Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH KIMIA KLINIK LANJUTAN

GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT

OLEH :
NAMA : ALYA AFIFAH
NIM : P00341019049
KELAS : 3B TLM

DOSEN PENGAJAR
TUTY DWYANA Amd.Anakes., S.ST

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kimia Klinik Lanjutan dan
juga untuk menambah wawasan sebagai mahasiswa. Dengan adanya makalah ini,
diharapkan dapat membantu proses pembelajaran dan menambah pengetahuan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca makalah
ini dan dapat menambah pengetahuan mengenai “Gangguan Keseimbangan Cairan
dan Elektrolit”.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk lebih
menyempurnakan makalah ini.

Kendari, 4 Desember 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
C. Tujuan .................................................................................................. 2
D. Manfaat ................................................................................................ 3

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 4

A. Pengertian Cairan dan Elektolit ............................................................ 4


B. Fungsi Cairan dan Elektrolit Dalam Tubuh Manusia ............................. 5
C. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit Tubuh .......................................... 6
D. Jenis-Jenis Cairan dan Elektrolit ........................................................... 8
E. Mekanisme Keseimbangan Cairan dan Elektrolit .................................. 14
F. Faktor Yang Mempengaruhi Keseimbangan Cairan dan Elektrolit ........ 16
G. Gangguan Keseimbangan Cairan .......................................................... 19
H. Gangguan Keseimbangan Elektrolit ...................................................... 21

BAB III PENUTUP ......................................................................................... 30

A. Kesimpulan .......................................................................................... 30
B. Saran .................................................................................................... 31

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 32

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tubuh manusia terdiri dari berbagai macam komponen yang saling


berhubungan. Cairan merupakan salah satu komponen penting dalam tubuh
manusia. Hampir 60 % dari komposisi tubuh manusia merupakan cairan yang
berupa larutan ion dan zat lainnya. Jumlah cairan tubuh total pada masing-masing
individu dapat bervariasi berdasarkan umur, berat badan, maupun jenis kelamin.
Cairan dan elektrolit tersebut memiliki komponen utama yang berbeda dan
fungsinya masing-masing sebagai struktur penting yang membentuk dan
menunjang tubuh manusia, sehingga dapat berfungsi dengan baik melalui
mekanisme pengaturan yang sedemikian rupa.

Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air (pelarut) dan zat tertentu (zat
terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan
listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Cairan dan elektrolit masuk ke
tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan intravena (IV) dan di distribusikan
ke seluruh tubuh (Haswita & Sulistyowati, 2017).

Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh
tetap sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit didalam tubuh adalah merupakan
salah satu bagian dari fisiologi homeostasis . Keseimbangan cairan dan elektrolit
melibatkan komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh. Keseimbangan
cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan
elektrolit kedalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling
bergantung satu dengan yang lainnya, jika salah satu terganggu maka akan
berpengaruh pada yang lainnya (Wilson & Lorraine, 2006). Keseimbangan cairan
dan elektrolit sangat penting artinya untuk proses kehidupan dalam tubuh manusia.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit didefinisikan sebagai keadaan
perubahan homeostasis cairan dan elektrolit tubuh total (Siregar, 2006).

1
Cairan dalam tubuh manusia normalnya adalah seimbang antara asupan (input)
dan haluaran (output). Jumlah asupan cairan harus sama dengan jumlah cairan yang
dikeluarkan dari tubuh. Dalam rangka mempertahankan fungsi tubuh maka tubuh
akan kehilangan cairan antara lain melalui proses penguapan ekspirasi penguapan
kulit, ginjal (urine), ekskresi pada proses metabolisme (defekasi) (Rosdahl dkk,
2014).

Gangguan cairan dan elektrolit sangat umum pada periode perioperatif. Cairan
intravena dengan jumlah yang besar sering diperlukan untuk memperbaiki defisit
cairan dan mengkompensasi kehilangan darah selama operasi. Cairan dan elektrolit
di dalam tubuh merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan. Komposisi
cairan dan elektrolit didalam tubuh diatur sedemikan rupa agar keseimbangan
fungsi organ vital dapat dipertahankan (Mangku & Senapathi, 2010). Gangguan
besar dalam keseimbangan cairan dan elektrolit dapat dengan cepat mengubah
kardiovaskular, saraf, dan fungsi neuromuskular, dan penyedia anestesi harus
memilikipemahaman yang jelas air normal dan elektrolit fisiologi (Butterworth
dkk, 2013).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari cairan dan elektolit?
2. Apa saja fungsi cairan dan elektrolit dalam tubuh manusia?
3. Bagaimana keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh?
4. Apa saja jenis-jenis cairan dan elektrolit?
5. Bagaimana mekanisme keseimbangan cairan dan elektrolit?
6. Apa saja faktor yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit?
7. Apa saja gangguan keseimbangan cairan?
8. Apa saja gangguan keseimbangan elektrolit?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian cairan dan elektolit.
2. Untuk mengetahui fungsi cairan dan elektrolit dalam tubuh manusia.
3. Untuk mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh.
4. Untuk mengetahui jenis-jenis cairan dan elektrolit.

2
5. Untuk mengetahui mekanisme keseimbangan cairan dan elektrolit.
6. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan
elektrolit.
7. Untuk mengetahui gangguan keseimbangan cairan.
8. Untuk mengetahui gangguan keseimbangan elektrolit.
D. Manfaat Penulisan
1. Dapat mengetahui pengertian cairan dan elektolit.
2. Dapat mengetahui fungsi cairan dan elektrolit dalam tubuh manusia.
3. Dapat mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh.
4. Dapat mengetahui jenis-jenis cairan dan elektrolit.
5. Dapat mengetahui mekanisme keseimbangan cairan dan elektrolit.
6. Dapat mengetahui faktor yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan
elektrolit.
7. Dapat mengetahui gangguan keseimbangan cairan.
8. Dapat mengetahui gangguan keseimbangan elektrolit.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Cairan dan Elektrolit Tubuh

Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air (pelarut) dan zat tertentu
(zat terlarut) sedangkan elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-
partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Cairan
dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman dan cairan
intravena (IV) dan di distribusikan ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan
cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total
dan elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh. Komposisi cairan dan elektrolit di
dalam tubuh sudah diatur sedemikian rupa agar keseimbangan fungsi organ
vital dapat dipertahankan. Untuk mempertahankan keseimbangannya,
diperlukan masukan, pendistribusian, dan keluaran yang memadai, yang diatur
melalui mekanisme tersendiri namun berkaitan satu sama lain (Waterhouse &
Famery, 2012).

Cairan tubuh adalah cairan yang terdiri dari air dan zat terlarut (Price, 2006).
Kemudian elektrolit itu sendiri adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-
partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Cairan
dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh tetap
sehat.Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah merupakan
salah satu bagian dari fisiologi homeostatis.

Elektrolit adalah senyawa di dalam larutan yang di sebut kation bermuatan


positif dan anion bermuatan negatif. Keseimbangan keduanya disebut sebagai
elektronetralitas. Elektrolit dalam cairan tubuh dapat berupa kation misalnya
Na+ , K+, Ca2+ , Mg2+ dan berupa anion misalnya Cl- , HCO3 - , HPO4 - ,
SO4 2- . Pada cairan ekstraseluler kation utama adalah Na+ dan anion utama
adalah Cldan HCO3 - , sedangkan pada cairan intraseluler kation utama adalah
K+ . Sebagian besar proses metabolisme memerlukan elektrolit. Konsentrasi

4
elektrolit yang tidak normal dapat menyebabkan banyak gangguan (Pranata,
2013).

Elektrolit adalah zat yang terdisosiasi dalam cairan, dibedakan menjadi ion
positif (kation) dan ion negatif (anion). Kation utama dalam cairan ekstraselular
adalah sodium (Na+), sedangkan kation utama dalam cairan intraselular adalah
potasium (K+). Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan
bikarbonat (HCO3-), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah
ion fosfat (PO43-). Kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial
kurang lebih sama, sehingga nilai elektrolit plasma mencerminkan komposisi
dari cairan ekstraseluler (Waterhouse & Famery, 2012; Hines dkk,2012).

Didalam cairan tubuh terdapat elektrolit. Elektrolit tersebut tersusun atas ion
elektrolit yang dapat menghantarkan arus listrik. Ion yang bermuatan positif
disebut kation, contohnya natrium (Na+ ), kalium (K+ ), Kalsium (Ca2+), dan
magnesium (Mg2+). Ion yang bermuatan negative disebut anion, contohnya
klorida (Cl- ), sulfat (SO4 2-), fosfat (PO4 3-), dan bikarbonat (HCO3).

Untuk mempertahankan keseimbangan kimia, keseimbangan elektrolit, dan


Ph yang normal, tubuh melakukan mekanisme pertukaran dua arah antara CIS
dan CES. Kation dan anion berperan dalam pertukaran ini (Lyndon Saputra,
2013).

B. Fungsi Cairan dan Elektolit Dalam Tubuh Manusia


1. Fungsi Cairan dalam Tubuh
a) Dalam proses metabolisme yang terjadi didalam tubuh,air
mempunyai 2 fungsi utama yaitu sebagai pembawa zat-zat nutrisi
seperti karbohidrat,vitamin dan mineral pembawa oksigen ke dalam
sel-sel tubuh.
b) Selain itu,air didalam tubuh juga akan berfungsi untuk
mengeluarkan produk samping hasil metabolism juga dapat
dikatakan berperan dalam proses metabolisme seperti karbon
dioksida(CO ) dan juga senyawa nitrat

5
c) Sebagai pelembab jaringan-jaringan tubuh seperti mata,mulut dan
hidung, pelumas dalam cairan sendi 02 Sports Science Brief tubuh
d) Katalisator reaksi biologik sel,
e) Pelindung organ dan jaringan tubuh serta juga akan membantu
dalam menjaga tekanan darah dan konsentrasi zat terlarut.
f) Selain itu sebagai pengatur panas untuk menjaga agar suhu tubuh
tetap berada pada kondisi ideal yaitu ± 37C.
2. Fungsi Elektrolit dalam Tubuh
a) Membantu dalam perpindahan cairan antara ruangan dalam sel dan
di luar sel terutama denga adanya natrrium. Apabila jumlah natrium
dalam CES meningkat maka sejumlah cairan akan berpindah
menuju CES untuk keseimbangan cairan.
b) Mengatur keseimbangan asam basa dan menentukan pH darah
dengan adanya sistem bufer.
c) Dengan adanya perbedaan komposisi elektrolit di CES dan CIS
maka akan terjadi perpindahan yang menghasilkan implus – implus
saraf dan mengakibatkan terjadinya kontraksi otot.
C. Keseimbangan Cairan dan Elektolit

Dalam tubuh, fungsi sel bergantung pada keseimbangan cairan dan


elektrolit. Keseimbangan ini diurus oleh banyak mekanisme fisiologik yang
terdapat dalam tubuh sendiri. Perubahan sedikit pada keseimbangan cairan dan
elektrolit tidak akan memberikan dampak bagi tubuh. Akan tetapi, jika terjadi
ketidakseimbangan antara asupan dan haluaran, tentunya akan menimbulkan
dampak bagi tubuh manusia. Kondisi sakit dapat menyebabkan gangguan pada
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit
berarti dari air tubuh total dan elektolit kedalam seluruh bagian tubuh.
Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu sama lainnya, jika
salah satu terganggu maka akan berpengaruh dengan lainnya. Pada bayi dan
anak sering terjadi gangguan keseimbangan tersebut yang biasanya disertai
perubahan Ph cairan tubuh. Hal itu dikarenakan anak mempunyai risiko tinggi
untuk terjadinya dehidrasi. Ada banyak alasan untuk hal ini, salah satunya

6
dikarenakan anak-anak mempunyai insiden yang cukup tinggi pada gangguan
sistem gastrointestinal, terutama diare (Sodikin, 2011).

Cairan dalam tubuh manusia dibagi menjadi cairan intraseluler dan cairan
ekstraseluler. Kedua cairan tersebut dipisahkan oleh membran sel yang sangat
permeabel terhadap air, tetapi tidak permeabel terhadap sebagian besar
elektrolit. Komponen cairan ekstraseluler terdiri dari ion natrium, klorida dan
bikarbonat yang jumlahnya banyak serta ditambah berbagai zat gizi untuk sel,
seperti oksigen, glukosa, asam lemak, dan asam amino. Komponen penting dari
cairan ekstraseluler adalah cairan interstisial, yang jumlahnya mencapai tiga
perempat dari keseluruhan cairan ekstraselular, dan seperempat lainnya
merupakan plasma. Sedangkan cairan intraseluler mengandung banyak ion
kalium, magnesium dan fosfat dibandingkan dengan ion natrium dan klorida
yang banyak ditemukan pada cairan ekstraseluler (Hall, 2016).

Keseimbangan distribusi cairan dan elektrolit diatur melalui proses


pengaturan mekanisme yang beraneka ragam dan saling terkait dalam satu
kesatuan. Bila terjadi gangguan keseimbangan dari cairan dan elektrolit,
normalnya segera diikuti oleh proses kompensasi untuk mempertahankan
kondisi normal cairan dan elektrolit sehingga fungsi organ vital dapat
dipertahankan. Agar keseimbangan cairan dan elektrolit dapat dipertahankan
secara optimal dan terus menerus, diperlukan proses pengaturan keseimbangan
yang adekuat. Apabila terjadi gangguan di salah satu komponen tersebut bisa
menimbulkan keadaan patologis yang mengancam tubuh manusia (Mangku &
Senapathi, 2010).

Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh dapat terjadi


pada keadaan diare, muntah-muntah, sindrom malabsorbsi, ekskresi keringat
yang berlebih pada kulit, pengeluaran cairan yang tidak disadari (insesible
water loss) secara berlebihan oleh paru-paru, perdarahan, berkurangnya
kemampuan pada ginjal dalam mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit
dalam tubuh. Dalam keadaan tersebut, pasien perlu diberikan terapi cairan agar

7
volume cairan tubuh yang hilang dapat digantikan dengan segera (Butterworth
dkk, 2013).

D. Jenis Cairan dan Elektrolit Tubuh

Cairan dan elektrolit tubuh cairan termasuk dalam kebutuhan dasar manusia
secara fisiologis karena memiliki proporsi besar dalam tubuh. Hampir 90% dari
total berat badan berbentuk cairan. Air di dalam tubuh tersimpan dalam dua
kompertemen utama, yaitu CIS dan CES :

 Cairan Intraseluler (CIS). CIS merupakan cairan yang terdapat dalam sel
tubuh dan berfungsi sebagai media tempat aktivitas kima sel berlangsung.
Cairan ini menyusun sekitar 70% dari total cairan tubuh (total body water
TBW) dewasa, CIS menyusun sekitar 40% berat tubuh atau 2/3 TBW.
Elektrolit kation terbanyak adalah K+, Mg+, sedikit Na+. Elektolit anion
terbanyak adalah HPO42-, protein-protein, sedikit HCO3-, SO42-, Cl-
 Cairan Ekstraseluler (CES). CES merupakan cairan yang terdapat diluar sel
dan menyusun 30% dari TWB atau sekitar 20% dari berat tubuh. CES terdiri
atas cairan intravasikuler, cairan interstisial, dan cairan transeluler. Cairan
intravasikuler atau plasma menyusun 5% dari total berat badan, sedangkan
cairan interstisial menyusun 10%-15% total berat badan.
CES meliputi cairan intravascular, cairan interstisial, dan cairan transeluler.
Cairan interstisial terdapat dalam ruang antar-sel, plasma darah, cairan
serebrospinal, limfe, serta cairan rongga serosa dan sendi. Akan
tetapi, jumlahnya terlalu sedikit untuk berperan dalam keseimbangan
cairan. Guna mempertahankan keseimbangan kimia dan elektrolit tubuh
serta mempertahankan pH yang normal, tubuh melakukan mekanisme
pertukaran dua arah antara CIS dan CES. Elektrolit yang berperan adalah
kation dan anion.
1. Cairan

Cairan tubuh terdiri atas dua kompertemen utama yang dipisahkan oleh
membran semipermeable. Kedua kompertemen tersebut adalah intraseluler dan

8
ekstraseluler. Sekitar 65% cairan tubuh berada dalam sel, atau intraseluler.
Sisanya 35% cairan tubuh berada diluar sel, atau ekstraseluler. Komparemen
ekstraseluler selanjutnya dibagi menjadi tiga subdivisi:

 Interstisial : cairan antara sel dan disekitar pembuluh darah (25%).


 Intravascular : cairan didalam pembuluh darah; juga disebut plasma
darah (8%).
 Transeluler: air mata dan juga cairan spinal, synovial, peritoneal,
pericardial,dan pleural (25%).
2. Elektrolit

Elektrolit adalah mineral bermuatan listrik yang ditemukan didalam dan


diluar sel tubuh. Mineral tersebut dimasukkan dalam cairan dan makanan dan
dikeluarkan utamanya melalui ginjal. Elektrolit juga dikeluarkan melalui hati,
kulit, dan paru-paru dalam jumlah lebih sedikit.

Elektrolit dalam cairan tubuh dapat berupa kation misalnya Na+ , K+ ,


Ca2+, Mg2+ dan berupa anion misalnya : Cl- , HCO3‾, HPO4‾, SO4 2 ‾ dan
laktat. Pada cairan ektrasel kation utama adalah Na+ dan anion utama adalah
Cl‾dan HCO3‾, sedangkan pada cairan intrasel kation utama adalah K+
(Supriyono. 2012).

a) Natrium

Natrium adalah kation terbanyak dalam cairan ekstrasel, jumlahnya bisa


mencapai 60 mEq per kilogram berat badan dan sebagian kecil (sekitar 10-
14 mEq/L) berada dalam cairan intrasel 4,8. Lebih dari 90% tekanan
osmotik di cairan ekstrasel ditentukan oleh garam yang mengandung
natrium, khususnya dalam bentuk natrium klorida (NaCl‾) dan natrium
bikarbonat (NaHCO3‾) sehingga perubahan tekanan osmotik pada cairan
ekstrasel menggambarkan perubahan konsentrasi natrium. Perbedaan kadar
natrium intravaskuler dan interstitial disebabkan oleh keseimbangan Gibbs-
Donnan, sedangkan perbedaan kadar natrium dalam cairan ekstrasel dan
intrasel disebabkan oleh adanya transpor aktif dari natrium keluar sel yang

9
bertukar dengan masuknya kalium ke dalam sel (pompa Na+K + ) (Yasrwir
& Ferawati, 2012).

Kekurangan natrium dapat terjadi karena beberapa abnormalitas.


Mungkin terdapat penyakit ginjal yang disertai pengeluaran garam atau
penyakit ginjal lain yang mengganggu kemampuan ginjal mengatur
elektrolit. Suatu gangguan yang sering adalah pemakaian jangka panjang
diuretik pada pasien yang juga membatasi makan garam (Harjoeno dkk,
2003).

b) Kalium
Fungsi kalium adalah memelihara keseimbangan osmotik dalam sel,
meregulasi aktifitas otot, enzim dan keseimbangan asam basa. Kalium
merupakan kation utama dalam sel. Nilai normal kalium serum adalah 3,5-
5,3 mEq/L. Hiperkalemia dapat terjadi pada kerusakan ginjal seperti pada
cedera mekanis yang berat. Selain itu, pasien dengan gagal ginjal dan
gangguan eksresi kalium dapat mengalami kelebihan melalui makanan tidak
dibatasi. Gambaran klinis kelainan kalium dapat merupakan gangguan
paling mengancam nyawa dibandingkan yang lain. Gejala berkaitan dengan
sistem saraf dan otot jantung, rangka dan polos (David dkk,2010).

Sekitar 98% jumlah kalium dalam tubuh berada di dalam cairan intrasel.
Konsentrasi kalium intrasel sekitar 145 mEq/L dan konsentrasi kalium
ekstrasel 4-5 mEq/L (sekitar 2%). Jumlahkonsentrasi kalium pada orang
dewasa berkisar 50-60 per kilogram berat badan (3000-4000 mEq). Jumlah
kalium ini dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin ) (Yasrwir & Ferawati,
2012).

Jumlah kalium pada wanita 25% lebih kecil dibanding pada laki-laki dan
jumlah kalium pada orang dewasa lebih kecil 20% dibandingkan pada anak-
anak. Perbedaan kadar kalium di dalam plasma dan cairan interstisial
dipengaruhi oleh keseimbangan Gibbs-Donnan, sedangkan perbedaan
kalium cairan intrasel dengan cairan interstisial adalah akibat adanya

10
transpor aktif (transpor aktif kalium ke dalam sel bertukar dengan natrium).
Jumlah kalium dalam tubuh merupakan cermin keseimbangan kalium yang
masuk dan keluar. Pemasukan kalium melalui saluran cerna tergantung dari
jumlah dan jenis makanan. Orang dewasa pada keadaan normal
mengkonsumsi 60-100 mEq kalium perhari (hampir sama dengan konsumsi
natrium) (Yasrwir & Ferawati, 2012).

Bila kadar kalium kurang dari 3,5 mEq/Ldisebut sebagai hipokalemia


dan kadar kalium lebih dari 5,3 mEq/L disebut sebagai hiperkalemia.
Kekurangan ion kalium dapat menyebabkan frekuensi denyut jantung
melambat. Peningkatan kalium plasma 3-4 mEq/L dapat menyebabkan
aritmia jantung, konsentrasi yang lebih tinggi lagi dapat menimbulkan henti
jantung (Yasrwir & Ferawati, 2012).

c) Klorida

Klorida merupakan anion utama dalam cairan ekstrasel. Pemeriksaan


konsentrasi klorida dalam plasma berguna sebagai diagnosis banding pada
gangguan keseimbangan asam-basa, dan menghitung anion gap. Jumlah
klorida pada orang dewasa normal sekitar 30 mEq per kilogram berat badan.
Sekitar 88% klorida berada dalam cairan ekstraseluler dan 12% dalam
cairan intrasel. Konsentrasi klorida pada bayi lebih tinggi dibandingkan
pada anak-anak dan dewasa. Keseimbangan GibbsDonnan mengakibatkan
kadar klorida dalam cairan interstisial lebih tinggi dibanding dalam plasma.
Klorida dapat menembus membran sel secara pasif (Yasrwir & Ferawati,
2012).

Perbedaan kadar klorida antara cairan interstisial dan cairan intrasel


disebabkan oleh perbedaan potensial di permukaan luar dan dalam membran
sel. Jumlah klorida dalam tubuh ditentukan oleh keseimbangan antara
klorida yang masuk dan yang keluar. Klorida yang masuk tergantung dari
jumlah dan jenis makanan. Kandungan klorida dalam makanan sama
dengan natrium. Orang dewasa pada keadaan normal rerata mengkonsumsi

11
100-200 mEq klorida per hari, dan ekskresi klorida bersama feses sekitar 1-
2 mEq perhari. Drainase lambung atau usus pada diare menyebabkan
ekskresi klorida mencapai 100 mEq perhari. Kadar klorida dalam keringat
bervariasi, rata-rata 40 mEq/L. Bila pengeluaran keringat berlebihan,
kehilangan klorida dapat mencapai 200 mEq per hari. Ekskresi utama
klorida adalah melalui ginjal (Yasrwir & Ferawati, 2012).

d) Kalsium

Kalsium paling banyak ditemukan dalam tulang dan gigi. Sekitar 50%
dari jumlah totalnya terionisasi, dan hanya kalsium terionisasi dapat
digunakan oleh tubuh. Protein dan albumin dalam darah berikatan dengan
kalsium sehingga mengurangi jumlah kalsium terionisasi yang bebas.
Kalsium diperlukan untuk transmisi impuls saraf serta untuk kontraksi otot
miokardium dan otot rangka (Kee, 2007).

Kalsium adalah mineral paling banyak dalam tubuh dan termasuk paling
penting. Tumbuh membutuhkan kalsium untuk membentuk dan
memperbaiki tulang dan gigi, membantu fungsi saraf, kontraksi otot,
pembentukan darah dan berperan dalam fungsi jantung. Semua kalsium
yang masuk kedalam tubuh (melalui makanan atau asupan) sebagian besar
disimpan oleh tubuh dan tidak dibuang melalui urin atau feses (Kurniawan,
2015).

Kalsium termasuk kedalam salah satu makro elemen, yaitu mineral yang
dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari. Kalsium
adalah salah satu makro elemen selain natrium, kalium, mangan, phosphor,
clorium, dan sulfur. Makro elemen berfungsi sebagai zat yang aktif dalam
metabolism atau sebagai bagian penting dari struktur sel dan jaringan.
Kalsium, mangan, dan phosphor terutama terdapat sebagai bagian penting
dari struktur sel dan jaringan sedangkan elemen lainnya termasuk kedalam
keseimbangan cairan dan elektrolit (Mulyani, 2009).

12
Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh
sekitar 99% total kalsium dalam tubuh ditemukan dalam jaringan keras
yaitu tulang dan gigi terutama dalam bentuk hidroksiapatit, hanya sebagian
kecil dalam plasma dan cairan ekstravaskular. Kalsium didalam tulang
mudah dimobilisasikan kedalam cairan tubuh dan darah, bila diperlukan
untuk diteruskan kepada sel-sel jaringan yang lebih memerlukannya.
Terutama trabecule dari struktur tulang merupakan tempat penimbunan
kalsium yang mudah sekali melepaskan kalsium untuk dipergunakan
kedalam keperluan lain (Kurniawan,2015)

e) Magnesium

Magnesium adalah elektrolit penting yang dibutuhkan oleh otot, saraf


dan membantu fungsi enzim. Hal ini juga dibutuhkan untuk membentuk
energi dan membantu perpindahan elektrolit kalium dan natrium ke dalam
dan keluar sel. Pada umumnya magnesium ditemukan dalam tulang dan
didalam sel.

Magnesium berperan penting dalam proses pembentukan sel dan


jaringan tubuh, menjaga irama jantung, serta mendukung fungsi saraf dan
kontraksi otot. Mencukupi kebutuhan magnesium juga bermanfaat untu
memperbaiki kualitas tidur pada penderita insomnia.

Normalnya, kadar magnesium dalam tubuh ialah 1,4–2,6 mg/dL.


Kelebihan magnesium (hipermagnesemia) bisa disebabkan oleh berbagai
kondisi, seperti penyakit Addison atau gagal ginjal berat. Sementara itu,
kekurangan magnesium (hipomagnesemia) bisa disebabkan oleh gagal
jantung, diare kronis, kecanduan alkohol, atau efek samping obat-obatan,
misalnya diuretik dan antibiotik.

f) Fosfat

Fosfat berfungsi untuk memperkuat tulang dan gigi, menghasilkan


energi, serta mendukung pertumbuhan dan perbaikan jaringan tubuh.
Kekurangan fosfat (hipofosfatemia) biasanya disebabkan oleh kelenjar

13
paratiroid yang terlalu aktif, kekurangan vitamin D, luka bakar parah, dan
kecanduan alkohol. Sementara itu, kelebihan fosfat (hiperfosfatemia)
biasanya disebabkan oleh cedera parah, kelenjar paratiroid kurang aktif,
gagal napas, penyakit ginjal kronis, kadar kalsium rendah, atau efek
samping obat-obatan, misalnya kemoterapi dan obat pencahar yang
mengandung fosfat.

E. Mekanisme Keseimbangan Cairan dan Elektrolit

Pergerakan zat dan air di bagian-bagian tubuh melibatkan transpor pasif,


yang tidak membutuhkan energi terdiri dari difusi dan osmosis,dan
transporaktif yang membutuhkan energi ATP yaitu pompa Na-K. Osmosis
adalah bergeraknya molekul melalui membran semi permeabel dari larutan
berkadar lebih rendah menuju larutan berkadar lebih tinggi hingga kadarnya
sama. Seluruh membran sel dan kapiler permeabel terhadap air, sehingga
tekanan osmotik cairan tubuh seluruh kompartemen sama. Tekanan osmotik
plasma darah ialah 270-290 mOsm/L (Mangku & Senapathi, 2010).

Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan


bergerak dari konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Difusi
tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan hidrostatik.Pompa
natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang memompa ion natrium
keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa ion kalium dari
luar ke dalam (Mangku & Senapathi, 2010).

Berikut merupakan beberapa mekanisme pengaturan keseimbangan cairan


dan elektrolit antar kompartemen.

1. Keseimbangan Donnan

Keseimbangan Donnan merupakan keseimbangan antara cairan intraseluler


dengan cairan ekstraseluler yang timbul akibat adanya peran dari sel membran.
Protein yang merupakan suatu molekul besar bermuatan negatif, bukan hanya
ukuran molekulnya yang besar namun merupakan suatu partikel aktif yang
berperan mempertahankan tekanan osmotik. Protein ini tidak dapat berpindah,

14
tetapi akan mempengaruhi ion untuk mempertahankan netralitas elektron
(keseimbangan muatan positif dan negatif) sebanding dengan keseimbangan
tekanan osmotik di kedua sisi membran. Pergerakan muatan pada ion akan
menyebabkan perbedaan konsentrasi ion yang secara langsung mempengaruhi
pergerakan cairan melalui membran ke dalam dan keluar dari sel tersebut.

2. Osmolalitas dan Osmolaritas

Osmolalitas digunakan untuk menampilkan konsentrasi larutan osmotik


berdasarkan jumlah partikel, sehubungan dengan berat pelarut. Lebih khusus,
itu adalah jumlah osmol disetiap kilogram pelarut. Sedangkan osmolaritas
merupakan metode yang digunakan untuk menggambarkan konsentrasi larutan
osmotik. Hal ini didefinisikan sebagai jumlah osmol zat terlarut dalam satu liter
larutan. Osmolaritas adalah properti koligatif, yang berarti bahwa tergantung
pada jumlah partikel terlarut dalam larutan. Selain itu osmolaritas juga
tergantung pada perubahan suhu.

3. Tekanan Koloid Osmotik

Tekanan koloid osmotik merupakan tekanan yang dihasilkan oleh molekul


koloid yang tidak dapat berdifusi, misalnya protein, yang bersifat menarik air
ke dalam kapiler dan melawan tekanan filtrasi. Koloid merupakan molekul
protein dengan berat molekul lebih dari 20.000-30.000. Walaupun hanya
merupakan 0,5% dari osmolalitas plasma total, namun mempunyai arti yang
sangat penting. Karena, hal ini menyebabkan permeabilitas kapiler terhadap
koloid sangat kecil sehingga mempunyai efek penahan air dalam komponen
plasma, serta mempertahankan air antar kompartemen cairan di tubuh. Bila
terjadi penurunan tekanan koloid osmotik, akan menyebabkan timbulnya edema
paru (Waterhouse & Famery, 2012).

4. Kekuatan Starling (Starling’s Forces)

Tekanan koloid osmotik plasma kira-kira 25 mmHg sedang tekanan darah


36 mmHg pada ujung arteri dari kapiler darah dan 15 mmHg pada ujung vena.
Keadaan ini menyebabkan terjadinya difusi air dan ion-ion yang dapat berdifusi

15
keluar dari kapiler masuk ke cairan interstisiil pada akhir arteri dan reabsorsi
berkisar 90% dari cairan ini pada akhir arteri dan reabsosrsi berkisar 90% dari
cairan ini pada ujung venous.

F. Faktor Yang Mempengaruhi Keseimbangan Cairan dan Elektrolit

Menurut (Pranata, 2013) banyak faktor yang mempengaruhi keseimbangan


cairan dan elektrolit. Berikut ini merupakan hal-hal yang bisa mempengauhi
keseimbangan cairan dan elektrolit, yaitu:

1. Usia

Usia merupakan tahap kehidupan seseorang dimana terjadi pertumbuhan dan


perkembangan yang sistematis secara normal, kebutuhan cairan dan elektrolit
akan berjalan seiringnya perubahan perkembangan seseorang. Akan tetapi, hal
ini bisa berubah jika terdapat penyakit. Dikarenakan faktor penyakit ini akan
mengganggu status homeostasis cairan dan elektrolit. Berikut ini kebutuhan
cairan dan elektrolit sesuai rentang usia:

a) Bayi. Proporsi cairan dalam tubuh bayi lebih besar daripada orang
dewasa. Meskipun demikian, dalam menjaga status keseimbangan
cairan pada bayi lebih rumit daripada orang dewasa. Karena bayi
mengekskresikan volume air dalam jumlah yang besar, sehingga asupan
cairan juga harus besar untuk menjaga keseimbangan tersebut.
b) Anak Pada anak kebutuhan cairan masih cukup tinggi. Pada masa
pertumbuhan ini sering terganggu oleh penyakit sehingga berdampak
pula dengan keseimbangan cairan dan elektrolit yang menjadi kurang
stabil. Kondisi ini memicu terjadinya pengeluaran cairan lebih besar dari
dalam tubuh dan terjadi dalam bentuk insensible water loss.
c) Dewasa. Pada masa remaja terjadi beberapa perubahan anatomis dan
fisilogis yang berdampak pada status metabolik. Dengan peningkatan
metabolik maka jumlah air juga meningkat. Hormonal yang telah
berubah juga mempengaruhi kebutuhan cairan pada masa ini. Pada masa
lansia organ utama dalam keseimbangan cairan dan elektrolit yaitu

16
ginjal juga mengalami penurunan fungsi. Penyakit yang diderita pada
lansia juga menyebabkan perubahan pada keseimbangan cairan dan
elektrolit, seperti diabetes melitus, kanker atau gangguan
kardiovaskuler. Terapi obat deuretik pada lansia juga akan berdampak
pada defisit cairan dan elektrolit.
2. Ukuran tubuh

Proporsional tubuh berbanding lurus dengan kebutuhan cairan. Selain


proporsi ukuran tubuh, komposisi dalam tubuh pun ikut mempengaruhi jumlah
total cairan di dalam tubuh. Lemak (lipid) sebagai jaringan yang tidak bisa
menyatu dengan air akan memiliki kandungan air yang minimal. Sehingga pada
wanita yang obesitas kandungan air dalam tubuhnya lebih sedikit daripada
wanita dengan berat badan tubuh normal.

3. Temperatur Lingkungan

Suhu lingkungan juga mempengaruhi kebutuhan caian dan elektrolit seseorang.


Di saat suhu lingkungan mengalami peningkatan, maka keringat akan
diproduksi lebih banyak untuk menjaga kelembaban kulit dan mendinginkan
permukaan kulit yang panas. Pada kondisi suhu lingkungan yang dingin, pori-
pori tubuh mengecil dan sedikit untuk memproduksi keringat karena kulit sudah
lembab. Berbeda di ginjal, dimana aldosterone akan menurun. Sehingga urine
yang diekskresikan akan lebih banyak.

4. Gaya hidup
a) Diet. Dalam mempertahankan status cairan dan elektrolit, secara
langsung asupan yang seimbang akan menjadi balance cairan.
b) Stres akan meningkatkan beberapa hormon, seperti aldosterone,
glukokortikoid serta ADH. Hormon aldosterone dan glukokortikoid
akan menyebabkan retensi natrium, sehingga air juga akan tertahan.
Dampak dari ADH adalah penurunan jumlah urine.

17
c) Olahraga memerlukan energy lebih besar dari biasanya, sehingga
memicu peningkatan kehilangan air yang tidak disadari (insible
water loss).
5. Iklim

Normalnya, individu yang tinggal di lingkungan yang iklimnya tidak terlalu


panas tidak akan mengalami pengeluaran cairan yang ekstrem melalui kulit dan
pernapasan. Dalam situasi ini, cairan yang keluar umumnya tidak dapat disadari
(insensible water loss, IWL). Besarnya IWL pada tiap individu bervariasi,
dipengaruhi oleh suhu lingkungan, tingkat metabolisme,dan usia. Individu yang
tinggal di lingkungan yang bertsuhu tinggi atau di dearah deangan kelembapan
yang rendah akan lebih sering mengalami kehilangan cairan dan elektrolit.
Demikian pula pada orang yang bekerja berat di lingkungan yang bersuhu
tinggi,mereka dapat kehilangan cairan sebanyak lima litet sehaei melalui
keringat. Umumnya, orang yang biasa berada di lingkungan panas akan
kehilangan cairan sebanyak 700 ml per jam saat berada ditempat yang panas,
sedangkan orang yang tidak biasa berada di lingkungan panas dapat kehilangan
cairan hingga dua liter per jam.
6. Penyakit
Kondisi sakit sangat berpengaruh terhadap kondisi keseimbangan cairan
dan elektrolit tubuh Misalnya : Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan
kehilangan air melalui IWL, penyakit ginjal dan kardiovaskuler sangat
mempengaruhi proses regulator keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
7. Tindakan Medis
Beberapa tindakan medis menimbulkan efek sekunder terhadap kebutuhan
cairan dan elektrolit tubuh. Tindakan pengisapan cairan lambung dapat
menyebabkan penurunan kadar kalsium dan kalium.
8. Pengobatan
Penggunaan beberapa obat seperti Diuretik maupun laksatif secara
berlebihan dapat menyebabkan peningkatan kehilangan cairan dalam
tubuh.Akibatnya, terjadi defist cairan tubuh. Selain itu, penggunan diuretic
menyebabkan kehilangan natrium sehingga kadar kalium akan meningkat.

18
Penggunaan kortikostreroid dapat pula menyebabkan retensi natrium dan air
dalam tubuh.
9. Pembedahan
Klien yang menjalani pembedahan beresiko tinggi mengalami
ketidakseimbangan cairan. Beberapa klien dapat kehilangan banyak darah
selama perode operasi, sedangkan beberapa klien lainya justru mengalami
kelebihan beban cairan akibat asupan cairan berlebih melalui intravena selama
pembedahan atau sekresi hormon ADH selama masa stress akibat obat- obat
anastesia.
G. Jenis Gangguan Keseimbangan Cairan Tubuh

Tubuh manusia saat kelahiran mengandung sekitar 75% berat cairan. Di usia
satu bulan, nilai ini menurun menjadi 65% dan pada saat dewasa berat cairan
dalam tubuh manusia bagi pria adalah 60% dan wanita sekitar 50%. Selain itu,
faktor kandungan lemak juga berkontribusi kepada kandungan cairan dalam
tubuh. Semakin tinggi jumlah lemak yang terdapat dalam tubuh, seperti pada
wanita, maka semakin kurang kandungan cairan yang ada.

Nilai normal ambilan cairan dewasa adalah sekitar 2500ml, termasuk 300ml
hasil metabolisme tenaga susbtrat. Rata-rata kehilangan cairan adalah sebanyak
2500ml, dimana ia terbagi atas 1500ml hasil urin, 400ml terevaporasi lewat
respiratori, 400ml lewat evaporasi kulit, 100ml lewat keringat dan 100ml
melalui tinja. Kehilangan cairan lewat evaporasi adalah penting karena
memainkan peranan sebagai thermoragulasi, dimana mengontrol sekitar 20-
25% kehilangan haba tubuh. Perubahan pada kesimbanngan cairan dan volume
sel bisa menyebabkan impak yang serius seperti kehilangan fungsi pada sel,
terutama ada otak (Butterworth dkk, 2013).

Bentuk gangguan yang paling sering terjadi adalah kelebihan atau


kekurangan cairan yang mengakibatkan perubahan volume (Mangku &
Senapathi, 2010).

19
1. Overhidrasi

Air, seperti subtrat lain, berubah menjadi toksik apabila dikonsumsi secara
berlebihan dalam jangka waktu tertentu. Intoksikasi air sering terjadi bila cairan
di konsumsi tubuh dalam kadar tinggi tanpa mengambil sumber elektrolit yang
menyeimbangi kemasukan cairan tersebut (Butterworth dkk, 2013).

Overhidrasi terjadi jika asupan cairan lebih besar daripada pengeluaran


cairan. Kelebihan cairan dalam tubuh menyebabkan konsentrasi natrium dalam
aliran darah menjadi sangat rendah (Mangku & Senapathi, 2010). Penyebab
overhidrasi meliputi, adanya gangguan ekskresi air lewat ginjal (gagal ginjal
akut), masukan air yang berlebihan pada terapi cairan, masuknya cairan irigator
pada tindakan reseksi prostat transuretra, dan korban tenggelam (Butterworth
dkk, 2013).

Gejala overhidrasi meliputi, sesak nafas, edema, peningkatan tekanan vena


jugular, edema paru akut dan gagal jantung. Dari pemeriksaan lab dijumpai
hiponatremi dalam plasma. Terapi terdiri dari pemberian diuretik(bila fungsi
ginjal baik), ultrafiltrasi atau dialisis (fungsi ginjal menurun), dan flebotomi
pada kondisi yang darurat (Stoelting dkk, 2015).

2. Dehidrasi

Dehidrasi adalah kekurangan cairan tubuh. Penyebab dehidrasi adalah


kehilangan cairan yang berlebihan atau kekurangan pemasukan cairan tubuh.
Diare dan muntah adalah penyakit yang sering menyebabkan dehidrasi pada
bayi dan anak. Dehidrasi yang disebabkan oleh diare merupakan dehidrasi yang
terbanyak. Hal ini terjadi jika cairan yang disekresi lebih banyak dari kapasitas
absorpsi atau adanya kegagalan absorpsi. Cairan saluran cerna merupakan
campuran dari makanan dan sekresi cairan lambung, pankreas, empedu dan
usus. Pada diare sekretori terjadi kehilangan cairan, natrum dan klorida. Pada
diare karena rotavirus kehilangan HCO3 dan kalium di usus menyebabkan
asidosis metabolik dan penekanan kalium. Umumnya anak sakit dengan
anoreksia dan kehilangan cairan dan elektrolit menyebabkan dehidrasi isotonic.

20
Dehidrasi berhubungan dengan fungsi berbagai macam sistim organ jadi
homeostasis cairan tubuh tak dapat dipertahankan. Pengobatan yang effektif
hanyalah pengembalikan fungsi ginjal sehingga ginjal dapat memandu
memperbaiki keseimbangan asam basa dan elektrolit. Kehilangan volume
cairan yang ringan bisa diganti dengan cairan oral meskipun banyak senter
melakukan penggantian secara parenteral.

Dehidrasi merupakan suatu kondisi defisit air dalam tubuh akibat masukan
yang kurang atau keluaran yang berlebihan. Kondisi dehidrasi bisa terdiri dari
3 bentuk, yaitu: isotonik (bila air hilang bersama garam, contoh: GE akut,
overdosis diuretik), hipotonik (Secara garis besar terjadi kehilangan natrium
yang lebih banyak dibandingkan air yang hilang. Karena kadar natrium serum
rendah, air di kompartemen intravaskular berpindah ke ekstravaskular, sehingga
menyebabkan penurunan volume intravaskular), hipertonik (Secara garis besar
terjadi kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang.
Karena kadar natrium tinggi, air di kompartemen ekstravaskular berpindah ke
kompartemen intravaskular, sehingga penurunan volume intravaskular
minimal).

H. Jenis Gangguan Keseimbangan Elektrolit Tubuh


1. Hiponatremia
a) Pengertian Hiponatremia

Hiponatremia merupakan suatu keadaan kekurangan kadar natrium dalam


plasma darah yang ditandai dengan adanya kadar natrium plasma yang kurang
dari 135 mEq/L, mual, muntah, dan diare. Sehingga menimbulkan rasa haus dan
hal ini menyebabkan kekurangan cairain yang berlebihan (Hidayat dkk, 2015).

b) Penyebab Hiponatremia

Hiponatremia adalah suatu keadaan dimana dijumpai kelebihan cairan


relatif. Hal ini terjadi bila (1) jumlah asupan air melebihi kemampuan ekskresi
dan (2) ketidakmampuan menekan sekresi ADH, misalnya pada kehilangan air

21
melalui saluran cerna, gagal jantung dan sirosis hati atau pada SIADH
(Syndrome of Inappropriate ADH– secretion) (Loho dkk, 2012).

c) Jenis Hiponatremia
 Hiponatremia akut adalah kejadian hiponatremia yang berlangsung
cepat (kurang dari 48 jam). Pada keadaan ini akan terjadi gejala yang
berat seperti penurunan kesadaran dan kejang. Hal ini terjadi akibat
edema sel otak, karena air dari ekstrasel masuk ke intrasel yang
osmolalitasnya lebih tinggi. Kelompok ini disebut juga sebagai
hiponatremia simptomatik atau hiponatremia berat (Loho dkk, 2012).
 Hiponatremia kronik adalah kejadian hiponatremia yang berlangsung
lambat (lebih dari 48 jam). Pada keadaan ini tidak terjadi gejala yang
berat seperti penurunan kesadaran atau kejang (ada proses adaptasi),
gejala yang timbul hanya ringan seperti lemas atau mengantuk. Pada
keadaan ini tidak ada urgensi melakukan koreksi konsentrasi natrium,
terapi dilakukan dalam beberapa hari dengan memberikan larutan garam
isotonik. Kelompok ini disebut juga sebagai hiponatremia
asimptomatik (Loho dkk, 2012).
2. Hipernatremia
a) Pengertian Hipernatremia

Hipernatremia suatu keadaan kadar natrium dalam plasma tinggi yang


ditandai dengan adanya lidah kering, suhu badan naik, serta kadar natrium
dalam plasma lebih dari 145 mEq/L. Sehingga dapat menyebabkan oleh
dehidrasi, diare, dan asupan air yang berlebih sedangkan asupan garamnya
sedikit (Hidayat dkk, 2015).

Hipernatremia adalah suatu keadaan dimana terjadi defisit cairan relatif.


Hipernatremia jarang terjadi, umumnya disebabkan resusitasi cairan
menggunakan larutan NaCl 0.9% (kadar natrium 154 mEq/L) dalam jumlah
besar. Hipernatremia juga dijumpai pada kasus dehidrasi dengan gangguan rasa
haus (misal pada kondisi kesadaran terganggu atau gangguan mental) (Loho
dkk, 2012).

22
b) Penyebab Hipernatremia

Hipernatremia terjadi bila :

 Adanya defisit cairan tubuh akibat ekskresi air melebihi ekskresi


natrium atau asupan air yang kurang. Misalnya pada pengeluaran air
tanpa elektrolit melalui insensible water loss atau keringat; osmotik
diare akibat pemberian laktulosa atau sorbitol; diabetes insipidus sentral
maupun nefrogenik; diuresis osmotik akibat glukosa atau mannitol;
gangguan pusat rasa haus di hipotalamus akibat tumor atau gangguan
vaskular.
 Penambahan natrium yang melebihi jumlah cairan dalam tubuh,
misalnya koreksi bikarbonat berlebihan pada asidosis metabolik.
 Masuknya air tanpa elektrolit kedalam sel. Misalnya pada latihan
(olahraga berat), asam laktat dalam sel meningkat sehingga osmolalitas
sel juga meningkat dan air dari ekstrasel akan masuk ke intrasel.
Biasanya kadar natrium akan kembali normal dalam waktu 5–15 menit
setelah istirahat (Loho dkk, 2012).
3. Hipokalemia
a) Pengertian Hipokalemia

Hipokalemia suatu keadaan kekurangan kadar kalium dalam darah, hal ini
dapat terjadi sangat cepat. Sering terjadi pada pasien yang mengalami diare
berkepanjangan. Kondisi ini ditandai dengan lemahnya denyut nadi, turunnya
tekanan darah, tidak nafsu makan dan muntah-muntah, serta kadar kalium
plasmanya menurun hingga kurang dari 3,5 mEq/L (Hidayat dkk, 2015).

b) Penyebab Hipokalemia

Hipokalemia merupakan kejadian yang sering dijumpai di klinik. Penyebab


hipokalemia dapat dibagi sebagai berikut: (Loho dkk, 2012).

23
 Asupan kalium kurang
Kalium yang masuk ke dalam tubuh dalam keadaan fungsi ginjal yang
normal, akan di ekskresikan melalui ginjal. Makin tinggi asupan kalium,
makin tinggi ekskresi melalui ginjal, demikian sebaliknya bila asupan
kalium rendah. Asupan kalium normal berkisar antara 40–120 mEq per
hari. Dalam keadaan normal ekskresi kalium melalui ginjal dapat minimal
sampai 5 mEq per hari untuk mempertahankan kadar kalium normal dalam
darah, sejalan dengan rendahnya asupan kalium. Hipokalemia akibat asupan
kalium rendah saja, jarang terjadi dalam klinik. Biasanya disertai oleh
masalah lain misalnya pada pemberian diuretikum atau pemberian diet
rendah kalori pada program menurunkan BB (Loho dkk, 2012).
 Pengeluaran kalium berlebihan
Pengeluaran kalium yang berlebihan terjadi melalui saluran cerna, ginjal
atau keringat. Pada keadaan muntah atau pemakaian selang naso–gastrik,
pengeluaran kalium bukan melalui saluran cerna atas karena kadar kalium
dalam cairan gastrik hanya sedikit (5–10 mEq/L), akan tetapi kalium banyak
keluar melalui ginjal. Akibat muntah atau pemakaian selang naso–gastrik,
terjadi alkalosis metabolik sehingga banyak bikarbonat yang difiltrasi di
glomerulus yang akan mengikat kalium di tubulus distal (duktus
koligentes) yang juga dibantu dengan adanya hiperaldosteronisme sekunder
dari hipovolemia yang timbul akibat muntah. Kesemuanya ini akan
meningkatkan ekskresi kalium melalui urin dan menyebabkan hipokalemia.
Pada saluran cerna bawah (diare, pemakaian pencahar), kalium keluar
besama bikarbonat (asidosis metabolik). Kalium dalam saluran cerna bawah
jumlahnya lebih banyak (20–50 mEq/L) (Loho dkk, 2012).
Pengeluaran kalium yang berlebihan melalui ginjal dapat terjadi pada
pemakaian diuretik, kelebihan hormon mineralokortikoid
primer/hiperaldosteronisme primer (adenoma kelenjar adrenal), anion yang
tak dapat di reabsorbsi yang berikatan dengan natrium berlebihan dalam
tubulus (bikarbonat, beta–hidroksibutirat, hipurat) menyebabkan lumen
duktus koligentes bermuatan lebih negatif dan menarik kalium masuk dalam

24
lumen lalu dikeluarkan bersama urin, pada hipomagnesemia, poliuria
(polidipsia primer, diabetes insipidus) dan salt–wasting nephropathy
(sindroma Bartter atau Gitelman, hiperkalsemia). Pengeluaran kalium
berlebihan melalui keringat dapat terjadi bila dilakukan latihan berat pada
lingkungan yang panas sehingga produksi keringat mencapai 10 L (Loho
dkk, 2012).
 Kalium masuk ke dalam sel
Kalium masuk ke dalam sel dapat terjadi pada alkalosis ekstrasel, pemberian
insulin, peningkatan aktivitas beta–adrenergik (pemakaian β2–agonis),
paralisis periodik hipokalemik, hipotermia. Hanya sejumlah kecil fraksi
konsentrasi ion kalium berada pada rongga ekstrasel. Karenanya,
konsentrasi ion kalium serum tidak mencerminkan konsentrasi total ion
kalium secara akurat. Defisit ion kalium tergantung pada lamanya kontak
dengan penyebab (time for equilibration) dan konsentrasi ion kalium serum.
Pada kasus hipokalemia kronik, penurunan ion kalium serum 1 mEq
sebanding dengan defisit 200 mEq. Dianjurkan untuk mempertahankan
konsentrasi ion kalium serum <4,0 mEq/L (Loho dkk, 2012).
4. Hiperkalemia
a) Pengertian Hiperkalemia

Hiperkalemia suatu keadaan kadar kalium dalam darah tinggi, keadaan ini
sering terjadi pada pasien luka bakar, penyakit ginjal. Yang ditandai dengan
adanya mual, hiperaktivitas sistem pencernaan, jumlah urine yang sangat sedikit
sekali. Dan kadar kalium dalam plasma mencapai lebih dari 5 mEq/L (Hidayat
dkk, 2015).

Kalium merupakan salah satu kation intraseluler utama. Nilai normal


konsentrasi kalium dalam plasma adalah 3,5 – 5,0 mmol/L. Dikatakan
hiperkalemia dimana jumlah dari kalium lebih dari 5,0 mmol/L. Keseimbangan
gradien konsentrasi kalium didalam tubuh diatur oleh pompa Na+ / K+ -ATPase
yang secara aktif mengangkut K+ kedalam sel dan Na+ keluar dari sel dengan
perbandingan 2 : 3 (Moorthy et al., 2009).

25
Hiperkalemia dapat terjadi akibat adanya pelepasan K+ dari sel atau
penurunan eksresi ginjal, karena adanya gangguan sekresi atau berkurangnya
pembebasan zat terlarut distal. Penurunan sekresi K+ oleh sel utama disebabkan
karena adanya gangguan pada reabsorbsi Na+ atau peningkatan reabsorbsi Cl-
(Gary, 2010).

b) Penyebab Hiperkalemia
 Keluarnya Kalium Intrasel ke Ekstrasel
Kalium keluar dari sel dapat terjadi pada keadaan asidosis metabolik
bukan oleh asidosis organik (ketoasidosis, asidosis laktat), defisiensi
insulin, katabolisme jaringan meningkat, pemakaian obat
penghambat – β adrenergik, pseudo hiperkalemia akibat dari
pengambilan contoh darah di laboratorium yang mengakibatkan sel
darah merah lisis dan pada latihan olahraga
 Berkurangnya Ekskresi Kalium Melalui Ginjal
Berkurangnya ekskresi kalium melalui ginjal terjadi pada keadaan
hipo aldosteronisme, gagal ginjal, deplesi volume sirkulasi efektif,
pemakaian siklosporin. Hiperkalemia juga timbul akibat koreksi ion
kalium berlebihan dan pada kasus–kasus yang mendapat terapi
angiotensin– converting enzyme inhibitor dan potassium sparing
dieuretics. Meskipun banyak faktor yang memengaruhi ekskresi
kalium, regulasi keseimbangan K+ sangat dipengaruhi oleh kondisi
replesi dan deplesi K+ (Loho dkk, 2012).
5. Hipokalsemia

Hipokalsemia adalah kekurangan kadar kalsium di cairan ekstrasel. Bila


berlangsung lama, kondisi ini dapat menyebabkan osteomalasia sebab tubuh
akan berusaha memenuhi kebutuhan kalsium dengan mengambilnya dari
tulang. Tanda dan gejala hipokalsemia meliputi spasme dan tetani, peningkatan
motilitas gastrointestinal, gangguan kardiovaskuler, dan osteoporosis. Temuan
laboratorium untuk kondisi ini meliputi kadar kalsium serum <4,5 mEq/l atau

26
10 mg/100 ml serta memanjangnya interval Q-T. Selain itu, hipokalsemia juga
dapat dikaji dari tanda Trosseau dan Chvostek positif.

6. Hiperkalsemia

Hiperkalsemia adalah kelebihan kadar kalsium pada cairan ekstrasel.


Kondisi ini menyebabkan penurunan eksitabilitas otot dan saraf yang pada
akhirnya menimbulkan flaksiditas. Tanda dan gejala hiperkalsemia meliputi
penurunan kemampuan otot, anoreksia, mual, muntah, kelemahan dan letargi,
nyeri punggung, dan serangan jantung. Temuan laboratorium meliputi kadar
kalsium serum >5,8 mEq/l atau 10 mg/100 ml dan peningkatan BUN akibat
kekurangan cairan. Hasil rontgen menunjukkan osteoporosis generalisata serta
pembentukan kavitas tulang yang menyebar.
7. Hipomagnesemia
Hipomagnesemia terjadi apabila kadar magnesium serum urang dari 1,5
mEq/l. Umumnya, kondisi ini disebabkan oleh konsumsi alohol yang berlebih,
malnutrisi, diabetes mellitus, gagal hati, absorpsi usus yang buruk. Tanda dan
gejalanya meliputi tremor, refleks tendon profunda yang hiperaktif, konfusi,
disorientasi, halusinasi, kejang, takikardi, dan hipertensi. Temuan laboratorium
untuk kondisi ini meliputi kadar magnesium serum <1,4 mEq/l.
8. Hipermagnesemia
Hipermagnesemia adalah kondisi meningkatnya kadar magnesium di
dalam serum. Meski jarang ditemui, namun kondisi ini dapat menimpa
penderita gagal ginjal., terutama yang mengkonsumsi antasida yang
mengandung magnesium. Tanda dan gejala hipermagnesemia meliputi aritmia
jantung, depresi refleks tendon profunda, depresi pernapasan. Temuan
laboratorium untuk kondisi ini meliputi kadar magnesium serum >3,4 mEq/l.
9. Hipokloremia

Hipokloremia adalah penurunan kadar ion klorida dalam serum. Secara


khusus, kondisi ini disebabkan oleh kehilangan sekresi gastrointestinal yang
berlebihan, seperti muntah, diare, dieresis, serta pengisapan nasogastrik. Tanda
dan gejala yang muncul menyerupai alkalosis metabolic, yaitu apatis,

27
kelemahan, kekacauan mental, kram, dan pusing. Temuan laboratorium untuk
kondisi ini adalah nilai ion klorida >95 mEq/l.

Hipokloremia terjadi jika pengeluaran klorida melebihi pemasukan.


Penyebab hipokloremia umumnya sama dengan hiponatremia, tetapi pada
alkalosis metabolik dengan hipokloremia, defisit klorida tidak disertai defisit
natrium. Hipokloremia juga dapat terjadi pada gangguan yang berkaitan dengan
retensi bikarbonat, contohnya pada asidosis respiratorik kronik dengan
kompensasi ginjal. Hiperkloremia terjadi jika pemasukan melebihi pengeluaran
pada gangguan mekanisme homeostasis dari klorida. Umumnya penyebab
hiperklorinemia sama dengan hipernatremia. Hiperkloremia dapat dijumpai
pada kasus dehidrasi, asidosis tubular ginjal, gagal ginjal akut, asidosis
metabolik yang disebabkan karena diare yang lama dan kehilangan natrium
bikarbonat, diabetes insipidus, hiperfungsi status adrenokortikal dan
penggunaan larutan salin yang berlebihan, alkalosis respiratorik. Asidosis
hiperklemia dapat menjadi pertanda pada gangguan tubulus ginjal yang luas
(Yasrwir & Ferawati, 2012).

10. Hiperkloremia

Hiperkloremia adalah peningkatan kadar ion klorida serum. Kondisi ini


kerap dikaitkan dengan hipernatremia, khususnya saat terdapat dehidrasi dan
masalah ginjal. Kondisi hiperkloremia menyebabkan penurunan bikarbonat
sehingga menimbulkan ketidakseimbangan asam-basa. Lebih lanjut, kondisi ini
bisa menyebabkan kelemahan, letargi, dan pernapasan Kussmaul. Temuan
laboratoriumnya adalah nilai ion klorida >105 mEq/l.

11. Hipofosfatemia

Hipofosfatemia adalah penurunan kadar fosfat di dalam serum. Kondisi ini


dapat muncul akibat penurunan absorpsi fosfat di usus, peningkatan ekskresi
fosfat, dan peningkatan ambilan fosfat untuk tulang. Hipofosfatemia dapat
terjadi akibat alkoholisme, malnutrisi, ketoasidosis diabetes, dan
hipertiroidisme. Tanda dan gejalanya meliputi anoreksia, pusing, parestesia,

28
kelemahan otot, serta gejala neurologis yang tersamar. Temuan laboratorium
untuk kondisi ini adalah nilai ion fosfat <2,8 mEq/dl.

12. Hiperfosfatemia

Hiperfosfatemia adalah peningkatan kadar ion fosfat dalam serum. Kondisi


ini dapat muncul pada kasus gagal ginjal atau saat kadar hormon paratiroid
menurun. Selain itu, hiperfosfatemia juga bisa terjadi akibat asupan fosfat
berlebih atau penyalahgunaan laksatif yang mengandung fosfat. Karena kadar
kalsium berbanding terbalik dengan fosfat, maka tanda dan gejala
hiperfosfatemia hampir sama dengan hipokalsemia yaitu peningkatan
eksibilitas sistem saraf pusat, spasme otot, konvulsi dan tetani, peningkatan
motilitas usus, masalah kardiovaskular seperti penurunan kontraktilitas
jantung/gejala gagal jantung, dan osteoporosis. Temuan laboratoriumnya
adalah nilai ion fosfat >4,4 mg/dl atau 3,0 mEq/l.

29
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air ( pelarut) dan zat tertentu
(zat terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel
bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Cairan tubuh
dibagi dalam dua kelompok besar yaitu : cairan intraseluler dan cairan
ekstraseluler. Total jumlah volume cairan tubuh (total body water-TBW) kira-
kira 60 % dari berat badan pria dan 50 % dari berat badan wanita. Jumlah
volume ini tergantung pada kandungan lemak badan dan usia.

Mekanisme kerja cairan dan elektrolit dalam tubuh melalui tiga proses yaitu
difusi, osmosis, dan transportasi. Cairan tubuh didistribusikan di antara dua
kompartemen yaitu pada intraseluler dan ekstraseluler. Cairan intraseluler kira-
kira 2/3 atau 40 % dari BB, sedangkan cairan ekstraseluler 20 % dari BB.
Pengeluaran cairan terjadi melalui organ tubuh yaitu ginjal, kulit, paru-paru,
dan gastrointestinal.

Keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit normal adalah akibat dari


keseimbangan dinamis antara makanan dan minuman yang masuk dengan
keseimbangan yang melibatkan sejumlah besar sistem organ. Cairan tubuh dan
elektrolit yang dikonsumsi lebih banyak maka cairan yang dikeluarkan juga
lebih banyak.

Faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan dan elektrolit dalam tubuh ada
sembilan faktor yaitu usia, aktivitas, iklim, diet, stress, penyakit, tindakan
medis, pengobatan, dan pembedahan. Gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit dalam tubuh dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu kelebihan dan
kekurangan cairan dan elektrolit.

30
B. SARAN

Demi kesempurnaan makalah ini, kami sangat mengharapkan kritikan dan


saran yang bersifat membangun kearah kebaikan demi kelancaran dan
kesempurnaan makalah ini.

31
DAFTAR PUSTAKA

Butterworth, J. F., Mackey, D. C., & Wasnick, J. D. (2013). Morgan & Mikhail's
clinical anesthesiology (Vol. 15). New York: McGraw-Hill.

Hall, J. (2016). Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. 12th ed.
Singapore: Elsevier Health Sciences

Haswita, S. R. (2017). Kebutuhan Dasar Manusia Untuk Mahasiswa Keperawatan


Dan Kebidanan. Jakarta: Trans Info Media. Singapore: Elsevier Health
Sciences

Hidayat, A. A., & Uliyah, M. (2015). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Health
Books Publishing.

Hines RL, Marschall KE. (2012). Fluid, Electrolytes, and Acid-Base Disorders.
Dalam Handbook for Stoelting’s Anesthesia and Co-Existing Disease 4th
ed. Philadelphia: Elsevier Inc.

Loho, T., K Wibisono, L., Siregar, P., Madjid, A., & Moenadjat, Y. (2012).
Gangguan Keseimbangan Air-Elektrolit dan Asam-Basa: Fisiologi,
Patofisiologi, Diagnosis dan Tatalaksana.

Mangku, G., & Senapathi, T. G. A. (2010). Buku ajar ilmu anestesia dan
reanimasi. Jakarta: Indek, 207.

Moorthy, M., Ravi, S., Ravikumar, M., Viswanathan, K., & Edwin, S. C. (2009).
Ginger, pepper and curry leaf powder as feed additives in broiler
diet. International Journal of Poultry Science, 8(8), 779-782.

Pranata, A. E. (2013). Manajemen Cairan dan Elektrolit. Yogyakarta: Nuha


Medika.

Rosdahl, C. B., & Kowalski, M. T. (2015). Buku ajar keperawatan dasar. EGC.

Siregar P. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit . Dalam Sudoyo. A,W.,


Setiyohadi.B. et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen
ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2006: 134-139

32
Sodikin. 2011. Keperawatan Anak: Gangguan Pencernaan. Jakarta: EGC

Stoelting RK, Rathmell JP, Flood P, Shafer S. Intravenous Fluids and Electrolytes.
Dalam Handbook of Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice
3rd ed. Philadelphia: Wolters Kluwer Health. 2015; 17 : h. 341 – 49.

Voldby AW, Branstrup B. Fluid Therapy in the Perioperative Setting. Journal of


Intensive Care. 2016; 4 : h.27 – 39.

Waterhouse BR, Famery AD. The Organization and Composition of Body Fluids.
Anaesthesia & Intensive Care Medicine. 2012

Wilson L.M. Keseimbangan cairan dan elektrolit serta penilaiannya. Dalam


Hartanto.H., Susi.N., et al. Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit. Jakarta : EGC, 2006 :308 – 327.

Yaswir, R., & Ferawati, I. (2012). Fisiologi dan gangguan keseimbangan natrium,
kalium dan klorida serta pemeriksaan laboratorium. Jurnal Kesehatan
Andalas, 1(2).

33

Anda mungkin juga menyukai