Anda di halaman 1dari 65

BAYI BERAT LAHIR RENDAH

Julniar M.Tasli, Herman Bernawi, Afifa Ramadanti, Indrayady

Definisi
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat badan lahir kurang dari
2.500 gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang
ditimbang dalam 1 jam setelah lahir.

Anamnesis
Keadaan ibu selama hamil (sesuai dengan faktor etiologi), usia gestasi.

Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan fisis lengkap bayi baru lahir. Pemeriksaan skor Ballard untuk menilai
usia gestasi, dan diplot pada kurva Lubchenco untuk menilai kesesuaian berat lahir
dengan usia gestasi.

Klasifikasi :
A.Berdasarkan berat lahir :
1. Berat lahir kurang dari 1000 gr : bayi berat lahir amat sangat rendah
2. Berat lahir kurang dari 1500 gr : bayi berat lahir sangat rendah
3. Berat lahir kurang dari 2500 gr : bayi berat lahir rendah

B.Berdasarkan usia gestasi BBLR dibedakan:


1. Kurang bulan : usia gestasi kurang dari 37 minggu.
2. Cukup bulan : usia gestasi >37 minggu atau lebih.

C.Berdasarkan berat lahir dan usia gestasi maka BBLR dapat diklasifikasikan
menjadi:
1. SMK (sesuai masa kehamilan)
2. KMK (kecil masa kehamilan)
3. BMK (besar masa kehamilan).

1
Kriteria Diagnosis
Berdasarkan berat lahir dan usia gestasi diklasifikasikan sesuai dengan klasifikasi di
atas.

Diagnosis
 Timbang berat bayi
 Tentukan masa gestasi (hari pertama haid terakhir, Skor Ballard)
 Tentukan bayi sesuai masa kehamilan atau kecil masa kehamilan dengan
menggunakan
kurva pertumbuhan dan perkembangan intrauterin dari Battalgia dan Lubchenco
• Usia gestasi <37 minggu →prematuritas murni
• Usia gestasi ≥36 minggu → dismatur
• Usia gestasi <37 minggu dan berat lahir kurang untuk masa gestasi tersebut
→ gabungan keduanya
 Cari faktor penyebab/risiko yang mendasari

Diagnosis Banding
Sesuai klasifikasi

Pemeriksaan Penunjang
Glukosa darah, hemoglobin, leukosit, diff. count, serta pemeriksaan lain atas indikasi
(foto thoraks, ECG,USG).

Terapi
Indikasi rawat:
 Semua bayi berat lahir kurang dari 1.500 gram
 Usia gestasi ≤35 minggu
 Bayi dengan komplikasi
Perawatan:
 Dirawat dalam inkubator, jaga jangan sampai hipotermi, suhu bayi 36,5-37,5 oC
 Perawatan Metode Kangguru Intermitten
 Bayi dengan distres pernapasan pengobatan lihat bab distres pernapasan.
 Tentukan usia gestasi

2
 Bayi BB ≥1.500 gram tanpa asfiksia dan tak ada tanda-tanda distres pernapasan
dirawat gabung
 Bila bayi <1.500 gram, pindah rawat bagian IKA dan beri ASI/LLM
 Bayi-bayi KMK (Kecil Masa Kehamilan) diberi minum lebih dini (2 jam setelah
lahir)
 Periksa gula darah dengan dekstrostik bila ada tanda-tanda hipoglikemia
 Kebutuhan cairan setiap kgBB/24 jam
• Hari ke 1 : 80 cc
• Hari ke 2 : 100 cc
• Hari ke 3 : 120 cc
• Hari ke 4 : 130 cc
• Hari ke 5 : 135 cc
• Hari ke 6 : 140 cc
• Hari ke 7 : 150 cc
• Hari ke 8 : 160 cc
• Hari ke 9 : 165 cc
• Hari ke 10 : 170 cc
• Hari ke 11 : 175 cc
• Hari ke 12 : 180 cc
• Hari ke 13 : 190 cc
• Hari ke 14 : 200 cc
 Jenis Cairan IVFD :
• BB ≥2.000 gram : dekstrose 10% 500 cc + Ca glukonas 10%
• BB <2.000 gram : dekstrose 7½% 500 cc + Ca glukonas 10%

 Kebutuhan Ca glukonas/hari : 5 cc / kg BB
 Mulai hari ke-2 baru ditambahkan NaCl 15 % 6 cc/kolf dan KCl sesuai kebutuhan.
 Hari kedua diberi protein 1 gram/kgBB/hari, dinaikkan perlahan-lahan 1½ gram, 2
gram, 2½ gram, 3 gram/kgBB/hari.
 Pada bayi tanpa distres pernapan (RR <60 x/menit) dapat langsung diberi minum
per oral dengan menghisap sendiri atau dengan nasogastrik drip. Bila bayi tidak

3
mentolerir semua kebutuhan peroral, maka diberikan sebanyak yang dapat
ditoleransi lambungnya dan sisanya diberikan dengan IVFD.
 Pemberian minum tiap 2-3 jam pada bayi dengan BB <1.500 gram secara sonde
lambung, kemudian dilanjutkan dengan menghisap langsung ASI dari ibu, secara
bertahap 1 x/hari dilanjutkan 2-3 x/hari dan seterusnya akhirnya sampai penuh
sampai bayi dipulangkan.
 Bayi dengan masa gestasi <32 minggu diberikan:
• Theophilin per oral dosis awal 6 mg dan dilanjutkan 1,5 mg/kgBB/kali tiap 8
jam sampai masa gestasi 34 minggu atau kafein sitrat 5 mg /kgBB/hari
maksimal 10 mg/kg BB/hari
• Theophilin juga diberikan pada bayi dengan masa gestasi 33 -34 minggu bila
bayi tersebut apnu yang disertai bradikardia dan sianosis.
 Bila bayi belum bisa makan per oral dapat juga diberikan aminophylin IV dosis
awal 7-8 mg/kgBB dilanjutkan dosis 2 mg/kgBB tiap 8 jam.

Indikasi Pulang
Bayi sudah dapat minum secara adekuat sesuai dengan kebutuhan dan tidak ada
komplikasi.

Edukasi
Penjelasan mengenai komplikasi jangka panjang dan jangka pendek dari BBLR dan
perawtan metode kangguru.

Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam

4
Kepustakaan
1. Papageorgiou A., Pelausa E., Kovacs L. The extremely Low-Birth-Weight
infant. Dalam: MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M, penyunting. Avery’s
Neonatology, pathophysiology & management of the newborn. Edisi 6.
Philadelphia : Lippincott William & Wilkin, 2005;459-89.
2. Anderson M.S., Hay W.W. Intrauterine growth restriction and the small-for-
gestational-age infant. Dalam: MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M,
penyunting. Avery’s Neonatology, pathophysiology & management of the
newborn. Edisi 6. Philadelphia : Lippincott William & Walkins, 2005;490-522.
3. Grider D.L, Robinson T.L. Management of the extremely Low Birth Weight
infant during the first week of life. Dalam: Gomella TL, Cunningham MD,Eyal
FG, Zenk KE, penyunting. Neonatology, management, procedur, on-call
problem, desease, and drug. Edisi 6. Newyork : Lange McGraw Hill, 2011;163-
74.
4. Rao R. Intrauterine Growth Restriction (Small for Gestational Age). Dalam:
Gomella TL, Cunningham MD,Eyal FG, Zenk KE, penyunting. Neonatology,
management, procedur, on-call problem, desease, and drug. Edisi 6. Newyork :
Lange McGraw Hill, 2011;558-67.
5. Lee. K.G. Identifying the high-risk newborn and evaluating gestational age,
prematurity, postmaturity, large-for-gestational-age, and small-for-gestational-
age infants. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR, penyunting. Manual
of Neonatal care. Edisi 6. Philadelphia : Lippincott William & Walkins, 2008;41-
58.
6. Stewart J.E., Martin C.R., Joselow M.R. Follow-up care of very low birth weight
infants. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR, penyunting. Manual of
Neonatal care. Edisi 6. Philadelphia : Lippincott William & Walkins, 2008; 159-
63.
7. Kliegman R.M. Intrauterine Growth Restriction. Dalam : Martin RJ, Fanaroff
AA, Walsh MC, penyunting. Fanaroff and Martin’s Neonatal-perinatal medicine.
Edisi ke 9. Missouri: Elsevier, 2011; 245 - 76
8. American Heart Association and Amercan Academy of Pediatric. Textbook of
neonatal resuscitation. Kattwinkel J, penyunting. Edisi ke 6, 2011.

5
9. The low birthweight infant. Dalam : Levene MI, Tudehope DI, Sinha S,
penyunting. Essential Neonatal Mediceine. Edisi 4. Australia : Blackwell
Publishing, 2008 ; 77 – 86

6
ASFIKSIA PERINATAL
Julniar M.Tasli, Herman Bernawi, Afifa Ramadanti, Indrayady

Definisi
Kegagalan bernapas spontan dan teratur segera setelah lahir sehingga terjadinya
gangguan pertukaran gas (O2 dan CO2) yang mengakibatkan bayi baru lahir
mengalami hipoksia, hiperkarbia dan asidosis metabolik

Anamnesis
Faktor resiko ( etiologi ) → perkiraan asfiksia.
Riwayat persalinan → lahir langsung menangis ( bernapas spontan ) atau tidak.

Pemeriksaan Fisis
Dinilai appearance (warna kulit), pulse (denyut jantung), grimace (mimik wajah),
activity (tonus otot), respiratory effort (usaha nafas) pada menit 1 dan 5, kalau perlu
setiap 5 menit sampai menit 20 sesuai dengan kondisi bayi.
Penilaian bersamaan dengan langkah-langkah resusitasi. Sambil melakukan
resusitasi, menilai APGAR 1 menit, 5 menit, dan 10 menit. Setelah selesai resusitasi,
dilanjutkan dengan perawatan pasca resusitasi, dipantau fungsi vital (nadi,
pernafasan, kesadaran), mencari komplikasi dan penyakit penyerta serta
pemeriksaaan fisik lengkap.

Kriteria Diagnosis
1. Nilai APGAR 0 – 3 pada menit ke 5
2. Asidosis metabolik atau campuran ( pH darah arteri umbilikalis < 7 )
3. Manifestasi neurologik ( kejang, hipotoni, koma, ensefalopati hipoksik iskemik )

Diagnosis
Sesuai dengan nilai APGAR menit ke 5 dan manifestasi neurologis.

Diagnosis Banding
Neonatal ensefalopati

7
Pemeriksaan Penunjang
Glukosa darah, hemoglobin, leukosit, diff. count, serta pemeriksaan lain atas indikasi
(foto thoraks, ECG,USG).

Terapi
Sebelum melakukan langkah awal resusitasi lakukan penilaian awal:
1.Apakah cukup bulan ?
2.Apakah bernapas atau menagis ?
3.Apakah tonus otot baik ?
Bila ada jawaban “tidak“ dari ke tiga pertanyaan ini maka langkah awal resusitasi
harus dimulai, sedangkan bila semua jawaban “ya“ maka bayi tersebut hanya
dilakukan perawatan rutin saja (jaga kehangatan, bersihkan jalan napas dan
keringkan).

A. Langkah Awal Resusitasi


Letakkan bayi di meja resusitasi dengan alat pemancar panas, letakkan pada
posisi yang benar, lakukan penghisapan (bila perlu), keringkan, rangsangan
taktil, reposisi dan nilai: pernapasan frekuensi jantung dan warna kulit.

B. Ventilasi Tekanan Positip ( VTP )


Ventilasi tekanan positip dapat diberikan dengan balon resusitasi dan sungkup
atau dengan balon resusitasi dan intubasi endotrakheal (ETT).
Indikasi :
Bila bayi apnu/megap-megap atau bernapas tetapi frekuensi denyut jantung
<100 kali permenit atau sianosis sentral menetap meskipun diberikan oksigen
aliran bebas sampai 100 %
Frekuensi :
Lakukan ventilasi dengan frekuensi 40-60 kali per menit selama 30 detik dengan
oksigen 21 - 100% ( pada bayi cukup bulan dimulai dengan oksigen 21 % dan
pada bayi preterm dimulai dengan oksigen lebih dari 21 % yang dapat
ditingkatkan sampai dengan target saturasi oksigen preduktal tercapai ) , lalu
nilai frekuensi jantung :
Frekuensi Jantung/Tindakan :
a. Di atas 100 :
8
1. Bila napas spontan dan saturasi oksigen membaik, VTP hentikan
bertahap.
2. Bila tidak bernapas, atau megap-megap lanjutkan VTP
b. Diantara 60 dan 100 :
1. Membaik, pasang pipa orogastrik dan lanjutkan VTP
2. Tidak membaik, evaluasi VTP yang telah dilakukan (posisi, perlekatan
sungkup, jalan napas bersih, mulut terbuka, tekanan pada balon),
pertimbangkan intubasi dan lanjutkan VTP
c. Di bawah 60 : 1. Lanjutkan VTP
2. Mulai kompresi dada

C. Kompresi Dada
Indikasi:
Frekuensi jantung < 60 kali per menit setelah 30 detik mendapat VTP efektif
dengan oksigen 100%.
Frekuensi:
Kompresi dada dilakukan selama 60 detik. Setiap 2 detik dilakukan 3 kali
kompresi dada dan 1 kali VTP ( selama 60 detik dilakukan 90 kali kompresi
dada dan 30 kali VTP detik).
Evaluasi:
Setelah 60 detik melakukan tindakan kompresi dada dan ventilasi, periksa
frekuensi jantung atau nadi. Bila frekuensi jantung:
a. Kurang dari 60 kali per menit: lanjutkan tindakan kompresi dada dan ventilasi
dan pemberian epinefrin.
b. 60 kali per menit atau lebih : hentikan tindakan penekanan dada tetapi
lanjutkan ventilasi dengan oksigen 100%.

D. Intubasi Endotrakeal
Indikasi :
a. Bila cairan amnion bercampur mekoneum dan bayi mengalami depresi
napas, tonus otot jelek atau denyut jantung < 100 kali permenit maka
intubasi dilakukan pada kesempatan pertama (perlu melakukan penghisapan
melalui trakhea untuk mengeluarkan mekoneum), sebelum memulai tindakan
resusitasi yang lain.
9
b. Bila VTP dengan balon dan sungkup tidak efektif (tidak mengembangkan
dada) atau memaksimalkan efisiensi VTP, membutuhkan pemberian VTP
agak lama, dicurigai ada hernia diafragmatika, pemberian surfaktan dan bayi
berat amat sangat rendah (berat lahir kurang dari 1.000 gram).
c. Bila diperlukan kompresi dada, intubasi memudahkan koordinasi kompresi
dada dan VTP.

E. Obat-obatan
Obat-obatan baru diperlukan pada resusitasi neonatus bila tidak memberikan
respon dengan pemberian VTP yang efektif dengan oksigen 100 % dan
kompresi dada.
a. Epinefrin
Indikasi:
Frekuensi jantung tetap di bawah 60 kali per menit walaupun telah dilakukan
paling sedikit 60 detik ventilasi adekuat dengan oksigen 100% dan
penekanan dada.
Frekuensi jantung nol. Bila detak jantung tidak dapat dideteksi, epinefrin
harus diberikan segera pada saat yang sama dengan VTP dan penekanan
dada dimulai.
Pemberian:
Dosis 0,1-0,3 ml/kgBB epinefrin 1:10.000 intravena atau 0,5-1 ml/kgBB
melalui ETT, dapat diulang setiap 3-5 menit bila frekuensi denyut jantung
kurang dari 60 kali per menit.
b. Cairan penambah volume darah
Bila bayi tidak memberikan respon terhadap resusitasi dan ada bukti
kehilangan darah maka indikasi pemberian cairan penambah volume darah,
yaitu garam fisiologis atau ringer laktat dengan dosis 10 ml/kgBB selama 30
menit.
c. Nalokson
Bila ibu mendapat morphin atau petidin dalam waktu 4 jam terakhir sebelum
persalinan dan tidak ada usaha napas, tetapi frekuensi jantung dan kulit
normal langsung diberikan Nalokson 0,1 mg/kgBB intravena melalui vena
umbilikalis atau pipa endotrakeal.

10
Ingatlah, walaupun didapatkan frekuensi jantung nol, penekanan dan ventilasi harus
dilanjutkan sampai diambil keputusan medik untuk menghentikan tindakan
resusitasi.

Resusitasi dihentikan bila semua langkah dilakukan dengan baik selama 15 menit
frekuensi jantung tetap nol.

Indikasi Pulang
Tidak sesak, dengan frekuensi napas 40-60 kali per menit. Tidak ada tanda-tanda
infeksi, penyakit penyerta dan komplikasi telah teratasi dan bisa minum secara
adekuat.

Edukasi
Penjelasan mengenai komplikasi jangka panjang dan jangka pendek dari asfiksia
perinatal.
Penjelasan mengenai faktor risiko asfiksia neonatorum.

Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam

11
Kepustakaan
1. American Heart Association and Amercan Academy of Pediatric. Textbook of
neonatal resuscitation. Kattwinkel J, penyunting. Edisi ke 6, 2011.
2. Rehan KV, Phibbs RH. Delivery room management. Dalam : MacDonald MG,
Seshia MK, Mullett MD, penyunting. Avery’s Neonatology, pathopysiology &
management of the newborn. Edisi ke Philadelphia : Lippincot William &
Wilkins, 2005; 302- 26.
3. Sill J. Perinatal asphyxia. Dalam: Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk
KE, penyunting. Neonatology, management, procedur, on-call problem,
desease, and drug. Edisi ke 6. New York: Lange McGraw Hill, 2009;624-36.
4. Goldsmith JP. Delivery room resuscitaion of the newborn. Dalam : Martin RJ,
Fanaroff AA, Walsh MC, penyunting. Fanaroff and Martin’s Neonatal-perinatal
medicine. Edisi ke 9. Missouri: Elsevier, 2011;449-74
5. Papile LA, Adcock LM. Perinatal Asphyxia. Dalam : Cloherty JP, Eichenwald
EC, Stark AR, penyunting. Manual of Neonatal care. Edisi ke 6. Philadelphia :
Lippincott William & Wilkins, 2008; 518-28.

12
Newborn Resuscitation Algorithma

13
GAWAT NAPAS PADA NEONATUS
Julniar M.Tasli, Herman Bernawi, Afifa Ramadanti, Indrayady

Definisi
Kumpulan dari 2 atau lebih gejala gangguan ventilasi paru yang ditandai dengan
frekuensi napas > 60 kali/menit; merintih pada waktu ekspirasi; retraksi interkostal,
subkostal, suprasternal, epigastrium; pernapasan cuping hidung dan sianosis.

Anamnesis
Masa gestasi, cara persalinan, nilai APGAR, air ketuban bercampur mekoneum,
faktor resiko atau faktor predisposisi infeksi ( suhu ibu > 38 oC, leukosit ibu >
15.000/mm3 , air ketuban keruh & berbau busuk, ketubah pecah > 12 jam, partus
kasep ).

Pemeriksaan Fisis
Tergantung Bentuk Klinis :
1. Transient Tachypnoe of the Newborn : dispnu, takipnu, retraksi, merintih, sianosis,
vesikuler normal
2. Penyakit Membran Hyalin : dispnu, takipnu, retraksi, merintih, sianosis, vesikuler
menurun dan tanda-tanda bayi kurang bulan.
3. Bronkopneumonia : dispnu, takipnu, retraksi, merintih, sianosis, vesikuler dapat
normal atau menurun dan jarang ditemukan ronki.
4. Sindroma Aspirasi mekoneum : dispnu, takipnu, retraksi, merintih, sianosis,
vesikuler dapat normal atau menurun, meconeum staining, dada dapat tampak
lebih cembung.
5. Pnemothoraks : dispnu, takipnu, retraksi, merintih, sianosis, vesikuler menurun,
sela iga melebar dan dada tampak lebih cembung, asimetris gerakan dinding
dada.
6. Hernia Diafragmatika : dispnu, takipnu, retraksi, merintih, sianosis, vesikuler
menurun, dada tampak lebih cembung, perut skapoid, dapat terdengar peristaltik
usus pada thoraks.
7. Kelumpuhan Syaraf Frenikus : dispnu, takipnu, retraksi, merintih, sianosis,
vesikuler menurun dan sering ditemui palsi brakial Palsi ( parese/paralise Erb )

14
Kriteria Diagnosis
Ditemukan gejala klinis atau gejala klinis ditambah dengan hasil pemeriksaan
penunjang yang positip.
1. Transient Tachypnoe of the Newborn : gejala klinis + foto thoraks (hiperinflasi
paru, peri hillar cuffing, cairan di fisura interlobularis, diafragma lebih datar,
kardiomegali ringan )
2. Penyakit Membran Hyalin : gejala klinis + foto thoraks (infiltrat retikulogranuler,
air bronchogram, batas jantung paru kabur, kolaps seluruh paru)
3. Bronkopneumonia : gejala klinis + foto thoraks (infiltrat tak spesifik)
4. Sindroma Aspirasi Mekoneum : gejala klinis + foto Thoraks (diafragma datar,
sela iga lebar, bercak infiltrat kasar)
5. Pneumothorak : gejala klinis + foto thoraks (radiolusen dan kolaps parsial atau
total paru yang terkena, pergeseran mediastinum, pendataran diafragma) +
transiluminasi positip, terutama pada bayi kecil.
6. Hernia Diafragmatika : gejala klinis + foto thoraks (tampak gambaran usus di
rongga thoraks).
7. Parese Syaraf Frenikus : gejala klinis + foto thoraks (elevasi diafragma sisi
parese, pergeseran mediastinum dan atelektasis) + USG (gangguan/berkurang
gerakan diaragma sisi parese)

Diagnosis
Sesuai klinis dan pemeriksaan penunjang

Diagnosis Banding
Tergantung diagnosis

Pemeriksaan Penunjang
Darah : Hb, lekosit, Diff.count, trombosit, mikro LED dan CRP.
Radiologi ( foto toraks dan ultrasonografi )
Transiluminasi

Terapi
1. Suportif, umumnya sama pada semua gawat napas, yaitu :
a. Pemberian cairan

15
 IVFD dekstrose 71/2 % atau 10 % + Ca glukonas sesuai dengan kebutuhan
bayi
 Mulai hari ke 2 ditambahkan NaCl 3 % sebanyak 30 cc/kolf
 Bila ada tanda dehidrasi atasi dehidrasi
 Bila ada asidosis berikan cairan dekstrose dan natrium bikarbonat (4 : 1). Bila
dapat diperiksa analisa gas darah, asidosis dan dikoreksi langsung dengan
pemberian cairan Natrium Bikarbonat 4,2 % secara perlahan-lahan
 Bila belum bisa makan per oral beri larutan asam amino 1-3 g/kgBB/hari. Bila
sudah bisa minum per oral beri ASI atau susu formula
b. Terapi oksigen ( intra nasal, head box, buble CPAP, ventilator)
2. Antibiotika : Ampisilin dan gentamisin, bila tidak ada perbaikan dalam 2 hari,
gentamisin diganti dengan ceftazidim.
3. Terapi khusus, tergantung dari etiologi gawat napas :
a. Pneumothorak :
 Tidak ada tension pneumothorak : berikan oksigen 100 % selama 12 jam
pada bayi aterm ( nitrogen washing )
 Dengan tension pneumothorak dilakukan pemasasangan kateter interkostal
dengan kontinuous suction (WSD)
 Jika keadaan kritis dapat dilakukan aspirasi dengan menggunakan wing
needle no.21 dan spuit 5 cc serta three way stopcock (diagnosis dan terapi)
b. Hernia Diafragmatika : operatif ( repair diafragma )
c. Parese Syaraf Frenikus : konservatif (bayi dimiringkan ke sisi parese), operatif
bila setelah 1 bulan tidak ada perbaikan (plikasi diafragma)

Indikasi Pulang
Tidak sesak dengan frekuensi nafas 40-60 kali per menit, minum baik, tidak ada
tanda infeksi dan penyakit penyebab telah terkendali

Edukasi
Penjelasan mengenai faktor risiko dan penatalaksanaan serta komplikasi yang
mungkin timbul.

16
Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam

Kepustakaan
1. Whitsett J.A., Rice W.R., Warner B.B., Wert S.E., Pryhuber G.S. Acute
Respiratory Disorders. Dalam: MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M,
penyunting. Avery’s Neonatology Pathophysiology & Managementof the
Newborn. Edisi 6. Philadelphia : Lippincott William & Walkins, 2005;553-77.
2. Truog W.E., Golombek S.G., Principles of Management of Respiratory
Problems. Dalam: MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M, penyunting. Avery’s
Neonatology Pathophysiology & Managementof the Newborn. Edisi 6.
Philadelphia : Lippincott William & Walkins, 2005;600-21.
3. Bany-Mohammed F, Gomella T.L. Hyaline Membrane Disease. Dalam:
Gomella TL, Cunningham MD,Eyal FG, Zenk KE, penyunting. Neonatology,
management, procedur, on-call problem desease, and drug. Edisi 5. Newyork :
Lange McGraw Hill, 2003;524-52.
4. M.Sholeh Kosim. Gangguan Nafas pada bayi baru lahir. Dalam: Kosim MS,
Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku Ajar Neonatologi.
Edisi 1. Jakarta : Badan Penerbit IDAI, 2008;126-46.
5. Bhakta K.Y. Respiratory Distress Syndrome. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald
EC, Stark AR, penyunting. Manual of Neonatal care. Edisi 6. Philadelphia :
Lippincott William & Walkins, 2008;323-30.
6. Rodriguez R.J., Martin R.J., Fanaroff A.A. Respiratory Distress Syndrome and
its management. Dalam: Martin RJ, Fanaroff AA, Walsh MC, penyunting.
Fanaroff and Martin’s Neonatal-Perinatal Medicine. Edisi 8. Missouri : Mosby
Elsevier, 2006;1097-107.
7. Respiratory disorder. Dalam : Levene MI, Tudehope DI, Sinha S, penyunting.
Essential Neonatal Mediceine. Edisi 4. Australia : Blackwell Publishing, 2008 ;
92-110.

17
PENYAKIT MEMBRAN HIALIN
Julniar M.Tasli, Herman Bernawi, Afifa Ramadanti, Indrayady

Definisi
Sindroma gawat nafas yang disebabkan defisiensi surfaktan

Anamnesis
Prematur, riwayat ibu DM, asfiksia, gemelli II, perdarahan ante partum, persalinan
dengan sectio cesaria

Pemeriksaan Fisik
Dispnu, takipnu, retraksi, merintih, sianosis, vesikuler menurun dan tanda-tanda
bayi kurang bulan.

Kriteria Diagnosis
Gejala klinis + foto thoraks (infiltrat retikulogranuler, air bronchogram, batas jantung
paru kabur, kollaps seluruh paru)

Diagnosis
Berdasarkan anamnesis, klinis dan foto thorak

Diagnosis Banding
Transient Tachypnoe of the Newborn
Pneumonia
Sepsis

Pemeriksaan Penunjang
Darah : Hb, lekosit, Diff.count, trombosit, mikro LED dan CRP.
Radiologi : foto thoraks

Terapi
1. Suportif, umumnya sama pada semua gawat napas, yaitu :
a. Pemberian cairan

18
 IVFD dekstrose 71/2 % atau 10 % + Ca glukonas sesuai degan kebutuhan
bayi
 Mulai hari ke 2 ditambahkan NaCl 3 % sebanyak 30 cc/kolf
 Bila ada tanda dehidrasi atasi dehidrasi
 Bila ada asidosis berikan cairan dekstrose dan natrium bikarbonat ( 4 : 1 )
Bila dapat diperiksa analisa gas darah, asidosis dan dikoreksi langsung
dengan pemberian cairan Natrium Bikarbonat 4,2 % secara perlahan-lahan
 Bila belum bisa makan per oral beri larutan asam amino 1-3 g/kgBB/hari.
Bila sudah bisa minum per oral beri ASI atau susu formula
b. Terapi oksigen ( intra nasal, head box, buble C PAP, ventilator )

2. Antibiotika : Ampisilin dan gentamisin, bila tidak ada perbaikan dalam 2 hari,
gentamisin diganti dengan ceftazidim.

Indikasi Pulang
Tidak sesak dengan frekuensi nafas 40-60 kali per menit, minum baik, tidak ada
tanda infeksi dan penyakit penyebab telah terkendali

Edukasi
Tidak sesak dengan frekuensi nafas 40-60 kali per menit, minum baik, tidak ada
tanda infeksi dan penyakit penyebab telah terkendali

Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam

19
Kepustakaan
1. Whitsett J.A., Rice W.R., Warner B.B., Wert S.E., Pryhuber G.S. Acute
Respiratory Disorders. Dalam: MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M,
penyunting. Avery’s Neonatology Pathophysiology & Managementof the
Newborn. Edisi 6. Philadelphia : Lippincott William & Walkins, 2005;553-77.
2. Truog W.E., Golombek S.G., Principles of Management of Respiratory
Problems. Dalam: MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M, penyunting. Avery’s
Neonatology Pathophysiology & Managementof the Newborn. Edisi 6.
Philadelphia : Lippincott William & Walkins, 2005;600-21.
3. Bany-Mohammed F, Gomella T.L. Hyaline Membrane Disease. Dalam:
Gomella TL, Cunningham MD,Eyal FG, Zenk KE, penyunting. Neonatology,
management, procedur, on-call problem desease, and drug. Edisi 5. Newyork :
Lange McGraw Hill, 2003;524-52.
4. M.Sholeh Kosim. Gangguan Nafas pada bayi baru lahir. Dalam: Kosim MS,
Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku Ajar Neonatologi.
Edisi 1. Jakarta : Badan Penerbit IDAI, 2008;126-46.
5. Bhakta K.Y. Respiratory Distress Syndrome. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald
EC, Stark AR, penyunting. Manual of Neonatal care. Edisi 6. Philadelphia :
Lippincott William & Walkins, 2008;323-30.
6. Rodriguez R.J., Martin R.J., Fanaroff A.A. Respiratory Distress Syndrome and
its management. Dalam: Martin RJ, Fanaroff AA, Walsh MC, penyunting.
Fanaroff and Martin’s Neonatal-Perinatal Medicine. Edisi 8. Missouri : Mosby
Elsevier, 2006;1097-107.
7. Respiratory disorder. Dalam : Levene MI, Tudehope DI, Sinha S, penyunting.
Essential Neonatal Mediceine. Edisi 4. Australia : Blackwell Publishing, 2008 ;
92-110.

20
SINDROMA ASPIRASI MEKONEUM
Julniar M.Tasli, Herman Bernawi, Afifa Ramadanti, Indrayady

Definisi
Masuknya air ketuban yang bercampur mekoneum ke dalam saluran nafas

Anamnesis
Masa gestasi, cara persalinan, nilai APGAR, air ketuban bercampur mekoneum,
faktor resiko atau faktor predisposisi infeksi (suhu ibu > 38 o C, leukosit ibu >
15.000/mm3, air ketuban keruh & berbau busuk, ketubah pecah > 12 jam, partus
kasep ).

Pemeriksaan Fisis
Dispnu, takipnu, retraksi, merintih, sianosis, vesikuler dapat normal atau menurun,
meconeum staining, dada dapat tampak lebih cembung.

Kriteria Diagnosis
Gejala klinis + foto Thoraks ( diafragma datar, sela iga lebar, bercak infiltrat kasar )

Diagnosis
Sesuai klinis dan foto thoraks

Diagnosis Banding
Pneumonia

Pemeriksaan Penunjang
Darah : Hb, lekosit, Diff.count, trombosit, mikro LED dan CRP.
Radiologi : foto thoraks

Terapi
1. Suportif, umumnya sama pada semua gawat napas, yaitu :
a. Pemberian cairan
 IVFD dekstrose 71/2 % atau 10 % + Ca glukonas sesuai degan kebutuhan
bayi
21
 Mulai hari ke 3 ditambahkan NaCl 15 % sebanyak 6 cc/kolf
 Bila ada tanda dehidrasi atasi dehidrasi
 Bila ada asidosis berikan cairan dekstrose dan natrium bikarbonat ( 4 : 1 )
Bila dapat diperiksa analisa gas darah, asidosis dan dikoreksi langsung
dengan pemberian cairan Natrium Bikarbonat 4,2 % secara perlahan-lahan
 Bila belum bisa makan per oral beri larutan asam amino 1-3 g/kgBB/hari.
Bila sudah bisa minum per oral beri ASI atau susu formula
b. Terapi oksigen ( intra nasal, head box, buble CPAP, ventilator )

2. Antibiotika : Ampisilin dan gentamisin, bila tidak ada perbaikan dalam 2 hari,
gentamisin diganti dengan ceftazidim.

Indikasi Pulang
Tidak sesak dengan frekuensi nafas 40-60 kali per menit, minum baik, tidak ada
tanda infeksi dan penyakit penyebab telah terkendali

Edukasi
Penjelasan mengenai faktor risiko dan penatalaksanaan serta komplikasi yang
mungkin timbul.

Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam

22
Kepustakaan
1. Whitsett J.A., Rice W.R., Warner B.B., Wert S.E., Pryhuber G.S. Acute
Respiratory Disorders. Dalam: MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M,
penyunting. Avery’s Neonatology Pathophysiology & Managementof the
Newborn. Edisi 6. Philadelphia : Lippincott William & Walkins, 2005;553-77.
2. Truog W.E., Golombek S.G., Principles of Management of Respiratory
Problems. Dalam: MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M, penyunting. Avery’s
Neonatology Pathophysiology & Managementof the Newborn. Edisi 6.
Philadelphia : Lippincott William & Walkins, 2005;600-21.
3. M.Sholeh Kosim. Gangguan Nafas pada bayi baru lahir. Dalam: Kosim MS,
Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku Ajar Neonatologi.
Edisi 1. Jakarta : Badan Penerbit IDAI, 2008;126-46.
4. Bhakta K.Y. Respiratory Distress Syndrome. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald
EC, Stark AR, penyunting. Manual of Neonatal care. Edisi 6. Philadelphia :
Lippincott William & Walkins, 2008;323-30.
5. Rodriguez R.J., Martin R.J., Fanaroff A.A. Respiratory Distress Syndrome and
its management. Dalam: Martin RJ, Fanaroff AA, Walsh MC, penyunting.
Fanaroff and Martin’s Neonatal-Perinatal Medicine. Edisi 8. Missouri : Mosby
Elsevier, 2006;1097-107.
6. Respiratory disorder. Dalam : Levene MI, Tudehope DI, Sinha S, penyunting.
Essential Neonatal Mediceine. Edisi 4. Australia : Blackwell Publishing, 2008 ;
92-110.

23
HERNIA DIFRAGMATIKA
Julniar M.Tasli, Herman Bernawi, Afifa Ramadanti, Indrayady

Definisi
Adanya defek pada diafragma sehingga isi abdomen masuk ke rongga thoraks

Anamnesis
Riwayat afiksia dan sesak nafas sejak lahir

Pemeriksaan Fisis
Dispnu, takipnu, retraksi, merintih, sianosis, vesikuler menurun, dada tampak lebih
cembung, perut skapoid, dapat terdengar peristaltik usus pada thoraks

Kriteria Diagnosis
Gejala klinis + foto thoraks ( tampak gambaran usus di rongga thoraks )

Diagnosis
Sesuai klinis dan foto thoraks

Diagnosis Banding
 Eventrasi diafragma kongenital
 Kelumpuhan syaraf phrenikus

Pemeriksaan Penunjang
Darah : Hb, lekosit, Diff.count, trombosit, mikro LED dan CRP.
Radiologi : foto thoraks

Terapi
1. Suportif, umumnya sama pada semua gawat napas, yaitu :
a. Pemberian cairan
 IVFD dekstrose 71/2 % atau 10 % + Ca glukonas sesuai degan kebutuhan
bayi
 Mulai hari ke 2 ditambahkan NaCl 15 % sebanyak 6 cc/kolf

24
 Bila ada tanda dehidrasi atasi dehidrasi
 Bila ada asidosis berikan cairan dekstrose dan natrium bikarbonat ( 4 : 1 )
Bila dapat diperiksa analisa gas darah, asidosis dan dikoreksi langsung
dengan pemberian cairan Natrium Bikarbonat 4,2 % secara perlahan-lahan
 Bila belum bisa makan per oral beri larutan asam amino 1-3 g/kgBB/hari.
Bila sudah bisa minum per oral beri ASI atau susu formula
b. Terapi oksigen ( intra nasal, head box, buble CPAP, ventilator )

2. Antibiotika : Ampisilin dan gentamisin, bila tidak ada perbaikan dalam 2 hari,
gentamisin diganti dengan ceftazidim.

3. Terapi khusus : Operatif ( repair diafragma ). Tidak boleh dilakukan VTP dengan
balon sungkup → dengan ETT

Indikasi Pulang
Tidak sesak dengan frekuensi nafas 40-60 kali per menit, minum baik, tidak ada
tanda infeksi dan penyakit penyebab telah terkendali

Edukasi
Penjelasan mengenai faktor risiko dan penatalaksanaan serta komplikasi yang
mungkin timbul.

Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam

25
Kepustakaan
1. Whitsett J.A., Rice W.R., Warner B.B., Wert S.E., Pryhuber G.S. Acute
Respiratory Disorders. Dalam: MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M,
penyunting. Avery’s Neonatology Pathophysiology & Managementof the
Newborn. Edisi 6. Philadelphia : Lippincott William & Walkins, 2005;553-77.
2. Truog W.E., Golombek S.G., Principles of Management of Respiratory
Problems. Dalam: MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M, penyunting. Avery’s
Neonatology Pathophysiology & Managementof the Newborn. Edisi 6.
Philadelphia : Lippincott William & Walkins, 2005;600-21.
3. M.Sholeh Kosim. Gangguan Nafas pada bayi baru lahir. Dalam: Kosim MS,
Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku Ajar Neonatologi.
Edisi 1. Jakarta : Badan Penerbit IDAI, 2008;126-46.
4. Bhakta K.Y. Respiratory Distress Syndrome. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald
EC, Stark AR, penyunting. Manual of Neonatal care. Edisi 6. Philadelphia :
Lippincott William & Walkins, 2008;323-30.
5. Rodriguez R.J., Martin R.J., Fanaroff A.A. Respiratory Distress Syndrome and
its management. Dalam: Martin RJ, Fanaroff AA, Walsh MC, penyunting.
Fanaroff and Martin’s Neonatal-Perinatal Medicine. Edisi 8. Missouri : Mosby
Elsevier, 2006;1097-107.
6. Respiratory disorder. Dalam : Levene MI, Tudehope DI, Sinha S, penyunting.
Essential Neonatal Medicine. Edisi 4. Australia : Blackwell Publishing, 2008 ;
92-110.

26
PERDARAHAN PARU
Julniar M.Tasli, Herman Bernawi, Afifa Ramadanti, Indrayady

Definisi
Terdapatnya darah di saluran napas yang disertai perburukan klinis penderita dan
bukan disebabkan oleh trauma

Anamnesis
Terdapat darah yang keluar dari endotracheal tube atau dari laring.

Pemeriksaan Fisik
Terdapat darah atau keluar dari endotracheal tube atau dari laring pada bayi yang
tidak diintubasi. Hipoaktif, pucat, takikardi, hipotensi, sesak, sianosis, vesikuler
melemah. Pada perdarahan masif klinis penderita cepat memburuk. Mungkin dapat
ditemui manifestasi perdarahan di tempat lain.

Kriteria Diagnosis
1. Pemeriksaan Fisik
Terdapat darah atau keluar dari endotracheal tube atau dari laring pada bayi
yang tidak diintubasi. Hipoaktif, pucat, takikardi, hipotensi, sesak, sianosis,
vesikuler melemah. Pada perdarahan masif klinis penderita cepat memburuk.
Mungkin dapat ditemui manifestasi perdarahan di tempat lain.
2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan hematologi (kadar hemoglobin, hematokrit, lekosit, hitung jenis,
trombosit, clotting time, prothrombin time, partial thromboplastin time, trombin
time, analisis gas darah.
3. Radiologi: foto thoraks: pada perdarahan lokal terdapat infiltrat (pachy, linier
atau noduler) dan pada perdarahan masif didapati gambaranradio opaque
pada kedua lapangan paru dengan air bronchogram

Diagnosis
Sesuai klinis dan pemeriksaan penunjang

27
Diagnosis Banding
Ditujukan pada etiologi

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan hematologi (kadar hemoglobin, hematokrit, lekosit, hitung jenis,
trombosit, clotting time, prothrombin time, partial thromboplastin time, trombin
time,
b. Analisis gas darah.
2. Radiologi : foto thoraks: pada perdarahan lokal terdapat infiltrat (pachy, linier atau
noduler) dan pada perdarahan masif didapati gambaran radio opaque pada kedua
lapangan paru dengan air bronchogram

Terapi Umum :
1. Bersihkan jalan napas
2. Perbaiki tekanan darah
3. Koreksi asidosis
4. Transfusi darah (bila perlu)
5. Obati penyebab yang mendasari → termasuk pemberian vit.K , pemberian FFP

Terapi Khusus :
1. Ventilator terpasang:
a. Bersihkan jalan napas melalui ETT
b. Tingkatkan FiO2
c. Tingkatkan PEEP sampai 6-8 cmH2O
d. Pertimbangkan untuk meningkatkan PIP
2. Bila tidak menggunakan ventilator:
a. Bersihkan jalan nafas
b. Pertimbangkan pemasangan ventilator

Indikasi Pulang
Perdarahan teratasi

28
Edukasi
Penjelasan mengenai faktor risiko dan penatalaksanaan serta komplikasi

Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam

Kepustakaan
1. Whitsett J.A., Rice W.R., Warner B.B., Wert S.E., Pryhuber G.S. Acute
Respiratory Disorders. Dalam: MacDonald MG, Mullet MD, Seshia M,
penyunting. Avery’s Neonatology, pathophysiology & management of the
newborn. Edisi 6. Philadelphia : Lippincott William & Walkins, 2005;573-4.
2. Pulmonary hemorrhage. Dalam: Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk
KE, penyunting. Neonatology, management, procedures, on-call problems,
desease ,and drug. Edisi 5. Newyork : Lange McGraw Hill, 2004;304-5.
3. Louis N.A. Pulmonary hemorrhage. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark
AR, penyunting. Manual of Neonatal care. Edisi 6. Philadelphia : Lippincott
William & Wilkins, 2008;366-68.
4. Jobe A.H. The respiratory system. Dalam: Martin RJ, Fanaroff AA. Walsh MG,
penyunting. Fanaroff and Martin’s Neonatal-Perinatal Medicine. Edisi 8. Sint
Louis : Mosby Elsevier, 2006;1127.
5. Massive pulmonary haemorrhage. Dalam : Levene MI, Tudehope DI, Sinha S,
penunting. Essential Neonatal Medicine, Edisi 4. Australia: Blackwell
Publishing, 2008; 104.

29
INFEKSI PADA NEONATUS
Julniar M.Tasli, Herman Bernawi, Afifa Ramadanti, Indrayady

Definisi
Sindroma klinis dari infeksi lokal / sistemik pada bayi yang terjadi dalam bulan
pertama kehidupan (0-28 hari)
Tersangka infeksi adalah bila bayi baru lahir mempunyai faktor resiko / predisposisi
untuk infeksi adalah:
 Suhu ibu >38oC
 Leukosit ibu >15.000/mm3
 Air ketuban keruh dan bau busuk
 Ketuban pecah >12 jam
 Partus kasep

Anamnesis
Faktor resiko atau faktor predisposisi infeksi ( suhu ibu > 38° C, leukosit ibu >
15.000/mm3 , air ketuban keruh & berbau busuk, ketubah pecah > 12 jam, partus
kasep ), perawatan tali pusat, pemberian zalf mata setelah melahirkan.

Pemeriksaan Fisis
Tergantung bentuk klinis ( infeksi lokal / sistemik ) :
1. Omfalitis : indurasi & eritema sekitar umbilikus, bau busuk kadang kadang
terdapat pus.
2. Oftalmia neonatorum gonoroeka : timbul umur 2 – 5 hari, pada mata ditemukan
edema kelopak mata, palpebra/konjungtiva merah, Sekret pus, banyak, bisa
mengenai satu mata atau dua mata.
3. Bronkopneumonia : dispnu, takipnu, retraksi, merintih, sianosis, vesikuler dapat
normal atau menurun dan jarang ditemukan ronki.
4. Gastroenteritis : diare, muntah perut kembung dan tanda tanda dehidrasi.
5. Klinis sepsis, didapatkan gejala sepsis, namun tidak didukung hasil pemeriksaan
laboratorium. Gejala klinis sepsis terdiri atas:
a. Gejala umum: bayi tampak lemah, terdapat gangguan minum yang disertai
penurunan berat badan, keadaan umum memburuk hipotermi/hipertermi

30
b. Gejala SSP: letargi, iritabilitas, hiporefleks, tremor, kejang, hipotoni/hipertoni,
serangan apnea, gerak bola mata tidak terkoordinasi.
c. Gejala pernapasan: dispnu, takipnu, apnu, dan sianosis
d. Gejala TGI: muntah, diare, meteorismus, hepatomegali
e. Kelainan kulit: purpura, eritema, pustula, sklerema
f. Kelainan sirkulasi: pucat/sianosis, takikardi/aritmia, hipotensi, edema, dingin.
g. Kelainan hematologi: perdarahan, ikterus, purpura
6. Sepsis : gejala klinis sepsis ditambah lebih dari satu pemeriksaan laboratorium
yang positip (lekosit < 5000/mm 3 atau > 34.000/mm3, I/T ratio 0,2 atau lebih,
mikro LED>15 mm/jam, CRP > 9mg/dL)
7. Meningitis : sepsis ditambah hasil pemeriksaan cairan serbrospinal yang positip

Kriteria Diagnosis
Ditemukan gejala klinis atau gejala klinis ditambah dengan hasil pemeriksaan
penunjang yang positif.
1. Omfalitis : gejala klinis
2. Oftalmia neonatorum gonoroeka : gejala klinis + ditemukan diplokokus gram
negatip intra & ekstraseluler di sekret mata
3. Bronkopneumonia : gejala klinis + gambaran infiltrat pada foto thorak.
4. Gastroenteritis : gejala klinis
5. Tersangka infeksi : bila bayi baru lahir mempunyai faktor resiko / predisposisi
untuk infeksi, yaitu : suhu ibu >38 oC, leukosit ibu ≥ 25.000/mm 3 , air ketuban
keruh dan bau busuk, ketuban pecah > 12 jam dan partus kasep
6. Klinis sepsis : gejala klinis
7. Sepsis : gejala klinis + lebih dari 1 hasil pemeriksan laboratorium yang positip
atau kultur darah yang positip.
8. Meningitis : gejala klinis sepsis + hasil pemeriksan cairan serebrospinalis :
 Tes Pandy : + atau ++
 Jumlah sel : umur 0 s/d 48 jam : >100/mm3
umur 2 s/d 7 hari : >50/mm 3
umur >7 hari : >32/mm 3
 Diff. count : PMN meningkat, protein meningkat dan glukosa menurun

31
Diagnosis Sesuai klinis dan pemeriksaan penunjang

Diagnosis Banding Tergantung diagnosis

Pemeriksaan Penunjang
Darah : Hb, lekosit, diff. count, trombosit, mikro LED, dan kultur dan tes resistensi
LCS : Protein, sel diff. count, pengecatan gram dan kultur
Urin : Rutin dan kultur dan tes resistensi
USG transfontanela : terutama untuk melihat komplikasi meningitis (ventrikulitis dan
hidrosefalus)

Terapi
1. Omfalitis
Bersihkan tali pusat dengan alkohol 70 % dan povidon iodin
Beri antibiotika ampisilin dan gentamisin
2. Oftalmia Neonatorum gonoroeka
Isolasi, irigasi mata dengan ringer laktat, beri antibiotika ceftriakson
dosis tunggal 25-50 mg/kgBB ( maksimal 125 mg ).
Profilaksis : Salep mata tetrasiklin diberikan segera pada semua
bayi baru lahir
3. Bronkopneumonia
a. Pemberian cairan
 IVFD dekstrose 71/2 % atau 10 % + Ca glukonas sesuai dengan
kebutuhan bayi
 Mulai hari ke 2 ditambahkan NaCl 3 % sebanyak 30 cc/kolf
 Bila ada tanda dehidrasi atasi dehidrasi
 Bila ada asidosis berikan cairan dekstrose dan natrium bikarbonat ( 4 : 1 )
Bila dapat diperiksa analisa gas darah, asidosis dan dikoreksi langsung
dengan pemberian cairan Natrium Bikarbonat 4,2 % secara perlahan-
lahan
 Bila belum bisa makan per oral beri larutan asam amino 2-3 g/kgBB/hari.
Bila sudah bisa minum per oral beri ASI atau susu formula
b. Terapi oksigen

32
c. Antibiotika : Ampisilin dan gentamisin, bila tidak ada perbaikan dalam 2
hari, gentamisin diganti dengan ceftazidim, lama pemberian 5-7 hari
4. Gastroenteritis
a. Pemberian Cairan:
 GEAD ringan-sedang : Diberikan IVFD.
 GEAD berat
 Dengan asidosis: dekstrose 5% 480 cc + Bicnat 7½% 10-20cc
 Tanpa asidosis atau asidosis telah teratasi: dekstrose 5% 500 cc + NaCl
3% sebanyak 30 cc
 Jumlah dan kecepatan pemberian pada dehidrasi berat:
 4 jam pertama 100 cc/kgBB atau 25 tetes/kgBB/menit
 (mikrodrip)
 20 jam berikutnya 150 cc/kgBB atau 7½ tetes/kgBB/menit
b. Obat-obatan:
Antibiotika : Ampisilin dan gentamisin.
Anti jamur : Nystatin bila ada indikasi.
c. Minum:
Langsung diberikan ASI begitu bayi dapat minum, bila bayi mendapat
PASI di rumah diberikan susu yang sama dengan pengenceran setengah
kemudian penuh.
5. Tersangka infeksi
Pada bayi langsung diberikan Ampisilin dan gentamisin
Bila selama observasi ditemukan tanda infeksi baik klinis dan laboratoris,
antibiotika diganti dengan Ceftazidime.
6. Sepsis dan klinis sepsis
a. Pemberian cairan sesuai dengan kebutuhan bayi.
b. Terapi oksigen bila diperlukan
c. Antibiotik : Ceftazidime. Bila dicurigai infeksi oleh karena stafilokokkus maka
diberikan sefalosporin generasi ke-2, 50 mg/kgBB/hari dalam 2 kali
pemberian, bila tidak ada perbaikan klinis dalam 48 jam atau keadaan umum
semakin memburuk, pertimbangkan pindah ke antibiotika yang lebih poten,
misalnya meropenem, atau sesuai dengan hasil tes resistensi. Antibiotika
diberikan 7-10 hari (antibiotik dihentikan setelah klinis membaik 5 hari)

33
7. Meningitis
a. Pemberian cairan sesuai dengan kebutuhan bayi.
b. Terapi oksigen bila diperlukan
c. Antibiotik : Ceftazidime
Bila tidak ada perbaikan klinis dalam 48 jam atau keadaan umum semakin
memburuk, pertimbangkan pindah ke antibiotika yang lebih poten, misalnya
meropenem, atau sesuai dengan hasil tes resistensi. Antibiotika diberikan 21
hari

Indikasi Pulang
Klinis membaik dan tanda-tanda infeksi telah teratasi

Edukasi
Penjelasan mengenai faktor risiko infeksi dan penatalaksanaan serta komplikasi.

Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam

34
Kepustakaan
1. Schelonka R.L., Freij B. J., McCracken G.H. Bacterial and fungal infections.
Dalam: MacDonald MG, Mullet MD, Seshia M, penyunting. Avery’s
Neonatology, pathophysiology & management of the newborn. Edisi 6.
Philadelphia : Lippincott William & Walkins, 2005;1235-73.
2. Asril Aminullah. Sepsis pada bayi baru lahir. Dalam: Kosim MS, Yunanto A,
Dewi R, Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku Ajar Neonatologi. Edisi 1.
Jakarta : Badan Penerbit IDAI, 2008;170-87.
3. Naglie R. Infectious Diseases. Dalam: Gomella TL, Cunningham MD,Eyal FG,
Zenk KE, penyunting. Neonatology, management, procedur, on-call problem,
desease, and drug. Edisi 5. Newyork : Lange McGraw Hill, 2003;434-68.
4. Puopolo K.M. Bacterial and fungal infections. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald
EC, Stark AR, penyunting. Manual of Neonatal care. Edisi 6. Philadelphia :
Lippincott William & Walkins, 2008;274-300.
5. Edwards M. S. Postnatal bacterial infections. Dalam: Martin RJ, Fanaroff AA,
Walsh MC, penyunting. Fanaroff and Martin’s Neonatal-Perinatal Medicine.
Edisi 8. Misouri : Mosby Elsevier, 2006;791-829.
6. Infection. Dalam : Levene MI, Tudehope DI, Sinha S, penyunting. Essential
Neonatal Mediceine. Edisi 4. Australia : Blackwell Publishing, 2008 ; 61 – 76
7. Klein J.O., Nizet V. Bacterial sepsis and meningitis. Dalam: Remington JS,
Jerome O, Klein MD, penyunting. Remington’s Infectious Disease of the Fetus
and Newborn Infant. Edisi 5. Philadelphia : WB Saunders Company, 2001;222-
75.
8. Barnett E.D., Klein J.O. Bacterial infections of the respiratory tract. Dalam:
Remington JS, Jerome O, Klein MD, penyunting. Remington’s Infectious
Disease of the Fetus and Newborn Infant. Edisi 5. Philadelphia : WB Saunders
Company, 2001;276-95.
9. O’Ryan M.L., Nataro J.P., Cleary T.G., Microorganisms responsible for
neonatal diarrhea. Dalam: Remington JS, Jerome O, Klein MD, penyunting.
Remington’s Infectious Disease of the Fetus and Newborn Infant. Edisi 5.
Philadelphia : WB Saunders Company, 2001;359-418.
10. Embree J.E. gonococcal infections. Dalam: Remington JS, Jerome O, Klein
MD, penyunting. Remington’s Infectious Disease of the Fetus and Newborn
Infant. Edisi 5. Philadelphia : WB Saunders Company, 2001;516-23.
35
Dosis pemberian antibiotika berdasarkan berat badan dan umur

Dosis (mg/kg Dan interval Pemberian


BB)
< 1200 1200 s/d 2000 > 2000
Antibiotika Cara 0 – 4 mgg 0 – 7 hari > 7 hari 0 – 7 hari > 7 hari
pemb.
Amikasin IV / IM 7,5 / 12 7,5 / 12 7,5 / 8 jam 10 / 12 10 / 8 jam
jam jam jam
Ampisilin IV 25 / 12 25 / 12 25 / 8 jam 25 / 8 jam 25 / 6 jam
jam jam
Ampisilin* IV 50 / 12 50 / 12 50 / 8 jam 50 / 8 jam 50 / 6 jam
jam jam
Ceftazidim IV 50 / 12 50 / 12 50 / 8 jam 50 / 8 jam 50 / 8 jam
jam jam
Ceftazidim* IV 50 / 8 jam 50 / 8 jam 50 / 8 jam 50 / 8 jam 50 / 8 jam
Gentamisin IV / IM 2,5 / 18 2,5 / 12 2,5 / 8 jam 2,5 / 12 2,5 / 8 jam
jam jam jam
Meropenem IV 20 / 12 20 / 20 / 12 20 / 12 20 / 8 jam
jam 12jam jam jam
Meropenem IV 40 / 8 jam 40 / 8 jam 40 / 8 jam 40 / 8 jam 40 / 8 jam
*
Metronidazo IV 7,5 / 48 7,5 / 24 7,5 / 12 7,5 / 12 15 / 12 jam
l jam jam jam jam
Keterangan :
Tanda astriks ( * ) : dosis untuk meningitis bakterialis

OPHTALMIA GONNORRHOIKA NEONATORUM


Julniar M.Tasli, Herman Bernawi, Afifa Ramadanti, Indrayady

36
Definisi
Konjungtivitis neonatus yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae

Anamnesis
Timbul umur 2 – 5 hari, pada mata ditemukan sekret pus, banyak, bisa mengenai
satu mata atau dua mata.

Pemeriksaan Fisis
Pada mata ditemukan edema kelopak mata, palpebra/konjungtiva merah, sekret
pus, banyak, bisa mengenai satu mata atau dua mata.

Kriteria Diagnosis
Gejala klinis + ditemukan diplokokus gram negatip intra & ekstraseluler di sekret
mata

Diagnosis
Sesuai klinis dan pemeriksaan penunjang

Diagnosis Banding
Konjungtivitis akut

Pemeriksaan Penunjang
Darah : Hb, lekosit, diff. count, trombosit, dan mikro LED.
Pengecatan gram dari sekret mata ditemukan kuman gram negatif diplokokus
(bentuk biji kopi) intra dan ekstra sel.

Terapi
Isolasi, irigasi mata dengan ringer laktat, beri antibiotika ceftriakson dosis tunggal
25-50 mg/kgBB ( maksimal 125 mg ).

Profilaksis : Salep mata tetrasiklin diberikan segera pada semua bayi baru lahir

Indikasi Pulang
37
Tidak ditemukan lagi sekret pada mata

Edukasi
Penjelasan mengenai faktor risiko infeksi dan penatalaksanaan serta komplikasi.

Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam

Kepustakaan
1. Schelonka R.L., Freij B. J., McCracken G.H. Bacterial and fungal infections.
Dalam: MacDonald MG, Mullet MD, Seshia M, penyunting. Avery’s
38
Neonatology, pathophysiology & management of the newborn. Edisi 6.
Philadelphia : Lippincott William & Walkins, 2005;1235-73.
2. Naglie R. Infectious Diseases. Dalam: Gomella TL, Cunningham MD,Eyal FG,
Zenk KE, penyunting. Neonatology, management, procedur, on-call problem,
desease, and drug. Edisi 5. Newyork : Lange McGraw Hill, 2003;434-68.
3. Puopolo K.M. Bacterial and fungal infections. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald
EC, Stark AR, penyunting. Manual of Neonatal care. Edisi 6. Philadelphia :
Lippincott William & Walkins, 2008;274-300.
4. Edwards M. S. Postnatal bacterial infections. Dalam: Martin RJ, Fanaroff AA,
Walsh MC, penyunting. Fanaroff and Martin’s Neonatal-Perinatal Medicine.
Edisi 8. Misouri : Mosby Elsevier, 2006;791-829.
5. Infection. Dalam : Levene MI, Tudehope DI, Sinha S, penyunting. Essential
Neonatal Mediceine. Edisi 4. Australia : Blackwell Publishing, 2008 ; 61 – 76
6. Embree J.E. gonococcal infections. Dalam: Remington JS, Jerome O, Klein
MD, penyunting. Remington’s Infectious Disease of the Fetus and Newborn
Infant. Edisi 5. Philadelphia : WB Saunders Company, 2001;516-23.

KEJANG PADA NEONATUS


Julniar M.Tasli, Herman Bernawi, Afifa Ramadanti, Indrayady

39
Definisi
Kejang pada BBL secara klinis adalah perubahan paroksimal dari fungsi neurologik
(misalnya perilaku, sensorik, motorik dan fungsi autonom sistem syaraf) yang terjadi
pada bayi berumur sampai dengan 28 hari pertama kehidupan.

Anamnesis
a. Riwayat kejang dalam keluarga
b. Riwayat kehamilan : infeksi TORCH, preeklamsia, gawat janin
c. Riwayat persalinan : asfiksia, trauma persalinan, ketuban pecah sebelum
waktunya
d. Riwayat paska natal : infeksi, ikterus, infeksi tali pusat, waktu timbulnya kejang
dan bentuk klinis kejang.

Pemeriksaan Fisik
a. Bila penderita dalam keadaan kejang identifikasi bentuk klinis kejang.
b. Tanda vital
c. Pemeriksaan kepala : jejas persalinan, ubun-ubun besar (tegang atau
membonjol), hydrosefalus (lingkaran kepala dan transiluminasi), pemeriksaan
mata (korioretinitis yang dapat disebabkan infeksi sitomegalovirus, rubela dan
toksoplasmosis)
d. Pemeriksaan tali pusat omfalitis

Kriteria Diagnosis
a. Apabila ditemukan manifestasi klinis dari kejang ( tergantung bentuk klinis
kejang )
b. Dilanjutkan dengan mencari etiologi kejang berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang.

Diagnosis Sesuai klinis

Diagnosis Banding Ditujukan pada etiologi kejang

Pemeriksaan Penunjang

40
Pemeriksaan gula darah, elektrolit, hemoglobin, hematokrit, leukosit, hitung
jenis,trombosit, kultur darah, kadar bilirubin bila ada ikterus, USG kepala dan EEG

Terapi
a. Jalan napas bersih dan terbuka serta beri bantuan respirasi dan terapi oksigen
bila diperlukan.
b. Pasang jalur intara vena dan beri cairan dekrose 10 % dengan dosis rumatan.
c. Bila ada hipoglikemia, tangani hipoglikemianya.
d. Bila ada hipokalsemi, berikan kalsium glukonas 10% 3 cc/kgBB diberikan secara
perlahan-lahan melalui drip (10 cc Ca glukonas + 90 cc dekstrose 10 % + NaCl
15% 6 cc)
e. Bila ada kejang, berikan phenobarbital loading dose 20 mg/kgBB IV/IM
kemudian dilanjutkan dengan 3 mg/kgBB/kali setiap 12 jam per oral/IM, kalau
dosis awal kejang belum teratasi bisa diberikan lagi dosis 10 mg/kgBB.
 Bila masih kejang berikan phenobarbital 10 mg/kgBB (max 40 mg/kgBB)
 Bila masih kejang berikan phenytoin 15-20 mg/kgBB intravena selama 30
menit dilanjutkan maintenance 3-5 mg/kgBB/hari (2 kali pemberian)
f. Bila gagal, berikan lorazepam 0,05-0,1 mg/kgBB intravena ulangi 2-3 dosis tiap
15 menit (dosis maksimal 0,1 mg/kg BB). Bila lorazepam tidak tersedia dapat
diberikan diazepam 0,1-0,3 mg / kg BB/intravena pada bayi tanpa ikterus atau
umur >7 hari dan dilanjutkan dengan 0,2 mg/kgBB/kali
g. Bila hipomagnesemi MgSO4 0,25 cc/kgBB IM
h. Bila dicurigai defisiensi piridoksin diberikan piridoksin 25-50 mg IV (bila semasa
hamil ibu banyak makan vitamin B6)

Indikasi Pulang
Penderita tidak kejang lagi

Edukasi
Penjelasan mengenai faktor resiko, penatalaksaan serta komplikasi

Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam/malam

41
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam

Kepustakaan
1. Hill A. Neurological and neuromuscular disorders. Dalam: MacDonald
MG,Mullet MD, Seshia M, penyunting. Avery’s Neonatology, pathophysiology &
managementof the newborn. Edisi 6. Philadelphia : Lippincott William &
Wilkins, 2005;1384-1409.
2. Gatot I. Sarosa. Kejang dan spasme. Dalam: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R,
Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku Ajar Neonatologi. Edisi 1. Jakarta :
Badan Penerbit IDAI, 2008;226-50.
3. Pathak A. Neonatal Seizures. Dalam: Gomella TL, Cunningham MD,Eyal FG,
Zenk KE, penyunting. Neonatology, management, procedur, on-call problem,
desease, and drug. Edisi 5. Newyork : Lange McGraw Hill, 2003;496-500.
4. Plessis A.J. Neonatal seizures. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR,
penyunting. Manual of Neonatal care. Edisi 6. Philadelphia : Lippincott William
& Wilkins, 2008;483-98.
5. Scher M.S. Seizures in Neonates. Dalam: Martin RJ, Fanaroff AA, Walsh MC,
penyunting. Fanaroff and Martin’s Neonatal-Perinatal Medicine. Edisi 8.
Missouri : Mosby Elsevier, 2006;956-65.
6. Neurological disorders. Dalam : Levene MI, Tudehope DI, Sinha S penyunting.
Essential Neonatal Mediceine. Edisi 4. Australia : Blackwell Publishing,
2008 ; 206 - 224
7. Volpe J.J. Neonatal Seizures. Dalam: Volpe J.J. Neurology of the
newborn, penyunting. Edisi 5. Philadelphia : WB Saunders, 2008; 203-44.

NEONATAL HIPOGLIKEMI
Julniar M.Tasli, Herman Bernawi, Afifa Ramadanti, Indrayady
42
Definisi
Kondisi bayi dengan kadar glukose darah kurang nilai normal ( < 45 mg/dL ) yang
dapat menimbulkan gejala (simptomatis) atau tidak (asimptomatis).

Anamnesis
Cari faktor resiko : bayi dari ibu DM, neonatus besar masa kehamilan, neonatus kecil
masa kehamilan, bayi prematur/postmatur, neonatus puasa, polisitemia dan
eritroblastosis.

Pemeriksaan Fisis
Dapat asimptomatik atau simptomatik (apatis, hipotoni, muntah, sianosis, apnu,
twitching / kejang, nistagmus dan temperatur tidak stabil).

Kriteria Diagnosis
Berdasarkan pemeriksan fisik dan pemeriksaan laboratorium yaitu bila kadar gula
darah < 45 mg/dL.

Diagnosis Sesuai pemeriksaan kadar gula darah sewaktu

Diagnosis Banding Ditujukan pada etiologi hipoglikemi

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan gula darah, elektrolit, hemoglobin, hematokrit, leukosit, hitung
jenis,trombosit, kultur darah

Terapi
1. Curigai dan antisipasi hipoglikemia neonatus dengan faktor resiko.
2. Bila hipoglikemia asimptomatik pemberian makanan sedini mungkin, bila dua
kali pemberian makan dini (interval 2 jam) tidak berhasil berikan IVFD dekstrose
10%
3. Bila hipoglikemia simptomatik berikan dekstrose10% dengan inisial 2 cc/kgBB
diboluskan dengan kecepatan 1 cc/menit, dilanjutkan IVFD dekstrose 10%
(jumlah cairan sesuai umur dan berat badan) atau infus Glukose 10 % dengan
43
GIR 6-8 mg/kg/mnt. Cek ulang kadar gula darah 30 sampai 60 menit setelah
pemberian bolus.
4. Bila kadar gula darah ≥ 45 mg/dL, monitor kadar gula darah setiap 2 jam dalam
6 jam pertama, selanjutnya setiap 4 jam. Bila 2 kali pemeriksaan kadar gula
darah stabil tidak perlu dimonitor lagi. Bila kadar gula darah normal tidak
tercapai dalam 4 jam, maka diberi dekstrose 12,5%.
5. Bila 4 jam belum tercapai kadar gula darah normal, maka ditambahkan
Hidrokortison 5 mg/kgBB dalam cairan infus setiap 12 jam atau prednison 2
mg/kgBB dibagi 3 dosis. Dalam keadaan lanjut (menjadi progresif) baru
dipertimbangkan penyebab yang jarang seperti “inborn error of metabolism”,
tumor pankreas dan lain-lain

Indikasi Pulang
Hipoglikemi, penyebab dan komplikasi telah teratasi

Edukasi
Penjelasan mengenai faktor risiko dan penatalaksanaan

Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam

Kepustakaan

44
1. Ogata E.S. Carbohydrate homeostasis. Dalam: MacDonald MG,Mullet MD,
Seshia M, penyunting. Avery’s Neonatology pathophysiology & managementof
the newborn. Edisi 6. Philadelphia : Lippincott William & Walkins, 2005;876-91.
2. Gilmore M.M. Hypoglicemia. Dalam: Gomella TL, Cunningham MD,Eyal FG,
Zenk KE, penyunting. Neonatology, management, procedur, on-call problem,
desease, and drug. Edisi 3. Newyork : Lange McGraw Hill, 2003;262-6.
3. Wilker R.E. Hypoglicemia and hyperglicemia. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald
EC, Stark AR, penyunting. Manual of Neonatal care. Edisi 6. Philadelphia :
Lippincott William & Walkins, 2008;540-9.
4. Kalhan S.C., Parimi P.S. Disorders of carbohydrate metabolism. Dalam: Martin
RJ, Fanaroff AA, Walsh MC, penyunting. Fanaroff and Martin’s Neonatal-
Perinatal Medicine. Edisi 8. Missouri : Mosby Elsevier, 2006; 1467-90.
5. Hypoglycemia. Dalam : Levene MI, Tudehope DI, Sinha S, penyunting.
Essential Neonatal Mediceine. Edisi 4. Australia : Blackwell Publishing,
2008 ; 158 – 163.

JEJAS AKIBAT PERSALINAN


45
Julniar M. Tasli, Herman Bermawi, Afifa Ramadanti, Indrayady

Definisi
Gangguan pada struktur atau fungsi tubuh yang terjadi akibat efek samping proses
persalinan

Anamnesis
1. Ibu : primi para, ibu dengan CPD, prolong atau rapid labour, oligohydramnion,
malpresentasi janin
2. Persalinan : vacum ekstrasi, forceps ekstraksi, versi ekstraksi
3. Janin : BBLR, prematuritas, makrosomia, kelainan kongenital

Pemeriksaan Fisis
1. Paralisis Ducchene Erb
 Pemeriksaan fisis:
 Lengan adduksi dan endorotasi
 Ekstensi sendi bahu
 Pronasi sendi bahu
 Fleksi pergelangan tangan
 Tidak didapat refleks moro, bisep maupun radius.
2. Paralisis Klumpke
Gambaran klinis: pergelangan tangan lumpuh, paresis otot-otot tangan, refleks
memegang kurang dan biasanya terdapat gangguan sensorik.
3. Paralisis plexus brakialis total
Gabungan dari paralisis Ducchene Erb dan Klumpke, seluruh lengan lumpuh dan
semua refleks menghilang.
4. Paralisis N. Phrenikus
 Gambaran klinis:
 Ditemukan pada bayi dengan trauma pleksus brakialis
 Jam-jam pertama setelah lahir terjadi kesukaran bernapas
 Takipnu dan sianosis
 Kasus yang berat gejala muncul segera setelah lahir.
 Pernapasan paradokdal atau gerakan see saw

46
 Pemeriksaan fisik didapatkan gerakan melemah pada hemi thoraks yang
parese.
 Suara napas melemah pada auskultasi pada hemidiafragma yang terkena
5. Paresis Saraf Fasialis Perifer
Gambaran klinis tergantung dari berat ringannya kerusakan saraf
 Dapat terlihat segera setelah lahir, lebih jelas lagi pada hari kedua atau ketiga
 Bila ringan tampak muka asimetri saat menangis
 Pada kerusakan yang berat atau komplit, kelopak mata terbuka pada waktu
menangis, mata akan terbuka lebih lebar pada sisi yang sakit pada keadaan
istirahat dan plika nasolabialis mendatar serta muka tampak asimetris

Kriteria Diagnosis
1.Paralisis Ducchene Erb
Diagnosis:
Pemeriksaan fisik:
 Lengan adduksi dan endorotasi
 Ekstensi sendi bahu
 Pronasi sendi bahu
 Fleksi pergelangan tangan
 Tidak didapat refleks moro, bisep maupun radius.
2. Paralisis Klumpke
Diagnosis:
Gambaran klinis: pergelangan tangan lumpuh, paresis otot-otot tangan, refleks
memegang kurang dan biasanya terdapat gangguan sensorik.
3. Paralisis plexus brakialis total
Gabungan dari paralisis Ducchene Erb dan Klumpke, seluruh lengan lumpuh dan
semua refleks meghilang.
4.Paralisis N. Phrenikus
Diagnosis:
Diagnosis ditegakkan dengan:
 Pemeriksaan klinis
 Gambaran radiologis. Pada fluoroskopi atau USG akan terlihat gerakan yang
tertinggal pada diafragma yang mengalami paralisis

47
Radiologi :
Pada foto thoraks tampak elevasi ( tampak lebih tinggi ) hemidiafragma yang
lumpuh. Pada fluoroskopi atau USG akan terlihat gerakan diafragma yang
mengalami paralisis tertinggal
5. Paresis Saraf Fasialis Perifer
Diagnosis:
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang ditemui dan adanya riwayat
trauma pada persalinan.

Diagnosis
Sesuai klinis dan pemeriksaan penunjang

Diagnosis Banding
Tergantung diagnosis

Pemeriksaan Penunjang
Radiologi, USG

Terapi
1.Paralisis Ducchene Erb
Tindakan:Immobilasi selama 2-3 minggu dengan posisi tangan diletakkan di atas
perut.
Mulai fisioterapi setelah 7 - 10 hari.
Sembuh total dapat sampai 18 bulan

2. Paralisis Klumpke
Tindakan:
Pergelangan tangan diletakkan dalam posisi netral, diberi genggaman. Dalam
keadaan ringan dapat sembuh sendiri dalam 3-6 minggu. Bila tidak sembuh perlu
pemeriksaan saraf dan konsultasi ke bedah ortopedi

3.Paralisis N. Phrenikus
Penatalaksanaan:
48
 Tidak ada penatalaksanaan khusus
 Bayi ditidurkan miring pada posisi yang sakit
 Terapi oksigen
 Cairan nutrisi parenteral
 Rangsangan listrik perkutaneus pada N. Frenikus
 Antibiotika diberikan bila ada indikasi.
 Tindakan bedah dilakukan bila terdapat gangguan pernapasan yang berat dan
terapi konservatif tidak ada perbaikan selama 1 bulan.

4. Paresis Saraf Fasialis Perifer


Pengobatan:
 Tidak ada terapi spesifik
 Bila paralisis komplit pengobatan terutama ditujukan agar kornea mata tidak
mengalami kekeringan dengan memberikan tetes metilselulose 1% secara
berkala setiap 4 jam
 Fungsi N. Fasialis harus diobservasi ketat, bila tidak ada menunjukkan
perbaikan sampai hari ke 7-10 dilakukan tes elektrodiagnostik untuk melihat
apakah ada syaraf yang mengalami degenerasi atau terputus. Bila ada, maka
harus dilakukan bedah syaraf. Pada paresis yang ringan biasanya akan sembuh
sendiri dalam 3 minggu.

Indikasi Pulang
Perbaikan klinis

Edukasi Penjelasan mengenai faktor risiko dan penatalaksanaan serta


komplikasi

Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam

49
Kepustakaan
1. Gilmore M.M. Traumatic delivery. Dalam: Gomella TL, Cunningham, MD, Eyal
FG, Zenk KE, penyunting. Neonatology, management, procedures, on-call
problems, desease, and drug. Edisi 5, Newyork : Lange McGraw Hill,
2003;314-20.
2. Abdulhayoglu E. Birth Trauma. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR,
penyunting. Manual of Neonatal care. Edisi 6, Philadelphia : Lippincott William
& Walkins, 2008;228 -36.
3. Mangurten H.H. Birth Injuries. Dalam: Fanaroff and Martin’s Neonatal-Perinatal
Medicine. Edisi 8, Mosby Elsevier, 2006;529-60.
4. Birth injury. Dalam : Levene MI, Tudehope DI, Sinha S, penyunting.Essential
Neonatal Mediceine. Edisi 4. Australia : Blackwell Publishing, 2008 ; 35 - 40.

IKTERUS NEONATORUM
Julniar M. Tasli, Herman Bermawi, Afifa Ramadanti, Indrayady, SpA
50
Definisi
Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan
ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonyugasi yang
berlebih. Hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin plasma lebih dari 5 - 7 mg/dL

Anamnesis
Lakukan anamnesis riwayat kehamilan (penyakit yang diderita ibu selama
kehamilan), riwayat persalinan (masa gestasi, cara persalinan), faktor resiko infeksi
(sepsis), golongan darah ibu dan ayah, kapan timbulnya ikterus, riwayat ikterus pada
anak sebelumnya

Pemeriksaan Fisis
 Terlihat kuning pada sclera, mukosa dan kulit.
 Cari manifestasi klinis dari penyakit atau kelainan patologis yang menyebabkan
ikterus untuk memperkirakan ikterus fisiologis atau non fisiologis.

Kriteria Diagnosis
Sesuai dengan etiologi diatas.
Untuk mencari etiologi perlu dilakukan :
 Anamnesis sedini dan secermat mungkin mengenai riwayat kehamilan dan
persalinan
 Ikterus timbul pada hari 1: periksa kadar bilirubin, darah tepi lengkap, golongan
darah ibu dan bayi, Coomb test
 Ikterus timbul pada hari ke 2 atau hari ke 3: periksa kadar bilirubin, periksa darah
tepi lengkap, golongan darah ibu dan bayi, Coomb test (bila peningkatan
bilirubin >5 mg% dalam 24 jam, karena masih ada kemungkinan penyebabnya
inkompabilitas ABO atau Rh), pemeriksaan enzim G6PD
 Ikterus timbul pada hari ke 4 atau lebih: periksa kadar bilirubin, periksa darah
tepi, pemeriksaan enzim G6PD

Diagnosis
Sesuai klinis dan pemeriksaan bilirubin serum

51
Diagnosis Banding
Ditujukan pada etiologi ikterus

Pemeriksaan Penunjang
Darah : Kadar bilirubin, hemoglobin, lekosit, Diff.count, trombosit, mikro LED,
golongan darah ibu dan anak, kultur dan Coomb test

Terapi
 Foto terapi atau transfusi tukar bila ada indikasi berdasarkan Grafik AAP pada
bayi dengan masa gestasi > 35 minggu dan berdasarkan tabel terlampir untuk
bayi preterm dan bayi berat blahir rendah.
 Foto terapi dihentikan bila kadar bilirubin tidak meningkat lagi dan kadarnya lebih
dari 3 mg/dL dibawah garis resiko.
 Tranfusi tukar dilakukan dengan golongan darah yang sesuai dengan golongan
darah ibu dan anak. Jumlah darah diberikan 2 kali volume darah bayi. Sebelum
dan sesudah tranfusi tukar lakukan terapi sinar.

Indikasi Pulang
Kadar bilirubin serum sudah dibawah indikasi fototerapi dan etiologi sudah teratasi.

Edukasi
Penjelasan mengenai faktor resiko dan penatalaksanaan serta komplikasi

Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam

Kepustakaan

52
1. Maisels M.J. Jaundice. Dalam: MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M,
penyunting. Avery’s Neonatology, pathophysiology & managementof the
newborn. Edisi 6. Philadelphia : Lippincot William & Wilkins, 2005;768-846.
2. Abdulrahman Sukadi. Hiperbilirubinemia. Dalam: Kosim MS, Yunanto A, Dewi
R, Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku Ajar Neonatologi. Edisi 1. Jakarta :
Badan Penerbit IDAI, 2008;147-69.
3. Gilmore M.M. Hyperbilirubinemia. Dalam: Gomella TL, Cunningham MD,Eyal
FG, Zenk KE, penyunting. Neonatology, management, procedur, on-call
problem, desease, and drug. Edisi 5. Newyork : Lange McGraw Hill,
2003;244-50.
4. Martin C.R., Cloherty J.P., Neonatal hyperbilirubinemia. Dalam: Cloherty JP,
Eichenwald EC, Stark AR, penyunting. Manual of Neonatal care. Edisi 6.
Philadelphia : Lippincott William & Wilkins, 2008;181-212.
5. Wong R.J., DeSandre G.H. Sibley E., Stevenson D.K. Neonatal Jaundice and
Liver Disease. Dalam: Martin RJ, Fanaroff AA, Walsh MC, penyunting. Fanaroff
and Martin’s Neonatal-Perinatal Medicine. Edisi 8. Missouri : Mosby Elsevier,
2006;1419-65.
6. Jaundice. Dalam : Levene MI, Tudehope DI, Sinha S,penyunting. Essential
Neonatal Mediceine. Edisi 4. Australia : Blackwell Publishing, 2008 ; 130 – 41

53
PANDUAN TERAPI SINAR PADA BAYI USIA > 35 MINGGU ( Sumber : AAP )

Keterangan:
Kadar bilirubin yang digunakan adalah bilirubin total. Jangan dikurangi dengan
bilirubin direk.
Faktor risiko adalah: penyakit hemolitik isoimun, def. G6PD, asfiksia, letargi yang
nyata, instabilitas suhu, sepsis, asidosis atau kadar albumin <3 g/dl (bila diukur)
Untuk bayi usia 35-37 6/7 minggu bila keadaan umum bayi dapat dipertimbangkan
kadar bilirubin pada garis risiko sedang, trutama pada usia yang lebih mendekati
batas 37 6/7.
Fototerapi dapat dilakukan sampai kadar bilirubin total 2-3 mg/dl dibawah garis
pedoman.

54
PANDUAN TRANFUSI TUKAR PADA BAYI USIA > 35 MINGGU ( Sumber : AAP )

Keterangan:
Garis putus-putus pada 24 jam pertama menunjukkan keaadan tanpa patokan pasti
karena terdapat terdapat pertimbangan klinis dan tergantung respon terhadap
fototerapi.
Transfusi tukar dianjurkan segera dilakukan bila bayi menunjukkan tanda-tanda
ensefalopati bilirubin akut atau bila kadar bilirubin total ≥5 mg/dl di atas garis
pedoman.
Faktor risiko adalah: penyakit hemolitik isoimun, def G6PD, asfiksia, letargi yang
nyata, instabilitas suhu, sepsis, asidosis.
Hitung kadar albumin serum dan hitung rasio bilirubin/albumin.
Gunakan kadar bilirubin total.

55
Rasio bilirubin total / albumin sebagai penunjang untuk memutuskan transfusi
tukar
Rasio B /A Saat Transfusi Tukar
Harus Dipertimbangkan
Rasio BT/Alb Rasio BT/Alb
Bayi > 38 0/7 mg 8,0 0,94
Bayi 35 0/7 mg – 36 6/7 mg dan sehat atau > 38 7,2 0,84
07 mgJika resiko tinggi atau iso imune
hemolytic disease atau Defisiensi G6PD
Bayi 35 0/7 – 37 6/7 mg, jika resiko tinggi atau 6,8 0,80
IsoimMune hemolytic desease atau defisiensi
G6PD

Pedoman terapi sinar dan transfusi tukar bayi berat lahir rendah
berdasarkan berat badan
Bilirubin Total [ mg/dL ( umol/L ) ]
Berat Badan ( g ) Terapi Sinar Transfusi tukar
< 1500 5 – 8 ( 85 – 140 ) 13 – 16 ( 220 – 275 )
1500 – 1.999 8 – 12 ( 140 – 200 ) 16 – 18 ( 275 – 300 )
2000 – 2.499 11 – 14 ( 190 – 240 ) 18 – 20 ( 300 – 340 )

Pedoman terapi sinar dan transfusi tukar bayi berat lahir rendah
berdasarkan masa gestasi
Bilirubin Total [ mg/dL ( umol/L ) ]
Masa gestasi ( mg ) Terapi sinar Transfusi tukar bayi Tranfusi tukar bayi
sehat sakit
36 14,6 (250) 17,5 (300) 20,5 (350)
32 8,6 (150) 14,6 (250) 17,5 (300)
28 5,8 (100) 11,7 (200) 14,6 (250)
24 4,7 (80) 8,8 (150) 11,7 (200)

KLINIS SEPSIS DAN SEPSIS NEONATORUM


Julniar M. Tasli, Herman Bermawi, Afifa Ramadanti, Indrayady

Definisi

56
Sindroma klinis dari infeksi lokal / sistemik pada bayi yang terjadi dalam bulan
pertama kehidupan.

Anamnesis
Faktor resiko atau faktor predisposisi infeksi ( suhu ibu > 38 o C, leukosit ibu >
15.000/mm3 , air ketuban keruh & berbau busuk, ketubah pecah > 12 jam, partus
kasep), perawatan tali pusat, pemberian zalf mata setelah melahirkan.

Pemeriksaan Fisis
Gejala klinis sepsis terdiri atas:
a. Gejala umum: bayi tampak lemah, terdapat gangguan minum yang disertai
penurunan berat badan, keadaan umum memburuk hipotermi/hipertermi
b. Gejala SSP: letargi, iritabilitas, hiporefleks, tremor, kejang,hipotoni/hipertoni,
serangan apnea, gerak bola mata tidak terkoordinasi.
c. Gejala pernapasan: dispnu, takipnu, apnu, dan sianosis
d. Gejala TGI: muntah, diare, meteorismus, hepatomegali
e. Kelainan kulit: purpura, eritema, pustula, sklerema
f. Kelainan sirkulasi: pucat/sianosis, takikardi/aritmia, hipotensi, edema, dingin.
g. Kelainan hematologi: perdarahan, ikterus, purpura

Kriteria Diagnosis
Gejala klinis sepsis ditambah lebih dari satu pemeriksaan laboratorium yang positip (
lekosit < 5000/mm3 atau > 34.000/mm3, I/T ratio 0,2 atau lebih, mikro LED>15
mm/jam, CRP > 9mg/dL ), kultur darah positif

Diagnosis Sesuai klinis, laboratorium diatas dan atau kultur darah positif

Diagnosis Banding Meningitis

Pemeriksaan Penunjang
Darah : Hb, lekosit, diff. count, trombosit, mikro LED, CRP dan kultur dan tes
resisintesi
LCS : Protein, sel diff. count, pengecatan gram dan kultur
57
Terapi
a. Pemberian cairan sesuai dengan kebutuhan bayi.
b. Terapi oksigen bila diperlukan
c. Antibiotik : Ceftazidime. Bila dicurigai infeksi oleh karena stafilokokkus maka
diberikan sefalosporin generasi ke-2, 50 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian,
bila tidak ada perbaikan klinis dalam 48 jam atau keadaan umum semakin
memburuk, pertimbangkan pindah ke antibiotika yang lebih poten, misalnya
meropenem, atau sesuai dengan hasil tes resistensi. Antibiotika diberikan 7-10
hari (antibiotik dihentikan setelah klinis membaik 5 hari)

Indikasi Pulang
Infeksi sudah teratasi ditandai dengan perbaikan klinis dan laboratorium darah

Edukasi
Penjelasan mengenai faktor risiko infeksi dan penatalaksanaan serta komplikasi.

Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam

Kepustakaan
1. Schelonka R.L., Freij B. J., McCracken G.H. Bacterial and fungal infections.
Dalam: MacDonald MG, Mullet MD, Seshia M, penyunting. Avery’s
Neonatology, pathophysiology & management of the newborn. Edisi 6.
Philadelphia : Lippincott William & Walkins, 2005;1235-73.
58
2. Naglie R. Infectious Diseases. Dalam: Gomella TL, Cunningham MD,Eyal FG,
Zenk KE, penyunting. Neonatology, management, procedur, on-call problem,
desease, and drug. Edisi 5. Newyork : Lange McGraw Hill, 2003;434-68.
3. Puopolo K.M. Bacterial and fungal infections. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald
EC, Stark AR, penyunting. Manual of Neonatal care. Edisi 6. Philadelphia :
Lippincott William & Walkins, 2008;274-300.
4. Edwards M. S. Postnatal bacterial infections. Dalam: Martin RJ, Fanaroff AA,
Walsh MC, penyunting. Fanaroff and Martin’s Neonatal-Perinatal Medicine.
Edisi 8. Misouri : Mosby Elsevier, 2006;791-829.
5. Infection. Dalam : Levene MI, Tudehope DI, Sinha S, penyunting. Essential
Neonatal Mediceine. Edisi 4. Australia : Blackwell Publishing, 2008 ; 61 – 76
6. Klein J.O., Nizet V. Bacterial sepsis and meningitis. Dalam: Remington JS,
Jerome O, Klein MD, penyunting. Remington’s Infectious Disease of the Fetus
and Newborn Infant. Edisi 5. Philadelphia : WB Saunders Company, 2001;222-
75.

MENINGITIS NEONATORUM
Julniar M. Tasli, Herman Bermawi, Afifa Ramadanti, Indrayady

Definisi

59
Meningitis pada neonatus adalah infeksi pada meningen dan susunan syarap pusat
bayi baru lahir pada bulan pertama kehidupan.

Anamnesis
Faktor resiko atau faktor predisposisi infeksi ( suhu ibu > 38 o C, leukosit ibu >
15.000/mm3 , air ketuban keruh & berbau busuk, ketubah pecah > 12 jam, partus
kasep), perawatan tali pusat, pemberian zalf mata setelah melahirkan.

Pemeriksaan Fisik
Klinis mirip dengan sepsis. Gejala dini umumnya iritabel.
1. Gejala umum: bayi tampak lemah, terdapat gangguan minum yang disertai
penurunan berat badan, keadaan umum memburuk hipotermi/hipertermi
2. Gejala SSP: letargi, iritabilitas, hiporefleks, tremor, kejang, hipotoni/hipertoni,
serangan apnea, gerak bola mata tidak terkoordinasi.
3. Gejala pernapasan: dispnu, takipnu, apnu, dan sianosis
4. Gejala TGI: muntah, diare, meteorismus, hepatomegali
5. Kelainan kulit: purpura, eritema, pustula, sklerema
6. Kelainan sirkulasi: pucat/sianosis, takikardi/aritmia, hipotensi, edema, dingin.
7. Kelainan hematologi: perdarahan, ikterus, purpura

Kriteria Diagnosis
Gejala klinis sepsis ditambah hasil pemeriksan cairan serebrospinalis :
 Tes Pandy : + atau ++
 Jumlah sel : umur 0 s/d 48 jam :>100/mm3
umur 2 s/d 7 hari :>50/mm3
umur >7 hari :>32/mm3
 Diff. count :PMN meningkat, protein meningkat dan glukosa menurun

Diagnosis
Sesuai klinis dan hasil pemeriksaan cairan serebrospinalis

Diagnosis Banding

60
Sepsis neonatorum

Pemeriksaan Penunjang
Darah : Hb, lekosit, diff. count, trombosit, mikro LED, dan kultur dan tes resistensi
LCS : Protein, sel diff. count, pengecatan gram dan kultur
Urin : Rutin dan kultur dan tes resistensi
USG transfontanela

Terapi
a. Pemberian cairan sesuai dengan kebutuhan bayi.
b. Terapi oksigen bila diperlukan
c. Antibiotik : Ceftazidime
Bila tidak ada perbaikan klinis dalam 48 jam atau keadaan umum semakin
memburuk, pertimbangkan pindah ke antibiotika yang lebih poten, misalnya
meropenem, atau sesuai dengan hasil tes resistensi. Antibiotika diberikan 21 hari

Indikasi Pulang
Klinis dan hasil USG transfontanela perbaikan

Edukasi
Penjelasan mengenai faktor risiko infeksi dan penatalaksanaan serta komplikasi.

Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam

Kepustakaan
1. Schelonka R.L., Freij B. J., McCracken G.H. Bacterial and fungal infections.
Dalam: MacDonald MG, Mullet MD, Seshia M, penyunting. Avery’s

61
Neonatology, pathophysiology & management of the newborn. Edisi 6.
Philadelphia : Lippincott William & Walkins, 2005;1235-73.
2. Naglie R. Infectious Diseases. Dalam: Gomella TL, Cunningham MD,Eyal FG,
Zenk KE, penyunting. Neonatology, management, procedur, on-call problem,
desease, and drug. Edisi 5. Newyork : Lange McGraw Hill, 2003;434-68.
3. Puopolo K.M. Bacterial and fungal infections. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald
EC, Stark AR, penyunting. Manual of Neonatal care. Edisi 6. Philadelphia :
Lippincott William & Walkins, 2008;274-300.
4. Edwards M. S. Postnatal bacterial infections. Dalam: Martin RJ, Fanaroff AA,
Walsh MC, penyunting. Fanaroff and Martin’s Neonatal-Perinatal Medicine.
Edisi 8. Misouri : Mosby Elsevier, 2006;791-829.
5. Infection. Dalam : Levene MI, Tudehope DI, Sinha S, penyunting. Essential
Neonatal Mediceine. Edisi 4. Australia : Blackwell Publishing, 2008 ; 61 – 76
6. Klein J.O., Nizet V. Bacterial sepsis and meningitis. Dalam: Remington JS,
Jerome O, Klein MD, penyunting. Remington’s Infectious Disease of the Fetus
and Newborn Infant. Edisi 5. Philadelphia : WB Saunders Company, 2001;222-
75.

62
PNEUMOTHORAKS
Julniar M. Tasli, Herman Bermawi, Afifa Ramadanti, Indrayady

Definisi
Terdapat udara dalam rongga pleura

Anamnesis
Mengidentifikasi faktor resiko : aspirasi mekoneum, tindakan VTP,
bronkopneumonia, pemakaian ventilasi mekanik

Pemeriksaan Fisis
Dispnu, takipnu, retraksi, merintih, sianosis, vesikuler menurun, sela iga melebar dan
dada tampak lebih cembung, asimetris gerakan dinding dada.

Kriteria Diagnosis
Gejala klinis + foto thorak ( radiolusen dan kolaps parsial atau total paru yang
terkena, pergeseran mediastinum, pendataran diafragma ) + transiluminasi positip,
terutama pada bayi kecil.

Diagnosis
Sesuai klinis dan pemeriksaan penunjang

Diagnosis Banding
Takipneu sementara pada neonatus
Penyakit membran hyalin
Pneumonia
Sepsis

Pemeriksaan Penunjang
Darah : Hb,lekosit, diff. Count, trombosit, mikro LED
Foto thoraks AP dan lateral
Transiluminasi

63
Terapi
1. Suportif, umumnya sama pada semua gawat napas, yaitu :
a. Pemberian cairan
 IVFD dekstrose 71/2 % atau 10 % + Ca glukonas sesuai degan kebutuhan
bayi
 Mulai hari ke 2 ditambahkan NaCl 3 % sebanyak 30 cc/kolf
 Bila ada tanda dehidrasi atasi dehidrasi
 Bila ada asidosis berikan cairan dekstrose dan natrium bikarbonat ( 4 : 1 )
Bila dapat diperiksa analisa gas darah, asidosis dandikoreksi langsung
dengan pemberian cairan Natrium Bikarbonat 4,2 % secara perlahan-lahan
 Bila belum bisa makan per oral beri larutan asam amino 1-3 g/kgBB/hari. Bila
sudah bisa minum per oral beri ASI atau susu formula
b. Terapi oksigen ( intra nasal, head box, buble CPAP, ventilator )
2. Antibiotika : Ampisilin dan gentamisin, bila tidak ada perbaikan dalam 2 hari,
gentamisin diganti dengan ceftazidim.
3. Terapi khusus :
 Tidak ada tension pneumothorak : berikan oksigen 100 % selama 12 jam
pada bayi aterm ( nitrogen washing )
 Dengan tension pneumothorak dilakukan pemasasangan kateter interkostal
dengan kontinuous suction ( WSD )
 Jika keadaan kritis dapat dilakukan aspirasi dengan menggunakan wing
needle no.21 dan spuit 5 cc serta three way stopcock ( diagnosis dan terapi )

Indikasi Pulang
Tidak sesak dengan frekuensi nafas 40-60 kali per menit, minum baik, tidak ada
tanda infeksi dan penyakit penyebab telah terkendali

Edukasi
Penjelasan mengenai faktor risiko dan penatalaksanaan serta komplikasi yang
mungkin timbul.

64
Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam

Kepustakaan
1. Whitsett J.A., Rice W.R., Warner B.B., Wert S.E., Pryhuber G.S. Acute
Respiratory Disorders. Dalam: MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M,
penyunting. Avery’s Neonatology Pathophysiology & Managementof the
Newborn. Edisi 6. Philadelphia : Lippincott William & Walkins, 2005;553-77.
2. Truog W.E., Golombek S.G., Principles of Management of Respiratory
Problems. Dalam: MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M, penyunting. Avery’s
Neonatology Pathophysiology & Managementof the Newborn. Edisi 6.
Philadelphia : Lippincott William & Walkins, 2005;600-21.
3. M.Sholeh Kosim. Gangguan Nafas pada bayi baru lahir. Dalam: Kosim MS,
Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku Ajar Neonatologi.
Edisi 1. Jakarta : Badan Penerbit IDAI, 2008;126-46.
4. Bhakta K.Y. Respiratory Distress Syndrome. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald
EC, Stark AR, penyunting. Manual of Neonatal care. Edisi 6. Philadelphia :
Lippincott William & Walkins, 2008;323-30.
5. Rodriguez R.J., Martin R.J., Fanaroff A.A. Respiratory Distress Syndrome and
its management. Dalam: Martin RJ, Fanaroff AA, Walsh MC, penyunting.
Fanaroff and Martin’s Neonatal-Perinatal Medicine. Edisi 8. Missouri : Mosby
Elsevier, 2006;1097-107.
6. Respiratory disorder. Dalam : Levene MI, Tudehope DI, Sinha S,penyunting.
Essential Neonatal Mediceine. Edisi 4. Australia : Blackwell Publishing, 2008 ;
92-110.

65

Anda mungkin juga menyukai