Alya Afifah - Makalah Gangguan Keseimbangan Cairan & Elektrolit
Alya Afifah - Makalah Gangguan Keseimbangan Cairan & Elektrolit
OLEH :
NAMA : ALYA AFIFAH
NIM : P00341019049
KELAS : 3B TLM
DOSEN PENGAJAR
TUTY DWYANA Amd.Anakes., S.ST
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kimia Klinik Lanjutan dan
juga untuk menambah wawasan sebagai mahasiswa. Dengan adanya makalah ini,
diharapkan dapat membantu proses pembelajaran dan menambah pengetahuan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca makalah
ini dan dapat menambah pengetahuan mengenai “Gangguan Keseimbangan Cairan
dan Elektrolit”.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk lebih
menyempurnakan makalah ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan .......................................................................................... 30
B. Saran .................................................................................................... 31
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air (pelarut) dan zat tertentu (zat
terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan
listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Cairan dan elektrolit masuk ke
tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan intravena (IV) dan di distribusikan
ke seluruh tubuh (Haswita & Sulistyowati, 2017).
Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh
tetap sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit didalam tubuh adalah merupakan
salah satu bagian dari fisiologi homeostasis . Keseimbangan cairan dan elektrolit
melibatkan komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh. Keseimbangan
cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan
elektrolit kedalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling
bergantung satu dengan yang lainnya, jika salah satu terganggu maka akan
berpengaruh pada yang lainnya (Wilson & Lorraine, 2006). Keseimbangan cairan
dan elektrolit sangat penting artinya untuk proses kehidupan dalam tubuh manusia.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit didefinisikan sebagai keadaan
perubahan homeostasis cairan dan elektrolit tubuh total (Siregar, 2006).
1
Cairan dalam tubuh manusia normalnya adalah seimbang antara asupan (input)
dan haluaran (output). Jumlah asupan cairan harus sama dengan jumlah cairan yang
dikeluarkan dari tubuh. Dalam rangka mempertahankan fungsi tubuh maka tubuh
akan kehilangan cairan antara lain melalui proses penguapan ekspirasi penguapan
kulit, ginjal (urine), ekskresi pada proses metabolisme (defekasi) (Rosdahl dkk,
2014).
Gangguan cairan dan elektrolit sangat umum pada periode perioperatif. Cairan
intravena dengan jumlah yang besar sering diperlukan untuk memperbaiki defisit
cairan dan mengkompensasi kehilangan darah selama operasi. Cairan dan elektrolit
di dalam tubuh merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan. Komposisi
cairan dan elektrolit didalam tubuh diatur sedemikan rupa agar keseimbangan
fungsi organ vital dapat dipertahankan (Mangku & Senapathi, 2010). Gangguan
besar dalam keseimbangan cairan dan elektrolit dapat dengan cepat mengubah
kardiovaskular, saraf, dan fungsi neuromuskular, dan penyedia anestesi harus
memilikipemahaman yang jelas air normal dan elektrolit fisiologi (Butterworth
dkk, 2013).
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari cairan dan elektolit?
2. Apa saja fungsi cairan dan elektrolit dalam tubuh manusia?
3. Bagaimana keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh?
4. Apa saja jenis-jenis cairan dan elektrolit?
5. Bagaimana mekanisme keseimbangan cairan dan elektrolit?
6. Apa saja faktor yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit?
7. Apa saja gangguan keseimbangan cairan?
8. Apa saja gangguan keseimbangan elektrolit?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian cairan dan elektolit.
2. Untuk mengetahui fungsi cairan dan elektrolit dalam tubuh manusia.
3. Untuk mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh.
4. Untuk mengetahui jenis-jenis cairan dan elektrolit.
2
5. Untuk mengetahui mekanisme keseimbangan cairan dan elektrolit.
6. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan
elektrolit.
7. Untuk mengetahui gangguan keseimbangan cairan.
8. Untuk mengetahui gangguan keseimbangan elektrolit.
D. Manfaat Penulisan
1. Dapat mengetahui pengertian cairan dan elektolit.
2. Dapat mengetahui fungsi cairan dan elektrolit dalam tubuh manusia.
3. Dapat mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh.
4. Dapat mengetahui jenis-jenis cairan dan elektrolit.
5. Dapat mengetahui mekanisme keseimbangan cairan dan elektrolit.
6. Dapat mengetahui faktor yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan
elektrolit.
7. Dapat mengetahui gangguan keseimbangan cairan.
8. Dapat mengetahui gangguan keseimbangan elektrolit.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air (pelarut) dan zat tertentu
(zat terlarut) sedangkan elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-
partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Cairan
dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman dan cairan
intravena (IV) dan di distribusikan ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan
cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total
dan elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh. Komposisi cairan dan elektrolit di
dalam tubuh sudah diatur sedemikian rupa agar keseimbangan fungsi organ
vital dapat dipertahankan. Untuk mempertahankan keseimbangannya,
diperlukan masukan, pendistribusian, dan keluaran yang memadai, yang diatur
melalui mekanisme tersendiri namun berkaitan satu sama lain (Waterhouse &
Famery, 2012).
Cairan tubuh adalah cairan yang terdiri dari air dan zat terlarut (Price, 2006).
Kemudian elektrolit itu sendiri adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-
partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Cairan
dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh tetap
sehat.Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah merupakan
salah satu bagian dari fisiologi homeostatis.
4
elektrolit yang tidak normal dapat menyebabkan banyak gangguan (Pranata,
2013).
Elektrolit adalah zat yang terdisosiasi dalam cairan, dibedakan menjadi ion
positif (kation) dan ion negatif (anion). Kation utama dalam cairan ekstraselular
adalah sodium (Na+), sedangkan kation utama dalam cairan intraselular adalah
potasium (K+). Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan
bikarbonat (HCO3-), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah
ion fosfat (PO43-). Kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial
kurang lebih sama, sehingga nilai elektrolit plasma mencerminkan komposisi
dari cairan ekstraseluler (Waterhouse & Famery, 2012; Hines dkk,2012).
Didalam cairan tubuh terdapat elektrolit. Elektrolit tersebut tersusun atas ion
elektrolit yang dapat menghantarkan arus listrik. Ion yang bermuatan positif
disebut kation, contohnya natrium (Na+ ), kalium (K+ ), Kalsium (Ca2+), dan
magnesium (Mg2+). Ion yang bermuatan negative disebut anion, contohnya
klorida (Cl- ), sulfat (SO4 2-), fosfat (PO4 3-), dan bikarbonat (HCO3).
5
c) Sebagai pelembab jaringan-jaringan tubuh seperti mata,mulut dan
hidung, pelumas dalam cairan sendi 02 Sports Science Brief tubuh
d) Katalisator reaksi biologik sel,
e) Pelindung organ dan jaringan tubuh serta juga akan membantu
dalam menjaga tekanan darah dan konsentrasi zat terlarut.
f) Selain itu sebagai pengatur panas untuk menjaga agar suhu tubuh
tetap berada pada kondisi ideal yaitu ± 37C.
2. Fungsi Elektrolit dalam Tubuh
a) Membantu dalam perpindahan cairan antara ruangan dalam sel dan
di luar sel terutama denga adanya natrrium. Apabila jumlah natrium
dalam CES meningkat maka sejumlah cairan akan berpindah
menuju CES untuk keseimbangan cairan.
b) Mengatur keseimbangan asam basa dan menentukan pH darah
dengan adanya sistem bufer.
c) Dengan adanya perbedaan komposisi elektrolit di CES dan CIS
maka akan terjadi perpindahan yang menghasilkan implus – implus
saraf dan mengakibatkan terjadinya kontraksi otot.
C. Keseimbangan Cairan dan Elektolit
6
dikarenakan anak-anak mempunyai insiden yang cukup tinggi pada gangguan
sistem gastrointestinal, terutama diare (Sodikin, 2011).
Cairan dalam tubuh manusia dibagi menjadi cairan intraseluler dan cairan
ekstraseluler. Kedua cairan tersebut dipisahkan oleh membran sel yang sangat
permeabel terhadap air, tetapi tidak permeabel terhadap sebagian besar
elektrolit. Komponen cairan ekstraseluler terdiri dari ion natrium, klorida dan
bikarbonat yang jumlahnya banyak serta ditambah berbagai zat gizi untuk sel,
seperti oksigen, glukosa, asam lemak, dan asam amino. Komponen penting dari
cairan ekstraseluler adalah cairan interstisial, yang jumlahnya mencapai tiga
perempat dari keseluruhan cairan ekstraselular, dan seperempat lainnya
merupakan plasma. Sedangkan cairan intraseluler mengandung banyak ion
kalium, magnesium dan fosfat dibandingkan dengan ion natrium dan klorida
yang banyak ditemukan pada cairan ekstraseluler (Hall, 2016).
7
volume cairan tubuh yang hilang dapat digantikan dengan segera (Butterworth
dkk, 2013).
Cairan dan elektrolit tubuh cairan termasuk dalam kebutuhan dasar manusia
secara fisiologis karena memiliki proporsi besar dalam tubuh. Hampir 90% dari
total berat badan berbentuk cairan. Air di dalam tubuh tersimpan dalam dua
kompertemen utama, yaitu CIS dan CES :
Cairan Intraseluler (CIS). CIS merupakan cairan yang terdapat dalam sel
tubuh dan berfungsi sebagai media tempat aktivitas kima sel berlangsung.
Cairan ini menyusun sekitar 70% dari total cairan tubuh (total body water
TBW) dewasa, CIS menyusun sekitar 40% berat tubuh atau 2/3 TBW.
Elektrolit kation terbanyak adalah K+, Mg+, sedikit Na+. Elektolit anion
terbanyak adalah HPO42-, protein-protein, sedikit HCO3-, SO42-, Cl-
Cairan Ekstraseluler (CES). CES merupakan cairan yang terdapat diluar sel
dan menyusun 30% dari TWB atau sekitar 20% dari berat tubuh. CES terdiri
atas cairan intravasikuler, cairan interstisial, dan cairan transeluler. Cairan
intravasikuler atau plasma menyusun 5% dari total berat badan, sedangkan
cairan interstisial menyusun 10%-15% total berat badan.
CES meliputi cairan intravascular, cairan interstisial, dan cairan transeluler.
Cairan interstisial terdapat dalam ruang antar-sel, plasma darah, cairan
serebrospinal, limfe, serta cairan rongga serosa dan sendi. Akan
tetapi, jumlahnya terlalu sedikit untuk berperan dalam keseimbangan
cairan. Guna mempertahankan keseimbangan kimia dan elektrolit tubuh
serta mempertahankan pH yang normal, tubuh melakukan mekanisme
pertukaran dua arah antara CIS dan CES. Elektrolit yang berperan adalah
kation dan anion.
1. Cairan
Cairan tubuh terdiri atas dua kompertemen utama yang dipisahkan oleh
membran semipermeable. Kedua kompertemen tersebut adalah intraseluler dan
8
ekstraseluler. Sekitar 65% cairan tubuh berada dalam sel, atau intraseluler.
Sisanya 35% cairan tubuh berada diluar sel, atau ekstraseluler. Komparemen
ekstraseluler selanjutnya dibagi menjadi tiga subdivisi:
a) Natrium
9
bertukar dengan masuknya kalium ke dalam sel (pompa Na+K + ) (Yasrwir
& Ferawati, 2012).
b) Kalium
Fungsi kalium adalah memelihara keseimbangan osmotik dalam sel,
meregulasi aktifitas otot, enzim dan keseimbangan asam basa. Kalium
merupakan kation utama dalam sel. Nilai normal kalium serum adalah 3,5-
5,3 mEq/L. Hiperkalemia dapat terjadi pada kerusakan ginjal seperti pada
cedera mekanis yang berat. Selain itu, pasien dengan gagal ginjal dan
gangguan eksresi kalium dapat mengalami kelebihan melalui makanan tidak
dibatasi. Gambaran klinis kelainan kalium dapat merupakan gangguan
paling mengancam nyawa dibandingkan yang lain. Gejala berkaitan dengan
sistem saraf dan otot jantung, rangka dan polos (David dkk,2010).
Sekitar 98% jumlah kalium dalam tubuh berada di dalam cairan intrasel.
Konsentrasi kalium intrasel sekitar 145 mEq/L dan konsentrasi kalium
ekstrasel 4-5 mEq/L (sekitar 2%). Jumlahkonsentrasi kalium pada orang
dewasa berkisar 50-60 per kilogram berat badan (3000-4000 mEq). Jumlah
kalium ini dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin ) (Yasrwir & Ferawati,
2012).
Jumlah kalium pada wanita 25% lebih kecil dibanding pada laki-laki dan
jumlah kalium pada orang dewasa lebih kecil 20% dibandingkan pada anak-
anak. Perbedaan kadar kalium di dalam plasma dan cairan interstisial
dipengaruhi oleh keseimbangan Gibbs-Donnan, sedangkan perbedaan
kalium cairan intrasel dengan cairan interstisial adalah akibat adanya
10
transpor aktif (transpor aktif kalium ke dalam sel bertukar dengan natrium).
Jumlah kalium dalam tubuh merupakan cermin keseimbangan kalium yang
masuk dan keluar. Pemasukan kalium melalui saluran cerna tergantung dari
jumlah dan jenis makanan. Orang dewasa pada keadaan normal
mengkonsumsi 60-100 mEq kalium perhari (hampir sama dengan konsumsi
natrium) (Yasrwir & Ferawati, 2012).
c) Klorida
11
100-200 mEq klorida per hari, dan ekskresi klorida bersama feses sekitar 1-
2 mEq perhari. Drainase lambung atau usus pada diare menyebabkan
ekskresi klorida mencapai 100 mEq perhari. Kadar klorida dalam keringat
bervariasi, rata-rata 40 mEq/L. Bila pengeluaran keringat berlebihan,
kehilangan klorida dapat mencapai 200 mEq per hari. Ekskresi utama
klorida adalah melalui ginjal (Yasrwir & Ferawati, 2012).
d) Kalsium
Kalsium paling banyak ditemukan dalam tulang dan gigi. Sekitar 50%
dari jumlah totalnya terionisasi, dan hanya kalsium terionisasi dapat
digunakan oleh tubuh. Protein dan albumin dalam darah berikatan dengan
kalsium sehingga mengurangi jumlah kalsium terionisasi yang bebas.
Kalsium diperlukan untuk transmisi impuls saraf serta untuk kontraksi otot
miokardium dan otot rangka (Kee, 2007).
Kalsium adalah mineral paling banyak dalam tubuh dan termasuk paling
penting. Tumbuh membutuhkan kalsium untuk membentuk dan
memperbaiki tulang dan gigi, membantu fungsi saraf, kontraksi otot,
pembentukan darah dan berperan dalam fungsi jantung. Semua kalsium
yang masuk kedalam tubuh (melalui makanan atau asupan) sebagian besar
disimpan oleh tubuh dan tidak dibuang melalui urin atau feses (Kurniawan,
2015).
Kalsium termasuk kedalam salah satu makro elemen, yaitu mineral yang
dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari. Kalsium
adalah salah satu makro elemen selain natrium, kalium, mangan, phosphor,
clorium, dan sulfur. Makro elemen berfungsi sebagai zat yang aktif dalam
metabolism atau sebagai bagian penting dari struktur sel dan jaringan.
Kalsium, mangan, dan phosphor terutama terdapat sebagai bagian penting
dari struktur sel dan jaringan sedangkan elemen lainnya termasuk kedalam
keseimbangan cairan dan elektrolit (Mulyani, 2009).
12
Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh
sekitar 99% total kalsium dalam tubuh ditemukan dalam jaringan keras
yaitu tulang dan gigi terutama dalam bentuk hidroksiapatit, hanya sebagian
kecil dalam plasma dan cairan ekstravaskular. Kalsium didalam tulang
mudah dimobilisasikan kedalam cairan tubuh dan darah, bila diperlukan
untuk diteruskan kepada sel-sel jaringan yang lebih memerlukannya.
Terutama trabecule dari struktur tulang merupakan tempat penimbunan
kalsium yang mudah sekali melepaskan kalsium untuk dipergunakan
kedalam keperluan lain (Kurniawan,2015)
e) Magnesium
f) Fosfat
13
paratiroid yang terlalu aktif, kekurangan vitamin D, luka bakar parah, dan
kecanduan alkohol. Sementara itu, kelebihan fosfat (hiperfosfatemia)
biasanya disebabkan oleh cedera parah, kelenjar paratiroid kurang aktif,
gagal napas, penyakit ginjal kronis, kadar kalsium rendah, atau efek
samping obat-obatan, misalnya kemoterapi dan obat pencahar yang
mengandung fosfat.
1. Keseimbangan Donnan
14
tetapi akan mempengaruhi ion untuk mempertahankan netralitas elektron
(keseimbangan muatan positif dan negatif) sebanding dengan keseimbangan
tekanan osmotik di kedua sisi membran. Pergerakan muatan pada ion akan
menyebabkan perbedaan konsentrasi ion yang secara langsung mempengaruhi
pergerakan cairan melalui membran ke dalam dan keluar dari sel tersebut.
15
keluar dari kapiler masuk ke cairan interstisiil pada akhir arteri dan reabsorsi
berkisar 90% dari cairan ini pada akhir arteri dan reabsosrsi berkisar 90% dari
cairan ini pada ujung venous.
1. Usia
a) Bayi. Proporsi cairan dalam tubuh bayi lebih besar daripada orang
dewasa. Meskipun demikian, dalam menjaga status keseimbangan
cairan pada bayi lebih rumit daripada orang dewasa. Karena bayi
mengekskresikan volume air dalam jumlah yang besar, sehingga asupan
cairan juga harus besar untuk menjaga keseimbangan tersebut.
b) Anak Pada anak kebutuhan cairan masih cukup tinggi. Pada masa
pertumbuhan ini sering terganggu oleh penyakit sehingga berdampak
pula dengan keseimbangan cairan dan elektrolit yang menjadi kurang
stabil. Kondisi ini memicu terjadinya pengeluaran cairan lebih besar dari
dalam tubuh dan terjadi dalam bentuk insensible water loss.
c) Dewasa. Pada masa remaja terjadi beberapa perubahan anatomis dan
fisilogis yang berdampak pada status metabolik. Dengan peningkatan
metabolik maka jumlah air juga meningkat. Hormonal yang telah
berubah juga mempengaruhi kebutuhan cairan pada masa ini. Pada masa
lansia organ utama dalam keseimbangan cairan dan elektrolit yaitu
16
ginjal juga mengalami penurunan fungsi. Penyakit yang diderita pada
lansia juga menyebabkan perubahan pada keseimbangan cairan dan
elektrolit, seperti diabetes melitus, kanker atau gangguan
kardiovaskuler. Terapi obat deuretik pada lansia juga akan berdampak
pada defisit cairan dan elektrolit.
2. Ukuran tubuh
3. Temperatur Lingkungan
4. Gaya hidup
a) Diet. Dalam mempertahankan status cairan dan elektrolit, secara
langsung asupan yang seimbang akan menjadi balance cairan.
b) Stres akan meningkatkan beberapa hormon, seperti aldosterone,
glukokortikoid serta ADH. Hormon aldosterone dan glukokortikoid
akan menyebabkan retensi natrium, sehingga air juga akan tertahan.
Dampak dari ADH adalah penurunan jumlah urine.
17
c) Olahraga memerlukan energy lebih besar dari biasanya, sehingga
memicu peningkatan kehilangan air yang tidak disadari (insible
water loss).
5. Iklim
18
Penggunaan kortikostreroid dapat pula menyebabkan retensi natrium dan air
dalam tubuh.
9. Pembedahan
Klien yang menjalani pembedahan beresiko tinggi mengalami
ketidakseimbangan cairan. Beberapa klien dapat kehilangan banyak darah
selama perode operasi, sedangkan beberapa klien lainya justru mengalami
kelebihan beban cairan akibat asupan cairan berlebih melalui intravena selama
pembedahan atau sekresi hormon ADH selama masa stress akibat obat- obat
anastesia.
G. Jenis Gangguan Keseimbangan Cairan Tubuh
Tubuh manusia saat kelahiran mengandung sekitar 75% berat cairan. Di usia
satu bulan, nilai ini menurun menjadi 65% dan pada saat dewasa berat cairan
dalam tubuh manusia bagi pria adalah 60% dan wanita sekitar 50%. Selain itu,
faktor kandungan lemak juga berkontribusi kepada kandungan cairan dalam
tubuh. Semakin tinggi jumlah lemak yang terdapat dalam tubuh, seperti pada
wanita, maka semakin kurang kandungan cairan yang ada.
Nilai normal ambilan cairan dewasa adalah sekitar 2500ml, termasuk 300ml
hasil metabolisme tenaga susbtrat. Rata-rata kehilangan cairan adalah sebanyak
2500ml, dimana ia terbagi atas 1500ml hasil urin, 400ml terevaporasi lewat
respiratori, 400ml lewat evaporasi kulit, 100ml lewat keringat dan 100ml
melalui tinja. Kehilangan cairan lewat evaporasi adalah penting karena
memainkan peranan sebagai thermoragulasi, dimana mengontrol sekitar 20-
25% kehilangan haba tubuh. Perubahan pada kesimbanngan cairan dan volume
sel bisa menyebabkan impak yang serius seperti kehilangan fungsi pada sel,
terutama ada otak (Butterworth dkk, 2013).
19
1. Overhidrasi
Air, seperti subtrat lain, berubah menjadi toksik apabila dikonsumsi secara
berlebihan dalam jangka waktu tertentu. Intoksikasi air sering terjadi bila cairan
di konsumsi tubuh dalam kadar tinggi tanpa mengambil sumber elektrolit yang
menyeimbangi kemasukan cairan tersebut (Butterworth dkk, 2013).
2. Dehidrasi
20
Dehidrasi berhubungan dengan fungsi berbagai macam sistim organ jadi
homeostasis cairan tubuh tak dapat dipertahankan. Pengobatan yang effektif
hanyalah pengembalikan fungsi ginjal sehingga ginjal dapat memandu
memperbaiki keseimbangan asam basa dan elektrolit. Kehilangan volume
cairan yang ringan bisa diganti dengan cairan oral meskipun banyak senter
melakukan penggantian secara parenteral.
Dehidrasi merupakan suatu kondisi defisit air dalam tubuh akibat masukan
yang kurang atau keluaran yang berlebihan. Kondisi dehidrasi bisa terdiri dari
3 bentuk, yaitu: isotonik (bila air hilang bersama garam, contoh: GE akut,
overdosis diuretik), hipotonik (Secara garis besar terjadi kehilangan natrium
yang lebih banyak dibandingkan air yang hilang. Karena kadar natrium serum
rendah, air di kompartemen intravaskular berpindah ke ekstravaskular, sehingga
menyebabkan penurunan volume intravaskular), hipertonik (Secara garis besar
terjadi kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang.
Karena kadar natrium tinggi, air di kompartemen ekstravaskular berpindah ke
kompartemen intravaskular, sehingga penurunan volume intravaskular
minimal).
b) Penyebab Hiponatremia
21
melalui saluran cerna, gagal jantung dan sirosis hati atau pada SIADH
(Syndrome of Inappropriate ADH– secretion) (Loho dkk, 2012).
c) Jenis Hiponatremia
Hiponatremia akut adalah kejadian hiponatremia yang berlangsung
cepat (kurang dari 48 jam). Pada keadaan ini akan terjadi gejala yang
berat seperti penurunan kesadaran dan kejang. Hal ini terjadi akibat
edema sel otak, karena air dari ekstrasel masuk ke intrasel yang
osmolalitasnya lebih tinggi. Kelompok ini disebut juga sebagai
hiponatremia simptomatik atau hiponatremia berat (Loho dkk, 2012).
Hiponatremia kronik adalah kejadian hiponatremia yang berlangsung
lambat (lebih dari 48 jam). Pada keadaan ini tidak terjadi gejala yang
berat seperti penurunan kesadaran atau kejang (ada proses adaptasi),
gejala yang timbul hanya ringan seperti lemas atau mengantuk. Pada
keadaan ini tidak ada urgensi melakukan koreksi konsentrasi natrium,
terapi dilakukan dalam beberapa hari dengan memberikan larutan garam
isotonik. Kelompok ini disebut juga sebagai hiponatremia
asimptomatik (Loho dkk, 2012).
2. Hipernatremia
a) Pengertian Hipernatremia
22
b) Penyebab Hipernatremia
Hipokalemia suatu keadaan kekurangan kadar kalium dalam darah, hal ini
dapat terjadi sangat cepat. Sering terjadi pada pasien yang mengalami diare
berkepanjangan. Kondisi ini ditandai dengan lemahnya denyut nadi, turunnya
tekanan darah, tidak nafsu makan dan muntah-muntah, serta kadar kalium
plasmanya menurun hingga kurang dari 3,5 mEq/L (Hidayat dkk, 2015).
b) Penyebab Hipokalemia
23
Asupan kalium kurang
Kalium yang masuk ke dalam tubuh dalam keadaan fungsi ginjal yang
normal, akan di ekskresikan melalui ginjal. Makin tinggi asupan kalium,
makin tinggi ekskresi melalui ginjal, demikian sebaliknya bila asupan
kalium rendah. Asupan kalium normal berkisar antara 40–120 mEq per
hari. Dalam keadaan normal ekskresi kalium melalui ginjal dapat minimal
sampai 5 mEq per hari untuk mempertahankan kadar kalium normal dalam
darah, sejalan dengan rendahnya asupan kalium. Hipokalemia akibat asupan
kalium rendah saja, jarang terjadi dalam klinik. Biasanya disertai oleh
masalah lain misalnya pada pemberian diuretikum atau pemberian diet
rendah kalori pada program menurunkan BB (Loho dkk, 2012).
Pengeluaran kalium berlebihan
Pengeluaran kalium yang berlebihan terjadi melalui saluran cerna, ginjal
atau keringat. Pada keadaan muntah atau pemakaian selang naso–gastrik,
pengeluaran kalium bukan melalui saluran cerna atas karena kadar kalium
dalam cairan gastrik hanya sedikit (5–10 mEq/L), akan tetapi kalium banyak
keluar melalui ginjal. Akibat muntah atau pemakaian selang naso–gastrik,
terjadi alkalosis metabolik sehingga banyak bikarbonat yang difiltrasi di
glomerulus yang akan mengikat kalium di tubulus distal (duktus
koligentes) yang juga dibantu dengan adanya hiperaldosteronisme sekunder
dari hipovolemia yang timbul akibat muntah. Kesemuanya ini akan
meningkatkan ekskresi kalium melalui urin dan menyebabkan hipokalemia.
Pada saluran cerna bawah (diare, pemakaian pencahar), kalium keluar
besama bikarbonat (asidosis metabolik). Kalium dalam saluran cerna bawah
jumlahnya lebih banyak (20–50 mEq/L) (Loho dkk, 2012).
Pengeluaran kalium yang berlebihan melalui ginjal dapat terjadi pada
pemakaian diuretik, kelebihan hormon mineralokortikoid
primer/hiperaldosteronisme primer (adenoma kelenjar adrenal), anion yang
tak dapat di reabsorbsi yang berikatan dengan natrium berlebihan dalam
tubulus (bikarbonat, beta–hidroksibutirat, hipurat) menyebabkan lumen
duktus koligentes bermuatan lebih negatif dan menarik kalium masuk dalam
24
lumen lalu dikeluarkan bersama urin, pada hipomagnesemia, poliuria
(polidipsia primer, diabetes insipidus) dan salt–wasting nephropathy
(sindroma Bartter atau Gitelman, hiperkalsemia). Pengeluaran kalium
berlebihan melalui keringat dapat terjadi bila dilakukan latihan berat pada
lingkungan yang panas sehingga produksi keringat mencapai 10 L (Loho
dkk, 2012).
Kalium masuk ke dalam sel
Kalium masuk ke dalam sel dapat terjadi pada alkalosis ekstrasel, pemberian
insulin, peningkatan aktivitas beta–adrenergik (pemakaian β2–agonis),
paralisis periodik hipokalemik, hipotermia. Hanya sejumlah kecil fraksi
konsentrasi ion kalium berada pada rongga ekstrasel. Karenanya,
konsentrasi ion kalium serum tidak mencerminkan konsentrasi total ion
kalium secara akurat. Defisit ion kalium tergantung pada lamanya kontak
dengan penyebab (time for equilibration) dan konsentrasi ion kalium serum.
Pada kasus hipokalemia kronik, penurunan ion kalium serum 1 mEq
sebanding dengan defisit 200 mEq. Dianjurkan untuk mempertahankan
konsentrasi ion kalium serum <4,0 mEq/L (Loho dkk, 2012).
4. Hiperkalemia
a) Pengertian Hiperkalemia
Hiperkalemia suatu keadaan kadar kalium dalam darah tinggi, keadaan ini
sering terjadi pada pasien luka bakar, penyakit ginjal. Yang ditandai dengan
adanya mual, hiperaktivitas sistem pencernaan, jumlah urine yang sangat sedikit
sekali. Dan kadar kalium dalam plasma mencapai lebih dari 5 mEq/L (Hidayat
dkk, 2015).
25
Hiperkalemia dapat terjadi akibat adanya pelepasan K+ dari sel atau
penurunan eksresi ginjal, karena adanya gangguan sekresi atau berkurangnya
pembebasan zat terlarut distal. Penurunan sekresi K+ oleh sel utama disebabkan
karena adanya gangguan pada reabsorbsi Na+ atau peningkatan reabsorbsi Cl-
(Gary, 2010).
b) Penyebab Hiperkalemia
Keluarnya Kalium Intrasel ke Ekstrasel
Kalium keluar dari sel dapat terjadi pada keadaan asidosis metabolik
bukan oleh asidosis organik (ketoasidosis, asidosis laktat), defisiensi
insulin, katabolisme jaringan meningkat, pemakaian obat
penghambat – β adrenergik, pseudo hiperkalemia akibat dari
pengambilan contoh darah di laboratorium yang mengakibatkan sel
darah merah lisis dan pada latihan olahraga
Berkurangnya Ekskresi Kalium Melalui Ginjal
Berkurangnya ekskresi kalium melalui ginjal terjadi pada keadaan
hipo aldosteronisme, gagal ginjal, deplesi volume sirkulasi efektif,
pemakaian siklosporin. Hiperkalemia juga timbul akibat koreksi ion
kalium berlebihan dan pada kasus–kasus yang mendapat terapi
angiotensin– converting enzyme inhibitor dan potassium sparing
dieuretics. Meskipun banyak faktor yang memengaruhi ekskresi
kalium, regulasi keseimbangan K+ sangat dipengaruhi oleh kondisi
replesi dan deplesi K+ (Loho dkk, 2012).
5. Hipokalsemia
26
10 mg/100 ml serta memanjangnya interval Q-T. Selain itu, hipokalsemia juga
dapat dikaji dari tanda Trosseau dan Chvostek positif.
6. Hiperkalsemia
27
kelemahan, kekacauan mental, kram, dan pusing. Temuan laboratorium untuk
kondisi ini adalah nilai ion klorida >95 mEq/l.
10. Hiperkloremia
11. Hipofosfatemia
28
kelemahan otot, serta gejala neurologis yang tersamar. Temuan laboratorium
untuk kondisi ini adalah nilai ion fosfat <2,8 mEq/dl.
12. Hiperfosfatemia
29
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air ( pelarut) dan zat tertentu
(zat terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel
bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Cairan tubuh
dibagi dalam dua kelompok besar yaitu : cairan intraseluler dan cairan
ekstraseluler. Total jumlah volume cairan tubuh (total body water-TBW) kira-
kira 60 % dari berat badan pria dan 50 % dari berat badan wanita. Jumlah
volume ini tergantung pada kandungan lemak badan dan usia.
Mekanisme kerja cairan dan elektrolit dalam tubuh melalui tiga proses yaitu
difusi, osmosis, dan transportasi. Cairan tubuh didistribusikan di antara dua
kompartemen yaitu pada intraseluler dan ekstraseluler. Cairan intraseluler kira-
kira 2/3 atau 40 % dari BB, sedangkan cairan ekstraseluler 20 % dari BB.
Pengeluaran cairan terjadi melalui organ tubuh yaitu ginjal, kulit, paru-paru,
dan gastrointestinal.
Faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan dan elektrolit dalam tubuh ada
sembilan faktor yaitu usia, aktivitas, iklim, diet, stress, penyakit, tindakan
medis, pengobatan, dan pembedahan. Gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit dalam tubuh dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu kelebihan dan
kekurangan cairan dan elektrolit.
30
B. SARAN
31
DAFTAR PUSTAKA
Butterworth, J. F., Mackey, D. C., & Wasnick, J. D. (2013). Morgan & Mikhail's
clinical anesthesiology (Vol. 15). New York: McGraw-Hill.
Hall, J. (2016). Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. 12th ed.
Singapore: Elsevier Health Sciences
Hidayat, A. A., & Uliyah, M. (2015). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Health
Books Publishing.
Hines RL, Marschall KE. (2012). Fluid, Electrolytes, and Acid-Base Disorders.
Dalam Handbook for Stoelting’s Anesthesia and Co-Existing Disease 4th
ed. Philadelphia: Elsevier Inc.
Loho, T., K Wibisono, L., Siregar, P., Madjid, A., & Moenadjat, Y. (2012).
Gangguan Keseimbangan Air-Elektrolit dan Asam-Basa: Fisiologi,
Patofisiologi, Diagnosis dan Tatalaksana.
Mangku, G., & Senapathi, T. G. A. (2010). Buku ajar ilmu anestesia dan
reanimasi. Jakarta: Indek, 207.
Moorthy, M., Ravi, S., Ravikumar, M., Viswanathan, K., & Edwin, S. C. (2009).
Ginger, pepper and curry leaf powder as feed additives in broiler
diet. International Journal of Poultry Science, 8(8), 779-782.
Rosdahl, C. B., & Kowalski, M. T. (2015). Buku ajar keperawatan dasar. EGC.
32
Sodikin. 2011. Keperawatan Anak: Gangguan Pencernaan. Jakarta: EGC
Stoelting RK, Rathmell JP, Flood P, Shafer S. Intravenous Fluids and Electrolytes.
Dalam Handbook of Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice
3rd ed. Philadelphia: Wolters Kluwer Health. 2015; 17 : h. 341 – 49.
Waterhouse BR, Famery AD. The Organization and Composition of Body Fluids.
Anaesthesia & Intensive Care Medicine. 2012
Yaswir, R., & Ferawati, I. (2012). Fisiologi dan gangguan keseimbangan natrium,
kalium dan klorida serta pemeriksaan laboratorium. Jurnal Kesehatan
Andalas, 1(2).
33