Anda di halaman 1dari 15

Nama :Nurfadilla

Nim :Gz1905010

Tugas :Tekpan

 3 Contoh produk yg melalui proses suplementasi, fortifikasi,


komplementasi dan proses pembuatan nya.

Contoh Produk yang Melalui Proses Suplementasi

 Kualitas Fisik dan Organoleptik Bakso Berbahan Dasar Daging Ayam


Broiler yang Diberi Pakan dengan Suplementasi Tepung Purslane
(Portulaca oleraceae)

Daun tanaman purslane mengandung asam lemak n-3 yang tinggi (Aydin
and Dogan, 2010), β-carotene, folic acid, vitamin C, kalium, kalsium dan
berfungsi sebagai anti oksidan (Irawan et al., 2003). Tanaman purslane
juga mengandung protein (2-2,5%), asam linoleat yang mampu
menurunkan kolesterol darah, vitamin A, B, dan C (Raharjo, 2011), juga
kaya akan lemak dan serat kasar (Lishianawati, 2017).

Penggunaan tepung purslane pada pakan tidak menurunkan kualitas fisik


daging ayam. Kualitas fisik bakso yang baik dapat mempengaruhi
penerimaan konsumen. Kualitas fisik bakso daging ayam dapat dilihat
dengan pengukuran pH, daya ikat air, susut masak, dan keempukan bakso.

Sejauh ini penggunaan tanaman purslane sebagai sumber asam lemak


omega-3 terkait dengan kualitas fisik dan organoleptik bakso daging ayam
broiler belum banyak dilaporkan. Oleh karena itu penelitian dilakukan
untuk mengevaluasi kualitas fisik, organoleptik dan peneriman bakso
daging ayam broiler dengan suplementasi tepung purslane (Portulaca
oleraceae) sebagai sumber asam lemak omega-3. Sumber asam lemak
omega-3 yang dapat digunakan pada pakan ayam broiler yaitu tepung ikan
atau minyak ikan, akan tetapi penggunaan asam lemak omega-3 dari
sumber laut ini dapat menurunkan kualitas organoleptik produk daging
seperti terjadinya off flavor (Bou et al., 2005).

Pada pengujian kualitas organoleptik panelis sebagai ulangan. Adapun


perlakuan sebagai berikut :

P0 = Bakso berbahan dasar daging ayam yang berasal dari ayam broiler
yang diberi pakan tanpa suplementasi minyak ikan dan tepung purslane

P1 = Bakso berbahan dasar daging ayam yang berasal dari ayam broiler
yang diberi pakan dengan suplementasi minyak ikan 1,5% dan tepung
purslane 0%

P2 = Bakso berbahan dasar daging ayam yang berasal dari ayam broiler
yang diberi pakan dengan suplementasi minyak ikan 1,5% dan tepung
purslane 6%

P3 = Bakso berbahan dasar daging ayam yang berasal dari ayam broiler
yang diberi pakan dengan suplementasi minyak ikan 1,5% dan tepung
purslane 12%

P4 = Bakso berbahan dasar daging ayam yang berasal dari ayam broiler
yang diberi pakan dengan suplementasi minyak ikan 1,5% dan tepung
purslane 18%

Pembuatan Bakso

Komposisi bakso adalah daging ayam broiler 75,78%, tepung tapioka


8,87%, garam 1,77%, lada 0,22%, bawang putih 1,77%, putih telur 3,79%,
air es 7,58% dan MSG 0,22%. Proses pembuatan bakso dilakukan dengan
tahapan sebagai berikut:

a. Daging dicuci bersih, kemudian ditambah air es dan kemudian


dihaluskan menggunakan blender selama 1 menit.
b. Daging dilumatkan lagi sambil ditambahkan tepung, telur dan bumbu.

c. Tepung tapioka ditambakan pada adonan sambil diaduk dan dilumatkan


hingga diperoleh adonan yang homogen.

d. Adonan dicetak menjadi bulatan-bulatan yang siap direbus. Setiap


bakso ditimbang seberat 25 g

e. Bakso direbus dalam air mendidih hingga matang selama 7 menit.

f. Bakso yang matang ditandai dengan bakso mengapung ke permukaan.


Bakso diangkat dan ditiriskan.

Bakso yang mengandung daging ayam yang diberi pakan dengan


suplementasi tepung purslane sampai level 18% tidak mempunyai efek
negatif terhadap kualitas fisik dan organoleptik bakso, dan dapat
diaplikasikan pada pembuatan bakso.

 Sumplementasi Tepung Ikan Tempe Pada Biskuit Ubi Kayu Sebagai


Upaya Penanggulangan Kurang Energi Protein Pada Ibu Hamil

Suplementasi tepung tinggi kandungan protein merupakan solusi yang


efektif untuk penanggulangan masalah KEP. Tepung dengan kandungan
protein tinggi yaitu tepung ikan-tempe digunakan sebagai suplemen pada
pembuatan biskuit ubi kayu. Biskuit sebagai pangan pembawa zat gizi
karena sudah sangat dikenal serta dikonsumsi oleh sebagian besar
masyarakat.

Ubi kayu merupakan sumber energi, akan tetapi rendah protein, lemak,
vitamin dan mineral. Peningkatan kandungan protein dilakukan melalui
suplementasi dengan bahan pangan sumber protein nabati atau hewani
(Chen et al., 2006). Tepung ikan dan tepung tempe merupakan tepung
sumber protein yang potensial. Tepung ikan mempunyai kandungan gizi
baik karena kandungan asam-asam amino esensial pada ikan cukup tinggi
dan lengkap (Madlen et al., 2015).

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit meliputi tepung


mocaf diperoleh dari UKM Putri 21 Gunungkidul Yogyakarta, tempe
diperoleh dari pengrajin tempe di desa Pliken Banyumas, ikan kembung
diperoleh dari pasar Manis Purwokerto, terigu, dan bahan-bahan
pembuatan biskuit lainnya dari toko bahan kue di Purwokerto, serta bahan-
bahan untuk analisis kimia. Peralatan yang digunakan dalam penelitian
antara lain cabinet dryer, oven, mixer, blender, baskom, pisau, timbangan,
loyang, cetakan biskuit, ayakan, spektrofotometer, buret, dan peralatan
gelas untuk analisis kimia biskuit.

Berdasarkan uji indeks efektivitas yang menghasilkan biskuit dengan sifat


sensori terbaik adalah biskuit yang dibuat dari tepung mocaf 60% dan
terigu 40 % dengan suplementasi tepung ikan-tempe sebesar 20% (P1T2).
Biskuit tersebut memiliki karakteristik yaitu kadar air 4,59%, kadar
protein 9,45%bk, kadar lemak 23,52%bk, kadar abu 0,242%bk, kadar
kabohidrat by difference 58,64%bk, kadar serat kasar 3,57%bk, dan energi
sebesar 484,04 kkal. Adapun karakteristik sensorinya yaitu warna cokelat
(skor 3,01), tekstur renyah (skor 3,70), bau amis agak terasa (skor 3,26),
dan disukai (skor 3,50).

 Pengaruh Suplementasi Ion Logam Besi Terhadap Kinerja Fermentasi


dan Toleransi Sel Ragi Saccharomyces cerevisae terhadap Cekaman
Lingkungan

Pada proses produksinya, sel ragi yang berperan untuk mengubah gula
menjadi etanol, terpapar berbagai cekaman. Modifikasi komposisi media
pertumbuhan salah satunya dengan suplementasi logam. Suplementasi
logam dapat berfungsi sebagai pelindung suatu sel. Beberapa contoh ion
logam yang dapat berperan sebagai suplemen antara lain Zn2+, Mg2+,
Ca2+, Fe2+ dan Co2+ yang dilaporkan dapat meningkatkan toleransi sel
ragi terhadap cekaman dan juga meningkatkan kinerja fermentasi sel ragi
dalam menghasilkan etanol (Xue, et al., 2008). Salah satu peranan ion
logam dalam sel hidup adalah sebagai kofaktor yang diperlukan untuk
berlangsungnya reaksi enzimatik (Rachman et al., 2018; Rachman et al.,
2019). Ion logam besi merupakan salah satu nutrisi penting untuk sel
eukariot karena berperan dalam berbagai reaksi oksidasi-reduksi sel seperti
pada proses respirasi sel, replikasi DNA dan perbaikan, biosintesis lipid
dan transportasi oksigen, walaupun pada kondisi tertentu dapat menjadi
racun (Li & Ward, 2018).

Bagaimana pengaruh suplementasi ion logam besi (II) ke dalam media


fermentasi terhadap kinerja fermentasi dan toleransi sel ragi terhadap
berbagai cekaman lingkungan seperti cekaman etanol, tekanan osmotik,
asam lemah dan oksidatif.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstrak ragi, pepton,
ammonium sulfat, magnesium sulfat heptahidrat, kalsium klorida, asam
borat, niasin, mangan sulfat, pirodoksin HCl, seng sulfat, tiamin HCl,
kalsium D pantotenat, feri klorida, natrium molibdat dihidrat, riboflavin,
asam p-amino benzoate, kalium iodida, asam folat, biotin, DL-metionin,
DL-triptofan, Lhistidin, inositol, glukosa, alkohol dehydrogenase, NAD+,
tetra natrium pirofosfat, semikarbazida HCl, glisin, air suling, dan etanol.

Suplementasi ion logam Fe2+ hanya memberikan pengaruh yang


signifikan terhadap laju produksi etanol. Jika jumlah ion logam besi terlalu
banyak, maka laju produksi etanol berkurang. Suplementasi ion logam
besi tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap daya tahan sel
ragi terhadap cekaman etanol, hiperosmotik dan oksidatif. Efek
peningkatan toleransi terhadap cekaman asam lemah teramati pada
suplementasi 10 ppm ion logam Fe2+.

Contoh Produk yang Melalui Proses Fortifikasi

 Pengembangan Butiran Premiks untuk Fortifikasi Zat Besi dalam


Beras

Fortifikasi zat besi pada bahan pangan merupakan upaya untuk


meningkatkan asupan zat besi yang diharapkan dapat mengatasi
masalah defisiensi zat besi. Fortifikasi adalah penambahan fortifikan
secara sengaja ke dalam bahan pangan yang dipilih sebagai pembawa
(vehicle)yang bertujuan untuk mengatasi masalah kekurangan
mikronutrien tertentu pada suatu populasi (Allen et al. 2006). Tujuan
utama fortifikasi adalah untuk meningkatkan status gizi masyarakat
dengan cara menambahkan zat gizi yang diperlukan ke dalam bahan
pangan vehicle. Salah satu sumber zat besi yang direkomendasikan
oleh WHO sebagai fortifikan adalah feri pirofosfat (WHO 2018).
Feri pirofosfat bersifat tidak larut dalam air,namun sedikit larut asam,
memiliki bioavailabilitas yang relatif tinggi (21-74%), tidak beracun,
tidak menyebabkan peru-bahan sensoris, stabil selama penyimpanan,
dan mudah diperoleh.

Alternatif teknologi fortifikasi zat besi yang dapat dikembangkan


adalah dengan membuat butiran premiks yang terbuat dari campuran
tepung beras dan feri pirofosfat. Butiran premiksmerupakan campuran
zat gizi mikro dengan bahan lain yang ditambahkan dan dibentuk
menyerupai beras (Allen et al. 2006). Fortifikan dalam bentuk butiran
premiks inidiharapkan dapat meminimalkan kehilangan zat besi pada
saat dicampurkan ke dalam beras dan selama pemasakan beras menjadi
nasi. Belum ada penelitian yang melaporkan pengembangan
fortifikan zat besi dalam bentuk butiran premiks yang ditambahkan
ke dalam beras.

Pembuatan Beras Fortifikan

Beras fortifikasi dibuat dengan mencampurkan satu bagian butiran


premiks dengan 100 bagian beras dengan blade mixer (Allen et
al.2006). Hasil pencampuran ini memberikan kadar besi sekitar 50
mg/1000 g beras (basis basah). Penetapan waktu proses
pencampuran dilakukan dengan cara pengambilan contohpada
menit ke-5, 10, 15, 20, dan 25 (masing-masing diambil lima titik
pengambilan yang berbeda). Sampel dianalisis dengan metode AAS dan
waktu pencampuran yang dipilih didasarkan pada %RSD yang
paling rendah.

Butiran premiks dapat dikembangkan sebagai vehicle untuk


fortifikan zat besi. Butiran premiks berbahan dasar tepung beras
(basis 1000 g) dapat diproses dengan teknologi ekstrusi, yaitu
dengan mencampur tepung beras, feri pirofosfat (yang
mengandung 5000 mg Fe),dan GMS (10 g) selama 20 menit. Hasil
campuran bahan ditambah air (450 mL) dan diproses ekstrusi panas
pada suhu 80oC. Proses ini memberikan butiran premiks dengan kadar
besi yang relatif seragam (6030±135 mg/kg,bk) dengan 2,25% RSD.
Proses pencampuran butiran premiks dengan beras Pandanwangi selama
25 menit dengan menggunakan blade mixermemberikan beras fortifikan
dengan kadar besi sebesar 38,57 mg/kg (bb) dengan 13,56% RSD.
Proses pencucian beras fortifikasi menurunkan kadar zat besi. Semakin
banyak frekuensi pencucian maka persentase kehilangan zat besi
semakin besar. Beras dan nasi yang difortifikasi dan tanpa fortifikasi
secara keseluruhan tidak dapat dibedakan secara organoleptik.

 Pemanfaatan Karotenoid Minyak Sawit Merah untuk Mendukung


Penanggulangan Masalah Kekurangan Vitamin A di Indonesia
Berdasarkan Peraturan Kepala BPOM No. 13 Tahun 2016 tentang
Pengawasan Klaim pada Label dan Iklan Pangan Olahan, suatu pangan
dikatakan sebagai “sumber vitamin” jika memenuhi 15 persen acuan label
gizi (ALG) per 100 g dalam bentuk padat dan dikatakan “tinggi vitamin”
jika memenuhi 30 persen ALG per 100 g dalam bentuk padat. Kelompok
usia umum berdasarkan ALG mempunyai kecukupan vitamin A sebesar
600 μg/hari (BPOM, 2016) yang mana setiap 1 μg RE vitamin A setara
dengan 6 μg beta karoten sehingga kecukupan beta karoten untuk
kelompok umum adalah 3600 μg/hari. Penelitian terkait aplikasi MSM
sebagai fortifikan produk pangan dalam upaya memenuhi kebutuhan
vitamin A tersaji.

Fortifikasi MSM dalam berbagai jenis produk pangan olahan yang sering
dijumpai dan dikonsumsi sehari-hari bertujuan agar produk dapat
menjangkau beragam target, baik dari berbagai kelompok usia maupun
status ekonomi yang berbeda. MSM yang diaplikasikan sebagai bahan
fortifikan produk pangan olahan dapat diklaim sebagai sumber karotenoid
yang baik dan dapat berkontribusi terhadap pemenuhan AKG vitamin A
sehari-hari karena dapat memenuhi 10 persen atau lebih AKG vitamin A
per takaran saji sesuai yang ditetapkan oleh FDA (FDA, 2009).

Pemanfaatan fortifikan MSM dalam berbagai jenis pangan olahan akan


menghasilkan pangan fungsional yang banyak dilirik oleh konsumen
seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran untuk hidup sehat dan
tren makanan sehat. Keterbatasan MSM dari segi warna menjadi
pertimbangan penting pada tahap formulasi produk, sekaligus dapat
menjadikan strategi fortifikasi sebagai langkah yang efektif. Selain pada
produk pangan olahan, fortifikasi minyak sawit juga dapat diaplikasikan
pada produk minuman. Fortifikasi MSM pada produk minuman yang
sudah pernah diteliti di Indonesia yaitu pada produk susu bubuk
rekombinasi (Marsono, dkk., 2007).
Minyak sawit merah (MSM) mengandung kadar karotenoid yang tinggi,
khususnya beta karoten yang berperan sebagai provitamin A alami. Jumlah
produksi minyak sawit yang melimpah di Indonesia dengan efektivitas
provitamin A-nya menjadikan pemanfaatan MSM sangat potensial untuk
dikembangkan sebagai upaya penanggulangan kekurangan vitamin A
(KVA). Strategi pemanfaatan MSM untuk menanggulangi masalah KVA
dapat dilakukan dengan menjadikan MSM sebagai bahan fortifikan produk
pangan atau sebagai suplemen kesehatan. Fortifikasi MSM pada berbagai
produk pangan komersial yang umum dikonsumsi sehari-hari akan mampu
mendukung pemenuhan asupan vitamin A di berbagai kelompok usia dan
status ekonomi yang berbeda. MSM juga dapat dijadikan sebagai
suplemen kesehatan berbasis pangan nabati yang efektif untuk mencegah
atau mengurangi KVA.

 Pengolahan Daun Kelor Untuk Menambah Variasi Boli Pandan Di éL


Royale Hotel Bandung

Fortifikasi (penambahan) merupakan suatu cara untuk meningkatkan


kandungan suatu komponen gizi produk pangan, yang dapat dilakukan
dengan menambahkan suatu komponen ke dalam produk pangan.

Daun kelor atau dengan nama lainnya Moringa Oleifera dapat menjadi
sumber pangan bergizi karena kandungan nutrisi yang tinggi. Moringa
Oleifera pun mudah didapatkan di Indonesia. Moringa mengandung
vitamin C setara 7 ( tujuh ) buah jeruk, vitamin A setara 4 ( empat ) buah
wortel, kalsium setara 4 ( empat ) gelas susu, potasium setara dengan yang
terkandung dalam pisang, dan protein setara 2 ( dua ) botol yogurt. Tetapi
memperhatikan nilai gizi dalam pembuatan kue di hotel jarang menjadi
perhatian bagi atasan atau Demi Chef Pastry. Karena kebanyakan chef
hanya terfokus pada kue yang populer yang sudah umum di pasaran tetapi
tanpa tahu apakah kue tersebut sehat atau tidak.
Pengolahan Pandan Cake Menurut Endang Indriani ( 2017 ) di dalam
bukunya Homemade Baking resep bolu pandan sebagai berikut : Untuk 1
(satu) loyang bolu diameter 20 cm 8 (delapan) buah slice bolu kecil ukuran
10 x 5 cm.

Bahan :
• 200gr mentega/margarin, protein sedang.
• 3 sdm susu bubuk (optioal).
• 1 ½ sdt baking powder.
• ½ sdt garam.
• 200 mili liter (ml) air ekstrak daun pandan.

Bahan untuk membuat air pandan :


• 300-400 ml air
• 10 lbr daun pandan.

Ada beberapa kesimpulan yang bisa penulis sampaikan yaitu Variasi kue
di éL ROYALE Hotel Bandung sudah banyak, bagus, dan menarik, tetapi
perlu memperhatikan mutu kue bagi kesehatan masyarakat atau tamu
hotel.
1.Usaha untuk menciptakan variasi kue di éL ROYALE Hotel Bandung
berdasarkan : referensi atau ide baru, sering melakukan uji coba ( test food
), melihat trend kue masa kini sesuai pasar, dan sharing sesama pelaku
kuliner.
2.Proses pengolahan bolu pandan daun kelor hampir sama sepeti bolu pada
umumnya, hanya saja menambahkan daun kelor untuk menambah gizi
pada sebuah bolu. Bolu pandan daun kelor yang penulis olah ini
menggunakan srikaya pandan filling untuk menambah kelezatan kue.
3.Hasil dari pembuatan bolu pandan daun kelor sangat menarik sesuai
selera konsumen dibuktikan dari hasil uji coba yang sudah dinilai baik
oleh masyarakat.
Contoh Produk yang Melalui Proses Komplementasi

 Pengaruh Penambahan Tepung Kedelai Terhadap Cita Rasa dan kadar Air
Cppkies ubi Jalar
Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat dan sumber energi yang cukup
tinggi. Salah satu jenis ubi jalar yang sering ditemukan di pasaran adalah ubi
jalar ungu (Apriadji, 2009 dalam Siregar, 2010). Ubi jalar ungu mengandung
energi sebesar 108 kkal dalam 100 gram bahan (Mahmud dkk, 2009).
Penambahan tepung kedelai pada tepung ubi jalar ungu karena kedelai
memiliki kandungan gizi yang tinggi. Di antara kacang-kacangan, kadar
protein kedelai paling tinggi yaitu 40,4 gram dalam 100 gram bahan (Mahmud
dkk, 2009). Cookies merupakan makanan ringan yang telah dikenal dan
diminati semua golongan usia (Suarni, 2009). Produk cookies sekarang sudah
banyak mengalami campuran bahan baku dengan berbagai macam tujuan
salah satunya adalah untuk meningkatkan nilai gizi (Reski, 2012).

Berdasarkan latar belakang diatas, Peneliti akan melakukan kajian mengenai


pembuatan cookies ubi jalar ungu dengan komplementasi tepung kedelai
sebagai bentuk pengembangan produk pangan yang mengandung energi dan
protein yang cukup.
1. Berdasarkan parameter warna dan rasa yang paling disukai oleh panelis
yaitu pada perlakuan t3. Berdasarkan parameter bau dan tekstur yang
paling disukai oleh panelis yaitu pada perlakuan t1.
2. Tepung kedelai tidak berpengaruh nyata terhadap warna dan tekstur
cookies ubi jalar ungu dengan komplementasi tepung kedelai, namun
berpengaruh nyata terhadap bau dan rasa cookies ubi jalar ungu dengan
komplementasi tepung kedelai.
3. Tepung kedelai pada cookies ubi jalar ungu dengan komplementasi tepung
kedelai tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air cookies ubi jalar ungu
dengan komplementasi tepung kedelai.
4. Kadar air cookies ubi jalar ungu dengan komplementasi tepung kedelai
berada pada kisaran 2,30%-3,39% atau berada dibawah syarat mutu kadar
air cookies.
 Kadar protein, Nilai Cerna Protein In vitro dan Tingkat Kesukaan Kue
kering Komplementasi Tepung Jagung dan Tepung Kacang merah
sebagai Makanan Tambahan Anak gizi Kurang
Kacang merah dan jagung dikomplementasikan karena masing – masing
mempunyai asam amino yang bisa saling melengkapi sehingga dapat
meningkatkan mutu proteinnya. Jagung mengandung asam amino lisin
yang rendah dan tinggi metionin, sedangkan kacang merah mempunyai
kekurangan asam amino metionin dan tinggi lisin.

Pada penelitian ini dilakukan pengolahan produk berupa kue kering


dengan mengkombinasikan tepung jagung dan tepung kacang merah.
Pemilihan bentuk kue kering karena dalam sehari kue kering dapat
dikonsumsi berulang – ulang sebagai makanan cemilan. Pembuatan kue
kering dari tepung jagung dan tepung kacang merah diharapkan dapat
meningkatkan kandungan protein dan mutu proteinnya untuk memenuhi
kebutuhan protein anak gizi kurang. Penilaian mutu protein dapat diukur
dengan cara Nilai Biologik (NB), Net Protein Utilization (NPU), Protein
Effeciency Ratio (PER), skor kimia atau skor asam amino.
Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan kue kering ini adalah tepung
jagung dan tepung kacang merah dengan merk “Gasol”. Bahan – bahan
pendukung lain yang digunakan meliputi telur, gula, margarin. Proses
pembuatan kue kering komplementasi tepung jagung dan tepung kaacang
merah yaitu mencampurkan bahan – bahan basah seperti margarin,telur dan
gula dengan menggunkan mixer sampai berwarna putih. Setelah itu
ditambahkan bahan kering seperti tepung jagung dan tepung kacang merah,
adonan tersebut dicampur hingga merata, kemudian dilakukan pencetakan dan
pemanggangan dalam oven dengan suhu 200oC selama 30 menit.
Penentuan Kue Kering Komplementasi Tepung Jagung dan Tepung Kacang
Merah Terbaik Kue kering komplementasi tepung jagung dan tepung kacang
merah dalam penelitian ini diformulasi dengan menggunakan grafik
komplementasi. Kue kering dengan perbandingan tepung jagung dan tepung
kacang merah sebesar 62 gram : 38 gram ditetapkan sebagai formula terbaik.
Formula tersebut dipilih karena dihasilkan dari titik komplementasi dengan
skor asam amino terendah diantara lima titik komplementasi yang terjadi dan
berdasarkan tingkat kesukaan panelis terhadap rasa, warna, aroma dan tekstur.
Titik – titik komplementasi dengan skor rendah dapat menutupi defesiensi
asam amino pada titik – titik komplementasi diatasnya (skor tertinggi). Skor
asam amino formulasi 62 gram : 38 gram memiliki kandungan asam amino
lisin rendah pada tepung jagung yaitu 33 gram, sedangkan lisin pada tepung
kacang merah yaitu 100 gram. Pada skor asam amino metionin dan sistein
tepung jagung yaitu 74 gram dan 30, 17 gram untuk tepung kacang merah.

 Potensi Biji Nangka dan Biji Saga Sebagai Bahan baku Pembuatan tempe
Komplementasi

Data dari Departemen Pertanian tahun 2007 menyebutkan bahwa peningkatan


konsumsi kedelai tidak berbanding lurus dengan produksinya. Produksi
kedelai dalam negeri menurun setiap tahun dan penurunan produksi kedelai
sejalan dengan penurunan luas areal panennya. Lahan kedelai seluas 1,1 juta
ha di tahun 1987 menjadi 592,5 ribu ha pada tahun 2007 atau mengalami
penurunan seluas 459,1 ribu ha. Produksi kedelai tahun 1992 mencapai
1.869.710 ton dan terus mengalami penurunan hingga tahun 2007 yang hanya
sebesar 592.381 ton atau menurun sebesar 68,3% (Anonim, 2007).
Permasalahan terhadap ketersediaan kedelai dan meningkatnya konsumsi
tempe mendorong orang untuk mencari alternatif lain pengganti kedelai
sebagai bahan baku pembuatan tempe dengan tetap memperhatikan
kandungan gizinya terutama protein. Biji nangka belum termanfaatkan secara
optimal padahal dapat diolah sebagai bahan baku pembuatan tempe. Hayati
(2009) telah mengolah biji nangka menjadi tempe dengan kadar protein
sebesar 6,85% namun hasil ini masih dibawah SNI tempe 01-3144-1992 yaitu
minimal 20%. Oleh karena itu kandungan protein tempe biji nangka perlu
ditingkatkan dengan penambahan sumber lain yaitu biji saga. Anggraini
(2008) menyebutkan biji saga memiliki kandungan protein 48,2% sehingga
cocok untuk dikomplementasikan atau melengkapi protein tempe. Penelitian
ini bertujuan untuk mengevaluasi mutu tempe komplementasi dari biji nangka
dan biji saga.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji nangka,


biji saga dan ragi instan merk Raprima. Senyawa kimia yang
digunakan adalah K2SO4, HgO, H2SO4, NaOH, Na2S2O3, H2BO3,
HCl, indikator metil merah, petroleum eter (dietil eter) dan akudes.
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi kompor, panci,
pisau baskom, dandang, timbangan, plastik, tampah, timbangan
analitik, labu ukur, labu destilasi, labu kjedahl, labu lemak, kertas
saring, soxhlet, kondensor, desikator, cawan porselin, batu didih, oven,
erlenmenyer, sealer dan alat tulis.

Persiapan Biji Nangka


Persiapan biji nangka untuk bahan baku pembuatan tempe pada
penelitian ini mengacu pada Hayati (2009) dengan sedikit modifikasi.
Biji nangka dibersihkan dan dijemur hingga kering. Setelah itu direbus
selama 15 menit kemudian dikupas kulitnya lalu dipotong-potong
hingga ukurannya sebesar kedelai. Biji nangka direndam selama 24
jam kemudian direndam dalam air panas selama 10 menit. Biji nangka
ditiriskan dan didinginkan hingga mencapai suhu 30ºC.

Persiapan Biji Saga


Persiapan biji saga mengacu pada Haryoko dan Kurnianto (2010)
dengan sedikit modifikasi. Biji saga dibersihkan dari kotoran,
kemudian direbus selama 40 menit untuk menghilangkan kandungan
saponin. Biji saga selanjutnya direndam selama 24 jam untuk
mempermudah melepaskan kulit arinya. Setelah itu, biji saga direndam
dalam air panas selama 10 menit kemudian didinginkan.

Pembuatan Tempe
Biji nangka dan biji saga dicampur sesuai perlakuan dan
diinokulasikan dengan laru tempe 1% kemudian diaduk hingga rata
selanjutnya dibungkus dengan plastik yang telah dilubangi dan
diinkubasi selama 36 jam.

Anda mungkin juga menyukai