DOSEN PEMBIMBING
Ns. Miftahul Ulfa ., S.Kep., M..Kep
DISUSUN OLEH
S1 KEPERAWATAN
STIKES WIDYAGAMA HUSADA MALANG
2020
KATA PENGANTAR
Assalammu’alaikum Wr. Wb
Semoga makalah ini bisa memberikan manfaat kita semua, terutama bagi
kami. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Untuk kritik dan
saran selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami
sampaikan terimakasih. Apabila ada kekliruan kata atau kalimat, kami mohon maaf
yang sebesar-besarnya.
Wassalammu’alaikum Wr. Wb
1.3 TUJUAN
TUJUAN UMUM
Dengan adanya makalah ini kita mampu mengetahui berbagai
gambaran motivasi dan tindakan keperawatan dalam pemenuhan
kebutuhan spiritual pasien dan pelaksanaan asuhan keperawatan
spiritual .
TUJUAN KHUSUS
2.3 PENYEBAB
Menurut Budi anna keliat (2011) penyebab distres spiritual adalah sebagai
berikut:
1. Pengkajian Fisik ® Abuse
2. Pengkajian Psikologis ® Status mental, mungkin adanya depresi, marah,
kecemasan, ketakutan, makna nyeri, kehilangan kontrol, harga diri rendah,
dan pemikiran yang bertentangan (Otis-Green, 2002).
3. Pengkajian Sosial Budaya ® dukungan sosial dalam memahami keyakinan
klien (Spencer, 1998).
2.4 PATOFISIOLOGI
Patofisiologi distress spiritual tidak bisa dilepaskan dari stress dan
struktur serta fungsi otak. Stress adalah realitas kehidupan manusia sehari-
hari. Setiap orang tidak dapat dapat menghindari stres, namun setiap orang
diharpakan melakukan penyesuaian terhadap perubahan akibat stres. Ketika
kita mengalami stres, otak kita akan berespon untuk terjadi. Konsep ini sesuai
dengan yang disampikan oleh Cannon, W.B. dalam Davis M, dan kawan-
kawan (1988) yang menguraikan respon “melawan atau melarikan diri”
sebagai suatu rangkaian perubahan biokimia didalam otak yang menyiapkan
seseorang menghadapi ancaman yaitu stress .
Stres akan menyebabkan korteks serebri mengirimkan tanda bahaya ke
hipotalamus. Hipotalamus kemudian akan menstimuli saraf simpatis untuk
melakukan perubahan. Sinyal dari hipotalamus ini kemudian ditangkap oleh
sistem limbik dimana salah satu bagian pentingnya adalah amigdala yang
bertangung jawab terhadap status emosional seseorang. Gangguan pada
sistem limbik menyebabkan perubahan emosional, perilaku dan kepribadian.
Gejalanya adalah perubahan status mental, masalah ingatan, kecemasan dan
perubahan kepribadian termasuk halusinasi (Kaplan et all, 1996), depresi,
nyeri dan lama gagguan (Blesch et al, 1991).
Kegagalan otak untuk melakukan fungsi kompensasi terhadap stresor
akan menyebabkan seseorang mengalami perilaku maladaptif dan sering
dihubungkan dengan munculnya gangguan jiwa. Kegagalan fungsi
kompensasi dapat ditandai dengan munculnya gangguan pada perilaku sehari-
hari baik secara fisik, psikologis, sosial termasuk spiritual. Gangguan pada
dimensi spritual atau distres spritual dapat dihubungkan dengan timbulnya
depresi. Tidak diketahui secara pasti bagaimana mekanisme patofisiologi
terjadinya depresi. Namun ada beberapa faktor yang berperan terhadap
terjadinya depresi antara lain faktor genetik, lingkungan dan neurobiology.
Perilaku ini yang diperkirakan dapat mempengaruhi kemampuan seseorang
dalam memenuhi kebutuhan spiritualnya sehingga terjadi distres spritiual
karena pada kasus depresi seseorang telah kehilangan motivasi dalam
memenuhi kebutuhannya termasuk kebutuhan spiritual.
2.5 KARATERISTIK
Karakteristik Distres Spritual menurut EGC (2008) meliputi empat hubungan
dasar yaitu :
1. Hubungan dengan diri
a. Harapan
b. Arti dan tujuan hidup
c. Perdamaian/ketenangan
d. Penerimaan
e. Cinta
f. Memaafkan diri sendiri
g. Keberanian
PEMBAHASAN
Hal ini terjadi karena untuk tindakan keperawatan spiritual belum pernah
mendapatkan sosialisasi yang jelas mengenai uraian yang wajib
dilaksanakan oleh perawat. Karena di rumah sakit islam seperti PKU
Muhammadiyah Gombong sendiri sudah mempunyai lembaga khusus yang
menangani bimbingan rohani (binroh) pasien namun tidaksetiap hari seorang
binroh datang mengunjungi pasien sehingga perawat ICU sebagai orang
yang paling intens bertemu dengan pasien masih berkewajiban untuk
memenuhi spiritual pasien selama dirawat di ICU. Prinsip pemberian
pelayanan keperawatan adalah holistic care yang meliputi biopsikososio dan
spiritual.
B. Pelaksanaan Asuhan Keperawatan Spiritual
Kebutuhan spiritual sebagai bagian penting dari kehidupan yang
dapat membantu untuk mengatasi kondisi yang berat, menemukan makna
dan tujuan, dan menemukan harapan dalam hidup. Pemenuhan kebutuhan
spiritual dapat tercapai dengan asuhan spiritual. Govier (2000, p.34)
menyebutkan bahwa asuhan keperawatan spiritual meliputi pengkajian,
diagnosis, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Proses keperawatan
tersebut dapat diterapkan dalam kesehatan spiritual.terdapat dua faktor yang
dapat mempengaruhi asuhan keperawatan spiritual, yaitu faktor instrinsik dan
ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah ketidakmampuan perawat berkomunikasi,
ambigu, kurangnya pengetahuan tentang spiritual, hal yang bersifat personal
dan takut melakukan kesalahan.
Sedangkan faktor ekstrinsik yaitu organisasi dan manajemen,
hambatan ekonomi berupa kurangnya tenaga perawat, kurangnya waktu dan
pendidikan perawat. Kendala tersebut dapat diatasi dengan peranan manajer
perawat. Manajer perawat mengarahkan perawat pelaksana dalam
melakukan tidakan keperawatan. Manajer perawat memiliki tanggung jawab
untuk memimpin dan membimbing staf perawat dalam melakukan
pendekatan spiritual praktek keperawatan, memastikan bahwa pasien sudah
menerima perawatan secara holistik, melakukan pengembangan kebijakan
terkait tentang penyediaan pelayanan spiritual bagi pasien rawat inap yang
sesuai dengan visi dan tujuan rumah sakit (Meehan, 2012, p.11).
Pemenuhan kebutuhan spiritual pada pasien di ruang rawat bedah
dan ruang inap penyakit dalam Rumah Sakit menyebutkan bahwa
pemenuhan kebutuhan spiritual pasien tidak terpenuhi yang menunjukkan
bahwa banyak perawat mengakui, mereka tidak dapat memberikan asuhan
keperawatan spiritual secara kompeten karena selama masa pendidikannya
mereka kurang mendapatkan panduan tentang bagaimana memberikan
asuhan keperawatan spiritual yang komprehensif. yang saat ini sedang
konsen dalam pelayanan Islami telah berupaya untuk mencapai
kesejahteraan pasien dengan memberikan pelatihan kepada perawat dan
menetapkan SOP (Standar Operasional Prosedur) pelayanan islami. Perawat
sudah melakukan pengkajian spiritual tetapi tidak menetapkan diagnosis dan
merencanakan asuhan spiritual sebagai prioritas pasien. Untuk
meningkatkan penerapan asuhan keperawatan spiritual, diperlukan
kesadaran yang tinggi bagi perawat agar lebih peka dan memahami
kebutuhan spirtual pasien, perawat juga harus meningkatkan wawasan
khususnya tentang spiritual. Selain itu dukungan dari manajer perawat
sangat dibutuhkan agar perawat dapat memberikan asuhan keperawatan
spiritual yang konsisten.
Pengkajian Keperawatan Spiritual Berdasarkan hasil penelitian dalam
tabel 3, dapat dilihat bahwa pengkajian keperawatan spiritual adalah baik
dengan frekuensinya sebanayak 35 responden (56,5%). Joint Commission
on acreditation Healthcare Organizations (2000) saat ini memandatkan
bahwa setiap pasien yang diberikan perawatan harus dilakukan pengkajian
keyakinan dan praktik spiritual. Dalam mengkaji aspek spiritual, perawat
bertanya lebih mendalam misalnya tentang pandangan spiritual pasien atau
bagaimana pasien mengatasi suatu kondisi yang sedang dihadapi. Perawat
dapat mengkaji dan memperoleh kebutuhan spiritual pasien jika komunikasi
yang baik sudah terjalin antara perawat dan pasien, sehingga perawat dapat
mendorong pasien untuk mengungkapkan masalahnya terkait dengan
kebutuhan spiritual .
Hasil penelitian Hardiyanti (2010, p.56) tentang pengetahuan dan
sikap perawat dalam melakukan pengkajian kebutuhan psikologis dan
spiritual di Ruang Mamplam I dan II RS menunjukkan bahwa sikap perawat
dalam melakukan pengkajian spiritual memiliki frekuensi yang sama yaitu
sebanyak 15 responden (50%) adalah baik. pengkajian keperawatan spiritual
yang dilakukan oleh perawat dikatakan baik karena perawat melakukan
pengkajian secara holistik yaitu fisiologis, psikologis, psikososial dan spiritual
yang terdapat dalam format pengkajian pasien.
Perawat mengkaji apakah agama mempengaruhi kondisi pasien,
makna hidup, dukungan dari keluarga, optimis untuk kesembuhannya, praktik
ibadah yang biasanya dilakukan, keterbatasan dalam beribadah dan adanya
tanda gangguan spiritual pada pasien. Hal ini menunjukkan bahwa perawat
sudah memiliki sikap kepedulian terhadap penilaian spiritualitas. Salah satu
alasannya adalah karena mayoritas perawat di RS memiliki latar belakang
keagamaan yang baik. Selain itu, komunikasi terapeutik antara perawat
dengan pasien juga terjalin dengan baik.
Diagnosis Keperawatan Spiritual Berdasarkan hasil penelitian dari,
diketahui bahwa diagnosis keperawatan spiritual adalah kurang baik dengan
frekuensinya sebanyak 43 responden (69,4%). Diagnosa keperawatan
ditetapkan dengan tujuan untuk memelihara kesejahteraan spiritual sehingga
kepuasan spiritual dapat terwujud. O’Brien (2008, p.68 dalam Young, 2010,
p.166) mengatakan bahwa peran perawat dalam merumuskan diagnosa
keperawatan terkait dengan spiritual pasien mengacu pada distress spiritual
yaitu spiritual pain, pengasingan diri (spiritual alienation), kecemasan
(spiritual anxiety), rasa bersalah (spiritual guilt), marah (spiritual anger),
kehilangan (spiritual loss) dan putus asa (spiritual despair). Monod (2012)
menyatakan bahwa distress spiritual muncul ketika kebutuhan spiritual tidak
terpenuhi, sehingga dalam menghadapi penyakitnya pasien mengalami
depresi, cemas dan marah kepada Tuhan.
Distres spiritual dapat menyebabkan ketidakharmonisan dengan diri
sendiri, orang lain, lingkungan dan Tuhannya (Mesnikoff, 2002 dalam Hubbell
et al, 2006, p.450). Hasil penelitian Bakar dan Kurniawati (2013, p.118)
tentang pengalaman ibadah pasien Islam yang dirawat dengan pendekatan
spiritual Islam di Rumah Sakit Aisyah Bojonegoro dan Rumah Sakit Haji
Surabaya yang menyatakan bahwa perawat tidak menetapkan diagnosa
keperawatan spiritual meskipun pelayanan spiritual dilaksanakan dengan
baik.
Perawat tidak menetapkan diagnosis spiritual sebagai masalah yang
penting untuk diatasi dikarenakan perawat lebih berfokus kepada
kelangsungan hidup pasien. Ketika dalam kondisi sakit, ketidaknyamanan
seperti nyeri, kecacatan maupun kehilangan, menjadikan pasien tidak
percaya diri, putus asa, cemas dan bahkan depresi. Pasien membutuhkan
keyakinan untuk bertahan dengan dipenuhinya kebutuhan spiritual sehingga
dapat tercapainya kesejahteraan spiritual.
Perencanaan Keperawatan Spiritual Setelah mengidentifikasi
diagnosis keperawatan, perawat merencanakan asuhan keperawatan. Pada
fase perencanaan keperawatan spiritual, perawat membantu pasien untuk
mencapai kepuasan spiritual dengan menekankan pentingnya komunikasi
yang efektif anatara pasien dengan anggota tim kesehatan lainnya, dengan
keluarga pasien ataupun dengan orang-orang terdekat pasien . Rujukan
mungkin diperlukan ketika perawat membuat diagnosa distress spiritual,
perawat dan pemuka agama dapat bekerja sama untuk memenuhi
kebutuhan spiritual pasien . perencanaan spiritual perawat masih kurang
dikarenakan perawat memprioritaskan kelangsungan hidup pasien terlebih
dahulu, seperti kebutuhan oksigenasi, kebutuhan cairan dan elektrolit, hingga
kebutuhan keamanan. Sedangkan untuk kebutuhan spiritual, menjadi
prioritas rendah perawat.
Implementasi Keperawatan Spiritual kegiatan perawat dalam
implementasi spiritual pasien adalah mendukung spiritual pasien, perawat
hadir dan mendengarkan keluhan pasien, memberikan humor dalam
komunikasi dengan pasien, terapi sentuhan, meningkatkan kesadaran diri
dan menghormati privasi. Bagi pasien, kehadiran seorang perawat menjadi
penting karena dengan sapaan, sentuhan dan kasih dapat membawa
harapan untuk pasien. Kehadiran dan kehangatan perawat dapat menjadikan
pasien lebih bermakna dan memiliki tujuan hidup.
Perhatian dan sentuhan kasih terhadap pasien memberi ketenangan
dan kekuatan bagi keluarga pasien , Perhatian dan komunikasi yang empatik
amat penting dalam proses perawatan pasien pengalaman ibadah pasien
Islam yang dirawat dengan pendekatan spiritual Islam di Rumah Sakit Aisyah
Bojonegoro dan Rumah Sakit Haji Surabaya yang menyebutkan bahwa
perawat sudah melakukan pelayanan spiritual dengan baik, seperti
mengingatkan pasien waktu salat, menyediakan peralatan ibadah, membantu
pasien berwudhu, mengajarkan tayamum dan meluangkan waktu untuk
berada di sisi pasien ketika dibutuhkan.
Implementasi keperawatan spiritual yang dilakukan perawat adalah
baik dikarenakan perawat sudah memahami dan memiliki keyakinan
terhadap kebutuhan spiritual pasien. Perawat meluangkan waktu untuk hadir
ketika pasien membutuhakan, mendengarkan keluhan pasien, membantu
pasien dalam berwudhu atau salat dan memfasilitasi peralatan ibadah ketika
pasien membutuhkan. Perawat menyadari bahwa spiritual dapat
mempengaruhi kesehatan pasien. Pasien dapat lebih memaknai hidup,
mendapatkan ketenangan, lebih dekat dengan Tuhan dan optimis dalam
kesembuhannya. Selain itu, perawat juga menggunakan komunikasi
terapeutik dalam memberikan asuhan kepada pasien, selalu hadir ketika
pasien membutuhkan, memberikan dukungan moral dan memberikan caring
kepada pasien.
Evaluasi Keperawatan Spiritual keperawatan spiritual yang “sama”
ditinjau dari evaluasi keperawatan. Evaluasi adalah pengukuran keefektifan
pengkajian, diagnosis, perencanaan dan implementasi. Pasien merupakan
fokus evaluasi dengan menganilisis respons pasien, mengidentifikasi faktor
yang berkontribusi terhadap keberhasilan dan kegagalan, dan perencanaan
untuk asuhan di masa depan asuhan keperawatan spiritual pada pasien
dapat dilaksanakan dengan baik oleh perawat ataupun melalui kolaborasi
dengan rohaniawan/ustadz rumah sakit. Hal tersebut karena tujuan akhir dari
proses keperawatan adalah tercapainya kesejahteraan pasien.
Kesejahteraan spiritual merupakan tingkatan yang tertinggi dalam
pemenuhan kebutuhan pasien. evaluasi keperawatan baik dan kurang.
Menurut peneliti, dikatakan baik karena sebagian perawat merefleksikan
kembali perasaan pasien seperti pasien yang telah optimis untuk sembuh,
kenyamanan pasien, ketenangan, pasien mengekspresikan diri dengan
bahagia tanpa perasaan marah, rasa bersalah dan cemas. Sedangkan
sebagian perawat memiliki evaluasi keperawatan spiritual yang kurang
karena aspek spiritual merupakan hal yang abstrak dan sulit untuk
diobservasi.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Spiritual atau kepercayaan bisa menumbuhkan kekuatan dari dalam
diri manusia agar bisa bertahan dalam segala keadaan apapun.spiritual
juga bisa menumbuhkan kecerdasan emosional (EQ) Keyakinan spiritual
sangat penting bagi perawat karena dapat mempengaruhi tingkat kesehatan
dan perilaku self care klien. Keyakinan spiritual yang perlu dipahami
,menuntun kebiasaan hidup sehari-hari gaya hidup atau perilaku tertentu
pada umumnya yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan
mempunyai makna keagamaan bagi klien seperti tentang permintaan menu
diet. Sumber dukungan, spiritual sumber dukungan bagi seseorang untuk
menghadapi situasi stress.
Dukungan ini sering menjadi sarana bagi seseorang untuk menerima
keadaan hidup yang harus dihadapi termasuk penyakit yang dirasakan.
kekuatan dan penyembuhan,individu bisa memahami distres fisik yang
berat karena mempunyai keyakinan yang kuat. Pemenuhan spiritual dapat
menjadi kekuatan dan pembangkit semangat pasien yang dapat turut
mempercepat proses kesembuhan. konflik pada situasi dalam pemenuhan
kebutuhan spiritual pasien, terjadi konflik antara keyakinan agama dengan
praktik kesehatan seperti tentang pandangan penyakit ataupun tindakan
terapi. perawat diharapkan mampu memberikan alternatif terapi yang dapat
diterima sesuai keyakinan pasien.
B. SARAN
Perlu banyak pembelajaran tentang spiritualitas karena spiritual
sangat penting bagi manusia dalam berbagai hal. dalam ilmu kesehatan
juga perlu ditingkatkan agar seorang tenaga kesehatan tidak salah
mengambil sikap atau tindakan dalam menghadapi klien dengan gangguan
spiritualitas. perhatian spiritualitas dapat menjadi dorongan yang kuat bagi
klien kearah penyembuhan atau pada perkembangan kebutuhan dan
perhatian. seorang perawat tidak boleh mangesampingkan masalah
spiritualitas klien.
DAFTAR PUSTAKA