Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari etika dan bagaimana etika menurut perspektif barat
maupun menurut perspektif Islam ?
2. Apa pengertian dari bisnis ?
3. Apa pengertian etika bisnis ?
4. Apa pengertian etika bisnis dalam ekonomi Islam ?
5. Apa saja indikator etika bisnis ?
6. Apa saja prinsip etika dalam berbisnis ?
7. Bagaimana ketentuan umum etika bisnis dalam ekonomi Islam ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian etika dan bagaimana etika menurut
perspektif barat maupun menurut perspektif Islam.
2. Untuk mengetahui pengertian dari bisnis.
3. Untuk mengetahui pengertian etika bisnis.
4. Untuk mengetahui pengertian etika bisnis dalam ekonomi Islam.
5. Untuk mengetahui saja indikator etika bisnis.
6. Untuk mengetahui prinsip-prinsip etika dalam berbisnis.
7. Untuk mengetahui ketentuan umum etika bisnis dalam ekonomi Islam.

Etika Bisnis 1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Etika
Secara etimologi kata etika bersasal dari Yunani yang dalam bentuk tunggal yaitu
ethos dan dalam bentuk jamaknya yaitu ta etha. “Ethos” yang berarti sikap cara
berpikir, watak kesusilaan atau adat. Kata ini identik dengan perkataan moral yang
berasal dari kata latin “mos” yang dalam bentuk jamaknya Mores yang berarti
juga adat atau cara hidup. Jadi secara etimologis, etika adalah ajaran atau ilmu
tentang adat kebiasaan yangb erkenaan dengan kebiasaan baik atau buruk, yang
diterima umum mengenai sikap, perbuatan, kewajiban dan sebagainya
Menurut Larkin (2000) “Ethics is concerned with moral obligation,
responsibility, and social justice” . Hal ini berarti bahwa etika sangat
memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan kewajiban moral, tanggung
jawab dan keadilan sosial. Etika yang dimiliki individu ini secara lebih luas
mencerminkan karakter organisasi/perusahaan, yang merupakan kumpulan
individu-individu. Etika menjelaskan standar dan norma prilaku baik dan buruk
yang kemudian diimplementasikan oleh masing-masing karyawan dalam
organisasi (Fatt,1995) dan (Louwers,1997). Etika menurut Gray (1994)
merupakan nilai-nilai tingkah laku atau aturan-aturan tingkah laku yang diterima
oleh suatu golongan tertentu atau individu.
Untuk lebih jelas berikut pengertian etika dalam perspektif yang berbeda
antara perspektif barat dan perspektif Islam.

a. Etika dalam Perspektif Barat


Dalam sistem etika Barat ini, ada tiga teori etika yang akan dibahas, antara lain :
1. Teleologi
Teori yang dikembangkan oleh Jeremy Bentham dan John Stuart Mill
ini mendasarkan pada dua konsep yakni : Pertama, konsep Utility

Etika Bisnis 2
(manfaat) yang kemudian disebut Utilitarianisme. artinya, pengambilan
keputusan etika yang ada pada konsep ini dengan menggunakan
pertimbangan manfaat terbesar bagi banyak pihak sebagai hasil akhirnya.
Dengan kata lain, sesuatu yang dinilai benar adalah sesuatu yang
memaksimalisasi apa yang baik atau meminimalisir apa yang berbahaya
bagi banyak pihak. Maka, sesuatu itu dinilai sebagai perbuatan etis ketika
sesuatu itu semakin bermanfaat bagi banyak orang.
Dan kedua, teori Keadilan Distribusi (Distribitive Justice) atau
keadilan yang berdasarkan pada konsep Fairness. Inti dari teori ini adalah
perbuatan itu dinilai etis apabila menjunjung keadilan distribusi barang
dan jasa berdasarkan pada konsep Fairness. Yakni konsep yang memiliki
nilai dasar keadilan.
Dalam hal ini, suatu perbuatan sangat beretika apabila berakibat pada
pemerataan atau kesamaan kesejahteraan dan beban, sehingga konsep ini
berfokus pada metode distribusinya. Distribusi sesuai bagiannya,
kebutuhannya, usahanya, sumbangan sosialnya dan sesuai jasanya, dengan
ukuran hasil yang dapat meningkatkan kerjasama antar anggota
masyarakat.
2. Deontologi
Teori yang dikembangkan oleh Immanuel Kant ini mengatakan bahwa
keputusan moral harus berdasarkan aturan-aturan dan prinsip-prinsip
universal, bukan "hasil" atau "konsekuensi" seperti yang ada dalam teori
teleologi. Perbuatan baik bukan karena hasilnya tapi mengikuti suatu
prinsip yang baik berdasarkan kemauan yang baik.
Dalam teori ini terdapat dua konsep, yaitu : Pertama, Teori Keutamaan
(Virtue Ethics). Dasar dari teori ini bukanlah aturan atau prinsip yang
secara universal benar atau diterima, akan tetapi apa yang paling baik bagi
manusia untuk hidup. Dasar dari teori ini adalah tidak menyoroti
perbuatan manusia saja, akan tetapi seluruh manusia sebagai pelaku moral.
Memandang sikap dan akhlak seseorang yang adil, jujur, mura hati, dsb
sebagai keseluruhan.

Etika Bisnis 3
Kedua, Hukum Abadi (Eternal Law), dasar dari teori ini adalah bahwa
perbuatan etis harus didasarkan pada ajaran kitab suci dan alam.
3. Hybrid
Dalam teori ini terdapat lima teori, meliputi :
a) Personal Libertarianism
Dikembangkan oleh Robert Nozick, dimana perbuatan etikal
diukur bukan dengan keadilan distribusi kekayaan, namun dengan
keadilan atau kesamaan kesempatan bagi semua terhadap pilihan-
pilihan yang ada (diketahui) untuk kemakmuran mereka. Teori ini
percaya bahwa moralitas akan tumbuh subur dari maksimalisasi
kebebasan individu.
b) Ethical Egoism
Dalam teori ini, memaksimalisasi kepentingan individu dilakukan
sesuai dengan keinginan individu yang bersangkutan. Kepentingan
ini bukan harus berupa barang atau kekayaan, bisa juga berupa
ketenaran, keluarga bahagia, pekerjaan yang baik, atau apapun
yang dianggap penting oleh pengambil keputusan.
c) Existentialism
Tokoh yang mengembangkan teori ini adalah Jean-Paul Sartre.
Menurutnya, standar perilaku tidak dapat dirasionalisasikan. Tidak
ada perbuatan yang benar-benar salah ataua benar-benar benar
atau sebaliknya. Setiap orang dapat memilih prinsip etika yang
disukai karena manusia adalah apa yang ia inginkan dirinya
menjadi.
d) Relativism
Teori ini berpendapat bahwa etika itu bersifat relatif, jawaban dari
etika itu tergantung dari situasinya. Dasar pemikiran teori ini
adalah bahwa tidak ada kriteria universal untuk menentukan
perbuatan etis. Setiap individu mempunyai kriteria sendiri-sendiri
dan berbeda setiap budaya dan negara.
e) Teori Hak (right)

Etika Bisnis 4
Nilai dasar yang dianut dalam teori in adalah kebebasan.
Perbuatan etis harus didasarkan pada hak individu terhadap
kebebasan memilih. Setiap individu memiliki hak moral yang
tidak dapat ditawar.

b. Etika dalam Perpektif Islam


Masyarakat Islam adalah masyarakat yang dinamis sebagai bagian dari peradaban.
Dalam hal ini, etika dengan agama berkaitan erat dengan manusia, tentang upaya
pengaturan kehidupan dan perilakunya. Jika barat meletakkan "Akal" sebagai dasar
kebenarannya. Maka, Islam meletakkan "Al-Qur'an" sebagai dasar kebenaran.
Berbagai teori etika Barat dapat dilihat dari sudut pandang Islam, sebagai
berikut :
1. Teleologi Utilitarian dalam Islam adalah hak individu dan kelompok
adalah penting dan tanggungjawab adalah hak perseorangan.
2. Distributive Justice dalam Islam adalah Islam mengajarkan keadilan. Hak
orang miskin berada pada harta orang kaya. Islam mengakui kerja dan
perbedaan kepemilikan kekayaan.
3. Deontologi dalam Islam adalah Niat baik tidak dapat mengubah yang
haram menjadi halal. Walaupun tujuan, niat dan asilnya baik, akan tetapi
apabila caranya tidak baik, maka tetap tidak baik.
4. Eternal Law dalam Islam adalah Allah mewajibkan manusia untuk
mempelajari dan membaca wahyu dan ciptaanNya. Keduanya harus
dilakukan dengan seimbang, Islam mewajibkan manusia aktif dalam
kegiatan duniawi yang berupa muamalah sebagai proses penyucian diri.
5. Relativisme dalam Islam adalah perbuatan manusia dan nilainya harus
sesuai dengan tuntunan Al-Qur'an dan Hadis. Prinsip konsultasi dengan
pihak lain sangat ditekankan dalam Islam dan tidak ada tempat bagi
egoisme dalam Islam.
6. Teori Hak dalam Islam adalah menganjurkan kebebasan memilih sesuai
kepercayaannya dan menganjurkan keseimbangan. Kebebasan tanpa
tanggungjawab tidak dapat diterima. Dan tanggungjawab kepada Allah

Etika Bisnis 5
adalah hak individu.Sistem saluran pemasaran (marketing channel system)
adalah sekelompok saluran pemasaran tertentu yang digunakan oleh sbuah
perusahaan dan keputusan tentang system ini merupakan salah satu
merupakan keputusan terpenting yang dihadapi oleh manajemen. Salah
satu peran utama saluran pemasaran adalah mengubah pembeli potensial
menjadi pelanggan yang menguntungkan. Saluran pemasaran tidak hanya
melayani pasar, tetapi mereka juga harus membentuk pasar.

B. Pengertian Bisnis
Kata bisnis berasal dari bahasa Inggris, yaitu business (Plural business).
Mengandung sejumlah arti diantaranya : Commercial activity involving the
exchange of moner for goods or services – Usaha komersial yang menyangkut
soal penukaran uang bagi produsen dan distributor (goods) atau bidang jasa
(services)
Pengertian bisnis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah:
1. Kegiatan dengan mengarahkan tenaga pikiran atau badan untuk mencapai
suatu maksud.
2. Kegiatan di bidang perdagangan/perbisnisan..
Bisnis dapat pula diartikan berdasarkan konteks organisasi atau perusahaan
yaitu : usaha yang dilakukan orgnisasi atau perusahaan dengan menyediakan
produk barang atau jasa dengan tujuan memperoleh nilai lebih (value added).
Karena organisasi (perusahaan ) yang menyediakan produk barang atau jasa tentu
dengan tujuan memperoleh laba selalu memperhitungkan perbedaan penerimaan
bisnis dengan biaya yang dikeuarkan. Maka laba disini merupakan pemicu
(driver) bagi pebisnis untuk memulai dan mengembankan bisnis. Bagaimanapun
juga pebisnis mendapatkan laba dari risiko yang diambil ketika meginvestasikan
sumber daya (modal, skillkeahlian, dan waktu) mereka.
Kata bisnis dalam Al-Qur’an biasanya yang digunakan al-tijarah, al-bai’,
tadayantum, dan isytara. Tetapi yang seringkali digunakan yaitu al-tijarah dan
dalam bahasa arab tijaraha, berawal dari kata dasar t-j-r, tajara, tajran wa tijarata,

Etika Bisnis 6
yang bermakna berdagang atau berniaga. At-tijaratun walmutjar yaitu
perdagangan, perniagaan (menurut kamus al-munawwir).
Dari penjelasan diatas, terlihat bahwa term bisnis dalam Al-Qur’an dari
tijarah pada hakikatnya tidak semata-mata bersifat material dan hanya bertujuan
mencari keuntungan material semata, tetapi bersifat material sekaligus immaterial,
bahkan lebih meliputi dan mengutamakan hal yang bersifat immaterial dan
kualitas.
Aktivitas bisnis tidak hanya dilakukan semata manusia tetapi juga
dilakukan antara manusia dengan Allah swt, bahwa bisnis harus dilakukan dengan
ketelitian dan kecermatan dalam proses administrasi dan perjanjian-perjanjian dan
bisnis tidak boleh dilakukan dengan cara penipuan, dan kebohongan hanya demi
memperoleh keuntungan.
Dalam hal ini, ada dua definisi tentang pengertian bisnis, dari dua sudut
pandang yang berbeda, yaitu menurut mufassir dan ilmu fikih:
1. Menurut Mufassir, Bisnis adalah pengelolaan modal untuk mendapatkan
keuntungan.
2. Menurut Tinjauan Ahli Fikih, Bisnis adalah saling menukarkan harta
dengan harta secara suka sama suka, atau pemindahan hak milik dengan
adanya penggantian.

C. Pengertian Etika Bisnis


Etika Bisnis merupakan salah satu bagian dari prinsip etika yang diterapkan
dalam dunia bisnis (Lozano, 1996). Istilah etika bisnis mengandung pengertian
bahwa etika bisnis merupakan sebuah rentang aplikasi etika yang khusus
mempelajari tindakan yang diambil oleh bisnis dan pelaku bisnis. Menurut David
(1998), etika bisnis adalah aturaan main prinsip dalam organisasi yang menjadi
pedoman membuat keputusan dan tingkah laku. Etika bisnis adalah etika pelaku
bisnis. Pelaku bisnis tersebut bisa saja manajer, karyawan, konsumen dan
masyarakat.
Pada dasarnya etika bisnis menyoroti moral perilaku manusia yang
mempunyai profesi di bidang bisnis dan dimiliki secara global oleh perusahaan

Etika Bisnis 7
secara umum, sedangkan perwujudan dari etika bisnis yang ada pada masing-
masing perusahaan akan terbentuk dan terwujud sesuai dengan kebudayaan
perusahaan yang bersangkutan. Etika bisnis ini akan muncul ketika masing-
masing perusahaan berhubungan dan berinteraksi satu sama lain sebagai sebuah
satuan stakeholder. Tujuan etika bisnis disini adalah menggugah kesadaran moral
para pelaku bisnis untuk menjalankan bisnis dengan “baik dan bersih”.
(Erni,2011)
Menurut Bartens etika bisnis adalah studi tentang aspek-aspek moral dari
kegiatan ekonomi dan bisnis. Etika bisnis dapat dijalankan pada tiga taraf : taraf
makro, meso dan mikro. Tiga taraf ini berkaitan dengan tiga kemungkinan yang
berbeda untuk menjalankan kegiatan ekonomi dan bisnis. Pada taraf makro, etika
bisnis mempelajari aspek-aspek moral dari sistem ekonomi keseluruhan. Jadi,
disni masalah etika disoroti pada skala besar. Misalnya masalah keadilan :
bagaimana sebaiknya kekayaan di bumi ini dibagi dengan adil ? beberapa contoh
lain adalah : aspek-aspek etis dari kapitalisme; masalah keadilan sosial dalam
suatu masyarakat, terutama berkaitan dengan kaum buruh, masalah utang-utang
negara.
Pada taraf meso (menengah),, etika bisnis menyelidiki masalah-masalah
etis di bidang organisasi. Organisasi disini berarti perusahaan, serikat buruh,
lembaga konsumen, perhimpunan profesi, dan lain-lain.
Pada taraf mikro yang difokuskan ialah individu dalam hubungan dengan
ekonomi atau bisnis. Disini dipelajari tanggung jawab etis dari karyawan dan
majikan, bawahan dan manajer, produsen dan konsumen, pemasok dan investor.

D. Pengertian Etika Bisnis dalam Ekonomi Islam


Pemikiran etika bisnis Islam muncul ke permukaan dengan landasan
bahwa Islam adalah agama yang sempurna. Ia merupakan kumpulan aturan-aturan
ajaran dan nilai-nilai yang dapat menghantarkan manusia dalam kehidupannya
menuju tujuan kebahagiaan hidup baik di dunia maupun akhirat. Etika bisnis
Islam tak jauh berbeda dengan pengejawantahan hukum dalam fiqih muamalah.

Etika Bisnis 8
Dengan demikian dapat dipahami bahwa, Etika bisnis adalah norma-norma
atau kaidah etik yang dianut oleh bisnis, baik sebagai institusi atau organisasi,
maupun dalam interaksi bisnisnya dengan “stakeholders”nya.
A. Riawan Amin menjelaskan dalam bukunya “Menggagas Manajemen
Syariah” bahwa prinsip-prinsip etika bisnis menurut al-Quran yaitu :
1. Melarang bisnis yang dilakukan denagn proses kebatilan (QS. An-Nisa:29).
Bisnis harus didasari pada kerelaan dan keterbukaan antara kedua belah pihak
dan tanpa ada pihak yang dirugikan . Orang yang berbuat batil termasuk
perbuatan aniaya, melanggar hak dan berdosa besar (QS. An-Nisa:30).
Sementara orang yang menjauhinya, maka akan selamat dan akan mendapat
kemuliaaan (QS. An-Nisa:31).
2. Bisnis tidak boleh mengandung unsur riba (QS. Al-Baqarah:275).
Dengan demikian, bisnis dalam Islam memposisikan pengertian bisnis
yang pada hakikatnya merupakan usaha manusia untuk mencari keridhaan Allah
swt. Bisnis tidak bertujuan jangka pendek, individual dan semata-mata
keuntungan yang berdasarkan kalkulasi matematika, tetapi bertujuan jangka
pendek sekaligus jangka panjang, yaitu tanggung jawab pribadi dan sosial dihadap
masyarakat, negara dan Allah swt
Berdasarkan uraian di atas, kajian ini akan berupaya mencari prinsip-
prinsip etika bisnis dalam perspektif al-Quran, yaitu etika bisnis yang
mengedepankan nilai-nilai al-Quran. Pernyataan ini pada satu sisi bertujuan
menolak anggapan bahwa bisnis hanya merupakan aktifitas keduniaan yang
terpisah dari persoalan etika dan pada sisi lain akan mengembangkan prinsip-
prinsip etika bisnis al-Qur’an, sebagai upaya konseptualisasi sekaligus mencari
landasan persoalan-persoalan praktek mal bisnis..

E. Indikator Etika Bisnis


Dari berbagai pandangan tentang etika bisnis, beberapa indikator yang dapat
dipakai untuk menyatakan apakah seseorang dan suatu perusahaan telah
melaksanakan etika bisnis dalam kegiatan usahanya antara lain adalah: Indikator

Etika Bisnis 9
ekonomi; indikator peraturan khusus yang berlaku; indikator hukum; indikator
ajaran agama; indikator budaya dan indikator etik dari masing-masing pelaku
bisnis.
1. Indikator Etika bisnis menurut ekonomi adalah apabila perusahaan atau
pebisnis telah melakukan pengelolaan sumber daya bisnis dan sumber daya
alam secara efisien tanpa merugikan masyarakat lain.
2. Indikator etika bisnis menurut peraturan khusus yang berlaku. Berdasarkan
indikator ini seseorang pelaku bisnis dikatakan beretika dalam bisnisnya
apabila masing-masing pelaku bisnis mematuhi aturan-aturan khusus yang
telah disepakati sebelumnya.
3. Indikator etika bisnis menurut hukum. Berdasarkan indikator hukum
seseorang atau suatu perusahaan dikatakan telah melaksanakan etika bisnis
apabila seseorang pelaku bisnis atau suatu perusahaan telah mematuhi
segala norma hukum yang berlaku dalam menjalankan kegiatan
bisnisnya.
4. Indikator etika berdasarkan ajaran agama. Pelaku bisnis dianggap
beretika bilamana dalam pelaksanaan bisnisnya senantiasa merujuk
kepada nilai- nilai ajaran agama yang dianutnya.
5. Indikator etika berdasarkan nilai budaya. Setiap pelaku bisnis baik secara
individu maupun kelembagaan telah menyelenggarakan bisnisnya dengan
mengakomodasi nilai-nilai budaya dan adat istiadat yang ada disekitar operasi
suatu perusahaan, daerah dan suatu bangsa.
6. Indikator etika bisnis menurut masing-masing individu adalah apabila
masing-masing pelaku bisnis bertindak jujur dan tidak mengorbankan
integritas pribadinya.

F. Prinsip Etika Dalam Berbisnis


Secara umum, prinsip-prinsip yang dipakai dalam bisnis tidak akan pernah lepas
dari kehidupan keseharian kita. Namun prinsip-prinsip yang berlaku dalam bisnis
sesungguhnya adalah implementasi dari prinsip etika pada umumnya.
1. Prinsip Otonomi

Etika Bisnis 10
Orang bisnis yang otonom sadar sepenuhnya akan apa yang menjadi
kewajibannya dalam dunia bisnis. la akan sadar dengan tidak begitu saja
mengikuti saja norma dan nilai moral yang ada, namun juga melakukan sesuatu
karena tahu dan sadar bahwa hal itu baik, karena semuanya sudah dipikirkan
dan dipertimbangkan secara masak-masak. Dalam kaitan ini salah satu
contohnya perusahaan memiliki kewajiban terhadap para pelanggan,
diantaranya adalah:
a. Memberikan produk dan jasa dengan kualitas yang terbaik dan sesuai
dengan tuntutan mereka;
b. Memperlakukan pelanggan secara adil dalam semua transaksi, termasuk
pelayanan yang tinggi dan memperbaiki ketidakpuasan mereka;
c. Membuat setiap usaha menjamin mengenai kesehatan dan keselamatan
pelanggan, demikian juga kualitas Iingkungan mereka, akan dijaga
kelangsungannyadan ditingkatkan terhadap produk dan jasa perusahaan;
d. Perusahaan harus menghormati martabat manusia dalam menawarkan,
memasarkan dan mengiklankan produk.
Untuk bertindak otonom, diandaikan ada kebebasan untuk mengambil
keputusan dan bertindak berdasarkan keputusan yang menurutnya terbaik.
karena kebebasan adalah unsur hakiki dari prinsip otonomi ini. Dalam etika,
kebebasan adalah prasyarat utama untuk bertindak secara etis, walaupun
kebebasan belum menjamin bahwa seseorang bertindak secara otonom dan etis.
Unsur lainnya dari prinsip otonomi adalah tanggungjawab, karena selain
sadar akan kewajibannya dan bebas dalam mengambil keputusan dan tindakan
berdasarkan apa yang dianggap baik, otonom juga harus bisa
mempertanggungjawabkan keputusan dan tindakannya (di sinilah dimung-
kinkan adanya pertimbangan moral). Kesediaan bertanggungjawab merupakan
ciri khas dari makhluk bermoral, dan tanggungjawab disini adalah tanggung
jawab pada diri kita sendiri dan juga tentunya pada stakeholder.
2. Prinsip Kejujuran
Bisnis tidak akan bertahan lama jika tidak ada kejujuran, karena kejujuran
merupakan modal utama untuk memperoleh kepercayaan dari mitra bisnis-nya,

Etika Bisnis 11
baik berupa kepercayaan komersial, material, maupun moril. Kejujuran
menuntut adanya keterbukaan dan kebenaran. Terdapat tiga lingkup kegiatan
bisnis yang berkaitan dengan kejujuran:
a. Kejujuran relevan dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak.
Pelaku bisnis disini secara a priori saling percaya satu sama lain, bahwa
masing-masing pihak jujur melaksanakan janjinya. Karena jika salah satu
pihak melanggar, maka tidak mungkin lagi pihak yang dicuranginya mau
bekerjasama lagi, dan pihak pengusaha lainnya akan tahu dan tentunya
malas berbisnis dengan pihak yang bertindak curang tersebut.
b. Kejujuran relevan dengan penawaran barang dan jasa dengan mutu dan
harga yang baik. Kepercayaan konsumen adalah prinsip pokok dalam
berbisnis. Karena jika ada konsumen yang merasa tertipu, tentunya hal
tersebut akan rnenyebar yang menyebabkan konsumen tersebut beralih ke
produk lain.
c. Kejujuran relevan dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan
yaitu antara pemberi kerja dan pekerja, dan berkait dengan
kepercayaan. Perusahaan akan hancur jika kejujuran karyawan ataupun
atasannya tidak terjaga.
3. Prinsip Keadilan
Prinsip ini menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan
aturan yang adil dan kriteria yang rasional objektif dan dapat
dipertanggungjawabkan. Keadilan berarti tidak ada pihak yang dirugikan hak
dan kepentingannya. Salah satu teori mengenai keadilan yang dikemukakan
oleh Aristoteles adalah:
a. Keadilan legal. Ini menyangkut hubungan antara individu atau kelompok
masyarakat dengan negara. Semua pihak dijamin untuk mendapat
perlakuan yangsama sesuai dengan hukum yang berlaku. Secara khusus
dalam bidang bisnis, keadilan legal menuntut agar Negara bersikap netral
dalam memperlakukan semua pelaku ekonomi, negara menjamin kegiatan
bisnis yang sehat dan baik dengan mengeluarkan aturan dan hukum bisnis
yang berlaku secara sama bagi semua pelaku bisnis.

Etika Bisnis 12
b. Keadilan komunitatif. Keadilan ini mengatur hubungan yang adil antara
orang yang satu dan yang lain. Keadilan ini menyangkut hubungan vertikal
antara negara dan warga negara, dan hubungan horizontal antar warga
negara. Dalam bisnis keadilan ini berlaku sebagai kejadian tukar, yaitu
menyangkut pertukaran yang fair antara pihak-pihak yang terlibat.
c. Keadilan distributif. Atau disebut juga keadilan ekonomi, yaitu distribusi
ekonomi yang merata atau dianggap adil bagi semua warga negara. Dalam
dunia bisnis keadilan ini berkaitan dengan prinsip perlakuan yang sama
sesuai dengan aturan dan ketentuan dalam perusahaan yang juga adil dan
baik.
4. Prinsip Saling Menguntungkan
Prinsip ini menuntut agar semua pihak berusaha untuk saling menguntungkan
satu sama lain. Dalam dunia bisnis, prinsip ini menuntut persaingan bisnis
haruslah bisa melahirkan suatu win-win situation.
5. Prinsip Integritas Moral
Prinsip ini menyarankan dalam berbisnis selayaknya dijalankan dengan tetap
menjaga nama baiknya dan nama baik perusahaan.
Dari kelima prinsip yang tentulah dipaparkan di atas, menurut Adam
Smith, prinsip keadilanlah yang merupakan prinsip yang paling penting dalam
berbisnis. Prinsip ini menjadi dasar dan jiwa dari semua aturan bisnis, walaupun
prinsip lainnya juga tidak akan terabaikan. Karena menurut Adam Smith, dalam
prinsip keadilan khususnya keadilan komutatif berupa no harm, bahwa sampai
tingkat tertentu, prinsip ini telah mengandung semua prinsip etika bisnis lainnya.
Karena orang yang jujur tidak akan merugikan orang lain, orang yang mau saling
menguntungkan dengan pibak lain, dan bertanggungjawab untuk tidak merugikan
orang lain tanpa alasan yang diterima dan masuk akal.

G. Ketentuan Umum Etika Bisnis dalam Ekonomi Islam

Etika Bisnis 13
Secara detil, terdapat beberapa konsep kunci yang membentuk sistem etika Islam,
diantaranya yaitu keesaan, keseimbangan, kehendak bebas, tanggung jawab, dan
kebajikan.
1. Kesatuan (Tauhid/Unity)
Dalam hal ini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid
yang memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang
ekonomi, politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan
konsep konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh.
Dari konsep ini maka Islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi,
dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika
dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu
persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam.
Penerapannya dalam etika bisnis diantaranya yaitu : pertama, seorang
pengusaha muslim tidak akan menimbun kekayaan dengan penuh keserakahan.
Konsep kepercayaan dan amanah memiliki makna yang sangat penting baginya
karena ia sadar bahwa semua harta dunia bersifat sementara, dan harus
dipergunakan sebaik mungkin. Tindakan kaum muslimin tidak semata-mata
merujuk kepada keuntungan, dan tidak mencari kekayaan dengan cara apapun. Ia
menyadari bahwa : “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan di dunia,
namun amalan-amalan yang kekal dan shaleh adalah lebih baik pahalanya di mata
Allah Swt dan tidak baik sebagai landasan harapan-harapan”. Kedua, Seorang
pengusaha muslim tidak akan bisa dipaksa (disuap) oleh siapapun untuk berbuat
tidak etis, karena ia hanya takut dan cinta kepada Allah Swt. Ia selalu mengikuti
alur perilaku yang sama dimanapun ia berada apakah itu di masjid, di dunia kerja
atau aspek apapun dalam kehidupannya, dan ia selalu merasa bahagia. Ketiga,
pengusaha tersebut tidak akan berbuat diskriminatif terhadap pekerja, pemasok,
pembeli, atau para pemegang saham perusahaaan tersebut atas dasar ras, agama,
kulit dan lain sebagainya.
2. Keseimbangan (Equilibrium/Adil)
Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang
berbuat curang atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus Allah untuk membangun

Etika Bisnis 14
keadilan. Prinsip keseimbangan atau kesetaraan berlaku baik secara harfiah
maupun kias dalam dunia bisnis. Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat
curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain meminta
untuk dipenuhi, sementara kalau menakar atau menimbang untuk orang selalu
dikurangi.
Kecurangan dalam berbisnis pertanda kehancuran bisnis tersebut, karena
kunci keberhasilan bisnis adalah kepercayaan. Al-Qur’an memerintahkan kepada
kaum muslimin untuk menimbang dan mengukur dengan cara yang benar dan
jangan sampai melakukan kecurangan dalam bentuk pengurangan takaran dan
timbangan.
ٰ D ‫وا بٱ ْلقسطَاس ٱ ْلمستَق‬
‫سنُ تَأْ ِوياًل‬
َ ‫يم َذلِ َك َخ ْي ٌر َوأَ ْح‬
ِ ِ ْ ُ ِ ْ ِ ِ ۟ ُ‫وا ٱ ْل َك ْي َل إِ َذا ِك ْلتُ ْم َو ِزن‬
۟ ُ‫َوأَ ْوف‬
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan
neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.
(Q.S. al-Isra’: 35).
Dalam beraktivitas di dunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk
berbuat adil,tak terkecuali pada pihak yang tidak disukai. Hal ini sesuai dengan
firman Allah dalam Surat Al-Maidah : 8 yang artinya : “Hai orang-orang
beriman,hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran)
karena Allah SWT,menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-sekali
kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak
adil.Berlaku adillah karena adil lebih dekat dengan takwa”.
3. Kehendak Bebas (Free Will)
Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapi
kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka
lebar. Tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk
aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.
Berdasarkan konsep kehendak bebas, manusia memilki kebebasan untuk
membuat kontrak dan menepatinya ataupun mengingkarinya. Seorang muslim,
yang telah menyerahkan hidupnya pada kehendak Allah Swt, akan menepati
semua kontrak yang telah dibuatnya. Berdasarkan firman-Nya ;”Hai orang –orang
beriman! Penuhilah semua perjanjian itu”. Dalam ayat tersebut, Allah Swt

Etika Bisnis 15
memerintahkan kepada kaum muslimin untuk memenuhi akad yang telah
disepakati. Juga kewajiban bisnis kita kontrak formal mengenai tugas-tugas
tertentu yang harus dilakukan ataupun kontrak tak tertulis mengenai perlakuan
layak yang harus diberikan kepada para pekerja .kaum muslimin harus
mengekang kehendak bebasnya untuk bertindak berdasarkan aturan-aturan moral
seperti yang telah digariskan Allah ..
4. Tanggung jawab (Responsibility)
Jika seorang pengusaha muslim berperilaku secara tidak etis, ia tidak dapat
menyalahkan tindakannya pada persoalan tekanan bisnis ataupun pada kenyataan
bahwa setiap orang juga berperilaku tidak etis. Ia harus bertanggung jawab atas
tindakan yang ia lakukan. Allah Swt berfirman :”Tiap-tiap diri bertanggung jawab
atas apa yang telah diperbuatnya. Semua kewajiban harus dihargai kecuali jika
secara moral ia salah. Semua perusahaan harus bersikap pro aktif berkaitan
dengan persoalan tanggung jawab sosial. Mereka dituntut tampil sebagai pakar-
pakar strategi kepercayaan dalam mengembangkan sejumlah piranti keuangan
untuk meningkatkan perekonomian umat.
5. Kebenaran : kebajikan dan kejujuran
Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari
kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam
konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar
yang meliputi proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas
pengembangan maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan.
Dengan prinsip kebenaran ini maka etika bisnis Islam sangat menjaga dan
berlaku preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian salah satu pihak yang
melakukan transaksi, kerjasama atau perjanjian dalam bisnis.
Penerapan konsep kebajikan dalam etika bisnis menurut Al Ghazali,
terdapat lima bentuk kebajikan :pertama, jika seseorang membutuhkan sesuatu,
maka orang lain harus memberikannya dengan mengambil keuntungan yang
sedikit mungkin, jika sang pemberi melupakan keuntungannya, maka hal tersebut
akan lebih baik baginya. Kedua, jika seseorang membeli sesuatu dari orang
miskin, akan lebih baik baginya untuk kehilangan sedikit uang dengan

Etika Bisnis 16
membayarnya lebih dari harga yang sebenarnya. Tindakan seperti ini akan
memberikan akibat yang mulia. Bukan suatu hal yang patut dipuji untuk
membayar orang kaya lebih dari apa yang seharusnya diterima manakala ia
dikenal sebagai orang yang suka mencari keuntungan yang tinggi. Ketiga, dalam
mengabulkan hak pembayaran dan pinjaman, seorang pebisnis Islam harus
bertindak secara bijaksana dengan memberi waktu yang lebih banyak kepada sang
peminjam untuk membayar hutangnya dan jika diperlukan, seseorang harus
membuat pengurangan pinjaman untuk meringankan beban sang peminjam.
Keempat, ketika pebisnis menjual barang secara kredit kepada seseorang, ia harus
cukup bermurah hati, tidak memaksa membayar dalam waktu yang telah
ditetapkan. Kelima, barang atau uang yang dipinjam harus dikembalikan tanpa
diminta.

Meskipun konsep-konsep diatas menuntun kita dalam tingkah laku sehari-


hari, konsep-konsep tersebut lebih merupakan deskriptif filsafat etika bisnis Islam.
Al-Qur’an dan sunnah melengkapi konsep-konsep ini dengan merumuskan
tingkat keabsahan hukum bentuk-bentuk perilaku penting sebagaimana bisnis
pengusaha. Dalam melihat perilaku etis seseorang, sangatlah penting bagi kaum
muslim baik untuk menghindari hal-hal yang tidak halal dan juga menghindari
hal-hal yang tidak halal menjadi sesuatu yang halal. Hal yang sebaliknya juga
berlaku sama.
Rasululah SAW sangat banyak memberikan petunjuk mengenai etika
bisnis, di antaranya ialah:
1. Bahwa prinsip esensial dalam bisnis adalah kejujuran. Dalam doktrin Islam,
kejujuran merupakan syarat paling mendasar dalam kegiatan bisnis. Rasulullah
sangat intens menganjurkan kejujuran dalam aktivitas bisnis. Dalam hal ini,
beliau bersabda:“Tidak dibenarkan seorang muslim menjual satu jualan yang
mempunyai aib, kecuali ia menjelaskan aibnya” (H.R. Al-Quzwani). “Siapa
yang menipu kami, maka dia bukan kelompok kami” (H.R. Muslim).
Rasulullah sendiri selalu bersikap jujur dalam berbisnis. Beliau melarang para

Etika Bisnis 17
pedagang meletakkan barang busuk di sebelah bawah dan barang baru di
bagian atas.
2. 2Kesadaran tentang signifikansi sosial kegiatan bisnis. Pelaku bisnis menurut
Islam, tidak hanya sekedar mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya,
sebagaimana yang diajarkan Bapak ekonomi kapitalis, Adam Smith, tetapi juga
berorientasi kepada sikap ta’awun (menolong orang lain) sebagai implikasi
sosial kegiatan bisnis. Tegasnya, berbisnis, bukan mencari untung material
semata, tetapi didasari kesadaran memberi kemudahan bagi orang lain dengan
menjual barang.
3. Tidak melakukan sumpah palsu. Nabi Muhammad saw sangat intens melarang
para pelaku bisnis melakukan sumpah palsu dalam melakukan transaksi bisnis
Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari, Nabi bersabda, “Dengan melakukan
sumpah palsu, barang-barang memang terjual, tetapi hasilnya tidak berkah”.
Dalam hadis riwayat Abu Zar, Rasulullah saw mengancam dengan azab yang
pedih bagi orang yang bersumpah palsu dalam bisnis, dan Allah tidak akan
memperdulikannya nanti di hari kiamat (H.R. Muslim). Praktek sumpah palsu
dalam kegiatan bisnis saat ini sering dilakukan, karena dapat meyakinkan
pembeli, dan pada gilirannya meningkatkan daya beli atau pemasaran. Namun,
harus disadari, bahwa meskipun keuntungan yang diperoleh berlimpah, tetapi
hasilnya tidak berkah.
4. Ramah-tamah. Seorang pelaku bisnis, harus bersikap ramah dalam melakukan
bisnis. Nabi Muhammad Saw mengatakan, “Allah merahmati seseorang
yang ramah dan toleran dalam berbisnis” (H.R. Bukhari dan Tarmizi).
5. Tidak boleh berpura-pura menawar dengan harga tinggi, agar orang lain
tertarik membeli dengan harga tersebut. Sabda Nabi Muhammad, “Janganlah
kalian melakukan bisnis najsya (seorang pembeli tertentu, berkolusi dengan
penjual untuk menaikkan harga, bukan dengan niat untuk membeli, tetapi agar
menarik orang lain untuk membeli).
6. Tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain, agar orang membeli kepadanya.
Nabi Muhammad Saw bersabda, “Janganlah seseorang di antara kalian menjual

Etika Bisnis 18
dengan maksud untuk menjelekkan apa yang dijual oleh orang lain” (H.R.
Muttafaq ‘alaih).
7. Tidak melakukan ihtikar. Ihtikar ialah (menumpuk dan menyimpan barang
dalam masa tertentu, dengan tujuan agar harganya suatu saat menjadi naik dan
keuntungan besar pun diperoleh). Rasulullah melarang keras perilaku bisnis
semacam itu.
8. Takaran, ukuran dan timbangan yang benar. Dalam perdagangan, timbangan
yang benar dan tepat harus benar-benar diutamakan. Firman Allah: Celakalah
bagi orang yang curang, yaitu orang yang apabila menerima takaran dari orang
lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang
untuk orang lain, mereka mengurangi” ( QS. 83: 112).
9. Bisnis tidak boleh menggangu kegiatan ibadah kepada Allah. Firman Allah,
“Orang yang tidak dilalaikan oleh bisnis lantaran mengingat Allah, dan dari
mendirikan shalat dan membayar zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang
hari itu, hati dan penglihatan menjadi goncang”.
10. Membayar upah sebelum kering keringat karyawan. Nabi Muhammad Saw
bersabda, “Berikanlah upah kepada karyawan, sebelum kering keringatnya”.
Hadist ini mengindikasikan bahwa pembayaran upah tidak boleh ditunda-
tunda. Pembayaran upah harus sesuai dengan kerja yang dilakukan.
11. Tidak monopoli. Salah satu keburukan sistem ekonomi kapitalis ialah
melegitimasi monopoli dan oligopoli. Contoh yang sederhana adalah
eksploitasi (penguasaan) individu tertentu atas hak milik sosial, seperti air,
udara dan tanah dan kandungan isinya seperti barang tambang dan mineral.
Individu tersebut mengeruk keuntungan secara pribadi, tanpa memberi
kesempatan kepada orang lain. Ini dilarang dalam Islam.
12. Tidak boleh melakukan bisnis dalam kondisi eksisnya bahaya (mudharat)
yang dapat merugikan dan merusak kehidupan individu dan sosial. Misalnya,
larangan melakukan bisnis senjata di saat terjadi chaos (kekacauan) politik.
Tidak boleh menjual barang halal, seperti anggur kepada produsen minuman
keras, karena ia diduga keras, mengolahnya menjadi miras. Semua bentuk

Etika Bisnis 19
bisnis tersebut dilarang Islam karena dapat merusak esensi hubungan sosial
yang justru harus dijaga dan diperhatikan secara cermat.
13. Komoditi bisnis yang dijual adalah barang yang suci dan halal, bukan barang
yang haram, seperti babi, anjing, minuman keras, ekstasi, dsb. Nabi
Muhammad Saw bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan bisnis
miras, bangkai, babi dan “patung-patung” (H.R. Jabir).
14. Bisnis dilakukan dengan suka rela, tanpa paksaan. Firman Allah, “Hai orang-
orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan bisnis yang berlaku dengan
suka-sama suka di antara kamu” (QS. 4: 29).
15. Segera melunasi kredit yang menjadi kewajibannya. Rasulullah memuji
seorang muslim yang memiliki perhatian serius dalam pelunasan hutangnya.
Sabda Nabi Saw, “Sebaik-baik kamu, adalah orang yang paling segera
membayar hutangnya” (H.R. Hakim).
16. Memberi tenggang waktu apabila pengutang (kreditor) belum mampu
membayar. Sabda Nabi Saw, “Barang siapa yang menangguhkan orang yang
kesulitan membayar hutang atau membebaskannya, Allah akan memberinya
naungan di bawah naunganNya pada hari yang tak ada naungan kecuali
naungan-Nya” (H.R. Muslim).
17. Bahwa bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba. Firman Allah, “Hai
orang-orang yang beriman, tinggalkanlah sisa-sisa riba jika kamu beriman
(QS. al-Baqarah:: 278) Pelaku dan pemakan riba dinilai Allah sebagai orang
yang kesetanan(QS. 2: 275). Oleh karena itu Allah dan Rasulnya
mengumumkan perang terhadap riba.

Etika Bisnis 20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu para pembaca
disarankan untuk membaca tentang merncang dan mengelola saluran pemasaran
teritegrasi pada referensi – referensi lainnya, agar pengetahuan pembaca makin
semakin banyak sehingga memperluas khazanah keilmuan kita bersama.

DAFTAR PUSTAKA

Bertens, K., 1997. Etika, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Dwi Suwikyo, 2010. Ayat-ayat Ekonomi Islam, Yogyakarta : Pustaka


Pelajar

Ernawan Erni, 2011. Business Ethics, Bandung : Alfabeta

http://handyleonardoetikabisnis.blogspot.com/2012/09/pengertian-etika-
etika-bisnis-dan.html

http://baddaysp.blogspot.com/2013/10/pengertian-etika-bisnis-indikator-
etika.html

Etika Bisnis 21
http://www.markazinayah.com/prinsip-dan-etika-bisnis-dalam-islam.html

http://staincurup.ac.id/etika-bisnis-dalam-islam/

Etika Bisnis 22

Anda mungkin juga menyukai