Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN DISTRESS SPIRITUAL

DOSEN PEMBIMBING
Ns. Miftahul Ulfa ., S.Kep., M..Kep

DISUSUN OLEH

DWI REZKIANA SARI ( 181014201622 )

NISA IZZAH ISLAMI ( 181014201640 )

YURIKE ISWARI ( 181014201648 )

LITIGIA MENDONCA B. DO REGO ( 181014201604 )

S1 KEPERAWATAN
STIKES WIDYAGAMA HUSADA MALANG
2020
KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,hidayah


dan inayahnya kepada kita semua sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini. Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Kesehatan Jiwa 1 yang di bina oleh Ns. Miftahul Ulfa ., S.Kep., M..Kep makalah ini
berjudul “ Asuhan Keperawatan Pada Klien Distress Spiritual ” .

Semoga makalah ini bisa memberikan manfaat kita semua, terutama bagi
kami. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Untuk kritik dan
saran selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami
sampaikan terimakasih. Apabila ada kekliruan kata atau kalimat, kami mohon maaf
yang sebesar-besarnya.

Wassalammu’alaikum Wr. Wb

Malang, 20 April 2020


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Distress spiritual merupakan suatu keadaan ketika pasien mengalami
gangguan dalam kepercayaan atau sistem nilai yang memberikannya
kekuatan, harapan dan arti kehidupan, yang ditandai dengan pasien
meminta pertolongan spiritual, mengungkapkan adanya keraguan yang
berlebihan dalam mengartikan hidup, mengungkapkan perhatian yang
lebih pada kematian, menolak kegiatan ritual dan terdapat tanda–tanda
seperti menangis, menarik diri, cemas,dan marah, kemudian didukung
dengan tanda–tanda fisik seperti nafsu makan terganggu, kesulitan tidur,
tekanan darah meningkat (Hidayat, 2006).
Spiritual adalah keyakinan dalam diri seseorang yang dapat
mempengaruhi individu untuk menemukan makna dan tujuan hidup.
Spiritual merupakan salah satu aspek keperawatan holistik berupa
pelayanan dalam aspek bio, psiko, sosio dan spiritual. Peran perawat
dalam memenuhi kebutuhan spiritual pasien adalah dengan menerapkan
asuhan keperawatan spiritual berupa pengkajian, diagnosis,
perencanaan, implementasi dan evaluasi keperawatan spiritual.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pelaksanaan asuhan
keperawatan spiritual di suatu Rumah Sakit Banda Aceh (RSBA). Jenis
penelitian ini adalah deskriptif eksploratif dengan desain cross sectional
study. Populasi pada penelitian ini adalah perawat pelaksana di RSBA.
Teknik pengambilan sampel adalah simple random sampling dengan
jumlah sampel sebanyak 62 responden. Pengumpulan data dilakukan
dengan menggunakan teknik pembagian angket. Instrumen yang
digunakan adalah kuesioner yang terdiri dari 34 item pernyataan dalam
skala Likert. Metode analisis data dengan menggunakan analisis
univariat. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan pelaksanaan asuhan
keperawatan spiritual adalah kurang baik (59,7%), dimana yang termasuk
kurang baik adalah diagnosis keperawatan spiritual (69,4%),
perencanaan keperawatan spiritual (64,5%), evaluasi keperawatan
spiritual adalah sama (50%), sedangkan pengkajian keperawatan spiritual
(56,5%) dan implementasi keperawatan spiritual (67,7%) adalah baik .

1.2 RUMUSAN MASALAH


Bagaimana Mengetahui Asuhan Keperawatan Klien Dengan Distress
Spiritual ?

1.3 TUJUAN
TUJUAN UMUM
Dengan adanya makalah ini kita mampu mengetahui berbagai
gambaran motivasi dan tindakan keperawatan dalam pemenuhan
kebutuhan spiritual pasien dan pelaksanaan asuhan keperawatan
spiritual .

TUJUAN KHUSUS

1. Mengetahui berbagai gambaran motivasi dan tindakan


keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan spiritual pasien
2. Mengetahui pelaksanaan asuhan keperawatan spiritual .
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI DISTRES SPIRITUAL


Distres spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan
mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang dengan diri, orang lain,
seni, musik, literature, alam dan kekuatan yang lebih besr dari dirinya (EGC,
2008). Definisi lain mengatakan bahwa distres spiritual adalah gangguan
dalam prinsip hidup yang meliputi seluruh kehidupan seseorang dan
diintegrasikan biologis dan psikososial (EGC, 2011). Dengan kata lain kita
dapat katakan bahwa distres spiritual adalah kegagalan individu dalam
menemukan arti kehidupannya.

2.2 MANIFESTASI KLINIS


Tanda dan gejala yang dapat ditemukan pada pasien dengan
distressspiritual melalui wawancara, adalah :a.Selalu menanyakan kebenaran
dari keyakinan yang dianutnya. b.Merasa tidak nyaman terhadap keyakinan
agama yang dianutnya.c.Ketidakmampuan melakukan kegiatan keagamaan
yang biasadilakukannya secara rutin.

2.3 PENYEBAB
Menurut Budi anna keliat (2011) penyebab distres spiritual adalah sebagai
berikut:
1. Pengkajian Fisik ® Abuse
2. Pengkajian Psikologis ® Status mental, mungkin adanya depresi, marah,
kecemasan, ketakutan, makna nyeri, kehilangan kontrol, harga diri rendah,
dan pemikiran yang bertentangan (Otis-Green, 2002).
3. Pengkajian Sosial Budaya ® dukungan sosial dalam memahami keyakinan
klien (Spencer, 1998).
2.4 PATOFISIOLOGI
Patofisiologi distress spiritual tidak bisa dilepaskan dari stress dan
struktur serta fungsi otak. Stress adalah realitas kehidupan manusia sehari-
hari. Setiap orang tidak dapat dapat menghindari stres, namun setiap orang
diharpakan melakukan penyesuaian terhadap perubahan akibat stres. Ketika
kita mengalami stres, otak kita akan berespon untuk terjadi. Konsep ini sesuai
dengan yang disampikan oleh Cannon, W.B. dalam Davis M, dan kawan-
kawan (1988) yang menguraikan respon “melawan atau melarikan diri”
sebagai suatu rangkaian perubahan biokimia didalam otak yang menyiapkan
seseorang menghadapi ancaman yaitu stress .
Stres akan menyebabkan korteks serebri mengirimkan tanda bahaya ke
hipotalamus. Hipotalamus kemudian akan menstimuli saraf simpatis untuk
melakukan perubahan. Sinyal dari hipotalamus ini kemudian ditangkap oleh
sistem limbik dimana salah satu bagian pentingnya adalah amigdala yang
bertangung jawab terhadap status emosional seseorang. Gangguan pada
sistem limbik menyebabkan perubahan emosional, perilaku dan kepribadian.
Gejalanya adalah perubahan status mental, masalah ingatan, kecemasan dan
perubahan kepribadian termasuk halusinasi (Kaplan et all, 1996), depresi,
nyeri dan lama gagguan (Blesch et al, 1991).
Kegagalan otak untuk melakukan fungsi kompensasi terhadap stresor
akan menyebabkan seseorang mengalami perilaku maladaptif dan sering
dihubungkan dengan munculnya gangguan jiwa. Kegagalan fungsi
kompensasi dapat ditandai dengan munculnya gangguan pada perilaku sehari-
hari baik secara fisik, psikologis, sosial termasuk spiritual. Gangguan pada
dimensi spritual atau distres spritual dapat dihubungkan dengan timbulnya
depresi. Tidak diketahui secara pasti bagaimana mekanisme patofisiologi
terjadinya depresi. Namun ada beberapa faktor yang berperan terhadap
terjadinya depresi antara lain faktor genetik, lingkungan dan neurobiology.
Perilaku ini yang diperkirakan dapat mempengaruhi kemampuan seseorang
dalam memenuhi kebutuhan spiritualnya sehingga terjadi distres spritiual
karena pada kasus depresi seseorang telah kehilangan motivasi dalam
memenuhi kebutuhannya termasuk kebutuhan spiritual.

2.5 KARATERISTIK
Karakteristik Distres Spritual menurut EGC (2008) meliputi empat hubungan
dasar yaitu :
1. Hubungan dengan diri
a. Harapan
b. Arti dan tujuan hidup
c. Perdamaian/ketenangan
d. Penerimaan
e. Cinta
f. Memaafkan diri sendiri
g. Keberanian

2. Hubungan dengan orang lain


a. Menolak berhubungan dengan tokoh agama
b. Menolak interaksi dengan tujuan dan keluarga
c. Mengungkapkan terpisah dari sistem pendukung
d. Mengungkapkan pengasingan diri

3. Hubungan dengan seni, musik, literatur, dan alam


a. Ketidakmampuan untuk mengungkapkan kreativitas (bernyanyi,
mendengarkan musik, menulis)
b. Tidak tertarik dengan alam
c. Tidak tertarik dengan bacaan keagamaan

4. Hubungan dengan kekuatan yang lebih besar dari dirinya


a. Ketidakmampuan untuk berdo’a
b. Ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan
c. Mengungkapkan terbuang oleh atau karena kemarahan Tuhan
d. Meminta untuk bertemu dengan tokoh agama
e. Tiba-tiba berubah praktik agama
f. Ketidakmampuan untuk introspeksi
g. Mengungkapkan hidup tanpa harapan
2.6 CARA PENANGANANNYA DISTRESS SPIRITUAL
 Tindakan keperawatan untuk distress spiritual:
 Bina hubungan saling percaya dengan pasien
 Kaji factor penyebab distress spiritual pasien
 Bantu pasien mengungkapkan perasaan dan fikiran tentang keyakinan
 Bantu klien mengembangkan keterampilan untuk mengatasi perubahan
dalam kehidupan
 Fasilitasi pasien dengan alat-alat ibadah yang diperlukan pasien
 Fasilitasi pasien dengan beribadah sendiri atau dengan orang lain
 Bantu pasien ikut serta dalam kegiatan keagamaan
 Bantu pasien mengevaluasi perasaan setelah melakukan kegiatan
keagamaan
BAB III

PEMBAHASAN

A. Gambaran Motivasi Dan Tindakan Keperawatan Dalam Pemenuhan


Kebutuhan Spiritual Pasien Di ICU
Seseorang yang berada di ruang Intensive Care Unit umumnya
merasa ketakutan terhadap nyeri fisik, ketidaktahuan, kematian dan
ancaman terhadap integritas. Pasien mungkin mempunyai ketidakpastian
tentang makna kematian sehingga mereka menjadi rentan terhadap distress
spiritual. Terdapat juga klien yang mempunyai rasa spiritual tentang
ketenangan yang membuat mereka mampu untuk menghadapi kematian
tanpa rasa takut (Potter dan Perry, 2005). perawat adalah orang yang
selama 24 jam selalu berinteraksi dengan pasien sehingga perawat berperan
dalam membantu memenuhi kebutuhan spiritualitas. pada tanggal 6 April
2013 didapatkan data pada bulan Maret 2013 pasien Intensive Care Unit
sebanyak 50 pasien dewasa dan 20 pasien remaja, 10 pasien anak–anak
dan 5 pasien bayi. Dan 50% dari jumlah pasien dewasa mempunyai
kesadaran compos metis.
Perawat Intensive Care Unit RS PKU Muhammadiyah Gombong 60%
perawat Intensive Care Unit mengatakan pemenuhan kebutuhan spiritual
pasien yang biasa dilakukan di Intensive Care Unit seperti mengingatkan
waktu sholat, berdoa saat mau makan, memotivasi untuk berdzikir ketika
pasien mengeluh penyakitnya atau merasa sakit, selebihnya pemenuhan
kebutuhan spiritual dilakukan oleh bimbingan rohani. Namun, berdasarkan
wawancara dengan pasien, 2 dari 4 pasien dewasa di Ruang Intensive Care
Unit mengatakan bahwa perawat tidak selalu mengingatkan waktu sholat
ataupun mengajarkan doa kepada pasien. Dan Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Gombong mencantumkan pelayanan yang islami pada
falsafah, visi, dan tujuan pada poin pertama rumah sakit.
Gambaran umum motivasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan
spiritual di Ruang ICU RS PKU Muhammadiyah Gombong adalah sebagai
berikut: Tabel 1 Distribusi Frekuensi Motivasi Perawat di Ruang ICU RS
PKU Muhammadiyah Gombong (n = 12)

No Motivasi Jumlah Persentase(%)


1. Baik 1 8.3
2. Cukup 7 58.3
3. Kurang 4 33.3
Total 12 100

Gambaran motivasi perawat dalam pelaksanaan tindakan keperawatan


spiritual adalah motivasi baik sebanyak 1 responden (8.3%), motivasi cukup
sebanyak 7 responden (58.3%), dan motivasi kurang sebanyak 4 responden
(33.3%). Hasil penelitian yang diperoleh untuk motivasi perawat di Ruang
ICU RS PKU Muhammadiyah Gombong sebagian besar termasuk dalam
kategori cukup. Berdasarkan pengamatan yang di lakukan hal ini terjadi
karena faktor internal dari perawat sendiri yang mempunyai persepsi tentang
pelaksanaan tindakan keperawatan spiritual yang tidak sepenuhnya menjadi
kewajiban perawat karena sudah ada pembimbing rohani di rumah sakit
tersebut

Sehingga perawat ICU hanya melakukan tindakan keperawatan spiritual


yang bisa mereka lakukan atau pun ringan seperti mengingatkanwaktu
ibadah/sholat dan menganjurkan untuk berdoa serta perawat mempunyai
faktor persepsi dan kebutuhan spiritual dalam diri mereka sendiri yang dapat
mereka ukur dengan mereka melaksanakan tindakan keperawatan spiritual
pada pasien. beban kerja perawat ICU PKU Muhammadiyah Gombong
masih belum ideal, perbandingan antara perawat dan pasien yaitu 1: 3
sedangkan idelnya 1 : 2 (Hanafie, 2007) juga mengemukakan bahwa untuk
pelayanan intensif minimal 50% perawat bersertifikat terlatih perawat atau
terapi intensif atau minimal pengalaman kerja di ICU selama 3 tahun,
sedangkan perawat ICU PKU Muhammadiyah Gombong yang sudah
memiliki sertifikat terlatih semua dan yang bekerja lebih dari 3 tahun ada 9
perawat.

Gambaran Tindakan Keperawatan dalam Pemenuhan Kebutuhan


Spiritual Pasien Gambaran umum tindakan keperawatan dalam pemenuhan
kebutuhan spiritual pasien di Ruang ICU RS PKU Muhammadiyah Gombong
adalah sebagai berikut:

No Pelaksanaan Tindakan Jumlah Persentase(%)


Keperawatan Spiritual
1. Cukup 7 58.3
2. Kurang 5 41.7
Total 12 100

Pelaksanaan tindakan keperawatan spiritual adalah pelaksanaan cukup


sebanyak 7 responden (58.3%), dan pelaksanaan kurang sebanyak 5
responden (41.7%). Hasil penelitian yang diperoleh untuk pelaksanaan
tindakan keperawatan spritual di Ruang ICU RS PKU Muhammadiyah
Gombong, tidak berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Sutanto,
(2009). tentang persepsi perawat tentang pelaksanaan asuhan keperawatan
dalam pemenuhan kebutuhan spiritual pada klien di Ruang Intensive Care
Unit Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah Bantul didapatkan hasil
pelaksanaan tindakan keperawatan spiritual sebagian besar berkategori
cukup.

Hal ini terjadi karena untuk tindakan keperawatan spiritual belum pernah
mendapatkan sosialisasi yang jelas mengenai uraian yang wajib
dilaksanakan oleh perawat. Karena di rumah sakit islam seperti PKU
Muhammadiyah Gombong sendiri sudah mempunyai lembaga khusus yang
menangani bimbingan rohani (binroh) pasien namun tidaksetiap hari seorang
binroh datang mengunjungi pasien sehingga perawat ICU sebagai orang
yang paling intens bertemu dengan pasien masih berkewajiban untuk
memenuhi spiritual pasien selama dirawat di ICU. Prinsip pemberian
pelayanan keperawatan adalah holistic care yang meliputi biopsikososio dan
spiritual.
B. Pelaksanaan Asuhan Keperawatan Spiritual
Kebutuhan spiritual sebagai bagian penting dari kehidupan yang
dapat membantu untuk mengatasi kondisi yang berat, menemukan makna
dan tujuan, dan menemukan harapan dalam hidup. Pemenuhan kebutuhan
spiritual dapat tercapai dengan asuhan spiritual. Govier (2000, p.34)
menyebutkan bahwa asuhan keperawatan spiritual meliputi pengkajian,
diagnosis, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Proses keperawatan
tersebut dapat diterapkan dalam kesehatan spiritual.terdapat dua faktor yang
dapat mempengaruhi asuhan keperawatan spiritual, yaitu faktor instrinsik dan
ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah ketidakmampuan perawat berkomunikasi,
ambigu, kurangnya pengetahuan tentang spiritual, hal yang bersifat personal
dan takut melakukan kesalahan.
Sedangkan faktor ekstrinsik yaitu organisasi dan manajemen,
hambatan ekonomi berupa kurangnya tenaga perawat, kurangnya waktu dan
pendidikan perawat. Kendala tersebut dapat diatasi dengan peranan manajer
perawat. Manajer perawat mengarahkan perawat pelaksana dalam
melakukan tidakan keperawatan. Manajer perawat memiliki tanggung jawab
untuk memimpin dan membimbing staf perawat dalam melakukan
pendekatan spiritual praktek keperawatan, memastikan bahwa pasien sudah
menerima perawatan secara holistik, melakukan pengembangan kebijakan
terkait tentang penyediaan pelayanan spiritual bagi pasien rawat inap yang
sesuai dengan visi dan tujuan rumah sakit (Meehan, 2012, p.11).
Pemenuhan kebutuhan spiritual pada pasien di ruang rawat bedah
dan ruang inap penyakit dalam Rumah Sakit menyebutkan bahwa
pemenuhan kebutuhan spiritual pasien tidak terpenuhi yang menunjukkan
bahwa banyak perawat mengakui, mereka tidak dapat memberikan asuhan
keperawatan spiritual secara kompeten karena selama masa pendidikannya
mereka kurang mendapatkan panduan tentang bagaimana memberikan
asuhan keperawatan spiritual yang komprehensif. yang saat ini sedang
konsen dalam pelayanan Islami telah berupaya untuk mencapai
kesejahteraan pasien dengan memberikan pelatihan kepada perawat dan
menetapkan SOP (Standar Operasional Prosedur) pelayanan islami. Perawat
sudah melakukan pengkajian spiritual tetapi tidak menetapkan diagnosis dan
merencanakan asuhan spiritual sebagai prioritas pasien. Untuk
meningkatkan penerapan asuhan keperawatan spiritual, diperlukan
kesadaran yang tinggi bagi perawat agar lebih peka dan memahami
kebutuhan spirtual pasien, perawat juga harus meningkatkan wawasan
khususnya tentang spiritual. Selain itu dukungan dari manajer perawat
sangat dibutuhkan agar perawat dapat memberikan asuhan keperawatan
spiritual yang konsisten.
Pengkajian Keperawatan Spiritual Berdasarkan hasil penelitian dalam
tabel 3, dapat dilihat bahwa pengkajian keperawatan spiritual adalah baik
dengan frekuensinya sebanayak 35 responden (56,5%). Joint Commission
on acreditation Healthcare Organizations (2000) saat ini memandatkan
bahwa setiap pasien yang diberikan perawatan harus dilakukan pengkajian
keyakinan dan praktik spiritual. Dalam mengkaji aspek spiritual, perawat
bertanya lebih mendalam misalnya tentang pandangan spiritual pasien atau
bagaimana pasien mengatasi suatu kondisi yang sedang dihadapi. Perawat
dapat mengkaji dan memperoleh kebutuhan spiritual pasien jika komunikasi
yang baik sudah terjalin antara perawat dan pasien, sehingga perawat dapat
mendorong pasien untuk mengungkapkan masalahnya terkait dengan
kebutuhan spiritual .
Hasil penelitian Hardiyanti (2010, p.56) tentang pengetahuan dan
sikap perawat dalam melakukan pengkajian kebutuhan psikologis dan
spiritual di Ruang Mamplam I dan II RS menunjukkan bahwa sikap perawat
dalam melakukan pengkajian spiritual memiliki frekuensi yang sama yaitu
sebanyak 15 responden (50%) adalah baik. pengkajian keperawatan spiritual
yang dilakukan oleh perawat dikatakan baik karena perawat melakukan
pengkajian secara holistik yaitu fisiologis, psikologis, psikososial dan spiritual
yang terdapat dalam format pengkajian pasien.
Perawat mengkaji apakah agama mempengaruhi kondisi pasien,
makna hidup, dukungan dari keluarga, optimis untuk kesembuhannya, praktik
ibadah yang biasanya dilakukan, keterbatasan dalam beribadah dan adanya
tanda gangguan spiritual pada pasien. Hal ini menunjukkan bahwa perawat
sudah memiliki sikap kepedulian terhadap penilaian spiritualitas. Salah satu
alasannya adalah karena mayoritas perawat di RS memiliki latar belakang
keagamaan yang baik. Selain itu, komunikasi terapeutik antara perawat
dengan pasien juga terjalin dengan baik.
Diagnosis Keperawatan Spiritual Berdasarkan hasil penelitian dari,
diketahui bahwa diagnosis keperawatan spiritual adalah kurang baik dengan
frekuensinya sebanyak 43 responden (69,4%). Diagnosa keperawatan
ditetapkan dengan tujuan untuk memelihara kesejahteraan spiritual sehingga
kepuasan spiritual dapat terwujud. O’Brien (2008, p.68 dalam Young, 2010,
p.166) mengatakan bahwa peran perawat dalam merumuskan diagnosa
keperawatan terkait dengan spiritual pasien mengacu pada distress spiritual
yaitu spiritual pain, pengasingan diri (spiritual alienation), kecemasan
(spiritual anxiety), rasa bersalah (spiritual guilt), marah (spiritual anger),
kehilangan (spiritual loss) dan putus asa (spiritual despair). Monod (2012)
menyatakan bahwa distress spiritual muncul ketika kebutuhan spiritual tidak
terpenuhi, sehingga dalam menghadapi penyakitnya pasien mengalami
depresi, cemas dan marah kepada Tuhan.
Distres spiritual dapat menyebabkan ketidakharmonisan dengan diri
sendiri, orang lain, lingkungan dan Tuhannya (Mesnikoff, 2002 dalam Hubbell
et al, 2006, p.450). Hasil penelitian Bakar dan Kurniawati (2013, p.118)
tentang pengalaman ibadah pasien Islam yang dirawat dengan pendekatan
spiritual Islam di Rumah Sakit Aisyah Bojonegoro dan Rumah Sakit Haji
Surabaya yang menyatakan bahwa perawat tidak menetapkan diagnosa
keperawatan spiritual meskipun pelayanan spiritual dilaksanakan dengan
baik.
Perawat tidak menetapkan diagnosis spiritual sebagai masalah yang
penting untuk diatasi dikarenakan perawat lebih berfokus kepada
kelangsungan hidup pasien. Ketika dalam kondisi sakit, ketidaknyamanan
seperti nyeri, kecacatan maupun kehilangan, menjadikan pasien tidak
percaya diri, putus asa, cemas dan bahkan depresi. Pasien membutuhkan
keyakinan untuk bertahan dengan dipenuhinya kebutuhan spiritual sehingga
dapat tercapainya kesejahteraan spiritual.
Perencanaan Keperawatan Spiritual Setelah mengidentifikasi
diagnosis keperawatan, perawat merencanakan asuhan keperawatan. Pada
fase perencanaan keperawatan spiritual, perawat membantu pasien untuk
mencapai kepuasan spiritual dengan menekankan pentingnya komunikasi
yang efektif anatara pasien dengan anggota tim kesehatan lainnya, dengan
keluarga pasien ataupun dengan orang-orang terdekat pasien . Rujukan
mungkin diperlukan ketika perawat membuat diagnosa distress spiritual,
perawat dan pemuka agama dapat bekerja sama untuk memenuhi
kebutuhan spiritual pasien . perencanaan spiritual perawat masih kurang
dikarenakan perawat memprioritaskan kelangsungan hidup pasien terlebih
dahulu, seperti kebutuhan oksigenasi, kebutuhan cairan dan elektrolit, hingga
kebutuhan keamanan. Sedangkan untuk kebutuhan spiritual, menjadi
prioritas rendah perawat.
Implementasi Keperawatan Spiritual kegiatan perawat dalam
implementasi spiritual pasien adalah mendukung spiritual pasien, perawat
hadir dan mendengarkan keluhan pasien, memberikan humor dalam
komunikasi dengan pasien, terapi sentuhan, meningkatkan kesadaran diri
dan menghormati privasi. Bagi pasien, kehadiran seorang perawat menjadi
penting karena dengan sapaan, sentuhan dan kasih dapat membawa
harapan untuk pasien. Kehadiran dan kehangatan perawat dapat menjadikan
pasien lebih bermakna dan memiliki tujuan hidup.
Perhatian dan sentuhan kasih terhadap pasien memberi ketenangan
dan kekuatan bagi keluarga pasien , Perhatian dan komunikasi yang empatik
amat penting dalam proses perawatan pasien pengalaman ibadah pasien
Islam yang dirawat dengan pendekatan spiritual Islam di Rumah Sakit Aisyah
Bojonegoro dan Rumah Sakit Haji Surabaya yang menyebutkan bahwa
perawat sudah melakukan pelayanan spiritual dengan baik, seperti
mengingatkan pasien waktu salat, menyediakan peralatan ibadah, membantu
pasien berwudhu, mengajarkan tayamum dan meluangkan waktu untuk
berada di sisi pasien ketika dibutuhkan.
Implementasi keperawatan spiritual yang dilakukan perawat adalah
baik dikarenakan perawat sudah memahami dan memiliki keyakinan
terhadap kebutuhan spiritual pasien. Perawat meluangkan waktu untuk hadir
ketika pasien membutuhakan, mendengarkan keluhan pasien, membantu
pasien dalam berwudhu atau salat dan memfasilitasi peralatan ibadah ketika
pasien membutuhkan. Perawat menyadari bahwa spiritual dapat
mempengaruhi kesehatan pasien. Pasien dapat lebih memaknai hidup,
mendapatkan ketenangan, lebih dekat dengan Tuhan dan optimis dalam
kesembuhannya. Selain itu, perawat juga menggunakan komunikasi
terapeutik dalam memberikan asuhan kepada pasien, selalu hadir ketika
pasien membutuhkan, memberikan dukungan moral dan memberikan caring
kepada pasien.
Evaluasi Keperawatan Spiritual keperawatan spiritual yang “sama”
ditinjau dari evaluasi keperawatan. Evaluasi adalah pengukuran keefektifan
pengkajian, diagnosis, perencanaan dan implementasi. Pasien merupakan
fokus evaluasi dengan menganilisis respons pasien, mengidentifikasi faktor
yang berkontribusi terhadap keberhasilan dan kegagalan, dan perencanaan
untuk asuhan di masa depan asuhan keperawatan spiritual pada pasien
dapat dilaksanakan dengan baik oleh perawat ataupun melalui kolaborasi
dengan rohaniawan/ustadz rumah sakit. Hal tersebut karena tujuan akhir dari
proses keperawatan adalah tercapainya kesejahteraan pasien.
Kesejahteraan spiritual merupakan tingkatan yang tertinggi dalam
pemenuhan kebutuhan pasien. evaluasi keperawatan baik dan kurang.
Menurut peneliti, dikatakan baik karena sebagian perawat merefleksikan
kembali perasaan pasien seperti pasien yang telah optimis untuk sembuh,
kenyamanan pasien, ketenangan, pasien mengekspresikan diri dengan
bahagia tanpa perasaan marah, rasa bersalah dan cemas. Sedangkan
sebagian perawat memiliki evaluasi keperawatan spiritual yang kurang
karena aspek spiritual merupakan hal yang abstrak dan sulit untuk
diobservasi.
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Spiritual atau kepercayaan bisa menumbuhkan kekuatan dari dalam
diri manusia agar bisa bertahan dalam segala keadaan apapun.spiritual
juga bisa menumbuhkan kecerdasan emosional (EQ) Keyakinan spiritual
sangat penting bagi perawat karena dapat mempengaruhi tingkat kesehatan
dan perilaku self care klien. Keyakinan spiritual yang perlu dipahami
,menuntun kebiasaan hidup sehari-hari gaya hidup atau perilaku tertentu
pada umumnya yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan
mempunyai makna keagamaan bagi klien seperti tentang permintaan menu
diet. Sumber dukungan, spiritual sumber dukungan bagi seseorang untuk
menghadapi situasi stress.
Dukungan ini sering menjadi sarana bagi seseorang untuk menerima
keadaan hidup yang harus dihadapi termasuk penyakit yang dirasakan.
kekuatan dan penyembuhan,individu bisa memahami distres fisik yang
berat karena mempunyai keyakinan yang kuat. Pemenuhan spiritual dapat
menjadi kekuatan dan pembangkit semangat pasien yang dapat turut
mempercepat proses kesembuhan. konflik pada situasi dalam pemenuhan
kebutuhan spiritual pasien, terjadi konflik antara keyakinan agama dengan
praktik kesehatan seperti tentang pandangan penyakit ataupun tindakan
terapi. perawat diharapkan mampu memberikan alternatif terapi yang dapat
diterima sesuai keyakinan pasien.

B. SARAN
Perlu banyak pembelajaran tentang spiritualitas karena spiritual
sangat penting bagi manusia dalam berbagai hal. dalam ilmu kesehatan
juga perlu ditingkatkan  agar seorang tenaga kesehatan tidak salah
mengambil sikap atau tindakan dalam menghadapi klien dengan gangguan
spiritualitas. perhatian spiritualitas dapat menjadi dorongan yang kuat bagi
klien kearah penyembuhan atau pada perkembangan kebutuhan dan
perhatian. seorang perawat tidak boleh mangesampingkan masalah
spiritualitas klien.
DAFTAR PUSTAKA

Hamid, A.Y.S. (2008). Bunga rampai asuhan keperawatan kesehatan jiwa.


Jakarta: EGC

Govier, I. (2000). Spiritual care in nursing: A systematic approach. Nursing


Standard, 14 (17), 32-36 Narayanasamy, A (2004). The puzzle of spirituality for
nursing: a guide to practical assessment.
Rosdahl, C.B. (2014). Buku Ajar Keperawatan Dasar (10th ed.). (Praptiani, W,
Terjemahan). Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai