1. Dalam rangka mengembangkan sikap Anti Korupsi, ada 3 nilai inti integritas yang perlu dikembangkan,
yaitu :
a. Jujur
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, jujur adalah lurus hati atau tidak berbohong, misalnya berkata apa
adanya. Namun, pada saat sekarang ini sangat sulit untuk menemukan orang yang jujur. Karena di luar sana
orang menganggap bahwa jujur memperlambat kesuksesan dan juga pastinya semakin berkembangnya IPTEK
banyak orang yang ingin melakukan segala sesuatu secara instan seperti menggunakan teknologi, maka dari itu
lebih banyak orang yang mengambil jalur instan yang cenderung untuk tidak jujur untuk mencapai kesuksesan.
Padahal untuk jujur itu sangatlah mudah tentunya harus dimulai dari sendiri dan bisa mulai untuk jujur dalam
hal-hal kecil, maka semakin lama jujur itu akan menjadi suatu kebiasaan yang baik dan ke depannya hidup
terasa lebih damai dan bahagia serta terhindar dari tuduhan yang merugikan.
b. Disiplin
Disiplin merupakan perasaan taat dan patuh terhadap nilai-nilai yang dipercaya merupakan tanggung jawabnya.
Tapi pada kenyataannya banyak orang menganggap disiplin sebagai beban. Seharusnya disiplin itu lahir dari
kesadaran pribadi, suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses diri bahwa memang hal seperti
itulah yang sudah seharusnya dilakukan dan seseorang justru akan merasa terbeban ketika dia tidak melakukan
sebagaimana yang seharusnya biasa dia lakukan.
c. Tanggung Jawab
Tanggung jawab merupakan kewajiban atau beban yang harus dipikul atau dipenuhi, sebagai akibat perbuatan
kita kepada orang lain, atau sebagai akibat dari perbuatan pihak lain kepada kita. Sikap tersebut sangat berguna
dalam menjalani kehidupan dan sebagai pembelajaran untuk mengembangkan diri. Manfaat sikap tanggung
jawab sangatlah baik, seseorang yang bertanggung jawab kan dapat dipercaya, dihormati, dihargai, dan
disenangi orang lain dan akan muncul sikap berani mengakui kesalahan yang dilakukan dan mau mengubahnya
dengan tindakan lebih baik.
Manusia adalah subyek agama. Agama “melayani” manusia untuk menemukan jati diri, hakikat kehidupan dan
tujuan keberadaannya di dunia ini. Semua itu oleh agama-agama selalu dihubungkan erat dengan kesadaran
akan Allah. Lalu ketika situasi kemanusiaan terancam, agama-agama juga mengawali gerakan bersama untuk
menghadapi, mengatasi dan memulihkan apa yang rusak dan nyaris hancur. Inti iman setiap agama adalah
menghayati hakikat manusia dan memanusiakan manusia agar kehidupan yang dikehendaki Sang Khalik dapat
dirasakan bersama.
Titik Temu Ke-3: ETIK GLOBAL
Dalam sejarah modern, pernah terjadi titik temu ketika perwakilan agama-agama di seluruh dunia berhimpun
dalam apa yang disebut Parlemen Agama. Yang pertama, Parlemen Agama, 1893. Parlemen ini
diselenggarakan di Cichago pada tanggal 11 September 1893. Deklarasi yang penting dan dilahirkan dari
Perlemen Agama kedua (yang pertama tidak menelorkan deklarasi), adalah apa yang disebut Etik Global.
Deklarasi ini menekankan bahwa semua orang (apapun agamanya) bertanggungjawab bagi terbentuknya
tatanan global yang lebih baik dan untuk itu diperlukan keterlibatan kita demi kepentingan hak asasi manusia,
kebebasan, keadilan, perdamaian, dan pemeliharaan Bumi.
1. Kerendahan Hati
Dalam konteks keberagaman agama di Indonesia, kita juga harus memiliki kerendahan hati untuk mengakui
keberadaan agama lain. Tidak merasa diri paling benar dan sempurna sehingga berusaha menaklukkan yang
lain. Sikap kerendahan hati ini dapat kita wujudkan dengan membangun kesadaran dalam pikiran kita, bahwa
mereka yang beragama lain itu juga sedang menyembah Tuhan dengan pendekatan yang berbeda.
2. Kepercayaan (Trust)
Toleransi hanya bisa tumbuh jika ada rasa saling percaya antara yang satu dengan yang lain. Tanpa dasar
kepercayaan, maka kerukunan itu menjadi sesuatu yang rapuh. Karena bisa digoyang dengan aneka isu yang
menghancurkan. Tetapi jika sudah ada kepercayaan diantara pemeluk agama yang berbeda, maka isu appapun
tidak akan menggoyahkan mereka. Karena kerukunan yang terjadi dibangun dari dasar saling percaya
3. Empati
Dalam konteks relasi antar agama, toleransi hanya bisa tumbuh kembang jika ada empati. Mereka yang
mayoritas dan sedang berkuasa bisa merasakan apa yang sedang dialami dan dirasakan oleh mereka yang
secara jumlah lebih kecil dan pada posisi tidak memiliki kuasa. Hanya dengan empati orang bisa menempatkan
dirinya dan bersikap menghargai dan mengakomodir mereka yang lemah.
Misi Agamawi
- Misi penaklukan : Banyak gereja yang masih memandang rendah kelompok-kelompok atau “lokalitas”
lainnya yang menyebabkan gereja sangat sulit untuk bergerak bersama dengan mereka yang berbeda. Hal ini
dikarenakan gereja masih memahami bahwa misi adalah penguasaan (conquest) gereja atas wilayah atau
lokalitas tertentu dan justru bukan tindakan pengosongan atau kenosis (bnk.Filipi 2:5-8). Oleh karena itu,
dalam melakukan misi (nya-sendiri), gereja lebih suka dan mewilih mewarisi pola-pola dan cara penjajahan,
yaitu menguasai atau mengalahkan kelompok (agama) yang lain.
- Misi individualistis : Pertobatan dan keselamatan pribadi masih dilihat sebagai satu-satunya tujuan utama dari
misi gereja. Bahkan keselamatan pun seringkali dilihat secara sempit, hanya keselamatan jiwa. Padahal karya
penyelamatan Allah melalui Yesus, jelas-jelas mencangkup seluruh aspek hidup manusia.