2 ≤ A ≥ 0,8) atau sering disebut sebagai daerah berlaku hukum Lambert-Beer.
Jika absorbansi yang diperoleh lebih besar (>1) maka hubungan absorbansi tidak
linear lagi. (Fmipa, 2017)
Faktor-faktor yang menyebabkan absorbansi vs konsentrasi tidak linear:

1. Adanya serapan oleh pelarut. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan
blangko, yaitu larutan yang berisi selain komponen yang akan dianalisis
termasuk zat pembentuk warna.
2. Serapan oleh kuvet. Kuvet yang ada biasanya dari bahan gelas atau kuarsa,
namun kuvet dari kuarsa memiliki kualitas yang lebih baik.
3. Kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi sangat
rendah atau sangat tinggi, hal ini dapat diatur dengan pengaturan
konsentrasi, sesuai dengan kisaran sensitivitas dari alat yang digunakan
(melalui pengenceran atau pemekatan).
BAB V

KESIMPULAN

Pada praktikum kali ini disimpulkan bahwa:


1. Kalibrasi adalah serangkaian kegiatan yang membentuk hubungan antara
nilai yang ditunjukkan oleh instrumen ukur atau sistem pengukuran, atau
nilai yang diwakili oleh bahan ukur, dengan nilai-nilai yang sudah diketahui
yang berkaitan dari besaran yang diukur dalam kondisi tertentu.
2. Paracetamol dapat digunakan dengan spretroUV-Vis karean mempunyai
gugus ausokrom dan kromofor
3. Mendapatkan nilai regresi linear sebesar Y = 0.533 + 0.0087 dan R =
0.9996.
DAFTAR PUSTAKA

Gandjar, I. G. dan Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.

Fmifa Unej, 2017, Spektrofotometri Sinar Tampak (Visible)

Anda mungkin juga menyukai